• Tidak ada hasil yang ditemukan

NAMA : JECKLYN. SHINDY. TEMARTENAN NIM :

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "NAMA : JECKLYN. SHINDY. TEMARTENAN NIM :"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

PRAKTIKUM KE-1

OLEH :

NAMA : JECKLYN. SHINDY. TEMARTENAN

NIM : 2014-76-029

JURUSAN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS PATTIMURA

AMBON 2017

(2)

I. JUDUL PERCOBAAN

“PEMBUATAN APUSAN DARAH TIPIS MENCIT”

II. TUJUAN PERCOBAAN

Adapun tujuan praktikum ini ialah:

1. Mahasiswa mampu membuat apusan darah tipis mencit. 2. Mahasiswa dapat membedakan jenis-jenis darah.

III. TINJAUAN PUSTAKA

Bidang kesehatan adalah salah satu bidang yang tak luput dari perkembangan teknologi, dimana teknologi yang diciptakan sangatlah membantu. Teknologi ini dapat berupa alat untuk pemeriksaan ataupun alat untuk pengobatan, yang tentunya sangat bermanfaat untuk kelangsungan kehidupan manusia. Dimana untuk membantu memberi manfaat sekaligus mempermudah kegiatan dalam bidang kesehatan khususnya dalam pemeriksaan laboratorium klinik dengan menerapkan teknologi (Faradisa dkk, 2016).

Pemeriksaan perhitungan sel darah terutama leukosit dan trombosit banyak diminta di klinik. Hal ini disebabkan oleh makin meningkatnya kebutuhan akan data tersebut dalam upaya membantu membuat diagnosa. Dengan meningkatnya permintaan pemeriksaan hitung sel darah maka pemeriksaan hitung sel secara manual tidak dapat lagi memenuhi kebutuhan tersebut. Oleh karena itu dibuatlah alat hitung sel otomatis. Dengan alat hitung sel otomatis maka perhitungan sel menjadi lebih mudah, cepat, dan teliti dibandingkan dengan cara manual. Walaupun demikian hitung sel secara manual masih dipertahankan. Hal ini disebabkan hitung sel darah cara manual masih merupakan metode rujukan. Keuntungan lain ialah hitung sel cara manual dapat dilakukan di laboratorium yang tidak ada aliran listrik. Disamping itu harga sebuah alat hitung sel otomatis cukup mahal (Tjokronegoro, 1996).

Evaluasi darah atau disebut juga sebagai pemeriksaan gambaran darah tepi dapat dilakukan di counting areal setelah melakukan pemeriksaan hitung jenis leukosit, mula-mula dengan perbesaran 100x kemudian dengan perbesaran 1000x dengan minyak immersi, selanjutnya dilihat masing-masing morfologi selnya (Widayanti, 2008).

(3)

Mikroteknik atau teknik histologi merupakan teknik, keterampilan atau seni dalam membuat preparat agar mudah diamati dan dapat dianalisis dibawa mikroskop. Mikroteknik atau teknik histologi mempunyai dua metode secara umum, yaitu metode embedding atau penanaman, dan metode non-embedding/ tidak melalui penanaman. Salah satu teknik non-embedding dalam pembuatan preparat adalah menggunakan metode Smear atau Apus. Metode smear biasanya digunakan untuk mengamati bentuk-bentuk sel darah dan penyusunannya, melalui proses pemisahan sel-sel baik secara kimiawi maupun mekanik (Rustanto, 2013).

A. SEDIAAN APUS DARAH

Pembuatan preparat apus darah ini menggunakan suatu metode yang disebut metode oles (metode smear) yang merupakan suatu sediaan dengan cara mengoles atau membuat selaput (film) dan substansi yang berupa dan bebas lemak untuk kemudian difiksasi, diwarnai dan ditutup dengan gelas penutup (Handari, 2003).

Sediaan apus berarti meng”apus”kan (spread) suatu bahan di atas kaca objek dan kemudian dianalisis lebih lanjut. Biasanya digunakan misalnya untuk mendeteksi penyakit malaria akibat parasit Plasmodium vivax. Namun pada saat ini pembuatan sediaan ini masih dilakukan dengan cara manual dengan sudut apusan 30° – 40° yang akan menghasilkan lapisan tipis darah di belakangnya. Sediaan darah hampir selesai, kemudian dikeringkan dan hasil akhir berupa lapisan tipis pada kaca objek. Selanjutnya dilakukan pengecatan dan barulah hasilnya berupa sediaan yang siap untuk di amati pada mikroskop (Faradisa dkk, 2016).

Pemeriksaan apus darah tidak hanya diperlukan untuk menunjang diagnosis penyakit-penyakit hematologis, namun juga diperlukan untuk menunjang diagnosis penyakit-penyakit-penyakit-penyakit non hematologis, memantau efek terapi maupun untuk mengetahui ada tidaknya efek samping terapi (Budiyono 1995, dalam Afida 2005).

Afida (2005) menjelaskan, dengan pemeriksaan sediaan apus darah, terdapat hal-hal yang bisa dinilai yaitu : adanya parasit, sel inang atau sel ganas; sel eritrosit meliputi ukuran, bentuk, warna, benda-benda inklusi dan susunannya; dapat menghitung jenis leukosit, estimasi jumlah dan morfologi seri leukosit; dan melakukan estimasi jumlah dan morfologi trombosit. Afida juga menegaskan bahwa ketrampilan dalam membuat sediaan yang baik, menjadi syarat penting dalam penilaian sediaan apus tersebut.

(4)

Sediaan apus darah tepi dapat diwarnai dengan berbagai macam metode misalnya seperti: pewarnaan Giemsa, pewarnaan acid fast, pewarnaan wright, dan lain lain. Pewarnaan Giemsa disebut juga pewarnaan Romanowsky. Metode pewarnaan ini banyak digunakan untuk mempelajari morfologi sel-sel darah, sel sumsum dan juga untuk mengidentifikasi parasit-parasit darah misal Tripanosoma, Plasmodia dan lain-lain dari golongan protozoa. Pemeriksaan apus darah tepi merupakan pemeriksaan rutin terdiri dari hemoglobin (Hb), jumlah sel darah putih (lekosit), hitung jenis sel darah putih (Differensial counting), dan Laju Endap Darah (LED).

Menurut Santosa (2010), kriteria preparat darah apus yang baik adalah lebar dan panjangnya tidak memenuhi seluruh kaca benda, secara gradual penebalannya berangsur-angsur menipis dari kepala ke ekor, tidak berlubang, tidak terputus-putus, tidak terlalu tebal dan mempunyai pengecatan yang baik.

B. DARAH

Darah adalah jaringan tubuh yang berada dalam konsistensi cair menyerupai sirup dengan berat jenis 1,055 dan kekentalan dua setengah kali air. Beredar dalam suatu sistem tertutup yang dinamakan pembuluh darah, yang berfungsi sebagai alat transfor serta hemostasis (Kiswari, 2014). Faradisa dkk (2016) juga menjelaskan bahwa, darah merupakan komponen esensial makhluk hidup, yang digunakan sebagai sebagai: pembawa oksigen (oksigen carrier), mekanisme pertahanan tubuh terhadap infeksi dan mekanisme hemostatis. Pada darah terdapat 2 komponen yang berupa plasma darah berupa cair darah sebagian besar terdiri atas air, elektrolit dan protein darah, butir darah (blood corpuscles) yang meliputi eritrosit, leukosit dan trombosit.

Fungsi utama darah dalam sirkulasi adalah sebagai media transportasi, pengaturan suhu, pemeliharaan keseimbangan cairan, serta keseimbangan basa eritrosit. Sel darah merah mampu mengangkut secara efektif tanpa meninggalkan fungsinya di dalam jaringan, sedang keberadaannya dalam darah, hanya melintas saja.

Bentuk sel darah merah (eritrosit) seperti cakram, tidak mepunyai inti dan tidak dapat bergerak. Dalam 1 mm³ darah terdapat 5 juta eritrosit. Warnanya kuning kemerahan, karena didalamnya mengandung suatu zat yang disebut hemoglobin, warna ini akan bertambah merah jika didalamnya banyak mengandung oksigen. Eritrosit mengandung hemoglobin yang berperan dalam mengikat oksigen.

(5)

C. LEUKOSIT

Leukosit atau sel darah putih memiliki ciri khas sel yang berbeda-beda, ukurannya lebih besar dari eritrosit, tidak berwarna dan dapat melakukan pergerakan dengan bantuan kaki semu (pseudopodia) dengan masa hidup 13-20 hari (Nugraha, 2015).

Leukosit terdapat dalam darah manusia dan berjumlah sekitar 5.000-10.000 butir untuk setiap mikro liter darah manusia. Leukosit berumur sekitar 12 hari. Leukosit keluar dari pembuluh kapiler apabila di temukan antigen. Proses pengeluaran leukosit disebut dengan diapedesis. Leukosit memiliki sebuah nukleus yang tidak berwarna bening dan menunjukan gerak amuboid (Khaqqi dkk, 2014).

Leukosit berperan melawan penyakit yang masuk kedalam tubuh disebut antibodi. Berfungsi untuk melindungi tubuh dari infeksi. Karena itu, jumlah leukosit tersebut berubah-ubah dari waktu ke waktu, sesuai dengan jumlah benda asing yang dihadapi dalam batas-batas yang masih dapat ditoleransi tubuh tanpa menimbulkan gangguan fungsi (Sadikin, 2002).

Fungsi dari pemeriksaan leukosit menurut Riswanto (2013) yaitu untuk :

▪ Mengetahui kemampuan tubuh dalam merespon dan menghilangkan infeksi. ▪ Mendeteksi alergi dan respon obat terhadap jenis parasit dan infeksi lainnya. ▪ Mengevaluasi reaksi terhadap infeksi dan kemoterapi.

▪ Mengidentifikasi pada tahapan leukemia.

Menurut Alawiyah (2016), leukosit yang dihitung dari apusan darah tepi sebanyak 100- 200 sel. Sel darah putih tersebut dapat diklasifikasikan sebagai leukosit granulosit yaitu yang mempunyai granula yang khas (basofil, neutrofil, eosinofil) dan leukosit agranulosit yaitu yang tidak mempunyai granula yang khas (limfosit dan monosit).

1) Neutrofil

Kiswari (2014) menjelaskan, neutrofil adalah jenis sel leukosit yang paling banyak yaitu sekitar 50-70% diantara sel leukosit yang lain yang terbagi menjadi dua macam neutrofil yaitu neutrofil batang (stab) dan neutrofil segmen (polimorfonuklear). Perbedaan dari keduanya yaitu neutrofil batang merupakan bentuk muda dari neutrofil segmen yang biasanya sering disebut sebagai neutrofil tapal kuda karena mempunyai inti berbentuk seperti tapal kuda. Berdasarkan

(6)

Sloane (2003), neutrofil memiliki granula kecil berwarna merah muda/keunguan dalam sitoplasmanya. Nukleusnya memiliki tiga sampai lima lobus yang terhubungkan dengan benang kromatin tipis. Diameternya mencapai 9 µm sampai 12 µm.

2) Eosinofil

Eosinofil hampir sama dengan neutrofil tapi pada eosinofil, granula sitoplasma lebih kasar dan berwarna merah-oranye. Warna kemerahan disebabkan adanya senyawa protein kation (yang bersifat basa) mengikat zat warna golongan anilin asam seperti eosin, yang terdapat pada pewarnaan giemsa. Eosinofil akan meningkat jumlahnya ketika ditemukan penyakit alergi, penyakit parasitik, penyakit kulit, kanker, flebitis, tromboflebitis, leukemia mielositik kronik (CML), emfisema dan penyakit ginjal (Alawiyah, 2016).

3) Basofil

Basofil memiliki granula sitoplasma besar kasar berwarna ungu dan berlobus. Diameter basofil sekitar 12 µm sampai 15 µm. Alawiyah (2016) menerangkan bahwa warna keunguan disebabkan karena banyaknya granula yang berisi histamin, dan jarang ditemukan pada sel darah normal.

4) Limfosit

Limfosit berasal dari sel-sel punca di dalam sumsum tulang. Limfosit yang bermigrasi dari sumsum tulang ke timus, organ di dalam rongga dada di atas jantung, menjadi dewasa sebagai sel T. sedangkan limfosit yang menjadi dewasa di dalam sumsum tulang berkembang sebagai sel B (Campbell dan Reece, 2008). Limfosit bergaris tengah 6-8 µm dan memiliki inti yang relatif besar.

5) Monosit

Monosit berdiameter 12-20 µm dan berbentuk seperti tapal kuda. Jumlah monosit kira-kira 3-8% dari total jumlah leukosit. Monosit berfungsi sebagai fagosit mikroorganisme berupa jamur dan bakteri serta berperan dalam reaksi imun (Kiswari, 2014).

(7)

D. PEWARNAAN GIEMSA

Teknik pewarnaan pertama kali dikenalkan oleh Romanowsky dan Malachowski pada tahun 1891, menggunakan methylen blue dan eosin. Kemudian dimodifikasi oleh Leishman, May Grunwald, Wright dan Giemsa dengan tujuan menghasilkan pewarnaan yang lebih baik dan mudah diamati.

Pewarnaan Giemsa (Giemsa Stain) adalah suatu teknik pewarnaan untuk pemeriksaan mikroskopis yang namanya diambil dari seorang peneliti malaria yaitu Gustav Giemsa. Metode pewarnaan ini banyak dipakai untuk mempelajari morfologi darah, sel-sel sumsum dan juga untuk identifikasi parasit-parasit darah misalnya dari jenis protozoa. Zat ini tersedia dalam bentuk serbuk atau larutan yang disimpan di dalam botol yang gelap.

Giemsa stok harus diencerkan lebih dahulu sebelum dipakai untuk mewarnai sel darah. Elemen-elemen zat warna giemsa larut selama 40-90 menit dengan aquades atau buffer. Setelah itu semua elemen zat warna akan mengendap dan sebagian lagi balik kepermukaan membentuk lapisan tipis seperti minyak. Karena itu, stok giemsa tidak boleh tercemar air (Depkes, 2006).

Alawiyah (2016) menjelaskan bahwa, kualitas giemsa yang digunakan harus dicek mutunya dan dilihat tanggal kadaluarsa larutan. Giemsa yang mutunya tidak bagus atau sudah rusak tidak akan mengeluarkan warna ungu atau merah atau keduanya.

Prinsip pewarnaan giemsa yaitu setiap jenis leukosit memiliki kecenderungan menyerap zat warna yang berbeda tergantung sifat sel dan komponennya. Dimana, giemsa yang mengandung dua zat warna akan mewarnai sel berdasarkan kecenderungannya bereaksi dengan salah satu zat warna, sehingga bentuk sel akan mudah dilihat dan bisa dibedakan dengan leukosit lain (Nugraha, 2015).

IV. WAKTU DAN LOKASI PRAKTIKUM

Praktikum ini dilaksanakan di Laboratorium Zoologi, FMIPA Unpatti pada tanggal 11 April pukul 10.00-12.00 wit dan pada tanggal 19 April 2017 pukul 06.00-10.00 wit.

(8)

V. PROSEDUR KERJA

a. Alat yang digunakan meliputi : • Setting zet

• Kaca preparat • Cover glass • Mikroskop cahaya • Pipet tetes

b. Bahan yang digunakan meliputi : • Mencit (Mus musculus) • Tissue

• Minyak imersi • Pewarna Giemsa c. Cara kerja meliputi :

• Darah diambil dengan memotong ujung ekor mencit (1 mm).

• Darah diteteskan pada gelas objek, kemudian diapus dengan gelas objek yang lain dan dikeringkan pada suhu ruang.

• Apusan darah pada gelas objek digenangi dengan metanol 96% dan kemudian dikeringkan.

• Apusan darah pada gelas objek digenangi dengan pewarna Giemsa selama kurang lebih 20 menit, kemudian dicuci dengan air mengalir dan keringkan pada suhu ruang.

• Apusan darah tipis siap diamati di bawah mikroskop dengan pembesaran 1000x, dan ditetesi dengan minyak imersi.

(9)

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. HASIL PRAKTIKUM

Tabel 1.1 Data hasil pengamatan sediaan apus darah :

NO HASIL PENGAMATAN SEDIAAN KETERANGAN

1.

(Hasil apusan sel darah mencit dengan perbesaran

1000x)

Gambar b, c, dan d merupakan jenis leukosit.

2. a. Eritrosit b. Monosit 3. c. Neutrofil a b c a b f c d e

(10)

4. d. Monosit e. Trombosit 5. f. - B. PEMBAHASAN

Pada praktikum pertama ini bertujuan untuk mahasiswa dapat membuat apusan darah tipis dari mencit (Mus musculus) dan kemudian dianalisis untuk dapat membedakan jenis-jenis darah. Pertama-tama langkah yang dilakukan yaitu dengan memotong sedikit dari ujung ekor mencit, kemudian diambil darahnya dan diteteskan keatas kaca objek dan langsung dibuat apusan darah. Apusan darah yang dibuat dengan menggunakan metode two slides/wedge. Menurut Afida (2005), metode ini merupakan suatu metode pembuatan sediaan apus darah dengan menggunakan 2 kaca objek dimana cara pembuatannya dengan meletakkan 1 tetes kecil darah pada bagian tengah kaca objek sekitar 1-2 cm dari salah satu ujungnya, kemudian kaca objek yang lain diletakkan membentuk sudut 45°, dorong kebelakang sehingga menyentuh tetesan darah tadi. Hasilnya tetesan darah akan menyebar sepanjang kaca penggeser.

Langkah selanjutnya dilakukan fiksatif sederhana yang hanya menggunakan satu jenis fiksatif yaitu metanol. Fiksasi pada sel darah bertujuan untuk mematikan elemen-elemen sel dengan mempertahankan bentuk, struktur, serta ukuran sel itu sendiri. Setelah itu, dilakukan pewarnaan Giemsa selama 20 menit, kemudian disiram secara perlahan dengan air mengalir.

d e

(11)

Sediaan yang sudah dibilas, selanutnya dikeringkan pada suhu kamar. Setelah kering, sediaan siap diamati dengan menggunakan mikroskop binokuler.

Hasil menunjukkan bahwa dengan perbesaran 1000x tanpa penambahan minyak imersi, dapat diketahui bahwa terdapat jenis-jenis darah pada sediaan yang telah dibuat. Jenis-jenis darah pada hasil ini berupa eritrosit (sel darah merah) yang ditunjukkan dengan huruf a, jenis sel (darah putih) leukosit yaitu monosit ditunjukkan dengan huruf b dan d, sedangkan neutrofil dengan huruf c, dan adanya trombosit yang ditunjukkan dengan huruf e pada apusan yang telah dibuat.

Sel eritrosit dengan pewarnaan giemsa pada apusan darah yang telah dibuat pada praktikum ini menunjukkan struktur eritrosit yang berbentuk bikonkaf dan tidak berinti sel. Hal ini sejalan dengan Fatimah (2009), yang menjelaskan bahwa apusan sel darah merah yang diwarnai dengan Giemsa akan terlihat sel-sel darah merah sebagai lempengan bikonkaf dengan diameter 8 mikron, dengan ketebalan pada bagian paling tebal 2 mikron dan bagian tengah mempunyai tebal 1 mikron. Lekuk di bagian tengah dari eritrosit tampak sebagai lingkaran terang. Menurut Afriansyah (2016), eritrosit yang normal akan berukuran sama dengan inti limfosit kecil pada sediaan apus.

Eritrosit memiliki kadar lebih banyak dibandingkan dengan jumlah dari leukosit. Sel eritrosit yang teramati berwarna bening transparan dan tampak seperti bulatan dengan bagian tengah berbentuk cekungan dan berwarna putih. Menurut Setiyana (2014), eritrosit ini tidak bewarna oleh pewarna giemsa dikarenakan eritrosit tidak memiliki inti sel. Karena tidak ada bagian sel yang berfungsi untuk menyerap pewarna giemsa dengan baik akibatnya sel eritrosit hanya terwarna pada bagian membrannya saja.

Selanjutnya untuk hasil leukosit (sel darah putih) yang ditemukan adalah jenis monosit dan neutrofil. Hasil gambar ditunjukkan dengan sel yang memiliki inti berwarna ungu yang besar. Warna ungu disebabkan oleh inti leukosit yang basa sehingga mudah menyerap zat warna giemsa, sehingga kita dapat membedakan mana yang eritrosit dan mana yang leukosit.

Dengan pewarnaan giemsa, neutrofil dengan memiliki inti sel berwarna keunguan yang berlobus-lobus. Vina (2007) menjelaskan bahwa inti neutrofil umumnya terdiri atas 3 sampai 5 lobus berbentuk lonjong yang tidak teratur, yang saling dihubungkan oleh benang-benang kromatin yang halus. Jumlah lobus bertambah sesuai dengan bertambahnya umur sel dan berfungsi membentuk pertahanan terhadap invasi mikroorganisme, terutama bakteri dan

(12)

merupakan fagosit aktif terhadap partikel kecil. Untuk huruf d menunjukkan sel monosit yang dapat dibedakan dengan jenis sel darah lainnya karena ukurannya yang besar dengan inti sel yang padat, melekuk seperti ginjal atau biji kacang dan menyerap zat warna giemsa.

Trombosit pada huruf e, menunjukkan ukuran yang sangat kecil dibandingkan eritrosit maupun leukosit, tidak berinti dan berwarna bulat hitam. Untuk mengidentifikasi trombosit, perlu dilakukan ketelitian dan pewarnaan serta pembuatan apusan yang lebih baik. Trombosit tidak mengikat warna giemsa. Rohmawati (2003), menjelaskan diameter trombosit berukuran 1-4 µm, mempunyai dinding mukopolisakarida yang berfungsi dalam reaksi adesi dan agregasi trombosit. Fungsi utama trombosit adalah pembentukan sumbat mekanis sebagai respon hemostatik normal terhadap luka vaskular.

Sedangkan untuk gambar anak panah huruf f, tidak dapat diketahui termasuk sel darah manakah. Inti selnya kurang terwarna dengan baik oleh giemsa, sehingga praktikan kesulitan untuk mengidentifikasi jenis darah. Kurang terwarnanya sel darah mungkin disebabkan karena waktu pewarnaan apus darah yang kurang lama, sehingga inti selnya belum mengikat kuat zat warna giemsa, akibatnya sulit untuk dibedakan. Selain itu, kemungkinan belum terwarna dengan baik dikarenakan pewarna giemsa yang dipakai digunakan sudah dalam kondisi kurang baik (tidak baru). Namun praktikan menduga, gambar huruf f kemungkinan merupakan limfosit karena gambar menunjukkan bentuk yang bulat dengan namun sedikit menyerap pewarna giemsa.

Untuk itu dalam pembuatan sediaan apus darah harus dibuat sebaik mungkin, sehingga terbentuk daerah baca yang baik. Secara keseluruhan, preparat apus darah yang dibuat sudah baik karena sel-sel penyusun cairan darah sudah kontras dan dapat dipisahkan serta dibedakan satu dengan yang lainnya.

(13)

VII. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil praktikum yang telah dilakukan, dapat ditarik kesimpulan :

1. Teknik pewarnaan giemsa merupakan salah satu teknik pewarnaan yang banyak digunakan untuk mempelajari morfologi sel-sel darah, sel sumsum dan juga untuk mengidentifikasi parasit-parasit darah misal Tripanosoma, Plasmodia serta dari golongan protozoa.

2. Dengan teknik pembuatan apusan darah tipis ini, maka dapat diketahui jenis-jenis sel darah pada mencit meliputi : Sel darah merah (eritrosit) dengan ciri tidak mempunyai inti sel dan berbentuk cakram bulat bikonkaf. Sel darah putih (leukosit) yaitu jenis neutrofil yang inti selnya dapat menyerap zat warna giemsa sehingga terlihat berwarna keunguan, dan berlobus. Juga jenis leukosit yaitu monosit yang memiliki inti sel yang besar, dapat menyerap zat warna giemsa yang berbentuk ginjak atau biji kacang. Dan adanya trombosit yang berukuran sangat kecil dibandingkan sel darah lainnya, dengan berwarna hitam bulat, tidak berinti dan tidak dapat menyerap pewarna giemsa.

3. Dalam pembuatan apus darah ini harus dibuat sebaik mungkin, sehingga terbentuk daerah baca yang baik dimana perlu diperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan dalam pembuatan sediaan apus ini misalnya kecermatan dan kehati-hatian dalam proses penggeseran darah pada kaca objek karena hal tersebut sangat berpengaruh terhadap sel-sel darah.

(14)

DAFTAR PUSTAKA

Afida, A. M . 2005. Pemeriksaan Hitung Jenis Menggunakan Sediaan Apus Buffy Coat Pada Penderita Leukopenia. Karya Ilmiah. Patologi Klinik FK Universitas Diponegoro. Semarang.

Afriansyah, M. A. 2016. Pengaruh Variasi Suhu Pengeringan Preparat Apusan Darah Tepi Terhadap Hasil Makroskopis dan Morfologi Sel Darah Merah (Erythrocyte). Skripsi. Universitas Muhammadiyah. Semarang.

Alawiyah, S. S. 2016. Gambaran Hitung Jenis Leukosit Dengan Pewarnaan Kombinasi Giemsa Dan Wright Di Laboratorium Stikes Muhammadiyah Ciamis. Karya Tulis Ilmiah. STIKES Muhammadiyah. Ciamis.

Campbell, N. A dan J. B. Reece. 2008. Biologi. Edisi Kedelapan Jilid 3. Penerbit Erlangga.

Depkes RI. Pedoman Penatalaksanaan Kasus Malaria di Indonesia. Jakarta: dirjen PPM & PL.

Faradisa, I. S., Taufikurrahman, dan E. Nurcahyo. 2016. Aplikasi Arduino Untuk Otomatisasi Apusan Darah Tepi Dan Pengecatan Menggunakan Pewarna Giemsa. Skripsi. Institut Teknologi Nasional Malang.

Fatimah, S. 2009. Studi Kadar Klorofil Dan Zat Besi (Fe) Pada Beberapa Jenis Bayam Terhadap Jumlah Eritrosit Tikut Putih (Rattus norvegicus) Anemia. Skripsi. Fakultas Sains Dan Teknologi. Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim. Malang.

Kiswari, R. 2014. Hematologi & Transfusi. Jakarta. Erlangga.

Rohmawati, E. 2003. Penentuan Faktor Estimasi Jumlah Trombosit Pada Sediaan Apus Darah Tepi Pasien Trombositopenia. Karya Tulis Ilmiah. Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro. Semarang.

Rustanto, I. W. 2013. Laporan Praktikum Mikroteknik. Biologi FMIPA, Universitas Halu Oleo. Kendari.

Santosa, B. 2010. Differential Counting Berdasarkan Zona Baca Atas Dan Bawah Pada Preparat Darah Apus. Jurnal Prosiding Seminar Nasional. Universitas Muhammadiyah, Semarang.

Surya, V. F. Y. 2007. Pengaruh Pemberian Jinten Hitam (Nigella Sativa) Per Oral Terhadap Jumlah Sel Neutrofil Polimorfonuklear (Pmn) Darah Tepi. Skripsi. Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Jember.

(15)

Tjiptono. 2006. Manajemen Pelayanan Jasa. Yogyakarta. Andy Offset.

http://luqmanmaniabgt.blogspot.co.id/2012/07/laporan-apusan-darah-mikroteknik.html. Diakses tanggal 19 April 2017.

(16)

LAMPIRAN

(Proses pengambilan darah mencit)

(17)

(Sediaan apusan darah digenangi dengan metanol)

(Sediaan apusan darah digenangi dengan pewarna giemsa)

(18)

(Sediaan dicuci dengan air mengalir)

Gambar

Tabel 1.1 Data hasil pengamatan sediaan apus darah :

Referensi

Dokumen terkait

Untuk mendeskripsikan kompetensi pedagogik guru dalam perencanaan evaluasi pembelajaran tahap uji coba dan analisis soal pada mata pelajaran PAI dan Budi Pekerti Kelas

Therefore, this study aimed to determine the allocation and placement of goods in the warehouse corresponding to product flow type with minimal total material handling cost..

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui (1) Saluran pemasaran tahu bulat pada Perusahaan Cahaya Dinar di Desa Muktisari Kecamatan Cipaku Kabupaten Ciamis, (2) Besarnya

Jawaban ini untuk neural networks umpan maju generic Convolutional Neural Network (CNN) terdiri dari satu atau lebih lapisan konvolusional (seringkali dengan

Lebih lanjut, Kitab Ihya’ Ulumuddin disusun ketika umat Islam teledor terhadap ilmu-ilmu Islam, yaitu setelah al-Ghazali kembali dari rasa keragu- raguan dengan tujuan utama

spesies Hoya yang diamati memiliki epidermis bertipe satu lapis sel (uniseriat) seperti yang umumnya ditemukan pada tumbuhan dengan tipe.. daun non sukulen (Fahn,

Menyimak 2 imak 2 ilust ilustrasi #enyebab kecelaka rasi #enyebab kecelakaan di an di atas sebenar atas sebenarnya $al nya $al terse tersebut da#at kita but da#at

Pada Tabel 9, Kecamatan Kemiling merupakan kecamatan yang mempunyai luas wilayah terbesar di Kota Bandar Lampung, yaitu sebesar 27,65 km 2 , sedangkan kecamatan yang mempunyai