• Tidak ada hasil yang ditemukan

Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan Daya Saing KUKM LAPORAN AKHIR TAHUN 2016 KATA PENGANTAR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan Daya Saing KUKM LAPORAN AKHIR TAHUN 2016 KATA PENGANTAR"

Copied!
83
0
0

Teks penuh

(1)

i

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala rahmat dan karunia-Nya, kami telah dapat menyelesaikan Laporan Kinerja Tahun 2016. Penyusunan Laporan Kinerja Tahun 2016 Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan Daya Saing Koperasi dan UKM, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian merupakan wujud pertanggungjawaban capaian kinerja atas komitmen pelaksanaan tugas yang telah diperjanjikan dalam dokumen Perjanjian Kinerja (PK) 2016, dalam melaksanakan tugas secara efektif, transparan, akuntabel yang berorientasi pada hasil (outcome), berdasarkan sasaran strategis dan indikator kinerja utama (IKU) yang telah ditetapkan.

Semoga buku laporan ini dapat bermanfaat dan memberikan masukan yang berharga bagi seluruh pegawai di lingkungan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian khususnya pada Kedeputian Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan Daya Saing Koperasi dan UKM dalam rangka membangun kinerja yang lebih baik. Kepada semua pihak yang telah berpartisipasi, baik langsung maupun tidak langsung dalam penyusunan laporan ini kami ucapkan terima kasih.

(2)

ii

DAFTAR ISI

1

KATA PENGANTAR... i

DAFTAR ISI ... ii

RINGKASAN EKSEKUTIF ... iii

BAB I PENDAHULAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Kedudukan, Tugas Pokok, dan Fungsi ... 1

1.3 Aspek Strategis ... 3

1.4 Isu Strategis ... 3

BAB II PERENCANAAN KINERJA ... 5

2.1 Rencana Strategi 2015 -2019 ... 5

2.2 Rencana Kerja 2015 ... 7

2.3 Perjanjian Kinerja ... 10

2.4 Pengukuran Kinerja ... 11

BAB III AKUNTABILITAS KINERJA ... 12

3.1 Capaian Kinerja Organisasi ... 12

3.1.1 Pengukuran Capaian Kinerja Organisasi ... 12

3.1.2 Evaluasi Capaian Kinerja Organisasi ... 47

3.2 Realisasi Anggaran ... 52

BAB IV PENUTUP ... 56

(3)

iii

RINGKASAN EKSEKUTIF

Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan Daya Saing Koperasi dan UKM pada tahun 2016 memiliki program utama yaitu Program Koordinasi Kebijakan Bidang Perekonomian dengan sasaran strategis yaitu : (1) Terwujudnya koordinasi dan sinkronisasi perumusan kebijakan Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan dan Daya Saing Koperasi dan UKM, (2) Terwujudnya pengendalian pelaksanaan kebijakan Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan dan Daya Saing Koperasi dan UKM.

Untuk mendukung terwujudnya implementasi Sasaran Program kerja tersebut telah ditetapkan Indikator Kinerja Utama (IKU) yang terdiri dari : (1) Persentase perumusan rancangan peraturan di bidang Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan dan Daya Saing Koperasi dan UKM, serta SDM dan Ketenagakerjaan ekonomi kreatif nasional yang diselesaikan, (2) Persentase kebijakan bidang Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan dan Daya Saing Koperasi dan UKM, serta SDM dan Ketenagakerjaan Ekonomi Kreatif nasional yang terimplementasikan.

Dalam rangka mendukung capaian kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan Daya Saing KUKM, telah dilakukan kegiatan koordinasi, monitoring, evaluasi dan pelaporan yang mencakup lima kegiatan, yaitu Pengembangan Ekonomi Kreatif, Pengembangan Kewirausahaan, Peningkatan Daya Saing Koperasi dan UKM, Peningkatan Daya Saing Ekonomi Kawasan, dan Ketenagakerjaan.

Berdasarkan evaluasi analisis capaian kinerja 2016 Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan Daya Saing KUKM, dapat memenuhi target sesuai yang direncanakan dengan baik, sebagaimana tercermin dalam tabel Pengukuran Kinerja di bawah ini:

(4)

iv

Tabel Pengukuran Kinerja Tahun 2016

Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan Daya Saing KUKM Sasaran Strategis Indikator Kinerja Utama Target

2016

Realisasi

2016 Kinerja

(1) (2) (3) (4) (5)

Terwujudnya koordinasi dan sinkronisasi perumusan kebijakan Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan dan Daya Saing Koperasi dan UKM

1 Persentase perumusan

rancangan peraturan di bidang Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan dan Daya Saing Koperasi dan UKM, serta SDM dan

Ketenagakerjaan ekonomi kreatif nasional yang diselesaikan

85% 85% 100%

Terwujudnya pengendalian pelaksanaan kebijakan Ekonomi Kreatif,

Kewirausahaan dan Daya Saing Koperasi dan UKM,

2 Persentase kebijakan bidang Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan dan Daya Saing Koperasi dan UKM, serta SDM dan

Ketenagakerjaan Ekonomi Kreatif nasional yang

terimplementasikan

85% 85% 100%

Adapun realisasi anggaran yaitu sebesar Rp.7.334.532.433,- (setelah self blocking)dari pagu anggaran total sebesar Rp. 7.486.000.000,- atau sebesar 97.98%.

(5)

1

BAB I PENDAHULAN

1.1 Latar Belakang

Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan Daya Saing Koperasi dan UKM, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian mempunyai tugas menyelenggarakan koordinasi dan sinkronisasi perumusan, penetapan, dan pelaksanaan serta pengendalian pelaksanaan kebijakan Kementerian/Lembaga yang terkait dengan isu di bidang ekonomi kreatif, kewirausahaan dan daya saing koperasi dan usaha kecil dan menengah, (Permenko Nomor 5 Tahun 2015). Sejalan dengan ditetapkannya paket-paket kebijakan di bidang perekonomian, Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan Daya Saing Koperasi dan UKM, telah berkomitmen untuk mendukung pencapaian Sasaran Strategis Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian yang telah ditetapkan dalam Perjanjian Kinerja tahun 2016.

Seiring dengan perkembangan kebutuhan organisasi, sekaligus untuk meningkatkan kinerja pelaksanaan tugas koordinasi, sinkronisasi dan pengendalian di bidang perekonomian, telah ditetapkan Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor 5 Tahun 2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, sebagai pengganti Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian sebelumnya.

Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan Daya Saing Koperasi dan UKM Tahun 2016 merupakan bentuk pertanggungjawaban pelaksanaan tugas dan fungsi terhadap capaian kinerja yang telah dilaksanakan pada tahun 2016 termasuk kinerja deputi terkait Koordinasi Industri, Inovasi Teknologi, dan Kawasan Ekonomi yang dilaksanakan sebelum diterbitkannya Permenko Nomor 5 Tahun 2015. Keberhasilan pelaksanaan capaian kinerja tidak terlepas dari dukungan dan kerjasama dari semua pihak dalam melaksanakan kegiatan sinkronisasi dan koordinasi, serta pengendalian atas pelaksanaan progam dan kegiatan bersama Kementerian/Lembaga terkait.

1.2 Kedudukan, Tugas Pokok, dan Fungsi

Dalam melaksanakan tugas sebagaimana yang diamanatkan dalam Permenko Nomor 5 Tahun 2015, Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan Daya Saing Koperasi dan UKM , mempunyai tugas :

1. Koordinasi dan Sinkronisasi perumusan, penetapan, dan pelaksanaan kebijakan Kementerian/Lembaga yang terkait isu di bidang Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan Daya Saing Koperasi dan UKM.

2. Pengendalian pelaksanaan kebijakan Kementerian/Lembaga yang terkait isu di bidang Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan Daya Saing Koperasi dan UKM.

Pada saat akhir Tahun 2015, Deputi IV memiliki nomenklatur Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan Daya Saing Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah sesuai dengan Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor :

(6)

PER-2

5/M.EKON/10/2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, dengan tugas dan fungsi sebagai berikut:

1. Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan Daya Saing Koperasi dan Usaha Menengah mempunyai tugas menyelenggarakan koordinasi dan sinkronisasi perumusan, penetapan, dan pelaksanaan serta pengendalian pelaksanaan, kebijakan Kementerian/Lembaga yang terkait dengan isu di bidang ekonomi kreatif, kewirausahaan dan daya saing koperasi dan usaha kecil dan menengah.

2. Dalam melaksanakan tugasnya, Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan Daya Saing Koperasi dan Usaha Menengah menyelenggarakan fungsi:

a. Koordinasi dan Sinkronisasi perumusan, penetapan, dan pelaksanaan kebijakan Kementerian/Lembaga yang terkait isu di bidang Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan Daya Saing Koperasi dan UKM.

b. Pengendalian pelaksanaan kebijakan Kementerian/Lembaga yang terkait isu di bidang Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan Daya Saing Koperasi dan UKM.

c. Koordinasi dan Sinkronisasi perumusan kebijakan di bidang penciptaan wirausaha baru berbasis teknologi.

d. Koordinasi dan sinkronisasi perumusan kebijakan di bidang pengembangan industri kreatif.

e. Koordinasi dan Sinkronisasi perumusan kebijakan di bidang penciptaan tenaga kerja dengan keahlian tertentu dan pemberdayaan buruh.

f. Pemantauan, analisis, evaluasi, dan pelaporan di bidang Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan Daya Saing Koperasi dan UKM.

Pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian. Dalam menjalankan pelaksanaan tugas dan fungsinya, Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan Daya Saing Koperasi dan UKM, dibantu oleh :

1. Asisten Deputi Pengembangan Ekonomi Kreatif

2. Asisten Deputi Peningkatan Daya Saing Ekonomi Kawasan 3. Asisten Deputi Pengembangan Kewirausahaan

4. Asisten Deputi Peningkatan Daya Saing Koperasi dan UMKM 5. Asisten Deputi Ketenagakerjaan

6. Kelompok Jabatan Fungsional

Berdasarkan Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor 5 Tahun 2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Koordiantor Bidang Perekonomian, struktur organisasi Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif dan Daya Saing Koperasi dan UKM adalah sebagai berikut :

(7)

3 Gambar 1.1

Struktur Organisasi Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan Daya Saing KUKM

1.3 Aspek Strategis

Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan Daya Saing KUKM memiliki peran strategis dalam mencapai visi Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Tahun 2019 yaitu Terwujudnya pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan, melalui koordinasi penyusunan dan penetapan kebijakan serta pengendalian kebijakan terkait ekonomi kreatif, kewirausahaan, dan daya saing KUKM. Dengan peran tersebut diharapkan dapat mendukung kinerja pembangunan nasional sebagaimana yang telah tercantum dalam RPJMN 2015 – 2019, sebagai berikut:

Sementara itu, sasaran strategis dari Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan Daya Saing KUKM yaitu :

1. Terwujudnya koordinasi dan sinkronisasi perumusan kebijakan Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan dan Daya Saing Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah.

2. Terwujudnya pengendalian pelaksanaan kebijakan Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan dan Daya Saing Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah.

1.4 Isu Strategis

Isu strategis yang harus diselesaikan sebagai wujud kinerja Tahun 2016 oleh Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan Daya Saing KUKM, antara lain:

1. Pengembangan Ekonomi Kreatif

a. Penyusunan Rencana Induk Pengembangan Ekonomi Kreatif, b. Penyusunan skema pembiayaan yang sesuai bagi industri kreatif, c. Peningkatan daya saing industri kreatif unggulan dan prioritas, d. Pengembangan SKKNI dan LSP Sektor Ekonomi Kreatif.

(8)

4

2. Peningkatan Daya Saing Ekonomi Kawasan

a. Pengembangan Kota Kreatif Nasional yang Berkelanjutan, b. Optimalisasi pengembangan Scince Techno Park,

c. Pengembangan Ekonomi Digital (Peta Jalan e-Commerce)– Penugasan Tambahan 3. Pengembangan Kewirausahaan:

a. Draft Norma, Standar, Prosedur dan Kriteria (NSPK) Pengembangan Kewirausahaan Nasional,

b. RUU Kewirausahaan Nasional,

c. Pemetaan Profil Inkubator Wirausaha, d. Data Wirausaha Baru Wilayah Jawa dan Bali. 4. Peningkatan Daya Saing Koperasi dan UMKM

a. RUU Perkoperasian

b. Evaluasi Perpres 98/2014 tentang Perizinan Usaha Mikro Kecil (IUMK) c. Program Sinergi Aksi untuk Ekonomi Rakyat

d. Pengembangan Sentra IKM/UKM

e. Agregator dan Konsolidator Ekspor Produk UKM

f. Evaluasi Perizinan Pada Kementerian Koperasi dan UKM 5. Penataan Kelembagaan Pengembangan UKM Berbasis Teknologi

a. Pendanaan Bisnis Tech Start-up 6. Ketenagakerjaan :

a. Pendidikan dan Pelatihan Vokasi

b. Turunan PP No 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan c. Cost Structure

d. IMTA dan KITAS

e. RUU Perlindungan Migran

(9)

5

2

BAB II PERENCANAAN KINERJA

2.1 Rencana Strategi 2015 -2019

Untuk mendukung pelaksanaan tugas dan fungsi koordinasi dan sinkronisasi serta pengendalian kebijakan di Kedeputian Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan dan Daya Saing Koperasi dan UKM, perlu ditetapkan visi dan misi yang akan dicapai dalam mendukung tercapainya sasaran strategis sebagaimana yang tertera dalam Ilustrasi Keterkaitan tugas dan fungsi antar Asisten Deputi di Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan dan Daya Saing Koperasi dan UKM sebagai berikut :

Gambar 2.1

Ilustrasi Keterkaitan Tugas dan Fungsi Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan dan Daya Saing Koperasi dan UKM

Pada gambar tersebut terlihat keterkaitan antara program dan kegiatan yang dilaksanakan oleh seluruh unit eselon II di Kedeputian Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan dan Daya Saing Koperasi dan UKM . Keterkaitan tersebut menunjukan adanya kolaborasi dan kerjasama di Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan dan Daya Saing Koperasi dan UKM internal.

(10)

6

Selain kolaborasi dan kerjasama secara internal, Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan Daya Saing Koperasi dan UKM juga dituntut untuk melakukan koordinasi, kerjasama, dan kolaborasi yang kuat dengan berbabgai Kementerian/Lembaga terkait. Sekurang-kurangnya terdapat 10 K/L yang terkait langsung dengan isu yang dikoordinasikan oleh Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan Daya Saing Koperasi dan UKM yaitu: Kementerian Perindustrian, Kemristek Dikti, Kementerian Pertanian, KKP, Kementerian Koperasi dan UKM, Kemnaker, Badan Ekonomi Kreatif, LIPI, dan BPPT. Namun selain berkoordinasi dengan K/L yang memiliki keterkaitan langsung, Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan Daya Saing Koperasi dan UKM juga berkoordinasi dengan K/L lain yang memiliki keterkaitan tidak langsung yaitu dalam konteks pengembangan ekosistem ekonomi kreatif, kawasan berbasis KIT, Kewirausahaan, KUKM, serta ketenagakerjaan, misalnya Kementerian PU dan Kementerian Perhubungan dalam rangka peningkatan konektivitas.

1. Visi

Dalam upaya pencapaian sasaran strategis Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan Daya Saing KUKM telah menetapkan visi sebagai berikut:

Visi Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan Daya Saing KUKM:

“Terwujudnya koordinasi, sinkronisasi, dan pengendalian kebijakan pembangunan di bidang ekonomi kreatif; kawasan berbasis kreativitas, inovasi, dan teknologi; kewirausahaan; koperasi dan UMKM; serta ketenagakerjaan yang efektif dan berkelanjutan”.

Visi ini menunjukkan bahwa Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan Daya Saing Koperasi dan UKM, mempunyai tugas untuk melakukan koordinasi, sinkronisasi dan pengendalian kebijakan terhadap kementerian terkait untuk melaksanakan program dan kegiatan di bidang perekonomian, sehingga menjadikan perekonomian nasional yang tangguh dalam menghadapi era globalisasi.

2. Misi

Untuk mewujudkan Visi tersebut, diperlukan tindakan nyata dalam bentuk misi sesuai dengan tugas dan fungsi, adapun Misi Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan Daya Saing UKM adalah :

“Menjaga dan memperbaiki koordinasi dan sinkronisasi penyusunan kebijakan, serta pengendalian pelaksanaan kebijakan di bidang Ekonomi Kreatif, Kawasan Berbasis KIT, Kewirausahaan, Koperasi dan UMKM, dan Ketenagakerjaan”

Misi tersebut disusun dengan mempertimbangkan tantangan dan hambatan di bidang ekonomi, dan perkembangan perekonomian di dalam negeri maupun internasional dalam kondisi era globalisasi yang semakin kompetitif, serta kebutuhan masyarakat akan akuntabilitas penyelenggaraan pemerintahan yang bersih dan bertanggung jawab.

(11)

7

3. Tujuan

Untuk mewujudkan Visi dan melaksanakan Misi tersebut, Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan dan Daya Saing Koperasi dan UKM, menetapkan tujuan yang akan dicapai dalam 5 (lima) tahun ke depan, yaitu :

“Terwujudnya peningkatan daya saing nasional menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN melalui peningkatan kontribusi ekonomi kreatif, kewirausahaan, serta KUMKM, yang didukung oleh upaya penciptaan tenaga kerja terampil dan kreatif serta pengembangan kawasan berbasis kreativitas, inovasi dan teknologi”

4. Sasaran Program

Dalam Rencana Strategis Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan Daya Saing KUKM Tahun 2015 – 2019, tujuan dalam 5 (lima) tahun di atas dijabarkan ke dalam 2 (dua) sasaran strategis, yaitu:

a. Terwujudnya koordinasi dan sinkronisasi perumusan kebijakan Ekonomi Kreatif, Kawasan Berbasis KIT, Kewirausahaan, Daya Saing Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah, dan Ketenagakerjaan

b. Terwujudnya pengendalian pelaksanaan kebijakan Ekonomi Kreatif, Kawasan Berbasis KIT, Kewirausahaan, Daya Saing Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah, dan Ketenagakerjaan.

2.2 Rencana Kerja 2016

Sebagai penjabaran dari Renstra 2015-2019, Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan Daya Saing Koperasi dan UKM telah menetapkan Rencana Kerja Tahun 2016, sebagai berikut :

Tabel 2.1

Rencana Kerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan Daya Saing KUKM Kode Program/Kegiatan/

Sasaran Kegiatan

Indikator Kinerja Kegiatan (IKK)/Output Prioritas (N/B/ KL) Target/ Volume 2016 Alokasi 2016 (Juta) Program Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan Daya Saing KUKM 5226 Koordinasi Kebijakan Bidang Pengembangan Ekonomi Kreatif 2.300,0 1. Terwujudnya koordinasi dan sinkronisasi kebijakan pengembangan ekonomi kreatif 1. Persentase (%) rekomendasi

koordinasi dan sinkronisasi kebijakan pengembangan ekonomi kreatif

(12)

8 Kode Program/Kegiatan/

Sasaran Kegiatan

Indikator Kinerja Kegiatan (IKK)/Output Prioritas (N/B/ KL) Target/ Volume 2016 Alokasi 2016 (Juta) 2. Terwujudnya pengendalian pelaksanaan kebijakan bidang pengembangan ekonomi kreatif 2. Persentase (%) rekomendasi

pengendalian pelaksanaan kebijakan bidang pengembangan ekonomi kreatif

KL 85% 800,0

3. Terwujudnya Efektifitas Pelaksanaan Program dan Tata Kelola administrasi pada Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif,

Kewirausahaan, dan Daya Saing KUKM yang optimal

3. Jumlah pelayanan dan tata kelola pada Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan Daya Saing KUKM

KL 12 400,0

5228 Koordinasi Kebijakan Bidang Peningkatan Daya Saing Ekonomi Kawasan 2.000 1. Terwujudnya koordinasi dan sinkronisasi kebijakan Peningkatan Daya Saing Ekonomi Kawasan 1. Persentase (%) rekomendasi

koordinasi dan sinkronisasi kebijakan Peningkatan Daya Saing Ekonomi Kawasan KL 85% 1.200 2. Terwujudnya pengendalian pelaksanaan kebijakan bidang Peningkatan Daya Saing Ekonomi Kawasan 2. Persentase (%) pengendalian pelaksanaan kebijakan bidang Peningkatan Daya Saing Ekonomi Kawasan KL 85% 800 5227 Koordinasi Kebijakan Pengembangan Kewirausahaan 2.000 01 Terwujudnya koordinasi dan sinkronisasi kebijakan Pengembangan Kewirausahaan 1. Persentase (%) rekomendasi

koordinasi dan sinkronisasi kebijakan Pengembangan Kewirausahaan KL 85% 1.200 02. Terwujudnya pengendalian pelaksanaan 2. Persentase (%)pengendalian pelaksanaan kebijakan bidang pengembangan kewirausahaan

(13)

9 Kode Program/Kegiatan/

Sasaran Kegiatan

Indikator Kinerja Kegiatan (IKK)/Output Prioritas (N/B/ KL) Target/ Volume 2016 Alokasi 2016 (Juta) kebijakan bidang pengembangan kewirausahaan 2505 Koordinasi Kebijakan Bidang Peningkatan Daya saing Koperasi dan UMKM

2.000

1. Terwujudnya koordinasi dan sinkronisasi kebijakan Peningkatan Daya Saing Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah

1. Persentase rekomendasi koordinasi dan sinkronosasi kebijakan

Pengembangan Peningkatan Daya Saing Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah yang diselesaikan

KL 85% 1.200

1. Terwujudnya pengendalian

pelaksanaan kebijakan Peningkatan Daya Saing Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah

2. Persentase rekomendasi

pengendalian pelaksanaan kebijakan bidang Peningkatan Daya Saing Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) KL 85% 800 2496 Koordinasi Penataan Kelembagaan Pengembangan UKM Berbasis Teknologi 1.500 01 Terwujudnya koordinasi dan sinkronisasi kebijakan Penataan Kelembagaan Pengembangan UKM Berbasis Teknologi

1. Persentase (%) rekomendasi hasil koordinasi, dan sinkronisasi kebijakan pengembangan UKM berbasis

teknologi yang ditindaklanjuti

KL 85% 1.000 02Terwujudnya pengendalian pelaksanaan kebijakan Penataan Kelembagaan Pengembangan UKM Berbasis Teknologi 2. Persentase rekomendasi

pengendalian pelaksanaan kebijakan bidang Penataan Kelembagaan Pengembangan UKM Berbasis Teknologi KL 85% 500 5229 Koordinasi Kebijakan Ketenagakerjaan 2.000 1. Terwujudnya koordinasi dan sinkronisasi kebijakan Ketenagakerjaan 1. Persentase (%) rekomendasi

koordinasi dan sinkronisasi kebijakan Ketenagakerjaan

(14)

10 Kode Program/Kegiatan/

Sasaran Kegiatan

Indikator Kinerja Kegiatan (IKK)/Output Prioritas (N/B/ KL) Target/ Volume 2016 Alokasi 2016 (Juta) 2. Terwujudnya pengendalian pelaksanaan kebijakan bidang Ketenagakerjaan 2. Persentase (%)pengendalian pelaksanaan kebijakan bidang Ketenagakerjaan

KL 800

2.3 Perjanjian Kinerja

Dalam rangka mendukung Sasaran Strategis dan Indikator Kinerja Utama (IKU) Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, sebagaimana yang telah ditetapkan dalam dokumen Perjanjian Kinerja Tahun 2016, maka Sasaran Program Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan Daya Saing Koperasi dan UKM adalah sebagai berikut :

Tabel 2.2

Perjanjian Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan Daya Saing KUKM Tahun 2016

Sasaran Program Indikator Kinerja Utama Target 2015 Terwujudnya koordinasi dan

sinkronisasi perumusan kebijakan Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan dan Daya Saing Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah

Persentase perumusan rancangan peraturan di bidang Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan dan Daya Saing KUKM, serta SDM dan ketenagakerjaan ekonomi kreatif nasional yang diselesaikan

85% (11 rekomendasi)

Terwujudnya pengendalian pelaksanaan kebijakan Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan dan Daya Saing Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah

Persentase kebijakan bidang Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan dan Daya Saing KUKM, serta SDM dan ketenagakerjaan ekonomi kreatif nasional yang

terimplementasikan

85% (11 rekomendasi)

IKU yang ditetapkan dalam perjanjian kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan Daya Saing KUKM berkontribusi pada pencapaian Sasaran Strategis Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, yaitu :

1. IKU 1: Persentase perumusan rancangan peraturan di bidang Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan dan Daya Saing KUKM, serta SDM dan ketenagakerjaan ekonomi kreatif nasional yang diselesaikan, dan

2. IKU 2 : Persentase kebijakan bidang Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan dan Daya Saing KUKM, serta SDM dan ketenagakerjaan ekonomi kreatif nasional yang

(15)

11

terimplementasikanberkontribusi pada SS 2: Terwujudnya pengendalian kebijakan perekonomian.

2.4 Pengukuran Kinerja

Penilaian hasil Laporan Kinerja Akhir Tahun Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan Daya Saing KUKM tahun anggaran 2016 dilakukan sesuai panduan untuk menjaga konsistensi pengukuran kinerja. Cara perhitungan capaian kinerja untuk setiap indikator kinerja dari sasaran strategis dilakukan dengan cara membandingkan antara target pencapaian indikator sasaran yang telah ditetapkan dalam Perjanjian Kinerja tahun 2016 dengan realisasinya. Metode perhitungan Nilai Kinerja Organisasi (NKO) diperoleh melalui penghitungan dengan menggunakan data target dan realisasi IKU yang tersedia. Dengan membandingkan antara data target dan realisasi IKU, akandiketahui nilai NKO. Formula penghitungan NKO adalah sebagai berikut :

NKO = Realisasi × 100%

Target

Adapun Status Kinerja NKO ditandai dengan warna, pemberian warna sesuai nilai NKO, adalah sebagai berikut:

Tabel 2.3

Polarisasi Capaian Kinerja Organisasi

Hijau Kuning Merah

X ≥ 100

(memenuhi ekspektasi)

80 ≤ X < 100

(belum memenuhi ekspektasi)

X < 80%

(16)

12

3

BAB III AKUNTABILITAS KINERJA

Sesuai dengan visi, misi, dan tujuan Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan Daya Saing Koperasi dan UKM, dan dalam rangka mendukung keberhasilan Sasaran Strategis Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, maka sasaran program yang akan dilakukan adalah sebagai berikut : (1). Terwujudnya koordinasi dan sinkronisasi perumusan kebijakan Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan dan Daya Saing Koperasi dan UKM, (2). Terwujudnya pengendalian pelaksanaan kebijakan Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan dan Daya Saing Koperasi dan UKM.

Untuk mencapai sasaran program tersebut, telah ditetapkan Indikator Kinerja Utama (IKU) yang terdiri dari : (1) Persentase perumusan rancangan peraturan di bidang Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan dan Daya Saing Koperasi dan UKM, serta SDM dan Ketenagakerjaan ekonomi kreatif nasional yang diselesaikan (2) Persentase kebijakan bidang Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan dan Daya Saing Koperasi dan UKM, serta SDM dan Ketenagakerjaan Ekonomi Kreatif nasional yang terimplementasikan.

3.1 Capaian Kinerja Organisasi

3.1.1 Pengukuran Capaian Kinerja Organisasi

Pengukuran capaian kinerja dihitung berdasarkan capaian realisasi target Indikator Kinerja Utama (IKU) Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan dan Daya Saing Koperasi dan UKM, sebagaimana yang telah ditetapkan dalam dokumen Perjanjian Kinerja Tahun 2016, sebagai berikut :

Tabel 3.1

Capaian Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan dan Daya Saing Koperasi dan UKM Tahun 2016

Sasaran Program Indikator Kinerja Utama Target 2016

Realisasi 2016

Kinerja (%) Terwujudnya koordinasi dan

sinkronisasi perumusan kebijakan Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan dan Daya Saing Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah

Persentase perumusan

rancangan peraturan di bidang Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan dan Daya Saing KUKM, serta SDM dan ketenagakerjaan ekonomi kreatif nasional yang diselesaikan

85% 85% 100%

Terwujudnya pengendalian pelaksanaan kebijakan Ekonomi Kreatif,

Kewirausahaan dan Daya

Persentase kebijakan bidang Ekonomi Kreatif,

Kewirausahaan dan Daya Saing KUKM, serta SDM dan

(17)

13 Saing Koperasi dan Usaha

Kecil dan Menengah

ketenagakerjaan ekonomi kreatif nasional yang terimplementasikan

Terhadap hasil capaian target kinerja tahun 2016 tersebut, dapat dijelaskan sebagai berikut: 3.1.1.1 Terwujudnya koordinasi dan sinkronisasi perumusan kebijakan Ekonomi Kreatif,

Kewirausahaan dan Daya Saing Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah

Target capaian IKU ’Persentase perumusan rancangan peraturan di bidang Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan dan Daya Saing KUKM, serta SDM dan ketenagakerjaan ekonomi kreatif nasional yang diselesaikan’ yaitu sebesar 85%. Target perumusan rancangan peraturan tersebut dicapai melalui adanya tindak lanjut atau penyelesaian terhadap 50% rekomendasi kebijakan yang telah disusun oleh Deputi (11 rekomendasi).

Berdasarkan pelaksanaan program dan kegiatan Tahun 2016, rekomendasi kebijakan yang diusulkan oleh Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan Daya Saing KUKM dan ditindaklanjuti yaitu sebanyak 11 rekomendasi kebijakan atau sebesar 100%. Adapun rekomendasi kebijakan yang dihasilkan pada tahun 2016, sebagai berikut :

1. Rekomendasi Kebijakan Penyusunan Rencana Induk Pengembangan Ekonomi Kreatif Pengembangan ekonomi kreatif merupakan agenda prioritas pembangunan nasional yang ditetapkan dalam RPJMN 2015-2019 (Nawa Cita).Di dalam RPJMN 2015-2019 telah dirumuskan arahan kebijakan, strategi, dan target pengembangan ekonomi kreatif jangka menengah sampai dengan tahun 2019.Pemerintah juga membentuk Badan Ekonomi Kreatif melalui Perpres 72/2015, yang bertugas untuk melakukan koordinasi dan sinkronisasi kebijakan dan fasilitasi pengembangan ekonomi kreatif.Namun demikian, kebijakan tersebut dirasakan belum memadai dalam memberikan konsepsi dan panduan pengembangan ekonomi kreatif secara berkesimabungan dalam jangka panjang bagi stakeholder terkait setelah berakhirnya Inpres No. 6 Tahun 2009 tentang Pengembangan Ekonomi Kreatif. Sehingga sejak tahun 2015 Kemenko Bidang Perekonomian telah memulai upaya penyusunan payung hukum Rencana Induk Pengembangan Ekonomi Kreatif.

Di lain sisi, saat ini tengah bergulir penyusunan RUU Ekonomi Kreatif yang diinisiasi oleh Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dan telah masuk ke dalam Prolegnas (peringkat 40), yang diharapkan dapat menjadi solusi. Namun dinamika yang ada mengindikasikan bahwa penyusunan RUU tersebut akan memakan proses dan waktu yang panjang, sementara kebutuhan akselerasi pengembangan ekonomi kreatif sebagai prioritas Pemerintah cukup mendesak. Oleh karena itu, FGD yang dilaksanakan di kantor Setkab pada tanggal 24 Maret 2016 menyarankan perlu didorong alternatif payung kebijakan lain berupa Perpres. Perpres dinilai tepat untuk memberikan pengaturan mengenai konsepsi, arah kebijakan, strategi, dan rencana aksi dalam pengembangan ekonomi kreatif.Selain itu cakupan ruang lingkup Perpres bersifat nasional dan antar lintas kementerian/LPNK/badan pemerintah.

Merespon kondisi tersebut, Kemenko Perekonomian berinisiatif menyusun suatu rekomendasi mengenai kebijakan pengembangan ekonomi kreatif jangka panjang, yang

(18)

14

diharapkan dapat menjadi masukan kepada pihak-pihak terkait, khususnya Badan Ekonomi Kreatif, dalam proses penyusunan berbagai rancangan kebijakan yang tengah disusun. Rekomendasi kebijakan ini memuat beberapa hal yaitu: (1) tinjauan isu-isu yang perlu memperoleh perhatian dalam penyusunan kebijakan ekonomi kreatif dalam jangka panjang, (2) Rekomendasi solusi; serta (3) Usulan rumusan kebijakan.Hasil rekomendasi mengenai kebijakan pengembangan ekonomi kreatif jangka panjang tersebut telah disampaikan pada tanggal 16 September 2016, Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan Daya Saing KUKM menyampaikan rancangan Rindekraf tersebut kepada Sestama Bekraf melalui Surat Nomor S-72/D.IV.M.EKON/09/2016.

Kemudian, sebagai tindak lanjut rekomendasi kebijakan tersebut telah dibahas bersama oleh jajaran Eselon I Bekraf yang menghasilkan rancangan Rencana Induk Pengembangan Ekonomi Kreatif 2017-2025.

Rancangan Rindekraf 2017-2025 secara keseluruhan memuat 5 Bab, 14 pasal, dan Lampiran mengenai Arah Kebijakan dan Strategi Rencana Pengembangan Ekonomi Kreatif Nasional 2017-2025. Adapun muatan rencana induk pengembangan ekonomi kreatif 2017 – 2025, sebagai berikut:

Muatan Rancangan Rencana Induk Pengembangan Ekonomi Kreatif 2017-2025

BAB NAMA BAB SUBSTANSI

Bab I KETENTUAN UMUM Definisi, Ruang Lingkup Rindekraf, Prinsip Pengembangan Ekraf

Bab II PENGEMBANGAN

EKONOMI KREATIF NASIONAL

Visi, Misi, Tujuan, Ruang Lingkup Pengembangan Ekraf, Jangka Waktu, Tahapan, Sasaran

Bab III MEKANISME

IMPLEMENTASI RENCANA INDUK

Keterpaduan antar pemangku kepentingan, mekanisme penjabaran ke dalam dokumen perencanaan di pusat dan daerah, serta koordinasi perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian

Bab IV PEMBIAYAAN Sumber pembiayaan, Standar biaya Khusus Ekraf

Bab V KETENTUAN PENUTUP Mencabut Instruksi Presiden Nomor 6 Tahun 2009, pemberlakuan Pepres

LAMPIRAN Matriks Arah Kebijakan dan Strategi Rencana Induk

Pengembangan Ekonomi Kreatif Nasional Tahun 2017-2025 Visi pengembangan Ekonomi Kreatif Nasional yang dirumuskan dalam Rindekraf 2017-2025 adalah: “Ekonomi Kreatif sebagai penggerak utama pertumbuhan ekonomi nasional”. Sebagai penjabaran visi tersebut, dirumuskan 2 (dua) misi yaitu: (1) pemberdayaan kreativitas sumber daya manusia; dan (b) ngkan pengembangan Usaha Ekonomi Kreatif yang berdaya saing. Pelaksanaannya dibagi menjadi 2 (dua) tahap, yaitu tahap pertama (periode 2017-2019), bertujuan untuk “memantapkan pengembangan Ekonomi Kreatif dengan menekankan pada akselerasi penciptaan ekosistem penumbuhkembangan kreativitas dan

(19)

15

Usaha Ekonomi Kreatif”, sedangkan tahap kedua (periode 2020-2025), bertujuan untuk “mengarusutamakan kreativitas dalam mewujudkan daya saing di berbagai sektor pembangunan melalui pemanfaatan Pelaku Ekonomi Kreatif dan Usaha Ekonomi Kreatif”.

Sebagai tindak lanjut, perlu segera diusulkan izin prakarsa Perpres Rencana Induk Pengembangan Ekonomi Kreatif kepada Presiden oleh Bekraf yang dilakukan secara paralel dengan pembahasan substansi yang melibatkan lintas K/L dan para ahli.

2. Rekomendasi Kebijakan Pengembangan Industri Kreatif Unggulan dan Prioritas Pemerintah saat ini tengah mendorong pengembangan berbagai industri kreatif terutama industri kreatif unggulan dan industri kreatif prioritas. Industri kreatif unggulan yaitu industri kreatif yang memiliki kontribusi tinggi terhadap PDB Ekraf, meliputi: fashion, kriya, dan kuliner, sedangkan industri kreatif prioritas yaitu industri kreatif yang memiliki pertumbuhan PDB yang tinggi atau dampak pengganda yang besar, meliputi: film, animasi, dan video, aplikasi, dan musik.

Pengembangan industri-industri kreatif tersebut tentunya memerlukan pendekatan yang berbeda sesuai dengan karakteristik dan permasalahan masing-masing serta memerlukan koordinasi dan sinkronisasi lintas K/L. Pada tahun 2016, Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan Daya Saing KUKM telah melakukan kegiatan koordinasi dan sinkronsisasi kebijakan pengembangan industri kreatif unggulan dan prioritas yang meliputi industri animasi, fashion, film, dan kriya. Adapun rekomendasi yang dihasilkan sebagai berikut:

a. Film:

 Gerakan 1000

Gerakan 1000 adalah pilot project untuk mendorong kreativitas anak muda di Kabupaten Kepulauan Seribu melalui pembuatan karya film, pengembangan pariwisata, dan kewirausahaan masyarakat di Kabupaten Kepulauan Seribu. Aktivitas yang akan dilaksanakan yaitu: (1) Pembuatan film layar lebar “Elang”, yang akan melibatkan masyarakat Kabupaten Kepulauan Seribu, dalam proses produksi; (2) Pengembangan ekonomi lokal melalui berbagai aktivitas pemberdayaan ekonomi masyarakat

 Pengembangan Industri Film Nasional

Sub sektor Film sebagai salah satu sub sektor prioritas dalam pengembangan ekonomi kreatif yang telah dideklarasikan oleh Badan Ekonomi Kreatif. Walaupun sub sektor ini memiliki kontribusi terhadap PDB yang masih rendah yaitu sebesar 1,35% terhadap PDB Ekonomi Kreatif pada tahun 2014, namun memiliki nilai pertumbuhan yang tinggi dan peluang besar di pasar global. Film berpotensi dikembangkan sebagai “lokomotif” pengembangan produk kreatif lainnya dan mendorong pariwisata daerah.Sebagai contoh Film Laskar Pelangi yang mendorong berkembangnya pariwisata Belitung atau Film 5cm yang mendorong berkembangnya pariwisata Semeru.

(20)

16

Film berperan strategis sebagai media komunikasi dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, mengembangkan potensi diri, pembinaan pribadi bangsa, pelestarian kebudayaan bangsa, serta wahana promosi citra bangsa Indonesia di dunia internasional.

Dalam rangka pengembangan industri perfilman, telah terdapat beberapa kebijakan yaitu UU No. 33 Tahun 2009 tentang Perfilman, dan revisi Daftar Negatif Investasi bidang usaha Perfilman. Tiga (3) bidang yang diatur dalam revisi DNI Bidang Perfilman antara lain: i) Pembuatan Film dan Jasa Teknik Film; ii) Peredaran Film; dan iii) Pertunjukan Film. Penanaman modal asing sebesar di bidang perfilman bertujuan meningkatkan daya saing industri perfilman nasional.Akan tetapi, kedua kebijakan tersebut dirasa masih belum dapat secara optimal mengembangkan industri perfilman dalam negeri. Saat ini, industri perfilman dalam negeri masih kalah bersaing dengan film-film asing.

Berdasarkan hasil rapat koordinasi pembahasan pengembangan industri perfilman, terdapat rekomendasi sebagai berikut: i) Perlu adanya percepatan penetapan Permendikbud tentang tata edar, pengarsipan, perizinan, dan perlindungan insan film oleh Pusbang Film Kemdikbud; ii) Pembedaan besaran pajak tontonan dengan pajak hiburan oleh Pemda dimana diusulkan besaran pajak tontonan sebesar maksimal 10%; iii) Skema kredit pinjaman dengan bunga rendah; iv) Insentif fiskal bagi industri film dalam negeri; dan v) Review tentang NSPK Perizinan Perfilman oleh Pusbang Film dan BKPM.

Terkait rekomendasi tersebut, telah disampaikan : Surat dari Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan Daya Saing KUKM kepada Pusbangfilm Kemendikbud, Nomor. S-24/D.IV.M.EKON.1/10/2016 mengenai perlunya pengusulan kepada Kementerian Dalam Negeri c.q. Direktorat Sinkronisasi Urusan Pemerintah Daerah III untuk menerbitkan Surat Edaran kepada pemerintah daerah agar menetapkan pajak tontonan maksimal 10%. Selain itu, untuk membahas kemungkinan pemberian insentif fiskal bagi industri film dalam negeri, telah dilaksanakan serangkaian rapat koordinasi dengan asosiasi, BKF, Bekraf, dan Pusbangfilm untuk membahas kebijakan insentif fiskal bagi industri perfilman. Bekraf telah membentuk tim kecil untuk mengkaji kebijakan insentif fiskal industri perfilman.

b. Animasi:

Dalam pengembangan industri animasi perlu adanya kuota aimasi di TV nasional.Televisi masih menjadi peluang terbesar untuk penyampaian informasi 86,7%. Akan tetapi, televisi Indonesia belum memberikan kesempatan yang banyak kepada penayangan animasi lokal.Animasi lokal dapat tergantikan dengan mudah oleh animasi luar yang harganya lebih murah. Televisi lebih memilih tayangan lain yang lebih murah. Televisi lokal seringkali membeli putus animasi namun tidak mengembangkan IP animasi hanya menyiarkan tayangan animasi sehingga promosi animasi dari merchandise tidak berjalan.

Kemenko Bidang Perekonomian menginisiasi kemungkinan kerjasama yang lebih luas antara industri animasi lokal dan TV nasional.Terkait hal tersebut, telah dilakukan rapat koordinasi untuk membahas hal tersebut dan dilakukan rapat fasilitasi business matching antara asosiasi industri animasi dengan TVRI dan TV Swasta.Dari kedua rapat tersebut telah ditindaklanjuti dengan adanya pembahasan B to B dan dengan pihak televisi dan terdapat

(21)

17

rencana kerjasama AINAKI dengan Kominfo untuk mengadakan kegiatan panggung animasi nusantara.

c. Fashion:

IFW adalah ajang pertunjukan dan pameran mode tahunan terbesar di Indonesia yang telah diselenggarakan sejak tahun 2012. IFW 2017 akan mengangkat tema “Selebrasi Budaya” (Celebrations of Cultures) dan mengambil inspirasi dari Program Pengembangan 10 Destinasi Wisata Unggulan Nasional di 10 Provinsi, antara lain Danau Toba, Tanjung Kelayang, Tanjung Lesung, Kepulauan Seribu, Borobudur, Bromo-Tengger-Semeru, Mandalika, Labuan Bajo, Wakatobi, dan Morotai. IFW 2017 tidak hanya akan menampilkan fesyen, tapi juga hasil kerajinan dan kesenian daerah.

Sehubungan dengan hal tersebut, kami mendorong Pemerintah Provinsi dapat ikut berpartisipasi dan memanfaatkan IFW 2017 sebagai ajang untuk mempromosikan pariwisata dan budaya masing-masing daerah khususnya pada destinasi wisata unggulan.

d. Kriya:

Cirebon merupakan daerah yang kaya akan seni dan budaya serta memiliki potensi yang besar untuk dikembangkan industri kreatifnya. Sejak abad ke-14 telah berdiri kesultanan Cirebon, sehingga Cirebon memiliki warisan seni dan budaya yang beranekaragam.Beberapa produk kreatif Cirebon yang berasal dari seni dan budaya masyarakat yaitu Batik Cirebon dan produk kerajinan rotan.Dua produk tersebut merupakan komoditas unggulan Cirebon yang perlu terus dikembangkan. Data ekspor Kabupaten Cirebon pada tahun 2015 didominasi oleh mebel rotan sebanyak 35.278.535 kg dengan nilai 117.801.297,14 USD, negara tujuan Asia, Amerika, dan Australia, kemudian tekstil sebanyak 27.134.829,77 kg dengan nilai 108.843.382,20 USD, negara tujuan Eropa, Amerika, dan Asia. Walaupun nilai perdagangan kedua produk tersebut cukup tinggi, namun berdasarkan pemetaan awal pada industri rotan, pengembangannya masih dihadapkan pada berbagai permasalahan dari bahan baku, SDM, hingga pemasaran (domestik maupun ekspor).

Pengembangan industri kreatif berbasis seni dan budaya di Cirebon, khususnya produk rotan dan batik Cirebon memerlukan pendekatan yang komprehensif dan sinergis antar Kementerian/Lembaga (K/L) dan pemerintah daerah.

3. Rekomendasi Kebijakan Pengembangan Kota Kreatif

Konsep Kota Kreatif yang dikembangkan oleh Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian merupakan suatu koridor umum yang berfungsi sebagai rujukan untuk menciptakan kesepahaman tentang Kota Kreatif di Indonesia. Sebagai tahapan awal menuju kota yang berkelanjutan, Kota Kreatif dapat menjadi bagian dari kota tematik. Karakteristik yang sangat membedakan Kota Kreatif dengan kota tematik lainnya adalah (1) fokus kepada pengembangan ide dan kreativitas; (2) pendekatan bottom-up melalui eksistensi komunitas kreatif; dan (3) dikembangkan untuk memenuhi rantai nilai kreasi-produksi-distribusi-konsumsi-konservasi.Sebagai konsekuensi,kota tersebut perlu berjejaring dengan kota-kota yang memiliki fungsi mata rantai lain untuk dapat membentuk satu kesatuan fungsi.

(22)

18

Definisi Kota Kreatif dapat dipahami sebagai Kota/Kabupaten yang mampu menggali, memanfaatkan, menumbuhkembangkan, mengelola, dan mengkonservasi kreativitas serta memanfaatkan IPTEK untuk mengembangkan potensi lokal (sumber daya manusia, kebudayaan, potensi ekonomi) sehingga dapat menjadi keunggulan dan identitas daerah dalam mendorong peningkatan kesejahteraan dan pencapaian pembangunan yang berkelanjutan. Berdasarkan pemahaman tersebut dirumuskan kriteria Kota/ Kabupaten Kreatif, yaitu kota/kabupaten yang memiliki:

1. Komunitas kreatif lokal;

2. Ruang kreatif yang dapat menumbuhkembangkan kreativitas dan inovasi (contohnya: pusat kreatif, science/techno park, inkubator);

3. Ruang publik yang menjadi pusat aktivitas dan interaksi bagi lintas pelaku ekonomi kreatif (pemerintah, pelaku usaha/industri, akademisi, dan komunitas/forum kreatif); 4. Potensi lokal daerah sebagai keunggulan dan identitas suatu kota/kabupaten;

5. Ekosistem yang dapat mengintegrasikan sebagian atau seluruh proses kreasi, produksi dan distribusi/pasar. Akan diperlukan jejaring kota/kabupaten bila suatu kota/kabupaten hanya memiliki sebagian rantai nilai sehingga terbentuk kesatuan fungsi;

6. Sarana dan prasarana kota yang dapat mendorong kreativitas;

7. Program pembangunan Pemerintah Daerah terkait kreativitas dan inovasi;

8. Wadah kolaborasi antara akademisi, dunia usaha, komunitas kreatif, dan pemerintah. Selain definisi dan kriteria, telah disusun pula misi pengembangan Kota Kreatif yang secara umum disimpulkan dalam tabel berikut:

Tabel 1. Misi Pengembangan Kota Kreatif Indonesia Misi Kota Kreatif Target Penguatan Misi 1: Fasilitasi Industri Kreatif  Ekosistem industri kreatif

 Entrepreneur industri kreatif Misi 2: Menjawab Isu Perkotaan

Menuju Kota Berkelanjutan

 Solusi permasalahan perkotaan

 Entrepreneur digital untuk solusi permasalahan perkotaan

Misi 3: Kantong Inovasi  Inovasi

 Komersialisasi inovasi dan teknologi

 Optimalisasi STP sebagai wadah kreativitas dan inovasi Misi 4: Pusat Pertumbuhan dan

Penghela Daerah Sekitar

 Potensi ekonomi lokal (PEL)  Entrepreneur PEL

 Kemitraan/interaksi/kerjasama antar daerah

Selanjutnya, keempat misi pengembangan Kota Kreatif dapat dijabarkan berdasarkan kerangka konsep Kota Kreatif Indonesia yang didasarkan pada tiga fondasi, yaitu modal kreatif, ruang kreatif, dan intervensi melalui infrastruktur dan teknologi, termasuk teknologi informasi dan komunikasi.

(23)

19

Tabel 2. Pilar Pengembangan Kota Kreatif Indonesia

Creative Capital Creative Space Enabler [Infrastructure/ICT]

1. Komunitas kreatif lokal 2. Potensi lokal daerah sebagai keunggulan dan identitas suatu kota/kab 3. Wadah kolaborasi antara pemerintah, komunitas kreatif, dunia usaha dan akademisi

1. Ruang kreatif yang dapat menumbuhkembangkan kreativitas dan inovasi (contohnya: pusat kreatif, science/techno park, inkubator)

2. Ruang publik yang menjadi pusat aktivitas dan interaksi bagi lintas pelaku ekonomi kreatif (pemerintah, pelaku usaha/industri, akademisi, dan komunitas/forum kreatif)

1. Ekosistem, mengintegrasikan sebagian atau seluruh proses kreasi, produksi dan

distribusi/pasar. Jejaring kota diperlukan bila suatu kota hanya memiliki sebagian rantai nilai untuk membentuk

kesatuan fungsi

2. Sarana dan prasarana kota yang dapat mendorong kreativitas

3. Program pembangunan pemerintah daerah terkait kreativitas dan inovasi.

Konsep ini kemudian diturunkan ke dalam indikator rinci yang dapat menjadi tolok ukur atau dapat memetakan kondisi dan potensi kreatif daerah, dan kemudian dapat diidentifikasi kebutuhan dukungan dalam pengembangan Kota Kreatif.

Setiap daerah memiliki kesiapan yang berbeda-beda dalam mengembangkan Kota Kreatif. Oleh karena itu, disusun panduan umum sebagai dasar pengembangan Kota Kreatif di daerah. Panduan umum pada prinsipnya menggambarkan tahapan transformasi daerah menuju Kota kreatif, pada masing-masing tahapan juga akan dijelaskan bentuk sinergi dan dukungan/fasilitasi pemerintah dalam mengembangkan Kota Kreatif. Panduan tersebut bukan merupakan panduan mutlak yang mengikat daerah melainkan dapat dirinci oleh setiap daerah sesuai karakteristik dan kreativitas yang dimiliki.

Terdapat lima tahapan transformasi menuju pengembangan kota kreatif. Tahap pertama yaitu mapping (pemetaan) yang merupakan tahapan bagi daerah untuk menemukenali isu perkotaan (potensi maupun permasalahan) yang paling mendasar dan mempengaruhi kehidupan masyarakat. Isu perkotaan baik berupa potensi maupun permasalahan tersebut diharapkan dapat dikembangkan secara kreatif untuk meningkatkan nilai tambah bagi pertumbuhan ekonomi/sosial/budaya/ lingkungan.

Kedua yaitu strategy, yang merupakan tahapan untuk perumusan visi, arah pengembangan, dan strategi transformasi (pencapaian) pengembangan kota kreatif daerah berdasarkan hasil mapping isu (potensi/permasalahan) perkotaan. Strategi tersebut diharapkan dapat menumbuhkan daya kreativitas dan inovasi masyarakat perkotaan untuk meningkatkan nilai tambah bagi pertumbuhan ekonomi/ sosial/budaya/lingkungan.

Ketiga yaitu development, yang merupakan tahapan untuk pembangunan dan pengembangan kota kreatif untuk mencapai visi, arah pengembangan dan sebagai bentuk implementasi strategi kota kreatif daerah. Tiga fondasi utama pembangunan dan

(24)

20

pengembangan Kota Kreatif yang harus dimiliki daerah terdiri dari creative capital, creative space, dan enabler (infrastructure and ICT).

Keempat yaitu expose, yang merupakan kegiatan untuk eksibisi, publikasi, promosi, dan penjualan berbagai kegiatan maupun produk pengembangan Kota Kreatif. Dengan adanya expose diharapkan dapat teridentifikasi impact (manfaat) pengembangan Kota Kreatif pada berbagai sektor pembangunan (ekonomi, sosial-budaya, dan lingkungan).

Kelima yaitu openness (keterbukaan), yang merupakan sarana untuk menginspirasi berbagai unsur/pihak melalui sharing knowledge and technology, edukasidan sosialisasi, berjejaring (networking), dan bekerjasama (partnering). Opennessbertujuan untuk memperbanyak kolaborasi antar ABCG di dalam daerah dan membuka akses untuk berkolaborasi dengan daerah lain yang sama-sama memiliki misi untuk mengembangkan daerahnya melalui kreativitas, inovasi,danteknologi.

4. Rekomendasi Kebijakan Pengembangan Science and Technopark (STP) Nasional Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian terlibat dan memfasilitasi kebutuhan STP untuk menambah nilai ekonomi STP sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan daya saing Indonesia. Pembangunan STP merupakan amanat Nawacita yang dimuat dalam RPJMN 2015-2019 yang ditargetkan untuk dibangun sebanyak 100 buah. Pada tahun 2015 telah diluncurkan pembangunan sebanyak 60 STP, dan 40 STP sisanya akan diluncurkan pada tahun 2016. Namun dalam penyelenggaraannya, pembangunan STP mengalami banyak kendala sehingga dilakukan evaluasi yang menghasilkan kesimpulan bahwa perlu dilakukan peninjauan ulang terhadap jumlah target pembangunan STP. Dari 60 STP yang sudah dikembangkan pada tahun 2015, K/L pelaksana menyatakan sanggup untuk mewujudkan 22 STP yang sesuai standar pada tahun 2019.

Pengelolaan STP diarahkan untuk menjadi lembaga profesional dan mandiri. Dalam penyelenggaraan STP perlu disadari betul bahwa masing-masing STP memiliki kasus pengembangan yang berbeda. Pengalokasian dana pengembangan STP seharusnya dapat disesuaikan dengan kondisi pengembangan STP.

Pengembangan STP untuk arah hi-tech saat ini dirasa belum memungkinkan. STP lebih difokuskan untuk penciptaan inovasi sampai dengan hilirisasi hasil inovasi, termasuk hilirisasi untuk penciptaan wirausaha. Dari 22 STP yang dinilai sudah cukup mendekati ideal adalah STP Cibinong (Puspitek). Sedangkan Bandung Techno Park dinilai cukup mendekati ideal dalam hal pengembangan STP berikatan dengan industri

5. Rekomendasi Kebijakan Ekonomi Digital (Peta Jalan e-Commerce) – Penugasan Tambahan

Pengembangan e-Commerce pada Tahun Anggaran 2017 merupakan bagian yang tidak bisa terpisahkan dari proses tindak lanjut/implementasi pelaksanaan amanat sebagaimana yang diatur dalam Rancangan Peraturan Presiden tentang Peta Jalan Sistem Perdagangan Nasional Berbasis Elektronik (Road Map e-Commerce) Tahun 2016-2019, yang telah diluncurkan terlebih dahulu melalui Paket Kebijakan Ekonomi XIV.Secara umum, berikut

(25)

21

beberapa poin utama latar belakang perumusan Rancangan Perpres Peta Jalan e-Commerce dan ruang lingkup koordinasinya:

 Potensi Ekonomi Digital di Indonesia sangat besar, salah satu yang utama dapat dilihat dari sisi pelaku usaha (Start-Up dan UMKM). Studi McKinsey Global Institute (2011) menunjukkan bahwa UMKM yang go online (menggunakan internet) berkembang dua kali lipat lebih cepat dibandingkan mereka yang tidak menggunakan fasilitas internet. Pada kenyataannya, UMKM Indonesia yang telah memanfaatkan transaksi digital baru sejumlah 5,1 juta unit usaha atau hanya 9 persen dari total UMKM yang ada (sumber: Stancombe Research & Planning, Deloitte Access Economics, 2015).

 Banyak negara telah memanfaatkan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) secara luas dalam berbagai sektor, termasuk yang utama dalam pengembangan sektor-sektor perekonomian, di antaranya melalui perdagangan berbasis elektronik (e-Commerce) yang mampu mempercepat dan memperluas akses ke pasar global. Sebagai sebuah rujukan resmi, nilai transaksi bisnis daring (online) di Indonesia pada tahun 2014 telah mencapai USD 12 miliar, angka ini diperkirakan akan terus tumbuh hingga mencapai lebih dari USD 130 miliar pada tahun 2020 seiring dengan peningkatan pemanfaatan media online dan marketplace oleh UMKM dan Start-Up. Dengan jumlah populasi pengguna internet mencapai 93,4 juta orang pada tahun 2015, pertumbuhan bisnis online Indonesia diperkirakan dapat mencapai 50 persen setiap tahun. Indonesia sangat berpotensi untuk semakin mengembangkan e-Commerce sebagai salah satu platform Ekonomi Digital untuk mewujudkan visi Bapak Presiden RI Joko Widodo menjadikan Indonesia sebagai Energi/Kekuatan Digital di Asia.

Dengan memperhatikan beberapa hal di atas, dilakukan langkah-langkah koordinasi dan sinkronisasi perumusan kebijakan untuk mengidentifikasi bentuk transformasi dan upaya penguatan sistem perekonomian nasional pada era digital agar Indonesia dapat berakselerasi menjadi negara emerging forces dan tidak sebatas menjadi pasar/emerging market. Sebagai langkah awal, untuk memberikan arah dan panduan strategis dalam percepatan pelaksanaan dan pengembangane-Commerce, Pemerintah menyusun Rancangan Peraturan Presiden tentang Peta Jalan Sistem Perdagangan Nasional Berbasis Elektronik (Road Map e-Commerce) Tahun 2016-2019.

Hal ini juga sejalan dengan arahan/amanat dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP) 2017 pada Prioritas Bidang Pembangunan Ekonomi, yaitu Program Perdagangan Dalam Negeri, dengan arah kebijakan “Pengembangan dan Pemantauan Skema Perdagangan Modern” yang salah satunya meliputi perdagangan melalui sistem elektronik (e-Commerce). Disamping prioritas bidang tersebut, beberapa pilar e-Commerce juga sejalan dengan program prioritas nasional, diantaranya:

a. Pilar Pendanaan e-Commerce yang sejalan dengan Prioritas Nasional Pemerataan dan Kewilayahan, dengan program prioritas pengembangan prioritas khusus kepada usaha mikro dan kecil;

(26)

22

b. Pilar Pendidikan dan Sumber Daya Manusia e-Commerce yang sejalan dengan Prioritas Nasional Pemerataan dan Kewilayahan, dengan program prioritas pengembangan kewirausahaan;

c. Pilar Keamanan Siber e-Commerce yang sejalan dengan Prioritas Nasional Stabilitas Keamanan dan Ketertiban, dengan program prioritas keamanan data dan informasi (keamanan siber);

d. Pilar Infrastruktur Komunikasi e-Commerce yang sejalan dengan Prioritas Nasional Pengembangan Konektivitas Nasional, dengan program prioritas pembangunan dan pengembangan pita lebar dan penyiaran.

6. Penyusunan draft Norma, Standar, Prosedur dan Kriterian Pengembangan Kewirausahaan Nasional yang akan dijadikan Peraturan Presiden

Norma, Standar, Prosedur dan Kriteria (NSPK) Pengembangan Kewirausahaan bertujuan untuk memberikan panduan bagi pelaksanaan program dan kegiatan pengembangan kewirausahaan oleh berbagai Kementerian/Lembaga (K/L) dan Pemerintah Daerah, serta pemangku kepentingan lainnya. Di dalam NSPK ini dijelaskan tahapan wirausaha hingga business process pengembangan kewirausahaan.

Proses penyusunan NSPK Kewirausahaan Nasional merupakan serangkaian kegiatan rapat yang dimulai pada awal Januari 2016 dengan kolaborasi antara Asdep Pengembangan Kewirausahaan, Kemenko Perekonomian dengan Direktur Pengembangan UKM dan Koperasi, Bappenas serta Kementerian/Lembaga teknis, pemerintah daerah dan dunia usaha yang terlibat dalam pengembangan kewirausahaan.

Pada akhir tahun 2016 telah dilakukan penyusunan draft Peraturan Presiden terkait NSPK ini, dan di awal tahun 2017 direncakan untuk diadakannya rapat koordinasi tingkat menteri untuk membahas hal ini.

7. Rancangan Undang-Undang Kewirausahaan Nasional

Awal mula lahirnya RUU Kewirausahaan Nasional adalah atas inisiasi DPR yang diawali dari Rapat Dengar Pendapat Badan Legistaltif dengan Pengusul RUU Kewirausahaan Nasional berdasarkan hasil pengharmonisasian, pemantapan, dan pembulatan yang dilakukan oleh Panja, sistematika RUU tentang Kewirausahaan Nasional mengalami perubahan yang semula terdiri dari 11 (sebelas) BAB dan 47 (empat puluh tujuh) pasal menjadi 12 (dua belas) BAB dan 55 (lima puluh lima) pasal.

Menindaklanjuti hasil rapat di DPR terkait RUU Kewirausahaan tersebut, Presiden RI melalui Surat Presiden kepada Ketua DPR RI Nomor: R-27/Pres/05/2016, tanggal 4 Mei 2016, perihal: Penunjukan wakil Pemerintah utk Membahas RUU Kewirausahaan Nasional, yaitu Kementerian Koperasi dan UKM, Kementerian Perindustrian, dan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.

Kementerian terkait yang melakukan pembahasan Daftar Inventaris Masalah (DIM) adalah Kementerian KUKM, Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian, Kementerian Ketenagakerjaan, Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi,

(27)

23

Kementerian Sosial, Kementerian Desa, PDT, Kementerian Kelautan dan Perikanan, BNP2TKI, Microsoft Indonesia, dan Badan/Lembaga Sosial.

Pemerintah telah menyusun DIM dan telah disampaikan dalam Rapat Dengar Pendapat Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI. RUU Kewirausahaan Nasional ini menjadi urutan ke-7 dari 50 RUU Prioritas Prolegnas tahun 2017. Monitoring terus dilakukan terkait perkembangan RUU ini.

8. Rekomendasi Koordinasi Program Sinergi Aksi untuk Ekonomi Rakyat

Presiden Joko Widodo meluncurkan Program Sinergi Aksi untuk Ekonomi Rakyat, tanggal 11 April 2016 di Terminal Agrobisnis, Desa Larangan, Kabupaten Brebes, Jawa Tengah.Kegiatan ini merupakan sinergi dan akumulasi berbagai program pemerintah dari berbagai Kementerian/Lembaga, BUMN, serta swasta untuk membantu bangkitnya ekonomi rakyat, terutama petani dan nelayan. Program ini bertujuan untuk mengentaskan kemiskinan dan meningkatkan taraf hidup pelaku usaha di pedesaan, dengan cara memberikan kesempatan bekerja dan berusaha yang layak bagi petani, peternak, dan nelayan.

Kegiatan yang dikoordinasi Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian ini diselenggarakan dengan bekerjasama dengan antara lain Kementerian Pertanian, Kementerian ATR/BPN, Kementerian Kominfo, Kementerian Perdagangan, Kementerian Koperasi dan UKM, Kementerian BUMN, Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, Kementerian KKP, Kementerian PUPR, BI, OJK, Pemda Propinsi Jawa Tengah, Pemda Kabupaten Brebes, BUMN-BUMN, Lembaga Keuangan Swasta dan pengembang aplikasi, dan pemangku kepentingan lainnya.

Garis besar kegiatan yang dihadiri lebih dari 1,000 orang dan sebagian besar adalah petani dan nelayan ini meliputi antara lain peningkatan nilai aset dengan pemberian Sertifikat Hak Atas Tanah (SHAT); peresmian fasilitas umum seperti pembentukan Tim Percepatan Akses Keuangan Daerah (TPAKD), dan peluncuran aplikasi android Sistem Informasi Harga dan Produksi Komoditi (SiHaTi); meningkatkan keuangan inklusif dengan pengenalan Laku Pandai, e-payment, Kredit Usaha Rakyat (KUR), asuransi pertanian dan pembiayaan mesin pertanian; meningkatkan sarana produksi pertanian melakui pemberian bibit, pupuk, serta mesin-mesin pertanian; pengenalan layanan digital untuk memasarkan produk pertanian dan nelayan; meningkatkan distribusi barang melalui peningkatan logistik (gudang, pasar dan jasa ekspedisi kurir), dan sarana transportasi desa, dan perizinan usaha kecil dan mikro (IUMK).

Kabupaten Brebes dipilih menjadi tempat proyek percontohan pengentasan kemiskinan melalui Program Sinergi Aksi untuk Ekonomi Rakyat antara lain karena Brebes merupakan sentra produksi bawang Indonesia, dan bawang adalah komoditi yang berkontribusi cukup besar pada inflasi. Tetapi faktanya kesejahteraan petani bawang relatif rendah, sebab sebagian besar keuntungan dinikmati pedagang perantara.Melalui peluncuran program ini diharapkan kesejahteraan petani bawang dapat meningkat dan menjadi contoh bagi pelaku usaha di daerah lainnya.

Untuk implementasi Program Sinergi Aksi Untuk Ekonomi Rakyat sesuai Tugas dan Fungsi Deputi IV, telah dilaksanakan investigasi/identifikasi lapangan yang dilaksanakan pada

(28)

24

tanggal 2 s.d. 3 Mei 2016 di Kabupaten Brebes, Jawa Tengah, yang meliputi program: (1) Akta Pendirian Koperasi; (2) Perizinan untuk Usaha Mikro dan Kecil (IUMK); (3) Kredit Usaha kepada Koperasi dan UMKM dari LPDB; dan (4) Pemasaran Produk Unggulan UMKM.

Secara umum berdasarkan hasil identifikasi tersebut, telah dikoordinasikan dengan Kementerian dan Lembaga terkait untuk menyelesaikan beberapa program yang belum dapat dilaksanakan dikarenakan perlunya koordinasi antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah Kabupaten Brebes, namun beberapa telah dapat diselesaikan antara lain: (1) Akta Pendirian Koperasi telah ada solusi mengenai pengembalian uang biaya notaris; (2) IUMK akan ditingkatkan sosialisasi dan program pendampingan untuk pengajuan IUMK; (3) Telah diberikan pinjaman oleh LPDB kepada Koperasi Serba Usaha (KSU) Bina Ummat sebesar Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah); (4) Untuk pemsaran produk unggulan UMKM, Lembaga Layanan Pemasaran KUKM/SMESCO akan menghadirkan dewan kurator untuk memilih produk unggulan UMKM di Kabupaten Brebes.

9. Rekomendasi Koordinasi Kebijakan Agregator dan Konsolidator Ekspor Produk UKM Usaha Kecil Menengah/Industri Kecil dan Menengah (UKM/IKM) dari sektor pertanian, perkebunan, perikanan, tekstil dan garmen, furniture, industri pengolahan, serta barang seni mempunyai potensi besar untuk dikembangkan. Namun, pelaku UKM/IKM berorientasi ekspor masih menghadapi kendala dalam melakukan ekspor secara langsung, antara lain:

a. Export trading problem, yaitu terdapat tingginya resiko kegiatan ekspor, adanya tenggang waktu/time lag dalam pembayaran, dan tingginya biaya ekspor;

b. Financing problem, yaitu terbatasnya modal yang dimiliki UKM/IKM dan rendahnya dukungan lembaga pembiayaan dan penjaminan ekspor terhadap UKM/IKM;

c. Rumitnya proses perizinan ekspor serta ketatnya seleksi dan kualitas produk.

Pada tanggal 27 Januari 2016, pemerintah menerbitkan Paket Kebijakan Ekonomi IX. Kebijakan ini salah satunya dimaksudkan agar terjadi peningkatan ekspor melalui peningkatan ekspor produk-produk UKM/IKM dengan cara melakukan diversifikasi produk dan pasar ekspor. Untuk merealisasikannya perlu dilakukan pembenahan di sektor logistik, dari desa ke pasar dalam negeri dan pasar global. Sektor logistik perlu dibenahi demi meningkatkan efisiensi dan daya saing serta pembangunan konektivitas ekonomi desa-kota.

Berdasarkan hal tersebut, pemerintah menugaskan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Trading-Logistic untuk mendorong ekspor produk UKM/IKM. Sinergi ini merupakan inovasi bisnis yang strategis, untuk mendorong produk UKM/IKM di dalam negeri maupun ke luar negeri dengan memberikan layanan perdagangan yang efektif, memenuhi standar kualitas, serta layanan logistik end to end yang mendorong availability dan efficiency.

Tujuan pembentukan agregator dan konsolidator adalah sebagai berikut:

a. Menyediakan sistem informasi dan data terintegrasi, memperluas pasar ekspor yang potensial, yang dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi desa khususnya para pelaku UKM/IKM;

b. Memfasilitasi seluruh sektor perdagangan, berskala mikro dan makro yang teridentifikasi serta berstandar global; dan

(29)

25

c. Memiliki integritas struktur teknologi yang handal, aman, mudah digunakan dan diakses oleh pemangku kepentingan baik nasional maupun global.

Pada tanggal 27 Januari 2016, telah ditandatangani Komitmen Bersama oleh 5 (lima) BUMN Logistic dan Trading antara lain PT Sarinah, PT Mega Eltra, PT Pos Indonesia, PT Bhanda Ghara Reksa (BGR), dan PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI), yang isinya antara lain:

a. Tahap pertama adalah pembentukan task force & executive committee, dengan target antara lain: (i) Memperoleh data ekspor produk UKM/IKM dan produk khas Indonesia, oleh PT BGR dan PT PPI; (ii) Memperoleh data pasar atas produk UKM/IKM dan produk khas Indonesia di negara tujuan ekspor (atase perdagangan), oleh PT Sarinah dan PT PPI; (iii) Mencari produsen UKM/IKM ekspor yang mempunyai potensi untuk memenuhi kebutuhan pasar di negara tujuan ekspor, oleh PT Pos Indonesia; (iv) Kerjasama dengan badan standarisasi untuk sertifikasi produk sesuai dengan kebutuhan pasar tujuan ekspor, oleh PT Mega Eltra dan PT PPI; (v) Membuat peta biaya supply chain dari masing-masing asal produk sampai ke negara tujuan pembeli , oleh PT Pos Indonesia, PT BGR, PT PPI, dan PT Sarinah; (vi) Menetapkan target penurunan biaya dan waktu tempuh supply chain, oleh konsorsium; (vii) Membuat model infrastruktur agregator dan konsolidator ekspor, oleh konsorsium; dan (viii) Review regulasi yang menjadi potensi bottle neck, oleh PT BGR dan PT Pos Indonesia.

b. Tahap kedua adalah penentuan format sinergi berdasarkan peta pada tahap 1 (satu); pembentukan infrastruktur agregator dan konsolidator ekspor; serta pengembangan model e-commerce khusus UKM/IKM.

c. Tahap ketiga adalah eksekusi.

Dalam rangka memaksimalkan implementasi pelaksanaan agregator dan konsolidator ekspor produk UKM/IKM, telah disusun konsep skema sinergi BUMNAgregator dan Konsolidator Ekspor Produk UKM/IKMdengan institusi terkait yang memiliki peran masing-masing sebagai berikut:

(30)

26

Dalam rangka mempercepat implementasi kerja tim agregator – konsolidator ekspor produk UKM/IKM, maka perlu untuk menentukan komoditi dan lokasi pilot project. Kriteria komoditas dan lokasi yang akan dijadikan pilot project adalah: (i) secara makro, antara lain: mendorong pertumbuhan dan pemerataan ekonomi; penyerapan tenaga kerja; meningkatkan ekspor; dan (ii) secara mikro antara lain: ketersediaan bahan baku dan energi; mempunyai keterkaitan dari hulu sampai hilir; mendorong pasar domestik; meningkatkan nilai tambah, produktivitas dan kreatifitas.

Berdasarkan hasil rapat pada tanggal 23 November 2016, terdapat beberapa usulan dari BUMN terkait dengan komoditi dan lokasi untuk dijadikan pilot project. Dari beberapa komoditi dan lokasi yang diusulkan, usulan dikerucutkan menjadi 4 (empat) pilihan, antara lain: (i) furniture; (ii) produk olahan ikan; (iii) gula semut; dan (iv) kulit.

Sekretariat tim telah dibentuk yang bertempat di Gedung PPI, namun dalam pelaksanaannya masih perlu adanya dukungan yang meliputi: (i) Sarana dan prasarana sekretariat tim; dan (ii) Pendanaan operasinal untuk pelaksanaan program kerja sekretariat tim.

10. Rekomendasi Koordinasi Kebijakan Pendanaan Bisnis Tech Start-up

Belum terdapat definisi formal bisnis Tech Start-up di Indonesia. Kemenko dalam penelitian awalnya bekerjasama dengan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), mengarisbawahi bisnis Tech Start up mencakup tiga aspek, yaitu time/asset, technology/innovation, dan potential/impact.

Merujuk konsep Norma Standar Prosedur Kriteria (NSPK) yang disusun oleh Kemenko Perekonomian dan Bappenas, berdasarkan fase, Tech Start-up masuk dalam kategori (i) Wirausaha Dini, yaitu individu yang telah terlibat dalam pendirian usaha namun belum mendapatkan pemasukan dari usaha tersebut dalam jangka waktu 3 bulan terakhir, dan (ii) Wirausaha Baru, yaitu individu yang telah terlibat dalam kepemilikan usaha dan sudah mendapatkan pemasukan dari usaha tersebut namun baru berdiri dan beroperasi secara menguntungkan dalam periode waktu kurang dari 42 bulan (3,5 tahun).

Berdasarkan jenis, Tech Start-up masuk kategori wirausaha teknologi, yaitu kewirausahaan yang menciptakan dan menerapkan inovasi terbaru dan kemajuan teknologi melalui diseminasi produk inovatif dalam sebuah usaha berkelanjutan. Dengan demikian, wirausaha teknologi adalah wirausaha yang menjalankan kegiatan kewirausahaan teknologi.

Berkaitan dengan penelitian awal Kemenko-LIPI dan konsep NSPK tersebut, maka definisi yang dapat kami simpulkan adalah: “perusahaan rintisan/pemula berbasis teknologi

yang inovatif, scalable, beresiko tinggi dan berpotensi memberikan dampak besar terhadap ekonomi, sosial, dan/atau lingkungan”.

Seiring dengan perkembangan bisnis pengguna teknologi digital yang makin marak, maka Tech Start-up dikategorikan menjadi : (i) Tech Start-up Digital, yaitu Tech start-up yang menjalankan usahanya didominasi teknologi digital, antara lain Go-jek, Tokopedia, Berrybenka; (ii) Tech Start-up Applied Technology, yaitu Tech Start-up yang menjalankan

Gambar

Tabel Pengukuran Kinerja Tahun 2016
Tabel 1.  Misi Pengembangan Kota Kreatif Indonesia
Tabel 2.  Pilar Pengembangan Kota Kreatif Indonesia
Gambar .Konsep Skema Agregator dan Konsolidator Ekspor Produk UKM/IKM
+2

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Pada materi yang terkait dengan pengetahuan dan keterampilan, model pembelajaran yang dapat digunakan diantaranya problem based learning, karena model ini dapat

LAPORAN CAPAIAN INDIKATOR KINERJA UTAMA TAHUN 2015 Unit : Deputi Bidang Koordinasi Kerjasama Ekonomi Internasional6.

kebijakan/kajian/telaahan dan sosialisasi. Strategi tersebut merupakan langkah- langkah Deputi Bidang Koordinasi Kerja Sama Ekonomi Internasional mendorong peningkatan kinerja

1) Persentase (%) kesepakatan kerjasama ekonomi internasional yang terselesaikan; Sepanjang tahun 2015, Deputi Bidang Koordinasi Kerja Sama Ekonomi Internasional

Deputi Bidang Koordinasi Percepatan Infrastruktur dan Pengembangan Wilayah 3 Pada tahun 2019, Deputi Bidang Koordinasi Percepatan Infrastruktur dan Pengembangan Wilayah

Penyusunan Laporan Kinerja Tahun 2015 Deputi Bidang Koordinasi Percepatan Insfrastruktur dan Pengembangan Wilayah Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian merupakan

Rekomendasi kebijakan di bidang fiskal yang diterima deputi adalah dokumen-dokumen usulan kebijakan yang dihasilkan bersama Stakeholder terkait yang disampaikan

D Flip-Flop dengan Preset dan Clear Flip-flop T Flip-flop JK Bahasan Rangkaian Sekuensial Rangkaian Sekuensial Elemen Memori Latch Latch SR Gated SR Latch Latch D (Data)