KEPURBAKALAAN KOMPLEK MAKAM SYEKH IBRAHIM ASMOROQONDI DI TUBAN
(Studi Sejarah dan Akulturasi)
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Dalam Program Strata Satu (S-1) Pada Jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam (SKI)
Oleh :
Siti Nur Mahmudah
NIM : A82211122
Dosen Pembimbing :
Dr. H. Imam Ghazali, M.A NIP. 196002121990031002
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
SEJARAH KEBUDAYAAN SLAM SURABAYA
ABSTRAK
Siti Nur Mahmudah
Key: Purbakala; Makam; Asmoroqondi; Sejarah; Akulturasi; Biografi; Profil Pembimbing: Imam Ghazali
Penyebaran Islam di Jawa tidak lepas dari peran wali, yang dalam konsepsi orang Jawa disebut sebagai wali songo. Melalui peran wali songo inilah Islam berkembang dan melembaga di dalam kehidupan masyarakat, sehingga banyak tradisi yang dinisbahkan sebagai kreasi dan hasil cipta rasa wali songo yang hingga sekarang tetap terpelihara di tengah-tengah masyarakat
Skripsi ini berjudul KEPURBAKALAAN KOMPLEK MAKAM SYEKH IBRAHIM ASMOROQONDI DI TUBAN (Studi Sejarah dan Akulturasi). Masalah yang diangkat dalam penulisan ini adalah 1) Bagaimana kondisi Tuban sebelum datangnya Islam? 2) Bagaimana peran Syekh Ibrahim ASmoroqondi dalam proses masuknya Islam di Tuban? 3) Bagaimana Segi akulturasi budaya pada komplek makam Ibrahim Asmoroqondi ?
DAFTAR ISI
SAMPUL DALAM ... i
PERNYATAAN KEASLIAN ... ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii
PENGESAHAN ... iv
PEDOMAN TRANSILITASI ... v
KATA PENGANTAR ... vi
ABSTRAK ... viii
DAFTAR ISI ... ix
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 4
C. Tujuan Penelitian ... 5
D. Kegunaan Penelitian... 5
E. Pendekatan dan Kerangka Teoretik ... 6
F. Penelitian Terdahulu ... 8
G. Metode Penelitian... 9
H. Sistematika Bahasan... 11
BAB II KONDISI MASYARAKAT TUBAN SEBELUM DATANGNYA ISLAM A. Letak Geografis Tuban ... 13
B. Kondisi Kepercayaan Masyarakat Tuban ... 17
C. Kondisi sosial agama Masyarakat Tuban ... 21
BAB III MASUKNYA ISLAM DAN DAKWAH SYEKH IBRAHIM ASMOROQONDI A. Masuknya Islam di Tuban ... 26
B. Saluran-saluran Islamisasi di Tuban ... 29
C. Biografi Syekh Ibrahim Asmoroqondi ... 33
BAB IV AKULTURASI BUDAYA PADA KOMPLEK MAKAM SYEKH IBRAHIM ASMOROQONDI DI TUBAN
A. Letak Geografis Makam Syaikh Ibrahim Asmoroqondi ... 51
B. Tata Letak dan Struktur Bangunan ... 53
C. Peninggalan-peninggalan Pada Komplek Makam Syekh
Ibrahim Asmoroqondi ... 62
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ... 70
B. Saran ... 72
DAFTAR PUSTAKA
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Datangnya Islam dan penyebaran Islam haruslah dibedakan.
Kedatangan Islam di Indonesia terdapat diskusi dan perdebatan panjang
antara para ahli mengenai tiga masalah pokok yaitu tempat asal
kedatangan Islam, para pembawanya dan waktu kedatangannya. Sejumlah
sarjana, kebanyakan asal Belanda, memegang teori bahwa asal-muasal
Islam di Nusantara adalah anak benua India, bukannya Persia atau Arabia.
Sarjana pertama yang mengemukakan teori ini adalah Pijnappel, dia
mengaitkan asal-muasal Islam di Nusantara dengan wilayah Gujarat dan
Malabar. Yaitu orang-orang Arab bermazhab Syafi‟i yang bermigrasi dan
menetap di wilayah India tersebut yang kemudian membawa Islam ke
Nusantara.1
Teori ini kemudian dikembangkan oleh Snouck Hurgronje yang
berhujah, ketika Islam mengalami perkembangan dan cukup kuat di
beberapa kota pelabuhan di anak benua India, sebagian kaum Muslim
Deccan tinggal di sana sebagai pedagang, perantara dalam perdagangan
Timur Tengah dengan Nusantara. Orang-orang Deccan ini datang ke dunia
Melayu-Indonesia sebagai penyebar Islam pertama. Kemudian
orang-orang Arab menyusul pada masa-masa selanjutnya. Mengenai waktu
kedatangannya dan wilayah mana di India sebagai tempat asal datangnya
1
2
Islam di Nusantara. Ia memberikan prediksi waktu, yakni sekitar abad ke
12 sebagai periode yang paling mungkin sebagai awal penyebaran Islam di
Nusantara.2
Menurut Graaf, seperti dikutip Nur Syam berdasarkan atas studinya
terhadap cerita-cerita Islamisasi di Nusantara dapat dibedakan menjadi tiga
metode penyebaran Islam, yaitu oleh pedagang muslim dalam jalur
perdagangan yang damai, oleh para da‟I dan orang suci (wali) yang datang
dari India atau Arab yang sengaja bertujuan mengIslamkan orang-orang
kafir dan meningkatkan pengetahuan mereka yang beriman dan dengan
kekeuasaan atau memaklumkan perang terhadap negara-negara
penyembah berhala. Jadi Islam disebarkan dengan cara perdagangan,
pendakwah sufi dan politik.3
Peran pesisir utara Jawa di dalam proses pelembagaan Islam tentunya
sangat besar terutama abad ke-15 dan 16. Berdasarkan berita-berita
Portugis dapat digambarkan bahwa masyarakat pesisir utara Jawa abad
ke-16 M. Dapat direkonstruksi , pertama, penduduk Bandar-bandar di pantai
utara Jawa kebanyakan orang Islam, baik keturunan asing, asli maupun
campuran. Kedua, kekuasaan politik dalam komunitas Bandar ini sudah
berada di tangan adipati-adipati yang beragama Islam. Ketiga, lama
kelamaan adipati-adipati di pantai utara Jawa tersebut membangkang
kepada Majapahit dan mereka dihukum atas tindakan-tindakan tersebut.
Keempat, sebagian penguasa Bandar tersebut adalah keturunan Jawa asli,
2
Ibid.,3. 3
3
sebagian lainnya keturunan campuran Jawa dengan lainnya. Misalnya
Adipati Tuban adalah Jawa asli, sedangkan Adipati Demak adalah
kturunan campuran. Ini berarti bahwa Islam di daerah pantai utara Jawa
sudah mapan di abad ke-15 dan 16.4
Penyebaran Islam di Jawa tidak lepas dari peran wali, yang dalam
konsepsi orang Jawa disebut sebagai wali songo. Melalui peran wali songo
inilah Islam berkembang dan melembaga di dalam kehidupan masyarakat,
sehingga banyak tradisi yang dinisbahkan sebagai kreasi dan hasil cipta
rasa wali songo yang hingga sekarang tetap terpelihara di tengah-tengah
masyarakat.5
Kata „wali‟ berasal dari bahasa arab Wala-Yali Waliya, yang berarti
qaraba yaitu dekat. Menurut pemahaman yang berkembang dalam ‘urf (
tradisi) diJawa, perkataan wali menjadi sbeutan bagi orang yang di anggap
keramat. Dalam kaitan ini ditemuilah istilah Walisongo atau Sembilan
orang waliyullah, penyiar terpenting agama Islam ditanah Jawa.
Selanjutnya, kata songo adalah nama angka hitungan Jawa yang berarti
Sembilan. Namun, meski perkataan walisongo sudah lazim disebut orang,
tetapi sesungguhnya kalau dihitung satu per satu keseluruhan mereka yang
digolongkan ke dalam julukan walisongo tersebut bukanlah berjumlah
Sembilan tetapi bisa berlebih atau kurang.6
Salah satu nama tokoh yang tidak termasuk dalam jajaran walisongo
adalah Sosok yang bernama Syekh Ibrahim Asmoroqondi yang
4
Ibid.,71-70. 5
Ibid.,70. 6
4
menyebarkan Islam di pesisir pantai utara tepatnya di desa Geshikharjo
Palang Tuban.7 Selain dakwah Ibrahim Asmoroqondi menyebarkan Islam
di Tuban, penulis juga menjelaskan tentang akulturasi budaya yang di
bawa Ibrahim Asmoroqondi, yakni pada awalnya Jawa kental dengan
agama Hindu-Budha dan budayanya, setelah Ibrahim Asmoroqondi
menyebarkan Islam, Tuban menjadi lebih agamis dan budayanyapun
menjadi budaya Islam. Dari segi budaya, kedua budaya dapat berjalan
dengan berdampingan yakni budaya lama (Hindu) dan budaya baru
(Islam).
Desa Gesik terletak kurang lebih 10 Km dari ibu kota kabupaten
Tuban, yaitu sebelah timur dan sebelah timur dan berada pada jalur pantai
utara, kira-kira 100 M dari jalan raya. Ibrahim Asmoroqondi memang
tidak termasuk dalam jajaran wali songo yang dikenal oleh masyarakat
luas, akan tetapi peran dari Ibrahim Asmoroqondi ini sangatlah penting
untuk di ingat dalam penyebaran Islam di desa Gesik. Selain itu meskipun
bukan dari jajaran wali yang dikenal, banyak juga para peziarah yang
datang ke makam untuk berziarah, dari situ penulis merasa tertarik untuk
mengungkap tentang apa dan siapa yang tersimpan dibalik sebuah makam
yang banyak dikunjungi.
B. Rumusan Masalah
Sesuai dengan latar belakang tersebut, maka peneliti akan menetapkan
rumusan masalah sebagai berikut:
7
5
1. Bagaimana kondisi Tuban sebelum datangnya Islam?
2. Bagaimana peran Syekh Ibrahim ASmoroqondi dalam proses
masuknya Islam di Tuban?
3. Bagaimana Segi akulturasi budaya pada komplek makam Ibrahim
Asmoroqondi ?
C. Tujuan Penelitian
Sehubungan dengan perumusan permasalahan yang dikemukakan di
atas, maka tujuan penulisan skripsi ini pada hakekatnya adalah:
1. Untuk mengetahui kondisi Tuban pra Islam.
2. Untuk mengetahui peran Syekh Ibrahim Asmoroqondi dalam
proses masuknya Islam di Tuban.
3. Untuk mengetahui akulturasi pada komplek makam Syekh
Ibrahim Asmoroqondi.
D. Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat yang positif
bagi semua orang baik dari sisi akademik maupun dari sisi praktis.
1. Dapat memberika kontribusi terhadap pengembangan dalam
penulisan, baik dibidang sejarah, social, maupun budaya.
2. Sebagai bahan masukan atau gambaran untuk dijadikan tambahan
referensi dalam perpustakaan.
3. Bermanfaat bagi pengembangan dunia keilmuan Fakultas Adab
dan Humaniora UIN Sunan Ampel Surabaya khusunya jurusan
6
4. Bagi masyarakat, hasil penelitian ini sebagai gambaran atau
informasi tentang perjuangan penyabaran Islam oleh Syekh
Ibrahim Asmoroqondi di Tuban dan adanya akulturasi pada
bangunan komplek makam Syekh Ibrahim Asmoroqondi .
E. Pendekatan dan Kerangka Teoritik
Dalam memperjelas dan mempermudah proses pembuatan skripsi
yang berjudul Kepurbakalaan Komplek Makam Syekh Ibrahim
Asmoroqondi di Tuban. Penulis akan menggunakan pendekatan historis
dengan tujuan untuk mengetahui dan mendiskripsikan fakta sejarah di
Tuban. Penulis juga menggunakan pendekatan adaptasi kultural yakni
perubahan kebudayaan dilihat dari proses adaptasi, yaitu adaptasi terhadap
lingkungan alam di mana kebudayaan itu berada. Sistem ini lah yang
selalu mencoba untuk beradabtasi antara system satu sistem dengan sistem
yang lain.8 seperti perubahan budaya yang dibawakan Ibrahim
Asmoroqondi, sebagaimana yang telah disebutkan bahwa pada mulanya
di Jawa umumya adalah agama Hindu-Budha. Seiring berjalannya waktu,
Islam merupakan agama baru yang dibawa oleh sunan Syekh Ibrahim
Asmoroqondi menjadi agama yang banyak di anut oleh masyarakat desa
Gesik.
Pada penelitian ini penulis menggunakan teori perubahan. Setiap
manusia selama hidupnya pasti mengalami perubahan-perubahan.
Perubahan itu ada yang bergerak cepat ataupun lambat. Perubahan sosial
8
7
yang terjadi dalam masyarakat dapat bersifat progress atau regres, luas
ataupun terbatas, cepat atau lambat mengenai nilai-nilai sosial,
norma-norma social dan sebagainya.9
Seperti yang dikutip oleh Sarjono Soekanto, Taylor mengartikan
hubungan antara perubahan sosial dan perubahan kebudayaan adalah
kebudayaan suatu komplek yang mencakup pengetahuan, kepercayaan,
kesenian, moral, hukum adat istiadat, dan setiap kemampuan serta
kebiasaan manusia sebagai warga masyarakat, perubahan-perubahan
kebudayaan merupakan setiap perubahan dari unsur-unsur tersebut.
Misalnya datangnya Syekh Ibrahim Asmaraqandhi ke Tuban khususnya
di desa Gesikharjo telah menyebabkan perubahan-perubahan dari
pola-pola perilaku, seperti dari segi norma-norma, nilai-nilai sosial, yang
menjadikan masyarakat saat itu lebih mengenal dengan menganut ajaran
agama Islam.10
Uraian tersebut menjelakan bahwa pendekatan historis dan adaptasi
kultural, serta teori perubahan bisa digunakan sebagai pisau analisis dalam
penelitian ini, sehingga dapat ditarik kesimpulan sementara, bahwa faktor
internalnya adalah Islam sebagai agama baru yang Rahmatanlilalamin.
Sedangkan faktor eksternalnya karena tuntutan msyarakat yang semakin
maju dari zaman kerajaan Hindu-Budha menuju masyarakat muslim yang
dinamis.
9
Kurnadi Shab, Sosiologi Pedesaan (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2007), 14. 10
8
F. Penelitian Terdahulu
Yang berkaitan dengan Syekh Ibrahim Asmoroqondi peneliti
menemukan karya ilmiah sebagai berikut:
1. Skripsi berjudul: “ Islamisasi di Tuban (Studi tentang masuknya Islam
Dan Perkembangannya sampai Abad XVII M) oleh Muhamad Muklish
fakultas Adab, IAIN Sunan Ampel Surabaya, 2004. Skripsi ini
membahas tentang Islamisasi Tuban dan tokoh-tokohnya termasuk
Syekh Ibrahim Asmoroqondi yang berjasa dalam penyebaran Islam di
Tuban.
2. Buku penelitian Sang Pemberi Arah Dalam Sejarah (Mengenali
Tentang Ibrahim Asmoro), oleh Asmudyaningsih. Buku ini
menjelaskan tentang makam, peninggalan-peninggalan Syekh Ibrahim
Asmoroqondi serta perjuangannya dalam menyabarkan Islam di desa
Geshik, Palang-Tuban.
3. Skripsi berjudul: “Kepurbakalaan Islam Komplek Makam Sunan
Ampel ( Sebuah Tinjauan Akulturatif ) oleh Siti Mujannah fakultas
Adab, IAIN Sunan Ampel Surabaya, 1998. Skripsi ini membahas
tentang unsur-unsur yang berakulturasi dan bangunan-bangunan yang
berakulturasi pada komplek makam Sunan Ampel.
G. Metode Penelitian
Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode historis karena
9
dan menganalisis peristiwa-peristiwa masa lampau. Metode historis ini
bertumpu pada empat langkah yaitu:
1. Heuristik
Heuristik merupakan langkah awal dalam penelitian untuk
mencari sumber-sumber dan mendapatkan data-data atau materi
sejarah.11 Dalam hal ini penulis melakukan wawancara dengan
Bapak Agus, sebagai juru kunci makam Syekh Ibrahim
Asmoroqondi, dan mencari data melalui sumber pustaka/sumber
tertulis serta melakukan observasi situs-situs pada komplek
makam Syekh Ibrahim Asmoroqondi.
2. Interpretasi
Interpretasi atau penafsiran sejarah seringkali disebut juga
dengan analisis sejarah. Analisis sendiri berarti menguraikan dan
secara terminologis berbeda dengan sintesis yang berarti
menyatukan. Dalam proses interpretasi sejarah, seorang peneliti
harus berusaha mencapai pengertian faktor-faktor yang
menyebabkan terjadinya peristiwa.
Data sejarah kadang mengandung beberapa sebab yang
membantu mencapai hasil dalam berbagai bentuknya. Walaupun
suatu sebab kadangkala dapat mengantarkan kepada hasil tertentu,
tetapi mungkin juga sebab yang sama dapat mengantarkan pada
11
10
hasil yang berlawanan pada dalam lingkungan lain.12 Dalam hal
ini penulis mengkaitkan interpretasi ke dalam skripsi ini, di mana
penulis akan menggunakan metode sejarah sebagai analisis dan
hasil informasi dari sumber yang berhubungan dengan
kepurbakalaan komplek makam Syekh Ibrahim Asmoroqondi di
Tuban.
3. Analisis Data
Menurut Moleong mengutip dari pendapat Patton bahwa
yang dimaksud dari analisis data adalah proses mengatur urutan
data, mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, kategori dan
uraian suatu dasar.13Jadi, Setelah penelitian terkumpul, selanjutnya
penelitian melakukan analisis terhadap data yang didapatkan.
Analisis itu sendiri berarti menguraikan data sehingga data itu
pada gilirannya dapat ditarik pengertian dan kesimpulan.14 Metode
analisis yaitu berarti mengadakan interpretasi terhadap data-data
yang telah tersusun dan terseleksi.
Untuk dapat menganalisis data kualitatif Penulis
menggunakan metode sejarah yakni melalui data artefak tidak
bertulis (nisan) dan data tertulis, dari melihat data tersebut penulis
membagi menjadi dua yakni data Arkeologi dan Sejarah.
kemudian berdasarkan atas fenomena-fenomena dan fakta untuk
12
Dudung Abdurrahman, Metode Penelitian Sejarah (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999), 65. 13
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2002), Cet ke-17, 107.
14
11
memahami unsur-unsur suatu pengetahuan yang menyeluruh,
penulis mendeskripsikan dalam suatu kesimpulan.
4. Historiografi
Pada fase terakhir historiografi merupakan cara penulisan,
pemaparan atau pelaporan hasil penelitian sejarah yang telah
dilakukan. Seperti laporan ilmiah, penulisan hasil penelitian
sejarah itu hendaknya dapat memberikan gambaran yang jelas
mengenai proses penelitian, sejak awal sampai dengan akhir.15
H. Sistematika Pembahasan
Bahasan-bahasan dalam penelitian ini akan dituangkan dalam
lima bab terkait antara satu dengan yang lainnya, seeara logis dan
sistematis. Pada bagian utama di bagi dalam lima bab yaitu:
BAB I. Pendahuluan
Bab ini merupakan pengantar dari bab-bab selanjutnya yang
memuat latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan
penelitian, kegunaan penelitian, pendekatan dan kerangka teoritik,
penelitian terdahulu, metode penelitian, sistematika pembahasan.
BAB II. Kondisi Tuban Pra Islam
Pada bab ini menjelaskan tentang kondisi masyarakat Tuban
sebelum datangnya Islam yang meliputi tiga sub bab yaitu letak
geografis Tuban, kondisi kepercayaan masyarakat Tuban sebelum
Islam, dan kondisi sosial budaya masyarkat Tuban.
15
12
BAB III. Masuknya Islam Dan Dakwah Ibrahim Asmoroqondi Bab ini menjelaskan bagaimana masuknya Islam di Tuban, dan
membahas tentang peran Syekh Ibrahim Asmoroqondi dalam
penyebaran Islam di desa Geshik yang meliputi empat sub bab
yaitu masuknya islam di Tuban, saluran islamisai di Tuban,
biografi singkat Syekh Ibrahim Asmoroqondi, dan ajaran-ajaran
Syekh Ibrahim Asmoroqondi.
BAB IV. Beberapa Segi Akulturasi Pada Kepurbakalaan Komplek Makam Ibrahim Asmoroqondi
Dalam bab ini akan membahas dan menguraikan tentang tata letak,
segi bangunan, dan juga adanya akulturasi budaya hindu dan
Islam, yang tercermin dalam budaya masyarakat Tuban, serta
akulturasi pada kepurbakalaan komplek makam Ibrahim
Asmoroqondi.
BAB V. penutup
13
BAB II
KONDISI MASYARAKAT TUBAN SEBELUM ISLAM
A. Letak Geografis Tuban
Tuban merupakan salah satu kota tua di jalur pantai utara. Luas
wilayah Kabupaten Tuban 183.994.561 Ha, dan wilayah laut seluas 22.068
km2. Letak astronomi Kabupaten Tuban pada koordinat 111 30‟ -112 35‟
BT dan 6 40‟ - 7 18‟ LS. Panjang wilayah pantai 65 km. secara
administrative daerah ini tergabung di dalam propinsi Jawa Timur.Wilayah
Tuban berbatasan dengan daerah-daerah sebagai berikut.
Sebelah utara: laut jawa
Sebelah timur: kabupaten lamongan
Sebelah selatan: kabupaten bojonegoro
Sebelah barat: kabupaten blora dan rembang.
Wilayah Tuban, yang meliputi bagian utara Jawa Timur sebelah barat,
di sebelah utara terbentang laut jawa, di sebelah selatan mengalir
bengawan solo, di sebelah barat mengalir sungai sarang, dan di sebelah
timur mengalir sungai lohgung. Dibagian tengah wilayah ini, di antara
daerah pesisir/ pantai utara dan bengawan solo, terbentang bagian timur
penghujung kapur utara. Ketinggian daratan di kabupaten Tuban berkisar
14
di jalur pantura dan titik tertinggi 500 m yang berada dikecamatan
Grabagan.16
Karena letak geografis Tuban yang sangat strategis berbatasan
langsung dengan pantai dan mempunyai pelabuhan yang sekitar abad XIV
M, ramai dikunjungi para pedagang dari dalam maupun luar nusantara,
menjadikan Tuban sebagai salah satu daerah yang mengambil peran
penting dalam sejarah kebudayaan Indonesia.
Adapun kondisi alam wilayah Tuban ada tiga aspek yaitu:
a. Iklim/cuaca
Daerah Tuban beriklim tropis, curah hujan rata-rata 1400
mm per tahun atau 69,5 hari hujan per tahun di daerah pesisir
pantai utara, 1600 mm per tahun atau 91,7 hari per tahun di daerah
bengawan solo. Musim hujan di daerah ini berlangsung di bulan
Oktober sampai April, bersamaan dengan angin Passat barat laut.
Di musim kemarau udara sangat kering dengan curah hujan
rata-rata dibawah 100 mm. darah yang agak kering sampai sangat
kering meliputi areal seluas 174.298,06 Ha (97,73%) dari luas
wilayah Tuban, sedangkan sisanya kurang lebih 9.696,51 Ha
(57%) merupakan wilayah yang cukup basah.
b. Topografi Tanah
Secara garis besar wilayah Tuban berdasarkan ketinggian
daerah dari permukaan air laut terbagi dalam tiga daerah, yaitu
16
15
1. Daerah dataran rendah dengan ketinggian 0-25 m di atas
permukaan air laut.
2. Daerah perbukitan dengan ketinggian 26-100 m di atas
permukaan air laut.
3. Daerah pegunungan dengan ketinggian lebih dari 100m
di atas permukaan air laut.
Kondisi tanah daerah Tuban rata-rata tandus yang terdiri
dari 5% endapan batu kapur,34% endapan air sungai serta batuan
beku dan batuan endapan yang terdapat di kecamatan Jatirogo,
Kenduruan, Parengan, Bangilan, Senori, Singgahan, Plumpang,
dan wilayah Widang.17
c. Aliran sungai
Daerah aliran sungai di wilayah Tuban sebagian besar
sungai terdapat di daerah bagian selatan yang bermuara di
bengawan solo. Sungai-sungai di daerah pesisir kebanyakan
bermata air di daerah perbukitan atau pegunungan misalnya sungai
sarang, kesambi, bagoran, prumpung, menengan, gayungan, beji,
lohgung, dan klero yang merupakan sungai yang agak besar dan
terpanjang di daerah ini. Sedangkan sungai-sungai yang mengalir
dan bermuara di bengawan solo yaitu sungai kacangan, pundong,
ampel, gulakar, geneng, kereng, temulus, kening, dan bugel.
17
16
Di antara sungai-sungai ini yang merupakan daerah subur
adalah sekitar sungai Kereng, Kening, dan Bugel, karena daerah
sekitar sungai ini adalah daerah endapan alluvial dan dekat dengan
aliran yang bermuara di Bengawan Solo. kemudian di daerah
muara-muara aliran sungai ini bermunculan
pemukiman-pemukiman penduduk yang berkembang pula menjadi pusat
perdagangan, pelayaran, dan penyebaran antar daerah.
Pada masa Airlangga menjadi Raja Medang (1019-1041),
sesudah negeri itu di rusak musuh. Kemudian Airlangga
mendirikan keraton baru di Kahuripan. Kemakmuran rakyat
diperhatikan benar, aliran sungai Brantas diperbaikinya, sehingga
perahu-perahu dapat berlabuh dengan tenang dan aman di hujung
galuh, pelabuhan Kahuripan yang makmur pada masa itu. Karena
Ujung Galuh menjadi pelabuhan pertama untuk perniagaan antar
pulau, maka pelabuhan antar Negara ditempatkan di Kambang
Putih. Yakni di dekat Tuban yang sekarang. Airlangga mengambil
sebuah tindakan untuk memajukan perniagaan di sana antara lain
pembebasan dari beberapa jenis pajak orang-orang asing yang
berdagang di Kambang putih dan berasal dari jauh. Menurut
daftar yang terdaftar dalam prasasti-prasasti Airlangga terdapat
para pedagang dari India utara, India selatan, Birma, Kamboja dan
Campa.18
18
17
Pelabuhan Tuban menurut pengaturan jalan
menghubungkan kota tersebut dengan pusat pemerintahan yang
mungkin letaknya agak jauh dari pelabuhan. Sejumlah prasasti
dari zaman Airlangga yang terdapat di daerah Babat, Ngimbang
dan Ploso menunjukkan bahwa daerah yang melalui jalan dari
Tuban ke Babat menuju ke Jombang mendapat perhatian dari
Airlangga.
Menurut Ma Huan dalam bukunya “ Ying Yai Sheng Lan”,
seperti yang dikutip oleh R.Soeparmo, orang yang pergi kejawa,
kapal-kapalnya lebih dahulu sampai di Tuban. Kemudian dengan
melalui Gresik yang penduduknya kebanyakan orang Tionghoa,
kemudian mereka tiba di Surabaya. Di sini orang-orang pindah ke
perahu-perahu kecil yang kemudian berlayar ke Cangu. Melalui
jalan Darat orang-orang tersebut pergi ke selatan dan tibalah
mereka di kerajaan Majapahit tempat kediaman sang Prabu.19
B. Kepercayaan Masyarakat Tuban Sebelum Islam
Jauh sebelum agama Islam datang dan menyebar luas di Indonesia,
beberapa abad lamanya bangsa Indonesia dan khususnya masyarakat Jawa
telah memiliki suatu kepercayaan asli yaitu dinamisme dan animisme.
Keperacayaan asli oleh para pemikir barat disebut dengan religion magis.
Ini merupakan nilai budaya yang paling mengakar dalam masyarakat jawa.
Kepercayaan animisme dan dinamisme sangat mempercayai ruh-ruh halus
19
18
dan daya-daya tersebut terdapat di dalam semesta atau alam rohani, yang
eksistensinya langsung mempengaruhi dan menguasai hidup mnusia. Ruh
dan manusia ini dipandang sebagai Tuhan-Tuhan yang Maha Esa yang
langsung dapat mencelakakan, serta sebaliknya dapat menolong kehidupan
manusia.20
Konsep-konsep yang mendasari kepercayaan asli ini adalah adanya
anggapan bahwa alam semesta ini didiami oleh mahluk-mahluk halus dan
ruh-ruh, selain itu alam dianggap memiliki kekuatan yang melebihi
kekuatan manusia (Adikodrati). Atas dasar konsep itu, manusia selalu
berusaha menjalin hubungan dengan kekuatan di luar dirinya agar bisa
diberi kesejahteraan dan kesuburan. Tujuan tersebut langsung dapat
dicapai melalui simbul atau lambang tersebut dapat memudahkan
pemahaman dan penggambaran sesuatu adikodrati.21
Masyarakat Indonesia sebelum datangnya pengaruh agama
Hindu-Budha merupakan masyarakat yang susunannya teratur. Sebagai
masyarakat yang masih sederhana, wajar bila animisme dan dinamisme
menjadi inti kebudayaan yang mewarnai seluruh aktivitas kehidupan
masyarakat.22 Sejalan dengan perkembangan zaman dinamika keberadaan
animisme dan dinamisme harus berhadapan dengan pengaruh kebudayaan
dan kepercayaan dari luar yaitu agama Hindu dan Budha. Munculnya
pengaruh Hindu-Budha ini dibarengi dengan munculnya sistem Kerajaan.
20
Simuh, Sufisme Jawa (Yogyakarta: Bentang Budaya, cet 1,2002), 111-112. 21
Sartono Kartodirjo, Bunga Rampai Sejarah 700 Tahun Majapahit (Jawa Timur: Diperda jatim, 1993), 98.
22
19
Dalam melacak kondisi kepercayaan masyarakat Tuban khusunya
dan Jawa serta Nusantara pada umumnya sebelum datangnya Islam, tidak
bisa dilepaskan dari kepercayaan yang berkembang dalam sejarah
kebudayaan zaman purba Indonesia. Masa ini berlangsung sejak datangnya
agama Hindu yaitu pada abad pertama masehi sampai tahun 1500 M
dengan ditandai runtuhnya Kerajaan Majapahit.23 Kepercayaan yang
berkembang pada zaman ini dapat diketahui dari peninggalan-peninggalan
berupa batu bersurat, prasasti, dan piagam raja-raja dari berbagai kerajaan
di nusantara yang muncul pada zaman ini, mulai dari kerajan Kutai,
Trauma Negara, Kalingga, Sriwijaya, Mataram, Kanjurahan, sampai
dengan Majapahit.
Di Jawa pada masa sebelum datangnya islam terdapat dua agama
yang berkembang yaitu Budha dan Hindu. Masuknya kepercayaan Hindu
dan Budha di Jawa mempunyai pengaruh besar terhadap kepercayaan
masyarakat Jawa. Masyarakat Jawa pada mulanya menganut faham
animisme dan dinamisme. Setelah masuknya agama Hindu dan Budha
masyarakat banyak yang menganut agama ini, namun juga banyak
masyarakat yang sudah menganut agama ini, masih mempertahankan
kepercayaan asli nenek moyangnya. Paduan antara agama Hindu ,Budha,
animisme inilah kemudian disebut dengan “ singkritisme” Jawa.24
Agama Hindu-Budha yang berkembang di Jawa khususnya dan
Nusantara umumnya, merupakan wujud pengaruh dari kepercayaan Hindu
23
Soekmono, Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia 2 ( Yogyakarta : kanisius, 1973), 7. 24
20
dan Budha India. Di India kedua kepercayaan ini berkembang pesat
dkalangan masyarakat kecil dan kalangan Kerajaan. Pada masa Raja
Asoka berkuasa di India, agama Hindu dijadikan agama resmi kerajaan.
Hubungan perdagangan dan diplomatis, antara kerajaan India dan kerajaan
Nusantara membuka jalan bagi terjadinya proses akulturasi kebudayaan
termasuk penyebaran kepercayaan keagamaan baru.
Kondisi kepercayaan masyarakat suatu daerah tidak bisa dilepaskan
dari pengaruh kepercayaan yang berkembang di pusat kerajaan yang
membawahi daerah tersebut. Demikian juga kondisi kepercayaan pusat
kerajaan yang membawahi Tuban, seiring dengan peralihan kekuasaan dari
kerajaan ke kerajaan.
Pengaruh kepercayaan Hindu yang berkembang dipusat kerajaan
Majapahit juga sampai di Tuban. Ini dibuktikan dengan diketemukannya
peninggalan-peninggalan arkeologis berupa sisa bangunan candi, lingga,
yoni dan arca-arca yang ditemukan di daerah Tuban. Dapat dipastikan
benda-benda tersebut mempunyai hubungan dengan kepentingan
kepercayaan yang berkembang pada waktu itu.
Peninggalan-peninggalan yang masih dapat kita jumpai diantaranya:
1. Situs Candi di kelurahan Bulujawa kecamatan Bancar
Ditemukan sisa bangunan candi yang terbuat dari batu putih. Bagian
yang masih tersisa adalah kaki candi yang tingginya 1 meter. Pintu
masuk bangunan ini terletak di sebelah timur, bagian sisi selatan
21
2. Situs Doro benteng di kelurahan Bulujawa kecamatan Bancar
Ditemukan sebuah Lingga yang terbuat dari batu Andesit yang terdiri
dari tiga bagian yaitu: Rudhabhaga tingginya 41 cm, Wisnubhaga
tingginaya 42cm, Brahmabaga tingginya 42 cm. tinggi Lingga ini
mencapai 40 cm, sedangkan bagin bawah Lingga terdapat remukan
batu bata, dan di dekat lingga ditemukan juga sebuah arca nandim
yang dalam keadaan sudah rusak.
3. Bangunan lain yang memberi petunjuk adanya penyebaran agama
Hindu di Tuban adalah pada komplek makam Sunan bonang. Pada
gapura kedua yang berbentuk Paduraksa, dimana gapura paduraksa ini
berbentuk candi bentar yang tertutup alasnya. Juga ada dua buah
Lingga yang terdapat disisi kanan dan kiri jalan menuju gapura III
komplek makam Sunan Bonang.
Dengan bukti-bukti peninggalan arkeologis yang bercorak hinduistis,
diantaranya berupa sisa bangunan candi, lingga, yoni, dan arca-arca serta
beberapa prasasti, dapat diketahui bahwa kepercayaan Hindu pernah
berkembang di wilayah tuban.
C. Kondisi Sosio-Budaya masyarakat Tuban
Tuban merupakan daerah andahan kerajaan Majapahit yang terletak di
pesisir utara Jawa. Sebelum datangnya agama Islam, masyarakatnya
memluk agama Hindu-Budha sebagai patokan kehidupan sehari-hari.
Semua sturktur politik, ekonomi, sosial, budaya daerah pesisir Tuban
22
pemerintahan Majapahit mencerminkan adanya kekuasaan yang bersifat
teritorial dan disentralisasikan dengan birokrasi yang terperinci. Hal ini
terjadi karena adanya pengaruh kepercayaan yang bersifat kosmologi.25
Pada masa pemerintahan Prabu Brawijaya ke VII Tuban menjadi
daerah adahan Majapahit, Tuban dikepalai oleh seorang adipati.
Kedudukan kaum bangsawan daerah ditempatkan langsung sesudah para
mentri istana. Para mentri akuwu ring pinggir ini disejajarkan dengan
bangsawan asing. Hal ini dapat dianggap sebagai bukti bahwa posisi
mereka yang kuat dalam kerajaan. Kaum bangsawan adaerah pada masa
kerajaan Majapahit rupanya menjadi faktor penting dalam politik dan
ekonomi daerah. Beberapa kepala daerah menjadi begitu kuat di
wilayahnya, dan ada tendensi untuk menjadi rakyat kecil.26
salah satu bukti yang membenarkan keberadaan penggolongan
masyarakat Tuban dalam system kasta sebagai pengaruh kebudayaan
Hindu semisal dapat kita lihat pada temuan prasasti kambang putih.
Prasasti Kambang Putih ditemukan di desa Kambang Putih daerah pesisir
pantai Tuban. Prasasti ini terbuat dari batu dan ditemukan dalam kondisi
sebagian sisi muka rusak sehingga tidak tebaca angka tahunnya.
Disebutkan bahwa penganugrahan tanah perdikan kepada masyarakat desa
Kambang Putih dengan disaksikan oleh 12 buyut. Dari sini dikenal buyut.
25
Marwati Djoenet dan Nugroho Notosusanto, Sejarah Kebudayaan Indonesia II (Jakarta: PN Balai Pustaka, 1984), 451.
26
23
Buyut dianggap sebagai orang tertinggi dalam agama dan sebagai
pemimpin sebuah desa.27
Masuknya pengaruh kebudayaan India (Hindu-Budha) bersifat
ekspansif. Sedangkan kebudayaan Jawa yang menerima pengaruh dan
menyerap unsur-unsur Hinduisme-Buddhisme, prosesnya tidak hanya
akulturasi saja. Akan tetapi, yang terjadi adalah kebangkitan kebudayaan
Jawa dengan memanfaatkan unsur-unsur agama dan kebudayaan india. Di
sini budayawan Jawa bertindak aktif, yakni berusaha mengolah
unsur-unsur agama dan kebudayaan India untuk memperbarui dan
mengembangkan kebudayaan Jawa.
Cerita Aji Saka datang ke pulau Jawa misalnya, menggambarkan
keberhasilan para cendekiawan Jawa dalam mengubah huruf Hindu
dijadikan huruf Jawa, serta proses pemanfaatan tahun saka untuk mencatat
peristiwa-peristiwa sejarah Jawa. Penggunaan huruf Jawa sebagai sarana
pengembangan tata tulis dan penggunaan kitab Mahabarata dan
Ramayana dari bahasa Sansekerta ke dalam bahasa Jawa Kuno, membawa
pertumbuhan kepustakaan Jawa. Perkembangan kepustakaan Jawa menjadi
sarana efektif mengembangkan berbagai cabang kebudayaan Jawa.
Perkembangan ini melahirkan pula kerajaan-kerajaan besar sesudah abad
ke-5 M, seperti Tarumanegara, Sriwijaya, Mataram kuno, Kediri,
Majapahit dan lain sebagainya.
27
24
Menurut Ma Huan di kerajaan Majapahit rajanya memakai penutup
kepala atau mahkota yang terbuat dari emas, memakai kain dan selendang,
tidak bertompah dan selalu membawa satu atau dua bilah keris. Kalau
keluar, sang raja naik gajah atau kereta yang ditarik oleh lembu.
Rakyatnya juga memakai kain dan baju, setiap orang laki-laki dan
anak-anak mulai umur 3 tahun, mereka selalu membawa keris yang hulunya
indah ynag terbuat dari emas, cula badak atau gading.
Mereka selalu membawa keris dengan tujuan jika ada orang yang
menantang atau perampok yang hendak merampas, mereka sudah siap
dengan keris yang dibawanya tersebut. Mereka suka memakan sirih, suka
mengadakan perang-perangan dengan tombak bambu pada
perayaan-perayaan, suka bermain-main, waktu terang bulan dengan disertai
nyanyian-nyanyian berkelompok dan bergiliran antara wanita dan pria,
gemar pula menonton wayang berber (wayang yang adegan-adegan
ceritanya digambarkan di sehelai kain, kemudian dibentangkan di antara
dua belah kayu dan diceritakan isinya oleh dalang).28
Masuknya pengaruh Hindu-Budha serta budaya India tidak serta merta
membongkar kepercayaan animisme-dinamisme sebagai kepercayaan asli
yang telah menyuburkan kepercayaan magis dananimis dengan cerita
orang-orang sakti setengah dewa, juga mantra-mantra berupa kata-kata
atau rumusan kata-kata yang dipandang magis. Kumpulan berbagai macam
sastra, terutama yang berkaitan dengan cerita wayang, mendorong
28
25
pertumbuhan dan perkembangan berbagai cabang kesenian yang amat
halus dan indah. Wayang merupakan seni pentas yang paling jitu, menjadi
sarana hiburan sekaligus menjadi wasilah memasyarakatkan nilai-nilai
budaya Jawa yang dipandang luhur.
Dalam wayang ditanamkan kesadaran adanya golongan luhur (
kusuma rembesing madu) dengan watak halus, berbudi bawa leksana, ahli
tapa brata, tidak tamak dalam dunia, kehidupan dibaktikan bagi
kepentingan kemanusiaan dan pelindug masyarakat kecil. Bahkan
digambarkan pula kepahlawanan para kesatria Jawa (priyai), yang rela
berkorban bagi tanah airnya, walaupun pendiriannya tidak menyukai
watak dan tindakan atasannya, sebagaimana dalam lakon Kumbakarma
Lena. Berbagai macam mitos tentang orang sakti juga Waskitha dan
benda-benda pusaka yang dipandang sakti juga tercermin di dalam
wayang. Tidak luput pula hukum pampasan yang diistilahkan dalam istilah
utang pati nyaur pati dan lain-lain. Identitas orang Jawa sebagai bangsa
yang halus dan beradab, tidak kasar itu termuat didalamnya, juga
nilai-nilai karakteristik kebudayaan jawa terpancar secara lengkap dalam
pertunjukan wayang.29
29
26
BAB III
MASUKNYA ISLAM DAN DAKWAH SYEKH IBRAHIM ASMARAQONDHI
DI TUBAN
A. Masunya Islam Di Tuban
Perkembangan agama Islam di Indonesia secara umum dapat dibagi
menjadi tiga fase yaitu:
1. Fase singgahnya pedagang-pedagang Islam dipelabuhan
nusantara.
2. Adanya komunitas-komunitas Islam di beberapa daerah
kepulauan indnesia.
3. Berdirinya kerajaan-kerajaan Islam.30
Proses masuknya Islam di Tuban berlangsung secara damai tanpa
adanya kekerasan. Pada tahap permulaan, salah satu diantara saluran
Islamisasi yang pernah berkembang di Indonesia adalah saluran
perdagangan. Hal ini sesuai dengan kesibukan lalu lintas perdagangan
pada abad ke-7 hingga abad ke-16 yang diperankan oleh pedagang muslim
dari Arab, Persia, India dan lain sebgainya. Mengenai proses Islamisasi
dipesisir utara Jawa, Tome Pires menggambarkannya dalam kutipan
sebagai berikut:
30
27
Kini saya ingin mulai menceritakan pate-pete muslim yang berada di pesisir, yang berkuasa di Jawa dan mempunyai semua perdagangan karena mereka adalah penguasa Jung-jung dan rakyat.
Ketika disana di pesisir Jawa belum muslim “ caffre “ maka banyak
pedagang berdatangan orang-orang Persi, Arab, Gujarat, Bengali, Malaya dan jenis kebangsaan lainnya, yang diantaanya banyak muslim. Mereka mulai berdagang didalam negeri itu dan menjadi kaya raya. Mereka berhasil mendirikan masjid-masjid dan mollan (Maulana) datang dari luar sehingga jumlahnya menjadi banyak dan karena anak-anak muslim menjadi Jawa dan kaya raya. Karena mereka di daerah-daerah itu lebih kurang sudah 70 tahun. Dalam beberapa tempat itu penguasa Jawa yang belum menganut Islam kemudian menganut Islam, dan maulana-maulana dan pedagang-pedagang muslim ini menggambil kedudukan ditempat-tempat ini yang lain-lainnya dengan suatu cara memberi perbentengan. Mereka itu mengambil rakyat untuk diri mereka sendiri yang turut serta dalam jung-jungnya dan mereka membunuh penguasa-penguasa pesisir Jawa dan mengambil alih perdagangan dan
kekuasaan Jawa, di tempat-tempat tinggalnya.31
Proses Islamisasi yang terjadi didaerah Tuban dapat di gambarkan
oleh musafir portugis Tome Pires sebagai berikut:
Kota Tuban itu tempat kedudukan raja, perdagangan dan pelayaran tidak seperti Gresik. Keratonnya mewah, dan kotanya, meskipun tidak besar sekali, mempunyai pertahanan yang tangguh. Keluarga rajanya sekalipun agama Islam, sejak pertengahan abad 15 M tetap mengadakan hubungan baik dengan Maharaja Majapahit.
Raja Tuban pada waktu itu disebut Pate‟ Vira. Ia bukan seorang
Islam yang taat, meskipun kakeknya sudah masuk Islam. Dari kata Wira
yang sering menjadi bagian dari nama Jawa. Tetapi dapat juga Vira
dihubungkan dengan kata Wila-tikta.32
31
Marwati Djoenet poesponegoro dan Nugrohi Notosusanto, Sejarah Nasional Indonesia jilid III (Jakarta: Balai Pustaka, 1984), 189.
32
28
Dalam babad tuban yang menceritakan urutan-urutan Adipati
Tuban yakni:
Setelah mangkatnya Hariyo Leno, Raden Hariyo Diroko putranya menggantikan menjadi Bupati. Beliau memerintah selama 18 tahun. Beliau mempunyai dua orang putera yakni Raden Ayu Hariyo Tejo dan Kyai Ageng Ngraseh. Kemudian Raden Ayu Hariyo Tejo menjadi istri Syekh Ngadurrohman putra Syekh Jali/ Syeh Jalaluddin/ Kyai makam dawa / Ngalimurtolo dari gresik. Sejak pemerintah Bupati Raden Dikoro, Bupati Tuaban memeluk Islam.
Dari babad Tuban kita ketahui bahwa nama-nama dalam keluarga
Aryo Tejo di Tuban, pada hakekatnya berasal dari nama perempuan,
keturunan Raden Arya Adikara, pembesar Majapahit. Sejak Arya Adikara
menjadi bupati Tuban, bupati yang terakhir ini setelah mempunyai menantu
Syeh Ngandurrahman, kemudian memeluk Islam.33
Hal itu sesuai dengan kejadian akhir pergantian raja Majapahit,
setelah Hayamwuruk meninggal, tahta Majapahit diduduki oleh Wikrama
Wardana (Bhra Hyang Wisesa), ia adalah menantu dan keponakan raja
Hayamwuruk yang dikawinkan dengan putrinya yakni Kusumawardani,
seharusnya yang menjadi dan menggantikan Hayamwuruk adalah
Kusumawardani. Putra Mahkota yang dilahirkan dari paduka sri permaisuri
Hayamwuruk. Gelar Wikrama Wrdana merupakan gelar dari keluarga
keurunan raja Majapahit.
Menurut sumber Cina dari awal abad ke-15, di kota-kota pantai
utara ada tiga golongan masyarakat, pertama penganut Islam yang datang
33
29
dari Barat dan menetap di Jawa khusunya di Tuban, mereka bukan
orang-orang Arab tetapi orang-orang India yang beragama Islam. Orang-orang-orang india
adalah pedagang-pedagang dan bukan penyebar agama Islam. Meskipun
demikian mereka juga memberi pengaruh pada penyebaran Islam di wilayah
Jawa. Barang-barang komoditi mereka adalah manik-manik, tekstil, dan
juga batu nisan. Disamping pedagang India yang membawa Islam, para
pedagang Melayu dari Malaka juga menunjang pengIslaman di Jawa dengan
menetap atau singgah dalam perjalanannya ke Maluku.34
B. Saluran-saluran Islamisasi di Tuban
Secara garis besar penyebaran Islam di Tuban dilakukan melalui
beberapa saluran Islamisasi, yakni diantaranya:
1. Islamisasi Perdagangan
Sejak abad ke-11 tuban nampaknya sudah menjadi pusat
perdagangan internasonal, khusunya pada masa Airlangga.
Dalam sebuah prasasti yang dikeluarkan pada masa itu
disebutkan bahwa kerajaan Airlangga memiliki dua pelabuhan
niaga yaitu Hujung Galuh dan Kambangputih. Dalam prasasti
tersebut disebutkan orang-orang asing yang berdagang yaitu
34
30
pedagang India Utara, India Selatan, Burma, Kamboja dan
Campa.35
Seperti telah dikemukakan di atas bahwa sejumlah prasasti
ysng ditemukan di sekitar Tuban menjelaskan bahwa Tuban
telah menjadi pelabuhan yang amat penting pada masa
Airlangga pada pertengahan abad ke-11. Begitu pentingya
tempat ini sehingga orang-orang Cina untuk beberapa lama
menganggap Tuban sama dengan Jawa Timur. Ada
kemungkinan bahwa Tuban merupakan pelabuhan tempat
orang-orang India menginjakkan kakinya untuk berdagang dan
sekaligus menyebarkan Hinduisme dan Budhisme di Jawa
Timur sekitar abad ke-11.
2. Islamisasi Perkawinan
Pandangan dari sudut ekonomi, para pedagang muslim
memiliki status social yang lebih baik dari pada kebanyakan
pribumi, sehingga penduduk pribumi, terutama putri-putri
bangsawan tertarik untuk menjadi istri saudagar-saudagar itu.
Sebelum mereka melakukan perkawinan mereka di Islamkan
terlebih dahulu, setelah mereka mempunyai keturunan, maka
35
31
lingkungan mereka semakin luas. Akhirnya timbul
kampung-kampung, daerah-daerah, dan kerajaan-kerajaan Islam.36
Islamisasi perkawinan dilakukan antara saudagar muslim,
mubaligh dengan anak bangsawan kerajaan . dalam Islamisasi
ini akan mempercepat terbentuknya inti sosial, yaitu keluarga
muslim dengan masyarakat muslim. Dengan perkawinan secara
tidak langsung orang muslim tersebut status sosialnya
dipertinggi dengan sifat karisma kebangsawanan. Lebih-lebih
apabila pedagang besar kawin dengan putri raja, maka
keturunannya akan menjadi pejabat birokrasi dalam kerajaan,
putra mahkota kerajaan, syahbandar, qadi.37
Selain itu saluran Islamisasi melalui perkawinan itu lebih
menguntungkan lagi apabila terjadi perkawinan antara ulama
atau golongan lain dengan anak bangsawan atau anak raja atau
anak adipati. Lebih menguntungkan karena status social
ekonomi, terutama politik raja-raja, adipati-adipati, dan
bangsawan-bangsawan pada waktu itu turut mempercepat
proses Islamisasi.
Seperti dalam cerita babad hikayat dan tradisi, sering
didapati data mengenai perkawinan seorang pedagang atau
golongan lainnya dengan anak bangsawan, dalam babad tanah
Jawa diceritakan tentang perkawinan antara putri Campa
36
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam ( Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,2010), 202. 37
32
dengan seorang raja Majapahit yaitu Brawijaya, sedangkan
ayah putri Campa adalah seorang misionaris muslim yang
kawin dengan ibunya anak raja Campa yang semula bukan
penganut Islam.
Dalam babad tanah Jawa juga diceritakan perkawinan
antara Raden Rahmat atau Sunan Ampel dengan Nyai Gede
Manila, yakni putri dari Temenggung Wilatikta. Dan dalam
babad Cirebon diceritakan perkawinan putri Kawunganten
dengan Sunan Gunung Jati, sedangkan dalam babad Tuban
menceritakan perkawinan antara Raden Ayu Teja, yaitu putri
Aria Dikara yang menjadi Adipati Tuban dengan Syekh
Ngabdurahman seorang pedagang Arab muslim yang
kemudianmempunyai anak laki-laki dengan gelar Arab
bernama Syeih Jali atau Jaleludin. Dari semua cerita dari babad
Jawa, Islamisasi melalui perkawinan telah banyak dilakukan
dari banyak kalangan bangsawan dengan pedagang dan
ulama.38
3. Saluran Pendidikan
Islamisasi di Tuban juga dilakukan melalui pendidikan,
pendidikan secara umum adalah suatu cara yang baik untuk
menyebarkan suatu ilmu agama, demikian juga Wali Songo
yang menggunakan pendidikan sebagai sarana dakwahnya.
38
33
Seperti yang dilakukan Sunan Ampel dan Sunan Giri dalam
melakukan Islamisai melalui pendidikan pesantren.39 Dari
penjelasan diatas, maka dapat disamakan dengan islamisasi di
Tuban yang dilakukan oleh Ibrahim Asmoroqondi yang
menggunakan sarana pendidikan di Masjid. Beliau
mengajarkan ilmu tauhid, tata cara sholat dan ilmu-ilmu yang
ada dalam agama Islam. Jadi dapat dilihat bahwa islamisasi
pendidikan di Tuban masjid mempunyai peran penting dalam
penyiaran agama Islam di Tuban.
C. Biografi Syekh Ibrahrim Asmoroqondi
Syeikh Ibrahim Asmoroqondi atau syeikh Ibrahim As-samarqandi
yang dikenal sebagai ayahanda Raden Ali Rahmatullah (Sunan Ampel),
diperkirakan lahir di Samarkand, Asia tengah, pada paruh abad ke-14.
Babad Tanah Jawi menyebut namanya dengan sebutan Makdum Ibrahim
Asmoro atau Maulana Ibrahim Asmoro. Sebutan itu mengikuti
pengucapan lidah Jawa dalam melafalkan As-samarqandi, yang kemudian
berubah menjadi Asmoroqondi.
Nama lengkapnya adalah syekh Ibrahim bin Jamaludin Akbar bin
Ahmad Jamaluddin.40 Syeh Maulana Ibrahim Asmoroqondhi hidup sekitar
1351 sampai 1425M. Ibrahim Asmoro adalah seorang yang suci, seorang
pendidik yang sabar dan telaten, ia terkenal sebagai ahli fikih dan ilmu
39
Badri, sejarah peradaban, 203. 40
34
kanoragan. Ia seorang yang taat menjalankan ajaran Islam, memiliki
kebatinan yang tinggi dan karomah yang besar.41
Syekh Ibrahim Asmoroqondi adalah waliyullah dan merupakan salah
satu putra dari syeikh Jumadil Kubro atau Syeikh Jamaludin
Kubro,42seorang ulama ahlussunnah bermahzab Syafi‟i. Syeikh Ibrahim
Asmoroqondi diperintahkan oleh ayahnya untuk berdakwah ke
Negara-negara Asia. Perintah tersebut dilaksanakan dan Syekh Ibrahim
Asmoroqondi kemudian diambil menantu oleh raja Campa, dinikahkan
dengan putrinya yang bernama Dewi Candrawulan. Negeri Campa ini
menurut sebagian ahli sejarah terletak di Munghtai.43
Dalam sejarah Banten Syekh Ibrahim Asmoroqondi disebut dengan
nama Aripin. Beliau telah mengajak raja dan rakyat Cempa masuk agama
Islam. Tak lama dari masuknya raja ke dalam agama Islam, sang raja
meninggal dan digantikan oleh putranya dan putra raja ini menikahkan
Aripin dengan saudara perempuannya. Dari perkawinan tersebut Aripin
dan istrinya mempunyai anak laki-laki yang diberi nama Raden Rahmat.44
Menurut babad Cirebon, Syekh Ibrahim Asmoroqondi adalah putra
dari Syekh Karnen dan berasal dari Negeri Tulen. Jika babad Cirebon ini
otentik, maka Syekh Ibrahim Asmoroqondi bukan penduduk asli
Samarkand, melainkan seorang migran yang orang tuanya pindah ke
41
Solichin Salam, Sekitar Wali Songo (Kudus: Menara Kudus, 1960),7.
42
Moch Jamaluddin Ahmad, Napak Tilas Auliya’ 2011 (Jombang: Pustaka Al-Muhibbin, 2011), 3. 43
MB. Rahimsyah, Jejak-Jejak Wali Songo Penyebaran Islam DiJawa (Surabaya: Mitra Umat, 1998), 14.
44
35
Samarkand, karena Negeri Tulen yang dimaksud menunjuk pada wilayah
Tyulen, kepulauan kecil yang terletak di tepi timur laut Kaspia yang
masuk wilayah Kazakhastan, tepatnya di arah barat Samarkand.45
Samarkand merupakan Kawasan yang dikenal melahirkan beberapa
ulama besar seperti perawi hadist imam Bukhori. Menurut babad
ngampeldenta, Syekh Ibrahim Asmoroqondi yang dikenal dengan sebutan
Syekh Molana adalah penyebar Islam di negeri Champa, tepatnya di
gunung sukasari dan kemudian di ambil menantu oleh raja Campa.
Sejumlah sumber sejarah mencatat silsilah Ibrahim dan Rahmatullah
sampai pada nabi Muhammad SAW lewat jalur imam Husain bin ali. Pada
tarikhul auliya karya kh bisri mustofa mencantumkan nama Rahmatullah
sebgai keturunan ke-23.46
Menurut Moch. Jamaluddin Ahmad dalam bukunya yang berjudul
Napak Tilas Auliya‟ mengatakan bahwa Ibrahim Asmoroqondi merupakan
keturunan ke-21 dari nabi Muhammad SAW dan silsilah lengkapnya yaitu:
1. Rosulullah Muhammad SAW
2. Fatimah Azzahra
3. Imam Husein Assabt
4. Ali Zainal Abidin
5. Muhammad Baqir
6. Isa An-naqib
45
Penyusun, Tuban Bumi Wali, 186-188.
46
36
7. Muhammad Naqib
8. Ali Uraidi
9. Jafar sadiq
10.Ahmad Muhajir Ilallah
11.Ubaidillah
12.Alwi
13.Muhammad
14.Alwi
15.Muhammad Sohib Marbat
16. Ali Khola‟qosam
17.Alwi
18.Amir Abdul Malik
19.Abdullah Adhomat Khan
20.Ahmad Syah jalal
21.Maulana Jamaludin Akbar Husein
22.Ibrahim As-samarqandi.47
Maulana Ibrahim Al Ghozi bin Jamaludin Husain atau disebut
Ibrahim Asmoroqondi yang istrinya bernama Dewi Candrawulan juga
saudara kandung putri Dwarawati dan ibu keduanya merupakan puteri raja
Singasari yang dipersunting raja champa Prabu Singhawarman. Ibrahim
Asmoroqondi berasal dari Samarkand, satu asal dengan Maulana Ishaq,
bahkan ada yang menyebut saudara kandung . Ibrahim Asmoroqondi juga
47
37
ditugaskan oleh pemerintah Turki untuk menyebarkan agama Islam ke
Asia Tenggara dan Ibrahim Asmoroqondi memilih Champa sebagai
tempat untuk menunaikan tugasnya itu.Karena waktu berangkat dari Turki
belum menikah. Akhirnya Ibrahim Asmoroqondi diambil menantu oleh
raja Champa prabu Singhawarman yang kemudian masuk Islam.48
Menurut Babad Walisonggo Raja Campa mempunyai tiga orang
anak yaitu dua orang putri dan satu putra. Putri yang pertama menikah
dengan Prabu Brawijaya Majapahit dan yang kedua menikah dengan
Syekh Ibrahim Asmoroqondi. Putra Raja Campa tersebut bernama Ratu
Jaga atau Atanyata menggantikan tahta ayahnya yang telah meninggal dan
mau memeluk agama Islam yang kemudian diikuti oleh semua mentri dan
punggawanya, beserta seluurh keluarganya. Syekh Ibrahim Asmoroqondi
memberi pelajaran bagaimana menyembah Tuhan. Negeri Campa
kemudian menjadi Darussalam.49
Namun sumber lain mengatakan bahwa Syekh Ibrahim Zainuddin
Assamarkandi atau Syekh Ibrahim Assamarkandi yang lebih dikenal
dengan sebutan Ibrahim Asmara, beristrikan Cut Candra Wulandari atau
lebih dikenal dengan nama Dewi Condrowulan. Dari perkawinan ini
Ibrahim Asmara menurunkan dua anak yang masing-masing adalah H.R
Ali Murtadlo yang lebih dikenal dengan panggilan Raden Santri dan H.R
Ali Rahmatullah atau Sunan Ampel. Sedang perkawinannya dengan putri
Juwana, menurunkan tiga orang anak yaitu:Usman Aji atau lebih dikenal
48
Hasanu Simon, Misteri Syekh Siti Jenar (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,2008), 193. 49
38
dengan Sunan Ngudung, Dewi Suinah (istri Sunan Muria), dan Sunan
Santri atau yang lebih dikenal dengan pangeran Kadilangu. jika ditarik
garis keturunan ke atas maka silsilah Syekh Ibrahim Asmoroqondi adalah
1. Syekh Ibrahim Al-samarqondi bin
2. Jamaluddin Jumadil Kubro bin
3. Mahmudil Al Kubro bin
4. Abdurrahman bin
5. Abdullah bin
6. Hassan bin
7. Syama‟un bin
8. Najmudil Kubro bin
9. Namuddin Al Kubro bin
10. Zainal Kubro bin
11. Zainal Alim bin
12. Zanal Abidin bin
13. Hussen bin
14. Ali bin Abu Tholib.50
Dan jika ditarik garis keturunan kebawah akan terlihat bahwa Syekh
Ibrahim Asmoroqondi banyak menurunkan wali-wali yang tersebar di
seluruh tanah Jawa, yaitu dari Sunan Ampel dan Nyi Ageng Manila
menurunkan Maulana Makdum Ibrahim (Sunan Bonang), Syarifuddin
50
39
(Sunan Drajat), Maulana Ahmad Hisamuddin (Sunan Lamongan) dan
seorang putri yang diperistri oleh Sunan Kali Jaga.51
Syekh Ibrahim Asmoroqondi acap kali disamakan dengan Maulana
Malik Ibrahim seperti dikemukakan oleh Widjisaksono yang berjudul yang
mengatakan bahwa Maulana Malik Ibrahim adalah seorang ulama dari
Arab trah (keturunan) Rasulullah dari cicit beliau Zaynal Abidin bin
Hasan bin Ali. Dari anak cucu beliaulah lahir wali-wali di Jawa yaitu
Sunan Ampel dan Sunan Gresik, sedangkan Sunan Majagung adalah
kemenakan iparnya. Diberitakan pula bahwa Maulana Ibrahim adalah
Makdum Ibrahim Asmara, sehingga mungkin yang disebutkan bahwa
beliau berasal dari Arabia itu sesungguhnya berasal dari Samarkand.52
Selain widjisaksono, Ridin Sofwan mengungkapkan bahwa Maulana
Malik Ibrahim yang juga di panggil Syekh Magribi yang dalam Babad
Tanah Jawi disebuut Makdum Ibrahim Asmara. Beliau adalah saudara
Maulana Ishak, dan dengan putri Campa, mempunyai dua orang putra
yaitu Raden Rahmad (Sunan Ampel) dan sayid Ali Murtadla atau Raden
Santri. Maulana Malik Ibrahim adalah putera Raden Jumadil Kubro. Jika
ditarik silsilah ke atasnya yaitu: Maulana Malik Ibrahim bin Jumadil
51
Ibid,. 12. 52
40
Kubro bin Zaenal Husain bin Zaenal Kubro bin Zaenal Alim bin Zaenal
Abidin bin Sayidina Husain bin Fatimah binti Nabi Muhammad SAW.53
selanjutnya Ririn Sofwan menyebutkan bahwa kitab Purwaka
Caruban Nagari, serta kitab Hikmatil Asyirah menjelaskan bahwa Syekh
Ibrahim Asmoroqondi merupakan anak dari Syekh Jamaluddin Jumadil
Kubro dan merupakan ayah dari Sunan Ampel. Nama Ibrahim
Asmoroqondi disebut dengan Ibrahim Zainal Al Akbar . berikut silsilah
selengkapnya menurut kedua kitab tersebut:
1. Nabi Muhammad Saw
2. Fatimah dan Ali RA
3. Husein as-Sabti
4. Jaenal Abidin
5. Muhammad Al-baqir
6. Jakfar Saddiq
7. Kasim al-Kamil (Ali al-Uraidl)
8. Muhammad an-Nagib (Idris)
9. Isa al-Bisri (al-Baqir)
10. Ahmad al-Muhajir 53
Ridin Sofwan, Islamisasi di Jawa (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004), 23.
41
11. Ubaidillah
12. Muhammad
13. Alwi
14. Ali al-Gayam (Gazam)
15. Muhammad
16. Alwi Amir Faqih
17. Abdul Malik
18. Abdullah Khan Nuddin (Amir)
19. Al Amir Ahmad Syaikh Jalalludin
20. Jamaluddin al-Husein
21. Ibrahim Zainal Akbar.54
Sementara silsilah Sunan Kudus menyebutkan bahwa tokoh Ibrahim
Asmoroqondi adalah keturunan dari Maulana Jumadil Kubro. Mata rantai
silsilah tersebut sebagai berikut:
1. Nabi Muhammad SAW
2. Ali bin Abi Thalib
3. Sayidina Husein
4. Zainul Abidin
54
42
5. Zainal Aliem
6. Zainal Kubro
7. Zainal Khusain
8. Maulana Jumadil Kubro
9. Ibrahim Asmoroqondi
Dari berbagai silsilah tersebut Ibrahim Asamarqandi disebut dengan
berbagai nama itu pada dasarnya bukanlah hanya tokoh legendaris
melainkan benar-benar tokoh sejarah.55
Dugaan bahwa Syekh Ibrahim Asmoroqondi berasal dari
Samarkand Asia Tengah, dapat ditinjau dari keseragaman silsilah Sunan
Ampel. Singkatnya dari berbagai silsilah yang berbeda versi, ternyata
nama Ibrahim Asmoroqondi senantiasa dikaitkan dengan Husein bin Ali
bin Abi Tholib yang gelar keturunannya memang berkembang biak diluar
jazirah Arab, utamnya di negeri persi yang dewasa itu meliputi Asia
Tengah yang termasuk didalamnya Assamarkand.
Jika memang tokoh Ibrahim Asmoroqondi adalah tokoh yang
berasal dari Samarkand maka cukup masuk akal jika tokoh tersebut dalam
perjalanan dakwahnya pernah ke Campa. Di Campa kaisar Cina dari
Dinasti Yuan sebagai penguasa Campa mempunyai hubungan baik dengan
orang-orang Islam dari Turkistan yang sering di angkat sebaga pejabat
tinggi istana. Besar kemungkinan orang-orang Turkistan itu melakukan
55
43
Islamisasi di kawasan Campa, mengingat kawasan Campa sudah sejak
abad ke-10 terdapat komunitas-komunitas beragama Islam yang memiliki
otonomi, dimana pada abad ke-15 dari kawasan Indo Cina banyak dikenal
sebagai tokoh-tokoh Islam yang menjadi tangan kanan kaisar Cina yang
salah satu diantaranya adalah Laksamana Cheng Ho.56
D. Dakwah Syekh Ibrahim Asmoroqondi
Syekh Ibrahim Asmoroqondi datang ke Campa kurang lebih sekitar
tahun 1300 M.57 Di Campa sudah ada masyarakatnya yang beragama
Islam, akan tetapi pengetahuan agamanya masih minim karena mereka
belajar agama Islam hanya sebentar dengan para pedagang yang pernah
singgah di negeri itu. Namun kedatangan Syekh Ibrahim Asmoroqondi
tidak disambut baik oleh raja Campa karena memang raja Campa tidak
suka dengan ajaran Islam. Raja Campa sangat marah dan menghukum
siapa saja rakyatnya yang beralih keyakinan begitu pula Syekh Ibrahim
Asmoroqondi diburu oleh Raja Campa untuk dijatuhi hukuman.58
Tidak tahan akan Raja Campa Syekh Ibrahim Asmoroqondi pergi ke
gunung sukasari, belum sampai menemukan Syekh Ibrahim
Asmoroqondi, Raja Campa diberitakan sudah meninggal dan digantikan
oleh putranya yang masih remaja dan didampingi oleh kakak
perempuannya. Saat mendengar berita bahwa raja Campa meninggal.
Syekh Ibrahim Asmoroqondi langsung turun dari gunung menuju ke pusat
56
Ibid., 39 57
Bisri Mustofa, Tarikhul auliya’ (Rembang: Gama Media, 2004 ), 3. 58
44
kota Campa. Dalam Babad Tanah Jawa dijelaskan bahwa setelah raja
Campa meninggal digantikan oleh putra laki-lakinya dan kemudian Syekh
Ibrahim Asmoroqondi dinikahkan dengan putri kedua raja Campa yaitu
Dewi Candrawulan.59
Hampir dua puluh tahun sudah Syekh Ibrahim Asmoroqondi berada
di tanah Campa. Dengan istri keduanya, ia dikaruniai dua orang putra yang
diberi nama Ali Murtadlo dan Ali Rahmatullah. Pada sekitar tahun 1404 M
Syekh Ibrahim Asmoroqondi beserta kedua putranya meningalkan bumi
Campa menuju ke Jawa. Kedatangan Syekh Ibrahim Asmoroqondi ini
juga menimbulkan perdebatan antara sejarawan. Dalam buku Babad
Walisongo Yudi AW mengatakan bahwa kedatangan Syekh Ibrahim
Asmoroqondi ke Jawa karena Syekh Ibrahim Asmoroqondi rindu dan
juga ingin memenuhi janji kepada ayahnya saat ia masih berada di Pasai
dan ditingal ayahnya yaitu Syekh Jamaluddin Husain ke Jawa. Mereka
berlayar menggunakan perahu menyusuri pantai Sumatra hingga akhirnya
mereka singah di pelabuhan Palembang.60
Di Palembang rombongan kecil tersebut disambut oleh Adipati Arya
Damar. Ia sebenarnya adalah salah satu pangeran dari Majapahit dan
diangkat sebagai penguasa Palembang, yang menguasai wilayah bawahan
Majapahit. Sesampai di Palembang, setelah bicara basa-basi cukup lama
Syekh Ibrahim Asmoroqondi mulai berbincang-bincang tentang
keyakinan yaitu agama Hindu dan Islam dengan mendasari ilmu tasawuf,
59
Purwadi, Babad Tanah Jawi (Yogyakarta: Gelombang Pasang, 2005), 23. 60
45
ilmu spiritual Islam yang memang banyak memiliki titik kesesuaian antara
keyakinan tersebut. Hingga akhirya adipati Palembang Arya Damar
tergerak hatinya untuk masuk Islam.
Pada sisi yang berbeda Wawan Susetya menjelaskan bahwa Syekh
Ibrahim Asmoroqondi datang ke Jawa untuk menjalankan dakwahnya dan
menemani putranya Raden Rahmat (Sunan Ampel) yang mendapat
undangan dari bibinya yang merupakan istri dari Raja Majapahit, yang saat
itu kerajaan Majapahit diambang kehancuran. Musim paceklik yang
berkepanjangan menyebabkan mahalnya harga sandang pangan, sehingga
banyak rakyat yang kelaparan. Yang lebih memprihatinkan lagi karena
pamong praja pun tak bisa dijadikan panutan atau teladan. Selain suka
korupsi dan berfoya-foya menghambur-hamburkan uang rakyat, mereka
juga suka melakukan praktek kotor ma lima; madon (main perempan),
main (judi), minum (mabuk-mabukan), maling (mencuri), dan madat
(menghisap ganja). Tak menutup kemungkinan kejahatanpun merajaela,
baik perampokan penganiayaan, pencurian, pemerkosaan maupun
perampasan hak.61
Ketimpangan atau jurang pemisah antara si kaya dan si miskin
sangatlah mencolok. Mereka ibarat minyak dan tanah. Si kaya ingin
memperbudak si miskin begitu pula si miskin ingin menjarah habis harta si
kaya. Dari kekacauan yang terjadi di wilayah kerajaan Majapahit tersebut
Prabu Kertabumu resah dan bingung harus dengan cara apa untuk
61
46
mengatasi masalah tersebut. Padahal sang prabu sudah mendatangkan para
Biksu dan Brahmana agar menyelesaikan permasalahan tersebut.
Kemudian atas saran dari isteri dari sang Prabu yaitu Dewi Dwarawati
untuk mengundang keponakannya dari Campa yaitu Raden Rahmat (Sunan
Ampel), sang Prabu memerintahkan anak buahnya untuk memanggil
Raden Rahmad untuk datang ke Jawa dan membenahi akhlak rakyat
Majapahit. Dan kebetulan Raden Rahmat (Sunan Ampel) juga sejak awal
ingin menjalankan syi‟ar Islam ke manca negara termasuk tanah Jawa. 62
Menurut prof. Hasanu Simon Ibrahim Asmoroqondi datang keJawa
bersama Raden Rahmat (Sunan Ampel), Sayid Ali Murtadlo dan Abu
Hurairah. Rombongan mendarat di Bandar Tuban, kemudian tinggal dan
berdakwah di sana beberapa waktu. Selama tinggal di Tuban, Ibrahim
Asmoroqondi jatuh sakit dan akhirnya meninggal dunia. Jenazahnya
dimakamkan di desa Gesik Harjo, Palang Tuban.63
Dalam kisah-kisah tradisional dikisahkan bahwa Sunan Ampel
datang ke Jawa bersama ayahnya dan saudaranya yang bernama Ali
Murtadlo dan sahabatnya yang bernama Abu Huarairah.64 Namun babad
gresik menjelaskan bahwa Raden Rahmat KeJawa hanya bersama
saudaranya Ali Murtadlo dan sahabatnya Abu Hurairah.65
62
Ibid., 10-14 63
Hasanu Simon, Misteri Syekh Siti Jenar, cetakan V (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,2008),196.
64
Sunyoto, Sejarah Perjuangan Sunan Ampel, 38-40. 65
47
Di Palembang tiga bulan dirasa sudah cukup berada di Palembang
karena memang tujuan mereka bukan Palembang melainkan ke Jawa.
Tugas sebagai duta Cina sudah dilaksanakan, terlebih pula mereka telah
mengIslamkan Arya Damar adipati Palembang. Kemudian Syekh Ibrahim
Asmoroqondi dan kedua putranya melanjutkan perjalanan dengan menaiki
kapal menyusuri sungai Musi hingga keselat Bangka. Untuk selanjutnya
kapal yang mereka tumpangi bergerak menyisir lautan di sepanjang timur
pantai Sumatera.
Pelabuhan Banten menjadi tempat persinggahan mereka. Namun tak
lama,