commit to user
10 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pajak
1. Pemahaman Tentang Pajak
Menurut Soemitro dalam Mardiasmo (2003), pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditujukan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Menurut Brotodiharjo dalam Waluyo (2007), pajak adalah iuran kepada negara yang dapat dipaksakan yang terutang oleh yang membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat prestasi-kembali, yang langsung dapat ditujukan dan gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubungan dengan tugas negara yang menyelenggarakan pemerintahan.
Berdasarkan definisi diatas, dapat diambil suatu kesimpulan bahwa pajak memiliki unsur-unsur berikut ini.
a. Iuran rakyat kepada kas negara
Pemungutan pajak dilakukan oleh negara.Iuran tersebut berupa uang bukan barang.
b. Berdasarkan undang-undang
Pajak dipungut berdasarkan atau dengan kekuatan undang-undang serta aturan pelaksanaannya.
commit to user
11 c. Tanpa jasa timbal balik atau kontraprestasi dari negara yang secara langsung dapat ditunjuk. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontraprestasi individual oleh pemerintah. 2. Fungsi Pajak
Menurut Mardiasmo (2003), pajak dalam suatu negara memiliki beberapa fungsi. Fungsi pajak terdapat dua fungsi, yaitu:
a. Fungsi Penerimaan (Budgetair)
Pajak sebagai sumber dana penerimaan untuk membiayai pengeluaran-pengeluarannya.
Contoh: Dana yang dikumpulkan dari hasil pajak digunakan pemerintah untuk membangun fasilitas-fasilitas umum. b. Fungsi Mengatur (Regulerend)
Pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi.
Contoh:
1) Pajak yang tinggi dikenakan terhadap minuman keras untuk mengurangi konsumsi minuman keras.
2) Pajak yang tinggi dikenakan terhadap barang mewah untuk mengurangi gaya hidup konsumtif.
3. Pengelompokan Pajak Berdasarkan Golongannya
Menurut Waluyo (2007),pajak berdasarkan golongannya dibagi menjadi 2, yaitu:
commit to user
12 a. Pajak Langsung, yaitu pajak yang harus dipikul sendiri oleh wajib pajak dan tidak dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain. Contoh: pajak penghasilan.
b. Pajak tidak langsung, yaitu pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain. Contoh: pajak pertambahan nilai.
4. Pengelompokan Pajak Berdasarkan Sifatnya
Menurut Waluyo (2007), pajak berdasarkan sifatnya dibagi menjadi 2, yaitu:
a. Pajak Subjektif, yaitu pajak yang berpangkal atau berdasarkanpada subjeknya, dalam arti memperhatikan keadaan diri wajib pajak. Contoh: pajak penghasilan.
b. Pajak Objektif, yaitu pajak yang berpangkal pada objeknya, tanpa memperhatikan keadaan diri wajib pajak. Contoh: pajak pertambahan nilai dan pajak penjualan atas barang mewah.
5. Pengelompokan Pajak Berdasarkan Lembaga Pemungutnya
Menurut Waluyo (2007), pajak berdasarkan lembaga pemungutnya dibagi menjadi 2, yaitu:
a. Pajak Pusat, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dandigunakan untuk membiayai rumah tangga negara. Contoh: pajak penghasilan.
b. Pajak Daerah, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan untuk membiayai rumah tangga daerah. Pajak daerah terdiri atas 2 macam, yaitu pajak propinsi (contoh: pajak kendaraan bermotor) dan
commit to user
13 pajak kabupaten/ kota (contoh: pajak hotel, pajak restoran dan lain-lain).
6. Sistem Pemungutan Pajak
Menurut Mardiasmo (2003), sistem pemungutan pajak terdiri atas: a. Official Assessment System adalah suatu sistem pemungutan yang memberi wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak terutang oleh wajib pajak. Sistem pemungutan pajak ini mempunyai ciri-ciri sebagai berikut ini.
1) Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang pada fiskus.
2) Wajib pajak bersifat pasif.
3) Utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh fiskus.
b. Self Assessment System adalah suatu sistem pemungutan yang memberi wewenang kepada wajib pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang. Sistem pemungutan pajak ini mempunyai ciri-ciri sebagai berikut ini.
1) Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada wajib pajak sendiri.
2) Wajib pajak aktif, mulai dari menghitung, menyetor dan melaporkan sendiri pajak yang terutang.
3) Fiskus tidak ikut campur dan hanya mengawasi.
c. With Holding System adalah suatu sistem pemungutan yang memberi wewenang kepada pihak ketiga (bukan fiskus dan bukan wajib pajak
commit to user
14 yang bersangkutan) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak.
7. Asas Pemungutan Pajak
Mnurut Waluyo (2007), asas pemungutan pajak terdiri atas: a. Asas Tempat Tinggal
Negara-negara mempunyai hak untuk memungut atas seluruh penghasilan wajib pajak berdasarkan tempat tinggal wajib pajak. b. Asas Kebangsaan
Pengenaan pajak dihubungkan dengan suatu negara.Asas ini diberlakukan kepada setiap orang asing yang bertempat tinggal di Indonesia untuk membayar pajak.
c. Asas Sumber
Negara mempunyai hak untuk memungut pajak atas penghasilan yang bersumber pada suatu negara yang memungut pajak. Dengan demikian wajib pajak menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia dikenakan pajak di Indonesia tanpa memperhatikan tempat tinggal wajib pajak.
8. Hambatan Pemungutan Pajak
Menurut Mardiasmo (2003), hambatan pemungutan pajak dibagi menjadi dua,sebagai berikut ini.
a. Perlawanan Pasif
Masyarakat enggan (pasif) membayar pajak, yang dapat disebabkan antara lain:
commit to user
15 2) Sistem perpajakan yang mungkin sulit dipahami oleh
masyarakat
3) Sistem kontrol tidak dapat dilakukan atau dilaksanakan dengan baik
b. Perlawanan Aktif
Perlawanan aktif meliputi semua usaha dan perbuatan yang secara langsung ditunjukkan kepada fiskus dengan tujuan untuk menghindari pajak yang disebabkan antara lainberikut ini.
1) Tax Avoidance, yaitu usaha meringankan beban pajak dengan tidak melanggar undang-undang
2) Tax Evasion, yaitu usaha meringankan beban pajak dengan cara melanggar undang-undang (penggelapan pajak)
9. Tarif Pajak
Tarif pajak digunakan dalam perhitungan besarnya pajak terutang. Dengan kata lain, tarif pajak merupakan tarif yang digunakan untuk menentukan besarnya pajak yang harus dibayar. Secara umum, tarif pajak dinyatakan dalam bentuk persentase.Menurut Mardiasmo (2003), tarif pajak ada 4 macam, yaitu berikut ini.
a. Tarif Sebanding atau Proporsional
Tarif sebanding atau proporsional adalah tarif berupa persentase yang tetap, terhadap berapapun jumlah yang dikenai pajak sehingga besarnya pajak yang terutang proporsional terhadap besarnya nilai yang dikenai pajak. Contohnya, pajak pertambahan
commit to user
16 nilai akan dikenakan tarif sebesar 10 persen atas berapapun penyerahan barang kena pajak.
b. Tarif Tetap
Tarif tetap adalah tarif berupa jumlah yang tetap (sama) terhadap berapapun jumlah yang dikenai pajak sehingga besarnya pajak yang terutang tetap. Contohnya, tarif atas bea materai.
c. Tarif Progresif
Tarif progresif adalah presentase tarif yang digunakan semakin besar bila jumlah yang dikenai pajak semakin besar. Contohnya pajak penghasilan dan pajak kendaraan bermotor pribadi yang diberlakukan di Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
d. Tarif Degresif
Tatif degresif adalah presentase tarif yang digunakan semakin kecil bila jumlah yang dikenai pajak semakin besar.
B. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 46 Tahun 2013 1. Pengertian Pajak Penghasilan
Dalam pasal 1 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang pajak penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 yang dimaksud dengan pajak penghasilan (PPh) adalah pajak yang dikenakan terhadap subjek pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak. Ini mengandung pengertian bahwa subjek pajak baru dikenakan PPh apabila menerimaatau memperoleh penghasilan. Sedangkan pengertian
commit to user
17 penghasilan menurut Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 Pasal 4 ayat 1 adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia yang dipergunakan untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan wajib pajak yang bersangkutan dengan nama atau dalam bentuk apapun.
PPh digolongkan ke dalam dua jenis, yaitu PPh migas dan PPh non migas. PPh migas adalah pajak penghasilan yang berasal dari minyak bumi dan gas alam. Sedangkan PPh non migas terdiri dari berikut ini.
a. PPh Pasal 21 merupakan pajak yang dikenakan atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama apapun sehubungan dengan pekerjaan, jasa atau kegiatan yang dilakukan oleh wajib pajak orang pribadi dalam negeri.
b. PPh Pasal 22 adalah pajak yang dipungut oleh bendaharawan pemerintah baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, instansi atau lembaga pemerintah dan lembaga-lembaga negara lainnya berkenaan dengan pembayaran atas penyerahan barang, dan badan-badan tertentu baik badan pemerintah maupun swasta berkenaan dengan kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain.
c. PPh Pasal 23 merupakan pajak yang dipotong atas penghasilan yang diterima atau diperoleh wajib pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap yang berasal dari modal, penyerahan jasa, atau
commit to user
18 penyelenggaraan kegiatan selain yang telah dipotong oleh PPh Pasal 21, yang dibayarkan atau terutang oleh badan pemerintah atau subjek pajak dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya.
d. PPh Pasal 24 merupakan pajak yang terutang atau dibayarkan di luar negeri atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dari luar negeri yang boleh dikreditkan terhadap PPh yang terutang atas seluruh penghasilan wajib pajakdalam negeri.
e. PPh Pasal 25 adalah angsuran pajak penghasilan yang harus dibayar sendiri oleh wajib pajak untuk setiap bulan dalam tahun pajak berjalan. Angsuran PPh Pasal 25 tersebut dapat dijadikan sebagai kredit pajak terhadap pajak yang terutang atas seluruh penghasilan wajib pajak pada akhir tahun pajak yang dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan. Sedangkan PPh Pasal 29 adalah pajak penghasilan yang masih harus dibayar atas kekurangan pembayaran pajak pada akhir tahun pajak.
f. PPh Pasal 26 adalah pajak yang dikenakan atas penghasilan yang diterima oleh wajib pajak luar negeri dari Indonesia, selain penghasilan usaha yang diperoleh melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.
g. PPh Pasal 4 ayat (2) atau pajak penghasilan yang bersifat final adalah pajak atas penghasilan yang dikenakan pada wajib pajak, dimana pemotongan pajak tersebut tidak perlu lagi diperhitungkan dalam penghitungan PPh yang harus dibayar dalam SPT. Namun,
commit to user
19 seluruh penghasilan yang telah dipotong PPh final tersebut harus tetap dilaporkan didalam SPT sebagai kewajiban pelaporan saja namun tidak perlu diperhitungkan kembali, karena penghitungannya telah selesai (final). Objek pajak yang dipotong pajak penghasilan yang bersifat final adalah:
1) Penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga obligasi dan surat utang negara, dan bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota koperasi orang pribadi 2) Penghasilan berupa hadiah undian
3) Penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya, transaksi derivatif yang diperdagangkan di bursa, dan transaksi penjualan saham atau pengalihan penyertaan modal pada perusahaan pasangannya yang diterima oleh perusahaan modal ventura
4) Penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/ atau bangunan, usaha jasa konstruksi, usaha real estate, dan persewaan tanah dan/ atau bangunan, dan
5) Penghasilan tertentu lainnya.
2. Pokok-Pokok Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 46 Tahun 2013
Dalam ketentuan PPh yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013, merupakan kebijakan pemerintah yang mengatur mengenai PPh dari usaha yang diterima atau diperoleh wajib pajak yang
commit to user
20 memiliki peredaran bruto tertentu. Peraturan pemerintah ini mulai efektif berlaku pada 1 Juli 2013.
Kebijakan pemerintah dengan pemberlakuan peraturan pemerintah ini didasari dengan maksud:
a. Untuk memberikan kemudahan dan penyederhanaan aturan perpajakan,
b. Mengedukasi masyarakat untuk tertib administrasi, c. Mengedukasi masyarakat untuk transparansi,
d. Memberikan kesempatan masyarakat untuk berkontribusi dalam penyelenggaraan negara.
Sedangkan tujuan dari Peraturan Pemerintah ini adalah:
a. Kemudahan bagi masyrakat dalam melaksanakan kewajiban perpajakan,
b. Meningkatnya pengetahuan tentang manfaat perpajakan bagi masyarakat,
c. Terciptanya kondisi kontrol sosial dalam memenuhi kewajiban perpajakan.
Objek pajak yang dikenai PPh berdasarkan ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 ini adalah penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh wajib pajak dengan peredaran bruto (omset) yang tidak melebihi Rp 4.800.000.000,00 (empat miliardelapan ratus juta rupiah) dalam 1 (satu) tahun pajak. Peredaran bruto (omset) merupakan jumlah peredaran bruto semua gerai/ counter/ outlet atau sejenisnya baik pusat maupun cabangnya. Sedangkan tarif pajak yang terhutang dan
commit to user
21 harus dibayar adalah 1% dari jumlah peredaran bruto (omset) dan bersifat final.
Objek pajak yang tidak dikenai PPh sesuai ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 ini harus memenuhi kriteria sebagai berikut ini.
a. Pekerjaan dari jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas, seperti misalnya: dokter, advokat/ pengacara, akuntan, notaris, PPAT, arsitek, pemain musik, pembawa acara, dan sebagaimana diuraikan dalam penjelasan peraturan pemerintah tersebut.
b. Penghasilan dari usaha yang dikenai pajak penghasilan final atau pasal 4 ayat (2), seperti misalnya sewa kamar kos, sewa rumah, jasa kontruksi (perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan), pajak penghasilan usaha migas dan lain sebagainya yang diatur berdasarkan peraturan pemerintah tersendiri.
c. Penghasilan yang diterima atau diperoleh dari luar negeri.
Subjek pajak yang dikenai PPh sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 adalah berikut ini.
a. Wajib pajak orang pribadi atau wajib pajak badan tidak termasuk bentuk usaha tetap; dan
b. Menerima penghasilan dari usaha, tidak termasuk penghasilan dari jasa sehubungan denganpekerjaan bebas, dengan peredaran bruto tidak melebihi Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah) dalam 1 (satu) tahun pajak.
commit to user
22 Sedangkan subjek pajak yang tidak dikenai PPh sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 adalah berikut ini.
a. Orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha perdagangan dan/ atau jasa yang menggunakan sarana yang dapat dibongkar pasang dan menggunakan sebagaian atau seluruh tempat kepentingan umum. Misalnya, pedagang keliling, pedagang asongan, warung tenda di area kaki lima dan sejenisnya.
b. Badan yang belum beroperasi secara komersial atau yang dalam jangka waktu 1 tahun setelah beroperasi secara komersial memperoleh peredaran bruto (omset) melebihi Rp 4.800.000.000,00.
Setoran bulanan PPh berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 46 merupakan PPh Pasal 4 ayat (2).Jika penghasilan semata-mata dikenai PPh final, tidak wajib PPh Pasal 25. Jika ada penghasilan lain selain yang dikenai PPh Pasal 4 ayat (2) sesuai ketentuan peraturan pemerintah ini, maka atas penghasilan tersebut dikenai PPh sesuai dengan ketentuan umum. Jika ada angsuran PPh Pasal 25 atau PPh yang dipotong/ dipungut pihak lain boleh dikreditkan terhadap PPh terutang yang dikenakan berdasarkan tarif umum.
Penyetoran dan pelaporan PPh sesuai ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 adalah paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP). Jika SSP sudah validasi Nomor Transaksi Penerimaan Negara (NTPN), wajib pajak tidak perlu melaporkan SPT masa PPh Pasal 4 ayat (2) karena
commit to user
23 dianggap telah menyampaikan SPT masa PPh Pasal 4 ayat (2) sesuai tanggal validasi NTPN. Penyetoran dimaksud dengan mencantumkan kode pada SSP sebagai berikut:
Kode akun Pajak : 411128 Kode Jenis Setoran : 420
C. Persepsi
Pada hakikatnya persepsi meliputi proses yang dilakukan seseorang dalam memahami informasi dan proses pemahaman melalui penglihatan, pendengaran dan perasaan (Suripto, 1996). Dengan demikan persepsi merupakan proses aktivitas seseorang dalam memberikan kesan, penilaian, pendapat, memahami, mengorganisir, menafsirkan yang memungkinkan situasi, peristiwa yang dapat memberikan kesan perilaku yang positif atau negatif (Robbins, 1996; Hucynsky dan Bunchanan, 1991). Dengan menyadari tentang apa yang diterima melaluiinderanya, berarti seseorang akan menginterpretasikan dan menilai suatu objek yang akan tercermin dari respon yang timbul yang dapat berupa tanggapan atau perilaku.
Secara umum, persepsi dapat diartikan sebagai proses pemberian arti terhadap rangsangan yang datang dari luar. Menurut Gibson et al. (1997), persepsi berperan dalam penerimaan rangsangan, mengaturnya dan menerjemahkan atau menginterpretasikan rangsangan yang sudah teratur itu untuk mempengaruhi perilaku dan membentuk sikap, sedangkan yang dimaksud dengan sikap adalah perasaan positif atau negatif atau keadaan mental yang selalu disiapkan dipelajari dan diatur melalui pengalaman yang
commit to user
24 memberikan pengaruh khusus kepada respon seseorang terhadap orang, obyek dan keadaan. Dengan kata lain, perilaku seseorang akan dipengaruhi oleh persepsi orang tersebut (Gibson et al., 1997). Oleh karena persepsi selalu diawali dengan pemahaman terhadap objek persepsi, maka konteks persepsi dalam penelitian ini dimaksudkan sebagai aktualisasi sikap yang dicerminkan dalam pemahaman dan penafsiran dari wajib pajak atas pengenaan PPh. Hal ini maksudnya adalah apakah PPh yangdikenakan kepada wajib pajak dirasa sudah sesuai dengan kemampuannya (ability to pay) atau belum.
Menurut Luthans (2002), persepsi dibentuk oleh dua faktor. Faktor yang pertama adalah faktor internal yang berhubungan dengan karakterisrik dari individu dan yang kedua adalah faktor eksternal yang berhubungan dengan lingkungan dan situasi.
D. Penelitian Terdahulu
Penelitian mengenai perubahan undang-undang perpajakan telah dilakukan oleh peneliti-peneliti sebelumnya. Tabel 2.1 menunjukkan hasil-hasil penelitian terdahulu yang terkait mengenai perubahan undang-undang pajak yang digunakan sebagai rujukan dalam melaksanakan penelitian ini.
commit to user
25 Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu
Peneliti
(tahun) Judul Variabel
Metodolo gi Penelitian Hasil Penelitian Haryo Setyaki Krissudarto (2003) Pengaruh Perubahan Tarif Pajak Penghasilan Perorangan Pada UU No.17 Tahun 2000 Dibandingkan Dengan UU No.7 Tahun 1983 Dalam Kaitannya Dengan Kepatuhan Wajib Pajak Untuk Membayar Pajak di Kota Banjarmasin. Perubahan UU PPh No. 17 Tahun 2000 Kepatuhan wajib pajak untuk melaksanakan kewajiban perpajakan Deskriptif Kualitatif Perubahan UU PPh No.17 Tahun 2000 tidak berpengaruh terhadap tingkat kepatuhan WP. Terjadi penambahan jumlah WP tetapi tidak diikuti dengan peningkatan penerimaan PPh OP di Kota Banjarmasin. Albert dan Rini Aprilia (2009) Analisis Perubahan Tarif Pajak Penghasilan Sebelum dan Sesudah Berlakunya UU No. 36 Tahun 2008 Terhadap Manajemen Laba UU No. 17 Tahun 2000 UU No. 36 Tahun 2008 Manajemen Laba Regresi Linier Perusahaan sektor primer dan sektor jasa tidak melakukan manajemen laba untuk merespon perubahan tarif pajak penghasilan badan tahun 2008
commit to user
26 Tabel 2.1 (Lanjutan)
Peneliti
(tahun) Judul Variabel
Metodologi
Penelitian Hasil Penelitian Rosyidah Rahmadini (2009) Persepsi Wajib Pajak terhadap Pelaksanaan Sunset Policy Persepsi Wajib Pajak Pelaksanaan Sunset Policy Deskriptif Kualitatif Sebanyak 74,86% responden menganggap sunset policy tidak tepat sasaran, 74% responden
menganggap jangka waktu pelaksanaan sunset policy tidak memadai, 94% responden mengaku tidak mendapat sosialisasi dan
informasi yang cukup mengenai pelaksanaan sunset policy, namun sebanyak 46% responden
menganggap sunset policy telah sesuai harapan wajib pajak. Novita Erawati Farnika (2010) Analisis Penerimaan Pajak pada Kantor Wilayah Direktorat Jendral Pajak Wajib Pajak Besar setelah Pemberlakuan Kenaikan Penghasilan Tidak Kena Pajak Penerimaan pajak di Kantor Wilayah Direktorat Jendral Pajak Wajib Pajak Besar Deskriptif Kualitatif Penerimaan pajak, khususnya pajak penghasilan Kanwil DJP wajib Pajak Besar mengalami peningkatan secara signifikan sejak tahun 2006 sampai dengan tahun 2009.
commit to user
27 Tabel 2.1 (Lanjutan)
Peneliti
(tahun) Judul Variabel
Metodologi
Penelitian Hasil Penelitian Wenty Anggraeni (2011) Analisis Tingkat Discretionary Accrual Sebelum dan Sesudah Tarif Pajak Penghasilan Badan 2008 Discretionary accrual Analisis Regresi Berganda Perusahaan tidak terbukti melakukan rekayasa akrual untuk meminimalkan laba guna mengurangi beban pajak sesudah penurunan tarif pajak penghasilan Badan 2008. Terjadi usaha penurunan laba pada tahun 2008 dimana tarif pajaknya lebih tinggi sebelum adanya penurunan tarif. Dewi Fitriyani, Reka Maiyarni, dan Muhammad Gowon (2012) Analisis Perbedaan Earnings Management Sebelum dan Sesudah Pemberlakuan UU No. 36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan Earnings management accrual Paired sample t-test Discretionary accruals sesudah pemberlakuan lebih tinggi dibandingkan dengan sebelum pemberlakuan UU.
commit to user
28 Tabel 2.1 (Lanjutan)
Peneliti
(tahun) Judul Variabel
Metodologi
Penelitian Hasil Penelitian Noor Azizah (2013) Analisis Pengaruh Perubahan Tarif PPh Orang Pribadi Terhadap Tingkat Pertumbuhan Wajib Pajak dan Penerimaan Pajak Penghasilan di Kota/ Kabupaten Malang Perubahan tarif PPh Orang Pribadi Tingkat pertumbuhan wajib pajak dan penerimaan pajak penghasilan Deskriptif Kuantitatif Tingkat pertumbuhan wajib pajak orang pribadi kota/ kabupaten Malang mengalami peningkatan, tingkat penerimaan pajak penghasilan orang pribadi meningkat yang menyebabkan penerimaan bagi hasil daerah Kota/Kabupaten Malang mengalami peningkatan pula Michel Salim dan Lili Syafitri (2013) Analisis Pengaruh Kenaikan PTKP terhadap Penerimaan Pajak Penghasilan pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Palembang Ilir Barat Penerimaan Pajak Penghasilan Jumlah Wajib Pajak di Palembang Deskriptif Kualitatif Kenaikan PTKP mengakibatkan terjadinya penurunan dan kenaikan penerimaan pajak. Selain itu, kenaikan batas PTKP
mempengaruhi jumlah wajib pajak yang ada.
Sumber: berbagai jurnal
Dari beberapa penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa penelitian mengenai reformasi perpajakan sudah banyak dilakukan. Akan tetapi, belum ada penelitian terhadap reformasi perpajakan tentang Peraturan Pemerintah Nomor 46. Padahal, peraturan pemerintah tersebut menimbulkan kontroversi di masyarakat. Oleh karena itu, peneliti mencoba untuk menganalisis persepsi wajib pajak terhadap diberlakukannya “Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 46 Tahun 2013 tentang Pajak Penghasilan Atas Penghasilan
commit to user
29 dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu”
E. Kerangka Pemikiran
Kerangka pemikiran dibuat sebagai gambaran menyeluruh mengenai penelitian yang akan dilakukan berdasarkan teori yang telah dikemukakan sebelumnya. Gambaran menyeluruh mengenai penelitian ini yaitu: Persepsi Wajib Pajak terhadap Diberlakukannya Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 tentang Pajak Penghasilan Atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu adalah sebagai berikut ini.
commit to user
30 Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran
Latar Belakang
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 46 Tahun 2013 tentang
Pajak Penghasilan Atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu
Metode Analisis: Deskriptif Kualitatif
Hasil Pengujian dan Pembahasan