• Tidak ada hasil yang ditemukan

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Botani Pohon Penghasil Gaharu (A. malaccensis)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Botani Pohon Penghasil Gaharu (A. malaccensis)"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Botani Pohon Penghasil Gaharu (A. malaccensis)

Tanaman Aquilaria spp. memiliki ciri sebagai berikut: batang tanaman dapat mencapai tinggi 35-40 m, diameter sekitar 60 cm, dan berkayu keras. Kulit batangnya licin berwarna putih atau keputih-putihan. Daun lonjong memanjang dengan panjang 5-8 cm, lebar 3-4 cm, berujung runcing dan berwarna mengkilat. Bunga berada di ujung ranting, atau ketiak atas dan bawah daun. Buah berada dalam polong berbentuk bulat telur atau lonjong, berukuran panjang sekitar 5 cm, dan lebar 3 cm. Biji bulat atau bulat telur yang ditutupi bulu-bulu halus yang berwarna kemerahan (Iriansyah et al., 2007).

Berikut ini adalah taksonomi A. malaccensis berdasar CITES (2004) :

Kingdom : Plantae

Divisi : Termathophyta

Sub Divisi : Angiospermae

Klas : Magnoliopsida

Ordo : Myrtales

Family : Thymelaeacae

Genus : Aquilaria

Spesies : Aquilaria malaccensis

2.2 Pembentukan Gaharu

Gaharu merupakan endapan resin yang terakumulasi pada jaringan kayu sebagai reaksi pohon terhadap pelukaan atau infeksi patogen. Gaharu terbentuk sebagai reaksi pertahanan terhadap infeksi patogen melalui pelukaan pada batang, cabang, atau ranting, atau pengaruh fisik lain. Infeksi patogen menyebabkan keluarnya resin yang terdeposit pada jaringan kayu, lama-kelamaan jaringan kayu mengeras dan menjadi cokelat (Santoso et al., 2007).

Ng et al. (1997 dalam Isnaini, 2008) mengemukakan tiga hipotesis utama yang melandasi pembentukan gubal gaharu, yaitu 1) hipotesis patologi, 2) hipotesis pelukaan dan patologi, dan 3) hipotesis non patologi. Pada hipotesis

(2)

pertama, gaharu diduga terbentuk sebagai respon pohon penghasil gaharu terhadap infeksi cendawan yang menghasilkan keluarnya “resin”. Pada hipotesis kedua, beberapa peneliti menduga bahwa pelukaan memegang peran utama dalam pembentukan gaharu diikuti oleh infeksi cendawan sebagai faktor pendukung. Sedangkan pada hipotesis ketiga (hipotesis non patologi) diyakini bahwa pembentukan gaharu adalah sebagai respon pertahanan pohon terhadap pelukaan saja.

Hasil penelitian Pojanagoro & Kaewrak (2005) menyatakan bahwa pelukaan secara mekanik dapat menginduksi pembentukan gaharu pada pohon A.

crassna. Hal ini didukung oleh hasil penelitian Blanchette & Beek (2005) yang

menyatakan jenis pelukaan merupakan salah satu faktor yang menentukan induksi pembentukan gubal gaharu. Pelukaan dengan menggunakan kampak yang membuat luka di permukaan batang saja ternyata tidak mampu memacu pembentukan gubal gaharu. Pelukaan yang diperlukan untuk menginduksi pembentukann gubal gaharu bisa dibuat dengan menggunakan alat bor sampai ke bagian xilem dan luka tersebut dibiarkan terbuka supaya ada aerasi untuk menghalangi penyembuhan.

Menurut Suwardi & Edriana (2005) selama proses pembentukan gaharu akan terjadi perubahan beberapa sifat secara bertahap yaitu: a). warna dari putih menjadi coklat, kehitaman dan akhirnya hitam kehijauan; b). Serat kayu diganti resin sehingga pada akhir proses serat kayu tidak nampak lagi; c). Berat jenis makin berat hingga bisa tenggelam dalam air. Suwardi & Edriana (2005) juga menyatakan daya tumbuh pohon akan berkurang disebabkan bagian kayu menjadi diisi resin sehingga pohon menjadi mati. Terbentuknya gaharu selain pada batang juga dapat terjadi pada dahan dan akar.

2.3 Bakteri

Bakteri hidup dan berkembang biak pada organisme mati dengan menguraikan senyawa organik yang bermolekul besar seperti protein, karbohidrat, lemak atau senyawa organik lain melalui proses metabolisme menjadi molekul tunggal seperti asam amino, metana, gas CO2, serta molekul-molekul lain yang

(3)

mengandung senyawa karbon, hidrogen, nitrogen, oksigen, fosfor, serta sulfur atau unsur anorganik seperti K, Mg, Ca, Fe, Co, Zn, Cu, Mn dan Ni. Keseluruhan unsur ini dibutuhkan oleh bakteri heterotrof sebagai sumber nutrisi (Madigan & Martinko, 2005).

Madigan et al. (2009) menambahkan, banyak mikrob, termasuk bakteri merupakan patogen tanaman. Mereka dapat merusak dengan berbagai cara. Beberapa bakteri menimbulkan dampak fisik sehingga menurunkan kualitas dan harga jual. Bakteri lain, menyebabkan masalah pertumbuhan, sehingga berpengaruh terhadap penurunan biomasa, biji, buah, dan komponen lain. Spesies tertentu seperti: Pseudomonas, Xanthomonas, Xylella, dan Erwinia adalah beberapa contoh bakteri patogen.

2.4 Fungi

Gandjar et al. (2000) mendefinisikan fungi sebagai jasad yang bersifat heterotrof, dinding sel spora mengandung kitin, tidak berplasmid, tidak berfotosintesis, tidak bersifat fagotrof, umumnya memiliki hifa yang berdinding yang dapat berinti banyak (multinukleat) atau berinti tunggal (mononukleat), dan memperoleh hara dengan cara absorbsi.

Madigan et al. (2009) menjelaskan bahwa habitat fungi cukup beragam, baik di air maupun di darat. Beberapa fungi termasuk golongan akuatik, mayoritas hidup di air tawar dan beberapa di daerah marin. Fungi yang hidup di darat banyak ditemukan di tanah atau tanaman yang sudah mati dan memainkan peran penting dalam mineralisasi karbon organik.

Madigan et al. (2009) menambahkan, kebanyakan fungi adalah parasit bagi tanaman. Sebagian besar fungi yang menjadi patogen adalah Phytopthora dan Fusarium. Fungi biasanya mendapatkan makanan dengan mengeluarkan enzim ekstra seluler untuk mencerna bahan organik. Sebagai parasit, mereka mendapatkan makanan dengan cara mengambil nutrisi pada sel hidup dari tanaman.

(4)

2.5 Hara tanaman

Pertumbuhan tanaman sangat dipengaruhi oleh kandungan hara, terutama hara esensial. Penyakit pada tanaman sering disebabkan karena tanaman kekurangan hara esensial. Unsur hara ini mempunyai peran tersendiri misalnya: 2.5.1 Unsur Nitrogen (N)

Menurut Barker & Bryson (2007) nitrogen dapat berada dalam berbagai senyawa yang bisa digunakan untuk metabolisme tanaman. Umumnya, lebih dari 75 % nitrogen di dalam daun terkandung dalam kloroplas. Kekurangan nitrogen akan menghambat pertumbuhan tanaman karena akan menurunkan protein dalam kloroplas. Nitrogen merupakan unsur yang mobil, jika terjadi defisiensi unsur ini akan ditransfer ke jaringan yang lebih muda. Karena itulah, gejala defisiensi nitrogen terlihat pertama kali pada tanaman bagian bawah.

2.5.2 Unsur Fosfor (P)

Sanchez (2007) menyatakan fosfor digunakan dalam bentuk teroksidasi dan terhidrasi sepenuhnya sebagai orthofosfat. Tanaman biasanya menyerap fosfor dalam bentuk H2PO4- dan HPO42-, tergantung pada pH. Fosfor digunakan untuk pembentukan sel, pembentukan albumen, perkembangan akar, metabolisme karbohidrat, dan transfer energi. Brady & Weil (2002) menambahkan fosfor merupakan komponen esensial dari senyawa organik adenosin trifosfat (ATP) yang terbentuk melalui proses fotosintesis. Fosfor juga merupakan komponen esensial dari DNA dan RNA, yang secara langsung menyusun protein pada tumbuhan dan hewan. Defisiensi P mengakibatkan pertumbuhan terhambat (kerdil) karena pembelahan sel terganggu dan daun menjadi ungu atau coklat mulai dari ujung daun.

2.5.3 Unsur Kalium (K)

Menurut Brady & Weil (2002) kalium mempunyai fungsi khusus untuk membantu tanaman beradaptasi dengan lingkungan yang tidak mendukung pertumbuhannya. Kalium merupakan komponen dari sitoplasma yang berperan untuk menurunkan potensial cairan osmotik sel. Dari fisiologis tanaman, kalium digunakan untuk pembentukan pati, translokasi gula, dan membantu sistem

(5)

perakaran. Kekurangan kalium akan mengakibatkan tunas dan akar tidak berkembang.

2.5.4 Unsur Kalsium (Ca)

Kalsium merupakan elemen kunci dalam dinding sel. Sekitar 60% Ca berasosiasi dengan dinding sel. Dalam tanaman, kalsium berada dalam bentuk Ca2+ melekat pada dinding sel melalui pertukaran kation. Fungsi utama Ca pada tanaman sebagai penjaga kestabilan dan keutuhan sel. Hal ini dikarenakan kehadiran Ca berfungsi menguatkan dinding sel primer. Selain itu, Ca menghambat degradasi pektat dalam dinding sel dengan menghambat pembentukan poligalakturonase (Rahman & Punja, 2007; Pilbeam & Morley, 2007).

2.5.5 Unsur Magnesium (Mg)

Berdasarkan Merhaut (2007) magnesium memiliki peran besar dalam fisiologis dan molekul tanaman, seperti menjadi komponen klorofil, kofaktor untuk proses enzimatik yang terkait dengan fosforilasi, defosforilasi, dan hidrolisis berbagai senyawa, dan sebagai penstabil struktural berbagai nukleotida. Unsur ini merupakan unsur penyusun klorofil daun; magnesium juga terlibat dalam pembentukan gula; translokasi karbohidrat; mengatur serapan hara lain; sebagai carier fosfat dalam tanaman; dan aktivator enzim transfosfoliase, dehidrogenase, dan karboksilase. Karena magnesium merupakan komponen integral dari klorofil dan proses enzimatik yang berhubungan dengan fotosintesis dan respirasi. Asimilasi karbon dan transformasi energi akan terpengaruh oleh kekurangan magnesium. Karena itulah kekurangan magnesium dapat menghambat pertumbuhan, khususnya akar dan tunas. Tingkat penghambatan dipengaruhi oleh: keparahan kekurangan magnesium, jenis tanaman, kondisi lingkungan, dan status nutrisi umum dari tanaman.

2.5.6 Unsur Besi (Fe)

Besi merupakan unsur mikro yang esensial, unsur ini merupakan komponen penting bagi banyak sistem enzim, seperti cytochrome oxidase (electron transport) dan cytocrome (respirasi). Besi adalah komponen dari

(6)

protein ferredoxin dan dibutuhkan untuk reduksi nitrat dan sulfat, asimilasi N2, dan energi (NADP). Unsur ini juga berfungsi sebagai katalisator formasi enzim dan klorofil (Jones et al., 1991).

2.5.7 Unsur Tembaga (Cu)

Tembaga diidentifikasi sebagai nutrisi tanaman sekitar tahun 1930. Penyerapan Cu oleh tanaman dipengaruhi oleh faktor seperti: pH tanah dan konsentrasi Cu di tanah. Konsentrasi Cu tertinggi dalam tanaman ada pada jaringan akar, hal itu mengakibatkan gejala kelebihan sering terlihat pada akar. Kekurangan Cu ditunjukkan dengan gejala: roseting, klorosis, daun muda menggulung, dan tanaman menjadi kerdil (Kopsell & Kopsell, 2007).

2.5.8 Unsur Seng (Zn)

Seng merupakan unsur hara mikro yang merupakan penyusun protein kloroplas, plastocyanin yang merupakan bagian dari sistem transport elektron yang menghubungkan fotosistem I dan II. Unsur ini juga berpartisipasi dalam metabolisme protein dan karbohidrat, serta fiksasi N2. Seng juga merupakan bagian dari enzim: cytocrome oksidase, asam ascorbic oksidase, dan phylophenol oksidase. Defisiensi seng menyebabkan tanaman kerdil dan nekrokis pada daun muda dan meristem apikal (Jones et al., 1991).

2.5.9 Unsur Mangan (Mn)

Mangan (Mn) merupakan salah satu unsur hara yang ketersediaannya berlimpah di alam dengan rata–rata konsentrasi 650 ppm (Glikes et al., 1988

dalam Thompson & Huber, 2007). Burnel, (1988, Römheld & Marshcen, (1991) dalam Thompson & Huber, 2007) menyebutkan bahwa fungsi utama Mn adalah

sebagai aktivator enzim: dehidrogenase, transferase, hidroksilase, dan dehidroksilase.

Kekurangan unsur Mn dapat berdampak pada sistem tanaman. Campbell et

al. (1988 dalam Thompson & Huber, 2007) menjelaskan gejala kekurangan Mn

pada dikotil menyebabkan klorosis pada daun muda, sedangkan pada monokotil terbentuk bintik abu–abu. Thompson & Huber (2007) menambahkan, defisiensi Mn berdampak pada hasil fotosintesis, pertumbuhan akar, dan merubah tingkat

(7)

kelarutan N, kelarutan karbohidrat, sistem hormonal, dan sistesis bahan sekunder seperti: fenol, lignin, klorofil, dan lain-lain.

Gejala kelebihan Mn yang dijelaskan oleh Assche et al. (1977 dalam Thompson & Huber, 2007) adalah terbentuknya bintik berwarna gelap atau bercak pada daun. Horst (1988 dalam Thompson & Huber, 2007) menambahkan, tingginya konsentrasi Mn pada tanaman juga menyebabkan munculnya gejala kekurangan unsur lain seperti Fe, Cu, dan Ca.

2.6 Selulosa

Selulosa adalah polisakarida yang terdiri dari rantai glukosa (1-4) ß-D glukan yang dihubungkan oleh ikatan hidrogen. Polisakarida ini merupakan komponen paling melimpah dari biomasa. Selulosa banyak ditemukan terutama pada dinding sel dengan konsentrasi sebesar 35% sampai 50 % dari berat kering tanaman (Lynd et al., 2002).

2.7 Pektin

Pektin merupakan komponen utama penyusun dinding sel tanaman bersama selulosa dan hemiselulosa. Dibanding selulosa dan hemiselulosa, kadar pektin dalam tanaman paling rendah (kurang dari 1%) (Alexander, 1977). Abbott & Boraston (2008) menambahkan, pektin ditemukan melimpah pada lamela tengah dan dinding sel primer. Pektin berfungsi menguatkan dinding sel dengan cara mengikat selulosa dan hemiselulosa pada dinding sel.

Referensi

Dokumen terkait

Oleh karena itu, pada tahun 1922 Suwardi yang kini memakai nama baru Ki Hajar Dewantoro mendirikan sekolah Taman Siswa yang pertama di Yogyakarta yang memadukan

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Gambaran Umum Lokasi 4.1.2 Hasil Identifikasi Plankton 4.1.2.1 Hasil Identifkasi Fitoplankton 4.1.2.2 Hasil Identifkasi Zooplankton 4.1.3

Metode yang digunakan dalam penelitian adalah metode eksperimen untuk mengetahui pengaruh penambahan tepung ulat sagu pada pakan buatan terhadap pertumbuhan dan

Setiap Peserta bersetuju untuk melindungi, melepaskan dan tidak mempertanggungjawabkan Penganjur, syarikat pegangan, anak syarikat atau syarikat berkaitannya

Mengetahui pengaruh perkembangan rasio likuiditas, rasio profitabilitas dan keputusan investasi (dilihat dari sudut investor) pada perusahaan sektor pertambangan yang

Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan pemeliharaan sarana dan prasarana di SD Negeri 72 Banda Aceh dapat dikatakan sudah cukup baik karena

Karakteristik substrat maupun sedimennya pada Kawasan Pantai Ujong Pancu sendiri memiliki karateristik sedimen yang didominasi oleh pasir halus dimana pada

Sistem penghawaan buatan menggunakan AC pada bangunan apartment dapat diterapkan di semua ruang yang ada, namun sebagai penunjang konsep filosofi simbiosis, penggunaan AC