• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. Landasan Teori, Rerangka Pemikiran Dan Hipotesis

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II. Landasan Teori, Rerangka Pemikiran Dan Hipotesis"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

1. Teori Agensi (Agency Theory)

Suartana (2010:183) dalam buku akuntansi keperilakuan mengatakan teori agensi mendasarkan pemikiran bagaimana adanya perbedaan informasi antara atasan dan bawahan atau antara kantor pusat dan kantor cabang atau adanya informasi asimetri mempengaruhi penggunaan sistem akuntansi.

Jensen dan Meckling (1976) dalam Sari (2010) mendefinisikan hubungan keagenan sebagai suatu kontrak dimana satu orang atau lebih (principal) melibatkan orang lain (agen) untuk melakukan beberapa pekerjaan atas nama mereka yang meliputi pemberian kewenangan dan pengambilan keputusan kepada agen. Dalam konteks pengelolaan perusahaan, yang disebut principal adalah pemegang saham, sedangkan yang dimaksud agen adalah manajemen yang mengelola perusahaan. Teori agensi memiliki asumsi bahwa tiap-tiap individu semata-mata termotivasi oleh kepentingan dirinya sendiri sehingga menimbulkan konflik kepentingan antara principal dan agent.

Dalam teori keagenan (agency theory), hubungan agensi muncul ketika satu orang atau lebih principal memperkerjakan orang lain (agen) untuk memberikan suatu jasa dan kemudian mendelegasikan wewenang pengambilan keputusan kepada agen tersebut. Hubungan antara principal dan agen dapat mengarah pada kondisi ketidakseimbangan informasi (asymmetrical information) karena berkaitan dengan

(2)

tingkat pengungkapan dalam laporan keuangan yang dipengaruhi penilaian dari manager Rahmawati (2012:166).

2. Signaling Theory

Teori signal adalah suatu tindakan yang diambil perusahaan untuk memberi petunjuk bagi investor tentang bagaimana manajemen memandang prospek perusahaan. Prospek dimana manajer perusahaan tau bahwa prospek akan sangat menguntungkan dan situasi dimana manajer tahu bahwa masa depan terlihat tidak sangat menguntungkan Brigham Houston (2013 : 185). Teori ini berfungsi untuk memberikan kemudahan bagi investor untuk mengembangkan sahamnya yang dibutuhkan oleh manajemen perusahaan dalam menentukan arah atau prospek perusahaan ke depan (Hanani, 2011).

Teori sinyal mengemukakan tentang bagaimana seharusnya sebuah perusahaan memberikan sinyal kepada pengguna laporan keuangan. Sinyal ini berupa informasi mengenai apa yang sudah dilakukan oleh manajemen untuk merealisasikan keinginan pemilik. Sinyal dapat berupa promosi atau informasi lain yang menyatakan bahwa perusahaan tersebut lebih baik daripada perusahaan lain (Sari dan Zuhrotun 2006, dalam Rahayu 2010).

Informasi yang dipublikasikan sebagai suatu pengumuman akan memberikan informasinya bagi investor dalam pengambilan keputusan investasi. Jika pengumuman terkandung nilai positif,maka diharapkan pelaku pasar akan eraksi pada waktu pengumuman tersebut dan diterima oleh pelaku pasar. Teori ini menekankan kepada

(3)

di luar perusahaan. Informasi merupakan catatan penting suatu perusahaan baik dimasa lalu, saat ini maupun dimasa yang akan datang. Tori sinyal menunjukan adanya asismetris informasi antara manajemen perusahaan dan pihak – pihak yang berkaitan dengan informasi tersebut dan mengemukakan tentang bagimana perusahaan memberikan sinyal – sinyal kepada pengguna laporan keuangan Rini (2006).

3. Transfer Pricing

Harga transfer atau transfer pricing dalam bahasa Inggris berasal dari kata transfer price sering diartikan sebagai nilai yang melekat pada pengalihan barang dan jasa yang terjadi pada suatu transaksi antara pihak yang mempunyai hubungan istimewa. Pengertian harga transfer dibedakan menjadi dua, yaitu Pengertian Bersifat Netral dan Peyoratif. Pengertian netral mengasumsikan bahwa harga transfer adalah murni merupakan strategi dan taktik bisnis tanpa motif pengurangan beban pajak. Sedangkan pengertian peyoratif mengasumsikan harga transfer pricing sebagai upaya menghemat beban pajak dengan taktik, antara lain menggeser laba ke Negara yang tarif pajaknya rendah (Suandy, 2011: 69).

Sedangkan menurut Gunadi, pengamat pajak UI, transfer pricing adalah suatu rekayasa manipulasi harga secara sistematis dengan maksud mengurangi laba artifisial, membuat seolah – olah perusahaan rugi, menghindari pajak atau bea di suatu negara (Suandy, 2011: 71). Menurut Horngren (2008: 375), yang dimaksud dengan transfer pricing (harga transfer) adalah harga yang dibebankan satu subunit (departemen atau divisi) untuk suatu produk atau jasa yang dipasok ke subunit yang lain di organisasi yang sama.

(4)

Transfer pricing biasanya ditetapkan untuk produk-produk antara (intermediate product) yang merupakan barang-barang dan jasa-jasa yang dipasok oleh divisi penjual kepada divisi pembeli. Pasal 1 ayat (8) Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-43/PJ./2010 yang diubah terakhir dengan PER-32/PJ./2011, mendefinisikan penentuan harga transfer (transfer pricing) sebagai “penentuan harga dalam transaksi antara pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa”.

Jadi, dari beberapa paparan di atas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan transfer pricing adalah harga yang terkandung pada setiap produk atau jasa dari satu divisi yang di transfer ke divisi yang lain dalam perusahaan yang sama atau antar perusahaan yang mempunyai hubungan istimewa. Transaksi transfer pricing dapat terjadi pada divisi-divisi dalam satu perusahaan, antar perusahaan lokal, atau perusahaan lokal dengan perusahaan yang ada di luar negeri (Suandy, 2011: 75). Apabila dilihat dari laporan keuangan maka dapat diketahui dari Catatan Atas Laporan Keuangan (CALK) bagian penjualan terhadap pihak istimewa atau pihak berelasi.

Praktik transfer pricing umumnya terjadi dalam transaksi hubungan istimewa (related party transactions). Para pelaku bisnisnya adalah mereka yang memiliki hubungan istimewa dan mempunyai hubungan yang sifatnya berupa induk (parent company) dan perusahaan anak (subsidiary company) ataupun sesama perusahaan afliasi (associate enterprise) yang memiliki atau dikendalikan oleh orang (badan atau orang pribadi) yang sama, dengan demikian bila terjadi transaksi dalam hubungan istimewa maka harga yang disepakati cenderung harga yang tidak wajar.

(5)

Menurut Waluyo (2011:190) bahwa hubungan istimewa dianggap sah apabila: a) Wajib pajak mempunyai penyertaan modal langsung atau tidak langsung paling rendah 25% (dua puluh lima persen) pada wajib pajak lain, hubungan antara wajib pajak dengan penyertaan paling rendah 25% (dua puluh lima persen) pada dua wajib pajak atau lebih, atau hubungan diantara dua wajib pajak atau lebih yang disebut terakhir. 28 b) Wajib pajak menguasai wajib pajak lainnya atau dua atau lebih wajib pajak berada di bawah penguasaan yang sama baik langsung maupun tidak langsung. c) Terdapat hubungan keluarga baik sedarah maupun semenda dalam garis keturunan lurus atau kesamping atau satu derajat.

a. Tujuan Harga Transfer

Harga transfer multinasional berhubungan dengan transaksi antar divisi dalam satu unit hukum (entitas) atau antarentitas dalam satu kesatuan ekonomi yang meliputi berbagai wilayah keadulatan Negara (Suandy, 2011: 72).

Tujuan yang ingin dicapai dalam harga transfer sebagai berikut : 1. Memaksimalkan penghasilan global

2. Mengamankan posisi kompetitif anak/ cabang perusahaan dan penetrasi pasar. 3. Mengevaluasi kinerja anak/ cabang perusahaan mancanegara.

4. Menghindarkan pengendalian devisa. 5. Mengontrol kredibilitas asosiasi. 6. Mengurangi resiko moneter

7. Mengatur arus kas anak/cabang perusahaan yang memadai, 8. Membina hubungan baik dengan administrasi setempat

(6)

9. Mengurangi beban pengenaan pajak dan bea masuk 10. Mengurangi resiko pengambilalihan oleh pemerintah

b.Harga wajar dan Laba wajar :

Harga dalam transfer pricing harus bisa mencerminkan harga yang dilakukan pihak yang tidak mempunyai hubungan istimewa atau yang tidak saling berelasi atau sering disebut arm’s length price (Tucha dan Brem, 2007). Dalam mencari arm’s length price ini dilakukanlah analisis yang terdiri dari analisis fungsi dan risiko (Tucha dan Brem, 2007). Analisis fungsi dan risiko ini bertujuan untuk menghasilkan informasi apakah pihak yang berelasi dapat dikategorikan sebagai bisnis unit dengan fungsi rutin, fungsi entrepreneurial atau fungsi hybrid dalam transaksi yang mempunyai hubungan istimewa.

4. Pajak

a. Pengertian pajak

Menurut UU Perpajakan (UU No. 36 Tahun 2008), yang dimaksud dengan pajak adalah: “Kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang – undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar – besarnya kemakmuran rakyat” (Primandita, 2010: 4).

Sehingga semakin tinggi tarif pajak suatu negara maka akan semakin besar kemungkinan perusahaan melakukan praktik Transfer Pricing. Hal ini disebabkan karena perusahaan multinasional yang memperoleh keuntungan akan melakukan

(7)

pergeseran pendapatan dari negara – negara dengan tarif pajak tinggi ke negara - negara dengan tarif pajak yang rendah. Apabila dilihat berdasarkan laporan keuangan maka dapat diketahui dengan cara menghitung beban pajak dikurangi beban pajak tangguhan (Pajak Kini) dibagi dengan laba sebelum kena pajak.

Pengertian pajak sebagaimana dikemukakan para ahli antara lain:

a. Adriani membahas definisi pajak sebagaimana yang dinyatakan sebagai berikut: “Pajak adalah iuran kepada negara yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan – peraturan, dengan tidak mendapat prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran – pengeluaran umum berhubung dengan tugas negara yang menyelenggarakan pemerintahan” (Waluyo, 2011: 2).

b. Prof. Dr. M. J. H. Smeets dalam bukunya De Economische Betekenis der Belastingen, 1951, mendefinisikan pajak sebagai berikut:

“Pajak adalah prestasi kepada pemerintah yang terutang melalui norma – norma umum, dan yang dapat dipaksakan, tanpa ada kalanya kontraprestasi yang dapat ditunjukkan dalam hal yang individual; maksudnya adalah untuk membiayai pengeluaran pemerintah” (Suandy, 2011: 9).

c. Menurut Soemitro, yang dikutip Resmi (2013:1) :

“Pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan Undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontra Prestasi) yang

(8)

langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.

d. Pajak merupakan Kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang – undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar – besarnya kemakmuran rakyat.

Jadi dapat disimpulkan bahwa pajak adalah iuran wajib (dapat dipaksakan) yang dibayar berdasarkan undang – undang, tidak mendapat balas jasa secara langsung, dan digunakan untuk membiayai pengeluaran – pengeluaran Pemerintah.

Dari definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa pajak memiliki unsur-unsur yaitu:

1. Iuran dari rakyat kepada Negara Yang berhak memungut pajak hanyalah Negara. Iuran tersebut berupa uang (bukan barang)

2. Berdasarkan undang-undang Pajak dipungut berdasarkan atau dengan kekuatan undang-undang serta aturan pelaksanaannya.

3. Tanpa jasa timbal atau kontraprestasi dari Negara yang secara langsung dapat ditunjuk. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontraprestasi individual oleh pemerintah.

4. Digunakan untuk membiayai rumah tangga Negara, yakni pengeluaran-pengeluaran yang bermanfaat bagi masyarakat luas.

(9)

b. Pajak Penghasilan

Pada pasal 1 UU Pajak Penghasilan, Pajak Penghasilan adalah pajak yang dikenakan terhadap subjek pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak (Jewel : 2012).. Pajak Penghasilan Badan (PPh Badan) adalah pajak yang dikenakan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh oleh Badan seperti yang dimaksud dalam UU KUP. Adapun subjek dari PPh Badan yaitu wajib pajak badan dalam negeri dan wajib pajak badan luar negeri. Yang menjadi objek pajak PPh Badan adalah penghasilan (Jewel : 2012).

c. Fungsi Pajak

Menurut (Waluyo:2011:6) Fungsi pajak secara sederhana adalah untuk menyelenggarakan kepentingan bersama para masyarakat. Berdasarkan ciri-ciri yang melekat pada pengertian perpajakan dari berbagai definisi terdapat dua fungsi pajak yaitu:

1. Fungsi Penerimaan (Budgetair)

Pajak merupakan salah satu sumber dana yang digunakan pemerintah dan bermanfaat untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran.

Contohnya: Penerimaan negara dari sektor perpajakan dimasukkan ke dalam komponen penerimaan dalam negeri pada APBN.

2. Fungsi Mengatur (Regulerend)

Pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi.

(10)

Contohnya adalah pengenaan pajak yang lebih tinggi kepada barang mewah dan minuman keras.

3. Fungsi stabilitas

Pajak sebagai penerimaan negara dapat digunakan untuk menjalankan kebijakan-kebijakan pemerintah.

Contohnya adalah kebijakan stabilitas harga dengan tujuan untuk menekan inflasi dengan cara mengatur peredaran uang di masyarakat lewat pemungutan dan penggunaan pajak yang lebih efisien dan efektif.

4. Fungsi Redistribusi Pendapatan

Penerimaan negara dari pajak digunakan untuk membiayai pengeluaran umum dan pembangunan nasional sehingga dapat membuka kesempatan kerja dengan tujuan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat.

Peraturan pajak berkaitan dengan transaksi dengan pihak yang mempunyai hubungan istimewa:

a. Transfer pricing yang dilakukan oleh wajib pajak sesuai dengan prinsip kewajaran (arm’s length principle)

b. Metodologi transfer pricing yang digunakan oleh wajib pajak sesuai dengan peraturan yang berlaku dan praktik usaha yang lazim yang tidak dipengaruhi hubungan istimewa;

c. Wajib pajak yang bersangkutan dan perusahaan afiliasinya telah membayar pajak sesusai dengan proporsi fungsinya dalam transaksi; serta

(11)

d. Mendokumentasikan penerapan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha, dalam penentuan harga transaksinya. Untuk itu wajib pajak yang melakukan transaksi afiliasi wajib menyiapkan dokumentasi yang memadai untuk membuktikan bahwa transfer pricing yang dilakukan telah sesuai dengan arm’s length principle.

5. Mekanisme Bonus

Menurut Winda Hartati, Desmiyawati, Nur Azlina (2013), bahwa mekanisme bonus berdasarkan pada besarnya laba, yang merupakan cara paling populer dalam memberikan penghargaan kepada direksi / manajer, maka adalah logis bila direksi yang remunerasinya didasarkan pada tingkat laba akan memanipulasi laba tersebut untuk memaksimalkan peneriman bonus dan remunerasinya. Jadi, dapat disimpulkan bahwa mekanisme bonus merupakan salah satu strategi atau motif perhitungan dalam akuntansi yang tujuannya adalah untuk memberikan penghargaan kepada direksi atau manajemen dengan melihat laba perusahaan secara keseluruhan.

Bonus plan hypothesis adalah manager perusahaan yang memiliki rogram bonus yang terkait dengan angka-angka akuntansi cenderung untuk memilih prosedur akuntansi yang menggeser reported earnings dari future period ke current period (menaikan laba yang dilaporkan sekarang. Rahmawati (2012:167)

Irpan (2010), Juga menyatakan bahwa skema bonus direksi dapat diartikan sebagai pemberian imbalan diluar gaji kepada direksi perusahaan atas hasil kerja yang dilakukan dengan melihat prestasi kerja direki itu sendiri. Karena sebagai akibat dari adanya praktik transfer pricing maka tidak menutup kemungkinan akan terjaadi kerugian pada salah satu divisi atau subunit. Mengingat bahwa skema bonus

(12)

berdasarkan laba merupakan cara yang paling polular dalam memberikan penghargaan kepada eksekutif perusahaan, maka adalah logis bila manajer akan memanipulasi laba untuk memaksimalkan penerimaan bonusnya. Healy (1995) dalam Tsani (2011) menemukan bukti bahwa manajer perusahaan dengan skema bonus berbasis laba bersih secara sistematis mengadopsi kebijakan akrual untuk memaksimalkan ekspektasi bonus mereka.

Skema bonus direksi adalah komponen penghitungan besarnya jumlah bonus yang diberikan oleh pemilik perusahaan atau para pemegang saham melalui RUPS kepada anggota direksi yang dianggap mempunyai kinerja baik setipa tahun serta apabila perusahaan memperoleh laba. Skema bonus direksi dapat diartikan sebagai pemberian imbalan diluar gaji kepada direksi perusahaan atas hasil kerja yang dilakukan dengan melihat prestasi kerja direki itu sendiri. Prestasi kerja yang dilakukan dapat dinilai dan diukur berdasarkan suatu penilaian yang telah ditentukan perusahaan secara objektif. Apabila dilihat berdasarkan Laporan Keuangan maka dapat diketahui dari Laba Bersih Pada tahun ini dibagi dengan Laba Bersih Tahun lalu.

Terdapat kecenderungan manajemen memanfaatkan transaksi transfer pricing untuk memaksimalkan bonus yang mereka terima jika bonus tersebut didasarkan pada laba. Jadi dapat disimpulkan bahwa manajer akan cenderung melakukan tindakan yang mengatur laba bersih dengan cara melakukan praktik transfer pricing agar dapat memaksimalkan bonus yang mereka terima.

(13)

6. Kepemilikan Asing

Dalam Pasal 1 ayat 8 UU Nomor 25 Tahun 2007 tentang penanaman modal asing menyebutkan bahwa Modal Asing adalah Modal yang dimiliki oleh negara asing, perseorangan warga negara asing, dan Badan Hukum Indonesia yang sebagian atau seluruh modalnya dimiliki oleh pihak asing. Mengacu pada pasal diatas maka dapat disimpulkan bahwa kepemilikan saham asing merupakan proporsi saham biasa perusahaan yang dimiliki oleh perorangan, badan hukum, pemerintah serta bagian-bagiannya yang berstatus luar negeri (Anggraini, 2011).

Perusahaan di Asia kebanyakan memiliki struktur kepemilikan yang terkonsentrasi. Struktur kepemilikan yang terkonsentrasi cenderung menimbulkan konflik kepentingan antara pemegang saham pengendali dan manajemen dengan pemegang saham non pengendali. Pemegang saham non pengendali mempercayakan pemegang saham pengendali untuk mengawasi manajemen karena pemegang saham pengendali memiliki posisi yang lebih baik dan memiliki akses informasi yang lebih baik sehingga dimungkinkan pemegang saham pengendali menyalahgunakan hak kendali untuk kesejahteraannya sendiri. Salah satunya dengan melakukan transfer pricing. Pemegang saham pengendali asing menjual produk dari perusahaan yang ia kendalikan ke perusahaan pribadinya dengan harga di bawah pasar. Hal tersebut dilakukan pemegang saham pengendali asing untuk mendapatkan keuntungan pribadi dan merugikan pemegang saham non pengendali. Ekspropriasi yang dilakukan oleh pemegang saham pengendali asing akan menurunkan nilai perusahaan sehingga merugikan pemegang saham non pengendali (Atmaja, 2011).

(14)

Menurut Suparji (2012:67),Secara teknis ada beberapa jenis dan cara alih teknologi. Korporasi transnasional menjadi aktor kunci dalam proses ini, antara lain:

Pertama, Foreign Direct Investment, yaitu investasi jangka panjang yang ditanamkan oleh perusahaan asing. Investor memegang kendali atas pengelolaan aset dan produksi. Untuk menarik minat investor asing, Negara Dunia Ketiga menjalankan berbagai kebijakan seperti liberalisasi, privatisasi, menjaga stabilitas politik, dan meminimalkan campur tangan pemerintah. Padahal, kepemilikan asing atas modal sama saja dengan membentangkan jalan lebar menuju keuntungan dan pelayanan bagi korporasi transnasional.

Kedua, Joint Ventures, yaitu kerjasama (partnership) antara perusahaan yang berasal dari negara yang berbeda dengan tujuan mendapat keuntungan. Dalam model seperti ini, kepemilikan diperhitungkan berdasarkan saham yang dimiliki. Jenis alih teknologi ini menjadi menarik sebab perusahaan-perusahaan asing dapat menghindari terjadinya nasionalisasi atas perusahaan. Perlu diketahui bahwa dalam model FDI (Foreign Direct Investment) resiko terjadinya nasionalisasi secara tiba-tiba adalah cukup tinggi. Selain itu investor asing juga merasa riskan bila harus melakukan joint ventures dengan perusahaan nasional Negara Dunia Ketiga.

Ketiga, Licensing Agreements, yaitu izin dari sebuah perusahaan kepada perusahaan-perusahaan lain untuk menggunakan nama dagangnya (brand name), merek, teknologi, paten, hak cipta, atau keahlian-keahlian lainnya. Pemegang lisensi harus beroperasi di bawah kondisi dan ketentuan tertentu, termasuk dalam hal pembayaran upah dan royalti. Biasanya cara ini digunakan oleh perusahaan asing dengan mitra

(15)

Negara Dunia Ketiga. Cara ini adalah yang paling memungkinkan terjadinya alih pembayaran atau larinya modal dari Negara Dunia Ketiga kepada perusahaan-perusahaan asing.

Keempat, Turnkey Projects, yaitu membangun infrastruktur dan konstruksi yang diperlukan perusahaan asing untuk menyelenggarakan proses produksi di Negara Dunia Ketiga. Bila segala fasilitas telah siap dioperasikan, perusahaan asing menyerahkan ‘kunci’ kepada perusahaan domestik atau organisasi lainnya. Perusahaan asing juga menyelenggarakan pelatihan pekerja dalam negeri agar suatu saat dapat mengambil alih segenap proses produksi yang dibutuhkan. Kecil kemungkinan terjadi alih teknologi sebab perusahaan domestik hanya bisa mengoperasikan tanpa mengerti kepentingan pengembangan teknologi tersebut. Perusahaan domestik juga tidak bisa membangunnya, sehingga peran mereka sekadar menjadi budak suruhan.

Ketika pihak asing telah menanamkan modalnya pada perusahaan publik di Indonesia dengan persentase lebih dari 20% maka pihak asing bisa memberikan pengaruh signifikan terhadap keputusan yang dibuat perusahaan termasuk keputusan Transfer Pricing yang melibatkan pihak asing. Dengan demikian semakin besar kepemilikan asing dalam suatu perusahaan maka semakin tinggi pengaruh pihak asing dalam menentukan banyak sedikitnya Transfer Pricing yang dilakukan. (Anggraini, 2011), Kepemilikan asing dapat diukur sesuai dengan proporsi saham biasa yang dimiliki oleh asing, yang dapat dirumuskan :

Kepemilikan asing = Jumlah kepemilikan asing

(16)

7. Penelitian Terdahulu

Terdapat beberapa penelitian terdahulu yang berkaitan dengan Transfer Pricing. Penelitian tersebut antara lain :

Nancy Kiswanto dan Anna Purwaningsih, Pengaruh Pajak, Kepemilikan Asing, Dan Ukuran Perusahaan Terhadap Transfer Pricing Pada Perusahaan Manufaktur Di Bei Tahun 2010-2013 Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan dan menganalisis pengaruh pajak, kepemilikan asing, dan ukuran perusahaan terhadap transfer pricing. Pajak diukur menggunakan proksi cash ETR (cash effective tax rate), kepemilikan asing diukur menggunakan proksi persentase kepemilikan asing sebesar 20% atau lebih, ukuran perusahaan diukur menggunakan proksi log total aset, dan transfer pricing diukur menggunakan proksi rasio nilai transaksi pihak berelasi (related party transaction/RPT) piutang atas total piutang perusahaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel pajak berpengaruh positif terhadap transfer pricing, kepemilikan asing berpengaruh positif terhadap transfer pricing, dan ukuran perusahaan berpengaruh negatif terhadap transfer pricing.

Winda Hartati, Desmiyawati, dan Nur Azlina, Analisis Pengaruh Pajak Dan Mekanisme Bonus Terhadap Keputusan Transfer Pricing (Studi Empiris Pada Seluruh Perusahaan Yang Listing Di Bursa Efek Indonesia) : Pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan regresi logistik. Kelayakan model regresi dinilai dengan menggunakan Hosmer and Lemeshow’s Goodness of Fit Test. Nilai -2LL awal adalah sebesar 138.293. Setelah dimasukkan kedua variabel independen, maka nilai -2LL akhir mengalami penurunan menjadi sebesar 114.115. Penurunan likelihood (-2LL) ini

(17)

menunjukkan model regresi yang lebih baik atau dengan kata lain model yang dihipotesiskan fit dengan data. Besarnya nilai koefisien determinasi pada model regresi logistik ditunjukkan oleh nilai Nagelkerke R Square. Nilai Nagelkerke R Square adalah sebesar 0.277 yang berarti variabilitas variabel dependen yang dapat dijelaskan oleh variabel independen adalah sebesar 27.7% sedangkan sisanya sebesar 72.3% dijelaskan oleh variabel-variabel lain di luar model penelitian.

Rizqi Agustin Khoirinnisa, Pengaruh Pajak, Profitabilitas, Ukuran Perusahaan Dan Tunneling Incentive Terhadap Keputusan Perencanaan Pajak Dengan Transfer Pricing (Studi Empiris Pada Perusahaan Di Sektor Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Periode 2009-2012), Variabel independen memiliki koefisien positif sebesar 5,876 dengan tingkat signifikansi (p) 0,027, lebih kecil dari α = 5%. Karena tingkat signifikansi (p) lebih kecil dari α = 5% maka hipotesis kesatu (Ha1) diterima yang artinya pajak berpengaruh secara signifikan terhadap keputusan perencanaan pajak dengan transfer pricing. Variabel profitabilitas (ROA) sebagai variabel independen memiliki koefisien negatif sebesar 0,637 dengan tingkat signifikansi (p) 0,798, lebih besar dari α = 5%. Karena tingkat signifikansi (p) lebih besar dari α = 5%, maka hipotesis kedua (Ha2) tidak diterima yang artinya profitabilitas tidak berpengaruh secara signifikan terhadap keputusan perencanaan pajak dengan transfer pricing. Variabel ukuran perusahaan (SIZE) sebagai variabel independen memiliki koefisien positif sebesar 0,956 dengan tingkat signifikansi (p) 0,020, lebih kecil dari α = 5%. Karena tingkat signifikansi (p) lebih kecil dari α = 5%, maka maka hipotesis ketiga (Ha3) diterima yang artinya ukuran perusahaan berpengaruh secara signifikan terhadap

(18)

keputusan perencanaan pajak dengan transfer pricing. Variabel tunneling incentive (TNC) sebagai variabel independen memiliki koefisien positif sebesar 2,702 dengan tingkat signifikansi (p) 0,017, lebih kecil dari α = 5%. Karena tingkat signifikansi (p) lebih kecil dari α = 5% maka hipotesis keempat (Ha4) diterima yang artinya tunneling incentive. berpengaruh secara signifikan terhadap keputusan perencanaan pajak dengan transfer pricing.

Ni Wayan Yuniasih ,Ni Ketut Rasmini Dan Made Gede Wirakusuma, Pengaruh Pajak Dan Tunneling Incentive Pada Keputusan Transfer Pricing Perusahaan Manufaktur Yang Listing Di Bursa Efek Indonesia, Hasil pengujian hipotesis menunjukkan bahwa pajak dan tunneling incentive berpengaruh positif pada keputusan transfer pricing. Ini dapat dilihat dari tingkat signifikansi masing-masing sebesar 0,039 dan 0,030 yang lebih kecil dari 0,05. Hasil ini konsisten dengan hipotesis yang diajukan. Winda Hartanti, Desmiyawati,Julita (2013), Tax Minimazion, Tunneling Incentive, Dan Mekanisme Bonus Terhadap Keputusan Transfer Pricing Study Perusahaan Yang Listing Di Bursa Efek Indonesia, Hasil Hipotesis yang di Lakukan menunjukan bahwa Hipotesis Pertama (H1) Tax Minimazion Diterima dan berpengaruh Positif, Hipotesis Kedua (H2) Tunneling Incentive Diterima dan berpengaruh Positif, Hipotesis Ketiga (H3) Mekanisme Bounus Diterima dan berpengaruh Positif.

K. Hung Chan, Agnes W.Y Lo Dan Phyllis Lai Lan Mo, Managerial Autonomy and Tax Compliance: An Empiricial Study On Internasional Transfer Pricing, Makalah ini mengkaji dampak otonomi manajerial pada kepatuhan pajak dalam konteks transfer

(19)

dalam membuat harga dan keputusan pada transfer perusahaan intra mempengaruhi keuntungan mereka bergeser melalui transfer pricing internasional. Kita mengukur transfer pricing atas Pemenuhan segi penyesuaian-penyesuaian pemeriksaan pajak yang dilakukan oleh otoritas pajak. dasar pada sampel dari 163 transfer pricing audit atas perusahaan investasi asing di Cina, kami menemukan bahwa penyesuaian pemeriksaan pajak untuk FIEs yang memiliki otonomi dalam menetapkan harga pengalihan atau sourching dari luar lebih kecil daripada mereka yang memiliki transaksi transfer oleh perusahaan induk

Chistina Y.M Ng, The New Transfer Pricing Rules and Regulations in China-Impact on Foreign Investors Berikut kebijakan China untuk asing investor, jumlah berkas telah meningkat secara dramatis.Sementara arus masuk investasi asing dan teknologi canggih telah memberikan kontribusi terhadap perkembangan ekonomi di Cina, adil jumlah FIEs terlibat dalam kegiatan penghindaran pajak. Sebuah contoh umum ini adalah transfer mereka keuntungan dari Cina. Sebagian besar FIEs melaporkan kerugian di Cina daripada untung. Beberapa, jika tidak sebagian besar kasus kerugian yang dihasilkan oleh transfer pricing pengaturan. Manipulasi oleh transfer pricing adalah Metode yang paling populer digunakan oleh investor asing di China. Meskipun kasus kehidupan nyata biasanya rumit, secara umum, pengaturan ini adalah bahwa pihak terkait ditetapkan di luar negeri untuk mengontrol penjualan dan pembelian produk-produk dari FIEs yang beroperasi di Cina. Harga peralatan dan bahan baku impor ke China meningkat sengaja, sedangkan harga dari produk jadi yang diekspor ditekan.

(20)

Agnes W. Lo, Raymond M.K. Wong Dan Michael Firth, Tax, Financial Reporting, and Tunneling Incentives for Income Shifting:An Empirical Analysis of the Transfer Pricing Behavior of Chinese-Listed Companies , Pajak, pelaporan keuangan, dan tunneling insentif pada keputusan transfer pricing perusahaan China yang terdaftar. Kami menggunakan gross relatif rasio laba related- dan tidak terkait pihak transaksi untuk mengukur transfer pricing strategi. Kami menemukan bukti yang mendukung pandangan bahwa harga transfer digunakan untuk (1) meningkatkan keuntungan perusahaan yang terdaftar sebagai menurun tarif pajak penghasilan badan, (2) meningkatkan keuntungan perusahaan terdaftar jika kompensasi manajemen ditentukan dengan mengacu pada keuntungan yang dilaporkan, dan (3) mengurangi keuntungan perusahaan yang terdaftar sebagai persentase saham yang dimiliki oleh pemerintah meningkat

Anca D. Cristea Dan Daniel X. Nguyen, Transfer Pricing by Multinational Firms: New Evidence from Foreign Firm Ownerships: Menggunakan dataset panel tingkat perusahaan meliputi alam semesta ekspor Denmark antara 1999 dan 2006, kami menemukan bukti kuat untuk keuntungan pergeseran oleh perusahaan multinasional (MNC) melalui transfer pricing. Metode estimasi perbedaan tiga Anda mengoreksi bias ke bawah dalamstudi sebelumnya. Hasil bias dari perusahaan multinasional menyesuaikan harga lengan panjang mereka untuk mengaburkan batas manipulasi harga transfer mereka. Strategi identifikasi kita memanfaatkan pergerakan harga ekspor ke tujuan dalam menanggapi: (1) pembentukan afiliasi asing oleh eksportir ke tujuan itu, dan (2) perubahan dalam tarif pajak perusahaan asing. Setelah memiliki afiliasi di

(21)

negara dengan tingkat pajak perusahaan lebih rendah daripada di negara asal, perusahaan multinasional Denmark mengurangi nilai satuan ekspor mereka ada antara 5,7-9,1 persen, rata-rata.

Wolfgang Schön, Transfer Pricing – Business Incentives, International Taxation and Corporate Law : Penelitian bisnis berfokus pada penggunaan mentransfer harga untuk memberikan insentif aturan perpajakan berusaha untuk mengendalikan harga transfer antar kantor pusat, anak perusahaan dan bentuk usaha tetap dalam sebuah perusahaan multinasional untuk mengalokasikan keuntungan dan berikutnya penerimaan pajak antara negara-negara di mana perusahaan beroperasi.

Tabel 2.1

Penelitian Terdahulu

No Nama

Peneliti Judul Penelitian Hasil Penelitian

1 Nancy

Kiswanto Anna

Purwaningsih (2014)

Pengaruh Pajak, Kepemilikan

Asing, Dan Ukuran

Perusahaan Terhadap Transfer

Pricing Pada Perusahaan Manufaktur Di Bei Tahun 2010-2013

Variabel pajak dan kepemilikan asing berpengaruh positif terhadap transfer pricing, dan ukuran perusahaan berpengaruh negatif terhadap Transfer Pricing

2 Winda Hartati,

Desmiyawati Nur Azlina (2013)

Analisis Pengaruh Pajak Dan Mekanisme Bonus Terhadap Keputusan Transfer Pricing (Studi Empiris Pada Seluruh Perusahaan Yang Listing Di Bursa Efek Indonesia)

Pajak dan Mekanisme Bonus berpengaruh terhadap keputusan

Transfer Pricing.

3 Rizqi Agustin

Khoirinnisa (2013)

Pengaruh Pajak, Profitabilitas,

Ukuran Perusahaan Dan

Tunneling Incentive Terhadap

Keputusan Perencanaan Pajak

Dengan Transfer Pricing

(Studi Empiris Pada

Perusahaan Di Sektor

Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Periode 2009-2012)

Pajak, Ukuran Perusahaan Dan

Tunneling Incentives berpengaruh

positif terhadap keputusan perusahaan untuk melakukan

transfer pricing. Sedangkan Profitabilitas tidak signifikan terhadap transfer pricing.

(22)

4 Ni Wayan Yuniasih, Ni Ketut Rasmini, Made Gede Wirakusuma (2012)

Pengaruh Pajak Dan

Tunneling Incentive Pada Keputusan Transfer Pricing Perusahaan Manufaktur Yang

Listing Di Bursa Efek

Indonesia

Pajak dan tunneling incentive berpengaruh positif pada keputusan transfer pricing.

5 Winda

Hartanti, Desmiyawati,J ulita

(2013)

Tax Minimazion, Tunneling Incentive, Dan Mekanisme Bonus Terhadap Keputusan Transfer Pricing Study Perusahaan Yang Listing Di Bursa Efek Indonesia

Tax Minimazion, Tunneling Incentive, Dan Mekanisme Bonus

berpengaruh positif terhadap keputusan Transfer Pricing.

6 K. Hung Chan, Agnes W.Y Lo Dan Phyllis Lai Lan Mo (2006)

Managerial Autonomy and Tax Compliance: An Empiricial Study On Internasional Transfer Pricing

Managerial Autonomy dan Tax Compliance berpengaruh terhadap Transfer Pricing

7 Chistina Y.M

Ng (2011)

The New Transfer Pricing Rules and Regulations In China – Impact On Foreign Investors

Foreign Investors berpengaruh terhadap Transfer Pricing

8 Agnes W. Y. Lo, Raymond M. K. Wong, dan Michael Firth (2010)

Tax, Financial Reporting, and Tunneling Incentives for Income Shifting:An Empirical Analysis of the Transfer Pricing Behavior

Of Chinese-Listed Companies

Tax, Financial Reporting, dan Tunneling Incentives berpengaruh

terhadap Transfer Pricing

9 Anca D. Cristea Dan Daniel X. Nguyen (2015) Transfer Pricing by Multinational Firms: New Evidence from Foreign Firm Ownerships

Foreign Firm Ownerships

berpengaruh terhadap Transfer

Pricing

10 Wolfgang

Schön (2011)

Transfer Pricing – Business Incentives, International Taxation and Corporate Law

Business Incentives, International Taxation dan Corporate Law

berpengaruh terhadap Transfer

Pricing

B. Rerangka Pemikiran

1. Pengaruh Pajak Terhadap Transfer Pricing

(23)

laba lebih rendah pada laporan keuangannya,salah satu cara yang dipraktekkan oleh perusahaan untuk menurunkan laba adalah transfer pricing. Perusahaan seharusnya mengunakan prinsip harga wajar untuk mengurangi kewajiban pajak, tetapi perusahaan lebih banyak menggunakan transfer pricing.

H

1: Pajak Berpengaruh pada Transfer Pricing

2. Pengaruh Mekanisme Bonus Terhadap Transfer Pricing

Dalam menjalankan tugasnya, para direksi cenderung ingin menunjukkan kinerja yang baik kepada pemilik perusahaan. Karena apabila pemilik perusahaan atau para pemegang saham sudah menilai kinerja para direksi dengan penilaian yang baik maka pemilik perusahaan akan memberikan penghargaan kepada direksi yang telah mengelola perusahaannya dengan baik. Penghargaan itu dapat berupa bonus yang diberikan kepada direksi perusahaan. Pemilik perusahaan dalam menilai kinerja para direksi biasanya melihat laba perusahaan secara keseluruhan yang dihasilkan dan pajak yang dibayarkan dapat diminimalkan dengan menggunakan metode Transfer Pricing H

2: Mekanisme Bonus Berpengaruh pada Transfer Pricing 3. Pengaruh Kepemilikan Asing Terhadap Transfer Pricing.

Struktur kepemilikan yang terkonsentrasi cenderung menimbulkan konflik kepentingan antara pemegang saham. Pemilik perusahaan akan menuntut direksi dan manajemen untuk mampu menaikan laba dan membayar pajak seminimal mungkin. Salah satunya dengan melakukan transfer pricing.

H

(24)

H 1 H 2 H 3 Gambar 2.2 Rerangka Pemikiran PAJAK MEKANISME BONUS KEPEMILIKAN ASING TRANSFER PRICING Variabel Independen Variabel Dependen

(25)

C. HIPOTESIS H

1: Pajak Berpengaruh Pada Transfer Pricing H

2: Mekanisme Bonus Berpengaruh Pada Transfer Pricing H

Referensi

Dokumen terkait

Strategi WO yang meminimalkan kelemahan dengan memanfaatkan peluang yaitu memanfaatkan dukungan pemerintah, perguruan tinggi, dan tenaga kerja muda bermotivasi

Kontrol diri yang dilakukan subjek “AR” dalam mengatasi situasi dan kondisi yang kurang menyenangkan tersebut dengan cara membatasi diri dalam bergaul, bicara

Setelah mengetahui bahwa persepsi siswa ter- hadap perilaku interpersonal guru memberikan perbedaan kepada tingkat student well-being, selanjutnya penulis ingin mengetahui perilaku

terbaru berpendapat bahwa lesi bertanggung jawab untuk apraksia verbal mungkin cukup diskritif, misalnya Dronkers (1996) melaporkan bahwa pasien dengan stroke dan gangguan

KUA Kecamatan Rangsang Barat, maka status hukum dari peralihan perwalian tersebut perlu dilakukan klasifikasi dari praktek yang dilakukan, yaitu dari faktor-faktor yang

Dalam pelayananya, masyarakat selaku pelanggan sangatlah heterogen yaitu tingkat pendidikannya maupun perilakunya. Setiap pelayanan publik memang diperlakukan

Untuk itulah penelitian ini berusaha untuk mengkaji lebih mendalam mengenai pengaruh suasana lingkungan kerja yang terdiri dari kondisi fisik, kondisi psikologis

a. Hasil belajar Fiqih yang dimaksud dalam penelitian ini adalah hasil belajar Fiqih di kelas VII tentang solat fardhu, solat jamaah, dzikir dan doa. Dalam hal ini, indikator