• Tidak ada hasil yang ditemukan

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Status Ketetapan MPR dalam Sistem Peraturan Perundang-Undangan di Indonesia dan Kaitannya dalam Pranata Pengujian T1 312009041 BAB IV

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Status Ketetapan MPR dalam Sistem Peraturan Perundang-Undangan di Indonesia dan Kaitannya dalam Pranata Pengujian T1 312009041 BAB IV"

Copied!
4
0
0

Teks penuh

(1)

70

BAB IV

PENUTUP

Pada Bab ini akan ditarik kesimpulan dari penelitian ini, kemudian juga akan

disampaikan beberapa saran. Kesimpulan dari penelitian ini akan menjawab rumusan

masalah yang sebelumnya telah di uraikan pada Bab I serta saran yang akan

diberikan untuk MPR.

A.

Kesimpulan

1. Walaupun di dalam UU Nomor 10 Tahun 2004 Ketetapan MPR tidak masuk

dalam jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan, namun tetap

memiliki kekuatan hukum mengikat berdasarkan Tap MPR Nomor

I/MPR/2003 yang diakui berdasarkan Aturan Peralihan dan Aturan Tambahan

UUD 1945. Ketentuan Pasal I Aturan Tambahan UUD 1945 menyatakan

“Majelis Permusyawaratan Rakyat ditugasi untuk melakukan peninjauan

terhadap materi dan status hukum Ketetapan Majelis Permusyawaratan

Rakyat Sementara dan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat untuk

diambil putusan pada Sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat tahun 2003”.

Ketentuan ini merupakan dasar hukum lahirnya Tap MPR Nomor

I/MPR/2003. Oleh karena itu, masuknya Ketetapan MPR dalam jenis dan

(2)

71 tentang Pembetukan Peraturan Perundang-Undangan, dikatakan sebagai masa

kebangkitan dari Ketetapan MPR. Sehingga merupakan hal yang tepat jika

Ketetapan MPR kembali dimasukkan kedalam hirarki peraturan

perundang-undangan, Sehingga status Ketetapan MPR sangat jelas. Di lihat dalam

ketentuan Pasal 4 Tap MPR Nomor I/MPR/2003 di mana substansinya justru

menegasikan Pasal 7 UU Nomor 12 Tahun 2011 itu sendiri, sehingga

berdasarkan hal ini Ketetapan MPR dapat pula kita katakan sebagai salah satu

bentuk peraturan perundang-undangan dimana dengan dimasukkannya

kedalam hirarki tersebut akan lebih mudah untuk dijadikan pedoman dalam

pembuatan aturan hukum dibawahnya.

2. Pasal 9 UU No 12 Tahun 2011 hanya mengatur pengujian Undang-Undang

terhadap UUD, dan pengujian peraturan perundang-undangan di bawah

Undang-Undang. Yang pertama dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi,

sedangkan yang kedua menjadi kewenangan Mahkamah Agung. UUD 1945

pasal 24 ayat (1) juga hanya mengatur kewenangan Mahkamah Konstitusi dan

Mahkamah Agung. Karena eksistensi TAP MPR sudah menjadi materi

muatan Undang, maka cukup mengajukan pengujian

Undang-Undang terkait. Pasal 7 UU No 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan

Peraturan Perundang-undangan bisa diajukan judicial review. Dengan Hal ini

di katakana bahwa lembaga Negara yang berwenang untuk melakukan

pengujian terhadap Tap MPR yang bersifat regeling berdasarkan Tap MPR

(3)

72 MK karena pembentukan MK di Indonesia adalah untuk menjaga hak-hak

konstitusional warga Negara sehingga apapun peraturan yang dibuat oleh

lembaga atau pejabat Negara harus dikawal oleh MK supaya tidak melanggar

atau bertentangan dengan UUD 1945. Pengujian terhadap Tap MPR tersebut

dapat dilakukan juga oleh MPR sendiri. Sehingga kewenangan lembaga

legislatif dalam hal pengujian disebut sebagai legislave review. Dengan hal ini

melaksanakan fungsi utama MPR sebagai Konstituante, jika rakyat

menghendaki TAP MPR yang menetapkan konstitusi dapat dicabut dengan

adanya perubahan UUD. Begitu pula dengan TAP MPR pelantikan Presiden

dan Wakil Presiden, dengan adanya penggantian Presiden dan Wakil Presiden,

TAP MPR lama pun sudah tidak berlaku dengan adanya TAP MPR baru yang

melantik Presiden dan Wakil Presiden baru.

B.

Saran

1. Dengan masuknya kembali Ketetapan MPR kedalam hirariki Peraturan

Perundang-undangan, Pemerintah dan DPR seharusnya lebih memperhatikan

keberadaan dari Ketetapan-Ketetapan tersebut. Disamping itu pengaturan

mengenai pengujian akan Ketetapan MPR merupakan suatu hal yang belum

diatur, seharusnya Pemerintah bertindak dengan cepat untuk mengatur

masalah ini, apakah dapat diuji atau tidak, hal ini penting untuk menghindari

terjadinya kekosongan hukum yang terjadi dalam sistem hukum

(4)

73 2. Masuknya Ketetapan MPR dalam hirarki Peraturan Perundang-undangan

sebenarnya merupakan bentuk legitimasi terhadap ketetapan-ketetapan MPR

yang masih tersisa, hal ini disebabkan dikarenakan adanya

ketentuan-ketentuan dalam ketetapan MPR tersebut belum dilaksanakan atau belum

adanya Undang-Undang yang mengatur tentang hal itu, seharusnya

pemerintah dapat mengatasi hal ini dengan cara menarik aturan-aturan pokok

Negara yang terkandung dalam Ketetapan MPR kedalam UUD 1945 atau

dengan cara memasukkannya kedalam Undang-Undang, hal ini penting agar

kedepan Ketetapan MPR dapat dihilangkan dalam hirarki Peraturan

Perundang-undangan tanpa menimbulkan perdebatan diantara para ahli

Referensi

Dokumen terkait

Maka Nomor dan Suhu akan dikenali sebagai besaran leksik berupa nama variabel yang terdapat pada program tersebut. Sedangkan Var, Integer dan Real

dibawah yaitu kurva uji-t, dapat dinyatakan penjelasan bahwa diperoleh nilai t hitung sebesar 4.979, maka Ho ditolak karena nilai t hitung 4.979 lebih besar daripada nilai t

Apabila sasaran strategi yang ditetapkan mencakup perspektif yang luas seperti empat perspektif dalam balanced scorecard (keuangan, pelanggan, proses bisnis internal,

Dari 14 atribut yang dapat mempengaruhi tingkat kepuasan pelanggan, atribut yang paling mendekati harapan responden adalah kualitas produk, sebesar 98,27%, atribut yang melebihi

pengendalian sistem informasi penjualan dengan tujuan yang spesifik guna membantu pihak manajemen dalam mencapai tujuan bisnis perusahaan. Hero

Hasil pengukuran unsur jasa ini berdasarkan tingkat kepentingan dan kinerjanya yang memungkinkan pihak PJN Harapan Kita untuk dapat menitikberatkan usaha perbaikan untuk hal

Sejarah Manajemen Sumber Daya Manusia sebelum permulaan abad kedua puluh manusia dipandang sebagai barang, benda mati yang dapat diperlakukan sekehendak kali oleh majikan, hingga

Kerja TerampiJ dan Tanah Internasional 166 (Lanjutan) 138 Studi Kasus 6-3 Berbagai Keuntungan yang S.6C Pembalikan Intensitas Faktor Produksi 139 Didapatkan