• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERILAKU KONSUMSI IKAN PADA WANITA DEWASA DI WILAYAH PANTAI DAN BUKAN PANTAI PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA. Nia Kurniawati

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERILAKU KONSUMSI IKAN PADA WANITA DEWASA DI WILAYAH PANTAI DAN BUKAN PANTAI PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA. Nia Kurniawati"

Copied!
47
0
0

Teks penuh

(1)

PERILAKU KONSUMSI IKAN PADA WANITA DEWASA

DI WILAYAH PANTAI DAN BUKAN PANTAI

PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

Nia Kurniawati

PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2005

(2)

PERILAKU KONSUMSI IKAN PADA WANITA DEWASA

DI WILAYAH PANTAI DAN BUKAN PANTAI

PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh : Nia Kurniawati

A54101066

PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2005

(3)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia merupakan negara kepulauan dengan wilayah bahari yang luas. Luas wilayah Indonesia sebagian besarnya (sekitar 70%) terdiri dari laut, dengan luas laut mencapai 5,8 juta km2. Posisi perairan Indonesia memiliki kesuburan laut yang tinggi, sehingga aneka biota laut tumbuh subur dan berkembang biak dengan aneka jenis ikan dalam jumlah besar di dalamnya (Sulistyo et al. 2004). Faktor kekayaan alam perikanan ini merupakan aktivitas ekonomi utama masyarakat (Nikijuluw et al. 2000).

Melimpahnya kekayaan laut tersebut ternyata belum dimanfaatkan secara optimal. Hal itu disebabkan oleh berbagai faktor diantaranya adalah belum optimalnya manajemen pemberdayaan potensi kelautan dan perikanan, terbatasnya teknologi penangkapan dan pengolahan, ketergantungan pada musim, serta relatif masih rendahnya konsumsi ikan masyarakat (Sulistyo et al. 2004).

Perkembangan konsumsi ikan setiap warga RI belum signifikan (Dahuri 2004). Tahun 2000 hanya 21,6 kg/kap/th, tahun 2001 mencapai 22,5 kg/kap/th, lalu tahun 2002 (22,8 kg/kap/th) dan tahun 2003 (24,6 kg/kap/th). Hal ini berarti kenaikan dalam tiga tahun terakhir hanya 4,6%.

Propinsi DIY merupakan wilayah dengan konsumsi ikan paling rendah bila dibandingkan dengan wilayah lain di Indonesia, padahal propinsi ini memiliki potensi perikanan yang cukup bagus. Hal ini dapat dilihat dari data BPS tahun 1996, yaitu total konsumsi ikan hanya mencapai 2,7 kg/kap/th, tahun 1999 konsumsi ikannya hanya 4,0 kg/kap/th, dan tahun 2002 mencapai 5,7 kg/kap/th. (Koeshendrajana et al. 2004).

Budaya makan ikan nampaknya belum terlihat di beberapa daerah pulau Jawa bahkan masih ada beberapa golongan masyarakat menganggap bahwa banyak makan ikan adalah penyebab suatu penyakit cacingan (Lubis 1987). Masih ditemui anggapan bahwa bila mengkonsumsi ikan berakibat rawan terhadap beberapa penyakit tertentu. Anggapan mengenai ikan tersebut menjadi kebiasaan dan pola makan di masyarakat. Padahal, pada kenyataannya ikan sebagai salah satu sumber daya perairan utama merupakan sumber protein, lemak, vitamin serta mineral yang sangat baik dan prospektif. Demikian halnya dengan pantangan bagi ibu menyusui untuk tidak mengkonsumsi ikan karena akan mempengaruhi rasa dan bau ASI (Sulistyo et al. 2004).

(4)

Tabu yang berkenaan dengan makanan banyaknya bersangkutan dengan emosi sehingga tidak mengherankan bila sebagian besar tabu makanan terutama dianut oleh para wanita atau dikenakan bagi anak-anak yang masih di bawah perlindungan dan asuhan wanita tersebut (Suhardjo 1989). Peranan ibu banyak berpengaruh terhadap pola makan keluarga.

Ibu rumah tangga merupakan wanita dewasa dan biasanya menjadi orang yang paling menentukan dalam pengambilan keputusan pembelian. Oleh sebab itu, ibu perlu menguasai berbagai pengetahuan dan keterampilan. Pendidikan ibu disamping merupakan modal utama dalam menunjang perekonomian rumah tangga juga berperan dalam pola penyusunan makanan untuk rumah tangga (Suhardjo 1989).

Penelitian terdahulu mengenai perilaku konsumsi ikan di wilayah pantai dan bukan pantai di Propinsi DIY belum dilakukan. Upaya ini perlu didukung dengan informasi perilaku konsumsi dalam permintaan produk perikanan. Oleh sebab itu, perlu adanya kajian mengenai perilaku konsumsi ikan pada masyarakat khususnya masyarakat DIY di wilayah pantai dan bukan pantai.

Tujuan Penelitian Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mempelajari perilaku konsumsi ikan pada wanita dewasa di wilayah pantai dan bukan pantai, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

Tujuan Khusus

1 Mengkaji faktor internal (umur, pendidikan, pekerjaan, pengetahuan gizi dan preferensi) dan eksternal (besar keluarga, pendapatan per kapita keluarga, sumber informasi, budaya) di wilayah pantai dan bukan pantai, Propinsi DIY. 2 Mengkaji perilaku konsumsi ikan pada contoh di wilayah pantai dan bukan

pantai, Propinsi DIY.

3 Menganalisis faktor internal dan eksternal yang berbeda nyata, berhubungan dan mempengaruhi perilaku konsumsi pada contoh di wilayah pantai dan bukan pantai, Propinsi DIY.

(5)

Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku konsumsi ikan di Propinsi DIY bagi masyarakat baik konsumen maupun produsen ikan, peneliti, akademis dan pemerintah.

• Konsumen ikan : penelitian ini dapat memberikan gambaran mengenai konsumsi ikan mereka, sudah memenuhi anjuran atau belum.

• Produsen ikan : setelah mengetahui pola konsumsi konsumen, maka produsen dapat menciptakan produk olahan dari jenis ikan, baik dari ikan kesukaan maupun ikan lain.

• Peneliti : penelitian ini dapat menjadi objek studi dalam menerapkan ilmu yang telah didapat selama pendidikan.

• Akademis : penelitian ini dapat menjadi bahan pembelajaran bagi mahasiswa dan menjadi acuan untuk penelitian selanjutnya.

• Pemerintah : penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran strategi untuk masa depan, baik dalam hal produksi, distribusi dan ketersediaan fasilitas. Selain itu, diharapkan dapat menjadi masukan bagi pemerintah pusat maupun daerah kajian, terutama bidang perikanan guna memotivasi masyarakat untuk mengkonsumsi ikan.

(6)

TINJAUAN PUSTAKA

Ikan

Ikan adalah binatang air dan biota perairan lainnya yang berasal dari kegiatan penangkapan di laut maupun perairan umum (waduk, sungai dan rawa) dan dari hasil kegiatan budidaya (tambak, kolam, keramba dan sawah) yang dapat diolah menjadi bahan makanan yang umum dikonsumsi masyarakat (Baliwati 2002). Menurut definisi FAO, ikan adalah organisme yang hidup di air. Kelompok organisme yang digolongkan sebagai ikan adalah ikan bersirip (finfish), krustasea, moluska, binatang air lainnya dan tanaman air (Nikijuluw & Abdurahman 2004).

Ikan dapat digolongkan menjadi tiga bagian, yaitu ikan air laut, air tawar dan air payau atau tambak. Ikan yang hidup di air tawar dan air laut sangat banyak, sehingga dibedakan menjadi golongan yang dapat dikonsumsi dan ikan hias (Anonim 2004a). Beberapa jenis ikan memang tidak dikonsumsi manusia. Ikan hias (ornamental fish) yang tinggi nilai dan permintaan pasarnya ternyata tidak dimakan tetapi untuk hiasan dan rekreasi (Nikijuluw & Abdurahman 2004).

Bagian atau komponen ikan yang dapat dikonsumsi tergantung pada jenis ikannya dan umumnya komponen ikan yang bisa dimakan sekitar 65-80% berat ikan. Ikan yang masih segar tampak pada dagingnya yang kenyal kalau ditekan, sisiknya yang tidak mudah lepas dan tidak berbau amis. Matanya masih bening, tidak pucat dan cekung (Buckle et al. 1987).

Protein ikan kaya akan asam-asam amino esensial yang lebih lengkap susunannya (lebih mendekati pada susunan protein tubuh manusia) sehingga sangat diperlukan dalam tubuh manusia. Bahan pangan yang tergolong sumber protein tinggi, pada umumnya mengandung 16-33% protein (Lubis 1987). Ikan merupakan sumber protein bersifat perishable (mudah rusak), oleh karenanya menuntut penanganan pasca panen, sistem distribusi, dan pengolahan yang baik. Ikan laut memiliki asam lemak omega-3, vitamin dan mineral yang tinggi. Sebaliknya, ikan air tawar terutama tinggi karbohidrat dan asam lemak omega-6. Kedua jenis ikan tersebut merupakan sumber zat gizi yang bermutu sehingga dapat secara bergantian dikonsumsi agar saling melengkapi kekurangan zat gizi lainnya (Harli 2004). Kandungan zat gizi ikan dapat dilihat pada Tabel 1.

(7)

Tabel 1 Kandungan zat gizi ikan, telur ayam dan daging sapi

No Kandungan Zat Gizi Ikan segar Telur ayam Daging sapi

1 Energi (kkal) 113 162 207 2 Protein (g) 17,0 12,8 18,8 3 Lemak (g) 4,5 11,5 14,0 4 Karbohidrat (g) 0 0,7 0 5 Kalsium (mg) 20,0 54,0 11,0 6 Fosfor (mg) 200,0 180,0 170,0 7 Besi (mg) 1,0 2,7 2,8 8 Vit. A (RE) 47 309 9 9 Vit. C (mg) 0 0 0 10 Vit. B1 (mg) 0,05 0,10 0,08 11 Air (g) 76,0 74,0 66,0 BDD 80 90 100

Sumber : Daftar Komposisi Bahan Makanan (Hardinsyah 1994)

Ikan juga mengandung lemak (minyak ikan) antara 0,2 sampai 0,24 yang kaya dengan sumber-sumber asam lemak esensial. Asam lemak esensial ini sangat diperlukan dalam pembentukan sel-sel otak untuk meningkatkan kecerdasan dan pencegahan bahkan penyembuhan berbagai penyakit jantung dan “arterosklerosis”. Ikan laut juga banyak mengandung senyawa yodium yang sangat diperlukan untuk mencegah penyakit gondok khususnya bagi masyarakat yang bermukim di wilayah pegunungan (Dahuri 2004).

Faktor Internal yang Mempengaruhi Perilaku Konsumsi Ikan Umur

Siklus hidup seorang konsumen akan ditentukan oleh usianya. Sejak lahir ke dunia, seorang manusia telah menjadi konsumen. Ia terus menjadi konsumen dengan kebutuhan yang berbeda sesuai dengan usianya. Kotler (1991) menyatakan bahwa umur dapat mempengaruhi selera seseorang terhadap beberapa barang dan jasa.

Menurut Papalia dan Olds (1986) umur dewasa awal berkisar 20-40 tahun, sedangkan menurut Bromley’s (1974), diacu dalam Papalia dan Olds (1986) kisaran umur separuh baya untuk wanita adalah 50-55 tahun. Hal ini menandakan bahwa dewasa akhir berkisar 41-49 tahun. Sesuai dengan Angka Kecukupan Protein (AKP) dalam Widyakarya Nuansa Pangan dan Gizi 2004, AKP untuk wanita dengan kisaran umur 19-29 dan 30-49 tahun (wanita dewasa) adalah 50 g (Hardinsyah & Tambunan 2004).

(8)

Pendidikan dan Pekerjaan

Pendidikan dan pekerjaan adalah dua karakteristik konsumen yang saling berhubungan. Pendidikan akan menentukan jenis pekerjaan yang dilakukan oleh seorang konsumen. Beberapa profesi seperti dokter, pengacara, akuntan, ahli laporan memerlukan syarat pendidikan formal agar bisa bekerja sebagai profesi tersebut. Profesi dan pekerjaan seseorang akan mempengaruhi pendapatan yang diterimanya (Sumarwan 2003).

Orang yang memiliki pengetahuan dan pendidikan yang lebih tinggi cenderung untuk memilih makanan yang lebih baik kualitasnya daripada orang yang berpendidikan rendah (Suhardjo & Hardinsyah 1987). Tingkat pendidikan yang lebih tinggi berkaitan dengan pengetahuan gizi yang lebih tinggi pula. Hal ini dimungkinkan seseorang memiliki informasi tentang gizi dan kesehatan yang lebih baik dan mendorong terbentuknya perilaku makan yang baik pula (Sediaoetama 1996).

Tingkat pendidikan seseorang juga akan mempengaruhi nilai- nilai yang dianutnya, cara berpikir, cara pandang bahkan persepsinya terhadap suatu masalah. Konsumen yang memiliki pendidikan yang lebih baik akan sangat responsif terhadap informasi, pendidikan juga mempengaruhi konsumen dalam pilihan produk maupun merek (Sumarwan 2003). Tingkat pendidikan umum yang lebih tinggi tanpa disertai dengan pengetahuan di bidang gizi terutama ibu, ternyata tidak berpengaruh terhadap pemilihan makanan untuk keluarga (Sediaoetama 1996).

Ibu merupakan pendidik pertama dalam keluarga, untuk itu ibu perlu menguasai berbagai pengetahuan dan keterampilan. Pendidikan ibu disamping merupakan modal utama dalam menunjang perekonomian rumah tangga juga berperan dalam pola penyusunan makanan untuk rumah tangga (Suhardjo 1989).

Pengetahuan Gizi

Menurut Engel et al. (1994) pengetahuan adalah informasi yang disimpan di dalam ingatan seseorang. Pengetahuan adalah salah satu proses pendidikan dan atas hasil penginderaan terhadap masalah tersebut (dalam hal ini gizi dan kesehatan) yang terjadi melalui indera manusia, yaitu penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba yang akan berdampak pada motivasi sikap dan perilaku.

Pengetahuan gizi dan kesehatan merupakan pengetahuan tentang peran makanan dan gizi, sumber-sumber zat gizi pada makanan, makanan yang aman dimakan sehingga

(9)

tidak menimbulkan penyakit, cara mengolah makanan yang baik agar zat gizi dalam makanan tidak hilang serta bagaimana hidup sehat (Notoatmodjo 1993). Khumaidi (1989) menyatakan bahwa pengetahuan gizi akan berhasil jika disertai suatu pengetahuan tentang sikap, kepercayaan, dan nilai- nilai dari masyarakat. Perilaku yang didasari dengan pengetahuan akan lebih langgeng bila dibandingkan dengan perilaku yang tidak didasari dengan pengetahuan.

Menurut Suhardjo (1989) peranan ibu banyak berpengaruh terhadap pola makan keluarga. Semakin meningkatnya pengetahuan gizi yang dimiliki ibu diharapkan semakin tinggi pula kemampuan ibu dalam memiliki dan merencanakan makanan dengan ragam dan kombinasi yang sesuai dengan syarat-syarat gizi. Ibu yang mempunyai pengetahuan gizi dan berkesadaran gizi yang tinggi akan melatih kebiasaan makan yang sehat sedini mungkin kepada semua putra-putrinya.

Preferensi

Preferensi merupakan tingkat kesukaan yang didasarkan atas sikap seseorang dalam memilih dan menentukan pangan yang dikonsumsinya (Sanjur 1982). Menurut Suhardjo (1989) yang dimaksud dengan preferensi makanan (food preferences) adalah tindakan/ukuran suka atau tidak sukanya terhadap makanan dan akan berpengaruh terhadap konsumsi pangan. Preferensi merupakan suatu fenomena yang didasarkan atas sikap seseorang dalam menentukan pangan yang dikonsumsinya. Derajat kesukaan juga dapat diperoleh dari pengalaman terhadap makanan tertentu dan dapat berpengaruh kuat terhadap preferensi.

Fisiologi, perasaan dan sikap terintegrasi membentuk preferensi terhadap pangan dan akhirnya membentuk perilaku konsumsi pangan. Preferensi mempunyai suatu struktur yang dapat berubah serta dipelajari sejak kecil. Preferensi terhadap pangan dapat berubah-ubah, terutama pada orang-orang muda dan akan permanen apabila seseorang telah memiliki gaya hidup yang kuat. Preferensi konsumen dipengaruhi oleh tiga faktor utama, yaitu faktor dari karakteristik makanan itu sendiri, karakteristik individu dan karakteristik lingkungan di sekitarnya (Sanjur 1982). Model yang dapat diajukan untuk mempelajari konsumsi adalah sebagai berikut :

(10)

Gambar 1 Model Studi Preferensi Konsumsi Makanan.

(Elizabeth & Sanjur 1981, diacu dalam Suhardjo 1989)

Faktor Eksternal yang Mempengaruhi Perilaku Konsumsi Ikan

Besar Keluarga

Besar keluarga dapat dilihat dari jumlah anggota keluarganya, sedangkan untuk bentuk keluarga dibagi atas: keluarga inti (terdiri dari sepasang suami istri dengan anak-anaknya) dan keluarga dalam arti luas (keluarga yang tidak terbatas hanya pada keluarga inti, melainkan terdiri dari beberapa generasi selain orang tua dan anaknya terdapat pula kakek, nenek, paman, bibi, saudara sepupu, menantu, dan cucu) (Suhardjo 1989). Menurut BKKBN (1998), besar keluarga dikelompokkan menjadi keluarga kecil (= 4 orang), keluarga sedang (5-6 orang), dan keluarga besar (= 7 orang).

Besar keluarga berkaitan dengan pendapatan per kapita keluarga yang akhirnya akan mempengaruhi ketersediaan pangan keluarga. Pemenuhan kebutuhan makanan akan lebih mudah jika anggota keluarga yang harus diberi makan jumlahnya sedikit terutama pada keluarga yang berpenghasilan rendah (Suhardjo 1989).

Pendapatan Keluarga

Pendapatan merupakan imbalan yang diterima oleh seorang konsumen dari pekerjaan yang dilakukannya untuk mencari nafkah. Jumlah pendapatan akan

Karakteristik makanan Karakteristik lingkungan Karakteristik individu Preferensi Makanan Konsumsi Makanan • Rasa • Rupa • Tekstur • Harga • Tipe makanan • Bentuk • Bumbu • Kombinasi makanan • Musim • Pekerjaan • Mobilitas • Perpindahan penduduk • Jumlah Keluarga • Tingkatan sosial pada masyarakat • Umur • Jenis kelamin • Pendidikan • Pendapatan • Pengetahuan gizi • Keterampilan memasak • Kesehatan

(11)

menggambarkan besarnya daya beli dari seorang konsumen (Sumarwan 2003). Pendapatan keluarga juga merupakan hasil penjumlahan dari masing- masing pendapatan anggota keluarga yang bekerja. Faktor pendapatan memiliki peranan besar dalam persoalan gizi dan kebiasaan makan keluarga yaitu tergantung pada kemampuan keluarga untuk membeli pangan yang dibutuhkan oleh keluarga tersebut. Rendahnya pendapatan merupakan rintangan yang menyebabkan orang tidak mampu membeli, memilih pangan yang bermutu gizi baik dan beragam (Camelia 2002).

Pekerjaan yang berhubungan dengan pendapatan merupakan faktor yang paling menentukan tentang kuantitas dan kualitas makanan. Meskipun demikian adalah jelas ada hubungan yang erat antara pendapatan dan gizi didorong oleh pengaruh yang menguntungkan dari pendapatan yang meningkat bagi perbaikan kesehatan dan masalah keluarga lainnya yang berkaitan dengan keadaan gizi hampir berlaku umum terhadap semua tingkat pendapatan (Suhardjo 1989).

Rendahnya pendapatan (keadaan miskin) merupakan salah satu sebab rendahnya konsumsi pangan serta buruknya status gizi. Kurang gizi akan mengurangi daya tahan tubuh, rentan terhadap penyakit, menurunkan produktivitas kerja dan menurunkan pendapatan. Akhirnya masalah pendapatan rendah, kurangnya konsumsi, kurang gizi, dan rendahnya mutu hidup membentuk siklus yang berbahaya. Besar kecilnya pendapatan yang diterima keluarga dipengaruhi oleh pendidikan dan pekerjaan. Semakin tinggi pendidikan dan status pekerjaan, maka semakin besar pendapatan keluarga (Suhardjo & Hardinsyah 1987). Semakin tinggi pendidikan yang ditamatkan seseorang maka semakin tinggi pula rata-rata gaji yang diterima (BPS 1999, diacu dalam Silitonga 2002).

Sumber Informasi

RUU tentang kebebasan memperoleh informasi menyatakan bahwa setiap orang berhak memperoleh informasi (Pasal 5). Definisi informasi itu sendiri bermacam-macam, tergantung dari bidang profesi atau keilmuan masing- masing. Definisi informasi yang dipakai disini ialah yang ada dalam RUU tentang kebebasan informasi, yaitu "bahan-bahan yang mengandung unsur- unsur yang dapat dikomunikasikan, fakta-fakta, data atau segala sesuatu yang dapat menerangkan suatu hal dengan sendirinya atau melalui segala sesuatu yang telah diatur melalui bentuk dokumen, file, laporan, buku, diagram, peta, gambar, foto, film, visual, rekaman suara, rekaman melalui

(12)

komputer atau metode lain yang dapat ditampilkan". Informasi dapat dapat pula dalam bentuk literatur yang diperoleh dari hasil penelusuran, analisa, evaluasi yang berdasarkan atas kepustakaan dan pengetahuan seorang ahli yang isinya sahih dan dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya dan sesuai dengan permintaan, disamping dapat diperoleh dengan cepat, tepat waktu, tepat, murah dan sederhana seperti yang tertera dalam RUU tersebut diatas (Komnas HAM 2004).

Informasi dapat diperoleh melalui berbagai media massa. Media massa merupakan kependekan dari istilah media komunikasi massa yang secara sederhana dapat diberikan pengertian sebagai alat yang dapat digunakan untuk menyampaikan pesan serentak kepada khalayak banyak yang berbeda-beda dan tersebar di berbagai tempat. Sebagai alat penyampai pesan dalam proses komunikasi, media massa yang disebut saluran pesan dalam proses komunikasi atau penyaluran pesan (Depdikbud 1998, diacu dalam Agustina 2002).

Media komunikasi dapat dibedakan menjadi empat, yaitu : 1) media cetak (surat kabar, majalah, poster, leaflet, booklet, folder, flip, chart dan brosur); 2) media elektronik (televisi, radio, telepon dan bioskop); 3) media luar ruang (billboard, spanduk, papan informasi, pameran, expo, dan lain- lain); 4) media tradisional (ludruk, wayang, kesenian yang berkembang di daerah masing- masing) (Sulistyo et al. 2004). Menurut Suhardjo dan Hardinsyah (1987), konsumen dalam memperoleh informasi pangan dapat diperoleh dari iklan, promosi, pengalaman masa lalu maupun pengaruh orang-orang terkemuka atau terpandang dalam masyarakat.

Budaya

Budaya adalah segala nilai, pemikiran, simbol yang mempengaruhi perilaku, sikap, kepercayaan dan kebiasaan seseorang dan masyarakat. Suatu nilai- nilai bisa dianggap sebagai makna budaya (cultural meaning) jika semua orang dalam sebuah masyarakat memiliki pemahaman yang sama terhadap nilai- nilai tersebut (Sumarwan 2003).

Budaya merupakan cara hidup manusia. Fungsinya adalah menjamin kelestarian hidup dan kesejahteraan masyarakat dengan memberikan pengalaman yang teruji dalam upaya memenuhi kebutuhan orang-orang yang tergabung dalam masyarakat yang bersangkutan. Budaya mengajarkan bagaimana orang bertingkah laku dan berusaha dalam memenuhi kebutuhan dasar biologis. Budaya menentukan apa yang digunakan

(13)

sebagai makan, dalam keadaan yang bagaimana, kapan seseorang boleh atau tidak boleh menggunakannya, apa saja yang dianggap tabu dan sebagainya. Tidak semua tabu rasional, bahkan banyak jenis tabu yang tidak masuk akal (Suhardjo 1989).

Pantangan atau tabu adalah suatu larangan mengkonsumsi jenis makanan tertentu karena terdapat ancaman bahaya atau hukuman terhadap barang siapa yang melanggarnya. Tabu yang berkenaan dengan makanan banyaknya bersangkutan dengan emosi sehingga tidak mengherankan bila sebagian besar tabu makanan terutama dianut oleh para wanita atau dikenakan bagi anak-anak yang masih di bawah perlindungan dan asuhan wanita tersebut (Suhardjo 1989).

Bayi dan anak-anak tidak diberikan daging, ikan, telur dan makanan yang dimasak dengan santan dan kelapa parut merupakan larangan. Melarang makan daging dan ikan dengan kepercayaan bahwa bahan tersebut dapat menimbulkan cacingan, dan melarang anak makan telur agar matanya tidak kena penyakit mata yang disebut “bloloken” atau “kotoken” (Suhardjo 1989).

Norma adalah aturan masyarakat tentang sikap baik dan buruk, tindakan yang boleh dan tidak boleh. Norma terbagi ke dalam dua macam. Pertama adalah norma yang disepakati berdasarkan aturan pemerintah dan ketatanegaraan (enacted norms). Norma kedua disebut cresive norms, yaitu norma yang ada dalam budaya dan bisa dipahami dan dihayati jika orang tersebut berinteraksi dengan orang-orang dari budaya yang sama. Kebiasaan, larangan, dan konvensi merupakan cresive norms (Sumarwan 2003).

Salah satu unsur budaya lainnya adalah mitos. Mitos menggambarkan sebuah cerita atau kepercayaan yang mengandung nilai idealisme bagi suatu masyarakat. Mitos seringkali sulit dibuktikan kebenarannya (Sumarwan 2003).

Perilaku Konsumsi

Perilaku konsumen mengandung arti semua aktivitas individu dalam memperoleh dan menggunakan komoditi termasuk pengambilan keputusan yang meliputi aktivitas tersebut (Engel et al. 1978). Cohen (1981) mendefinisikan perilaku konsumen sebagai segala aktivitas dari unit pengambilan keputusan (keluarga atau kelompok orang disamping individu) dalam memperoleh dan menggunakan komoditi termasuk pengambilan keputusan yang meliputi aktivitas tersebut.

Menurut Sumarwan (2003) secara sederhana, studi perilaku konsumen meliputi hal- hal sebagai berikut apa yang dibeli konsumen? (what do they buy?), mengapa

(14)

konsumen membelinya? (why do they buy it?), kapan mereka membelinya? (when do

they buy it?), dimana mereka membelinya? (where do they buy it?), berapa sering

mereka membelinya? (how often do they buy it?), berapa sering mereka menggunakannya? (how often do they use it?).

Perilaku mengkonsumsi suatu produk merupakan bagian dari perilaku konsumen dalam proses pengambilan keputusan yang dilakukannya. Perilaku konsumen adalah tindakan yang langsung terlibat dalam mendapatkan, mengkonsumsi, dan menghabiskan produk dan jasa, termasuk proses keputusan yang mendahului dan menyusuli tindakan tersebut (Engel et al. 1994). Studi perilaku konsumen terpusat pada cara individu mengambil keputusan untuk memanfaatkan sumberdaya mereka yang tersedia (waktu, usaha, uang) guna membeli barang-barang yang terkait dengan konsumsi.

Konsumen dihadapkan pada memilih dan menggunakan pangan untuk memenuhi kebutuhan gizi dalam kehidupan sehari- hari. Mempelajari proses memilih dan mengkonsumsi pangan merupakan bagian dari perilaku konsumen. Jadi, perilaku konsumsi merupakan bagian dari perilaku konsumen (Sumarwan 2003).

(15)

KERANGKA PEMIKIRAN

Secara umum perilaku konsumsi bahan pangan dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal merupakan faktor dari dalam yang mempenga ruhi perilaku seseorang. Persepsi, sikap, gaya hidup, motivasi, umur, pendidikan, pekerjaan, pengetahuan gizi dan preferensi ikan merupakan faktor internal. Persepsi merupakan cara pandang seorang konsumen melihat realitas dunia sekelilingnya sehingga memutuskan dalam pembelian suatu produk. Sikap merupakan ungkapan perasaan konsumen tentang suatu objek dan meng-gambarkan kepercayaan konsumen terhadap berbagai manfaat dari objek tersebut. Gaya hidup mencerminkan pola konsumsi yang menggambarkan pilihan seseorang bagaimana konsumen menggunakan waktu dan uang. Dorongan seseorang untuk melakukan tindakan guna memenuhi kebutuhannya dan menjadi alasan konsumen mengkonsumsi suatu produk merupakan motivasi. Konsumen yang berbeda umur akan mengkonsumsi produk dan jasa yang berbeda. Pendidikan merupakan penentu dalam jenis pekerjaan yang dilakukan konsumen. Pengetahuan gizi akan menentukan konsumen dalam memilih produk dengan melihat kandungan gizinya. Preferensi akan menentukan jenis produk yang paling disukai untuk dikonsumsi.

Faktor eksternal merupakan faktor luar yang diasumsikan mempengaruhi perilaku konsumsi. Ketersediaan ikan mempengaruhi perilaku konsumsi ikan karena jika tersedia maka memudahkan dalam memperoleh ikan dan biasanya lebih disukai konsumen. Besar keluarga akan menentukan jumlah dan pola konsumsi suatu barang atau jasa. Pendapatan per kapita akan menentukan daya beli (banyaknya produk dan jasa yang bisa dibeli dan dikonsumsi oleh konsumen dan seluruh anggota keluarga). Sumber informasi mengenai ikan memberikan kemudahan akan seseorang mengambil keputusan untuk mengkonsumsi ikan atau tidak. Budaya merupakan segala nilai, pemikiran, simbol yang mempengaruhi perilaku seseorang.

Mengingat keterbatasan waktu, biaya dan data yang tersedia, maka kajian skripsi ini hanya difokuskan pada faktor internal dan eksternal yang tercakup dalam ruang lingkup penelitian. Lebih jelasnya kerangka pemikiran dapat dilihat pada Gambar 2.

(16)

Gambar 2 Ruang Lingkup Penelitian Perilaku Konsumsi Ikan pada Wanita Dewasa di Wilayah Pantai dan Bukan Pantai, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Keterangan:

: variabel yang diteliti : variabel yang tidak diteliti : hubungan yang diteliti : hubungan yang tidak diteliti

Faktor Internal Karakteristik contoh - umur - pendidikan dan pekerjaan - pengetahuan gizi - preferensi ikan Faktor Eksternal Karakteristik keluarga contoh - besar keluarga

- pendapatan per kapita Sumber informasi Budaya

PERILAKU KONSUMSI IKAN - Jenis ikan yang dikonsumsi

- Frekuensi mengkonsumsi ikan - Jumlah ikan yang dikonsumsi - Cara memperoleh ikan

- Tempat pembelian ikan - Alasan mengkonsumsi ikan Faktor Internal - Persepsi - Sikap - Gaya hidup Faktor Eksternal - Ketersediaan ikan

(17)

METODE PENELITIAN

Disain,Tempat, dan Waktu

Penelitian ini merupakan bagian dari riset yang dilakukan oleh Departemen Kelautan dan Perikanan yang berjudul ”Studi Preferensi dan Perilaku Konsumsi Ikan dalam Mendukung Ketahanan Pangan Nasional”. Penelitian ini menggunakan metode survei dengan disain cross sectional study. Pengambilan data dilakukan secara stratified

random sampling pada tahap awal. Berdasarkan pertimbangan keterbatasan waktu, dana

dan sumberdaya yang tersedia pemilihan Kabupaten Bantul dan Sleman dilakukan secara sengaja dengan pertimbangan bahwa kedua wilayah tersebut masing- masing mewakili wilayah pantai dan bukan pantai. Selanjutnya pemilihan contoh dilakukan secara acak setelah dilakukan pengelompokkan secara sengaja terhadap populasi yang diamati, yaitu wanita dewasa pada masing- masing lokasi terpilih. Penelitian ini dilaksanakan selama dua bulan, yaitu bulan Juni-Juli 2005.

Cara Pengambilan Contoh

Contoh adalah wanita dewasa. Cara pengambilan contoh dilakukan secara

purposive, dengan syarat dapat membaca dan menulis. Sebanyak 33 contoh di

Kabupaten Bantul diambil dari Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Mina Bahari 45 dan TPI Kuwaru. Adapun 34 contoh di Kabupaten Sleman diambil dari empat kecamatan (Depok, Pakem, Kalasan, dan Ngemplak) sehingga total contoh adalah 67 orang (Lampiran 1).

Jenis dan Cara Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder. Jenis data primer diperoleh menggunakan kuesioner. Data primer yang dikumpulkan adalah faktor internal (umur, pendidikan dan pekerjaan, pengetahuan gizi, preferensi ikan), faktor eksternal (besar keluarga, pendapatan per kapita keluarga, sumber informasi, budaya) yang diasumsikan mempenga ruhi perilaku konsumsi ikan dan perilaku konsumsi ikan (kelompok jenis ikan yang dikonsumsi, frekuensi mengkonsumsi ikan, jumlah ikan yang dikonsumsi, cara memperoleh ikan, tempat pembelian ikan, dan alasan mengkonsumsi ikan). Data sekunder yang dikumpulkan adalah informasi mengenai data pendukung dari dinas perikanan setempat berupa laporan tahunan yang memuat data

(18)

wilayah, konsumsi dan produksi ikan tahun 2003 di kedua kabupaten, TPI dan kelompok tani ikan.

Pengolahan dan Analisis Data

Data yang dikumpulkan diolah dan dianalisis secara deskriptif dan inferensia menggunakan program komputer Microsoft Excell dan SPSS for window. Statistik deskriptif adalah metode- metode yang berkaitan dengan pengumpulan dan penyajian suatu gugus data sehingga memberikan informasi yang berguna. Inferensia statistik mencakup semua metode yang berhubungan dengan analisis sebagian data untuk kemudian sampai pada peramalan atau penarikan kesimpulan mengenai keseluruhan gugus data induknya. Proses pengolahan data meliputi editing, coding, entry dan analisis.

Uji beda Mann-Whitney untuk mengetahui perbedaan umur, pengetahuan gizi, besar keluarga, pendapatan per kapita keluarga, dan jumlah ikan yang dikonsumsi contoh di wilayah pantai dan bukan pantai. Rumus uji Mann-Whitney (Sugiyono 2001):

Keterangan:

U1 = jumlah peringkat 1

U2 = jumlah peringkat 2

n1 = jumlah contoh 1

n2 = jumlah contoh 2

R1 = rangking pada contoh n1

R2 = rangking pada contoh n2

U = minimum

Untuk sampel besar, yaitu [n1, n2] > 20 maka pengujian hipotesa nolnya menggunakan

kriterian Z dari distribusi normal, yaitu:

Untuk: N = n1 + n2 Keterangan:

µu = rata-rata sebaran U

su = simpangan baku sebaran U

t = banyaknya observasi yang berangka sama untuk suatu rangking tertentu

Bila p = a, maka H0 ditolak.

(

+

)

+ = 1 1 1 2 1 1 2 1 R n n n n U

(

)

− + + = 2 2 2 2 1 2 2 1 R n n n n U

[

U1, U2

]

u u U Z σ µ − = 2 2 1n n u = µ

(

)

     −       − = N N

T N N n n 12 1 3 2 1 σ 12 3 t t T = −

(19)

Uji korelasi Rank Spearman digunakan untuk menganalisis hubungan pendidikan, pengetahuan gizi, besar keluarga dengan frekuensi dan jumlah ikan antara contoh di wilayah pantai dan bukan pantai.

Rumus uji korelasi Rank Spearman:

Keterangan:

rs = koefisien korelasi Rank Spearman

d = perbedaan antara pasangan rank n = jumlah contoh

Jika rs = 0 berarti tidak ada korelasi dan jika rs = 1 maka korelasi sempurna.

Hipotesis nol atau H0 : rs = 0 yang diuji adalah tidak ada hubungan antara variabel dan

hipotesis alternatif atau H1 : rs ? 0 adalah ada hubungan nyata.

Jika besarnya pasangan rank sampel lebih dari 10, maka dapat digunakan kriteria t yang disebut rasio kritis (critical ratio = CR), yaitu:

Bila CR = ttabel, maka terima H0

Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap perilaku konsumsi ikan di analisis dengan pendekatan fungsi linier dalam bentuk regresi berganda (Walpole 1995) seperti tersebut di bawah:

Keterangan:

Yi = variabel dependen (jumlah ikan yang dikonsumsi)

ß0 = konstanta

ßj = koefisien regresi dari variabel Xj, j = 1,2,3,4

Xj = variabel independen ke-j, j = 1,2,3,4

1 = umur

2 = pengetahuan gizi 3 = besar keluarga

4 = pendapatan per kapita keluarga

Data umur diperoleh dengan kisaran dewasa awal dan dewasa akhir (Papalia & Olds 1986). Pendidikan dibagi dalam lima kategori. Pengetahuan gizi diukur dengan memberi skor pada jawaban. Pengetahuan gizi ini dikategorikan berdasarkan penilaian

(

)

      − − =

1 6 1 2 2 n n d rs 2 1 2 s s hitung r n r t CR − − = = Yi = ß0 + ß1X1 + ß2X2 + ß3X3 + ß4X4

(20)

kurang, sedang dan baik (Khomsan 2000). Preferensi ikan diolah secara deskriptif menurut jenis ikan yang paling disukai.

Besar keluarga dibagi menjadi tiga kategori sesuai BKKBN (1998), yaitu: keluarga kecil, keluarga sedang dan keluarga besar. Pendapatan keluarga memakai acuan Badan Pusat Statistik 2003 untuk pendapatan per kapita per bulan wilayah DIY yang dibedakan dalam dua kategori, yaitu miskin dan tidak miskin. Sumber informasi dan budaya diolah secara deskriptif.

Perilaku konsumsi ikan untuk jenis ikan, cara memperoleh ikan, tempat pembelian ikan, dan alasan mengkonsumsi ikan juga diolah secara deskriptif. Frekuensi mengkonsumsi ikan dikelompokkan ke dalam empat kategori sesuai dengan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Camelia (2002). Jumlah ikan yang dikonsumsi dihitung dengan berapa gram contoh mengkonsumsi ikan dalam seminggu terakhir (Tabel 2).

Tabel 2 Peubah dan kategori peubah yang digunakan dalam studi

Peubah Kategori Peubah Keterangan

Umur contoh Pendidikan Pengetahuan gizi Besar keluarga Pendapatan per kapita keluarga Frekuensi mengkonsumsi ikan

Jumlah ikan yang dikonsumsi

a. dewasa awal (20-40 tahun) b. dewasa akhir (41-49 tahun) a. tidak sekolah

b. SD c. SLTP d. SMA

e. Perguruan Tinggi

a. kurang (jawaban benar < 60%) b. sedang (jawaban benar 60-80%) c. baik (jawaban benar > 80%) a. keluarga kecil (= 4 orang) b. keluarga sedang (5-6 orang) c. keluarga besar ( = 7 orang) a. miskin (< Rp 137.132/kap/bl) b. tidak miskin (>Rp137.132/kap/bl) a. jarang (< 1x seminggu)

b. 1-3x seminggu c. 4-6x seminggu

d. sering sekali (= 7x seminggu) a. < 67,4 g/kap/hr

b. = 67,4 g/kap/hr

Papalia & Olds (1986)

Khomsan (2000)

BKKBN (1998)

BPS (2003)

Penelitian terdahulu (Camelia 2002)

Konversi dari data WKNPG 2004

(21)

Definisi Operasional

Ikan adalah jenis komoditi perikanan darat maupun laut baik yang bersirip maupun tidak dalam bentuk ikan segar yang biasa dikonsumsi.

Contoh adalah wanita dewasa yang mengkonsumsi ikan.

Tingkatan pendidikan adalah jenjang pendidikan terakhir yang dicapai oleh contoh. Pengetahuan gizi adalah tingkat pemahaman contoh terhadap ikan dan nilai gizinya

yang didapat dari penilaian jawaban atas pertanyaan yang diberikan dengan skor kurang, sedang atau baik.

Preferensi ikan adalah jenis ikan yang paling disukai dan dikonsumsi contoh.

Besar keluarga adalah jumlah anggota keluarga contoh yang tinggal dalam satu rumah dan terikat dalam pertalian darah maupun ikatan perkawinan.

Pendapatan keluarga/kap/bl adalah jumlah uang yang diperoleh oleh keluarga contoh yang sudah bekerja dibagi besar keluarga.

Sumber informasi adalah segala sesuatu yang dijadikan sumber informasi mengenai produk ikan meliputi teman, media massa, media cetak, dokter/ahli gizi dan lain- lain.

Budaya adalah segala nilai, pemikiran, simbol yang mempengaruhi perilaku, sikap, kepercayaan dan kebiasaan contoh beserta keluarga.

Perilaku konsumsi adalah tindakan contoh dalam mengkonsumsi ikan yang diamati dari jenis, frekuensi, cara memperoleh, tempat pembelian, cara pengolahan, dan alasan pembelian.

Jenis ikan adalah macam- macam ikan, baik ikan darat ataupun ikan laut yang biasanya paling sering dikonsumsi contoh.

Frekuensi makan ikan adalah berapa hari contoh mengkonsumsi ikan dalam waktu satu minggu yang dinyatakan dalam satuan hari per minggu.

Jumlah ikan adalah banyaknya ikan yang dikonsumsi contoh yang dinyatakan dalam g/kap/hr.

Cara memperoleh adalah suatu cara contoh mendapatkan ikan apakah dengan membeli ikan atau diberi oleh tetangga, keluarga atau produksi sendiri.

(22)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keadaan Umum Wilayah Penelitian Kabupaten Bantul

Kabupaten Bantul terletak antara 07°44’04”-08°00’27” Lintang Selatan dan 110°12’34”-110°31’08” Bujur Timur. Wilayah Kabupaten Bantul sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Gunung Kidul, sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Sleman dan Yogyakarta, sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Kulonprogo dan sebelah selatan dibatasi oleh Samodra Indonesia. Secara administratif terdiri atas 17 kecamatan yang terbagi dalam 75 desa dan 933 dusun (Dinas Peternakan, Kelautan & Perikanan Kabupaten Bantul 2003).

Luas lahan untuk kolam, sawah, keramba dan perairan umum secara berurutan adalah 277,7 ha, 454,2 ha dan keramba 30 unit dengan jumlah luas lahan (ha) (unit) sebesar 731,9 ha dan 30 unit. Hal ini menunjukan bahwa terjadi peningkatan konsumsi ikan diikuti dengan peningkatan budidaya. Hasil tangkapan ikan laut di Kabupaten Bantul juga mengalami peningkatan pada tahun 2003 menjadi 348,3 ton. Peningkatan ini disamping karena konsumsi masyarakat pada ikan laut meningkat, juga diikuti dengan pemodernan sarana penangkapan termasuk kapal. Peningkatan produksi perikanan darat dan laut mengakibatkan meningkatnya jumlah konsumsi ikan di Kabupaten Bantul pada tahun 2003 dibandingkan tahun 2002, yaitu dari 7,7 kg/kap/th menjadi 7,9 kg/kap/th (target 7,1 kg/kap/th) (Dinas Peternakan, Kelautan & Perikanan Kabupaten Bantul 2003).

Kabupaten Sleman

Kabupaten Sleman secara geografis terletak di antara 107°15’03”-100°29’30” Bujur Timur, 7°34’51”-7°47’03” Lintang Selatan. Jarak terjauh Utara-Selatan 32 km, Timur-Barat 35 km. Wilayah Kabupaten Sleman sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Boyolali Jateng, sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Jateng, sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Bantul dan Kotamadya Yogyakarta, sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Kulon Progo, Propinsi DIY dan Kabupaten Magelang, Jateng. Secara administratif Kabupaten Sleman terdiri atas 17 kecamatan yang terbagi dalam 86 desa dan 1.212 dusun (Bagian Hubungan Masyarakat Kabupaten Sleman 2003).

(23)

Produksi ikan konsumsi tahun 2003 mencapai 3.968,9 ton (meningkat 7,5% dibanding tahun sebelumnya), benih ikan 235.787.025 ekor (meningkat 49,8% dibanding tahun sebelumnya) dan ikan hias sebanyak 5.774.050 ekor (meningkat 73,8% dibanding tahun sebelumnya). Perkembangan budidaya perikanan di Kabupaten Sleman secara langsung berpengaruh pada tingkat konsumsi ikan masyarakat. Tingkat konsumsi ikan mencapai 14,9 kg/kap/th pada tahun 2003, meningkat 30,1% dibanding tahun sebelumnya yang baru mencapai 11,5 kg/kap/th (Bagian Hubungan Masyarakat Kabupaten Sleman 2003).

Faktor Internal yang Mempengaruhi Perilaku Konsumsi Ikan Umur Contoh

Contoh pada wilayah pantai (Kabupaten Bantul) memiliki kisaran umur antara 23-49 tahun dengan rata-rata umur 37,4 tahun, sedangkan kisaran umur contoh di wilayah bukan pantai (Kabupaten Sleman) adalah 23-45 tahun dengan rata-rata umur 35,4 tahun. Sebagian besar contoh di kedua wilayah termasuk pada kategori dewasa awal (Papalia & Olds 1986) dengan persentase 66,7% di wilayah pantai dan 79,4% di wilayah bukan pantai (Gambar 3).

Gambar 3 Kelompok umur contoh menurut kategori wilayah pantai dan bukan pantai di Propinsi DIY, 2005.

Pendidikan dan Pekerjaan Contoh

Contoh di kedua wilayah memiliki tingkat pendidikan akhir SMA dengan persentase 33,3% di wilayah pantai dan 61,8% di wilayah bukan pantai (Tabel 3), tetapi tingkat pendidikan umum yang lebih tinggi tanpa disertai dengan pengetahuan di bidang gizi terutama ibu, ternyata tidak berpengaruh terhadap pemilihan makanan untuk

66.7 79.4 33.3 20.6 0 10 20 30 40 50 60 70 80 Persentase (%) 20-40 41-49 Umur (tahun) pantai bukan pantai

(24)

keluarga (Sediaoetama 1996). Sangat disayangkan karena masih ditemukan contoh di wilayah bukan pantai yang tidak sekolah 2,9%.

Jenis pekerjaan contoh di wilayah pantai adalah sebagai pedagang ikan, yaitu sebanyak 48,5%, sedangkan 47,1% contoh di wilayah bukan pantai tidak bekerja (Tabel 3). Adapun contoh yang bekerja di wilayah bukan pantai, jenis pekerjaannya adalah sebagai buruh tani (26,5%).

Semakin tinggi tingkat pendidikan ternyata tidak selalu ditandai dengan jenis pekerjaan yang baik (dapat dilihat pada contoh di wilayah bukan pantai). Walaupun tingkat pendidikan contoh mencapai SMA, banyak contoh yang tidak bekerja sehingga pendapatannya tidak dapat dikategorikan tinggi. Hal ini bertentangan dengan literatur dari BPS 1999, diacu dalam Silitonga 2002 yang menyatakan semakin tinggi pendidikan yang ditamatkan seseorang maka semakin tinggi pula rata-rata gaji yang diterima.

Tabel 3 Tingkat pendidikan dan jenis pekerjaan contoh menurut kategori wilayah pantai dan bukan pantai di Propinsi DIY, 2005

Pantai Bukan Pantai

Kategori n % n % Tingkat Pendidikan Tidak sekolah 0 0,0 1 2,9 SD 8 24,2 3 8,8 SLTP 8 24,2 8 23,5 SMA 11 33,3 21 61,8 PT 6 18,2 1 2,9 Total 33 100,0 34 100,0 Jenis Pekerjaan Tidak bekerja 4 12,1 16 47,1 Petani 5 15,2 4 11,8 Pedagang ikan 16 48,5 4 11,8 PNS/ABRI/pensiunan 3 9,1 0 0,0 Buruh tani 5 15,2 9 26,5 Jasa 0 0,0 1 2,9 Total 33 100,0 34 100,0

Pengetahuan Gizi Contoh

Sebagian besar contoh kurang mengetahui bahwa ikan teri mengandung protein yang cukup tinggi bila dibandingkan daging sapi dan daging ayam. Menurut Daftar Komposisi Bahan Makanan protein teri kering 33,4 g/100 BDD, sedangkan daging sapi 18,8 g/90 BDD dan daging ayam 18,2 g/58 BDD (Hardinsyah & Briawan 1994). Selain itu, contoh di kedua wilayah belum mengerti bahwa protein hewani lebih baik dibandingkan protein nabati. Menurut Hardinsyah dan Tambunan (2004) semakin

(25)

lengkap komposisi dan jumlah asam amino esensial dan semakin tinggi daya cerna protein suatu jenis pangan maka semakin tinggi mutu proteinnya. Contoh juga merasa tidak perlu mengkonsumsi ikan setiap hari dengan alasan bosan (Tabel 4).

Tabel 4 Jumlah contoh yang menjawab benar menurut kategori wilayah kategori wilayah pantai dan bukan pantai di Propinsi DIY, 2005

Pantai Bukan Pantai

No. Jenis Pertanyaan

n % n %

1 Termasuk pangan hewani 29 87,9 31 91,2

2 Ciri-ciri ikan yang baik 32 96,9 32 94,1

3 Termasuk ikan air tawar 32 96,9 31 91,2

4 Termasuk ikan laut 32 96,9 30 88,2

5 Sumber zat gizi 28 84,8 32 94,1

6 Kandungan protein yang tinggi 13 39,4 10 29,4

7 Bukan manfaat ikan 29 87,9 28 82,4

8 Ikan membuat bau badan amis 26 78,8 24 70,6

9 ASI menjadi kurang sedap 28 84,8 21 61,8

10 Mengkonsumsi ikan tiap hari perlu/tidak 20 60,6 19 55,9

11 Ikan yang tidak langsung dimasak 32 96,9 33 97,1

12 Kualitas protein yang lebih baik 24 72,7 13 38,2

Berdasarkan skor pengetahuan gizi (Gambar 4), contoh di wilayah pantai memiliki pengetahuan gizi dalam kategori baik (63,6%) dengan rata-rata skor 82,1. Lain halnya dengan pengetahuan gizi contoh di wilayah bukan pantai, rata-rata skor pengetahuan gizi adalah 74,5 dan termasuk dalam kategori sedang (44,1%). Contoh yang memiliki kategori kurang lebih sedikit di wilayah pantai. Hal ini dikarenakan contoh di wilayah pantai lebih mengetahui hal- hal yang berkaitan dengan ikan sesuai dengan pertanyaan di kuisioner.

Gambar 4 Pengetahuan gizi contoh menurut kategori wilayah pantai dan bukan pantai di Propinsi DIY, 2005.

Prefere nsi Ikan Contoh

12.117.6 24.2 38.2 63.6 44.1 0 10 20 30 40 50 60 70 Persentase (%)

Kurang (<60%) Sedang (60-80%) Baik (>80%)

Pengetahuan Gizi

pantai bukan pantai

(26)

Contoh di wilayah pantai lebih menyukai ikan bandeng (30,3%), sedangkan contoh di wilayah bukan pantai menyukai ikan nila 79,4% (Tabel 5). Hal ini dikarenakan sebagian besar contoh di wilayah bukan pantai merupakan petani ikan nila sehingga contoh lebih menyukai ikan budidaya mereka sendiri. Ketersediaan ikan di kedua wilayah berbeda. Ikan bandeng dan beberapa jenis ikan laut lebih banyak tersedia di wilayah pantai sehingga contoh lebih suka mengkonsumsi ikan tersebut. Contoh di wilayah bukan pantai lebih menyukai ikan nila karena ketersediaan ikan nila dan beberapa jenis ikan air tawar lainnya lebih banyak dibandingkan ketersediaan ikan air laut.

Tabel 5 Preferensi jenis ikan yang biasa dikonsumsi contoh menurut kategori wilayah pantai dan bukan pantai di Propinsi DIY, 2005

Pantai Bukan Pantai

Preferensi Ikan n % n % Bandeng 10 30,3 0 0,0 Bawal 2 6,1 0 0,0 Nila 3 9,1 27 79,4 Lele 2 6,1 4 11,8 Lele laut 1 3,0 0 0,0 Mas 0 0,0 3 8,8 Surung 2 6,1 0 0,0 Cakalang 4 12,1 0 0,0 Kakap 7 21,2 0 0,0 Kembung 2 6,1 0 0,0 Total 33 100,0 34 100,0

Faktor Eksternal yang Mempengaruhi Perilaku Konsumsi Ikan Besar Keluarga Contoh

Jumlah anggota keluarga contoh umumnya = 4 orang sehingga termasuk keluarga kecil (BKKBN 1998). Sebagian besar contoh di wilayah pantai memiliki besar keluarga = 4 orang (rata-rata 5 orang) dengan persentase 75,8% dan besar keluarga di wilayah bukan pantai 58,8% (rata-rata 4 orang) (Gambar 5).

Pemenuhan kebutuhan makanan akan lebih mudah jika anggota keluarga yang harus diberi makan jumlahnya sedikit terutama pada keluarga yang berpenghasilan rendah (Suhardjo 1989). Jadi, pada keluarga dengan besar keluarga = 4 orang, pemenuhan kebutuhan akan ikan lebih mudah terpenuhi.

(27)

Gambar 5 Besar keluarga contoh menurut kategori wilayah pantai dan bukan pantai di Propinsi DIY, 2005.

Pendapatan per Kapita Keluarga Contoh

Pendapatan suatu keluarga akan menentukan daya beli keluarga tersebut baik untuk pangan maupun non pangan. Semakin besar pendapatan, semakin tinggi daya beli keluarga tersebut. Menurut Camelia (2002) rendahnya pendapatan merupakan rintangan yang menyebabkan orang tidak mampu membeli, memilih pangan yang bermutu gizi baik dan beragam. Sesuai Biro Pusat Statistik (2003) DIY, yang termasuk keluarga miskin jika pendapatannya = Rp 137.132/kap/bl dan tidak miskin > Rp 137.132/kap/bl.

Sebagian besar keluarga contoh memiliki pendapatan per kapita keluarga dalam kategori tidak miskin (> Rp 137.132), yaitu 72,7% berada di wilayah pantai dengan rata pendapatan Rp 308.437/kap/bl dan 70,6% di wilayah bukan pantai dengan rata-rata pendapatan Rp 244.135/kap/bl (Tabel 6). Sesuai rata-rata-rata-rata pendapatan per kapita keluarga wilayah DIY sesuai data BPS 2003 maka, kedua wilayah penelitian termasuk dalam kategori tidak miskin (> Rp 137.132/kap/bl).

Tabel 6 Pendapatan per kapita keluarga contoh menurut kategori wilayah pantai dan bukan pantai di Propinsi DIY, 2005

Pantai Bukan Pantai

Pendapatan per Kapita Keluarga

(Rp/kap/bl) n % n %

Miskin (= 137.132) 9 27,3 10 29,4

Tidak miskin (> 137.132) 24 72,7 24 70,6

Total 33 100,0 34 100,0

Rata-rata pendapatan per kapita 308.437 244.135

75.8 58.8 18.2 29.4 6.111.8 0 10 20 30 40 50 60 70 80 Persentase (%) = 4 5-6 = 7

Besar Keluarga (orang)

pantai bukan pantai

(28)

Jenis dan Sumber Informasi yang Digunakan Contoh

Contoh di wilayah pantai yang ingin mengetahui kandungan gizi ikan dan cara memasak ikan memiliki persentase yang sama, yaitu 27,3%. Selain ingin mengetahui kandungan gizi ikan, contoh di wilayah pantai juga ingin mengetahui cara pengolahan/memasak ikan dengan cara lain. Contoh di wilayah ini mengharapkan adanya penyuluhan mengenai cara lain memasak ikan. Adapun di wilayah bukan pantai contoh yang menjawab ingin mengetahui kandungan gizi ikan sebanyak 50,0% (Tabel 7).

Tabel 7 Jenis informasi yang ingin diketahui contoh menurut kategori wilayah pantai dan bukan pantai di Propinsi DIY, 2005

Pantai Bukan Pantai

Jenis Informasi Mengenai Ikan

n % n %

Kandungan gizi ikan 9 27,3 17 50,0

Cara memasak 9 27,3 6 17,6 Teknik budidaya 1 3,0 5 14,7 Harga ikan 6 18,2 4 11,8 Kualitas ikan 1 3,0 1 2,9 Semua di atas 7 21,2 1 2,9 Total 33 100,0 34 100,0

Contoh di wilayah pantai mengetahui informasi mengenai harga ikan yang murah dari teman (36,4%). Hal ini dimungkinkan karena sebagian besar contoh bekerja sebagai pedagang ikan, sehingga contoh mengetahui harga ikan yang murah dari pedagang ikan lainnya. Adapun contoh di wilayah bukan pantai mengetahui informasi harga ikan yang murah dari tetangga (58,8%) karena contoh di wilayah ini merupakan ibu rumah tangga (Tabel 8).

Tabel 8 Sumber informasi contoh mengenai harga ikan yang murah menurut kategori wilayah pantai dan bukan pantai di Propinsi DIY, 2005

Pantai Bukan Pantai

Informasi Mengenai Harga Ikan

yang Murah n % n % Tahu sendiri 1 3,0 2 5,9 Teman 12 36,4 6 17,6 Keluarga/saudara 6 18,2 1 2,9 Tetangga 1 3,0 20 58,8 Media informasi 4 12,1 3 8,8 Pakar/ahli 1 3,0 0 0,0 Petugas kesehatan/kecamatan 0 0,0 1 2,9 TPI 8 24,2 1 2,9 Total 33 100,0 34 100,0

(29)

Contoh di wilayah pantai mendapatkan informasi mengenai ikan dari teman dan media informasi dengan persentase sama, yaitu 33,3%. Hal ini dimungkinkan karena sebagian besar contoh di wilayah pantai memiliki teman pedagang ikan. Sebanyak 47,1% contoh di wilayah bukan pantai mendapatkan informasi tentang ikan dari media informasi (Tabel 9). Jenis media informasi yang lebih banyak digunakan contoh di wilayah bukan pantai adalah media elektronik (radio atau televisi).

Tabel 9 Sumber informasi contoh mengenai ikan menurut kategori wilayah pantai dan bukan pantai di Propinsi DIY, 2005

Pantai Bukan Pantai

Sumber Informasi Mengenai Ikan

n % n % Tahu sendiri 1 3,0 2 5,9 Teman 11 33,3 1 2,9 Keluarga/saudara 4 12,1 2 5,9 Tetangga 0 0,0 9 26,5 Media informasi 11 33,3 16 47,1 Pakar/ahli 0 0,0 1 2,9 Petugas kesehatan/kecamatan 3 9,1 4 11,8 TPI 3 9,1 0 0,0 Total 33 100,0 34 100,0

Budaya Contoh Mengenai Ikan

Sebanyak 3,0% contoh di wilayah pantai dan 2,9% contoh di wilayah bukan pantai mengatakan adanya pantangan makan ikan (Tabel 10). Contoh yang mempunyai pantangan makan ikan dikarenakan kebiasaan yang turun menurun (dilarang oleh orang tua mereka). Contoh yang menjawab pantangan makan ikan tidak disertai keterangan yang jelas, contohnya makan penyu. Contoh hanya menjawab bahwa penyu tidak boleh dimakan.

Sesuai dengan nilai/norma yang berkaitan dengan ikan (Tabel 10), sebanyak 6,1% contoh di wilayah pantai mengatakan bahwa ada nilai/norma yang berkaitan dengan ikan, yaitu bila kenduri atau selamatan selalu memakai ikan. Sebaliknya pada contoh di wilayah bukan pantai mengatakan tidak ada nilai/norma yang berkaitan dengan ikan.

Mitos- mitos mengenai ikan ditemui di wilayah pantai (3,0%), sedangkan contoh di wilayah bukan pantai mengatakan tidak ada mitos- mitos mengenai ikan (Tabel 10). Mitos menggambarkan sebuah cerita atau kepercayaan yang mengandung nilai idealisme bagi suatu masyarakat. Mitos seringkali sulit dibuktikan kebenarannya (Sumarwan 2003). Contoh di wilayah pantai mengatakan mitos mengenai nelayan yang

(30)

tidak boleh melaut pada malam Selasa dan Jumat Kliwon, tetapi karena hal tersebut telah menjadi kebiasaan maka dianggap sudah tidak aneh lagi.

Tabel 10 Budaya contoh (pantangan, nilai/norma dan mitos) mengenai ikan menurut kategori wilayah pantai dan bukan pantai di Propinsi DIY, 2005

Pantai Bukan Pantai

Kategori

n % n %

Pantangan Makan Ikan

Ada 1 3,0 1 2,9

Tidak ada 32 97,0 33 97,1

Total 33 100,0 34 100,0

Nilai/norma yang Berkaitan dengan Ikan

Ada 2 6,1 0 0,0

Tidak ada 31 93,9 34 100,0

Total 33 100,0 34 100,0

Mitos-mitos Tentang Ikan

Ada 1 3,0 0 0,0

Tidak ada 32 97,0 34 100,0

Total 33 100,0 34 100,0

Perilaku Konsumsi Ikan Jenis Ikan yang Dikonsumsi

Jenis ikan yang banyak dikonsumsi contoh di wilayah pantai adalah ikan segar yang berasal dari laut, seperti: ikan kakap (21,2%), cakalang (12,1%), kembung (6,1%), surung (6,1%), bawal (6,1%), lele laut (3,0%) dan ikan olahan seperti bandeng (30,3%). Adapun jenis ikan yang banyak dikonsumsi contoh di wilayah bukan pantai adalah ikan nila (79,4%), lele (11,8%), dan mas (8,8%) yang merupakan ikan air tawar. Contoh di wilayah pantai sudah terbiasa mengkonsumsi ikan la ut dan contoh di wilayah bukan pantai juga sudah terbiasa mengkonsumsi ikan air tawar walaupun tersedia berbagai jenis ikan. Hal ini sesuai dengan preferensi jenis ikan contoh pada halaman 24 yang menyatakan jenis ikan yang paling disukai dan dikonsumsi contoh di wilayah pantai adalah ikan olahan seperti bandeng dan tersebar hampir merata pada jenis ikan laut lainnya, sedangkan contoh di wilayah bukan pantai sebagian besar menyukai ikan air tawar seperti nila.

(31)

30,3 0 6,1 0 9,1 79,4 6,1 11,8 3 0 0 8,8 6,1 0 12,1 0 21,2 0 6,1 0 0 10 20 30 40 50 60 70 80 Persentase (%) Bandeng Bawal Nila Lele Lele laut Mas Surung Cakalang Kakap Kembung

Jenis Ikan yang Dikonsumsi

Pantai Bukan Pantai

Gambar 6 Jenis ikan yang dikonsumsi contoh menurut kategori wilayah pantai dan bukan pantai di Propinsi DIY, 2005.

Frekuensi Mengkonsumsi Ikan

Sebagian besar contoh di wilayah pantai dan bukan pantai mengkonsumsi ikan dengan frekuensi 1-3x seminggu dengan persentase di wilayah pantai 90,9% dan di wilayah bukan pantai 76,5% (Gambar 7). Frekuensi mengkonsumsi ikan pada contoh di kedua wilayah adalah 1-6x dalam seminggu dengan rata-rata 3 kali dalam seminggu. Sesuai dengan maraknya kampanye gemar makan ikan, maka disarankan paling tidak mengkonsumsi ikan dua kali dalam seminggu (Dahuri 2004).

Gambar 7 Frekuensi contoh mengkonsumsi ikan menurut kategori wilayah pantai dan bukan pantai di Propinsi DIY, 2005.

90.9 76.5 9.1 23.5 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 Persentase (%) 1-3x 4-6x

Frekuensi Mengkonsumsi Ikan (dalam seminggu)

pantai bukan pantai

(32)

Jumlah Ikan yang Dikonsumsi

Menurut Dahuri (2004) angka nasional konsumsi ikan tahun 2003 mencapai 24,6 kg/kap/th atau setara dengan 67,4 g/kap/hr. Contoh di wilayah pantai mengkonsumsi ikan dengan rata-rata 50,9 g/kap/hr, sedangkan contoh di wilayah bukan pantai konsumsi ikannya 27,3 g/kap/hr (Tabel 11). Hasil penelitian menunjukkan konsumsi ikan contoh di kedua wilayah masih di bawah angka nasional konsumsi ikan.

Berdasarkan Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII (WKNPG 2004), angka kecukupan protein hewani yang dianjurkan adalah 15 g/kap/hr (9 g/kap/hr dari perikanan dan 6 g/kap/hr dari peternakan). Setelah dikonversi menjadi kg/kap/th maka konsumsi ikan agar memenuhi kecukupan protein yang dianjurkan adalah 24,2 kg/kap/th atau setara dengan 66,3 g/kap/hr. Contoh di kedua wilayah penelitian konsumsi ikannya masih di bawah anjuran sehingga belum memenuhi kebutuhan protein hewani, khususnya dari perikanan.

Konsumsi ikan di wilayah Kabupaten Bantul mencapai 7,9 kg/kap/th dan wilayah bukan pantai 14,9 kg/kap/th. Adapun rata-rata konsumsi ikan di Propinsi DIY adalah 5,7 kg/kap/th dan bila dibandingkan dengan angka nasional yang mencapai 24,6 kg/kap/th maka konsumsi ikan di Propinsi DIY tergolong rendah. Angka anjuran konsumsi ikan masih di bawah angka nasional dikarenakan jenis ikan yang dikonsumsi tiap wilayah berbeda. Selain itu, jumlah penduduk yang berbeda pun mempengaruhi jumlah ikan yang dikonsumsi tiap wilayah.

Tabel 11 Jumlah ikan yang dikonsumsi contoh menurut kategori wilayah pantai dan bukan pantai di Propinsi DIY, 2005

Konsumsi Ikan Kategori Wilayah g/kap/hr kg/kap/th Pantai 50,9 18,6 Bukan Pantai 27,3 9,7 Konsumsi Nasional 67,4 24,6 Anjuran WKNPG 2004 66,3 24,2

Keterangan: Angka tersebut diperoleh dari konversi (Hardinsyah 1994)1

1

Angka tersebut diperoleh dari perhitungan sebagai berikut:

hr kap g hr th x kg g x th kg th kap kg 67,4 / / 365 1 1000 6 , 24 / / 6 , 24 = =

100 g ikan segar mengandung 13,6 g protein sehingga:

th kap kg th hr x g kg x g x g hr kap g hr kap g 365 24,2 / / 1000 100 6 , 13 / / 0 , 9 / / 0 , 9 = =

(33)

Cara Memperoleh Ikan

Sebagian besar contoh di wilayah pantai memperoleh ikan dengan cara membeli (87,9%), terutama di tempat mereka berdagang ikan. Lain halnya dengan contoh di wilayah bukan pantai. Sebanyak 58,8% contoh memperoleh ikan dari hasil sendiri (kolam/mancing) (Tabel 12). Hal ini dikarenakan contoh di wilayah bukan pantai mempunyai budidaya ikan sendiri (bertani ikan), khususnya untuk jenis ikan nila.

Tabel 12 Cara contoh memperoleh ikan menurut kategori wilayah pantai dan bukan pantai di Propinsi DIY, 2005

Pantai Bukan Pantai

Cara Memperoleh Ikan

n % n %

Membeli 29 87,9 8 23,5

Dikasih/diberi orang 0 0,0 0 0,0

Hasil sendiri (kolam/mancing) 3 9,1 20 58,8

Membeli dan dikasih 1 3,0 1 2,9

Hasil sendiri dan membeli 0 0,0 5 14,7

Total 33 100,0 33 100,0

Tempat Pembelian Ikan

Sebagian besar contoh (90,9%) di wilayah pantai membeli ikan di tempat pelelangan ikan (TPI). Adapun contoh di wilayah bukan pantai dengan persentase 41,2% tempat pembelian ikannya di kolam dengan alasan dekat dari rumah, dan sebagian besar memiliki kolam sendiri. Persentase terbesar kedua untuk tempat pembelian ikan di wilayah bukan pantai adalah pasar tradisional (38,2%) dengan alasan jenis ikannya banyak dan dapat memilih sesuai selera (Tabel 13).

Tabel 13 Tempat contoh membeli ikan menurut kategori wilayah pantai dan bukan pantai di Propinsi DIY, 2005

Pantai Bukan Pantai

Tempat Pembelian Ikan

n % n % Warung makan 0 0,0 1 2,9 Pasar tradisional 1 3,0 13 38,2 TPI 30 90,9 6 17,6 Kolam 1 3,0 14 41,2 Penjual sayur 1 3,0 0 0,0 Total 33 100,0 34 100,0

Alasan Mengkonsumsi Ikan

Contoh di kedua wilayah memiliki alasan mengkonsumsi ikan karena gizi dan kesehatan dengan persentase 57,6% (di wilayah pantai) dan 73,5% (di wilayah bukan pantai). Sebagian besar contoh sudah mengerti bahwa ikan mengandung gizi yang baik sehingga dominasi alasan adalah karena gizi dan kesehatan. Contoh di kedua wilayah

(34)

tidak ada yang menjawab mengkonsumsi ikan karena rasanya lebih enak. Menurut contoh, daging lebih enak rasanya bila dibandingkan dengan ikan (Tabel 14).

Tabel 14 Alasan contoh mengkonsumsi ikan menurut kategori wilayah pantai dan bukan pantai di Propinsi DIY, 2005

Pantai Bukan Pantai

Alasan Mengkonsumsi Ikan

n % n %

Gizi dan kesehatan 19 57,6 25 73,5

Rasanya lebih enak 0 0,0 0 0,0

Terbiasa sejak kecil 2 6,1 0 0,0

Mudah diperoleh 3 9,1 5 14,7

Harga terjangkau 3 9,1 2 5,9

Semua jawaban di atas 6 18,2 2 5,9

Total 33 100,0 34 100,0

Analisis Faktor Internal dan Eksternal terhadap Perilaku Konsumsi Ikan

Uji Beda Nyata antara Variabel di Wilayah Pantai dan Bukan Pantai

Uji Mann-Whitney digunakan untuk menguji hipotesis yang menyatakan bahwa tidak ada perbedaan nyata antara kedua kelompok data. Variabel yang menggunakan uji

Mann-Whitney dalam penelitian ini adalah umur, pengetahuan gizi, besar keluarga,

pendapatan per kapita, frekuensi mengkonsumsi ikan dan jumlah ikan.

Sesuai dengan hasil uji Mann-Whitney maka tidak terdapat perbedaan nyata antara umur contoh, besar keluarga, pendapatan per kapita keluarga di wilayah pantai dan bukan pantai. Adapun yang berbeda nyata adalah pengetahuan gizi (p=0,024) dan jumlah ikan yang dikonsumsi contoh (p=0,010) di kedua wilayah (Lampiran 2).

Pengetahuan gizi berbeda nyata dapat dilihat dari rata-rata skor pengetahuan gizi, yaitu contoh di wilayah pantai memiliki rata-rata skor 82,1 (kategori baik) dan contoh di wilayah bukan pantai rata-rata skor 74,5 (kategori sedang). Sehingga pengetahuan gizi pada contoh di wilayah pantai lebih tinggi daripada contoh di wilayah bukan pantai.

Jumlah ikan berbeda nyata dapat dilihat dari rata-rata jumlah ikan yang dikonsumsi contoh, yaitu di wilayah pantai 50,9 g/kap/hr dan bukan pantai 27,3 g/kap/hr. Lebih banyak jumlah ikan yang dikonsumsi contoh di wilayah pantai. Perbandingan jumlah ikan pada contoh di wilayah pantai dan bukan pantai mencapai hampir 2 : 1. Hal inilah yang menjadikan jumlah ikan di kedua wilayah berbeda nyata (Tabel 15).

(35)

Tabel 15 Hasil uji Mann-Whitney menurut kategori wilayah pantai dan bukan pantai di Propinsi DIY, 2005

Kategori Wilayah Variabel Asymp. Sig. (2-tailed)

Umur contoh 0,209

Pengetahuan gizi contoh 0,024*

Besar keluarga contoh 0,065

Pendapatan per kapita keluarga 0,661 Pantai

dan bukan pantai

Jumlah ikan 0,010*

Keterangan: * nyata pada p < 0,05

Uji Keeratan Hubungan antar Variabel dengan Perilaku Konsumsi

Uji korelasi Rank Spearman digunakan untuk mengukur keeratan hubungan linear antara dua peub ah kontinu X dan Y. Bila nilai- nilai pengamatan x dan y diganti dengan peringkatnya, lalu peringkat-peringkat itu kita substitusikan ke dalam rumus bagi r, maka kita memperoleh koefisien korelasi peringkat Spearman (Walpole 1995).

Uji korelasi Rank Spearman dalam penelitian ini digunakan untuk menganalisis hubungan pendidikan, pengetahuan gizi, besar keluarga dengan frekuensi dan jumlah ikan antara contoh di wilayah pantai dan bukan pantai. Berdasarkan hasil uji korelasi

Rank Spearman maka yang berhubungan nyata adalah pengetahuan gizi contoh dengan

jumlah ikan yang dikonsumsi (r=0,258; p=0,035), sedangkan pendidikan dan pengetahuan gizi tidak berhubungan nyata dengan frekuensi mengkonsumsi ikan serta jumlah ikan yang dikonsumsi (Lampiran 3).

Hal ini mena ndakan bahwa semakin tinggi pengetahuan gizi seseorang maka jumlah ikan yang dikonsumsi semakin banyak. Semakin meningkatnya pengetahuan gizi yang dimiliki ibu diharapkan semakin tinggi pula kemampuan ibu dalam memiliki dan merencanakan makanan dengan raga m dan kombinasi yang sesuai dengan syarat-syarat gizi (Suhardjo 1989). Salah satunya dengan cara meningkatkan jumlah ikan yang dikonsumsi (Tabel 16).

(36)

Tabel 16 Hasil uji korelasi Rank Spearman menurut kategori wilayah pantai dan bukan pantai di Propinsi DIY, 2005

Pantai dan bukan pantai pendidikan contoh pengetahuan gizi contoh besar keluarga contoh frekuensi makan ikan jumlah ikan 1.000 pendidikan contoh . .250* 1.000 pengetahuan gizi contoh .042 . -.105 -.136 1.000 besar keluarga contoh .396 .271 . -.154 -.214 .002 1.000 frekuensi makan ikan .214 .082 .986 . .199 .258* -.056 -.074 1.000 jumlah ikan .106 .035 .653 .551 .

Keterangan: * nyata pada p < 0,05

Uji Regresi Berganda Model persamaan regresi :

Y = 7,052 – 0,617 umur + 0,449 pengetahuan gizi + 1,839 besar keluarga (0,201) (-0,898) (1,595) (0,542)

+ 4,060x10-5 pendapatan per kapita keluarga (1,896)

Dari uji ANOVA (Lampiran 4), didapat F hitung adalah 1,688 dengan tingkat signifikansi 0,164. Karena probabilitas (0,164) lebih besar dari 0,05, maka model regresi tidak bisa dipakai untuk memprediksi jumlah ikan. Atau dapat dikatakan, umur, pengetahuan gizi, besar keluarga dan pendapatan per kapita keluarga contoh tidak berpengaruh terhadap jumlah ikan.

R2 = 0,098 menunjukan bahwa jumlah ikan yang bisa dijelaskan oleh umur, pengetahuan gizi, besar keluarga dan pendapatan per kapita keluarga hanya 9,8%, sedangkan 90,2% dijelaskan oleh variabel- variabel lain.

Uji t untuk menguji signifikansi konstanta dari setiap variabel independent. Hipotesis :

H0 = koefisien regresi tidak signifikan

H1 = koefisien regresi signifikan

dengan pengambilan keputusan (berdasarkan probabilitas) : jika probabilitas > 0,05 maka H0 diterima

(37)

Variabel umur, pengetahuan gizi, besar keluarga, pendapatan per kapita keluarga dan konstanta regresi mempunyai angka signifikan di atas 0,05. Oleh sebab itu, keempat variabel tersebut sebenarnya tidak mempengaruhi jumlah ikan.

Berdasarkan model tersebut di atas dapat dikatakan bahwa model yang dikembangkan tidak dapat menjelaskan pengaruh faktor internal dan eksternal terhadap perilaku konsumsi ikan. Hal ini, antara lain disebabkan oleh:

- Model yang dikembangkan tidak tepat

- Data yang digunakan secara teoritis kurang lengkap mencerminkan data hubungan antara faktor internal dan eksternal dengan perilaku konsumsi ikan.

(38)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Contoh pada wilayah pantai memiliki kisaran umur antara 23-49 tahun (rata-rata 37,4 tahun) dan di wilayah bukan pantai 23-45 tahun (rata-rata 35,4 tahun) sehingga sebagian besar termasuk kategori dewasa awal (20-40 tahun). Tingkat pendidikan akhir contoh di kedua wilayah adalah SMA. Contoh di wilayah pantai memiliki pekerjaan sebagai pedagang ikan, sedangkan contoh di wilayah bukan pantai tidak bekerja. Pengetahuan gizi contoh di kedua wilayah termasuk dalam kategori baik dengan rata-rata skor 82,1 (contoh di wilayah pantai) dan 74,5 (contoh di wilayah bukan pantai). Preferensi ikan pada contoh di wilayah pantai adalah ikan bandeng, sedangkan preferensi ikan di wilayah bukan pantai adalah ikan nila. Contoh di kedua wilayah termasuk dalam kategori keluarga kecil (= 4 orang) dengan rata-rata besar keluarga 5 orang (besar keluarga di wilayah pantai) dan 4 orang (besar keluarga di wilayah bukan

pantai). Pendapatan per kapita keluarga contoh tergo long dalam kategori tidak miskin (>Rp 137.132/kap/bl). Sumber informasi yang digunakan contoh di kedua wilayah

adalah dari media elektronik dan sebagian besar contoh di kedua wilayah mengatakan hampir tidak ada budaya (pantangan/tabu, norma/nilai, mitos) mengenai ikan.

Perilaku konsumsi ikan untuk frekuensi dan alasan mengkonsumsi ikan di kedua wilayah sama, yaitu 1-3x seminggu untuk frekuensi makan ikan dan alasan karena gizi dan kesehatan. Jenis ikan yang dikonsumsi contoh di wilayah pantai adalah ikan kakap, cakalang, kembung, surung, bawal dan lele laut (ikan air laut), sedangkan jenis ikan yang dikonsumsi contoh di wilayah bukan pantai adalah ikan nila, lele dan mas (ikan air tawar). Jumlah ikan yang dikonsumsi contoh rata-rata 50,9 g/kap/hr di wilayah pantai dan 27,3 g/kap/hr di wilayah bukan pantai. Cara memperoleh ikan di wilayah pantai adalah dengan membeli dan hasil/produksi sendiri di wilayah bukan pantai. Tempat pembelian ikan pada contoh di wilayah pantai adalah di TPI dan di wilayah bukan pantai adalah di kolam.

Berdasarkan hasil uji beda nyata Mann-Whitney maka tidak terdapat perbedaan nyata antara umur, besar keluarga, pendapatan per kapita di wilayah pantai dan bukan pantai. Adapun yang berbeda nyata adalah pengetahuan gizi (p=0,024) dan jumlah ikan yang dikonsumsi contoh (p=0,010). Sesuai hasil uji keeratan (korelasi Rank Spearman) yang berhubungan nyata adalah pengetahuan gizi contoh dengan jumlah ikan yang

(39)

dikonsumsi (r=0,258; p=0,035). Hasil analisis regresi berganda menunjukkan bahwa jumlah ikan yang dikonsumsi contoh 9,8% dapat dijelaskan oleh variabel umur, pengetahuan gizi, besar keluarga, pendapatan per kapita, tetapi hubungannya tidak signifikan. Hal ini kemungkinan besar karena model yang dikembangkan tidak tepat dan data yang digunakan secara teoritis kurang lengkap.

Saran

Konsumen ikan diharapkan dapat mengkonsumsi berbagai jenis ikan bukan hanya mengkonsumsi ikan kesukaan saja. Contoh di kedua wilayah penelitian, konsumsi ikannya belum mencapai 67,4 g/kap/hr. Melihat hasil tersebut, sebaiknya wanita dewasa meningkatkan konsumsi ikan mereka guna memenuhi kebutuhan protein dari perikanan.

Preferensi ikan konsumen dapat dijadikan acuan bagi produsen ikan untuk membuat inovasi baru dalam pengolahan ikan sehingga dapat meningkatkan pemasaran, misalnya membuat produk olahan dari ikan. Selain itu, diharapkan produsen ikan dapat meningkatkan citra produk ikannya dengan menjelaskan kelebihan-kelebihan produk tersebut.

Instansi terkait, khususnya Departemen Kelautan dan Perikanan sebaiknya meningkatkan promosi “Gemar Makan Ikan” serta memperhatikan produksi, distribusi, dan penyediaan fasilitas. Hal ini sangatlah penting terutama dalam memberi kesadaran pada masyarakat dengan cara memberikan penyuluhan dari pengenalan kandungan gizi sampai tahap pengolahan ikan, lomba memasak ikan ataupun kegiatan lain yang dapat menjadi motivasi masyarakat untuk mengkonsumsi ikan. Jika kegiatan tersebut sudah ada, maka perlu ditingkatkan lagi sehingga masyarakat semakin memahami pentingnya mengkonsumsi ikan.

Gambar

Gambar 1  Model Studi Preferensi Konsumsi Makanan.
Gambar 2  Ruang Lingkup Penelitian Perilaku Konsumsi Ikan pada Wanita Dewasa di  Wilayah Pantai dan Bukan Pantai, Propinsi  Daerah Istimewa Yogyakarta
Gambar 3  Kelompok  umur  contoh  menurut  kategori  wilayah  pantai  dan bukan pantai                   di Propinsi DIY, 2005
Gambar 5    Besar  keluarga  contoh  menurut  kategori  wilayah  pantai  dan bukan pantai         di Propinsi DIY, 2005
+4

Referensi

Dokumen terkait

Kebijakan pemerintah mengadakan ujian kompetensi guru (UKG) mulai pada tahun 2012 merupakan suatu kemajuan bagi usaha peningkatan mutu pendidikan. Sebagaimana yang dinyatalan dalam

Pada setiap pernyataan berilah tanda √ tepat pada kolom yang tersedia sesuai dengan penilaian Anda pada setiap pernyataan dengan pilihan sebagai berikut: 1 :

Untuk mengukur kinerja unit pelayanan pelanggan tersebut, dibutuhkan unsur sebagai acuan untuk memberikan penilaian terhadap hasil kinerja penyedia layanan publik,

Dalam kajian ini, pengkaji telah membangunkan satu bahan pengajaran (ABBM) berapa Modul Pengajaran Berbantu Komputer (MPBK) bagi mata pelajaran Teknologi Elektrik I (El 063)..

Terdapat 10 konflik internal yang ditemukan pada beberapa peristiwa dalam novel ini, di antaranya tokoh Surasentika bingung memilih jodoh untuk Sri Kuning, Sri

(1999), The Performance of Small Enterprises during the Economic Crisis: Evidence from Indonesia (mimeo). Thee Kian Wie (1993), ‘Industrial Structure and Small and Medium

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbandingan sari sirsak dengan ekstrak daun sambung nyawa memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap aktivitas antioksidan, kadar abu,

Selanjutnya untuk memberikan gambaran arah dan sasaran yang jelas serta sebagaimana pedoman dan tolok ukur kinerja Pengadilan Negeri, Hubungan Industrial dan Tindak Pidana