• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH JENIS BATUAN TERHADAP AIR LARIAN (RUN OFF) BERDASARKAN UJI LAJU INFILTRASI DI KOTA SEMARANG BAGIAN SELATAN, JAWA TENGAH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH JENIS BATUAN TERHADAP AIR LARIAN (RUN OFF) BERDASARKAN UJI LAJU INFILTRASI DI KOTA SEMARANG BAGIAN SELATAN, JAWA TENGAH"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH JENIS BATUAN TERHADAP AIR LARIAN (RUN OFF)

BERDASARKAN UJI LAJU INFILTRASI

DI KOTA SEMARANG BAGIAN SELATAN, JAWA TENGAH

Y.Sunarya Wibawa1, Sudaryanto1 , dan Robert M. Delinom1

1Pusat Penelitian Geoteknologi LIPI, Jl. Sangkuriang, Bandung 40135 Email: ys.wibowo@geotek.lipi.go.id

ABSTRAK

Kota Semarang berada di ketinggian 0 m sampai dengan 348 m dpl. Secara morfologi dataran rendah berada di ketinggian 0 – 89,5 m dpl dan terletak dibagian utara kota Semarang sedangkan daerah perbukitan di ketinggian 89,5 – 348 m dpl berada di bagian tenggara, selatan dan barat daya. Wilayah perbukitan ditempati berbagai jenis batuan yang belum diketahui laju infiltrasinya, sehingga diperlukan data laju infiltrasi dengan tujuan untuk mengetahui seberapa besar kecepatan maksimum masuknya air secara vertikal ke dalam suatu batuan, hal ini terkait dengan proses yang paling penting dalam siklus hidrologi. Pengukuran infiltrasi dilakukan dengan double ring infiltrometer. Pengujian dilakukan berdasarkan pada perbedaan satuan batuan dengan interval yang berbeda dari setiap satuan batuan. Analisis laju infiltrasi pada kelompok satuan batuan sedimen F. Kalibeng dan F. Kerek menunjukkan nilai laju infiltrasi lebih besar, yakni 1.4083 cm3/detik, dan pada kelompok Satuan Batuan Volkanik memiliki rata-rata nilai laju infiltrasi yang lebih kecil 1.4083 cm3/detik. Perbedaan nilai laju infiltrasi dipengaruhi oleh besar butir tanah karena pelapukan dan penggunaan lahan sebagai lahan pertanian, perkebunan dan permukiman.

Kata kunci : laju infiltrasi, satuan batuan, kota Semarang.

ABSTRACT

Semarang is located at an altitude of 0 m to 348 m above sea level. The lowl and morphology is located at altitudes from 0 to 89.5 m above sea level at the north of the city of Semarang, while the hilly area is located at an altitude of 89.5 to 348 m above sea level at the southeast, south and southwest of the city of Semarang. Hilly region consisted of various rock in which the types of infiltration rate is not known, however this data is necessary data in order to determine how large the maximum speed of the water entry vertically into a rock. This process is associated with the most important processes in the hydrological cycle . In this research, the rate of infiltration is oberserved by using double ring infiltrometer. Observation was done based on the difference lithologies which has different intervals of every lithologies. Analysis of infiltration rate was conducted in the group of sedimentary rock units. The result of the analysis showed that the infiltration rate of Kerek and Kalibeng Formation have greater value, ie 1.4083 cm3/sec, and the Volcanic rocks Unit group has

(2)

an average value smaller infiltration 1.4083 cm3/sec . The difference in the value of the infiltration rate is influenced by the grain size of the weathered soil and the land use of the agricultural land such as plantations or settlements .

Keywords: infiltration rate, lithologies, Semarang

PENDAHULUAN

Seiring dengan perubahan penggunaan lahan dan pertambahan penduduk, menyebabkan kebutuhan perumahan, sandang dan pangan semakin meningkat. Pembentukan lahan kritis sangat berkaitan dengan proses erosi dan terganggunya kestabilan lingkungan, Utaya, (2008). Setyowati dan Suharini (2011), menyatakan telah terjadi perubahan penggunaan lahan di DAS Garang hulu seluas 27,24 km² atau 44,24% dari luas total DAS Garang hulu. Dengan terjadinya perubahan penggunaan lahan tersebut akan merubah perlakuan yang diberikan terhadap lahan dan akan mempengaruhi eksistensi tanah dan juga tata air di hulu hingga hilirnya.

Laju infiltrasi merupakan fungsi dari parameter hidroulik tanah/batuan, yaitu: permeabilitas, suction head dan kelembaban tanah. Parameter-parameter tersebut berhubungan erat dengan karakteristik fisik tanah dan dapat diformulasikan melalui penelitian empirik. Menurut Sudarmanto. Et.al (2013), telah terjadi pengingkatan limpasan air dipermukaan yang berarti terjadi pengurangan infiltrasi. Pengurangan infiltrasi memang sudah terjadi, namun faktor-faktor utama yang berpengaruh perlu diketahui guna perencanaan dalam penataan. Kota Semarang di bagian selatan pada ketinggian antara 89,5 – 348 m dpl ditempati berbagai jenis batuan yang belum diketahui laju infiltrasinya di setiap satuan batuan. Sehubungan dengan hal itu, tujuan penelitian ini untuk mengetahui tingkat kemampuan infiltrasi air berdasatkan karakteristik kondisi lahan melalui pengujian lapangan (empirik). Metoda uji infiltrasi dilakukan dengan double ring infiltrometer (Triatmoddjo, 2009). Peralatan yang digunakan adalah double ring infiltrometer, gelas ukur, stopwatch, palu, ember, cangkul, dan mistar. Pengujian dilakukan pada setiap satuan batuan dengan int erval yang berbeda dari setiap satuan batuan, terdapat enam satuan batuan/formasi yaitu pada Formasi Kalibeng (Tmpk), Formasi Kerek (Tmk), Formasi Damar (QTd), Formasi Kaligetas (Qpkg), Batuan Gunungapi Kaligesik (Qpk), dan Batuan Gunungapi Gajah Mungkur (Qhg). Dengan dilakukannya penelitian ini diharapkan pengaruh perubahan penggunaan lahan terhadap sifat fisik tanah/batuan pada berbagai formasi batuan laju infiltrasi dapat diketahui, sehingga rekomendasi penggunaan lahan yang sesuai dapat di usulkan.

(3)

LOKASI PENELITIAN

Secara administrasi daerah penelitian terletak di wilayah Kota Semarang, Provinsi Jawa Tengah. Kota Semarang memiliki luas wilayah 373,70 Km2, dan secara geografi terletak pada koordinat 110º16’20’’ - 110 º 30’29’’ Bujur Timur dan 6°55’34” - 7°07’04” Lintang Selatan.

Pengujian titik infiltrasi berada dibagian selatan kota Semarang dengan bentang alam berupa perbukitan, dengan kemiringan lereng 15 sampai 40 persen dan ketinggian antara 89 – 348 m dpl (Gambar 1).

Gambar 1. Peta lokasi penelitian

Geologi Kota Semarang

Kawasan Semarang selatan ditempati batuan dengan karakteristik yang berbeda. Berdasarkan Peta Geologi Lembar Magelang dan Semarang (Thanden et al., 1996 dan Wardhana et al., 2014), daerah ini ditempati 5 (lima) Satuan/Formasi batuan yang berumur Kuarter dan batuan berumur Tersier. Di bagian Selatan yang berupa tinggian didominasi oleh batuan vulkanik dan tampak beberapa struktur patahan, lihat Gambar 2. Adapun stratigrafi yang melandasi Kota Semarang dijelaskan secara singkat di bawah ini.

a. Endapan Aluvial (Qa): Satuan Endapan Aluvial mendominasi Kawasan DAS Kaligarang, yang

sebagian besar terdapat di bagian utara Kawasan DAS Kaligarang. Batuan ini terdiri dari kerikil, pasir, lempung, lanau, sisa tumbuhan dan bongkahan batuan gunungapi, dan berumur holosen.

(4)

b. Batuan Gunungapi Gajahmungkur (Qhg) : Kelompok batuan Gunungapi Gajahmungkur terdapat

di sebagian besar di Kecamatan Ungaran dan memanjang sampai Kecamatan Gunungpati dan Banyumanik. Batuan ini terdiri dari andesit horenblenda augit dimana umumnya merupakan aliran lava dan termasuk dalam batuan kuarter dan berumur plistosen atas.

c. Batuan Gunungapi Kaligesik (Qpk): Aliran basalt olivin Augit

d. Batuan Formasi Kaligetas (Qpkg): Kelompok batuan Formasi Kaligetas di Kawasan DAS

Kaligarang terdapat di sebagian kecil Kecamatan Semarang Barat bagian barat, dan memanjang di bagian selatan Kecamatan Gunungpati dan Banyumanik sampai Kecamatan Ungaran. Batuan ini terdiri dari breksi vulkanik, aliran lava, tuf, batupasir tufaan dan batulempung. Termasuk dalam batuan kuarter dan berumur plistosen bawah.

e. Formasi Damar (Qtd): Kelompok Batupasir tufaan, konglomerat, breksi volkanik. Batupasir

mengandung mineral mafik, feldpar dan kuarsa. Breksi volkanik mungkin diendapkan sebagai lahar. Formasi ini sebagian non marin; setempat dijumpai moluska.

f. Formasi Kalibeng (Tmpk): Kelompok batuan Formasi Kalibeng yang terdiri dari napal pejal,

napal sisipan, batupasir tufaan dan batugamping. Batuan ini termasuk dalam batuan tersier dan berumur miosen akhir-pliosen dimana sebagian kecil terdapat di kawasan DAS Kaligarang.

g. Formasi Kerek (Tmk): Formasi batuan ini berada di sebelah selatan Kawasan DAS Kaligarang

(Kecamatan Bergas dan Kecamatan Ungaran). Batuan ini terdiri dari perselingan batu lempung, napal, batupasir tufan, konglomerat, breksi vulkanik dan batu gamping. Batuan ini termasuk dalam batuan Tersier dan berumur Miosen Tengah.

Struktur geologi yang berkembang umumnya berupa sesar yang terdiri dari sesar normal, sesar geser dan sesar naik. Sesar normal relatif berarah barat-timur sebagian agak cembung ke arah utara, sesar geser berarah utara selatan hingga barat laut-tenggara, sedangkan sesar normal relatif berarah barat-timur. Sesar-sesar tersebut umumnya terjadi pada batuan Formasi Kerek, Formasi Kalibening dan Formasi Damar yang berumur Kuarter dan Tersier. Kenampakan pergeseran intensif sering terlihat pada batuan napal dan batu lempung, misalnya yang terlihat jelas pada Formasi Kalibiuk di daerah Manyaran dan Tinjomoyo. Struktur sesar ini merupakan salah satu penyebab daerah tersebut mempunyai jalur “lemah”, sehingga mudah tererosi dan terjadi gerakan tanah.

(5)

Gambar 2. Peta Geologi Semarang yang disederhanakan (Thanden et al., 1996)

METODE

Fokus lokasi yang dilakukan pengujian adalah di daerah perbukitan dengan ketinggian 89,5 – 348 m dpl yang berada di bagian tenggara, selatan dan barat daya kota Semarang. Sebaran dan teknik pengukuran dititik uji menggunakan metode purposive sampling. Lokasi uji dipilih berdasarkan perbedaan Satuan Batuan (Formasi) dan penggunaan lahan, dengan jumlah titik uji 22 titik.

Pengujian laju infiltrasi diukur secara langsung di lapangan dengan menggunakan alat double ring infiltrometer. Pengukuran laju infiltrasi dilakukan pada 5 jenis penggunaan lahan yaitu pekarangan/permukiman, tegalan, semak belukar, dan kebun karet.

Pada lahan tertutup bangunan nilai infiltrasinya, dianggap infiltrasinya 0. Pengukuran laju infiltrasi setiap penggunaan lahan dilakukan pengulangan sebanyak 1 kali. Pengukuran infiltrasi menggunakan metode Horton dengan rumus perhitungan: F = fc + (fo - fc) e−kt , dimana F = tingkat infiltrasi (cm/hari), fc = tingkat infiltrasi setelah konstan (cm/hari), fo = tingkat infiltrasi awal (cm/hari), konstanta (2,78), t = waktu awal konstan (jam), dan k = 1/m log e.

(6)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengujian Infiltrasi

Dari 22 titik pengujian infiltrasi yang mencakup di enam satuan batuan/formasi yaitu pada Formasi Kalibeng (Tmpk), Formasi Kerek (Tmk), Formasi Damar (QTd), Formasi Kaligetas (Qpkg), Batuan Gunungapi Kaligesik (Qpk), dan Batuan Gunungapi Gajah Mungkur (Qhg). Kedalaman uji infiltrasi dilakukan pada tanah pelapukan pada masing-masing satuan batuan yang memiliki ketebalan tanah 0.20 – 0.60 meter, dengan tutupan lahan berbeda-beda, Gambar 3.

Gambar 3. Peta Lokasi Uji Infiltrasi Berdasarkan Peta Geologi di Kota Semarang

Infiltrasi pada Formasi Kalibeng (Tmpk)

Pengujian pada batuan Lempung Formasi Kalibeng (Tmpk) lokasi SMG-11, SMG-12, dan SMG-13 dengan tutupan lahan berupa kebun singkong, semak belukar, kebun campuran dengan kemiringan lereng 20o – 60o. Hasil pengujian rata-rata menunjukkan nilai laju infiltrasi 0,00020 cm3/detik, dan hasil perhitungan nilai permeabilitas lapangan 1.425E-06 cm/detik. Hasil uji di titik SMG-12 memiliki nilai laju infiltrasi sebesar 0,200 cm3/detik, dengan nilai permeabilitas lapangan 1.436E-03 cm/detik. Titik uji SMG-13 memiliki nilai laju infiltrasi sebesar 3,00 cm3/detik, dan memiliki permeabilitas lapangan 2.154E-02 cm/detik. Beberapa conto grafik uji infiltrasi ditunjukkan pada Gambar 3.

(7)

Uji sifat fisik tanah di laboratorium meliputi uji besar butir tanah, berat jenis dan permeabilitas. Hasil uji di laboratorium menunjukkan bahwa tekstur tanah halus mempunyai kandungan lempung >80%, berat jenis tanah berkisar 2,63 – 3,18, uji permeabilitas berkisar 2,78402E-07 Tabel 1. Ini menunjukkan bahwa tanah di daerah penelitian merupakan tanah lempung yang memiliki butiran halus. Berdasarkan data hasil uji dan mengacu pada Tabel 2 tentang permeabilitas tanah, menujukkan bahwa pada satuan batuan Formasi Kalibeng memiliki permeabilitas yang baik karena berasal dari satuan batuan sedimen, pada satuan ini memiliki laju infiltrasi sangat rendah dan tingkat permeabilitas kecil (Verry Low Permeability). Kondisi tersebut menunjukkan bahwa pada Formasi Kalibeng, air permukaan atau air hujan yang jatuh akan menjadi air larian dan dapat menyebabkan erosi di permukaan. Contoh grafik-grafi hasil pengujian infiltrasi di tunjukkan pada Gambar 4.

Tabel 1. Tekstur Tanah Lokasi Uji Infiltrasi

Satuan Batuan

(Formasi) Kode Lokasi

Lempung (%) Lanau (%) Pasir (%) Tekstur Tanah Formasi Kalibeng (Tmpk) SMG-11 25 65 15 Lanau Lempungan SMG-12 28 43 12 Lanau Lempungan SMG-13 34 40 20 Lanau Lempungan Formasi Damar (QTd) SMG-14 25 65 8 Lanau Lempungan SMG-15 40 55 14 Lanau Lempungan SMG-16 35 48 10 Lanau Lempungan SMG-20 43 48 10 Lanau Lempungan Batuan Gunungapi

Gajah Mungkur (Qhg) SMG-18 30 43 23 Lanau Lempungan Batuan Gunungapi

Kaligesik (Qpk) SMG-19 34 46 18 Lanau Lempungan

Formasi Kaligetas (Qpkg) SMG-17 45 40 5 Lempung Lanauan SMG-21 48 42 12 Lempung Lanauan SMG-22 44 38 15 Lempung Lanauan SMG-23 43 48 10 Lanau Lempungan SMG-24 40 45 15 Lanau Lempungan SMG-25 50 36 9 Lempung Lanauan SMG-26 48 35 10 Lempung Lanauan SMG-27 51 35 5 Lempung Lanauan SMG-29 57 30 9 Lempung Lanauan SMG-30 50 38 7 Lempung Lanauan SMG-32 52 28 12 Lempung lanauan Formasi Kerek (Tmk) SMG-28 45 43 10 Lempung Lanauan SMG-31 48 40 8 Lempung lanauan

(8)

Infiltrasi pada Formasi Damar (Qtd)

Pengujian pada satuan breksi Formasi Damar (QTd) dilakukan pada titik 14, 15, SMG-16, dan SMG-20. Secara umum tutupan lahan berupa kebun rambutan, kebun campuran, kebun durian dan kebun karet serta permukiman. Berdasarkan uji infiltrasi di 4 titik lokasi menunjukan nilai laju infiltrasi sebesar 0,005 – 0,050 cm3/detik. Sementara hasil perhitungan permeabilitas lapangan berkisar 5.385E-03 - 3.590E-05 cm/detik.

Hasil uji sifat fisik tanah di laboratorium (Tabel 1), satuan batuan ini memiliki tekstur lanau lempungan, dengan persentase kandungan lempung 25 – 43 % dan lanau 48 – 63 %. Dengan mengacu nilai permeabilitas (Asdak., 2007) pada tabel 2 dan nilai permeabilitas lapangan berkisar 5.385E-03 - 3.590E-05 cm/detik. Tanah termasuk memiliki permeabilitas rendah. Hal ini mengindikasikan tingkat pelapukan pada Formasi Damar sempuna, sehingga mineral pada batuan ini telah lapuk dan berubah menjadi meneral lempung yang menyebabkan batuan memiliki tingkat porositas rendah sehingga aliran permukaan (run off) akan lebih besar dari pada yang meresap kedalam tanah.

Infiltrasi pada Formasi Kerek (Tmk)

Pengukuran infiltrasi pada Formasi Kerek (Tmk), dengan tutupan lahan berupa kebun campuran dilakukan di dua titik pengukuran. Dari hasil pengukuran menunjukan di titik uji SMG-28 memiliki nilai laju infiltrasi sebesar 2.16667 cm3/detik, dengan nilai permeabilitas lapangan 1.556E-02 cm/detik. Pada titik uji SMG-31 memiliki nilai laju infiltrasi sebesar 1.33333 cm3/detik, dengan nilai uji permeabilitas lapangan sebesar 9.573E-03 cm/detik.

Formasi Kerek terdiri dari perselingan batu lempung, napal, batupasir tufan, konglomerat, breksi vulkanik dan batu gamping. Hasil uji besar butir tanah (Tabel 1), memiliki kandungan lempung berkisar 45 – 48 %, lanau 40 – 43 % dan kandungan pasir 8 – 10 %. Tekstur tanah berupa lempung lanauan. Berdasarkan karakteristik tanah dengan permeabilitas lapangan sebesar 9.573E -03 cm/detik, memiliki tingkat permeabilitas sangat rendah. Ini menyebabkan aliran air di permukaan akan lebih besar dibanding dengan yang berinfiltrasi kedalam tanah.

(9)

Tabel 2. Permeabilitas Tanah(Asdak., 2007)

Jenis Tanah k (cm/det) Nama

Kerikil >10-1 Hight Permeability

Kerikil halus/pasir 10-1 -10-3 Medium permeability Pasir sangat Halus

Pasir lanau Lanau tidak pada

10-3 – 10-5 Low permeability Lanau padat

Lanau lempung Lanau tidak murni

10-5 – 10-7 Verry Low Permeability Lempung <10-7 Impervious (rapat air)

Infiltrasi pada Batuan Gunungapi Gajah Mungkur (Qhg)

Pengukuran infiltrasi pada Batuan Gunungapi Gajah Mungkur (Qhg), batuan ini terdiri dari andesit horenblenda augit dimana umumnya merupakan aliran lava dan termasuk dalam batuan kuarter. Tutupan lahan umumnya berupa kebun campuran dilakukan pada titik SMG-18. Hasil pengukuran laju infiltrasi memiliki nilai sebesar 0.06667 cm3/detik, dengan permeabilitas lapangan sebesar 4.787E-04 cm/detik.

Hasil uji besar butir tanah menunjukkan kandungan lanau lebih besar, yaitu 43 % dibandingkan dengan kandungan lempung 30 %. Tektur tanah lanau lempungan, dengan nilai permeabilitas lapangan sebesar 4.787E-04 cm/detik. Berdasarkan pada Tabel 2, tingkat permeabilitas tanah pada satuan batuan ini termasuk rendah. Hal ini menandakan bahwa tingkat kemampuan tanah untuk meresapkan air kedalam tanah sangat rendah. Sehingga air yang melimpas di permukaan akan lebih banyak.

Infiltrasi pada Batuan Gunungapi Kaligesik (Qpk),

Pengukuran infiltrasi pada Batuan Gunungapi Kaligesik (Qpk), Satuan Batuan ini terdiri dari a liran basalt olivin Augit. Pada umumnya tutupan lahan berupa kebun campuran, tanaman bambu, sengon dan pisang. Pengujian infiltrasi dilakukan pada titik SMG-19, menunjukkan tingkat laju infiltrasi sebesar 0.08333 cm3/detik, dengan nilai permeabilitas lapangan 5.983E-04 cm/detik.

Hasil karakteristik tanah, menunjukkan kandungan lempung sebesar 34 %, kandungan lanau 46 % dan pasir sebesar 18 %. Tekstur tanah lanau lempungan dan memiliki permeabilitas 5.983E -04 cm/detik. Berdasarkan pengujian dilapangan, satuan batuan berdasarkan kriteria pada Tabel 2,

(10)

memiliki tingkat permeabilitas rendah. Ini menandakan bahwa tingkat kemapuan tanah untuk meresapkan air kedalam tanah sangat rendah dan akan lebih banyak menjadi air larian.

Infiltrasi pada Formasi Kaligetas (Qpkg)

Formasi Kaligetas (Qpkg), satuan batuan ini terdiri dari breksi vulkanik, aliran lava, tuf, batupasir tufaan dan batulempung. Termasuk dalam batuan kuarter dan berumur plistosen bawah. Uji infiltrasi pada satuan ini dilakukan sebanyak 11 titik uji dengan tutupan lahan yang sangat bervariasi, dari kebun campuran, kebun singkong, perkebunan karet, dan perkebunan jati. Hasil uji besar butir di laboraorium menunjukan kandungan lempung >20%, lanau 15 - 25%, pasir 10 -15 %. Pada beberapa tempat kandungan tanah memiliki fragmen batuan beku berukuran pasir sedang – kerikil. Formasi Kaligetas memiliki tekstur lempung lanauan dan lanau lempungan. Hasil pengujian laju infiltrasi menunjukkan nilai berkisar antara 0.067 – 1.4 cm3/detik, dengan nilai permeabilitas lapangan berkisar 4.787E-04 - 7.180E-03 cm/detik. Berdasarkan hasil pengujian, tingkat permeabilitas lapangan memiliki kriteria permeabilitas rendah – sedang.

Tanah memiliki permeabilitas rendah – sedang, ini menunjukan bahwa tingkat pelapukan pada Formasi Kaligetas sempurna. Mineral pembentuk batuan telah mengalami pelapukan dan berubah menjadi meneral lempung yang menyebabkan batuan memiliki tingkat porositas rendah, sehingga aliran permukaan akan lebih besar dari pada yang meresap kedalam tanah.

(11)

Hubungan Infiltrasi terhadap Satuan Batuan/Formasi Batuan

Berdasarkan hasil uji diatas diketahui nilai laju infiltrasi rata-rata dari Satuan/Formasi batuan, memiliki kecenderungan laju infiltrasi seperti di tunjukkan pada Gambar 4.

Gambar 5. Hubungan laju infiltrasi terhadap satuan Batuan (Formasi)

Grafik pada Gambar 4 dan 5 diatas, memperlihatkan disetiap perbedaan litologi dari satuan/formasi batuan nilai laju infiltrasi berbeda-beda. Hal ini menunjukkan bahwa peran litologi sangat penting terhadap nilai laju infiltrasi akhir. Variasi nilai laju infiltrasi dipengaruhi juga dengan tingkat homogenitas tanah, seperti yang terdapat pada satuan sedimen Formasi Kerek yang memiliki nilai lebih besar dibanding dengan satuan Breksi dari Formasi Damar. Hal ini diakibatkan oleh tingkat pelapukan batuan yang tidak seragam, membentuk perbedaan lapisan-lapisan tanah dari penyusun satuan batuan tersebut. Selain itu pengaruh kemiringan lereng dapat mempengaruhi besar – kecilnya laju infiltrasi, dimana pada daerah berlereng infiltrasi akan memiliki nilai lebih kecil dibandingkan pada lereng yang landai.

Kelompok Satuan Batuan Gunungapi memiliki tingkat infiltrasi rendah, ini dapat dijelaskan bahwa kemungkinan batuan ini memiliki tingkat pelapukan yang sempurna. Batuan telah terjadi alterasi mineral-mineral pada batuan volkanik menjadi mineral lempung dan memiliki besar butir berupa lempung, lanau dan pasir halus, sehingga menyebabkan tingkat porositas tanah rendah, pada akhirnya akan memiliki tingkat permeabilitas tanah rendah.

(12)

KESIMPULAN

Berdasarkan nilai laju infiltrasi dapat dibedakan antara tanah yang berasal dari batuan induk batuan sedimen dan batuan volkanik. Pada tanah volkanik uji infiltrasi memperlihatkan nilai yang rendah dengan rata-rata 0,2819 cm3/detik, sementara pada kelompok batuan sedimen justru lebih besar dengan rata-rata 1,4083 cm3/detik. Akibat terjadinya perubahan pada mineral batuan volkanik menjadi lempung, berarti tingkat pelapukan lebih sempurna. Hal ini menunjukkan bahwa pengaruh jenis lapukan batuan di setiap formasi di Semarang bagian selatan mempunyai laju infiltrasi yang berbeda, antara lain dipengaruhi oleh jenis mineral, besar butir di setiap formasi batuan. Pada tanah berbutir kasar, air akan mudah meresap kedalam tanah, sebaliknya pada tanah berbutir halus air sedikit yang meresap. Dengan demikian pada tanah berbutir kasar air larian (run off) lebih sedikit dibanding pada tanah berbutir halus. Pada tanah bertekstur halus akan mudah terjadi erosi terutama oleh air hujan. Kondisi ini selain disebabkan oleh perbedaan ukuran butir tanah, kondisi lereng dan juga pengaruh dari penggunaan lahan, baik sebagai lahan pertanian, perkebunan dan pemukiman.

UCAPAN TERIMA KASIH

Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terimakasih kepada Kepala Pusat Penelitian Geoteknologi-LIPI yang telah memberikan kesempatan untuk melakukan penelitian di daerah Semarang. Ucapan terima kasih disampaikan pula kepada rekan-rekan peneliti dan teknisi serta kepada semua pihak yang telah membantu kelancaran dan selesainya penelitian sampai penulisan laporan. Kegiatan penelitian ini dibiayai dari dana DIPA Kopetensi inti tahun 2014.

DAFTAR PUSTAKA

Asdak, C., 2002. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Sudarmanto, A., Buchori, I., Sudarno., 2013. Analisis Kemampuan Infiltrasi Lahan Berdasarkan Kondisi Hidrometeorologis dan Karakteristik Fisik DAS. Pada Sub DAS Kreo Jawa Tengah. Prosiding Seminar Nasional Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan 2013.

(13)

Setyowati dan Suharini. 2011. Model pengelolaan banjir berbasis agroekologi dan nilai ekonomi lahan daerah aliran Sungai Garang, Jawa Tengah laporan penelitian hibah bersaing. Universitas Negeri Semarang, Semarang.

Triatmoddjo, B. 2009. Hidrologi Terapan. Beta Offset Yogyakarta.

Thanden, R.E., Sumadirdja, H., Richards, P.W., Sutisna, K., 1996. Peta Geologi Lembar Magelang dan Semarang, Jawa skala 1:100.000, Pusat Survey Geologi, Bandung.

Utaya. S., 2008. Pengaruh Perubahan Penggunaan Lahan terhadap Sifat Biofisik Tanah dan Laju Infiltrasi di Kota Malang. Forum Geografi, Vol. 22, No. 2, Desember 2008: 99-112.

Wardhana, D.D., Harjono. H. Dan Sudaryanto. 2014. Struktur Bawah Permukaan Kota Semarang Berdasarkan Data Gaya Berat. Jurnal RISET Geologi dan Pertambangan, Vol.24, No.1,

Gambar

Gambar 1. Peta lokasi penelitian
Gambar  2.  Peta Geologi Semarang yang disederhanakan (Thanden et al., 1996)
Gambar 3. Peta Lokasi Uji Infiltrasi Berdasarkan Peta Geologi di Kota Semarang
Tabel 1. Tekstur Tanah Lokasi Uji Infiltrasi
+4

Referensi

Dokumen terkait

Karena itu, perakitan dan perekayasaan inovasi teknologi tanaman pangan perlu didukung oleh perencanaan yang sistematis dan terarah, sinergi antar-institusi terkait,

Adapun pelatihan yang dilakukan melibatkan 30 orang guru kelas dari perwakilan 18 SD si gugus 4 dan gugus 5 di Kecamatan Sukasada, Pada saat kegiatan pelatihan, para guru

Tujuan dari penelitian ini adalah (1) apakah model pembelajaran tipe STAD dapat menghasilkan hasil belajar matematika yang lebih baik dari model NHT, (2)

Pada umumnya uji mutu produk dilakukan setiap kali produksi ataupun setiap periode, namun jika perusahaan tidak melakukan uji mutu tersebut, maka pihak manajemen dapat mentolerir

Berdasarkan dari pendapat ketiga ahli diatas maka peneliti mensintesiskan bahwa kinerja merupakan hasil kerja yang telah diperoleh oleh suatu organisasi baik

Berdasarkan permasalahan dan tujuan yang telah diuraikan maka dapat ditarik hipotesis penelitian sebagai berikut : H0 : Tunjangan jabatan fungsional pustakawan dan batas usia

Sejauh ini pemberian pakan bebas pilih (free choice feeding) pada burung puyuh (Coturnix coturnix japonica) belum banyak dikaji, oleh sebab itu perlu dilakukan

Menurut Satzinger, Jackson, dan Burd (2010:59) object adalah “sesuatu yang di dalam sistem komputer yang mampu menanggapi pesan”. Jadi object secara umum adalah suatu entitas