• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEPURBAKALAAN KOMPLEK MAKAM SYEKH IBRAHIM ASMOROQONDI DI TUBAN : STUDI SEJARAH DAN AKULTURASI.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "KEPURBAKALAAN KOMPLEK MAKAM SYEKH IBRAHIM ASMOROQONDI DI TUBAN : STUDI SEJARAH DAN AKULTURASI."

Copied!
82
0
0

Teks penuh

(1)

KEPURBAKALAAN KOMPLEK MAKAM SYEKH IBRAHIM ASMOROQONDI DI TUBAN

(Studi Sejarah dan Akulturasi)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Dalam Program Strata Satu (S-1) Pada Jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam (SKI)

Oleh :

Siti Nur Mahmudah

NIM : A82211122

Dosen Pembimbing :

Dr. H. Imam Ghazali, M.A NIP. 196002121990031002

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA

SEJARAH KEBUDAYAAN SLAM SURABAYA

(2)
(3)
(4)
(5)

ABSTRAK

Siti Nur Mahmudah

Key: Purbakala; Makam; Asmoroqondi; Sejarah; Akulturasi; Biografi; Profil Pembimbing: Imam Ghazali

Penyebaran Islam di Jawa tidak lepas dari peran wali, yang dalam konsepsi orang Jawa disebut sebagai wali songo. Melalui peran wali songo inilah Islam berkembang dan melembaga di dalam kehidupan masyarakat, sehingga banyak tradisi yang dinisbahkan sebagai kreasi dan hasil cipta rasa wali songo yang hingga sekarang tetap terpelihara di tengah-tengah masyarakat

Skripsi ini berjudul KEPURBAKALAAN KOMPLEK MAKAM SYEKH IBRAHIM ASMOROQONDI DI TUBAN (Studi Sejarah dan Akulturasi). Masalah yang diangkat dalam penulisan ini adalah 1) Bagaimana kondisi Tuban sebelum datangnya Islam? 2) Bagaimana peran Syekh Ibrahim ASmoroqondi dalam proses masuknya Islam di Tuban? 3) Bagaimana Segi akulturasi budaya pada komplek makam Ibrahim Asmoroqondi ?

(6)

DAFTAR ISI

SAMPUL DALAM ... i

PERNYATAAN KEASLIAN ... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

PENGESAHAN ... iv

PEDOMAN TRANSILITASI ... v

KATA PENGANTAR ... vi

ABSTRAK ... viii

DAFTAR ISI ... ix

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 4

C. Tujuan Penelitian ... 5

D. Kegunaan Penelitian... 5

E. Pendekatan dan Kerangka Teoretik ... 6

F. Penelitian Terdahulu ... 8

G. Metode Penelitian... 9

H. Sistematika Bahasan... 11

BAB II KONDISI MASYARAKAT TUBAN SEBELUM DATANGNYA ISLAM A. Letak Geografis Tuban ... 13

B. Kondisi Kepercayaan Masyarakat Tuban ... 17

C. Kondisi sosial agama Masyarakat Tuban ... 21

BAB III MASUKNYA ISLAM DAN DAKWAH SYEKH IBRAHIM ASMOROQONDI A. Masuknya Islam di Tuban ... 26

B. Saluran-saluran Islamisasi di Tuban ... 29

C. Biografi Syekh Ibrahim Asmoroqondi ... 33

(7)

BAB IV AKULTURASI BUDAYA PADA KOMPLEK MAKAM SYEKH IBRAHIM ASMOROQONDI DI TUBAN

A. Letak Geografis Makam Syaikh Ibrahim Asmoroqondi ... 51

B. Tata Letak dan Struktur Bangunan ... 53

C. Peninggalan-peninggalan Pada Komplek Makam Syekh

Ibrahim Asmoroqondi ... 62

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ... 70

B. Saran ... 72

DAFTAR PUSTAKA

(8)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Datangnya Islam dan penyebaran Islam haruslah dibedakan.

Kedatangan Islam di Indonesia terdapat diskusi dan perdebatan panjang

antara para ahli mengenai tiga masalah pokok yaitu tempat asal

kedatangan Islam, para pembawanya dan waktu kedatangannya. Sejumlah

sarjana, kebanyakan asal Belanda, memegang teori bahwa asal-muasal

Islam di Nusantara adalah anak benua India, bukannya Persia atau Arabia.

Sarjana pertama yang mengemukakan teori ini adalah Pijnappel, dia

mengaitkan asal-muasal Islam di Nusantara dengan wilayah Gujarat dan

Malabar. Yaitu orang-orang Arab bermazhab Syafi‟i yang bermigrasi dan

menetap di wilayah India tersebut yang kemudian membawa Islam ke

Nusantara.1

Teori ini kemudian dikembangkan oleh Snouck Hurgronje yang

berhujah, ketika Islam mengalami perkembangan dan cukup kuat di

beberapa kota pelabuhan di anak benua India, sebagian kaum Muslim

Deccan tinggal di sana sebagai pedagang, perantara dalam perdagangan

Timur Tengah dengan Nusantara. Orang-orang Deccan ini datang ke dunia

Melayu-Indonesia sebagai penyebar Islam pertama. Kemudian

orang-orang Arab menyusul pada masa-masa selanjutnya. Mengenai waktu

kedatangannya dan wilayah mana di India sebagai tempat asal datangnya

1

(9)

2

Islam di Nusantara. Ia memberikan prediksi waktu, yakni sekitar abad ke

12 sebagai periode yang paling mungkin sebagai awal penyebaran Islam di

Nusantara.2

Menurut Graaf, seperti dikutip Nur Syam berdasarkan atas studinya

terhadap cerita-cerita Islamisasi di Nusantara dapat dibedakan menjadi tiga

metode penyebaran Islam, yaitu oleh pedagang muslim dalam jalur

perdagangan yang damai, oleh para da‟I dan orang suci (wali) yang datang

dari India atau Arab yang sengaja bertujuan mengIslamkan orang-orang

kafir dan meningkatkan pengetahuan mereka yang beriman dan dengan

kekeuasaan atau memaklumkan perang terhadap negara-negara

penyembah berhala. Jadi Islam disebarkan dengan cara perdagangan,

pendakwah sufi dan politik.3

Peran pesisir utara Jawa di dalam proses pelembagaan Islam tentunya

sangat besar terutama abad ke-15 dan 16. Berdasarkan berita-berita

Portugis dapat digambarkan bahwa masyarakat pesisir utara Jawa abad

ke-16 M. Dapat direkonstruksi , pertama, penduduk Bandar-bandar di pantai

utara Jawa kebanyakan orang Islam, baik keturunan asing, asli maupun

campuran. Kedua, kekuasaan politik dalam komunitas Bandar ini sudah

berada di tangan adipati-adipati yang beragama Islam. Ketiga, lama

kelamaan adipati-adipati di pantai utara Jawa tersebut membangkang

kepada Majapahit dan mereka dihukum atas tindakan-tindakan tersebut.

Keempat, sebagian penguasa Bandar tersebut adalah keturunan Jawa asli,

2

Ibid.,3. 3

(10)

3

sebagian lainnya keturunan campuran Jawa dengan lainnya. Misalnya

Adipati Tuban adalah Jawa asli, sedangkan Adipati Demak adalah

kturunan campuran. Ini berarti bahwa Islam di daerah pantai utara Jawa

sudah mapan di abad ke-15 dan 16.4

Penyebaran Islam di Jawa tidak lepas dari peran wali, yang dalam

konsepsi orang Jawa disebut sebagai wali songo. Melalui peran wali songo

inilah Islam berkembang dan melembaga di dalam kehidupan masyarakat,

sehingga banyak tradisi yang dinisbahkan sebagai kreasi dan hasil cipta

rasa wali songo yang hingga sekarang tetap terpelihara di tengah-tengah

masyarakat.5

Kata „wali‟ berasal dari bahasa arab Wala-Yali Waliya, yang berarti

qaraba yaitu dekat. Menurut pemahaman yang berkembang dalam ‘urf (

tradisi) diJawa, perkataan wali menjadi sbeutan bagi orang yang di anggap

keramat. Dalam kaitan ini ditemuilah istilah Walisongo atau Sembilan

orang waliyullah, penyiar terpenting agama Islam ditanah Jawa.

Selanjutnya, kata songo adalah nama angka hitungan Jawa yang berarti

Sembilan. Namun, meski perkataan walisongo sudah lazim disebut orang,

tetapi sesungguhnya kalau dihitung satu per satu keseluruhan mereka yang

digolongkan ke dalam julukan walisongo tersebut bukanlah berjumlah

Sembilan tetapi bisa berlebih atau kurang.6

Salah satu nama tokoh yang tidak termasuk dalam jajaran walisongo

adalah Sosok yang bernama Syekh Ibrahim Asmoroqondi yang

4

Ibid.,71-70. 5

Ibid.,70. 6

(11)

4

menyebarkan Islam di pesisir pantai utara tepatnya di desa Geshikharjo

Palang Tuban.7 Selain dakwah Ibrahim Asmoroqondi menyebarkan Islam

di Tuban, penulis juga menjelaskan tentang akulturasi budaya yang di

bawa Ibrahim Asmoroqondi, yakni pada awalnya Jawa kental dengan

agama Hindu-Budha dan budayanya, setelah Ibrahim Asmoroqondi

menyebarkan Islam, Tuban menjadi lebih agamis dan budayanyapun

menjadi budaya Islam. Dari segi budaya, kedua budaya dapat berjalan

dengan berdampingan yakni budaya lama (Hindu) dan budaya baru

(Islam).

Desa Gesik terletak kurang lebih 10 Km dari ibu kota kabupaten

Tuban, yaitu sebelah timur dan sebelah timur dan berada pada jalur pantai

utara, kira-kira 100 M dari jalan raya. Ibrahim Asmoroqondi memang

tidak termasuk dalam jajaran wali songo yang dikenal oleh masyarakat

luas, akan tetapi peran dari Ibrahim Asmoroqondi ini sangatlah penting

untuk di ingat dalam penyebaran Islam di desa Gesik. Selain itu meskipun

bukan dari jajaran wali yang dikenal, banyak juga para peziarah yang

datang ke makam untuk berziarah, dari situ penulis merasa tertarik untuk

mengungkap tentang apa dan siapa yang tersimpan dibalik sebuah makam

yang banyak dikunjungi.

B. Rumusan Masalah

Sesuai dengan latar belakang tersebut, maka peneliti akan menetapkan

rumusan masalah sebagai berikut:

7

(12)

5

1. Bagaimana kondisi Tuban sebelum datangnya Islam?

2. Bagaimana peran Syekh Ibrahim ASmoroqondi dalam proses

masuknya Islam di Tuban?

3. Bagaimana Segi akulturasi budaya pada komplek makam Ibrahim

Asmoroqondi ?

C. Tujuan Penelitian

Sehubungan dengan perumusan permasalahan yang dikemukakan di

atas, maka tujuan penulisan skripsi ini pada hakekatnya adalah:

1. Untuk mengetahui kondisi Tuban pra Islam.

2. Untuk mengetahui peran Syekh Ibrahim Asmoroqondi dalam

proses masuknya Islam di Tuban.

3. Untuk mengetahui akulturasi pada komplek makam Syekh

Ibrahim Asmoroqondi.

D. Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat yang positif

bagi semua orang baik dari sisi akademik maupun dari sisi praktis.

1. Dapat memberika kontribusi terhadap pengembangan dalam

penulisan, baik dibidang sejarah, social, maupun budaya.

2. Sebagai bahan masukan atau gambaran untuk dijadikan tambahan

referensi dalam perpustakaan.

3. Bermanfaat bagi pengembangan dunia keilmuan Fakultas Adab

dan Humaniora UIN Sunan Ampel Surabaya khusunya jurusan

(13)

6

4. Bagi masyarakat, hasil penelitian ini sebagai gambaran atau

informasi tentang perjuangan penyabaran Islam oleh Syekh

Ibrahim Asmoroqondi di Tuban dan adanya akulturasi pada

bangunan komplek makam Syekh Ibrahim Asmoroqondi .

E. Pendekatan dan Kerangka Teoritik

Dalam memperjelas dan mempermudah proses pembuatan skripsi

yang berjudul Kepurbakalaan Komplek Makam Syekh Ibrahim

Asmoroqondi di Tuban. Penulis akan menggunakan pendekatan historis

dengan tujuan untuk mengetahui dan mendiskripsikan fakta sejarah di

Tuban. Penulis juga menggunakan pendekatan adaptasi kultural yakni

perubahan kebudayaan dilihat dari proses adaptasi, yaitu adaptasi terhadap

lingkungan alam di mana kebudayaan itu berada. Sistem ini lah yang

selalu mencoba untuk beradabtasi antara system satu sistem dengan sistem

yang lain.8 seperti perubahan budaya yang dibawakan Ibrahim

Asmoroqondi, sebagaimana yang telah disebutkan bahwa pada mulanya

di Jawa umumya adalah agama Hindu-Budha. Seiring berjalannya waktu,

Islam merupakan agama baru yang dibawa oleh sunan Syekh Ibrahim

Asmoroqondi menjadi agama yang banyak di anut oleh masyarakat desa

Gesik.

Pada penelitian ini penulis menggunakan teori perubahan. Setiap

manusia selama hidupnya pasti mengalami perubahan-perubahan.

Perubahan itu ada yang bergerak cepat ataupun lambat. Perubahan sosial

8

(14)

7

yang terjadi dalam masyarakat dapat bersifat progress atau regres, luas

ataupun terbatas, cepat atau lambat mengenai nilai-nilai sosial,

norma-norma social dan sebagainya.9

Seperti yang dikutip oleh Sarjono Soekanto, Taylor mengartikan

hubungan antara perubahan sosial dan perubahan kebudayaan adalah

kebudayaan suatu komplek yang mencakup pengetahuan, kepercayaan,

kesenian, moral, hukum adat istiadat, dan setiap kemampuan serta

kebiasaan manusia sebagai warga masyarakat, perubahan-perubahan

kebudayaan merupakan setiap perubahan dari unsur-unsur tersebut.

Misalnya datangnya Syekh Ibrahim Asmaraqandhi ke Tuban khususnya

di desa Gesikharjo telah menyebabkan perubahan-perubahan dari

pola-pola perilaku, seperti dari segi norma-norma, nilai-nilai sosial, yang

menjadikan masyarakat saat itu lebih mengenal dengan menganut ajaran

agama Islam.10

Uraian tersebut menjelakan bahwa pendekatan historis dan adaptasi

kultural, serta teori perubahan bisa digunakan sebagai pisau analisis dalam

penelitian ini, sehingga dapat ditarik kesimpulan sementara, bahwa faktor

internalnya adalah Islam sebagai agama baru yang Rahmatanlilalamin.

Sedangkan faktor eksternalnya karena tuntutan msyarakat yang semakin

maju dari zaman kerajaan Hindu-Budha menuju masyarakat muslim yang

dinamis.

9

Kurnadi Shab, Sosiologi Pedesaan (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2007), 14. 10

(15)

8

F. Penelitian Terdahulu

Yang berkaitan dengan Syekh Ibrahim Asmoroqondi peneliti

menemukan karya ilmiah sebagai berikut:

1. Skripsi berjudul: “ Islamisasi di Tuban (Studi tentang masuknya Islam

Dan Perkembangannya sampai Abad XVII M) oleh Muhamad Muklish

fakultas Adab, IAIN Sunan Ampel Surabaya, 2004. Skripsi ini

membahas tentang Islamisasi Tuban dan tokoh-tokohnya termasuk

Syekh Ibrahim Asmoroqondi yang berjasa dalam penyebaran Islam di

Tuban.

2. Buku penelitian Sang Pemberi Arah Dalam Sejarah (Mengenali

Tentang Ibrahim Asmoro), oleh Asmudyaningsih. Buku ini

menjelaskan tentang makam, peninggalan-peninggalan Syekh Ibrahim

Asmoroqondi serta perjuangannya dalam menyabarkan Islam di desa

Geshik, Palang-Tuban.

3. Skripsi berjudul: “Kepurbakalaan Islam Komplek Makam Sunan

Ampel ( Sebuah Tinjauan Akulturatif ) oleh Siti Mujannah fakultas

Adab, IAIN Sunan Ampel Surabaya, 1998. Skripsi ini membahas

tentang unsur-unsur yang berakulturasi dan bangunan-bangunan yang

berakulturasi pada komplek makam Sunan Ampel.

G. Metode Penelitian

Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode historis karena

(16)

9

dan menganalisis peristiwa-peristiwa masa lampau. Metode historis ini

bertumpu pada empat langkah yaitu:

1. Heuristik

Heuristik merupakan langkah awal dalam penelitian untuk

mencari sumber-sumber dan mendapatkan data-data atau materi

sejarah.11 Dalam hal ini penulis melakukan wawancara dengan

Bapak Agus, sebagai juru kunci makam Syekh Ibrahim

Asmoroqondi, dan mencari data melalui sumber pustaka/sumber

tertulis serta melakukan observasi situs-situs pada komplek

makam Syekh Ibrahim Asmoroqondi.

2. Interpretasi

Interpretasi atau penafsiran sejarah seringkali disebut juga

dengan analisis sejarah. Analisis sendiri berarti menguraikan dan

secara terminologis berbeda dengan sintesis yang berarti

menyatukan. Dalam proses interpretasi sejarah, seorang peneliti

harus berusaha mencapai pengertian faktor-faktor yang

menyebabkan terjadinya peristiwa.

Data sejarah kadang mengandung beberapa sebab yang

membantu mencapai hasil dalam berbagai bentuknya. Walaupun

suatu sebab kadangkala dapat mengantarkan kepada hasil tertentu,

tetapi mungkin juga sebab yang sama dapat mengantarkan pada

11

(17)

10

hasil yang berlawanan pada dalam lingkungan lain.12 Dalam hal

ini penulis mengkaitkan interpretasi ke dalam skripsi ini, di mana

penulis akan menggunakan metode sejarah sebagai analisis dan

hasil informasi dari sumber yang berhubungan dengan

kepurbakalaan komplek makam Syekh Ibrahim Asmoroqondi di

Tuban.

3. Analisis Data

Menurut Moleong mengutip dari pendapat Patton bahwa

yang dimaksud dari analisis data adalah proses mengatur urutan

data, mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, kategori dan

uraian suatu dasar.13Jadi, Setelah penelitian terkumpul, selanjutnya

penelitian melakukan analisis terhadap data yang didapatkan.

Analisis itu sendiri berarti menguraikan data sehingga data itu

pada gilirannya dapat ditarik pengertian dan kesimpulan.14 Metode

analisis yaitu berarti mengadakan interpretasi terhadap data-data

yang telah tersusun dan terseleksi.

Untuk dapat menganalisis data kualitatif Penulis

menggunakan metode sejarah yakni melalui data artefak tidak

bertulis (nisan) dan data tertulis, dari melihat data tersebut penulis

membagi menjadi dua yakni data Arkeologi dan Sejarah.

kemudian berdasarkan atas fenomena-fenomena dan fakta untuk

12

Dudung Abdurrahman, Metode Penelitian Sejarah (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999), 65. 13

Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2002), Cet ke-17, 107.

14

(18)

11

memahami unsur-unsur suatu pengetahuan yang menyeluruh,

penulis mendeskripsikan dalam suatu kesimpulan.

4. Historiografi

Pada fase terakhir historiografi merupakan cara penulisan,

pemaparan atau pelaporan hasil penelitian sejarah yang telah

dilakukan. Seperti laporan ilmiah, penulisan hasil penelitian

sejarah itu hendaknya dapat memberikan gambaran yang jelas

mengenai proses penelitian, sejak awal sampai dengan akhir.15

H. Sistematika Pembahasan

Bahasan-bahasan dalam penelitian ini akan dituangkan dalam

lima bab terkait antara satu dengan yang lainnya, seeara logis dan

sistematis. Pada bagian utama di bagi dalam lima bab yaitu:

BAB I. Pendahuluan

Bab ini merupakan pengantar dari bab-bab selanjutnya yang

memuat latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan

penelitian, kegunaan penelitian, pendekatan dan kerangka teoritik,

penelitian terdahulu, metode penelitian, sistematika pembahasan.

BAB II. Kondisi Tuban Pra Islam

Pada bab ini menjelaskan tentang kondisi masyarakat Tuban

sebelum datangnya Islam yang meliputi tiga sub bab yaitu letak

geografis Tuban, kondisi kepercayaan masyarakat Tuban sebelum

Islam, dan kondisi sosial budaya masyarkat Tuban.

15

(19)

12

BAB III. Masuknya Islam Dan Dakwah Ibrahim Asmoroqondi Bab ini menjelaskan bagaimana masuknya Islam di Tuban, dan

membahas tentang peran Syekh Ibrahim Asmoroqondi dalam

penyebaran Islam di desa Geshik yang meliputi empat sub bab

yaitu masuknya islam di Tuban, saluran islamisai di Tuban,

biografi singkat Syekh Ibrahim Asmoroqondi, dan ajaran-ajaran

Syekh Ibrahim Asmoroqondi.

BAB IV. Beberapa Segi Akulturasi Pada Kepurbakalaan Komplek Makam Ibrahim Asmoroqondi

Dalam bab ini akan membahas dan menguraikan tentang tata letak,

segi bangunan, dan juga adanya akulturasi budaya hindu dan

Islam, yang tercermin dalam budaya masyarakat Tuban, serta

akulturasi pada kepurbakalaan komplek makam Ibrahim

Asmoroqondi.

BAB V. penutup

(20)

13

BAB II

KONDISI MASYARAKAT TUBAN SEBELUM ISLAM

A. Letak Geografis Tuban

Tuban merupakan salah satu kota tua di jalur pantai utara. Luas

wilayah Kabupaten Tuban 183.994.561 Ha, dan wilayah laut seluas 22.068

km2. Letak astronomi Kabupaten Tuban pada koordinat 111 30‟ -112 35‟

BT dan 6 40‟ - 7 18‟ LS. Panjang wilayah pantai 65 km. secara

administrative daerah ini tergabung di dalam propinsi Jawa Timur.Wilayah

Tuban berbatasan dengan daerah-daerah sebagai berikut.

Sebelah utara: laut jawa

Sebelah timur: kabupaten lamongan

Sebelah selatan: kabupaten bojonegoro

Sebelah barat: kabupaten blora dan rembang.

Wilayah Tuban, yang meliputi bagian utara Jawa Timur sebelah barat,

di sebelah utara terbentang laut jawa, di sebelah selatan mengalir

bengawan solo, di sebelah barat mengalir sungai sarang, dan di sebelah

timur mengalir sungai lohgung. Dibagian tengah wilayah ini, di antara

daerah pesisir/ pantai utara dan bengawan solo, terbentang bagian timur

penghujung kapur utara. Ketinggian daratan di kabupaten Tuban berkisar

(21)

14

di jalur pantura dan titik tertinggi 500 m yang berada dikecamatan

Grabagan.16

Karena letak geografis Tuban yang sangat strategis berbatasan

langsung dengan pantai dan mempunyai pelabuhan yang sekitar abad XIV

M, ramai dikunjungi para pedagang dari dalam maupun luar nusantara,

menjadikan Tuban sebagai salah satu daerah yang mengambil peran

penting dalam sejarah kebudayaan Indonesia.

Adapun kondisi alam wilayah Tuban ada tiga aspek yaitu:

a. Iklim/cuaca

Daerah Tuban beriklim tropis, curah hujan rata-rata 1400

mm per tahun atau 69,5 hari hujan per tahun di daerah pesisir

pantai utara, 1600 mm per tahun atau 91,7 hari per tahun di daerah

bengawan solo. Musim hujan di daerah ini berlangsung di bulan

Oktober sampai April, bersamaan dengan angin Passat barat laut.

Di musim kemarau udara sangat kering dengan curah hujan

rata-rata dibawah 100 mm. darah yang agak kering sampai sangat

kering meliputi areal seluas 174.298,06 Ha (97,73%) dari luas

wilayah Tuban, sedangkan sisanya kurang lebih 9.696,51 Ha

(57%) merupakan wilayah yang cukup basah.

b. Topografi Tanah

Secara garis besar wilayah Tuban berdasarkan ketinggian

daerah dari permukaan air laut terbagi dalam tiga daerah, yaitu

16

(22)

15

1. Daerah dataran rendah dengan ketinggian 0-25 m di atas

permukaan air laut.

2. Daerah perbukitan dengan ketinggian 26-100 m di atas

permukaan air laut.

3. Daerah pegunungan dengan ketinggian lebih dari 100m

di atas permukaan air laut.

Kondisi tanah daerah Tuban rata-rata tandus yang terdiri

dari 5% endapan batu kapur,34% endapan air sungai serta batuan

beku dan batuan endapan yang terdapat di kecamatan Jatirogo,

Kenduruan, Parengan, Bangilan, Senori, Singgahan, Plumpang,

dan wilayah Widang.17

c. Aliran sungai

Daerah aliran sungai di wilayah Tuban sebagian besar

sungai terdapat di daerah bagian selatan yang bermuara di

bengawan solo. Sungai-sungai di daerah pesisir kebanyakan

bermata air di daerah perbukitan atau pegunungan misalnya sungai

sarang, kesambi, bagoran, prumpung, menengan, gayungan, beji,

lohgung, dan klero yang merupakan sungai yang agak besar dan

terpanjang di daerah ini. Sedangkan sungai-sungai yang mengalir

dan bermuara di bengawan solo yaitu sungai kacangan, pundong,

ampel, gulakar, geneng, kereng, temulus, kening, dan bugel.

17

(23)

16

Di antara sungai-sungai ini yang merupakan daerah subur

adalah sekitar sungai Kereng, Kening, dan Bugel, karena daerah

sekitar sungai ini adalah daerah endapan alluvial dan dekat dengan

aliran yang bermuara di Bengawan Solo. kemudian di daerah

muara-muara aliran sungai ini bermunculan

pemukiman-pemukiman penduduk yang berkembang pula menjadi pusat

perdagangan, pelayaran, dan penyebaran antar daerah.

Pada masa Airlangga menjadi Raja Medang (1019-1041),

sesudah negeri itu di rusak musuh. Kemudian Airlangga

mendirikan keraton baru di Kahuripan. Kemakmuran rakyat

diperhatikan benar, aliran sungai Brantas diperbaikinya, sehingga

perahu-perahu dapat berlabuh dengan tenang dan aman di hujung

galuh, pelabuhan Kahuripan yang makmur pada masa itu. Karena

Ujung Galuh menjadi pelabuhan pertama untuk perniagaan antar

pulau, maka pelabuhan antar Negara ditempatkan di Kambang

Putih. Yakni di dekat Tuban yang sekarang. Airlangga mengambil

sebuah tindakan untuk memajukan perniagaan di sana antara lain

pembebasan dari beberapa jenis pajak orang-orang asing yang

berdagang di Kambang putih dan berasal dari jauh. Menurut

daftar yang terdaftar dalam prasasti-prasasti Airlangga terdapat

para pedagang dari India utara, India selatan, Birma, Kamboja dan

Campa.18

18

(24)

17

Pelabuhan Tuban menurut pengaturan jalan

menghubungkan kota tersebut dengan pusat pemerintahan yang

mungkin letaknya agak jauh dari pelabuhan. Sejumlah prasasti

dari zaman Airlangga yang terdapat di daerah Babat, Ngimbang

dan Ploso menunjukkan bahwa daerah yang melalui jalan dari

Tuban ke Babat menuju ke Jombang mendapat perhatian dari

Airlangga.

Menurut Ma Huan dalam bukunya “ Ying Yai Sheng Lan”,

seperti yang dikutip oleh R.Soeparmo, orang yang pergi kejawa,

kapal-kapalnya lebih dahulu sampai di Tuban. Kemudian dengan

melalui Gresik yang penduduknya kebanyakan orang Tionghoa,

kemudian mereka tiba di Surabaya. Di sini orang-orang pindah ke

perahu-perahu kecil yang kemudian berlayar ke Cangu. Melalui

jalan Darat orang-orang tersebut pergi ke selatan dan tibalah

mereka di kerajaan Majapahit tempat kediaman sang Prabu.19

B. Kepercayaan Masyarakat Tuban Sebelum Islam

Jauh sebelum agama Islam datang dan menyebar luas di Indonesia,

beberapa abad lamanya bangsa Indonesia dan khususnya masyarakat Jawa

telah memiliki suatu kepercayaan asli yaitu dinamisme dan animisme.

Keperacayaan asli oleh para pemikir barat disebut dengan religion magis.

Ini merupakan nilai budaya yang paling mengakar dalam masyarakat jawa.

Kepercayaan animisme dan dinamisme sangat mempercayai ruh-ruh halus

19

(25)

18

dan daya-daya tersebut terdapat di dalam semesta atau alam rohani, yang

eksistensinya langsung mempengaruhi dan menguasai hidup mnusia. Ruh

dan manusia ini dipandang sebagai Tuhan-Tuhan yang Maha Esa yang

langsung dapat mencelakakan, serta sebaliknya dapat menolong kehidupan

manusia.20

Konsep-konsep yang mendasari kepercayaan asli ini adalah adanya

anggapan bahwa alam semesta ini didiami oleh mahluk-mahluk halus dan

ruh-ruh, selain itu alam dianggap memiliki kekuatan yang melebihi

kekuatan manusia (Adikodrati). Atas dasar konsep itu, manusia selalu

berusaha menjalin hubungan dengan kekuatan di luar dirinya agar bisa

diberi kesejahteraan dan kesuburan. Tujuan tersebut langsung dapat

dicapai melalui simbul atau lambang tersebut dapat memudahkan

pemahaman dan penggambaran sesuatu adikodrati.21

Masyarakat Indonesia sebelum datangnya pengaruh agama

Hindu-Budha merupakan masyarakat yang susunannya teratur. Sebagai

masyarakat yang masih sederhana, wajar bila animisme dan dinamisme

menjadi inti kebudayaan yang mewarnai seluruh aktivitas kehidupan

masyarakat.22 Sejalan dengan perkembangan zaman dinamika keberadaan

animisme dan dinamisme harus berhadapan dengan pengaruh kebudayaan

dan kepercayaan dari luar yaitu agama Hindu dan Budha. Munculnya

pengaruh Hindu-Budha ini dibarengi dengan munculnya sistem Kerajaan.

20

Simuh, Sufisme Jawa (Yogyakarta: Bentang Budaya, cet 1,2002), 111-112. 21

Sartono Kartodirjo, Bunga Rampai Sejarah 700 Tahun Majapahit (Jawa Timur: Diperda jatim, 1993), 98.

22

(26)

19

Dalam melacak kondisi kepercayaan masyarakat Tuban khusunya

dan Jawa serta Nusantara pada umumnya sebelum datangnya Islam, tidak

bisa dilepaskan dari kepercayaan yang berkembang dalam sejarah

kebudayaan zaman purba Indonesia. Masa ini berlangsung sejak datangnya

agama Hindu yaitu pada abad pertama masehi sampai tahun 1500 M

dengan ditandai runtuhnya Kerajaan Majapahit.23 Kepercayaan yang

berkembang pada zaman ini dapat diketahui dari peninggalan-peninggalan

berupa batu bersurat, prasasti, dan piagam raja-raja dari berbagai kerajaan

di nusantara yang muncul pada zaman ini, mulai dari kerajan Kutai,

Trauma Negara, Kalingga, Sriwijaya, Mataram, Kanjurahan, sampai

dengan Majapahit.

Di Jawa pada masa sebelum datangnya islam terdapat dua agama

yang berkembang yaitu Budha dan Hindu. Masuknya kepercayaan Hindu

dan Budha di Jawa mempunyai pengaruh besar terhadap kepercayaan

masyarakat Jawa. Masyarakat Jawa pada mulanya menganut faham

animisme dan dinamisme. Setelah masuknya agama Hindu dan Budha

masyarakat banyak yang menganut agama ini, namun juga banyak

masyarakat yang sudah menganut agama ini, masih mempertahankan

kepercayaan asli nenek moyangnya. Paduan antara agama Hindu ,Budha,

animisme inilah kemudian disebut dengan “ singkritisme” Jawa.24

Agama Hindu-Budha yang berkembang di Jawa khususnya dan

Nusantara umumnya, merupakan wujud pengaruh dari kepercayaan Hindu

23

Soekmono, Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia 2 ( Yogyakarta : kanisius, 1973), 7. 24

(27)

20

dan Budha India. Di India kedua kepercayaan ini berkembang pesat

dkalangan masyarakat kecil dan kalangan Kerajaan. Pada masa Raja

Asoka berkuasa di India, agama Hindu dijadikan agama resmi kerajaan.

Hubungan perdagangan dan diplomatis, antara kerajaan India dan kerajaan

Nusantara membuka jalan bagi terjadinya proses akulturasi kebudayaan

termasuk penyebaran kepercayaan keagamaan baru.

Kondisi kepercayaan masyarakat suatu daerah tidak bisa dilepaskan

dari pengaruh kepercayaan yang berkembang di pusat kerajaan yang

membawahi daerah tersebut. Demikian juga kondisi kepercayaan pusat

kerajaan yang membawahi Tuban, seiring dengan peralihan kekuasaan dari

kerajaan ke kerajaan.

Pengaruh kepercayaan Hindu yang berkembang dipusat kerajaan

Majapahit juga sampai di Tuban. Ini dibuktikan dengan diketemukannya

peninggalan-peninggalan arkeologis berupa sisa bangunan candi, lingga,

yoni dan arca-arca yang ditemukan di daerah Tuban. Dapat dipastikan

benda-benda tersebut mempunyai hubungan dengan kepentingan

kepercayaan yang berkembang pada waktu itu.

Peninggalan-peninggalan yang masih dapat kita jumpai diantaranya:

1. Situs Candi di kelurahan Bulujawa kecamatan Bancar

Ditemukan sisa bangunan candi yang terbuat dari batu putih. Bagian

yang masih tersisa adalah kaki candi yang tingginya 1 meter. Pintu

masuk bangunan ini terletak di sebelah timur, bagian sisi selatan

(28)

21

2. Situs Doro benteng di kelurahan Bulujawa kecamatan Bancar

Ditemukan sebuah Lingga yang terbuat dari batu Andesit yang terdiri

dari tiga bagian yaitu: Rudhabhaga tingginya 41 cm, Wisnubhaga

tingginaya 42cm, Brahmabaga tingginya 42 cm. tinggi Lingga ini

mencapai 40 cm, sedangkan bagin bawah Lingga terdapat remukan

batu bata, dan di dekat lingga ditemukan juga sebuah arca nandim

yang dalam keadaan sudah rusak.

3. Bangunan lain yang memberi petunjuk adanya penyebaran agama

Hindu di Tuban adalah pada komplek makam Sunan bonang. Pada

gapura kedua yang berbentuk Paduraksa, dimana gapura paduraksa ini

berbentuk candi bentar yang tertutup alasnya. Juga ada dua buah

Lingga yang terdapat disisi kanan dan kiri jalan menuju gapura III

komplek makam Sunan Bonang.

Dengan bukti-bukti peninggalan arkeologis yang bercorak hinduistis,

diantaranya berupa sisa bangunan candi, lingga, yoni, dan arca-arca serta

beberapa prasasti, dapat diketahui bahwa kepercayaan Hindu pernah

berkembang di wilayah tuban.

C. Kondisi Sosio-Budaya masyarakat Tuban

Tuban merupakan daerah andahan kerajaan Majapahit yang terletak di

pesisir utara Jawa. Sebelum datangnya agama Islam, masyarakatnya

memluk agama Hindu-Budha sebagai patokan kehidupan sehari-hari.

Semua sturktur politik, ekonomi, sosial, budaya daerah pesisir Tuban

(29)

22

pemerintahan Majapahit mencerminkan adanya kekuasaan yang bersifat

teritorial dan disentralisasikan dengan birokrasi yang terperinci. Hal ini

terjadi karena adanya pengaruh kepercayaan yang bersifat kosmologi.25

Pada masa pemerintahan Prabu Brawijaya ke VII Tuban menjadi

daerah adahan Majapahit, Tuban dikepalai oleh seorang adipati.

Kedudukan kaum bangsawan daerah ditempatkan langsung sesudah para

mentri istana. Para mentri akuwu ring pinggir ini disejajarkan dengan

bangsawan asing. Hal ini dapat dianggap sebagai bukti bahwa posisi

mereka yang kuat dalam kerajaan. Kaum bangsawan adaerah pada masa

kerajaan Majapahit rupanya menjadi faktor penting dalam politik dan

ekonomi daerah. Beberapa kepala daerah menjadi begitu kuat di

wilayahnya, dan ada tendensi untuk menjadi rakyat kecil.26

salah satu bukti yang membenarkan keberadaan penggolongan

masyarakat Tuban dalam system kasta sebagai pengaruh kebudayaan

Hindu semisal dapat kita lihat pada temuan prasasti kambang putih.

Prasasti Kambang Putih ditemukan di desa Kambang Putih daerah pesisir

pantai Tuban. Prasasti ini terbuat dari batu dan ditemukan dalam kondisi

sebagian sisi muka rusak sehingga tidak tebaca angka tahunnya.

Disebutkan bahwa penganugrahan tanah perdikan kepada masyarakat desa

Kambang Putih dengan disaksikan oleh 12 buyut. Dari sini dikenal buyut.

25

Marwati Djoenet dan Nugroho Notosusanto, Sejarah Kebudayaan Indonesia II (Jakarta: PN Balai Pustaka, 1984), 451.

26

(30)

23

Buyut dianggap sebagai orang tertinggi dalam agama dan sebagai

pemimpin sebuah desa.27

Masuknya pengaruh kebudayaan India (Hindu-Budha) bersifat

ekspansif. Sedangkan kebudayaan Jawa yang menerima pengaruh dan

menyerap unsur-unsur Hinduisme-Buddhisme, prosesnya tidak hanya

akulturasi saja. Akan tetapi, yang terjadi adalah kebangkitan kebudayaan

Jawa dengan memanfaatkan unsur-unsur agama dan kebudayaan india. Di

sini budayawan Jawa bertindak aktif, yakni berusaha mengolah

unsur-unsur agama dan kebudayaan India untuk memperbarui dan

mengembangkan kebudayaan Jawa.

Cerita Aji Saka datang ke pulau Jawa misalnya, menggambarkan

keberhasilan para cendekiawan Jawa dalam mengubah huruf Hindu

dijadikan huruf Jawa, serta proses pemanfaatan tahun saka untuk mencatat

peristiwa-peristiwa sejarah Jawa. Penggunaan huruf Jawa sebagai sarana

pengembangan tata tulis dan penggunaan kitab Mahabarata dan

Ramayana dari bahasa Sansekerta ke dalam bahasa Jawa Kuno, membawa

pertumbuhan kepustakaan Jawa. Perkembangan kepustakaan Jawa menjadi

sarana efektif mengembangkan berbagai cabang kebudayaan Jawa.

Perkembangan ini melahirkan pula kerajaan-kerajaan besar sesudah abad

ke-5 M, seperti Tarumanegara, Sriwijaya, Mataram kuno, Kediri,

Majapahit dan lain sebagainya.

27

(31)

24

Menurut Ma Huan di kerajaan Majapahit rajanya memakai penutup

kepala atau mahkota yang terbuat dari emas, memakai kain dan selendang,

tidak bertompah dan selalu membawa satu atau dua bilah keris. Kalau

keluar, sang raja naik gajah atau kereta yang ditarik oleh lembu.

Rakyatnya juga memakai kain dan baju, setiap orang laki-laki dan

anak-anak mulai umur 3 tahun, mereka selalu membawa keris yang hulunya

indah ynag terbuat dari emas, cula badak atau gading.

Mereka selalu membawa keris dengan tujuan jika ada orang yang

menantang atau perampok yang hendak merampas, mereka sudah siap

dengan keris yang dibawanya tersebut. Mereka suka memakan sirih, suka

mengadakan perang-perangan dengan tombak bambu pada

perayaan-perayaan, suka bermain-main, waktu terang bulan dengan disertai

nyanyian-nyanyian berkelompok dan bergiliran antara wanita dan pria,

gemar pula menonton wayang berber (wayang yang adegan-adegan

ceritanya digambarkan di sehelai kain, kemudian dibentangkan di antara

dua belah kayu dan diceritakan isinya oleh dalang).28

Masuknya pengaruh Hindu-Budha serta budaya India tidak serta merta

membongkar kepercayaan animisme-dinamisme sebagai kepercayaan asli

yang telah menyuburkan kepercayaan magis dananimis dengan cerita

orang-orang sakti setengah dewa, juga mantra-mantra berupa kata-kata

atau rumusan kata-kata yang dipandang magis. Kumpulan berbagai macam

sastra, terutama yang berkaitan dengan cerita wayang, mendorong

28

(32)

25

pertumbuhan dan perkembangan berbagai cabang kesenian yang amat

halus dan indah. Wayang merupakan seni pentas yang paling jitu, menjadi

sarana hiburan sekaligus menjadi wasilah memasyarakatkan nilai-nilai

budaya Jawa yang dipandang luhur.

Dalam wayang ditanamkan kesadaran adanya golongan luhur (

kusuma rembesing madu) dengan watak halus, berbudi bawa leksana, ahli

tapa brata, tidak tamak dalam dunia, kehidupan dibaktikan bagi

kepentingan kemanusiaan dan pelindug masyarakat kecil. Bahkan

digambarkan pula kepahlawanan para kesatria Jawa (priyai), yang rela

berkorban bagi tanah airnya, walaupun pendiriannya tidak menyukai

watak dan tindakan atasannya, sebagaimana dalam lakon Kumbakarma

Lena. Berbagai macam mitos tentang orang sakti juga Waskitha dan

benda-benda pusaka yang dipandang sakti juga tercermin di dalam

wayang. Tidak luput pula hukum pampasan yang diistilahkan dalam istilah

utang pati nyaur pati dan lain-lain. Identitas orang Jawa sebagai bangsa

yang halus dan beradab, tidak kasar itu termuat didalamnya, juga

nilai-nilai karakteristik kebudayaan jawa terpancar secara lengkap dalam

pertunjukan wayang.29

29

(33)

26

BAB III

MASUKNYA ISLAM DAN DAKWAH SYEKH IBRAHIM ASMARAQONDHI

DI TUBAN

A. Masunya Islam Di Tuban

Perkembangan agama Islam di Indonesia secara umum dapat dibagi

menjadi tiga fase yaitu:

1. Fase singgahnya pedagang-pedagang Islam dipelabuhan

nusantara.

2. Adanya komunitas-komunitas Islam di beberapa daerah

kepulauan indnesia.

3. Berdirinya kerajaan-kerajaan Islam.30

Proses masuknya Islam di Tuban berlangsung secara damai tanpa

adanya kekerasan. Pada tahap permulaan, salah satu diantara saluran

Islamisasi yang pernah berkembang di Indonesia adalah saluran

perdagangan. Hal ini sesuai dengan kesibukan lalu lintas perdagangan

pada abad ke-7 hingga abad ke-16 yang diperankan oleh pedagang muslim

dari Arab, Persia, India dan lain sebgainya. Mengenai proses Islamisasi

dipesisir utara Jawa, Tome Pires menggambarkannya dalam kutipan

sebagai berikut:

30

(34)

27

Kini saya ingin mulai menceritakan pate-pete muslim yang berada di pesisir, yang berkuasa di Jawa dan mempunyai semua perdagangan karena mereka adalah penguasa Jung-jung dan rakyat.

Ketika disana di pesisir Jawa belum muslim “ caffre “ maka banyak

pedagang berdatangan orang-orang Persi, Arab, Gujarat, Bengali, Malaya dan jenis kebangsaan lainnya, yang diantaanya banyak muslim. Mereka mulai berdagang didalam negeri itu dan menjadi kaya raya. Mereka berhasil mendirikan masjid-masjid dan mollan (Maulana) datang dari luar sehingga jumlahnya menjadi banyak dan karena anak-anak muslim menjadi Jawa dan kaya raya. Karena mereka di daerah-daerah itu lebih kurang sudah 70 tahun. Dalam beberapa tempat itu penguasa Jawa yang belum menganut Islam kemudian menganut Islam, dan maulana-maulana dan pedagang-pedagang muslim ini menggambil kedudukan ditempat-tempat ini yang lain-lainnya dengan suatu cara memberi perbentengan. Mereka itu mengambil rakyat untuk diri mereka sendiri yang turut serta dalam jung-jungnya dan mereka membunuh penguasa-penguasa pesisir Jawa dan mengambil alih perdagangan dan

kekuasaan Jawa, di tempat-tempat tinggalnya.31

Proses Islamisasi yang terjadi didaerah Tuban dapat di gambarkan

oleh musafir portugis Tome Pires sebagai berikut:

Kota Tuban itu tempat kedudukan raja, perdagangan dan pelayaran tidak seperti Gresik. Keratonnya mewah, dan kotanya, meskipun tidak besar sekali, mempunyai pertahanan yang tangguh. Keluarga rajanya sekalipun agama Islam, sejak pertengahan abad 15 M tetap mengadakan hubungan baik dengan Maharaja Majapahit.

Raja Tuban pada waktu itu disebut Pate‟ Vira. Ia bukan seorang

Islam yang taat, meskipun kakeknya sudah masuk Islam. Dari kata Wira

yang sering menjadi bagian dari nama Jawa. Tetapi dapat juga Vira

dihubungkan dengan kata Wila-tikta.32

31

Marwati Djoenet poesponegoro dan Nugrohi Notosusanto, Sejarah Nasional Indonesia jilid III (Jakarta: Balai Pustaka, 1984), 189.

32

(35)

28

Dalam babad tuban yang menceritakan urutan-urutan Adipati

Tuban yakni:

Setelah mangkatnya Hariyo Leno, Raden Hariyo Diroko putranya menggantikan menjadi Bupati. Beliau memerintah selama 18 tahun. Beliau mempunyai dua orang putera yakni Raden Ayu Hariyo Tejo dan Kyai Ageng Ngraseh. Kemudian Raden Ayu Hariyo Tejo menjadi istri Syekh Ngadurrohman putra Syekh Jali/ Syeh Jalaluddin/ Kyai makam dawa / Ngalimurtolo dari gresik. Sejak pemerintah Bupati Raden Dikoro, Bupati Tuaban memeluk Islam.

Dari babad Tuban kita ketahui bahwa nama-nama dalam keluarga

Aryo Tejo di Tuban, pada hakekatnya berasal dari nama perempuan,

keturunan Raden Arya Adikara, pembesar Majapahit. Sejak Arya Adikara

menjadi bupati Tuban, bupati yang terakhir ini setelah mempunyai menantu

Syeh Ngandurrahman, kemudian memeluk Islam.33

Hal itu sesuai dengan kejadian akhir pergantian raja Majapahit,

setelah Hayamwuruk meninggal, tahta Majapahit diduduki oleh Wikrama

Wardana (Bhra Hyang Wisesa), ia adalah menantu dan keponakan raja

Hayamwuruk yang dikawinkan dengan putrinya yakni Kusumawardani,

seharusnya yang menjadi dan menggantikan Hayamwuruk adalah

Kusumawardani. Putra Mahkota yang dilahirkan dari paduka sri permaisuri

Hayamwuruk. Gelar Wikrama Wrdana merupakan gelar dari keluarga

keurunan raja Majapahit.

Menurut sumber Cina dari awal abad ke-15, di kota-kota pantai

utara ada tiga golongan masyarakat, pertama penganut Islam yang datang

33

(36)

29

dari Barat dan menetap di Jawa khusunya di Tuban, mereka bukan

orang-orang Arab tetapi orang-orang India yang beragama Islam. Orang-orang-orang india

adalah pedagang-pedagang dan bukan penyebar agama Islam. Meskipun

demikian mereka juga memberi pengaruh pada penyebaran Islam di wilayah

Jawa. Barang-barang komoditi mereka adalah manik-manik, tekstil, dan

juga batu nisan. Disamping pedagang India yang membawa Islam, para

pedagang Melayu dari Malaka juga menunjang pengIslaman di Jawa dengan

menetap atau singgah dalam perjalanannya ke Maluku.34

B. Saluran-saluran Islamisasi di Tuban

Secara garis besar penyebaran Islam di Tuban dilakukan melalui

beberapa saluran Islamisasi, yakni diantaranya:

1. Islamisasi Perdagangan

Sejak abad ke-11 tuban nampaknya sudah menjadi pusat

perdagangan internasonal, khusunya pada masa Airlangga.

Dalam sebuah prasasti yang dikeluarkan pada masa itu

disebutkan bahwa kerajaan Airlangga memiliki dua pelabuhan

niaga yaitu Hujung Galuh dan Kambangputih. Dalam prasasti

tersebut disebutkan orang-orang asing yang berdagang yaitu

34

(37)

30

pedagang India Utara, India Selatan, Burma, Kamboja dan

Campa.35

Seperti telah dikemukakan di atas bahwa sejumlah prasasti

ysng ditemukan di sekitar Tuban menjelaskan bahwa Tuban

telah menjadi pelabuhan yang amat penting pada masa

Airlangga pada pertengahan abad ke-11. Begitu pentingya

tempat ini sehingga orang-orang Cina untuk beberapa lama

menganggap Tuban sama dengan Jawa Timur. Ada

kemungkinan bahwa Tuban merupakan pelabuhan tempat

orang-orang India menginjakkan kakinya untuk berdagang dan

sekaligus menyebarkan Hinduisme dan Budhisme di Jawa

Timur sekitar abad ke-11.

2. Islamisasi Perkawinan

Pandangan dari sudut ekonomi, para pedagang muslim

memiliki status social yang lebih baik dari pada kebanyakan

pribumi, sehingga penduduk pribumi, terutama putri-putri

bangsawan tertarik untuk menjadi istri saudagar-saudagar itu.

Sebelum mereka melakukan perkawinan mereka di Islamkan

terlebih dahulu, setelah mereka mempunyai keturunan, maka

35

(38)

31

lingkungan mereka semakin luas. Akhirnya timbul

kampung-kampung, daerah-daerah, dan kerajaan-kerajaan Islam.36

Islamisasi perkawinan dilakukan antara saudagar muslim,

mubaligh dengan anak bangsawan kerajaan . dalam Islamisasi

ini akan mempercepat terbentuknya inti sosial, yaitu keluarga

muslim dengan masyarakat muslim. Dengan perkawinan secara

tidak langsung orang muslim tersebut status sosialnya

dipertinggi dengan sifat karisma kebangsawanan. Lebih-lebih

apabila pedagang besar kawin dengan putri raja, maka

keturunannya akan menjadi pejabat birokrasi dalam kerajaan,

putra mahkota kerajaan, syahbandar, qadi.37

Selain itu saluran Islamisasi melalui perkawinan itu lebih

menguntungkan lagi apabila terjadi perkawinan antara ulama

atau golongan lain dengan anak bangsawan atau anak raja atau

anak adipati. Lebih menguntungkan karena status social

ekonomi, terutama politik raja-raja, adipati-adipati, dan

bangsawan-bangsawan pada waktu itu turut mempercepat

proses Islamisasi.

Seperti dalam cerita babad hikayat dan tradisi, sering

didapati data mengenai perkawinan seorang pedagang atau

golongan lainnya dengan anak bangsawan, dalam babad tanah

Jawa diceritakan tentang perkawinan antara putri Campa

36

Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam ( Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,2010), 202. 37

(39)

32

dengan seorang raja Majapahit yaitu Brawijaya, sedangkan

ayah putri Campa adalah seorang misionaris muslim yang

kawin dengan ibunya anak raja Campa yang semula bukan

penganut Islam.

Dalam babad tanah Jawa juga diceritakan perkawinan

antara Raden Rahmat atau Sunan Ampel dengan Nyai Gede

Manila, yakni putri dari Temenggung Wilatikta. Dan dalam

babad Cirebon diceritakan perkawinan putri Kawunganten

dengan Sunan Gunung Jati, sedangkan dalam babad Tuban

menceritakan perkawinan antara Raden Ayu Teja, yaitu putri

Aria Dikara yang menjadi Adipati Tuban dengan Syekh

Ngabdurahman seorang pedagang Arab muslim yang

kemudianmempunyai anak laki-laki dengan gelar Arab

bernama Syeih Jali atau Jaleludin. Dari semua cerita dari babad

Jawa, Islamisasi melalui perkawinan telah banyak dilakukan

dari banyak kalangan bangsawan dengan pedagang dan

ulama.38

3. Saluran Pendidikan

Islamisasi di Tuban juga dilakukan melalui pendidikan,

pendidikan secara umum adalah suatu cara yang baik untuk

menyebarkan suatu ilmu agama, demikian juga Wali Songo

yang menggunakan pendidikan sebagai sarana dakwahnya.

38

(40)

33

Seperti yang dilakukan Sunan Ampel dan Sunan Giri dalam

melakukan Islamisai melalui pendidikan pesantren.39 Dari

penjelasan diatas, maka dapat disamakan dengan islamisasi di

Tuban yang dilakukan oleh Ibrahim Asmoroqondi yang

menggunakan sarana pendidikan di Masjid. Beliau

mengajarkan ilmu tauhid, tata cara sholat dan ilmu-ilmu yang

ada dalam agama Islam. Jadi dapat dilihat bahwa islamisasi

pendidikan di Tuban masjid mempunyai peran penting dalam

penyiaran agama Islam di Tuban.

C. Biografi Syekh Ibrahrim Asmoroqondi

Syeikh Ibrahim Asmoroqondi atau syeikh Ibrahim As-samarqandi

yang dikenal sebagai ayahanda Raden Ali Rahmatullah (Sunan Ampel),

diperkirakan lahir di Samarkand, Asia tengah, pada paruh abad ke-14.

Babad Tanah Jawi menyebut namanya dengan sebutan Makdum Ibrahim

Asmoro atau Maulana Ibrahim Asmoro. Sebutan itu mengikuti

pengucapan lidah Jawa dalam melafalkan As-samarqandi, yang kemudian

berubah menjadi Asmoroqondi.

Nama lengkapnya adalah syekh Ibrahim bin Jamaludin Akbar bin

Ahmad Jamaluddin.40 Syeh Maulana Ibrahim Asmoroqondhi hidup sekitar

1351 sampai 1425M. Ibrahim Asmoro adalah seorang yang suci, seorang

pendidik yang sabar dan telaten, ia terkenal sebagai ahli fikih dan ilmu

39

Badri, sejarah peradaban, 203. 40

(41)

34

kanoragan. Ia seorang yang taat menjalankan ajaran Islam, memiliki

kebatinan yang tinggi dan karomah yang besar.41

Syekh Ibrahim Asmoroqondi adalah waliyullah dan merupakan salah

satu putra dari syeikh Jumadil Kubro atau Syeikh Jamaludin

Kubro,42seorang ulama ahlussunnah bermahzab Syafi‟i. Syeikh Ibrahim

Asmoroqondi diperintahkan oleh ayahnya untuk berdakwah ke

Negara-negara Asia. Perintah tersebut dilaksanakan dan Syekh Ibrahim

Asmoroqondi kemudian diambil menantu oleh raja Campa, dinikahkan

dengan putrinya yang bernama Dewi Candrawulan. Negeri Campa ini

menurut sebagian ahli sejarah terletak di Munghtai.43

Dalam sejarah Banten Syekh Ibrahim Asmoroqondi disebut dengan

nama Aripin. Beliau telah mengajak raja dan rakyat Cempa masuk agama

Islam. Tak lama dari masuknya raja ke dalam agama Islam, sang raja

meninggal dan digantikan oleh putranya dan putra raja ini menikahkan

Aripin dengan saudara perempuannya. Dari perkawinan tersebut Aripin

dan istrinya mempunyai anak laki-laki yang diberi nama Raden Rahmat.44

Menurut babad Cirebon, Syekh Ibrahim Asmoroqondi adalah putra

dari Syekh Karnen dan berasal dari Negeri Tulen. Jika babad Cirebon ini

otentik, maka Syekh Ibrahim Asmoroqondi bukan penduduk asli

Samarkand, melainkan seorang migran yang orang tuanya pindah ke

41

Solichin Salam, Sekitar Wali Songo (Kudus: Menara Kudus, 1960),7.

42

Moch Jamaluddin Ahmad, Napak Tilas Auliya’ 2011 (Jombang: Pustaka Al-Muhibbin, 2011), 3. 43

MB. Rahimsyah, Jejak-Jejak Wali Songo Penyebaran Islam DiJawa (Surabaya: Mitra Umat, 1998), 14.

44

(42)

35

Samarkand, karena Negeri Tulen yang dimaksud menunjuk pada wilayah

Tyulen, kepulauan kecil yang terletak di tepi timur laut Kaspia yang

masuk wilayah Kazakhastan, tepatnya di arah barat Samarkand.45

Samarkand merupakan Kawasan yang dikenal melahirkan beberapa

ulama besar seperti perawi hadist imam Bukhori. Menurut babad

ngampeldenta, Syekh Ibrahim Asmoroqondi yang dikenal dengan sebutan

Syekh Molana adalah penyebar Islam di negeri Champa, tepatnya di

gunung sukasari dan kemudian di ambil menantu oleh raja Campa.

Sejumlah sumber sejarah mencatat silsilah Ibrahim dan Rahmatullah

sampai pada nabi Muhammad SAW lewat jalur imam Husain bin ali. Pada

tarikhul auliya karya kh bisri mustofa mencantumkan nama Rahmatullah

sebgai keturunan ke-23.46

Menurut Moch. Jamaluddin Ahmad dalam bukunya yang berjudul

Napak Tilas Auliya‟ mengatakan bahwa Ibrahim Asmoroqondi merupakan

keturunan ke-21 dari nabi Muhammad SAW dan silsilah lengkapnya yaitu:

1. Rosulullah Muhammad SAW

2. Fatimah Azzahra

3. Imam Husein Assabt

4. Ali Zainal Abidin

5. Muhammad Baqir

6. Isa An-naqib

45

Penyusun, Tuban Bumi Wali, 186-188.

46

(43)

36

7. Muhammad Naqib

8. Ali Uraidi

9. Jafar sadiq

10.Ahmad Muhajir Ilallah

11.Ubaidillah

12.Alwi

13.Muhammad

14.Alwi

15.Muhammad Sohib Marbat

16. Ali Khola‟qosam

17.Alwi

18.Amir Abdul Malik

19.Abdullah Adhomat Khan

20.Ahmad Syah jalal

21.Maulana Jamaludin Akbar Husein

22.Ibrahim As-samarqandi.47

Maulana Ibrahim Al Ghozi bin Jamaludin Husain atau disebut

Ibrahim Asmoroqondi yang istrinya bernama Dewi Candrawulan juga

saudara kandung putri Dwarawati dan ibu keduanya merupakan puteri raja

Singasari yang dipersunting raja champa Prabu Singhawarman. Ibrahim

Asmoroqondi berasal dari Samarkand, satu asal dengan Maulana Ishaq,

bahkan ada yang menyebut saudara kandung . Ibrahim Asmoroqondi juga

47

(44)

37

ditugaskan oleh pemerintah Turki untuk menyebarkan agama Islam ke

Asia Tenggara dan Ibrahim Asmoroqondi memilih Champa sebagai

tempat untuk menunaikan tugasnya itu.Karena waktu berangkat dari Turki

belum menikah. Akhirnya Ibrahim Asmoroqondi diambil menantu oleh

raja Champa prabu Singhawarman yang kemudian masuk Islam.48

Menurut Babad Walisonggo Raja Campa mempunyai tiga orang

anak yaitu dua orang putri dan satu putra. Putri yang pertama menikah

dengan Prabu Brawijaya Majapahit dan yang kedua menikah dengan

Syekh Ibrahim Asmoroqondi. Putra Raja Campa tersebut bernama Ratu

Jaga atau Atanyata menggantikan tahta ayahnya yang telah meninggal dan

mau memeluk agama Islam yang kemudian diikuti oleh semua mentri dan

punggawanya, beserta seluurh keluarganya. Syekh Ibrahim Asmoroqondi

memberi pelajaran bagaimana menyembah Tuhan. Negeri Campa

kemudian menjadi Darussalam.49

Namun sumber lain mengatakan bahwa Syekh Ibrahim Zainuddin

Assamarkandi atau Syekh Ibrahim Assamarkandi yang lebih dikenal

dengan sebutan Ibrahim Asmara, beristrikan Cut Candra Wulandari atau

lebih dikenal dengan nama Dewi Condrowulan. Dari perkawinan ini

Ibrahim Asmara menurunkan dua anak yang masing-masing adalah H.R

Ali Murtadlo yang lebih dikenal dengan panggilan Raden Santri dan H.R

Ali Rahmatullah atau Sunan Ampel. Sedang perkawinannya dengan putri

Juwana, menurunkan tiga orang anak yaitu:Usman Aji atau lebih dikenal

48

Hasanu Simon, Misteri Syekh Siti Jenar (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,2008), 193. 49

(45)

38

dengan Sunan Ngudung, Dewi Suinah (istri Sunan Muria), dan Sunan

Santri atau yang lebih dikenal dengan pangeran Kadilangu. jika ditarik

garis keturunan ke atas maka silsilah Syekh Ibrahim Asmoroqondi adalah

1. Syekh Ibrahim Al-samarqondi bin

2. Jamaluddin Jumadil Kubro bin

3. Mahmudil Al Kubro bin

4. Abdurrahman bin

5. Abdullah bin

6. Hassan bin

7. Syama‟un bin

8. Najmudil Kubro bin

9. Namuddin Al Kubro bin

10. Zainal Kubro bin

11. Zainal Alim bin

12. Zanal Abidin bin

13. Hussen bin

14. Ali bin Abu Tholib.50

Dan jika ditarik garis keturunan kebawah akan terlihat bahwa Syekh

Ibrahim Asmoroqondi banyak menurunkan wali-wali yang tersebar di

seluruh tanah Jawa, yaitu dari Sunan Ampel dan Nyi Ageng Manila

menurunkan Maulana Makdum Ibrahim (Sunan Bonang), Syarifuddin

50

(46)

39

(Sunan Drajat), Maulana Ahmad Hisamuddin (Sunan Lamongan) dan

seorang putri yang diperistri oleh Sunan Kali Jaga.51

Syekh Ibrahim Asmoroqondi acap kali disamakan dengan Maulana

Malik Ibrahim seperti dikemukakan oleh Widjisaksono yang berjudul yang

mengatakan bahwa Maulana Malik Ibrahim adalah seorang ulama dari

Arab trah (keturunan) Rasulullah dari cicit beliau Zaynal Abidin bin

Hasan bin Ali. Dari anak cucu beliaulah lahir wali-wali di Jawa yaitu

Sunan Ampel dan Sunan Gresik, sedangkan Sunan Majagung adalah

kemenakan iparnya. Diberitakan pula bahwa Maulana Ibrahim adalah

Makdum Ibrahim Asmara, sehingga mungkin yang disebutkan bahwa

beliau berasal dari Arabia itu sesungguhnya berasal dari Samarkand.52

Selain widjisaksono, Ridin Sofwan mengungkapkan bahwa Maulana

Malik Ibrahim yang juga di panggil Syekh Magribi yang dalam Babad

Tanah Jawi disebuut Makdum Ibrahim Asmara. Beliau adalah saudara

Maulana Ishak, dan dengan putri Campa, mempunyai dua orang putra

yaitu Raden Rahmad (Sunan Ampel) dan sayid Ali Murtadla atau Raden

Santri. Maulana Malik Ibrahim adalah putera Raden Jumadil Kubro. Jika

ditarik silsilah ke atasnya yaitu: Maulana Malik Ibrahim bin Jumadil

51

Ibid,. 12. 52

(47)

40

Kubro bin Zaenal Husain bin Zaenal Kubro bin Zaenal Alim bin Zaenal

Abidin bin Sayidina Husain bin Fatimah binti Nabi Muhammad SAW.53

selanjutnya Ririn Sofwan menyebutkan bahwa kitab Purwaka

Caruban Nagari, serta kitab Hikmatil Asyirah menjelaskan bahwa Syekh

Ibrahim Asmoroqondi merupakan anak dari Syekh Jamaluddin Jumadil

Kubro dan merupakan ayah dari Sunan Ampel. Nama Ibrahim

Asmoroqondi disebut dengan Ibrahim Zainal Al Akbar . berikut silsilah

selengkapnya menurut kedua kitab tersebut:

1. Nabi Muhammad Saw

2. Fatimah dan Ali RA

3. Husein as-Sabti

4. Jaenal Abidin

5. Muhammad Al-baqir

6. Jakfar Saddiq

7. Kasim al-Kamil (Ali al-Uraidl)

8. Muhammad an-Nagib (Idris)

9. Isa al-Bisri (al-Baqir)

10. Ahmad al-Muhajir 53

Ridin Sofwan, Islamisasi di Jawa (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004), 23.

(48)

41

11. Ubaidillah

12. Muhammad

13. Alwi

14. Ali al-Gayam (Gazam)

15. Muhammad

16. Alwi Amir Faqih

17. Abdul Malik

18. Abdullah Khan Nuddin (Amir)

19. Al Amir Ahmad Syaikh Jalalludin

20. Jamaluddin al-Husein

21. Ibrahim Zainal Akbar.54

Sementara silsilah Sunan Kudus menyebutkan bahwa tokoh Ibrahim

Asmoroqondi adalah keturunan dari Maulana Jumadil Kubro. Mata rantai

silsilah tersebut sebagai berikut:

1. Nabi Muhammad SAW

2. Ali bin Abi Thalib

3. Sayidina Husein

4. Zainul Abidin

54

(49)

42

5. Zainal Aliem

6. Zainal Kubro

7. Zainal Khusain

8. Maulana Jumadil Kubro

9. Ibrahim Asmoroqondi

Dari berbagai silsilah tersebut Ibrahim Asamarqandi disebut dengan

berbagai nama itu pada dasarnya bukanlah hanya tokoh legendaris

melainkan benar-benar tokoh sejarah.55

Dugaan bahwa Syekh Ibrahim Asmoroqondi berasal dari

Samarkand Asia Tengah, dapat ditinjau dari keseragaman silsilah Sunan

Ampel. Singkatnya dari berbagai silsilah yang berbeda versi, ternyata

nama Ibrahim Asmoroqondi senantiasa dikaitkan dengan Husein bin Ali

bin Abi Tholib yang gelar keturunannya memang berkembang biak diluar

jazirah Arab, utamnya di negeri persi yang dewasa itu meliputi Asia

Tengah yang termasuk didalamnya Assamarkand.

Jika memang tokoh Ibrahim Asmoroqondi adalah tokoh yang

berasal dari Samarkand maka cukup masuk akal jika tokoh tersebut dalam

perjalanan dakwahnya pernah ke Campa. Di Campa kaisar Cina dari

Dinasti Yuan sebagai penguasa Campa mempunyai hubungan baik dengan

orang-orang Islam dari Turkistan yang sering di angkat sebaga pejabat

tinggi istana. Besar kemungkinan orang-orang Turkistan itu melakukan

55

(50)

43

Islamisasi di kawasan Campa, mengingat kawasan Campa sudah sejak

abad ke-10 terdapat komunitas-komunitas beragama Islam yang memiliki

otonomi, dimana pada abad ke-15 dari kawasan Indo Cina banyak dikenal

sebagai tokoh-tokoh Islam yang menjadi tangan kanan kaisar Cina yang

salah satu diantaranya adalah Laksamana Cheng Ho.56

D. Dakwah Syekh Ibrahim Asmoroqondi

Syekh Ibrahim Asmoroqondi datang ke Campa kurang lebih sekitar

tahun 1300 M.57 Di Campa sudah ada masyarakatnya yang beragama

Islam, akan tetapi pengetahuan agamanya masih minim karena mereka

belajar agama Islam hanya sebentar dengan para pedagang yang pernah

singgah di negeri itu. Namun kedatangan Syekh Ibrahim Asmoroqondi

tidak disambut baik oleh raja Campa karena memang raja Campa tidak

suka dengan ajaran Islam. Raja Campa sangat marah dan menghukum

siapa saja rakyatnya yang beralih keyakinan begitu pula Syekh Ibrahim

Asmoroqondi diburu oleh Raja Campa untuk dijatuhi hukuman.58

Tidak tahan akan Raja Campa Syekh Ibrahim Asmoroqondi pergi ke

gunung sukasari, belum sampai menemukan Syekh Ibrahim

Asmoroqondi, Raja Campa diberitakan sudah meninggal dan digantikan

oleh putranya yang masih remaja dan didampingi oleh kakak

perempuannya. Saat mendengar berita bahwa raja Campa meninggal.

Syekh Ibrahim Asmoroqondi langsung turun dari gunung menuju ke pusat

56

Ibid., 39 57

Bisri Mustofa, Tarikhul auliya’ (Rembang: Gama Media, 2004 ), 3. 58

(51)

44

kota Campa. Dalam Babad Tanah Jawa dijelaskan bahwa setelah raja

Campa meninggal digantikan oleh putra laki-lakinya dan kemudian Syekh

Ibrahim Asmoroqondi dinikahkan dengan putri kedua raja Campa yaitu

Dewi Candrawulan.59

Hampir dua puluh tahun sudah Syekh Ibrahim Asmoroqondi berada

di tanah Campa. Dengan istri keduanya, ia dikaruniai dua orang putra yang

diberi nama Ali Murtadlo dan Ali Rahmatullah. Pada sekitar tahun 1404 M

Syekh Ibrahim Asmoroqondi beserta kedua putranya meningalkan bumi

Campa menuju ke Jawa. Kedatangan Syekh Ibrahim Asmoroqondi ini

juga menimbulkan perdebatan antara sejarawan. Dalam buku Babad

Walisongo Yudi AW mengatakan bahwa kedatangan Syekh Ibrahim

Asmoroqondi ke Jawa karena Syekh Ibrahim Asmoroqondi rindu dan

juga ingin memenuhi janji kepada ayahnya saat ia masih berada di Pasai

dan ditingal ayahnya yaitu Syekh Jamaluddin Husain ke Jawa. Mereka

berlayar menggunakan perahu menyusuri pantai Sumatra hingga akhirnya

mereka singah di pelabuhan Palembang.60

Di Palembang rombongan kecil tersebut disambut oleh Adipati Arya

Damar. Ia sebenarnya adalah salah satu pangeran dari Majapahit dan

diangkat sebagai penguasa Palembang, yang menguasai wilayah bawahan

Majapahit. Sesampai di Palembang, setelah bicara basa-basi cukup lama

Syekh Ibrahim Asmoroqondi mulai berbincang-bincang tentang

keyakinan yaitu agama Hindu dan Islam dengan mendasari ilmu tasawuf,

59

Purwadi, Babad Tanah Jawi (Yogyakarta: Gelombang Pasang, 2005), 23. 60

(52)

45

ilmu spiritual Islam yang memang banyak memiliki titik kesesuaian antara

keyakinan tersebut. Hingga akhirya adipati Palembang Arya Damar

tergerak hatinya untuk masuk Islam.

Pada sisi yang berbeda Wawan Susetya menjelaskan bahwa Syekh

Ibrahim Asmoroqondi datang ke Jawa untuk menjalankan dakwahnya dan

menemani putranya Raden Rahmat (Sunan Ampel) yang mendapat

undangan dari bibinya yang merupakan istri dari Raja Majapahit, yang saat

itu kerajaan Majapahit diambang kehancuran. Musim paceklik yang

berkepanjangan menyebabkan mahalnya harga sandang pangan, sehingga

banyak rakyat yang kelaparan. Yang lebih memprihatinkan lagi karena

pamong praja pun tak bisa dijadikan panutan atau teladan. Selain suka

korupsi dan berfoya-foya menghambur-hamburkan uang rakyat, mereka

juga suka melakukan praktek kotor ma lima; madon (main perempan),

main (judi), minum (mabuk-mabukan), maling (mencuri), dan madat

(menghisap ganja). Tak menutup kemungkinan kejahatanpun merajaela,

baik perampokan penganiayaan, pencurian, pemerkosaan maupun

perampasan hak.61

Ketimpangan atau jurang pemisah antara si kaya dan si miskin

sangatlah mencolok. Mereka ibarat minyak dan tanah. Si kaya ingin

memperbudak si miskin begitu pula si miskin ingin menjarah habis harta si

kaya. Dari kekacauan yang terjadi di wilayah kerajaan Majapahit tersebut

Prabu Kertabumu resah dan bingung harus dengan cara apa untuk

61

(53)

46

mengatasi masalah tersebut. Padahal sang prabu sudah mendatangkan para

Biksu dan Brahmana agar menyelesaikan permasalahan tersebut.

Kemudian atas saran dari isteri dari sang Prabu yaitu Dewi Dwarawati

untuk mengundang keponakannya dari Campa yaitu Raden Rahmat (Sunan

Ampel), sang Prabu memerintahkan anak buahnya untuk memanggil

Raden Rahmad untuk datang ke Jawa dan membenahi akhlak rakyat

Majapahit. Dan kebetulan Raden Rahmat (Sunan Ampel) juga sejak awal

ingin menjalankan syi‟ar Islam ke manca negara termasuk tanah Jawa. 62

Menurut prof. Hasanu Simon Ibrahim Asmoroqondi datang keJawa

bersama Raden Rahmat (Sunan Ampel), Sayid Ali Murtadlo dan Abu

Hurairah. Rombongan mendarat di Bandar Tuban, kemudian tinggal dan

berdakwah di sana beberapa waktu. Selama tinggal di Tuban, Ibrahim

Asmoroqondi jatuh sakit dan akhirnya meninggal dunia. Jenazahnya

dimakamkan di desa Gesik Harjo, Palang Tuban.63

Dalam kisah-kisah tradisional dikisahkan bahwa Sunan Ampel

datang ke Jawa bersama ayahnya dan saudaranya yang bernama Ali

Murtadlo dan sahabatnya yang bernama Abu Huarairah.64 Namun babad

gresik menjelaskan bahwa Raden Rahmat KeJawa hanya bersama

saudaranya Ali Murtadlo dan sahabatnya Abu Hurairah.65

62

Ibid., 10-14 63

Hasanu Simon, Misteri Syekh Siti Jenar, cetakan V (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,2008),196.

64

Sunyoto, Sejarah Perjuangan Sunan Ampel, 38-40. 65

(54)

47

Di Palembang tiga bulan dirasa sudah cukup berada di Palembang

karena memang tujuan mereka bukan Palembang melainkan ke Jawa.

Tugas sebagai duta Cina sudah dilaksanakan, terlebih pula mereka telah

mengIslamkan Arya Damar adipati Palembang. Kemudian Syekh Ibrahim

Asmoroqondi dan kedua putranya melanjutkan perjalanan dengan menaiki

kapal menyusuri sungai Musi hingga keselat Bangka. Untuk selanjutnya

kapal yang mereka tumpangi bergerak menyisir lautan di sepanjang timur

pantai Sumatera.

Pelabuhan Banten menjadi tempat persinggahan mereka. Namun tak

lama,

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini mengkaji tentang peran leaflet sebagai media promosi Balai Pengelolaan Kepurbakalaan Sejarah dan Nilai Tradisional terhadap pemanfaatan layanan

masyarakat yang berada di sekitar area makam Syekh Jangkung. Hal. tersebut muncul dari peziarah yang mempunyai nadzar

Darisitulah muncul setidaknya dua versi yang mengatakan bahwa Jenazah Syekh Siti Jenar ditukar dengan bangkai anjing lalu jenazah aslinya dimakamkan di tempat yang

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa, 1) Makam We Tenri Dio merupakan makam kuno yang terletak di Kepulauan Selayar, yang telah lama ada, jauh sebelum masuknya Islam

Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) Strategi komunikasi pemasaran yang dilakukan Pemerintah Kota Magelang dalam mengembangkan objek wisata religi makam Syekh Subakir

Skripsi ini berjudul FENOMENA MAKAM ORANG JEPANG DI MEDAN (STUDI KASUS MAKAM ORANG JEPANG DI DELITUA), yang bertujuan untuk mendeskripsikan fenomena makam orang Jepang di

Ia lantas menyebutkan peziarah di makam Sunan Giri pada tahun 2008 tercatat 505.477 orang, sedangkan yang berkunjung ke makam Maulana Malik Ibrahim sebanyak 575.968 orang.. Menurut

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan diatas, research question yang diangkat dalam penelitian ini adalah “Bagaimana akulturasi budaya Jawa dan Sunda terhadap penerapan