• Tidak ada hasil yang ditemukan

233348960 Makalah Pengendalian Kesehatan Kerja

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "233348960 Makalah Pengendalian Kesehatan Kerja"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

1 | P e n g e n d a l i a n K e s e h a t a n K e r j a

MAKALAH

PENGENDALIAN KESEHATAN KERJA

NAMA: TIARA AGUSTINA

NIM: 03012269

Fakultas kedokteran Universitas Trisakti Kampus B

Jl. Kyai Tapa No.1, Grogol Jakarta 11440

(2)

2 | P e n g e n d a l i a n K e s e h a t a n K e r j a

LEMBAR PERSETUJUAN

Makalah dengan judul:

Pengendalian Kesehatan Kerja

Oleh,

NAMA: Tiara agustina

NIM: 032012269

Telah memenuhi persyaratan untuk dipertahankan

Didepan dewan pembimbing dan disetujui

Pada ... ,

….

... 2014

Menyetujui,

Pembimbing

(3)

3 | P e n g e n d a l i a n K e s e h a t a n K e r j a

DAFTAR ISI

Makalah Pengendalian Kesehatan Kerja

COVER MAKALAH...1

LEMBAR PERSETUJUAN...2

DAFTAR ISI...3

BAB 1. PENDAHULUAN...4

BAB 2. ISI 1.1.Definisi Pengendalian Kesehatan Kerja...5

1.2.Proses Manajemen Bahaya Kerja...6

BAB 3. KESIMPULAN...17

(4)

4 | P e n g e n d a l i a n K e s e h a t a n K e r j a

BAB I

PENDAHULUAN

Ilmu kesehatan kerja adalah bidang studi yang mempelajari cara pengukuran, evaluasi, dan penanggulangan bahaya di tempat kerja.

Ilmu keselamatan kerja adalah bidang studi yang mempelajari cara untuk memodifikasi peralatan dan proses kerja guna mencegah terjadinya kecelakaan di tempat kerja.

Ergonomi adalah bidang studi yang mempelajari cara mendesain peralatan, mesin, proses dan tempat kerja yang sesuai dengan kemampuan dan kerterbatasan manusia yang

menggunakannya.

Kombinasi kemampuan teknis kesehatan dan keselamatan kerja, ergonomi, serta praktik medis dibutuhkan untuk mencegah dan menanggulangi gangguan kesehatan akibat kerja.

Upaya Kesehatan Kerja adalah upaya penyerasian antara kapasitas kerja, beban kerja dan lingkungan kerja agar setiap pekerja dapat bekerja secara sehat tanpa membahayakan dirinya sendiri maupun masyarakat di sekelilingnya, agar diperoleh produktivitas kerja yang optimas (UU Kesehatan Tahun 1992 Pasal 23).

Kesehatan kerja meliputi berbagai upaya penyerasian antara pekerja dengan pekerjaan dan lingkungan kerjanya baik fisik maupun psikis dalam hal cara/metode kerja,proses kerja dan kondisi bertujuan untuk:

1. Memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan kerja masyarakat pekerja di semua lapangan kerja setinggi-tingginya baik fisik,mental maupun kesejahteraan sosialnya

2. Mencegah timbulnya gangguan kesehatan pada masyarakat pekerja yang dilibatkan oleh keadaan/kondisi lingkungan kerjanya

3. Memberikan pekerjaan dan perlindungan bagi pekerja di dalam pekerjaanya dari kemungkinan bahaya yang disebabkan oleh faktor-faktor yang membahayakan kesehatan

4. Menempatkan dan memelihara pekerja disuatu lingkungan pekerjaan yang sesuai dengan kemampuan fisik dan psikis pekerjaanya.

(5)

5 | P e n g e n d a l i a n K e s e h a t a n K e r j a

BAB II

ISI

Pengendalian Kesehatan Kerja

1.1Definisi kesehatan kerja

Bahaya kerja adalah setiap keadaan dalam lingkungan kerja yang berpotensi untuk terjadinya penyakit atau gangguan kesehatan akibat kerja,bahaya kerja terdiri dari:

1. 1. Bahaya kimiawi,meliputi konsentrasi uap,gas,atau aerosol dalam bentuk debu atau fume yang berlebihan di lingkungan kerja. Para pekerja dapat terpajan oleh bahaya kimiawi ini dengan cara inhalasi absorsi melalui kulit atau dengan cara mengiritasi kulit contohnya antara lain:gas,asap,cairan,dan zat berbahaya lainnya.

2. 2. Bahaya fisik,mencakup kebisingan,vibrasi,suhu lingkungan kerja yang terlalu ekstrem(terlalu panas/dingin),radiasi dan tekanan udara

3.Bahaya biologis,serangga,jamur,bakteri,virus,riketsia,klamidia merupakan bahaya biologis yang terdapat di lingkungan kerja. Para pekerja yang menangani atau memproses sediaan biologis tumbuhan atau hewan,pengolah bahan

makanan,pengangkut sampah dengan kerja yang tidak memadai,dapat terpajan oleh bahaya biologis

4.Bahaya ergonomis,seperti desain peralatan kerja,mesin,dan tempat kerja yang buruk,aktivitas mengangkat beban,jangkauan yang berlebihan,penerangan yang tidak memadai,vibrasi,gerakan yang berulang-ulang secara berlebihan dengan/tanpa posisi kerja yang janggal,dapat mengakibatkan timbulnya gangguan muskuloskeletal pada pekerjaan

(6)

6 | P e n g e n d a l i a n K e s e h a t a n K e r j a 1.2Proses Manajemen Bahaya Kerja

manajemen ancaman bahaya kerja adalah suatu proses interaksi yang digunakan oleh organisasi tempat kerja untuk mengidentifikasi,mengevaluasi,dan menanggulangi bahaya di tempatnya guna mengurangi resiko akibat bahaya tersebut.

Jadi, ,manajemen bahaya kerja merupakan suatu alat yang bila digunakan dengan benar akan menghasilkan lingkungan kerja yang aman bebas dari ancaman bahaya di tempat kerja. Tahapan manajemen bahaya kerja antara lain :

1. Identifikasi bahaya kerja 2. Evaluasi bahaya kerja

3. Penilaian hasil evaluasi bahaya kerja

4. Pengendalian dan pemantauan bahaya kerja (strategi manajemen bahaya kerja )  Identifikasi bahaya kerja

Proses yang dilaksanakan untuk mendeteksi adanya ancaman bahaya di tempat kerja. Langkah ini merupakan hal yang pertama dilakukan dalam manajemen bahaya kerja sebelum evaluasi yang lebih mendetail dilaksanakan; identifikasi bahaya kerja meliputi pengukuran kasar bahaya di lingkungan kerja. Banyak cara yang dapat dilakukan untuk mendapatkan informasi tentang adanya kemungkinan ancaman bahaya di tempat kerja. Penelitian tata laksana penyimpanan zat kimia, proses penelitian, mesin dan peralatan kerja, serta inspeksi tempat kerja (walk-through survey) dibutuhkan untuk dapat mengidentifikasi para pekerja yang terpajan ancaman bahaya kerja. Tahap pertama identifikasi bahaya kerja dapat dimulai dengan mengadakan pendekatan dan diskusi dengan para pekerja yang berhubungan langsung dengan mesin, peralatan, komponen fisik dan tata laksana pekerjaan di tempat kerja. Pendekatan dan diskusi ini dimaksudkan untuk menanyakan ancaman bahaya kerja yang sering kali/mungkin terjadi terhadap mereka. Sebagai pelengkap informasi, teman-teman kerja, supervisor, pimpinan perusahaan, serikat buruh di lingkungan kerjanya dan perusahaan asuransi kesehatan kerja dapat pula diwawancarai. Sumber informasi lainnya, antara lain:

1. MSDS (material safety data sheet) atau hazard data sheet yaitu lembaran khusus yang selalu disertakan pada produk zat kimia dasar, untuk

(7)

7 | P e n g e n d a l i a n K e s e h a t a n K e r j a

a. Identifikasi: nama produk, bentuk fisik (mis., bubuk, cairan, dan lain-lain), warna produk, bau produk, dan sebagainya.

b. Penyuplai resmi: nama, alamat, nomor telepon darurat orang yang dapat hubungi.

c. Komposisi: nama kimia, No. CAS (chemical abstracts series), sinonim, formulasi, nilai ambang batas pajanan, ketidakmurnian. d. Data fisik; titik didih, tekanan uap, gravitasi, dan titik lebur. e. Gangguan kesehatan: efek jangka panjang dan jangka pendek dari

inhalasi, kontak pada kulit, per oral, per injeksi, kontak pada mata, tanda deteksi dini dari pajanan yang berlebihan.

f. Tata cara penanganan bila zat kimia tumpah. g. Tata cara pertolongan pertama pada kecelakaan. h. Peringatan terhadap bahaya kebakaran.

i. Rekomendasi perlindungan perorangan.

j. Tata cara penyimpanan, anjuran pengemasan, dan pembuatan label. k. Data reaktivitas, seperti stabilitas, dekomposisi, interaksi dengan zat

kimia yang lain.

l. Peringatan khusus, dan lain-lain.

2. Referensi tentang kesehatan dan keselamatan kerja dapat dicari pada buletin organisasi kesehatan kerja international (seperti AIHA [American Induistrial Hygine Association], ACGHI [American Conference of Governmental Industrial Hygienists]), majalah ilmiah, buletin persatuan usaha sejenis, buletin ILO (International Labor Organization).

3. Informasi dari pabrik pembuat mesin dan peralatan kerja mengenai bahaya kerja yang diakibatkan oleh produk mereka.

4. Informasi tentang gangguan kesehatan akibat pekerjaan dan kecelakan kerja dapat dicari di biro statistik kesehatan pemerintah dan balai hiperkes. Informasi ini berguna untuk memprediksi kecenderungan gangguan

kesehatan dan kecelakaan akibat kerja pada suatu waktu di suatu tempat tertentu untuk mengupayakan pencegahan yang lebih akurat.

5. Standar dan aturan praktik.  Evaluasi bahaya kerja

(8)

8 | P e n g e n d a l i a n K e s e h a t a n K e r j a

kerja,seperti debu/uap di udara merupakan jalan masuk utama untuk terjadinya intoksikasi sistemik karena itu pengukuran objektif dosis bahaya kerja yang diterima oleh para pekerja merupakan komponen penting pada manajemen evaluasi bahaya kerja. Akan tetapi sebaiknya pada awal tahap ini tindakan pengendalian pada bahaya kerja serius,yang ditemukan pada tahap identifikasi bahaya kerja sudah harus dilaksanakan tanps menunggu hasil pengukuran yang objektif.

Berdasarkan hasil pengukuran objektif yang telah disimpulkan pada tahap berikutnya dapat diperkirakan akibat yang ditimbulkan oleh bahaya kerja yang ditemukan,besarnya kemungkinan dan frekuensi terjadinya gangguan

kesehatan/kecelakaan kerja,serta derajat pajanan bahaya kerja yang terjadi. 1. Pengukuran potensi pajanan bahaya kerja

Tidak semua potensi bahaya kerja dapat diukur,kenyataannnya pengukuran potensi bahaya kerja biasa dilakukan untuk menentukan potensi pajanan bahaya kerja kimiawi dalam bentuk debu/uap di lingkungan tempat kerja dan bahaya fisik akibat kebisingan dan sinar radioaktif

Pada pajanan debu/uap di lingkungan kerja,dosis pajanan bahaya kerja yang diterima individu tergantung dari faktor-faktor berikut ini:

 Jenis bahaya kerja(toksisitas,ukuran partikel udara terdapat

kontaminan lain di tempat kerja )  Derajat pajanan bahaya kerja

 Lama terjadinya pajanan bahaya kerja  Kerentanan individu

 Penggunaan alat pelindung diri ( respirator,baju kerja dan lain-lain)

Pengukuran dosis pajanan bahaya kerja dapat dilakukan dengan dua cara,yaitu

 Pemantauan lingkungan kerja

Pemantuan lingkungan kerja (eniromental monitoring)akan

memberikan informasi dasar tentang luas dan besarnya potensi suatu pajanan bahaya kerja di tempat kerja. Hasil pengukuran

(9)

9 | P e n g e n d a l i a n K e s e h a t a n K e r j a

dibandingkan dengan standar yang direkomendasikan dalam acuan resmi. Pemantauan ini dapat dilaksanakan dalam bentuk :

a) Personal breathing zone

Dilakukan dengan menggunakan alat pengumpul debu/uap kerja yang diletakan pada tubuh pekerja,sedekat mungkin dengan hidung atau mulutnya,untuk jangka waktu tertentu

Kegunaan alat tersebut untuk menangkap debu/uap kerja yang sama pada saat bernafas,di sekitar lingkar area pernafasan sehingga alat tersebut turut bergerak bersama-sama pekerja

Lingkar area pernafasan (brathing zone) merupakan area setengah lingkaran di depan muka dengan jari-jari 30 cm yamg di ukur dari garis pertengahan telinga

b) Positional fixed monitoring

Pemantauan ini dilakukann dengan meletakan alat pengumpul debu/uap kerja di tempat yang strategis pada lingkungan kerja alat ini biasanya berukuran lebih besar dan menggunakan tenaga listrik. Digunakan untuk mengukur sumber bahaya kerja yang keluar dari suatu tempat tertentu untuk mengukur

konsentrasi/derajat pajanan bahaya di beberapa tempat kerja secara simultan

 Pemantauan Biologis

Pemantauan biologis merupakan pengukuran suatu kimiawi tertentu atau metabolitnya pada cairan tubuh(darah/urine/hembusan nafas) umtuk menilai derajat pajanan suatu bahaya kerja tertentu. Pemantauan ini berperan penting dalam beberapa strategi evaluasi bahaya kerja

 Analisis Derajat Resiko Bahaya Kerja

Untuk menentukam beratnya resiko dan besarnya kemungkinan bahaya

kerja yang dapat terjadi

(10)

10 | P e n g e n d a l i a n K e s e h a t a n K e r j a

dan tingkat keseringan suatu kejadian yang ditimbulkan. Analisis ini harus mempertimbangkan kisaran konsekuensi potensial dan bagaimana Resiko dapat terjadi.

Metode analisis resiko yaitu :

1. Analisis Kualitatif, menggunakan bentuk kata atau skala deskriptif untuk menjelaskan seberapa besar kondisi potensial dari kemungkinan yang akan di ukur. Pada umumnya analisis kualitatif digunakan untuk menentukan prioritas tingkat Resiko yang lebih dahulu harus diselesaikan (AS / NZS 4360 : 1999).

2. Analisis Kuantitatif, menggunakan hasil perhitungan numerik untuk tiap konsekuensi dan tingkat probabilitas dengan menggunakan data variasi, seperti catatan kejadian, literatur, dan eksperimen. Dengan adanya sumber data tersebut, hasil analisis kuantitatif memiliki keakuratan lebih tinggi dibandingkan dengan analisis Resiko yang lain (Kolluru, 1996).

3. Analisis Semi Kuantitatif, metode ini pada prinsipnya hampir sama dengan metode analisis kualitatif, perbedannya terletak pada deskripsi parameter, pada analisis semi kuantitatif dinyatakan dengan nilai atau

1. Klasifikasi berat resiko bahaya kerja yang dapat terjadi

I. Sangat berat (catastrophic) dapat mengakibatkan kematian atau kehancuran seluruh properti beserta fasilitas yang ada di dalamnya

II. Berat(critical) dapat mengakibatkan gangguan kesehatan akibat kerja yang berat atau kerusakan properti dalam skala besar III. Sedang (marginal) dapat mengakibatkan gangguan kesehatan

akibat kerja yang ringan,biasanya mengakbatkan pekerja tidak dapat masuk kerja untuk beberapa hari atau kerusakan properti dalam skala kecil

(11)

11 | P e n g e n d a l i a n K e s e h a t a n K e r j a

2. Klasifikasi kemungkinan dan frekuensi resiko terjadinya bahaya kerja.

A. Kemungkinan terjadinya dalam waktu yang sangat pendek setelah terpajan oleh suatu bajhaya kerja

B. Kemungkinan besar akan terjadi pada suatu waktu C. Ada kemungkinan untuk terjadi pada suatu waktu D. Sangat tidak mungkin terjadi

 Kategori pajanan

Tahap terakhir dari evaluasi bahaya kerja adalah menentukan kategori pajanan,yaitu klasifikasi jumlah orang yang terpajan secara regular terhadap suatu bahaya kerja

1. Lebih dari 50 orang yang terpajan secara reguler 2. 10-49 orang yang terpajan secara reguler

3. 5-9 orang yang terpajan secara reguler

4. Kurang dari 5 orang yang terpajan secara reguler  Penilaian hasil evaluasi bahaya kerja

Penilaian hasil bahaya kerja merupakan hasil rangkuman peninjauan semua faktor yang mengakibatkan bahaya kerja pada manusia. Penilaian ini akan memberikan faktra dan kemungkinan yang relevan,sehingga memudahkan penetapan langkah berikutnya dalam pengendalian resiko masing-masing bahaya kerja. Prioritas bahaya kerja dapat di prioritaskan sebagai berikut:

1. Resiko ringan : kemungkinan kecil untuk terjadi serta akibat yang ditimbulkannya ringan maka bahaya kerja ini dapat diabaikan 2. Resiko sedang : kemungkinannya kecil untuk terjadi tapi akibatnya

cukup berat atau sebaliknya,maka perlu pelaksanaan manajemen resiko khusus

3. Resiko berat : sangat mungkin terjadi dan akan berakibat sangat buruk,maka harus dilaksanakan penanggulangannya sesegera mungkin

 Pengendalian resiko bahaya kerja

(12)

12 | P e n g e n d a l i a n K e s e h a t a n K e r j a

A. Pengendalian administratif

1. Kesehatan lingkungan,meliputi kebersihan tempat kerja,pembuangan sanpah,kesehatan perorangan,dan fasilitas makan/minum,serta pengendalian rayap

2. Pemeliharaan mesin dan peralatan,meliputi penjadwalan dan pelaksanaan pemeliharaan secara

periodik,pencatatan servis,perbaikan dan penggantian suku cadang,serta penyediaan suku cadang

3. Identifikasi resiko bahaya kerja yang belum terdeteksi 4. Semua mesin,peralatan,dan bahan baku yang digunakan

dalam proses industri harus sesuai dengan standar kesehatan dan keselamatan kerja

5. Rotasi pekerja bagi pekerjaan beresiko tinggi

6. Penggunaan jasa asuransi untuk memindahkan resiko bahaya kerja

7. Informasi dan pelatihan,meliputi orientasi bagi para pekerja yang masuk,informasi regular dan pelatihan periodik bagi para pekerja yang lama,membuat simbol peringatan kesehatan dan keselamatan kerja,serta

membuat/memperjelas/memeriksa kembali label produk zat kimiawi

B. Pengendalian teknik 1. Subtitusi

Subtitusi bahaya kerja merupakan alternatif terbaik untuk mengatasi pajanan bahaya kerja yang ada, yaitu dengan mengganti penggunaan zat kimiawi yang berbahaya dan atau mudah terbakar dengan yang kurang berbahaya, misalnya produk roda giling yang mengandung silika diganti dengan cara melapisinya dengan bahan aluminium oksida, alat penyemprot cat manual diganti dengan

(13)

13 | P e n g e n d a l i a n K e s e h a t a n K e r j a

Metode basah untuk menghilangkan debu industri yang berbahaya dari lingkungan kerja yaitu dengan menyiram sumber debu, lantai dan dinding di lingkungan kerja. Pada industri pengecoran logam dapat digunakan air bertekanan tinggi yang disemprotkan pada tempat semburan debu logam untuk membersihkan cetakan.

3. Ventilasi dengan penggunaan exhaust (kipas pembuangan) lokal

Debu atau uap industri yang berbahaya juga dapat dikurangi kuantitasnya dengan menghilangkannya dari zona

pernapasan pekerja, misalnya dengan pemasangan sistem

exhaust lokal untuk menangkap uap ferrioksida padat dari sumbernya di industri pengelasan.

4. Ventilasi dengan penggunaan exhaust umum atau ventilasi dilusi

Cara ini tidak dapat digunakan untuk menanggulangi debu atau uap berbahaya yang terlokalisasi, tetapi hanya berguna untuk mengatasi lingkungan kerja yang terpajan oleh sejumlah kecil debu atau uap berbahaya secara reguler, misalnya dengan penggunaan ventilasi alami seperti pintu atau jendela yang terbuka, cerobong, dan peralatan

pengaliran udara buatan seperti kipas angin dan blower. 5. Meminimalisasi kemungkinan bahaya di tempat kerja

Misalnya dengan mengurangi tenaga mesin yang berbahaya atau menggunakan tanda bahaya bila terjadi kesalahan. 6. Isolasi atau pemagaran

Isolasi bahaya kerja dari pekerja terdekat dilakukan dengan membuat dinding pembatas guna mengisolasi bahaya kerja tersebut. Isolasi terdiri dari tiga jenis, yaitu:

(14)

14 | P e n g e n d a l i a n K e s e h a t a n K e r j a

b. Isolasi jarak, misalnya penggunaan pengontrol jarak jauh (remote control) pada proses pemotongan dan penggosokan bahan-bahan industri yang menghasilkan debu berbahaya.

c. Isolasi waktu, misalnya penggunaan peralatan semiotomatis, sehingga pekerja tidak harus selalu berada di tempat yang berbahaya.

C. Penggunaan alat pelindung diri

Jika pengendalian bahaya kerja pada sumbernya atau pada saat penyebarannya tidak memungkinkan atau dibutuhkan perlindungan yang lebih ketat, maka pekerja itu sendiri harus dilindungi dari pajanan bahaya kerja dengan menggunakan alat pelindung diri.

Organ tubuh manusia yang sangat rentan terhadap pajanan bahaya kerja adalah mata, telinga, kulit, dan saluran pernapasan, sehingga harus dilindungi.

1. Pelindung mata dan muka

Dapat digunakan kaca mata kerja dan perisai muka untuk mencegah:

a. Percikan partikel ringan yang terlontar dengan kecepatan rendah

b. Percikan partikel berat yang terlontar dengan kecepatan tinggi

c. Percikan zat yang panas atau korosif

d. Kontak dengan mata akibat gas atau uap iritan e. Sorotan bermacam-macam sinar radiasi

elektromagnetik, termasuk sinar laser. 2. Perlindungan kulit atau permukaan tubuh

Baju kerja, sarung tangan kerja, celemek kerja, dan sepatu kerja dapat digunakan untuk mencegah:

a. Kerusakan kulit akibat reaksi alergik atau zat kimia yang korosif

b. Penyerapan zat kimia melalui kulit

(15)

15 | P e n g e n d a l i a n K e s e h a t a n K e r j a

d. Kerusakan akibat resiko trauma mekanik 3. Perlindungan saluran pernapasan

Untuk mencegah inhalasi bahaya kerja dalam bentuk debu atau uap kerja, maka mulut dan hidung harus ditutup oleh bahan yang dapat menyaring masuknya debu atau uap kerja. Alat pelindung pernapasan yang digunakan memiliki bermacam-macam bentuk, mulai dari yang paling

sederhana yaitu masker sekali pakai sampai respirator yang dilengkapi tabung oksigen. Namun demikian, pada

dasarnya alat perlindungan pernapasan terbagi atas dua macam, yaitu:

a. Respirator penyaring udara yaitu alat pembersih udara kotor yang menyaring atau mengabsorpsi kontaminan sebelum masuk ke saluran pernapasan. Alat ini terdiri dari dua jenis, yakni:

 Respirator masker penyaring debu yang

menggunakan filter khusus untuk menyaring debu atau uap kerja.

Cartridge respirator, yang menggunakan

cartridge untuk mengabsorpsi gas atau uap atau debu kerja. Alat ini memiliki beberapa bentuk, ada yang menutupi separuh muka (menutupi mulut, hidung, dan pipi) atau seluruh muka (termasuk mata).

b. Respirator penyuplai udara bersih yaitu alat yang melindungi saluran pernapasan dari udara yang terkontaminasi uap atau debu kerja, serta dapat menyuplai udara bersih. Alat ini terdiri dari dua jenis berdasarkan mekanisme kerjanya, yakni:

(16)

16 | P e n g e n d a l i a n K e s e h a t a n K e r j a

 Alat yang mengalirkan udara bersih dari kantong udara portabel (berisi udara yang terkompresi atau udara dalam bentuk cair atau oksigen) yang disebut self-contained breathing apparatus

(17)

17 | P e n g e n d a l i a n K e s e h a t a n K e r j a

BAB III

KESIMPULAN

manajemen ancaman bahaya kerja adalah suatu proses interaksi yang digunakan oleh organisasi tempat kerja untuk mengidentifikasi,mengevaluasi,dan menanggulangi bahaya di tempatnya guna mengurangi resiko akibat bahaya tersebut.

Jadi, ,manajemen bahaya kerja merupakan suatu alat yang bila digunakan dengan benar akan menghasilkan lingkungan kerja yang aman bebas dari ancaman bahaya di tempat kerja. Tahapan manajemen bahaya kerja antara lain :

1. Identifikasi Bahaya Kerja 2. Evaluasi Bahaya Kerja

3. Penilaian Hasil Evaluasi Bahaya Kerja

4. Pengendalian dan Pemantauan Bahaya Kerja (Strategi Manajemen Bahaya Kerja)

Sebagai suatu sistem program yang dibuat bagi pekerja maupun pengusaha, kesehatan dan keselamatan kerja atau K3 diharapkan dapat menjadi upaya preventif terhadap timbulnya kecelakaan kerja dan penyakit akibat hubungan kerja dalam lingkungan kerja. Pelaksanaan K3 diawali dengan cara mengenali hal-hal yang berpotensi menimbulkan kecelakaan kerja dan penyakit akibat hubungan kerja, dan tindakan antisipatif bila terjadi hal demikian. Tujuan dari dibuatnya sistem ini adalah untuk mengurangi biaya perusahaan apabila timbul kecelakaan kerja dan penyakit akibat hubungan kerja.

(18)

18 | P e n g e n d a l i a n K e s e h a t a n K e r j a

DAFTAR PUSTAKA

1. Alpha PN,Szylvres B. Zoonoses and Communicable Disease Common to Man and Animals. 2nd Ed. Washington : Pan American Health Organization W.H.O Scientific Publication No.503;1987

2. Bridger RS,editor .introduction to Ergonomic. Singapore:McGraw-Hill Book Co;1995 3. Hunter TA. Engineering Design for Safety.New york: McGraw-Hill,Inc,1992

4. Goh CL. Handbook of Occupational skin disease.Singapore : PG Publishing Pte Ltd;1990

5. Poerwanto, Helena dan Syaifullah. Hukum Perburuhan Bidang Kesehatan dan Keselamatan Kerja. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005.

6. Goldman RH.Suspecting Occupational Disease. Dalam : McCunny RJ.(Ed).Hanbook of Occupational Medicine.Boston : Litlle,Brown and Company.,1988

Referensi

Dokumen terkait

Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah suatu program yang dibuat pekerja maupun pengusaha sebagai upaya mencegah timbulnya kecelakaan dan penyakit akibat kerja dengan

Hasil penelitian menunjukkan upaya perlindungan preventif terhadap keselamatan dan kesehatan kerja bagi pekerja di PT Pembangunan Perumahan (Persero) Tbk Jakarta

Program kesehatan dan keselamatan kerja (K3) merupakan bagian dari suatu sistem suatu sistem program manajemen yang dibuat bagi pekerja maupun pengusaha sebagai upaya

Program Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah suatu sistem yang dibuat bagi pekerja sebagai upaya pencegahan timbulnya kecelakaan kerja dan penyakit akibat

Menurut Rizky Argama (2006), program Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah suatu sistem program yang dibuat bagi pekerja maupun pengusaha sebagai

Kesehatan dan keselamatan kerja adalah suatu program yang dibuat bagi pekerja/buruh maupun pengusaha sebagai upaya pencegahan (preventif) bagi timbulnya kecelakaan

Kesehatan,Keselamatan dan keamanan Kerja adalah suatu sistem program yang dibuat bagi Kesehatan,Keselamatan dan keamanan Kerja adalah suatu sistem program yang dibuat bagi

Menurut Sutedi (2009:170), Keselamatan dan Kesehatan kerja (K3) adalah suatu program yang dibuat bagi pekerja/buruh maupun pengusaha sebagai upaya pencegahan