• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Kabupaten Asmat merupakan salah satu kabupaten pemekaran baru dari

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Kabupaten Asmat merupakan salah satu kabupaten pemekaran baru dari"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

1 BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Kabupaten Asmat merupakan salah satu kabupaten pemekaran baru dari Kabupaten Merauke di Propinsi Papua sesuai dengan Undang-Undang nomor 26 Tahun 2002 tentang pemekaran kabupaten. Luas Kabupaten Asmat adalah 23.746 km² yang sebagian besar terdiri dari wilayah dataran rendah dan berawa (BPS, 2005). Sejak dimekarkan dari kabupaten induk, Kabupaten Asmat diharapkan dapat lebih mendekatkan pelayanan kepada masyarakat dan terkelolanya potensi sumber daya alam secara bijaksana sesuai karakteristik lokal guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Permasalahan dalam mengembangkan sektor pertanian di Kabupaten Asmat terbentur pada permasalahan faktor alamiah yaitu keadaan topografi berawa yang berakibat pada sulitnya mobilitas penduduk yang secara langsung berdampak pada aktifitas perekonomian daerah.

Kabupaten Asmat memiliki luas areal hutan sekitar ± 2.029.424 ha atau 89,1 % dariluas total wilayah. Areal hutan rawa meliputi hamper keseluruhan wilayah Kabupaten Asmat. Pemanfaatan hasil hutan terutama produksi kayu bulat asal HPH, sejak tahun 2005 sudah tidak ada lagi. Walaupun produksi kayu asal Hak Pengusahaan Hutan (HPH) sudah tidak ada lagi namun sebenarnya penebangan oleh masyarakat baik perorangan maupun kopermas masih berlangsung hanya saja datanya sulit diperoleh karena belum tersedia.

Sejak tahun 1994 keputusan Departemen Kehutanan tentang Pelarangan /Penghentian HPH khususnya eksport kayu bulat dari Asmat menyebabkan

(3)

2

hilangnya sumber kehidupan ekonomi atau lifely hood masyarakat setempat. Kondisi ini juga berdampak negatif pada pengusaha, pedagang lokal yang selama ini menjadikan pengolahan kayu bulat sebagai usaha ekonomis.

Pola kehidupan masyarakat di Asmat umumnya merupakan peramu murni yang artinya tidak memiliki insentif lainnya kecuali pemanfaatan sumberdaya alam. Desakan kebutuhan yang meningkat inilah mendorong meningkatnya usaha pencaharian gaharu yang memiliki nilai jual tinggi dan ketersediaan potensi yang berlimpah.

Sejak tahun 1995 kegiatan pencaharian gaharu di Kabupaten Asmat menjadi salah satu usaha yang diandalkan sebagai sumber usaha ekonomi masyarakat. Sistem pencaharian dilakukan dengan bantuan pedagang lokal sebagai pemodal untuk operasional selama kegiatan pencaharian gaharu, yang berlangsung dalam rentang waktu yang cukup lama. Pemberi modal/plasma mengirimkan orang kepercayaannya/pedagang pengepul untuk bersama masyarakat pencari gaharu masuk ke dalam hutan selama berminggu minggu bahkan mencapai bulan. Pada saat masuk hutan pedagang pengepul membawa bahan operasional antara lain bahan makanan, bahan bakar minyak serta bahan kelontongan lainnya. Masyarakat pencari akan mengambil bahan-bahan tersebut yang nantinya diperhitungkan dengan nilai gaharu yang diperoleh. Tidak jarang hasilnya impas atau bahkan minus karena pengambilan melebihi jumlah gaharu yang didapat, hal ini akan menjadi hutang masyarakat pencari di kegiatan pencaharian berikutnya. Pedagang pengepul biasanya juga membawa barang-barang yang sebenarnya tidak menjadi kebutuhan para pencari, seperti radio, televisi, dan lain-lain. Hal ini

(4)

3

menjadikan mereka sangat konsumtif dan uang hasil penjualan gaharu habis dalam tempo yang sangat singkat untuk hal-hal yang tidak menjadi kebutuhan dasar dan mendesak.

Panenan gaharu tidak terlepas dari tata cara hokum adat setempat. Para penduduk suatu kampong telah mempunyai klaim wilayah panenan, sehingga tidak ada perebutan lahan pencarian gaharu. Masing-masing wilayah telah ada penguasaannya, sehingga memberikan kebebasan kepada masing-masing kelompok untuk melakukan cara panenan dan penjualan. Dua metode yang umum dilakukan adalah (a) pemilik konsesi lahan mencari sendiri gaharu yang ada di wilayah penguasaan dengan dibantu oleh kerabat dan menjualnya ke pengepul, atau (b) pemilik konsesi menjual hak panenan di lokasi konsesi untuk satuan waktu atau jumlah tertentu kepada pihak lain (Semadiet all, 2010).

Sistem perdagangan sudah semakin terbuka dan mulai menjadi target pengawasan dan penarikan retribusi oleh pemerintah daerah setempat. Pengumpulan produk gaharu masih tetap difokuskan pada sisa kayu yang terbenam di rawa (decaying log). Kegiatan pencarian sisa produk gaharu tersebut masih tetap menguntungkan masyarakat setempat karena (a) luasnya wilayah tebangan di masa lalu yang masih menyisakan banyak produk gaharu yang terbenam dalam rawa, (b) relative mampu dijangkau dari wilayah tempat tinggal, dan (c) hasil jual panenan sudah mencukupi kebutuhan. Aktivitas koleksi gaharu (kamedangan) semakin meningkat pada bulan November dan Desember di tiap tahun, menjelang masuknya perayaan Natal dan tahun baru.

(5)

4

Perkembangan ini menuntut suatu analisis kelayakan ekonomi dalam usaha pencaharian gaharu di Kabupaten Asmat. Analisis ini sangat penting karena berkaitan dengan keberlangsungan sumber ekonomi rakyat, kelestarian sumber daya alam dan pemasukan pendapatan daerah.

Sebagai komoditas yang berorientasi pada pasar ekspor, maka untuk menjadikannya sebagai penggerak perekonomian di Kabupaten Asmat, diperlukan penelitian mendalam dari pengusahaan komoditas tersebut mulai dari perencanaan dan desain produk sampai mengantarnya pada konsumen akhir. Hal ini penting sebagai dasar untuk membangun daya tarik, daya tahan dan daya saing dari komoditas gaharu tersebut. Berdasarkan uraian di atas maka perlu dikaji lebih lanjut tentang kelayakan pengembangan pengolahan gaharu di Kabupaten Asmat. 1.2. Perumusan Masalah

Kondisi saat ini seperti yang diuraikan di atas, menunjukkan bahwa dampak dari pencaharian gaharu meningkatkan kesenjangan sosial dalam aspek ekonomi, di mana petani pengepul gaharu merasa bahwa para pedagang pengepul , pedagang besar dan pedagang luar daerah mempunyai pendapatan jauh lebih besar dibandingkan dengan mereka. Berdampak pula pada potensi sumber daya alam yang mulai menurun karena pencaharian yang terus menerus, tetapi tetap dilakukan karena usaha pencaharian gaharu sampai saaat ini merupakan usaha ekonomi yang sangat menjanjikan.

Dalam Seminar Nasional Gaharu (2005), dijelaskan bahwa permintaan dan harga gaharu yang cukup tinggi telah memacu pesatnya perburuan dan penebangan pohon penghasil gaharu yang ada di hutan alam tropika. Penebangan

(6)

5

pohon dilakukan secara serampangan sehingga eksploitasi hutan menjadi tidak terkendali. Akibatnya, sumber genetik species Aquilaria sebagai penghasil gaharu di hutan alam menjadi terkikis, dan dalam perkembangannya, hamper semua jenis gaharu menjadi semakin sulit ditemukan di hutan alam. Sehingga dalam konferensi CITES ke 13 (Convention on International Trade in Endangered

Species of Wild Fauna and Flora) di Bangkok pada tahun 2004, menyatakan

jenisAquilaria spp. Dan Gyrinops spp. Dimasukkan dalam apendix II. Menindaklanjuti keputusan itu, pada tahun 2005 Departemen Kehutanan melalui Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) menetapkan kuota ekspor jenis Aquilaria filarial dan Aquilaria malaccensis masing – masing menjadi 125 ton dan 50 ton per tahun (Wiguna et al., 2006). Pelaksanaan pemanfaatan gaharu berdasarkan sistem kuota (jatah) dari Dirjen PHKA Departemen Kehutanan dimaksudkan adalah agar pemanfaatan gaharu bisa berasal dari alam dan budidaya. Keberadaan usaha pemanfaatan dan budidaya akan mendorong pertumbuhan ekonomi, perluasan kesempatan kerja, meningkatkan pembangunan dan terbukanya isolasi di daerah pedesaan.

Hasil survey Potensi Pohon Penghasil Gubal Gaharu dan Kemendangan di Kabupaten Asmat oleh KSDA Kabupaten Asmat tahun 2010 menyatakan bahwa potensi gaharu Irian (Aquilariafilaria) di Kabupaten Asmat tersebar hampir pada semua distrik. Pada Distrik Akat banyak terdapat di Kampung Beco, Yuni, Buetkuar, dan Manep Simini. Distrik Atsj banyak terdapat di Kampung Bine, Fos, Prinskap dan Kampung Waganu. Masyarakat banyak tergantung pada kayu gaharu tersebut, sehingga dapat meningkatkan pendapatan sehari-hari. Kehidupan

(7)

6

masyarakat di daerah yang mempunyai potensi gaharu, hampir 80% masyarakatnya bermata pencaharian sebagai pencari gaharu.

Tabel 1. Data Kerapatan Tegakan, Penyebaran Tegakan, Dominasi Tegakan dan Index Nilai Penting (INP), Indeks Keragaman Gaharu Irian (Aquilaria filaria) di Distrik Akat, Distrik Atsj Kabupaten Asmat Tahun 2010.

Nama Distrik

Kerapatan Tegakan Penyebaran Tegakan

S Pc T Ph S Pc T Ph

K KR K KR K KR K KR F FR F FR F FR F FR Akat 1750 11,5 246 9,5 70 15,9 200 8,3 0,5 14,7 0,5 13,5 0,7 18,4 0,4 7,8 Atsj 435 7,27 98 6,58 50 14,6 67 5,12 0,2 11,7 0,3 14,3 0,2 8,3 0,3 8,3

Dominasi Tegakan & Indeks Nilai Penting (INP) Indeks Keragaman

S Pc T Ph INP

S Pc T Ph

D DR D DR D DR D DR S P T P

- - - - 102 7,4 579 4,4 26,2 23 41,7 20,5 2,7 2,4 - 2,1 - - - - 67 6,6 257 3,5 18,97 20,88 29,51 16,92 2 1,5 - 1,1 Sumber : Laporan Survey Potensi Pohon Penghasil Gubal Gaharu dan Kemendangan Kab. Asmat

2010

Keterangan : S = Semai, Pc = Pancang, T = Tiang, Ph = Pohon K = Kerapatan (lnd/Ha), KR = Kerapatan Relatif (%) F = Frekuensi, FR = Frekuensi Relatif (%)

D = Dominasi, DR = Dominasi Relatif (%)

Berdasarkan hasil analisa vegetasi diketahui bahwa kerapatan jenis Gaharu Irian (Aquilaria filaria) diduga masih tinggi (K = 1750 Ind/Ha) dengan (KR=11,5 %) tingkat semai, kemudian pada tingkat pancang (K=240 Ind/Ha) dengan (KR=9,5 %), dan pada tingkat pohon (K=200 Ind/Ha) dengan (KR=8,3%). Apabila dibandingkan dengan jenis-jenis yang lainnya maka dapat disimpulkan bahwa jenis ini membentuk suatu komposisi tegakan yang cukup stabil, dan kemampuan menyebar yang sedang. Diketahui pula bahwa jenis Gaharu Irian (Aquilariafilaria) mempunyai Indeks Nilai Penting (INP) tingkat semai = 26,6,

(8)

7

pancang = 23,5, tiang = 29,1 dan pada tingkat pohon 11,7. Hal ini dapat diduga bahwa jenis tersebut cukup dominan setelah jenis becipu dan senap.

Tingkat kemampuan suatu tegakan dalam melakukan proses suksesi dapat dilihat dari nilai Indeks Keragaman (H’) pada berbagai tingkatan. Pada tingkat semai nilai Indeks Keragamannya adalah 2,7, tingkat pancang 2,4 dan tingkat pohon 2,1. Dengan nilai tersebut maka dapat disimpulkan bahwa hutan rawa di Kampung Yuni Distrik Akat mempunyai tingkat kemantapan sedang dalam proses suksesi. Artinya hutan tersebut mempunyai keragaman, penyebaran jumlah individu tiap spesies dan kestabilan komunitas yang sedang.

Sedangkan di Kampung Sagoni menghasilkan komposisi nilai dari setiap parameter yang diukur relatif dibawah nilai yang ada di Kampung Yuni, sehingga dapat disimpulkan bahwa di hutan rawa dekat Kampung Sagoni potensi gaharu Irian lebih sedikit dibandingkan dengan potensi di Kampung Yuni.

Kabupaten Asmat dengan adanya aktifitas pecaharian Gaharu Irian (Aquilaria filaria) turut memberikan kontribusi kepada negara melalui iuran Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).

Tabel 2. Rekapitulasi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNPB) Bersumber dari Gaharu Irian (Aquilaria filaria) Pada Balai besar KSDA Papua

kuota 2010, 2011, 2012, 2013 (Wilayah SKW I Agats)

No Kuota Total Nilai PNPB Asmat %

1. 2010 2.629.768.775 227.024.300 8,633 2. 2011 3.462.122.500 2.959.387.900 85,48 3. 2012 4.154.599.000 3.359.275.600 80,86 4. 2013 2.407.147.620 1.599.569.160 66,45 5. TOTAL 12.653.637.895 8.145.256.960 64,37

(9)

8

Persentase Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNPB) pada Balai Besar KSDA Papua pada empat tahun terakhir dari total sebesar Rp.12.653.637.895,-, Rp. 8.145.256.960,- (64,37%) berasal dari Kabupaten Asmat. Jika harga 1 kg gubal gaharu dan kemendangan per kilonya diwajibkan membayar PNPB sebesar 1.500 rupiah maka dalam empat tahun terakhir Kabupaten Asmat mengirim keluar daerah gubal/kemendangan sebesar ± 5.430.171 kilo gram. Data ini belum termasuk pengiriman keluar secara ilegal . Hal ini menunjukkan betapa besar potensi Kabupaten Asmat dari kegiatan pencaharian gaharu.

Kondisi tersebut menunjukkan bahwa Kabupaten Asmat memiliki potensi pengembangan gaharu yang besar, namun apakah nilai tambah dari industri minyak gaharu dapat dinikmati secara proporsional oleh tiap orang yang terlibat? Bagaimana juga dengan kemungkinan kelayakan usaha pengembangan pengolahan gaharu apabila dilakukan di Kabupaten Asmat? Terkait dengan hal tersebut maka permasalahan penelitian yang dikembangkan adalah:

1. Bagaimana aspek produksi, aspek manajerial, aspek komersial,nilai ekonomis, aspek dampak lingkungan termasuk rantai pemasaran hasil. 2. Bagaimana Kelayakan usaha pengolahan gaharu di Kabupaten Asmat.

(10)

9 1.3.TujuanPenelitian

1.

2.

Mendeskripsikan berbagai aspek usaha pencaharian gaharu dan pengolahannya antara lain; aspek produksi, aspek manajerial, aspek komersial, nilai ekonomis, aspek dampak lingkungan termasuk rantai pemasaran hasil.

Menganalisis biaya dan pendapatan

3. Menganalisis Kelayakan usaha pengolahan gaharu dari Kabupaten Asmat.

1.4. Hipotesis

Usaha pengolahan gaharu dari Kabupaten Asmat layak untuk dilakukan. 1.5. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:

1. Mendapatkan gambaran yang jelas sesuai realita tentang usaha pengolahan gubal gaharu sebagai ekonomi produktif masyarakat, dan kemungkinan sebagai sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD).

2. Untuk peneliti lain, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan dasar untuk menindaklanjuti penelitian berikutnya sesuai dengan paradigm ilmu yang berkembang.

3. Bahan pertimbangan pemerintah untuk menjadikan pengembangan gaharu sebagai program prioritas peningkatan ekonomi kemasyarakatan.

Gambar

Tabel 1. Data Kerapatan Tegakan, Penyebaran Tegakan, Dominasi Tegakan dan Index Nilai Penting                 (INP), Indeks Keragaman Gaharu Irian (Aquilaria filaria) di Distrik Akat, Distrik Atsj                 Kabupaten Asmat Tahun 2010
Tabel 2. Rekapitulasi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNPB) Bersumber dari               Gaharu Irian (Aquilaria filaria) Pada Balai besar KSDA Papua

Referensi

Dokumen terkait

Hasil koleksi referensi reservoir penyakit adalah tikus rumah Rattus tanezumi ditemukan baik di Kecamatan Nongkojajar, Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur (3 ekor) maupun

Dari pengamatan proses perancangan, implementasi sampai pada proses evaluasi materi ajar menggunakan media sosial, penulis berkesimpulan bahwa penggunaan media sosial

Dengan membandingkan waktu input rata-rata keseluruhan dari kedua jenis gambar, maka didapatkan waktu input rata-rata untuk gambar kompleks, yaitu 16,61 detik, jauh lebih lama

Selama periode pengamatan hanya variabel biaya operasional pendapatan operasional (BOPO) yang berpengaruh secara parsial terhadap profitabilitas (return on assets) dengan

Hasil penelitian memberikan gambaran bahwa pengetahuan, sikap dan manajemen lak- tasi ibu di wilayah kerja Puskesmas Samaenre pada tahun 2014 sebagian besar masih berada pada

Oleh karena itu sebagai guru pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan harus dapat memiliki strategi belajar yang dapat membantu siswa agar dapat mengembangkan

Secara keseluruhan hasil penelitian ini sikap remaja perempuan dalam menghadapi timbulnya seks sekunder di Kelas VIII MTsN Gondangrejo Karanganyar sikap negatif sebanyak

• Latihlah kedisiplinan untuk menghilangkan kebiasaan buruk dalam berpidato dengan cara: dengarkan diri kita sendiri berbicara, pikirkan apa yang akan kita katakan,