• Tidak ada hasil yang ditemukan

ETIKA PERUSAHAAN SEBAGAI PELAKU BISNIS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ETIKA PERUSAHAAN SEBAGAI PELAKU BISNIS"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

MODUL PERKULIAHAN

ETIKA

PERUSAHAAN

SEBAGAI PELAKU

BISNIS

Perusahaan Sebagai Pelaku

Bisnis

Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh

Ekonomi dan Bisnisl Akuntansi

05

MK10230 Islamiah Kamil, SE., M.Ak

Abstract

Kompetensi

Baik dari segi moral dan hakikat manusia maupun dan segi hakikat kegiatan bisnis itu sendiri, semua kita kiranya sepakat bahwa tidak benar kalau para manajer hanya punya tanggung jawab dan kewajiban moral kepada para pemegang saham.

Kemampuan komunikasi dan argumentasi sesuai konsep teori

(2)

Etika Perusahaan Sebagai Pelaku Bisnis

5.1 Pendahuluan

Baik dari segi moral dan hakikat manusia maupun dan segi hakikat kegiatan bisnis itu sendiri, semua kita kiranya sepakat bahwa tidak benar kalau para manajer hanya punya tanggung jawab dan kewajiban moral kepada para pemegang saham. Sebagai manusia dan sebagai manajer sekaligus mereka mempunyai tanggung jawab dan kewajiban moral sekian banyak orang dan pihak lain yang berkaitan dengan kegiatan dan operasi bisnis perusahaan yang dipimpinnya. Mereka mempunyai tanggung jawab dan kewajiban moral untuk memperhatikan hak dan kepentingan karyawan, konsumen, pemasok, penyalur, masyarakat setempat, dan seterusnya. Singkatnya, tanggung jawab dan kewajiban moral mereka tidak hanya tertuju kepada shareholders tetapi juga kepada stakeholders pada umumnya.

Para manajer bekerja dalam sehuah dunia yang secara moral penuh dengan tanggung jawab yang beragam, bahkan sering saling bertentangan. Mereka bukan sekadar alat yang punya dan dibatasi hanya pada satu tanggung jawab dan kewajihan moral belaka. Sebagai manusia, dalam fungs sebagai manajer, mereka dihadapkan pada berbagal tanggung jawab dan kewajiban yang lebih luas dan sekadar kepada para peinilik modal. Dan yang menarik, tanggung jawab dan kewajiban moral ini tidak hanya menyangkut dan berintikan keuntungan finansial sebesar-besarnya. Kalau• pun benar bahwa tanggung jawab dan kewajiban moral para manajer hanya tertuju kepada shareholders, tanggung jawab dan kewajiban moral mereka tidak hanya sebatas uang.

Karena, sebagai manusia dan warga masyarakat, para pemegang saham punya sekian banyak kepentingan lain lebih dan sekadar uang belaka. Mereka pun mempunyai kepentingan, inisalnya, agar tercipta sebuah sistem sosial moral yang baik, tertib dan aman. Dan karena itu, para manajer punya tanggung jawab dan kewajiban moral untuk menjaga agar hak dan kepentingan semua pihak yang berkaitan dengan kegiatan bisnis perusahaannya tidak dirugikan. Dengan deinikian, kalaupun benar bahwa para manajer hanya punya tanggung jawab dan kewajiban moral kepada para pemegang saham, tanggung jawab dan kewajiban itu tidak hanya mengangkut dan berintikan uang.

Dengan terpuruknya ekonoini dan bisnis Indonesia menyadarkan kita semua bahwa dalam menjalankan bisnis memang dibutuhkan iklim bisnis yang benar-benar dibangun dengan etika bisnis yang baik dan benar yaitu dengan menghargai etika dan moralitas. Hanya dengan cara itulah tujuan bisnis untuk mencari keuntungan dan agar hal itu dapat bertahan dalam jangka panjang dapat terwujud. Dilema etis dapat disebabkan karena

(3)

kelalaian, arogansi dan kadang-kadang karena ketamakan perusahaan. Pada beberapa kasus, pengendalian biaya yang ketat menimbuLkan masalah dan pada sisi yang lainnya perusahaan tidak tahu bagaimana akan menangani keputusan buruk yang telah dibuat para pendahulu mereka. Seringkali bib suatu perusahaan dicurigai sebagai pembuat keputusan yang tidak etis, dibutuhkan waktu yang lama bagi perusahaan untuk mengakui kesalahannya.

Kasus-kasus yang berkaitan dengan permasalahan etika seperti keamanan produk, kesehatan pegawai, pelecehan seksual, pembuangan sampah, kebebasan pegawai/buruh, keamanan dan laporan perusahaan, dan isu lainnya yang menunjukkan perlunya ahli strategi untuk menyusun kode etik bisnis yang memadai. Trevino & Nelson (1995) membagi empat kategori yang mewakili empat unsur utama yang berkepentingan dalam setiap keputusan bisnis (stakeholder) yaitu: konsumen, pegawai, pemegang saham dan Iingkungan (atau masyarakat sebagai keseluruhan). Kita akan membahas salah satu contoh prinsip-prinsip etika bisnis yang sudah dirumuskan ke dalam kode etik sedcrhana yang dirumuskan oJeh sekumpulan peinimpin perusahaan dan Eropa, Amenika Serikat dan Jepang yang disebut dengan The faux Round Table: Principles for Business.

Berikut ini akan diberikan contoh-contoh kasus etika keempat unsur utama yang berkepentingan dalam setiap keputusan bisnis dengan problem etika bisnis tersebut yang memperlihatkan hubungan etika bisnis dengan stake holder. Stake holder di sini dimaksudkan pemangku kepentingan, artinya semua pihak yang berkepentingan akitivitas bisnis yang dilakukan.

Sebagai ajaran yang menetapkan baik-buruk, benar dan salah suatu lindakan atau perilaku manusia termasuk penyelenggaraan ekonoini dan bisnis, maka etika sering mengandalkan sumber ajaran agama. Umat KnisLiani dalam beretika bisnis merujuk kepada kitab suci agama Kristen yaitu Injil, kaum Yahudi kepada Kitab Taurat, dan Umat Islam kepada etika AlQur’an. Penganut-penganut agama tertentu dengan keyakinannya menggunakan kitab suci yang berasal dan Tuhan sebagai referensi dalam beretika bisnis. Agama-agama langit (Kristen, Yahudi, dan Islam) dalam pandangan Hans Kung (2005) meiniliki pninsip-prinsip dasar yang sama dalam etika, yakni keadilan, saling menghormati, dan kejujuran. Referensi agama sebagai metode dan nilai etika biasanya memberikan keberuntungan kepada segenap partisipan bisnis balk dalam jangka pendek maupun jangka panjang, di dunia dan juga di akhirat kelak.

Menurut pandangan Islam etika manajemen hisnis berdiri atas empat pilar, yakni:

Pertama “Tauliid” yang berarti bahwa segala asset dan transaksi bisnis yang terjadi di

(4)

“Adil”, artinya segala keputusan rnenyangkut transaksi dengan lawan bisnis atau

kesepakatan kerja harus dilandasi dengan “akad saling setuju” dengan sistem “profit and

loss sharing”. Ketiga “kehendak bebas” dalarn hal ini manajemen Islam mempersilahkan

umatnya untuk menumpahkan kreativitas dalam melakukan transaksi bisnisnya sepanjang mernenuhi asas hukum ekonoini Islam, yaitu halal dan Keempat adalah “pcrtanggungjawaban” semua keputusan seorang peinimpin harus “dipertanggungjawabkan oleh yang bersangkutan.

Dalam ajaran Islam, etika bisnis ditekankan pada empat hal, yaitu: kesatuan; keseimbangan; kebebasan, dan; tanggung jawab. Etika bisnis Islam sesungguhnya menjunjung tinggi semangat saling percaya, kejujuran dan keadilan. Moto seperti jujur untuk modaL, akal untuk laba adalah ajaranajaran etika yang bersumber dan agama dan moral. Selain sumber rujukan tersebut dapat pula digunakan nilai yang positif yang berkembang di lingkungan umum, lingkungan pekerjaan, dan hati nurani kita.

5.2 Perusahaan sebagai Pelaku Bisnis

Manusia adalah khalifah dimuka buini ini, haLnya dengan pelaku bisnis adalah peinimpin di bidang bisnis tertentu yang hams bertanggung jawab terhadap pelanggan, karyawan, pemegang saham atau peinilik, initra kerja dan masyarakat pada umumnya. Sebagai peinimpin menurut bidang dan unit kerja scmua orang yang ada dalam perusahaan harus menyelenggarakan prinsip-prinsip etika bisnis. Manajer atau peinimpin perusahaan untuk dan atas nama perusahaan hams bertanggung jawab secara etika kepada segenap pemangku kepentingan perusahaan dan masyarakat. Penyelenggaraan tanggung jawab etika dalam kegiatan bisnis dapat mendukung keberhasilan bisnis.

Beberapa praktik etika yang berkaitan dengan tanggung jawab perusahaan dan diperkirakan berpengaruh positif dalam menjaga pertumbuhan dan keberhasilan bisnis adalah:

(1) Menawarkan kebahagiaan kepada segenap pemangku kepentingan dan bisnis yang dijalankan.

(2) Memberi imbalan kepada karyawan untuk menunjang kualitas kehidupannnya yang Iebih baik di luar gaji yang merupakan haknya, sehingga pekerjaan menjadi aktivitas yang menyenangkan dan memuaskan.

(3) Mengapresiasikan perusahaan yang memperjuangkan harapan kebahagiaan bagi banyak orang.

(4) Mewujudkan budaya-budaya yang bernilai luhur dengan menyediakan sumber daya yang rncmadai dan menentukan tuuan secara jelas guna membantu mengatasi rintangan yang dihadapi.

(5)

(5) Peningkatan kualitas material dan spiritual masyarakat dan inenawarkan seperangkat tujuan untuk menyalurkan potensi sumber daya masyarakat.

(6) Menawarkan kepada karyawan dan partisipan bisnis, nilai-nilai kenyamanan, dan kegairahan dan kesejahteraan.

(7) Mendedikasikan din melalui usaha bisnisnya bagi kepentingan kesejahteraan bersama. (8) Penusahaan dan personal dalam perusahaan tidak mendefinisikan din dan

organisasinya sebagai mesin penyedot uang yang hanya fokus untuk memuaskan hasrat yang terus meningkat dan cenderung memaksakan keuntungan dalam jangka pendek.

(9) Keyakinan akan keberadaan usaha bisnis yang dapat memberi manfaat dan nilai-nilai bagi anggota organisasi dan masyarakat.

(10) Menawarkan kepada karyawan dan anggota keluarganya harapan masa depan dan secara aktif berpartisipasi dalam membangun masa depan mereka yang lebih balk. (11) Membina hubungan impersonal antara peinilik dengan perusahaan dan

mendistribusikan keuntungan yang diperoleh secara adil dan proporsional.

(12) Kepedulian pebisnis dalam mengemban nilai-nilai luhur dan menghormati pandangan jangka panjang.

Dalam hubungannya dengan tanggung jawab organisasi, maka kita dapat mempertimbangkan pandangan J. Irwin Iniller yang memberikan alasan mengapa perusahaannya mempentahankan karyawan dan tetap tidak meinindahkan tempat usahanya. Alasan kaini tetap menekuni bisnis adalah karena kaini punya kewajiban terhadap masyarakat. Kaini bisa saja pindah ke tempat lain yang punya tenaga kerja lebih murah. Namun, apalah artinya mengeruk keuntungan yang lebih banyak jika anda harus menelantarkan ribuan orang yang anda kenal dan rnenaruh kepercayaan kepada anda (Rusdin, 2002).

Untuk mendapatkan bagaimana sebaiknya tanggung jawab elika dapat dilaksanakan dengan sepenuh hati dan dilandasi rasa ketulusan dan lubuk hati yang paling dalam, pelaku bisnis periti menjawab beberapa pertanyaan antara lain:

(1) Apakah pada setiap pribadi pelaku bisnis dan organisasinya memang harus mengemban tanggung jawab etika atau moral pada setiap langkah bisnisnya.

(2) Sejauh mana ruang lingkup tanggung jawab etika yang harus diemban perusahaan. (3) Apakah perusahaan perlu membatasi tanggung jawab etika itu hanya sebatas kegiatan

sosial yang berpengaruh terhadap perusahaan saja atau kegiatan yang lebih besar untuk kepentingan masyarakat secara Iebih luas.

(4) Bagaimanakah tanggung jawab etika itu dapat dioperasionalisasikan oleh setiap pelaku bisnis dan perusahaan.

(6)

Penyelenggaraan tanggung jawab etika dan para pelaku bisnis dan perusahaan dapat berlangsung optimum dan bermanfaat sebagai amalan yang balk, bilamana tindakan penyelenggaraan itu dilakukan oleh pribadi yang rasional. Terbebas dan tekanan, ancaman, dan paksaan dalam bentuk apapun dan cara bagaimanapun. Syarat untuk terselenggara tanggung jawab etika yang paling menentukan adalah kemauan dan keikhlasan, sekali lagi kemauan dan keikhlasan. Tanpa itu, apapun pelaksanaan tanggung jawab etika, akan kurang berarti dan manfaatnya.

Membangun bisnis yang beretika harus dilandasi oleh kesadaran akan pentingnya penerapan nilai moral dalam setiap bisnis dan rujukan keteladanan baik personal maupun kelembagaan bisnis yang sukses. Tidak banyak data yang dapat penulis peroleh terkait dengan pebisnis yang sukses sekaligus beretika dalam bisnisnya. Disamping rujukan, pebisnis juga perlu menerapkan langkah-langkah yang terencana dalam membangun etika bisnis.

Untuk menjalankan bisnis yang berdasarkan etika, perlu diperhatikan 6 langkah dalam membangun etika bisnis, yakni:

(1) Memenuhi legalitas, mendengar suara hati;

(2) Perlakukan orang lain sebagaimana kita ingin diperlakukan; (3) Perlakukan orang lain sebagaimana mereka ingin diperlakukan; (4) Meinikirkan kepentingan masa depan;

(5) Memberikan yang terbaik bagi orang lain; dan (6) Kembalikan keimanan kepada Allah.

5.2.1 Memeituhi Lcgalitas

Perilaku pebisnis beretika adalah bersedia memenuhi dan mematuhi segala sesuatu yang merupakan aturan-aturan yang berlaku dimana operasi bisnisnya dijalankan. Selain Legalitas formal dan negara dan bangsa mereka juga dapat memenuhi ketentuan-ketentuan Tuhan yang diatur dalam kitab sucinya. Dengan deinikian mereka adalah orang yang taat dan bisnis yang dijalankan tidak merugikan orang dan perusahaan lain, deinikian juga manusia secara keseluruhan. Untuk tidak dapat merugikan orang lain, pebisnis salah satunya dapat merujuk kepada Undang-undang no 5 tahun 1999 tentang larangan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat di Indonesia, Undang-undang anti KKN, dan Undang-undang hak paten dan hukum-hukum bisnis yang berlaku lainnya.

5.2.2 Mendengarkan Suara Hati

Penyelenggaraan bisnis yang beretika selalu bersandar pada suara hati yang suci dan murni. Hati yang suci tidak pernah menyuruh orangnya membuat sesuatu yang melanggar

(7)

etika. Dalam hati nurani manusia di jumpai sifatsifat mulia yang merupakan cahaya Ilahiah, sehingga membisikkan kepada manusia nilai-nilai mulia dan mengingatkan kepada bisnis yang penuh dengan kebenaran.

5.2.3 Perlakukan Orang Sebagaimana Kita Ingin Diperlakukan

Secara manusiawi, setiap orang membutuhkan untuk diperlakukan yang terbaik oleh seseorang yang lain terhadap dirinya. Deinikian juga orang lain itu membutuhkan dan sangat mengharap kita memperlakukannya dengan terbaik juga. Dengan peinikiran seperti itu pebisnis akan membangun hubungan dengan initra kerjanya, karyawan, pemasok, peinilik sumber daya dan juga pesaing dengan perlakuan dan pelayanan yang terbaik dan prima. Tipikal pebisnis daLam kategori ini berbisnis tanpa merugikan orang lain dan merusak alam sekitarnya.

Memenuhi kebutuhan dan keinginan orang lain atau perinintaan pasar adalah Intl dan kegiatan bisnis yang etis. Bisnis yang sukses akan selalu berupaya memuaskan orang lain dan melalui kepuasan orarig lain itulah dia mendapatkan keuntungan yang layak atas investasi dan pelayanannya. Pada keadaan yang etis pebisnis harus menempatkan din bagaimana sekiranya dia menjadi pelanggan, initra atau karyawan.

5.2.4 Meinikirkan Kepentingan Masa Depan

Penyandang profesi pebisnis harus merumuskan dan menetapkan visi bisnis dan pribadinya dengan berpandangan jauh ke depan atau berwawasan jangka panjang. Vlsi yang jauh ke depan adalah sebuah visi yang bukan hanya meinikirkan kepentingan saat ini, melainkan mempertimbangkan kepentingan masa depan, dengan mengedepankan etika dan moralitas berdasarkan nilai-nilai yang diyakininya yang bersumber dan filsafat, pengalaman budaya, hukum dan ajaran agama serta hati sanubarinya. Dengan berfikir pencapaian masa depan yang lebih indah dan lebih berniLai pebisnis tidak akan bertindak mengeksploitasi manusia, hit and run, namun dengan piawai pebisnis mempertimbangkan nilai-nilai lingkungan dan alam yang harus dilestarikan.

5.2.5 Memberikan yang Terbaik bagi Orang Lain

Secara moral setiap pelaku bisnis pantas beronientasi untuk menghasilkan barang dan jasa yang clapat memberikan manfaat dan kegunaan serta pelayanan yang terbaik bagi orang lain terutama pelanggannya. Dengan deinikian pebisnis memperhatikan mutu yang tidak mengecewakan dan juga harga yang terbaik, dalam arti layak dan tidak mahal di banding produk serupa dan sejenis dengan manfaat yang relatif sama. Dalam ajaran filsafat utilitarisme, perusahaan harus menawarkan ke pasar atau masyarakat tidak saja produk yang bermanfaat tetapi membeni manfaat kepada sebanyak mungkin orang.

(8)

5.2.6 Kembalikan Keimanan kepada Allah

Pebisnis atau siapapun yang secara langsung atau tidak langsung terlibat dalam kegiatan bisnis hams menyadani akan nilai-nilai Ilahiah. Dengan deinikian setiap perbuatan yang sedang dan akan dilakukan pelaku bisnis diyakini sedang dan akan diamati, dinilai dan dievaluasi senta diinintai pertanggungjawabannya kelak oleh peiniLik manusia, peinilik alam dan segala sumber daya, sekaligus sebagai penentu rezeki (laba) dalam aktivitas bisnis adalah Allah SWT. Pebisnis yang mengakui adanya Allah dan menempatkan din sebagai khalifatullah bidang bisnis tidak akan melakukan penyimpangan-penyimpangan dalam aplikasi usaha bisnisnya, melakukan kejahatan bisnis dan hal-hal yang dapat membawa mudharat kepada manusia sebagai makhluk Tuhan di buini.

Sebagai ajaran yang menetapkan baik-buruk, benar dan salah suatu lindakan atau perilaku manusia termasuk penyelenggaraan ekonoini dan bisnis, maka etika sering mengandalkan sumber ajaran agama. Umat KnisLiani dalam beretika bisnis merujuk kepada kitab suci agama Kristen yaitu Injil, kaum Yahudi kepada Kitab Taurat, dan Umat Islam kepada etika AlQur’an. Penganut-penganut agama tertentu dengan keyakinannya menggunakan kitab suci yang berasal dan Tuhan sebagai referensi dalam beretika bisnis. Agama-agama langit (Kristen, Yahudi, dan Islam) dalam pandangan Hans Kung (2005) meiniliki pninsip-prinsip dasar yang sama dalam etika, yakni keadilan, saling menghormati, dan kejujuran. Referensi agama sebagai metode dan nilai etika biasanya memberikan keberuntungan kepada segenap partisipan bisnis balk dalam jangka pendek maupun jangka panjang, di dunia dan juga di akhirat kelak.

Agama adalah sumber dan segala moral dalam etika apapun dengan kebenarannya yang absolut. Tiada keraguan dan tidak boleh diragukan nilainilai etika yang bersumber dan agama. Agama berkorelasi kual dengan moral. Setiap agama mengandung ajaran moral atau etika yang di jadikan pegangan bagi para penganutnya. Pada umumnya, kehidupan beragama yang balk akan menghasilkan kehidupan moral yang balk pula.

(9)

Daftar Pustaka

Referensi

Dokumen terkait

“Sistem atau aturan metode usmani yaitu 1) membaca langsung tanpa di eja, dalam hal ini ustadzah tidak boleh mendekte kecuali untuk juz pemula dan juz 1. 2)

Target khusus dalam penelitian ini adalah memberikan informasi khusus bagi guru pendidikan jasmani “bagaimana tingkat Kemampuan Motorik Kasar Siswa Sekolah Dasar

Untuk mengetahui, menguji dan menganalisis penga- ruh variabel kebijakan dividen kas terhadap nilai peru- sahaan pada perusahaan dengan intensitas corporate governance tinggi

 Alternatif/pilihan  dalam surat dakwaan, terdapat beberapa dakwaan yang disusun secara berlapis, di mana lapisan yang satu merupakan alternatif dan bersifat.

Evaluasi metode An-Nahdliyah dalam pembelajaran membaca Al- Qur’an siswa di MTs Syekh Subakir 2 Sumberasri Nglegok Blitar. Evaluasi artinya penilaian terhadap tingkat

Sedangkan pengalaman tidak menyenangkan yang dirasakan informan yaitu di tempat pendaftaran pasien (pasien harus menulis sendiri identitas pada status pasien dan terjadi

Langkah-langkah penerapan Metode Quantum Teaching pada mata pelajaran Al- Qur‟an Hadits materi hadits tentang ciri -ciri orang munafiq pada siswa kelas VB MI Al

Rukun Islam, seperti yang diketahui, ada lima bentuk ajaran, yaitu mengucapkan dua kalimat sumpah ( syah ā datain ) bahwa Allah adalah Tuhan satu- satunya dan tidak ada