• Tidak ada hasil yang ditemukan

Permen 12 NSPthn 2010 KPPU Salinan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Permen 12 NSPthn 2010 KPPU Salinan"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

SALINAN

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR       NOMOR 12 TAHUN 20092010

TENTANG

PELAKSANAAN TATA LAKSANA OPERASIONAL

PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA DI DAERAH Cek judul : Tata laksana?

MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

Menimbang : a. bahwa  sebagai pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor   41   Tahun   1999   Tentang   Pengendalian Pencemaran Udara, perlu disusun pedoman teknis pemantauan kualitas udara ambien.kualitas udara ambien  di  perkotaan  semakin   menurun  akibat peningkatan sumber pencemar udara oleh kegiatan manusia  sehingga  perlu   dilakukan   upaya pengendalian pencemaran udara;

(2)

tentang   Pembagian   Urusan   Pemerintahan   Antara Pemerintah,   Pemerintahan   Daerah   Provinsi,   dan Pemerintahan Daerah   Kabupaten/Kota,  dilakukan sesuai   dengan   norma,   standar,   prosedur,   dan kriteria   yang   ditetapkan   oleh   Menteri   yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup; c.

cdc. Bahwa  bahwa  berdasarkan   pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu   menetapkan   Peraturan   Menteri   Negara Lingkungan   Hidup  Ttentang  Tata   Laksana OperasionalPelaksanaan  Pengendalian Ppencemaran Udara di Daerah;

Mengingat : 1. Undang­Undang   Nomor   32   Tahun   2004   tentang Pemerintahan   Daerah   (Lembaran   Negara   Republik Indonesia   Tahun   2004   Nomor   125,   Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana  telah  beberapa   kali  diubah,  terakhir dengan   Undang­Undang   Nomor   12   Tahun   2008 tentang   Perubahan   Kedua   Atas   Undang­Undang Nomor   32   Tahun   2004   tentang   Pemerintahan Daerah   (Lembaran   Negara   Republik   Indonesia Tahun   2008   Nomor   59,   Tambahan   Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);

Undang­undang   Nomor   23  Tahun  1997  Tentang Pengelolaan   Lingkungan   Hidup   (Lembaran   Negara Tahun   1997   Nomor   68,   Tambahan  Lembaran Negara Nomor 3669);

(3)

4844);

3. Peraturan   Pemerintah   Nomor   41   Tahun   1999 tTentang   Pengendalian   Pencemaran   Udara (Lembaran   NegaraLembaran   Negara   Republik Indonesia  Tahun   1999   Nomor   86,  Tambahan Lembaran   NegaraLembaran   Negara   Republik Indonesia Nomor 3853);

4.

5

Peraturan   Pemerintah   Nomor   38   Tahun   2007 tTentang   Pembagian   Urusan   Pemerintahan   Antara Pemerintah,   Pemerintahan  Daerah   Provinsi,   Dan Pemerintahan  Daerah   Kabupaten/Kota   (Lembaran NegaraLembaran   Negara   Republik   Indonesia Republik   Indonesia  Tahun   2007   Nomor   82, Tambahan  Lembaran   NegaraLembaran   Negara Republik Indonesia Nomor 4737);;

Peraturan   Presiden   Nomor   9   Tahun   2005   tentang Kedudukan,   Tugas,   Fungsi,   Susunan   Organisasi, dan   Tata   Kerja   Kementerian   Negara   Republik Indonesia   sebagaimana   telah   diubah   terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 94 Tahun 2006;

5. Peraturan   Pemerintah   Nomor.  41   Tahun   2007 tentang   Organisasi   Perangkat   Daerah  (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 89, Tambahan   Lembaran   Negara   Republik   Indonesia Nomor 4741); 

5 Peraturan   Presiden   Republik   Indonesia   Nomor   9 Tahun   2005   tentang   Kedudukan,   Tugas,   Fungsi, Susunan   Organisasi   dan   Tata   Kerja   Kementerian Negara   Republik   Indonesia   sebagaimana   telah beberapa   kali   diubah   terakhir   dengan   Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2008 (TOLONG TANYAKAN FARAH YANG TERBARU);note :   ada   di   box   file   saya   paling   kiri,   cover   plastic, belakang abu­abu 

(4)

Tentang   Ambang   Batas   Emisi   Gas   Buang

10. Keputusan   Kepala   Bapedal   107/97   Tentang Perhitungan dan Pelaporan Serta Informasi Indeks Standar Pencemar Udara

11.

6. Keputusan   Kepala   Bapedal   No.   205   Tahun   1996Tentang Pedoman Teknis Pengendalian Pencemaran Udara dari Sumber Tidak Bergerak

7. Kepmen   LH   13/95   BME   STBKepmen   LH   45/97Tentang Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU) 16.

8. Sdg   dalam   proses   ttd   (Permen   LH   No.   /2008Tentang Baku Mutu Emisi Sumber Tidak Bergerak Bagi  Usaha/Kegiatan   Pembangkit   Tenaga   Listrik ThermalKeputusan Kepala Bapedal 107/97 Tentang Perhitungan dan Pelaporan Serta Informasi Indeks Standar Pencemar Udara

MEMUTUUSKAN :

(5)

BAB I

KETENTUAN UMUM

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksudkan  dengan :

1. Pencemaran   udara   adalah   masuknya   atau   dimasukkannya   zat, energi,   dan/atau   kompeonen   lain   ke   dalam   udara   ambien   oleh kegiatan manusia, sehingga  mutu udara ambien turun sampai ke tingkat   tertentu   yang   menyebabkan   udara   ambien   tidak   dapat memenuhi   fungsinyamelampaui   baku   mutu   udara   yang   telah ditetapkan.

2. Pengaendalian   pencemaran   udara   adalah   upaya   pencegahan dan/atau   penanggulangan   pencemaran   udara  yang    serta pemulihan mutu udara..

3.

4. Sumber pencemaran adalah setiap usaha dan  /atau kegiatan yang mengeluarkan   bahan   pencemaran  ke   udara   yang   menyebabkan udara tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya..

5. Udara ambien adalah udara bebas dipermukaan bumi pada lapisan troposfir   yang   berada   di   dalam   wilayah   yurisdiksi   Republik Indonesia yang dibutuhkan dan mempengaruhi kesehatan manusia, makhluk hidup dan unsur lingkungan hidup lainnya.  

6. Mutu udara ambien adalah kadar zat, energi, dan/atau kompeonen lain yang ada di udara bebas.  

7. Status mutu udara ambien adalah keadaan mutu udara di suatu tempat pada saat dilakukan inventarisasi.

(6)

dan/atau   unsur   pencemar   yang   ditenggang   keberadaanya   dalam udara ambien.

9. Emisi adalah zat, energi dan/atau kompeonen lain yang dihasilkan dari suatu kegiatan  yang masuk dan/atau dimasukkanya ke dalam udara     ambien   yang     mempunyai   dan/atau   tidak   mempunyai potensi sebagai unsur pencemar.

10. Sumber  emisi  adalah   setiap   usaha   dan/atau   kegiatan   yang mengeluarkan   emisi   dari   sumber   bergerak,   sumber   bergerak spesifik,   sumber   tidak   bergerak,   maupun   sumber   tidak   bergerak spesifik. 

11. Sumber   bergerak   adalah   sumber   emisi   yang   bergerak   atau   tidak tetap pada suatu tempat yang berasal dari kendaraan bermotor.

14. Baku   mutu  Ambang   batas  emisi   gas   buang   kendaraan   bermotor adalah   batas   maksimum   zat   atau   bahan   pencemar   yang   boleh dikeluarkan langsung dari pipa gas buang kendaraan bermotor. 15. Sumber   gangguan   adalah   sumber   pencemar   yang   menggunakan

media udara atau padat untuk penyebarannya, yang berasal dari sumber bergerak, sumber bergerak spesifik, sumber tidak bergerak atau sumber tidak bergerak spesifik;

16. Baku   tingkat   gangguan   adalah   batas   kadar   maksimum   sumber gangguan yang diperbehkan masuk ke udara dan/atau zat padat; 17. Kendaran   bermotor   adalah   kendaraan   yang   digerakkan   oleh

peralatan teknik yang berada pada kendaraan itu. 

18. Kendaraan   bermotor   tipe   baru   adalah   kendaraan   bermotor   yang menggunakan   mesin   dan   /   atau   trnmisi   tipe   baru   yang   siap diproduksi dan dipasarkan, atau kendaraan yang sudah beroperasi tetapi akan diproduksi ulang dengan perubahan desain mesin dan sistem   tranmisinya,   atau   kendaran   bermotor   yang   diimpor   tetapi belum beroperasi di jalan wilayah  Republik Indonesia;

19. Kendaraan   bermotor   lama   adalah   kendaraan   yang   sudah diproduksi,   dirakit   atau   diimpor   dan   sudah   beroperasi   di   jalan wilayah Republik Indonesia.

(7)

21. Uji  tipe   kebisingan   adalah  pengujian  tingkat kebisingan   terhadap kendaraan bermotor tipe baru;

22. Inventarisasi   adalah   kegiatan    untuk   mendapatkan   data   dan informasi yang berkaitan dengan mutu udara.

23. Menteri   adalah   Menteri   yang   menyelenggarakan   urusan pemerintahan di bidang  perlindungan dan  pengelolaan lingkungan hidup.

 

Instansi     yang   bertanggung   jawab   adalah   intansi   yang   bertanggung jawab di bidang pengendalian dampak lingkungan 

BAB IIPasal 2

Peraturan  menteri  Menteri  ini  bertujuan untuk  memberikan pedoman bagi  Ppemerintahan  daerah    Pprovinsi   dan  pemerintah  daerah Kkabupaten/Kkota   dalam  melaksanakan  pengendalian   pencemaran udara.

Pasal 3

Ruang lingkup pengendalian penceman udara yang pengdiaturan dalam Peraturan Menteri ini meliputi :

a. penetapan baku mutu udara ambien;

b. penetapan status mutu udara ambien daerah;

c. penetapan   baku   mutu   emisi,  ambang   batasbaku   mutu  emisi   gas buang, dan baku tingkat mutu gangguan;

d. pelaksanaan koordinasi operasional pengendalian pencemaran udara; dan

(8)

BAB II

PENETAPAN BAKU MUTU UDARA AMBIEN 

Pasal 4 635

(1) Gubernur  menetapkan   baku   mutu   udara   ambien   daerah berdasarkan pertimbangan :

a.  status mutu udara ambien di daerah yang bersangkutan; dan 

b. baku mutu udara ambien nasional.

(2) Baku mutu udara ambien daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan ketentuan sama dengan atau lebih ketat dari baku mutu udara ambien nasional.

(9)

 BAB III

PENETAPAN STATUS MUTU UDARA AMBIEN DAERAH

Pasal 5

(1) Gubernur   menetapkan   status   mutu   udara   ambien   daerah berdasarkan  :

a.      inventarisasi   dan/atau   penelitian   terhadap   mutu   udara ambien, potensi sumber pencemar udara, kondisi meteorologis dan geografis, serta tata guna lahan; dan

     pedoman teknis penetapan status mutu udara ambienPasal 5 47

Gubernur menetapkan status mutu udara ambien daerah berdasarkan :

b. inventarisasi dan/atau penelitian terhadap mutu udara ambien, potensi   sumber   pencemar   udara,   kondisi   meteorologis   dan geografis, serta tata guna lahan; dan

c. pedoman teknis penetapan status mutu dara ambien.

(2) Inventarisasi  sebagaimana  dimaksud   pada   ayat  (1)  huruf   a dilaksanakan   sesuai   dengan   pedoman   teknis   inventarisasi sebagaimana tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

(3) Pedoman  teknis  penetapan   status   mutu   udara   ambien sebagaimana  dimaksud   pada   ayat  (1)  huruf   b   tercantum   dalam Lampiran III III yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

        

(10)

BAB IV

PENETAPAN BAKU MUTU EMISI, AMBANG BATASBAKU MUTU EMISI GAS BUANG,

 DAN BAKU TINGKAT MUTU GANGGUAN

Pasal 1516

(1) Gubernur dapat dapat menetapkan baku mutu emisi sumber tidak bergerak dengan ketentuan sama dengan atau lebih ketat dari baku mutu emisi sumber tidak bergerak nasional.dengan mengacu baku mutu emisi sumber tidak bergerak nasional 

(2)

(3) Gubernur   dapat   menambah   parameter   yang   dipantau   dengan mempertimbangkan parameter dominan dan kritis, kualitas bahan bakar,   bahan   baku,   sumber   pencemar   udara   dominan   serta teknologi yang ada.

(11)

Pasal 76 2

(1) Gubernur  dapat  dapat  menetapkan  baku   mutu   emisiambang batasbaku mutu  emisi gas  dan kebisingan  sumber bergerakbuang kendaraan   bermotor  lama   dengan   ketentuan   sama   dengan   atau lebih   ketat   dari  ambang   batasbaku   mutu  emisi   gas   buang kendaraan bermotor baku mutu emisi sumber bergerak nasional. 

(2)

(3) Gubernur dapat menetapkan  baku  tingkat  kebisingan  baku mutu emisi dan kebisingan sumber bergerakkendaraan bermotor    sama atau lebih ketat dari baku mutu emisi yang berlaku nasionaldengan mengacu kepada nasional.

(4) Penetapan  baku   mutu  baku   mutu  ambang   batas  emisi  dan kebisingan  gas   buang   kendaraan   bermotor    lama  sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan sesuai dengan  mengacu kepada pedoman   teknis   penetapan  baku   mutu  ambang   batas  emisi   gas buang   kendaraan   bermotor   lama   sebagaimana   tercantum   dalam Lampiran   IVV  V yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

Pasal 8

(1) Gubernur dapat menetapkan  baku mutu  baku tingkat  kebisingan, dan getaran, dan kebauan kebauansumber tidak bergerakrak, , dan dan  baku   mutu  baku   tingkat  kebisingan   sumber   bergerak. berdasarkan   pedoman   penetapan   baku   tingkat   kebisingan   dan getaran   sumber   tidak   bergerak,   dan   baku   tingkat   kebisingan sumber bergerak. 

(12)

sumber   bergerak  sebagaimana   dimaksud   pada   ayat   (1)  diatur dengan Peraturan Menteri. 

(3) Pedoman   sebagaimana   dimaksud   pada   ayat   (2)   diatur   dengan Peraturan Menteri. 

(3) Dalam hal pedoman sebagaimana dimaksud pada ayat (2) belum ditetapkan, gGubernur dapat menetapkan baku mutu baku tingkat kebisingan,  dan getaran, dan kebauan sumber tidak bergerak, dan baku   mutu  baku   tingkat  kebisingan   sumber   bergerak   dengan persetujuan Menteri.

Gubernur   dapat   menetapkan   baku   tingkat   kebisingan   dan   getaran sumber tidak bergerak, dan baku tingkat kebisingan sumber bergerak berdasarkan pedoman penetapan baku tingkat kebisingan dan getaran sumber tidak bergerak, dan baku tingkat kebisingan sumber bergerak. Pedoman sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri.

Dalam   hal   pedoman   sebagaimana   dimaksud   pada   ayat   (2)   belum ditetapkan, Gubernur dapat menetapkan baku tingkat kebisingan dan getaran   sumber   tidak   bergerak,   dan   baku   tingkat   kebisingan   sumber bergerak dengan persetujuan Menteri.

BAB V

PELAKSANAAN KOORDINASI OPERASIONAL 

PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA

Pasal 9 (1)   

(13)

(4) (2)       Bupati/walikota  melaksanakan   operasional  Ppengendalian pencemaran  uudara  sebagaimana   dimaksud   pada   ayat   (1) dilaksanakan  oleh bupati/walikota.oleh 

Gubernur memfasilitasi sengketa pencemaran udara antar kota/kabup

Pasal 146

bupati/walikota. 

(5) Gubernur   melaksanakan  Pelaksanaan  operasional pengendalian pencemaran   udara  sebagaimana   dimaksud   pada   ayat  (2)   terdiri atas: 

a. penetapan kebijakan pengendalian pencemaran udara; b. penetapan program kerja; 

c. penyusunan rencana kerja; d. pelaksanaan rencana kerja; dan

e. mengevaluasi hasil pelaksanaan rencana kerja.

BAB VI

KOORDINASI DAN PELAKSANAAN PEMANTAUAN KUALITAS UDARA

Pasal 10

(1) Gubernur melaksanakan koordinasi  pemantauan dan pemantauan kualitas   udara  ambien  skala   propinsiskala  di   wilayah PropinsiPprovinsi..

(2) Koordinasi   pemantauan   kualitas   udara   ambien   skala propinsiPprovinsi terdiri atas:

(14)

b. pelaksanaan   pemantauan   kualitas   udara   ambien  oleh bupati/walikota di kabupaten/kota; dan

c. mengevaluasi  hasil   pemantauan  kualitas   udara  ambien   di kabupaten/kota.

(3) Pemantauan  sebagaimana   dimaksud   pada   ayat   (12),  Gubernur melaksanakan    dilakukan    pemantauan  untuk  kualitas   udara ambien yang tidak dilakukan oleh kabupaten/kota bupati/walikota sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b. .

(4)

(5) Gubernur   melaporkan   hasil   pemantauan   kualitas   udara   ambien skala provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) (2) dan ayat (32) kepada Menteri  paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun.

Pasal 11

(1) Bupati/walikota  melalui   Instansi   yang   bertanggung   jawab mengelola   lingkungan  melaksanakan  melaksanaukan  koordinasi dan  pelaksanaan  pemantauan   kualitas   udara  ambien  di wilayahnya.skala Kabupaten/Kota.

(2) Koordinasi  Ppemantauan   kualitas   udara   ambien  sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: 

a. perencanaan; b. persiapan;

c.  pelaksanaan pemantauan kualitas udara ambien; dan

c. d.        skala   Kabupaten/Kotaserta  mengevaluasi.  hasil pemantauan..

(15)

(4) Bupati/walikota   melLaporkan   hasil   pemantauan   kualitas   udara ambien sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ) disampaikan kepada gGubernur dengan tembusan kepada Menteri paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu) bulantahun.

(5)  tingkat

Baku   mutu   emisi  dan   kebisingan  sumber   bergerak   sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat ditinjau kembali sekurang­kurangnya 1 (satu) kali selama 5 (lima) tahun

Sumber GangguanUMBER GANGGUAN

Pasal 173

Gubernur dapat menetapkan baku tingkat gangguan dengan mengacu kepada baku tingkat gangguan nasional 

Gubernur   dapat   menetapkan   nilai   baku   tingkat   gangguan   yang   lebih ketat dari baku tingkat gangguan nasional

Tata   cara   penetapan   baku   tingkat   gangguan   sebagaimana   dimaksud dalam ayat (1) dapat dilihat dalam Lampiran VIII  Peraturan Menteri ini.

Baku   tingkat   gangguan   sebagaimana   dimaksud   pada   ayat   (1)   dapat ditinjau kembali sekurang­kurangnya 1 (satu) kali selama 5 (lima) tahun

(16)

BAB VII

PEMANTAUAN KUALITAS UDARA DALAM RUANGAN

Pasal 12

(1)Gubernur   dan/atau   bupati/walikota   melakukan   pemantauan kualitas   udara   ambien   dalam   ruangan   berdasarkan   pedoman pemantauan kualitas udara ambien dalam ruangan.

(2)Pedoman   sebagaimana   dimaksud   pada   ayat   (1)   diatur   dengan Peraturan Menteri.

    

Baku Mutu Emisi, Ambang Batas Emisi Gas Buang dan Baku Tingkat Gangguan

SUMBER TIDAK BERGERAK

Pasal 11

Di note : BME STB : Gubernur boleh menambah parameter, SB: Tidak boleh

Penulisan dipisahkan antar STB, dan SB

(5) Gubernur  dapat  menetapkan   baku   mutu   emisi   sumber   tidak bergerak dengan mengacu baku mutu emisi sumber tidak bergerak nasional 

(6) Gubernur   dapat   menambah   parameter   yang   dipantau   dengan mempertimbangkan parameter dominan dan kritis, kualitas bahan bakar,   bahan   baku,  sumber   pencemar  udara  dominan  serta teknologi yang ada.

(17)

(7) Tata   cara  penetapan   baku   mutu   emisi   sumber   tidak   bergerak sebagaimana   dimaksud  dalam   ayat   (1)   dapat   dilihat  dalam Lampiran IV  Peraturan Menteri ini.

(8) Baku   mutu   emisi   sumber   tidak   bergerak  sebagaimana   dimaksud pada ayat (1) dapat ditinjau kembali sekurang­kurangnya 1 (satu) kali selama 5 (lima) tahun

SUMBER BERGERAK

Pasal 12

(6) Gubernur   dapat   menetapkan   baku   mutu   emisi  dan   kebisingan sumber   bergerak   dengan   mengacu  kepada  baku   mutu   emisi sumber bergerak nasional 

(7) Gubernur   dapat  menetapkan   baku   mutu   emisi  dan  kebisingan sumber bergerak sama atau lebih ketat dari baku mutu emisi yang berlaku nasional.

(8) Tata   cara   penetapan   baku   mutu   emisi  dan   kebisingan  sumber bergerak   sebagaimana   dimaksud   dalam   ayat   (1)   dapat   dilihat dalam Lampiran V  Peraturan Menteri ini.

(9) Baku mutu emisi sumber bergerak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat ditinjau kembali sekurang­kurangnya 1 (satu) kali selama 5 (lima) tahun

SUMBER GANGGUAN

Pasal 13

(18)

(2) Gubernur   dapat   menetapkan   nilai   baku  tingkat   gangguan  yang lebih ketat dari baku tingkat gangguan nasional

(3) Tata   cara   penetapan   baku  tingkat   gangguan  sebagaimana dimaksud   dalam   ayat   (1)   dapat   dilihat   dalam   Lampiran   VI Peraturan Menteri ini.

(4) Baku  tingkat   gangguan  sebagaimana   dimaksud   pada   ayat   (1) dapat ditinjau kembali sekurang­kurangnya 1 (satu) kali selama 5 (lima) tahun

(5) Baku mutu emisi sumber tidak bergerak, baku tingkat gangguan, ambang   batas   emisi   gas   buang   dan   kebisingan   kendaraan bermotor  lama sebagaimana dimaksud  pada  ayat  (1)  ditetapkan dengan   mempertimbangkan   parameter   dominan   dan   kritis, kualitas bahan bakar, bahan baku, serta teknologi yang ada.

(6) Baku mutu emisi sumber tidak bergerak, baku tingkat gangguan, ambang   batas   emisi   gas   buang   dan   kebisingan   kendaraan bermotor   lama   sebagaimana   dimaksud   pada   ayat   (1)   dapat ditinjau kembali sekurang­kurangnya 1 (satu) kali selama 5 (lima) tahun. 

(7) Pedoman   teknis   penetapan   baku   mutu   emisi   sumber   tidak bergerak dan ambang batas emisi gas buang kendaraan bermotor lama   yang   berlaku   di   daerah   sebagaimana   dimaksud   dalam Lampiran IV  Peraturan Menteri ini.

Pasal 12

(1) Pemerintah Daerah Propinsi menetapkan baku mutu emisi sumber tidak   bergerak,   baku   tingkat   gangguan,   ambang   batas   emisi   gas buang   dan   kebisingan   kendaraan   bermotor   lama   sebagaimana dimaksud melalui Keputusan Gubernur.

(19)

sama   atau   lebih   ketat   dari   baku   mutu   emisi   dan   ambang   batas emisi gas buang kendaraan bermotor lama yang berlaku nasional. (3) Dalam hal Gubernur tidak menetapkan baku mutu emisi sumber

tidak   bergerak   dan   ambang   batas   emisi   gas   buang   kendaraan bermotor   lama,   maka   berlaku   baku   mutu   emisi   sumber   tidak bergerak dan ambang batas emisi gas buang kendaraan bermotor lama yang berlaku nasional.

(4) Pedoman teknis penetapan baku mutu emisi sumber tidak bergerak dan ambang batas emisi gas buang kendaraan bermotor lama yang berlaku   di   daerah   sebagaimana   dimaksud   dalam   Lampiran   IV Peraturan Menteri ini.

Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU)

Pasal 1113

(1) Pemerintah   Daerah   Kabupaten/Kota   menetapkan   Indeks   Standar Pencemar Udara di daerahnya menggunakan peralatan pemantauan kualitas   udara   ambien   secara   kontinyu   (otomatis)   yang   ada   di daerahnya.

(2) Indeks Standar Pencemar Udara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib diumumkan setiap hari kepada masyarakat.

(3) Indeks Standar Pencemar Udara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan bagi Pemerintah, Pemerintah   Daerah   Provinsi   dan   Kabupaten/Kota   dalam melaksanakan pengendalian pencemaran udara.

BAB VIII

PEMBINAAN DAN PENGAWASAN

(20)

(1) Gubernur   melakukan pembinaan   dan   pengawasan  terhadap   bupati/walikota   dalam pelaksanaan:

a. pengendalian pencemaran udara baik dari sumber bergerak; dan ataupun 

b. pengendalian   pencemaran   udara   dari   sumber   tidak bergerak.

(2) Pembinaan   pelaksanaan   pengendalian   pencemaran   udara   dari sumber   bergerak   sebagaimana   dimaksud   pada   ayat   (1)  huruf   a dilaksanakan   sesuai   dengan   pedoman   teknis   pembinaan   dan pengawasan baku mutu ambang batas emisi gas buang kendaraan bermotor lama sebagaimana tercantum dalam Lampiran VI  VIIVII yang   merupakan   bagian   yang   tidak   terpisahkan   dari   Peraturan Menteri ini.

Pasal 13

(1) Gubernur   melakukan

pengawasan penaatan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan dari   sumber tidak bergerak  yang lokasinya  dan/atau dampaknya lintas kabupaten/kota  terhadap peraturan perundangan di bidang pengendalian pencemaran udara.

(2) Pembinaan  pelaksanaan

pengendalian   pencemaran   udara   dari  sumber   bergerak sebagaimana dimaksud  pada  ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan pedoman teknis pembinaan dan pengawasan ambang batas emisi gas buang kendaraan bermotor lama sebagaimana tercantum dalam Lampiran VII yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri.

(21)

Pasal 14 13Gubernur melakukan pembinaan dan pengawasan kepada bupati/walikota dalam rangka penaatan ambang batas emisi gas

buang kendaraan bermotor lama.

(1) Bupati/walikota   melakukan   pengawasan   penaatan   penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan dari: 

(2)

a.  a. sumber bergerak; dan b. dan

b.sumber   tidak   bergerak  yang   lokasi   dan/atau   dampaknya   skala kabupaten/kota  

terhadap peraturan perundangan­undangan di bidang pengendalian pencemaran udara.

terhadap  peraturan   perundangan   di   bidang  pengendalian pencemaran udara.

Penanggung   jawab   usaha   dan/atau   kegiatan   sebagaimana   dimaksud pada ayat (1) dan (3) sesuai dengan kewenangan yang diatur dalam Peraturan Menteri mengenai kewenangan penilaian AMDAL.

Pasal 134

(3) (1)  Pengawasan  penaatan   penanggung   jawab   usaha   dan/atau kegiatan    pelaksanaan   pengendalian   pencemaran   udara  dari sumber bergerak sebagaimana dimaksud pada dalam ayat (1) huruf a dilakukan (butir a)  dilaksanakan sesuai dengan pedoman teknis pembinaan dan pengawasan  baku mutu  ambang batas  emisi gas buang   kendaraan   bermotor   lama   sebagaimana   tercantum   dalam Lampiran  VIII VII  yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

(22)

sumber   tidak   bergerak  sebagaimana   tercantum   dalam   Lampiran VIII.  VIII  yang   merupakan   bagian   yang   tidak   terpisahkan   dari Peraturan Menteri ini.

(2)   Pembinaan dan Tata cara pengawasan pengendalian pencemaran udara sumber tidak bergerak mengacu kepada pedoman teknis pengawasan

dan pemantauan pencemaran udara sumber tidak bergerak sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV

pengawasan penaatan ambang batas emisi gas buang kendaraan bermotor lama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2)

dilaksanakan sesuai dengan pedoman teknis pembinaan dan pengawasan ambang batas emisi gas buang kendaraan bermotor lama sebagaimana tercantum dalam Lampiran VIII yang merupakan

bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

BAB VIII PEMBIAYAAN

Pasal 15 14

(1) Pembiayaan atas pelaksanaan pengendalian pencemaran udara di daerah   provinsi   dibebankan  kepada   Anggaran   Pendapatan   dan Belanja Daerah Provinsi.

(2) Pembiayaan atas pelaksanaan  pengendalian pencemaran udara di daerah  kabupaten/kota dibebankan  kepada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten/Kota.

(1) Parameter emisi yang dipantau mengacu kepada  Peraturan Menteri LH yang berlaku sesuai dengan jenis industrinya 

(23)

 BAB IX PENUTUP

Pasal 16 15

Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

        

Ditetapkan di Jakarta

        pada tanggal : 26 Maret 2010       MENTERI NEGARA   

LINGKUNGAN HIDUP, ttd

PROF. DR. IR. GUSTI MUHAMMAD HATTA, MS Salinan sesuai dengan aslinya

Deputi MENLH Bidang Penaatan Lingkungan, 

ttd

Ilyas Asaad. MENTERI NEGARA          LINGKUNGAN HIDUP,

         PROF. DR. IR. RACHMAT Sumber Area Pasal 14

Referensi

Dokumen terkait

Efek antosianin pada apoptosis dengan mempengaruhi sinyal protein yang merangsang terjadinya pertumbuhan dan mengatur jalur apoptosis yang tergantung dan tidak

Pelaksanaan implementasi pembelajaran dalam program tahfidzul Qur’an di Pondok Pesantren Baitul Jannah memiliki beberapa factor pendukung yaitu : lokasi pondok

adobe flash Pro adalah suatu software yang digunakan untuk pembuatan animasi. Seperti pembuatan film animasi, animasi pelengkap halaman web, hingga animasi untuk game. Dengan

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa data sekunder yaitu laporan yang berkenaan dengan motorik anak-anak POS PAUD TERATAI dengan melakukan tes awal

Menimbang, bahwa dengan memperhatikan segala uraian dalam pertimbangan dan putusan sebagaimana tercantum dalam putusan Mahkamah Syar’iyah Jantho Nomor :

Sekolah hendaknya terus berupaya menyediakan sarana prasarana belajar yang memadai dan sesuai dengan kebutuhan siswa sehingga dapat menunjang kegiatan belajar

Pada tahun 1998 harga domestik teh menunjukkan kecenderungan lebih tinggi disbanding tahun sesudahnya, hal ini diduga karena pada tahun tersebut nilai tukar rupiah terhadap

Ritual Puja Pitara yang dilaksanakan oleh umat Hindu di Desa Sidorejo Kecamatan Purwoharjo Kabupaten Banyuwangi memiliki implikasi atau dampak sebagai salah satu