PENGARUH PELATIHAN LARI 800 M DAN LARI 1500 M
TERHADAP VOLUME OKSIGEN MAKSIMAL (VO
2MAKS)
I Putu Astrawan, I Gusti Lanang Agung Parwata, Made Budiawan
Jurusan Ilmu Keolahragaan
Universitas Pendidikan Ganesha
Singaraja, Indonesia
e-mail:
{astraone@ymail.com, agungparwata2010@yahoo.co.id,
budiawan_ajus@yahoo.co.id} @undiksha.ac.id
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pelatihan lari 800 m dan lari 1500 m terhadap VO2Maks pada siswa putra ekstrakurikuler atletik SMA Negeri 3 Singaraja tahun pelajaran 2013/2014. Jenis penelitian ini adalah eksperimen semu dengan rancangan the nonrandomized control group pretest posttest design. Subyek penelitian ini adalah siswa putra ekstrakurikuler atletik yang berjumlah 30 orang. VO2Maks diukur dengan test bleeps (MFT). Data dianalisis dengan uji anava satu jalur taraf signifikansi α = 0,05 bantuan komputer program SPSS 16,0. Hasil analisis data menggunakan uji anava satu jalur pada variabel VO2Maks diperoleh nilai signifikansi lebih kecil dari nilai α = 0,05 sebesar 0,00 sehingga hipotesis terdapat perbedaan pengaruh antara pelatihan lari 800 m dan lari 1500 m terhadap peningkatan VO2Maks, diterima. Berdasarkan hasil uji LSD, pelatihan lari 800 m berpengaruh terhadap peningkatan VO2Maks dengan mean difference 0,76, pelatihan lari 1500 m berpengaruh terhadap peningkatan VO2Maks dengan mean difference 1,75, dan pelatihan lari 1500 m mempunyai pengaruh lebih baik daripada lari 800 m terhadap peningkatan VO2Maks dengan mean difference 0,99. Dari hasil analisis data dan pembahasan disimpulkan bahwa; pelatihan lari 800 m dan lari 1500 m berpengaruh terhadap peningkatan VO2Maks, terdapat perbedaan pengaruh antara pelatihan lari 800 m dan 1500 m terhadap peningkatan VO2Maks, dan pelatihan lari 1500 m lebih baik pengaruhnya dibandingkan lari 800 m terhadap peningkatan VO2Maks.
Kata kunci: pelatihan lari 800 m, pelatihan lari 1500 m, VO2Maks.
Abstract
This study was to investigated the effect of 800 m and 1500 m running maximum oxygen volume (VO2Max) of male students who join athletic extracurricular in SMA Negeri 3 Singaraja in the academic year of 2013/2014. This research was designed quasi-experimentally in which the nonrandomized control group pretest posttest design was used. 30 male students who joined athletic extracurricular were selected as the sample of this study. VO2Max was measured by using bleeps test (MFT). The data was analyzed by using one way anova in which the significant level is (α) = 0.05 which then was analyzed by using SPSS 16.0. The result of data analysis which employed one way anova test on VO2Max variable was obtained the significant value is 0.00 which was less than (α) = 0.05 so that the hypothesis which stated that there was different effect between 800 m and 1500 m running training on the improvement of VO2Max could be accepted. Based on the result of LSD test, 800 m running training affected the improvement of VO2Max which the mean difference was 0.76. Also, 1500 m running training affected the improvement of VO2Max which the mean difference was 1.75. However, 1500 m running training affected better rather than 800 running training toward the improvement of VO2Max which the mean difference was 0.99.
Based on the result of data analysis and the discussion, it can be concluded that 800 and 1500 m running training affect the improvement of VO2Max. However, there is a different effect between run 800 and 1500 m running training toward the improvement of VO2Max. 1500 m running training affect better rather than 800 m running training.
Keywords : 800 m running training, 1500 m running training, VO2Max.
PENDAHULUAN
Pelatihan kondisi fisik menjadi peranan penting untuk mempertahankan dan meningkatkan derajat kesegaran jasmani. Menurut Nala (1998: 6) ada 10 komponen kondisi fisik yaitu kekuatan, daya tahan, daya ledak (power), kecepatan, kelentukan, kelincahan, ketepatan, reaksi keseimbangan dan koordinasi. Seorang atlet yang memiliki taktik dan teknik yang baik tidak akan menunjukkan penampilan terbaiknya sepanjang pertandingan/perlombaan tanpa didukung oleh kemampuan fisik yang prima, terutama daya tahan jantung,
pernapasan dan peredaran darah
(cardiorespiratory endurance). Daya tahan ini berkaitan erat dengan volume oksigen maksimal (VO2Maks) yang merupakan
parameter kebugaran jasmani. Menurut Hairy (1989: 186) konsumsi oksigen maksimal disingkat VO2Maks, artinya
menunjukkan volume oksigen maksimal yang dikonsumsi oleh tubuh dan dinyatakan dalam liter atau mililiter per menit. Kemampuan maksimal fungsi organ paru-paru dan jantung merupakan penilaian untuk mengukur kemampuan konsumsi oksigen maksimal seseorang. Dalam meningkatkan VO2Maks program
pelatihan harus dapat dilakukan secara tepat, cermat, sistematis, teratur, dan progresif mengikuti prinsip-prinsip serta metode pelatihan yang akurat agar tercapai tujuan yang diharapkan.
Penurunan kebugaran jasmani dari kenyataan yang ada di lingkungan sekolah seperti: (1) banyak siswa yang tidak mendapat binaan secara khusus, (2) menyempatkan waktu olahraga sangat kurang hanya melakukan olahraga di sekolah saat mendapatkan pelajaran olahraga, (3) banyak siswa yang kurang memanfaatkan waktu luang untuk meraih prestasi olahraga yang lebih tinggi. Masa
Sekolah Menengah Atas (SMA)
merupakan masa yang paling tepat untuk memberikan pembinaan suatu pelatihan. Hal ini dikarenakan diusianya yang berkisar 15-18 tahun, memasuki masa adolisensi yaitu masa yang paling tepat untuk meningkatkan kemampuan fisik yang optimal. Selain itu, masa ini merupakan masa pertumbuhan yang pesat, ditandai dengan perkembangan biologis yang kompleks. Terlihat dari prestasi sekolah, dalam cabang olahraga atletik beberapa tahun terakhir, yaitu pada lari 800 m dan 1500 m mengalami penurunan prestasi dan belum meraih juara dalam perlombaan.
Lari adalah frekuensi langkah yang dipercepat sehingga waktu berlari ada kecenderungan badan melayang, artinya pada waktu lari kedua kaki tidak menyentuh tanah sekurang-kurangnya satu kaki tetap menyentuh tanah (Djumidar, 2004: 13). Menurut McMane (2000: 34) lari 800 m yaitu menjaga ketetapan langkah pada saat lari sangat penting. Ini adalah peralihan pertama dari lari cepat dan ke lari biasa, dan pada setiap segmen lari tersebut, langkah yang tetap harus selalu dijaga. Sedangkan lari 1500 m dianggap sebagai empat segmen yang berbeda, dengan kecepatan langkah yang berbeda. Paruh pertama dilampaui dengan kecepatan langkah yang cepat, paruh kedua dilampaui dengan kecepatan langkah yang nyaman dan ringan, paruh ketiga adalah penghematan tenaga dengan langkah yang lambat, dan paru keempat dengan pemacuan kecepatan yang singkat. Seorang pelari jarak menengah harus belajar santai, menjaga keseimbangan, mengontrol gerak kaki, rotasi pinggul serta gerak lengan yang terkendali. Sebuah pedoman dasar yang harus diingat adalah lebih lambat lombanya, lebih pendek jarak langkah, lebih cepat lomba, lebih panjang langkah.
Gerakan lari jarak menengah (800 m dan 1500 m) sedikit berbeda dengan gerakan lari sprint, tetapi pada garis
besarnya banyak persamaannya.
Perbedaan itu terutama pada cara kaki menapak, pada lari jarak menengah kaki menapak secara “ball heel-ball” ialah menapak pada ujung tumit kaki dan menolak dengan ujung kaki, sedangkan pada sprint menapak dengan ujung-ujung kaki, tumit sedikit sekali menyentuh tanah. Di samping itu lari jarak menengah dilakukan dengan seakan-akan lebih ekonomis, untuk menghemat tenaga. Prinsip yang terpenting bagi pelari jarak menengah adalah “mengenal diri sendiri”, maksudnya mampu menguasai kecepatan lari berdasarkan kemampuan yang dimilikinya (Parwata, 2008: 29).
Pelatihan lari 800 m dan lari 1500 m merupakan suatu bentuk pelatihan fisik gerak maju langkah kaki yang dilakukan sedemikian rupa sehingga terdapat sikap melayang pada saat melakukan langkah demi langkah dengan jarak tempuh 800 m dan 1500 m. Keunggulan pelatihan ini adalah sangat mudah dilaksanakan, tidak perlu biaya banyak, tidak perlu peralatan yang mahal dan dapat memberikan
pengalaman menyenangkan dalam
pelatihan, sehingga akan berimplikasi terhadap kondisi fisik yang baik terutama pada kemampuan VO2Maks siswa dan
prestasi olahraga di SMA Negeri 3 Singaraja.
METODE
Jenis penelitian eksperimental yang digunakan adalah eksperimental semu (quasi experimental) dengan tujuan untuk memperoleh informasi yang merupakan perkiraan bagi informasi yang dapat diperoleh dengan eksperimen yang sebenarnya dalam keadaan yang tidak memungkinkan untuk mengontrol atau memanipulasikan semua variabel yang relevan (Kanca, 2010: 93). Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah “The nonrandomized
control group pretest posttest design”
(Kanca, 2010: 94). Adapun rancangan
penelitiannya dapat dilihat pada bagan berikut.
Dalam penelitian ini, subyek penelitian yang diberikan pelatihan lari 800 m dan lari 1500 m adalah siswa putra ekstrakurikuler atletik SMA Negeri 3 Singaraja tahun pelajaran 2013/2014 yang berjumlah 30 orang dan disiapkan cadangan sebanyak 3 orang sehingga total subyek penelitian ini adalah 33 orang. Instrumen yang digunakan untuk mengukur kemampuan VO2Maks adalah
menggunakan test bleeps (multistage
fitness test) dengan validitas dan
reliabilitas tes sebesar 0,99. Lamanya pelatihan yang diberikan dalam penelitian ini adalah selama 4 minggu atau selama 12 kali pelatihan, dengan frekuensi pelatihan 3 kali seminggu. Waktu pelaksanaan pelatihan pada sore hari pukul 16.30–18.00 WITA, bertempat dilapangan umum SMA Negeri 3 Singaraja dan lapangan Secata Singaraja.
Sebelum melakukan analisis data beberapa persyaratan yang harus dipenuhi adalah uji normalitas data dan uji homogenitas data. Uji normalitas data dimaksudkan untuk memperlihatkan bahwa subyek penelitian berasal dari populasi yang berdistribusi normal. Uji normalitas data dalam penelitian ini menggunakan teknik Kolmogorov-Smirnov dengan bantuan komputer program
Statistic Program Service Solution (SPSS)
16,0 pada taraf signifikansi α = 0,05. Kriteria pengambilan keputusan jika nilai signifikansi yang diperoleh lebih besar dari α = 0,05 (sig > α), maka variasi data pada subyek penelitian berdistribusi normal, sedangkan nilai signifikansi yang diperoleh lebih kecil dari α = 0,05 (sig < α), maka variasi data pada subyek penelitian tidak berdistribusi normal (Candiasa, 2004: 8).
S
T
1O
P
K
1K
2K
3X
1X
2X
3T
2T
2T
2Uji homogenitas data dalam penelitian ini menggunakan uji Levene dengan bantuan komputer program SPSS 16,0 taraf signifikansi α = 0,05. Kriteria pengambilan keputusan jika nilai signifikansi lebih besar dari α = 0,05 (sig > α), maka variasi data homogen, sedangkan jika signifikansi lebih kecil dari α = 0,05 (sig < α), maka variasi data tidak homogen (Candiasa, 2004: 14).
Uji hipotesis penelitian ini yaitu pelatihan lari 800 m dan lari 1500 m berpengaruh terhadap peningkatan VO2Maks menggunakan uji anava satu
jalur dengan bantuan komputer program SPSS 16,0 pada taraf signifikansi (α) = 0,05 untuk mengetahui sejauh mana perbedaan pengaruh kedua pelatihan tersebut. Kriteria pengambilan keputusan jika nilai signifikansi F lebih kecil dari α = 0,05 (F < α), maka terdapat perbedaan yang bermakna dari masing-masing kelompok sedangkan jika nilai signifikansi F lebih besar dari α = 0,05 (F > α), maka tidak terdapat perbedaan yang bermakna dari masing-masing kelompok (Candiasa, 2010: 82).
Jika terdapat perbedaan yang bermakna dari masing-masing kelompok maka perlu dilakukan uji lanjut atau uji pembanding berganda untuk mengetahui pelatihan mana yang lebih baik antara lari 800 m dan lari 1500 m terhadap peningkatan VO2Maks. Dalam penelitian
ini, jenis uji pembanding yang dipergunakan adalah Uji Least Significant
Difference (LSD) dengan bantuan
komputer program SPSS 16,0 pada taraf signifikansi α = 0,05. Kriteria pengambilan keputusan yaitu jika nilai signifikansi lebih besar dari α = 0,05 (sig > α) maka hipotesis ditolak, sedangkan jika nilai signifikansi lebih kecil dari α = 0,05 (sig < α) maka hipotesis diterima.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Peningkatan kondisi fisik pada kelompok perlakuan diakibatkan oleh pemberian pelatihan lari 800 m dan lari 1500 m selama 4 minggu dengan 12 kali pelatihan, sedangkan adanya peningkatan pada variabel VO2Maks lebih diakibatkan
oleh bentuk dan peningkatan aktivitas olahraga yang dilakukan oleh seluruh subyek penelitian selama kegiatan berlangsung.
Pengujian terhadap normalitas data penelitian dilakukan pada data gain score dari data VO2Maks pada kelompok
perlakuan lari 800 m, lari 1500 m dan kelompok kontrol dengan instrumen uji
Kolmogorov-Smirnov dengan bantuan
komputer program SPSS 16,0 pada taraf signifikansi α = 0,05. Data akan berdistribusi normal, jika nilai signifikansi hitung untuk data VO2Maks yang diujikan
lebih besar dari pada α = 0,05 (sig > 0,05). Rangkuman hasil uji normalitas data tersebut pada tabel 1.
Tabel 1. Hasil Uji Normalitas Data
Sumber Data Kolmogorov Smirnov
Statistik Df Sig Keterangan
VO2Maks
1. Lari 800 m 0,19 10 0,20 Normal
2. Lari 1500 m 0,14 10 0,20 Normal
3. Kontrol 0,20 10 0,20 Normal
Dari hasil uji normalitas data dengan instrumen uji Kolmogorov-Smirnov program SPSS 16,0 diperoleh hasil statistik 0,19 dan signifikansi 0,20 pada kelompok perlakuan lari 800 m, statistik 0,14 dengan signifikansi 0,20 pada kelompok perlakuan lari 1500 m, dan
statistik 0,20 dengan signifikansi 0,20 pada kelompok kontrol. Signifikansi hitung untuk data pada variabel VO2Maks lebih
besar dari pada α = 0,05 (sig > 0,05) sehingga data yang diuji merupakan data yang berdistribusi normal.
Uji homogenitas data dilakukan terhadap data gain score VO2Maks pada
kelompok perlakuan pelatihan lari 800 m, lari 1500 m dan kelompok kontrol yang menggunakan instrumen uji Levene
dengan bantuan komputer program SPSS 16,0 pada taraf signifikansi α = 0,05. Data yang diuji berasal dari data yang homogen. Kriteria pengambilan keputusan jika nilai signifikansi Levene dari data
VO2Maks lebih besar dari pada α = 0,05
(sig > 0,05) maka data yang diuji berasal dari data yang homogen.
Tabel 2. Hasil Uji Homogenitas Data
Sumber Data
Levene
Statistic df 1 df 2 Sig Keterangan
VO2Maks Based on Mean 1,47 2 27 0,24 Homogen Based on Median 1,42 2 27 0,25 Homogen
Dari hasil uji homogenitas menggunakan instrumen uji Levene
dengan bantuan program SPSS 16,0 diperoleh nilai uji 1,47 dengan signifikansi 0,24. Nilai signifikansi Levene untuk variabel VO2Maks lebih besar dari α =
0,05 (sig > 0,05) sehingga data yang diuji berasal dari data yang homogen
Hipotesis pelatihan lari 800 m dan lari 1500 m berpengaruh terhadap peningkatan VO2Maks, diuji menggunakan
uji anava satu jalur dengan bantuan komputer program SPSS 16,0 pada taraf signifikansi α = 0,05. Hipotesis penelitian diterima apabila nilai uji anava satu jalur memiliki signifikansi lebih kecil dari α = 0,05 (sig < 0,05). Sedangkan apabila nilai signifikansi hitung lebih besar α (sig > 0,05), maka hipotesis ditolak.
Tabel 3. Hasil Uji Anava Satu Jalur
VO2Maks
Sum of
Square df Mean Square F Sig
Between
Groups 15,40 2 7,70 16,64 0,00
Within
Groups 12,48 27 0,46
Total 27,88 29 8,16
Dari hasil uji anava satu jalur data
gain score VO2Maks diperoleh nilai F
sebesar 16,64 dengan signifikansi 0,00 lebih kecil dari α = 0,05 (sig < 0,05), sehingga hipotesis penelitian terdapat perbedaan pengaruh yang signifikan dari
masing-masing kelompok. Karena
terdapat perbedaan pengaruh antara pelatihan lari 800 m dan 1500 m terhadap peningkatan VO2Maks, maka diuji lanjut
atau uji pembanding dengan instrumen uji
Least Significant Difference (LSD) dengan
bantuan komputer program SPSS 16,0 pada taraf signifikansi α = 0,05. Kriteria pengambilan keputusan apabila nilai signifikansi lebih kecil dari α = 0,05 (sig < 0,05), maka hipotesis diterima artinya terdapat perbedaan yang signifikan. Sedangkan apabila nilai signifikansi lebih besar α = 0,05 (sig > 0,05), maka hipotesis
ditolak yang artinya tidak terdapat perbedaan yang signifikan.
Untuk mengetahui pelatihan mana yang lebih baik pengaruhnya terhadap peningkatan VO2Maks dilakukan dengan
cara membedakan nilai terbesar pada
mean difference atau perbedaan rata-rata.
Pelatihan yang mendapat nilai terbesar merupakan pelatihan yang lebih baik pengaruhnya terhadap peningkatan
VO2Maks. Data yang diuji adalah data
gain score kelompok pelatihan lari 800 m,
pelatihan lari 1500 m dan kelompok kontrol untuk peningkatan VO2Maks. Hasil
uji dapat dilihat pada tabel 4.
Tabel 4. Hasil Uji LSD Data VO2Maks
(I) Kelompok (J) Kelompok Mean Difference (I-J) Std. Error Sig. 95% Confidence Interval Lower
Bound Upper Bound
Lari 800 Lari 1500 -0,99 0,30 0,00 -1,61 -0,36
Kontrol 0,76 0,30 0,01 0,13 1,38
Lari 1500 Lari 800 0,99 0,30 0,00 0,36 1,61
Kontrol 1,75 0,30 0,00 1,12 2,37
Kon trol Lari 800 -0,76 0,30 0,01 -1,38 -0,13
Lari 1500 -1,75 0,30 0,00 -2,37 -1,12
Dari hasil Mean Difference pada uji LSD VO2Maks antar kelompok dapat
disimpulkan:
a. Pelatihan lari 1500 m lebih baik dibandingkan pelatihan lari 800 m terhadap peningkatan VO2Maks
sebesar 0,99.
b. Pelatihan lari 1500 m lebih baik dibandingkan kelompok kontrol terhadap peningkatan VO2Maks
sebesar 1,75.
c. Pelatihan lari 800 m lebih baik dibandingkan kelompok kontrol sebesar 0,76.
Hal ini menunjukkan adanya pengaruh dari pelatihan yang diberikan terhadap peningkatan VO2Maks pada
subyek penelitian. Peningkatan pada kelompok perlakuan diakibatkan oleh pemberian pelatihan lari 800 m dan lari 1500 m selama 4 minggu dengan 12 kali pelatihan, sedangkan adanya peningkatan pada variabel VO2Maks lebih diakibatkan
oleh bentuk dan peningkatan aktivitas olahraga yang dilakukan oleh seluruh subyek penelitian selama kegiatan berlangsung.
1) Pelatihan Lari 800 m Berpengaruh Terhadap Peningkatan VO2Maks
Secara teoritik hasil penelitian ini dapat dijelaskan bahwa pelatihan merupakan suatu gerakan fisik atau aktivitas mental yang dilakukan secara sistematis dan berulang-ulang (repetitif) dalam jangka waktu yang lama dengan pembebanan yang meningkat secara progresif yang bertujuan untuk memperbaiki sistem fungsi fisiologi dan psikologis tubuh pada waktu melakukan aktivitas olahraga agar dapat mencapai hasil yang maksimal (Kanca, 2004: 50). Pelatihan olahraga dengan sistem energi aerobik merupakan bentuk pelatihan fisik yang memberikan pembebanan kepada organ tubuh yang dilatih. Pembebanan ini akan memberi peluang dalam peningkatan pada kemampuan sistem kardiorespirasi dalam penyaluran oksigen ke seluruh jaringan tubuh.
Latihan untuk semua lomba dari
sprint, jarak menengah hingga lari jarak
jauh membutuhkan peningkatan daya tahan anaerobik dan aerobik. Pada pelatihan lari 800 m predominan menggunakan sistem energi aerobik,
dimana daya tahan aerobik dikontrol oleh kapasitas jantung, paru-paru, dan sistem pernapasan untuk menyediakan oksigen pada otot. Metode pelatihan lari 800 m dengan diberikannya penambahan beban secara bertahap dan progresif baik dari set atau repetisi setiap latihan per minggu. Sebagai bentuk pelatihan dengan sistem energi aerob, metode ini memiliki pengaruh yang positif terhadap peningkatan VO2Maks yang merupakan
faktor yang dominan dalam menunjukkan kemampuan tubuh seseorang serta kemampuan VO2Maks akan memberikan
gambaran terhadap besarnya kemampuan motorik (motoric power) terhadap proses aerobik seseorang.
Hasil penelitian ini didukung jurnal penelitian yang diungkap oleh Pahalawidi (2007) bahwa pelatihan atletik (lari) dapat meningkatkan kesegaran jasmani dan prestasi siswa, sehingga jika seorang atlet dilatih VO2Maks nya, maka kemampuan
daya tahan aerobiknya mengalami peningkatan.
2) Pelatihan Lari 1500 m Berpengaruh Terhadap Peningkatan VO2Maks
Menurut Wiarto (2013: 46) latihan fisik dapat memberikan perubahan pada semua fungsi sistem tubuh. Perubahan yang terjadi pada saat latihan berlangsung disebut respon. Sedangkan perubahan yang terjadi akibat latihan yang terus-menerus dan terprogram sesuai dengan prinsip-prinsip latihan disebut adaptasi.
Kencangnya detak jantung saat
berolahraga merupakan respon dari jantung, namun setelah lama berlatih maka perlahan-lahan detak jantung menjadi stabil karena kekuatan otot jantung bertambah untuk memompakan darah, ini merupakan adaptasi jantung terhadap latihan fisik yang dijalani. Semakin berat aktivitas fisik yang dilakukan saat berolahraga maka semakin besar kebutuhan oksigen di dalam tubuh, untuk mengimbangi hal tersebut jantung dan sistem peredaran darah harus bekerja lebih untuk memenuhi kebutuhan oksigen di jaringan tubuh.
Pada pelatihan lari 1500 m predominan menggunakan sistem energi
aerobik, dimana daya tahan aerobik dikontrol oleh kapasitas jantung, paru-paru, dan sistem pernapasan untuk menyediakan oksigen pada otot. Metode pelatihan lari 1500 m dengan diberikannya penambahan beban secara bertahap dan progresif baik dari set atau repetisi setiap latihan per minggu. Sebagai bentuk pelatihan dengan sistem energi aerob, metode ini memiliki pengaruh yang positif terhadap peningkatan VO2Maks yang
merupakan faktor yang dominan dalam
menunjukkan kemampuan tubuh
seseorang serta kemampuan VO2Maks
akan memberikan gambaran terhadap besarnya kemampuan motorik (motoric
power) terhadap proses aerobik
seseorang. Kemampuan maksimal fungsi jantung, paru-paru merupakan penilaian terbaik kemampuan tubuh seseorang untuk mengukur konsumsi oksigen maksimal. VO2Maks sangat besar
pengaruhnya terhadap daya tahan fisik seseorang yaitu dalam pemakaian dan pengangkutan oksigen oleh otot.
Menurut Hairy (1998: 89) tingkat konsumsi oksigen seseorang tergantung dari besarnya dan tingkat aktivitas seseorang. Terdapat beberapa faktor yang menentukan VO2Maks diantaranya
kapasitas jantung, kemampuan sistem kardiorespirasi harus berfungsi baik, fungsi jantung, volume darah, jumlah sel-sel darah merah, konsentrasi hemoglobin harus normal serta pembuluh darah mampu mengalirkan darah dari jaringan yang tidak aktif menuju jaringan yang aktif, dan jaringan-jaringan terutama otot harus mempunyai kapasitas yang normal untuk mempergunakan oksigen atau memiliki metabolisme yang normal, demikian juga fungsi mitochondrianya.
Hasil penelitian ini didukung jurnal penelitian yang diungkap oleh Purwanto (2012) bahwa pelatihan lari (jogging) dapat meningkatkan tingkat kesegaran jasmani, sehingga jika seorang atlet dilatih VO2Maks nya dengan pelatihan lari, maka
kemampuan daya tahan aerobiknya mengalami peningkatan.
3) Terdapat Perbedaan Pengaruh Antara Pelatihan Lari 800 m dengan Lari
1500 m Terhadap Peningkatan
VO2Maks
Secara teoritis hasil penelitian terdapat perbedaan pengaruh antara pelatihan lari 800 m dan lari 1500 m terhadap peningkatan VO2Maks bahwa
pelatihan lari 800 m dan 1500 m memiliki jarak tempuh yang berbeda. Pelatihan lari 800 m mekanismenya adalah berlari dengan jarak yang ditempuh 800 m, sedangkan pelatihan lari 1500 m mekanismenya adalah berlari dengan jarak yang ditempuh 1500 m. Dari
perbedaan mekanisme jarak yang
ditempuh ini, maka terdapat perbedaan pengaruh antara lari 800 m dan lari 1500 m terhadap peningkatan VO2Maks.
Secara fisiologis VO2Maks
dipengaruhi oleh kemampuan sistem kardiorespirasi dalam menyalurkan darah ke jaringan yang aktif bekerja dan kemampian otot dalam menggunakan oksigen yang dibawa oleh darah. Upaya peningkatan VO2Maks dapat dilakukan
melalui pelatihan yang dapat
meningkatkan salah satu atau kedua faktor tersebut. Peningkatan pada sistem kardiorespirasi dan sistem otot akan meningkatkan kemampuan VO2Maks.
Menurut Hairy (1989: 208) beberapa perubahan yang terjadi setelah melakukan latihan daya tahan aerobik (konsumsi oksigen maksimal), dalam hal penelitian ini diberikan pelatihan lari 800 m dan 1500 m adalah; (a)
perubahan
kardiorespirasi
, yang disebabkan oleh latihan daya tahan aerobik, juga termasuk sistem transpor oksigen. Sistem transpor oksigen melibatkan juga sistem sirkulatori, respiratori, dan jaringan untuk bekerja bersama dalam satu tujuan, yaitu melepaskan atau menyampaikan oksigen ke otot yang sedang bekerja. Dengan latihan daya tahan aerobik dapat meningkatkan respon jantung terhadap kegiatan dan juga dapat diharapkan bahwa orang-orang yang terlatih dapat bekerja lebih efisien pada semua pekerjaannya. Pembuluh darah kapiler pada otot bertambah banyak sehingga memungkinkan difusi oksigen di dalamotot dapat lebih mudah, akibatnya
mempunyai kemampuan untuk
mengangkut dan mempergunakan rata-rata oksigen lebih besar dari pada orang yang tidak terlatih. Karena itu dapat mengkonsumsi oksigen lebih banyak per unit massa otot dan dapat bekerja lebih tahan lama, (b)
peningkatan daya tahan
otot, adalah berhubungan dengan
kemampuan sekelompok otot dalam
mempertahankan suatu usaha dalam
waktu yang lama serta kemampuan
untuk
mensuplai
oksigen
selama
kontraksi
otot
berlangsung.
Kebanyakan
para
ahli
fisiologi
olahraga
berpendapat
bahwa
kapasitas aerobik ini merupakan suatu
indikator yang terbaik dari daya tahan
seseorang. Kapasitas aerobik yang
tinggi hanya dapat dicapai dengan
melakukan latihan daya tahan secara
reguler. Hal ini disebabkan oleh
terjadinya
perubahan
pada
mitochondria sebagai sistem penghasil
tenaga yang memberikan sumbangan
pada
peningkatan
kapasitas
respiratori. Sebenarnya mitochondria
terutama terlibat di dalam pemakaian
oksigen
untuk
produksi
ATP,
sedangkan oksigen yang ada pada
mitochondria berasal dari sel otot yang
diangkut oleh mioglobin yang berfungsi
menyimpan dan mengangkut oksigen
dari sel otot ke mitochondria.
4) Pelatihan Lari 1500 m Lebih Baik Pengaruhnya Dibandingkan Pelatihan Lari 800 m Terhadap Peningkatan VO2Maks
Pelatihan lari 800 m dan 1500 m merupakan pelatihan yang sangat baik untuk meningkatkan VO2Maks. Pelatihan
lari 800 m dan 1500 m memiliki mekanisme jarak tempuh yang berbeda. Tuntutan lari jarak menengah dari 800 m sampai 1500 m, perbedaan terbesarnya adalah bahwa nomor yang lebih jauh menuntut lebih banyak energi dari sistem energi aerobik dari pada sistem energi anaerobik. Maka dari itu, untuk
meningkatkan kemampuan VO2Maks,
pemberian pelatihan 1500 m lebih baik pengaruhnya dibandingkan lari 800 m (Guthrie, 2003: 111).
Dengan pelatihan lari 800 m dan lari 1500 ini akan membawa manfaat positif bagi fisiologis dan anatomi tubuh, tidak hanya dalam peningkatan VO2Maks
tetapi juga peningkatan efisiensi sistem sirkulasi dan sistem pembentukan energi di mitochondria sehingga dapat berlatih lebih lama dan lebih keras tanpa melelahkan diri. Pengaruh lainnya yaitu memperbesar kapasitas pengisi jantung dan daya kontraksi yang bertambah berarti lebih banyak darah yang terpompa
pada setiap denyutan, menambah
vaskularisasi jantung artinya
meningkatkan masukan sel darah merah ke otot-otot jantung, menambah kadar darah dan sel darah merah yang berarti meningkatkan kapasitas pengangkutan oksigen (Brown, 2001: 8).
SIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan, maka dalam penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pelatihan lari 800 m berpengaruh terhadap peningkatan VO2Maks, pelatihan lari 1500 m
berpengaruh terhadap peningkatan VO2Maks, terdapat perbedaan pengaruh
antara pelatihan lari 800 m dan 1500 m terhadap peningkatan VO2Maks, dan
pelatihan lari 1500 m lebih baik pengaruhnya dibandingkan pelatihan lari 800 m terhadap peningkatan VO2Maks
pada siswa putra ekstrakurikuler atletik SMA Negeri 3 Singaraja tahun pelajaran 2013/2014.
Hal-hal yang dapat disarankan, yaitu bagi pembina olahraga, pelatih olahraga, guru penjasorkes dan atlet serta pelaku olahraga lainnya dapat menggunakan pelatihan lari 800 m dan 1500 m yang terprogram dengan baik sebagai salah satu alternatif untuk meningkatkan unsur-unsur kesegaran jasmani dan bagi peneliti lain, jika ingin melakukan penelitian sejenis, agar menggunakan variabel dan subyek atau sampel penelitian yang
berbeda, dengan memperhatikan
kelemahan-kelemahan yang ada pada
penelitian ini sebagai bahan
perbandingan.
DAFTAR PUSTAKA
Brown, R. L. 2001. Bugar dengan Lari. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Candiasa, I M. 2004. Statistik Multivariat
Disertai Aplikasi dengan
SPSS. Singaraja: Unit
Penerbitan IKIP Negeri Singaraja.
---. 2010. Statistik Univariat dan Bivariat
Disertai Aplikasi SPSS.
Singaraja: Universitas
Pendidikan Ganesha.
Djumidar, A. W. M. 2004. Belajar Berlatih
Gerak-Gerak Dasar Atletik
dalam Bermain. Jakarta: PT
Raja Grafindo.
Hairy, J. 1989. Fisiologi Olahraga Jilid I.
Jakarta: Proyek
Pengembangan Lembaga
Pendidikan Tinggi.
Kanca, I N. 2004. Pengaruh Pelatihan Fisik Aerobik Terhadap Absorbsi Karbohidrat dan Protein Di Usus Halus.
Disertasi (tidak diterbitkan).
Surabaya: Program Pasca Sarjana UNAIR.
---
, 2010. Metode PenelitianPengajaran Pendidikan
Jasmani dan Olahraga.
Singaraja: Universitas
Pendidikan Ganesha.
McMane, Fred. 2000. Dasar-Dasar Atletik. Jakarta: Percetakan Angkasa. Nala, Ngurah. 1998. Prinsip Pelatihan
Fisik Olahraga. Denpasar:
Guthrie, Mark. 2003. Sukses Melatih
Atletik. Yogyakarta: Pustaka
Insan Madani
Pahalawidi, C. 2007. Pembinaan Olahraga Prestasi Cabang Atletik Usia Dini. Jurnal Olahraga Prestasi,
3 (1), 42-60. Diakses pada
tanggal 15 Mei 2013 dari http://staff.uny.ac.id/dosen/cuk up-pahalawidi-mor.
Parwata, I G. L. A. 2008. Seri Buku Ajar
Perguruan Tinggi Teori dan Praktek Atletik. Singaraja:
Universitas Pendidikan
Ganesha.
Purwanto, S. 2012. Jurnal ISSA (Indonesian Sport Scientist Association). Jurnal Ilmiah Keolahragaan, 1 (1), 85-90. Diakses pada tanggal 17 Juli
2013 dari:
http://staff.uny.ac.id/sites/defau lt/files/penelitian/Dr.Sugeng.P. Wiarto, G. 2013. Fisiologi dan Olahraga.