• Tidak ada hasil yang ditemukan

Model Tata Guna Lahan Untuk mendukung Ketersediaan Air yang Berkelanjutan di Daerah Aliran Sungai Krueng Peusangan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Model Tata Guna Lahan Untuk mendukung Ketersediaan Air yang Berkelanjutan di Daerah Aliran Sungai Krueng Peusangan"

Copied!
64
0
0

Teks penuh

(1)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan

Sumber daya alam adalah unsur lingkungan hidup yang terdiri atas sumber daya hayati dan non hayati yang secara keseluruhan membentuk kesatuan ekosistem (UU No. 32 Tahun 2009). Sumberdaya alam merupakan salah satu unsur dari lingkungan hidup yang terbentuk karena kekuatan alamiah sangat penting artinya dalam memenuhi berbagai kebutuhan dan keperluan manusia, Pasal 1 angka 5 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1982 menyebutkan bahwa sumber daya adalah unsur lingkungan hidup yang terdiri atas sumberdaya manusia, sumberdaya alam hayati, sumberdaya alam non hayati dan sumberdaya buatan.

(2)

dalam pemanfaatan sumberdaya air terutama pada musim kemarau perlu dikendalikan agar tidak menjadi konflik diantara para stakeholder.

Ketersediaan sumber air pada suatu daerah sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor iklim, geologi, bentuk wilayah tanah dan tutupan lahan (Kodoatie, 2005). Hubungan ketersediaan air dengan kebutuhan air pada suatu wilayah merupakan daya dukung air pada wilayah tersebut. Dengan mengetahui daya dukung air maka dapat diketahui suatu wilayah dalam keadaaan surplus (ketersediaan air mencukupi) atau defisit (tidak memenuhi kebutuhan air) Untuk memenuhi kebutuhan air, fungsi lingkungan yang terkait dengan sistem tata air harus dilestarikan. (Kementrian Lingkungan Hidup, 2009).

2.2 Pengelolaan Sumberdaya Air

Salah satu pengelolaan sumberdaya alam adalah pengelolaan sumberdaya air. Untuk mengelola sumberdaya air sangat berhubungan dengan siklus hidrologi. Menurut Soemarto (1995) daur atau siklus hidrologi adalah gerakan air laut ke udara, kemudian jatuh ke permukaan tanah, dan akhirnya mengalir ke laut kembali atau dapat dikatakan siklus air atau siklus hidrologi adalah sirkulasi air yang tidak pernah berhenti dari atmosfer ke bumi dan kembali atmosfir melalui kondensasi, presipitasi, evaporasi dan transpirasi. Proses perjalanan air di daratan terjadi dalam komponen-komponen siklus hidrologi yang membentuk sistem Daerah Aliran Sungai (DAS). Jumlah air di bumi secara keseluruhan relatif tetap, yang berubah adalah wujud dan tempatnya diperoleh.

(3)

kembali ke laut. Tidak adanya keseragaman waktu yang di perlukan oleh suatu daur. Selama musim kemarau kelihatannya daur seolah-olah berhenti, sedangkan dalam musim hujan berjalan kembali. Intensitas dan frekuensi daur tergantung kepada letak geografi dan keadaan iklim suatu lokasi. Siklus ini berjalan karena sinar matahari. Posisi matahari akan berubah setiap masa menurut meridiannya (meskipun sebenarnya posisi bumi yang berubah). Berbagai bagian daur dapat menjadi sangat kompleks, sehingga kita hanya dapat mengamati bagian akhir saja terhadap suatu curah hujan di atas permukaan tanah yang kemudian mencari jalannya untuk kembali ke laut. Daur hidrologi memberikan kesan tentang adanya mekanisme yang kontinu, dimana dari awal sampai akhir air bergerak secara tunak dengan kecepatan konstan. Pergerakan air melalui daur tersebut tidak menentu, baik mengenai waktu maupun daerahnya. Kadang-kadang alam memberikan hujan yang amat deras, yang menyebabkan kapasitas saluran di permukaan tanah menjadi penuh. Pada daerah yang berdekatan, variasi daur hidrologi mungkin berbeda. Tepatnya, keadaan ekstrim mengenai banjir dan kemarau merupakan hal yang menarik perhatian para pakar hidrologi teknik, dimana demi kepentingan proyek-proyek teknik hidrologi, dirancang untuk melindungi dari pengaruh-pengaruh yang merugikan akibat keadaan ekstrim tesebut (Linsley, 1989).

2.3 Daerah Aliran Sungai (DAS)

(4)

suatu titik pada suatu sungai yang oleh batas topografi mengalirkan air hujan yang jatuh diatasnya ke dalam sungai yang sama dan melalui titik yang sama pada sungai tersebut. Keputusan Menteri Kehutanan nomor 52 tahun 2001, tentang Pedoman Penyelenggaraan Pengelolaan DAS, Daerah Aliran Sungai didefinisikan sebagai suatu daerah tertentu yang bentuk dan sifat alamnya sedemikian rupa, sehingga merupakan kesatuan sungai dan anak-anak sungainya yang melalui daerah tersebut dalam fungsi untuk menampung air yang berasal dari curah hujan dan sumber air lainnya dan kemudian mengalirkan melalui sungai utama (single outlet). Satu DAS dipisahkan dari wilayah lain disekitarnya (DAS-DAS lain) oleh

pemisah alam topografi seperti punggung bukit dan pengunungan. Sub DAS adalah bagian DAS yang menerima air hujan dan mengalirkannya melalui anak sungai ke sungai utama.

(5)

Daerah Aliran Sungai merupakan suatu ekosistem. Ekosistem adalah suatu sistem ekologi yang terdiri atas komponen-komponen yang saling berintegrasi sehingga membentuk suatu kesatuan. Dalam Undang-Undang No. 32 Tahun 2009, ekosistem adalah tatanan unsur lingkungan hidup yang merupakan kesatuan yang menyeluruh dan saling mempengaruhi dalam membentuk keseimbangan, stabilitas dan produktivitas lingkungan hidup. Ekosistem DAS merupakan kesatuan yang terdiri dari kondisi fisik, biologis, dan manusia dimana satu dengan yang lain saling berkaitan erat membentuk keseimbangan. Untuk menjaga keseimbangan ekosistem agar dapat menopang kehidupan manusia terus-menerus, perlu adanya pengelolaan sumber daya alam untuk memelihara dan melindungi keadaan DAS sehingga dapat menghasilkan air untuk berbagai kepentingan. Dengan tercapainya tujuan pengelolaan DAS, maka diharapkan tercipta tata air yang baik dan optimum ditinjau dari segi kualitas, kuantitas dan waktu.

(6)

Menurut Sastrodihardjo (2010) Daerah Aliran Sungai merupakan satu kesatuan ekosistem yang unsur-unsur utamanya terdiri atas sumberdaya alam tanah, air dan vegetasi serta sumberdaya manusia sebagai pelaku pemanfaatan sumberdaya alam tersebut. Beberapa tempat di Indonesia, DAS memikul beban berat sehubungan dengan tingkat kepadatan penduduk yang tinggi dan pemanfaatan sumberdaya alam yang intensif sehingga kondisi DAS semakin menurun dengan indikasi meningkatnya tanah longsor, erosi sedomentasi, banjir dan kekeringan. Di sisi lain tuntutan terhadap kemampuan DAS dalam menunjang sistem kehidupan masyarakat baik di hulu maupun di hilir semakin besar.

Bentuk – bentuk DAS dapat dibagi dalam empat bentuk, yaitu berbentuk bulu burung, radial, paralel, dan kompleks. Karaktersistik masing-masing bentuk dapat dilihat pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1 Bentuk–bentuk Daerah Aliran Sungai (DAS) Sumber: Hamdan (2004)

Ketiga bentuk DAS tersebut memiliki karakteristik masing-masing, yaitu tipe bulu burung yang memiliki karakteristik jalur anak sungai dikiri kanan sungai utama mengalir menuju sungai utama, debit banjir kecil karena waktu tiba banjir dari anak-anak sungai berbeda-beda, banjir berlangsung agak lama. Tipe radial bentuk DAS menyerupai kipas atau lingkaran, anak – anak sungai berkonsentrasi

(7)

kesuatu titik secara radial, banjir besar terjadi di titik pertemuan anak sungai. Untuk tipe parallel mempunyai corak dimana dua jalur aliran sungai yang sejajar bersatu dibagian hilir, banjir terjadi dititik pertemuan anak sungai, sedangkan untuk tipe kompleks memiliki beberapa buah bentuk dari ketiga bentuk DAS (Ramdan, 2004).

Dalam ekosistem DAS, daerah aliran sungai dibagi menjadi daerah hulu, tengah dan hilir. Secara biogeofisik daerah hulu DAS dicirikan oleh hal-hal sebagai berikut : merupakan daerah konservasi, mempunyai kerapatan drainase lebih tinggi, merupakan daerah dengan kemiringan lereng besar (lebih besar daeri 15%), bukan daerah banjir, pengaturan pemakaian air ditentukan oleh pola drainase, dan jenis vegetasi umumnya merupakan tegakan hutan. Sementara daerah hilir DAS dicirikan sebagai daerah pemanfaatan, kerapatan drainase lebih kecil, kemiringan lereng kecil sampai sangat kecil (kurang dari 8%) , pada beberapa tempat merupakan daerah banjir (genangan), pengaturan pemakaian air ditentukan oleh bangunan irigasi, dan jenis vegetasi didominasi tanaman pertanian. Daerah Aliran Sungai bagian tengah merupakan daerah transisi dari dua karakteristik biogeofisik DAS yang berbeda tersebut. Ekosistem DAS hulu merupakan bagian yang penting karena mempunyai fungsi perlindungan terhadap seluruh bagian DAS. Perlindungan ini, antara lain adalah dari segi fungsi tata air.

(8)

proses terhadap hujan akan memberikan keluaran sebagai akibat interaksi semua proses yang terjadi (Pawitan, 1995). Oleh karena itu pengelolaan DAS merupakan suatu bentuk pengembangan dari wilayah yang menempatkan DAS sebagai unit pengelolaan sumberdaya alam yang secara umum untuk mencapai tujuan peningkatan produksi pertanian dan kehutanan yang optimum dan berkelanjutan dengan upaya menekan kerusakan seminimum mungkin agar distribusi air sungai dapat merata sepanjang tahun.

2.4 Keseimbangan Air (Water Balance)

Dalam siklus hidrologi, penjelasan mengenai hubungan antara aliran ke dalam (inflow) dan aliran keluar (outflow) di suatu daerah untuk suatu perioda tertentu disebut neraca air atau keseimbangan air (water balance). Persamaan hidrologi memberikan makna kuantitatif dari evaluasi siklus hidrologi. Persamaan dasar adalah sebuah pernyataan sederhana dari Hukum Konservasi Massa (Seyhan, 1993) yang diekspresikan sebagai :Inflow = Outflow ± ∆S (Keterangan: I = masukan (inflow),O = keluaran (outflow),ΔS = perubahan tampungan (storage change)).

(9)

ΔS. Ruang yang dimaksud dapat ruang kecil seperti panci penguapan, sampai

ruang yang luas seperti : danau, waduk, sungai, kolom tanah atau akuifer, petak sawah, suatu wilayah administrasi tertentu.

Sistem cadangan air tanah yang berasal dari air hujan dipengaruhi oleh struktur geologi, geomorphologi dan hidrologi daerah. Struktur tersebut akan menentukan jumlah dan kualitas cadangan air tanah suatu wilayah. Aktivitas manusia berupa kegiatan rumah tangga, industri dan tata guna lahan dapaat menganggu keseimbangan struktur dari sistem air tanah. Hal ini akan membawa dampak pada penurunan kuantitas dan kualitas air tanah (Djijono,2002).

2.5 Resapan Air

Menurut Linsley et. al. (1989) infiltrasi adalah proses lewatnya air dari permukaan tanah ke dalam tanah. Hal ini melibatkan masuknya air ke dalam tanah, penyimpanan air di dalam tanah, dan pergerakan air di dalam tanah oleh perkolasi. Ketika air masuk ke dalam tanah, maka sebagianya akan mengisi pori tanah yang masih kosong (sorption) dan sebagianya akan diteruskan ke pori-pori sekitarnya atau ke lapis tanah yang lebih dalam (diffusion). Setelah seluruh pori pada zona bersangkutan terisi penuh (menjadi jenuh) maka sorptivitas menjadi (0), dan yang tertinggal hanya diffusitas kebawah dengan laju yang sama dengan konduktivitas hidrolik jenuh tanahnya.

(10)

saat infiltrasi pada kondisi tergenang, akan kita lihat bahwa permukaan tanah akan jenuh, mungkin dengan kedalaman beberapa mm atau cm, dan dibawah zona jenuh ini terdapat daerah yang kurang jenuh, yang membuat zona memanjang dengan kadar air seragam yang dikenal sebagai zona transmisi (aliran). Dibawah zona ini terdapat zona pembasahan, dimana kadar air tanah berkurang sesuai dengan kedalamannya, dengan gradien yang curam menuju bagian bawah yang basah, dimana kelembaban tanah sedemikian curam sehingga terdapat semacam batas yang jelas antara tanah yang basah pada bagian atas dan tanah relatif kering pada bagian bawah (Hillel, 1996).

Laju infiltrasi didefinisikan sebagai volume air yang mengalir kedalam profil per satuan luas permukaan tanah. Pengaliran ini, yang memiliki satuan kecepatan juga dikenal sebagai ‘kecepatan infiltrasi’. Pada kondisi laju hujan melebihi kemampuan tanah untuk menyerap air, infiltrasi akan berlanjut dengan laju maksimal, yang oleh Horton (1940) disebut sebagai ‘kapasitas infiltrasi’ tanah (Hillel, 1996).

(11)

perkolasi adalah proses penyaringan air melalui pori-pori halus tanah sehingga air bisa meresap kedalam tanah (Prihanto, 1999).

Kapasitas infiltrasi adalah kemampuan tanah untuk menyerap air. Kapasitas infiltrasi mempengaruhi terjadinya aliran permukaan. Jika kapasitas infiltrasi tinggi, air hujan tidak cukup menjadi aliran permukaan dan oleh karena itu pengangkutan partikel-partikel tanah terlepas relatif kecil, sehingga kehilangan tanah yang terjadi juga kecil. Kapasitas infiltrasi tergantung pada dua faktor, yaitu permeabilitas dan kondisi permukaan tanah. Permeabilitas tanah ini tergantung pada jenis, struktur dan tekstur tanah, mineral-mineral lempung yang dominan (koalinit/montmoriilonite), kandungan bahan organik dan adanya garam-garam tertentu (Na+ atau Ca++). Tekstur tanah menyatakan proporsi partikel-partikel tanah seperti pasir, debu dan liat. Proporsi-proporsi tersebut akan mempengaruhi porositas tanah yang meliputi jumlah, ukuran dan kemantapan pori-pori tanah. Selain itu, kondisi permukaan tanah juga mempengaruhi proses masuknya air kedalam tanah. Faktor ini merupakan bagian dari faktor-faktor yang mempengaruhi permeabilitas tanah (Hardjomidjojo, 1993).

2.5.1 Proses dan faktor yang mempengaruhi infiltrasi

(12)

kapiler. Gaya gravitasi akan menarik air ke dalam (non kapiler) sebagian besar bukaan seperti patahan, retakan. Dalam pengaruh gaya gravitasi air akan jatuh ke dalam tanah. Gaya hisap kapiler akan menghisap air dan menggerakan air secara vertikal dari permukaan ke dalam tanah. Gaya hisap kapiler tercipta akibat adanya hubungan antara molekul-molekul air, dengan partikel tanah oleh ikatan hidrogen. Semakin dekat molekul air terhadap partikel tanah maka semakin kuat ikatanya. Tanah yang kering mempunyai gaya kapiler yang kuat dibandingkan tanah yang basah hal ini dikarenakan molekul air sangat dekat dengan partikel tanah . Gaya kapiler ini akan menurun seiring dengan meningkatnya kelembaban tanah karena penambahan molekul akan membuat jarak yang cukup besar antara molekul air dari partikel tanah.

Proses infiltasi dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain Tanah (tekstur dan struktur tanah, persediaan air awal (kelembaban awal), kegiatan hidrologi dan unsur organik, jenis dan kedalaman seresah, dan tumbuhan bawah atau tajuk penutup lahan lainnya. Tanah remah akan memberikan kapasitas lebih kecil dibandingkan tanah liat. Tanah dengan pori-pori jenuh air mempunyai kapasitas lebih kecil dibandingkan tanah dalam keadaan kering, atau dengan kata lain laju infiltrasi ditentukan oleh:

a. Tekstur

(13)

memperlihatkan pula fraksi tanah yang lebih besar dari pasir (lebih dari 2 mm). Tanah-tanah yang bertekstur pasir mempunyai luas permukaan yang kecil sehingga sulit menahan air dan unsur hara, sedangkan tanah-tanah yang bertekstur liat mempunyai permukaan yang luas sehingga kemampuan menahan air dan menyediakan unsur hara yang tinggi (Endang, Dwi dan Rahayuning, 1988). Terdapat hubungan yang erat antara tekstur tanah dengan sifat-sifat tanah lain, seperti kapasitas tukar kation, porositas, kecepatan infiltrasi dan permeabilitas. Kelompok kehalusan/kekasaran tanah tertentu disebut kelas tekstur tanah. Kelas tekstur tanah ditetapkan berdasarkan perbandingan relatif bobot pasir, debu dan liat dengan menggunakan segitiga tekstur USDA.

(14)

Sedangkan menurut Chow (1964) terdapat perbedaan kelas tanah dalam hubungannya dengan infiltrasi seperti pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Sifat fisik tanah pada berbagai kelas tekstur tanah

Sumber : Chow, 1964 b. Kadar air tanah

Di dalam tanah, air berada di dalam ruang pori diantara padatan tanah. Jika tanah dalam keadaan jenuh air, semua ruang pori tanah terisi oleh air. Dalam keadaan ini jumlah air yang disimpan di dalam tanah jadi merupakan jumlah air maksimum. Selanjutnya, jika tanah kita biarkan mengalami pengeringan, sebagian ruang pori akan terisi udara dan sebagian lainnya terisi air (Islami dan Wani, 1995).

Resapan air tanah alamiah adalah aliran yang bergerak dari zona tak jenuh Konduktivita

Lempung Liat Berpasir 0,15

Lempung Berliat 0,10

Lempung Liat Berdebu 0,10

Lempung berpasir 1,09

Lempung 0,34

Lempung Berdebu 0,65

Tekstur tanah Porositas Porositas efektif

Pasir 11,78

Pasir Berlempung 2,99

(15)

karakteristik tanah dan kedalaman muka air tanah. Untuk jangka waktu yang lama, resapan alamiah sama dengan jumlah presipitasi dikurangi evaporasi aktual (Querner, 2001). Sedangkan daerah resapan (recharge area) merupakan suatu wilayah dimana air yang berinfitrasi pada permukaan tanahnya langsung masuk kedalam lapisan aitr tanah. Resapan yang terjadi pada suatu wilayah akan menambah simpanan air tanah pada wilayah DAS.

Menurut Volker (1908) dalam Seyhan (1990), faktor yang berperan dalam proses pembentukan resapan adalah kapasitas infiltrasi, karakteristik presipitasi, iklim, topografi, geologi tanah. Hidrograf aliran sungai selama tanpa curah hujan berlebih akan mengalami penurunan/resesi. Aliran sungai selama periode ini dibentuk dari konstribusi air tanah, yang dikenal dengan baseflow.

2.5.2 Resesi aliran dasar

Resesi aliran dasar didefinisikan sebagai penurunan kecepatan debit sungai selama jangka waktu tertentu dan bergerak mengikuti kurva eksponensial. Resesi aliran dasar dipergunakan untuk memperkirakan volume air yang meresap ke daerah DAS yang dimulai pada saat mengalami penurunan dan diakhiri pada saat debit aliran meningkat. Resesi aliran dasar diperoleh dari hidrograf aliran sungai dengan memplot komponen waktu membentuk hidrograf semi logaritmik. Kondisi resapan suatu DAS didapat dari hidrograf aliran. Pola perubahan resapan akan terbentuk dengan mengamati hidrograf semilogaritmik dalam jangka waktu lama dengan komponen aliran dasar.(Fetter, 2001)

(16)

analisis kuantitatif atas keseluruhan proses pembentukan resapan (rainfallrecharge processes) yang terjadi, karena dalam metode ini diasumsikan

bahwa fluktuasi (naik turunnya) debit air tanah telah mewakili integrasi dari proses-proses tersebut.

Proses infiltrasi yang pada umumnya mula-mula cepat kemudian melambat dan disusul dengan kondisi konstan, sehingga dapat diduga seberapa besar kebutuhan air yang diperlukan oleh suatu jenis tanah pada suatu luasan tertentu untuk membasahinya, sejak dari kondisi kering lapangan. Data hasil pengukuran laju infiltrasi digunakan untuk tujuan perencanaan air irigasi, konservasi tanah dan air. Tiap jenis tanah dan tataguna lahan dengan ciri-ciri fisika, kimia, biologi, dan mineralogi yang berbeda-beda memerlukan perhitungan kebutuhan air yang berbeda-beda dalam tujuan pemberian airnya. Oleh sebab itu pengukuran laju infiltrasi bagi tiap jenis tanah dan tataguna lahan yang berbeda di dalam suatu DAS perlu dilakukan untuk mendapatkan suatu model infiltrasi yang dapat membantu memudahkan dalam kaitannya dengan kepentingan pengeloalaan suatu DAS agar pengelolaannya secara terpadu dapat lebih tepat guna dan berhasil guna.

(17)

lokasi ternyata sangat sensitif terhadap perubahan-perubahan pada faktor-faktor tersebut diatas.

Debit terendah diperlukan untuk perkiraan indeks aliran rendah di daerah tangkapan tak gauge dan dihitung dengan model regresi regional dan model hidrologi regional, karena dengan mengetahui debit terendah (low flow) dapat menentukan musim aliran rendah yang terjadi sehingga dijadikan indikator dalam pengelolaan DAS (Engeland, 2009).

2.6 Pengertian Model

Model adalah suatu gambaran abstrak dari sistem dunia nyata (real world system) yang mempunyai kelakuan dunia nyata dalam hal-hal tertentu. Suatu

model yang baik akan menggambarkan semua segi yang penting dari kelakuan dunia nyata dalam masalah-masalah tertentu (Manetsch dan Park, 1977). Menurut Suwardi (1978) penyusun model merupakan suatu usaha untuk menirukan sistem dimana dicoba untuk menemukan komponen-komponen utama suatu sistem dan interaksi diantara setiap komponen. Selanjutnya dikemukakan validasi dan interaksi diantara setiap komponen. Validasi sebuah model bukan merupakan suatu konsep yang absolute. Suatu model di katakan sahih atau tidak tergantung pada tujuan membangun model.

(18)

pengertian simulasi adalah sebuah teknik yang mengandung pembentukan sebuah model dari situasi yang sesungguhnya yang kemudian membentuk eksperimen pada model tersebut (Setiawan, 1991). Model merupakan konsepsi mental, hubungan empirik atau kumpulan pernyataan-pernyataan matematik statistik atau dapat juga diartikan sebagai representasi sederhana dari suatu sistem, sehingga interaksi unsur-unsur yang kompleks dlam suatu sistem dapat diabstraksi dalam bentuk hubungan sebab akibat dari peubah-peubah yang ditetapkan sesuai tujuan model (Pramudya, 1989). Model dikatakan lengkap apabila dapat mewakili berbagai aspek dari realitas yang dikaji (Suwarto, 2006). Proses pemodelan dilakukan dengan membawa dunia nyata ke bentuk yang sederhana, namun dapat mewakili kondisi nyata sesuai dengan substansi yang dimodelkan (Djakapermana, 2010). Untuk memenuhi hasrat dalam mencapai pembangunan berkelanjutan, sebuah metode efektif adalah model prediksi yang sering diaplikasikan dalam perencanaan tata ruang (Hui-Hui et al., 2012).

(19)

analisis sistem yang digunakan dapat dijadikan suatu dasar pemikiran yang memungkinkan dalam memecahkan persoalan-persoalan yang rumit.

Analisis sistem akan dibentuk suatu model. Pembentukan dan menerapkan model dalam percobaan merupakan bentukan dari simulasi. Model simulasi merupakan suatu cara untuk mengetahui perubahan yang terjadi dimasa depan sebelum sebuah sistem diimplementasikan. Model simulasi merupakan teknik numerik dari percobaan hipotetik dari suatu gejala atau sistem dinamis dan dinyatakan secara kuantitatif. Model simulasi cocok digunakan untuk menganalisis permasalahan kompleks yang berkaitan dengan dinamika waktu (Borshchev et al., 2004). Hillel (1977) menyatakan simulasi merupakan teknis numerik untuk eksperimen hipoteses bagi model matematis yang dapat dijabarkan dalam tingkah laku sistem dinamik secara kuantitatif.

(20)

simulasi dilakukan dengan memasukkan data ke dalam model (Muhammadi et al., 2001).

Simulasi hidrologi merupakan mengambarkan proses curah hujan dan limpasan permukaan melalui fungsi matematik, dimana setiap komponen digambarkan dalam satu proses, dan proses sistem alam dala simulasi gabungan. Hasil dari simulasi hidrologi adalah untuk mengambarkan data curah hujan ke dalam nilai-nilai aliran. Keuntungan dari simulasi ini adalah memudahkan melakukan eksperimentasi atas suatu sistem tanpa menganggu perlakukan terhadap sistem yang diteliti sehingga lebih efisien, layak dan analisis sistem dapat dilakukan dengan singkat (Soerianegara, 1978).

2.7 Model Hidrologi

Dalam pengertian umum, model hidrologi adalah sebuah kajian sederhana (simple representation) dari sebuah sistem hidrologi yang kompleks (Harto, 1993). Dalam hidrologi terdapat beberapa macam klasifikasi model yang digunakan antara lain : model fisik (physical model) yaitu model dengan skala tertentu untuk menrukan prototiefnya, model analog (analog model) yaitu model yang disusun dengan menggunakan rangkaian resistor-kapasitor untuk memecahkan persamaan-persamaan diferensial yang mewakili proses hidrolog, model matematika (mathematical model) yaitu model yang menyajikan sistem dalam rangkaian persamaan, dan kadang-kadang dengan ungkapan-ungkapan yang menyajikan hubungan antara variabel dan parameter.

(21)

Model ini sederhana, baik dalam struktur maupun pemakaiannya. Model ini memanfaatkan persamaan-persamaan sederhana, yang dengan masukkan tertentu akan memperoleh keluaran yang bersangkutan.Statistika sering digunakan dalam model ini untuk melakukan validasi terhadap prediksi untuk kondisi yang nyata (Khandan, 2002). Model empiris digunakan untuk prediksi tetapi tidak menjelaskan perilaku sebuah sistem (b) Model konseptual, model ini merupakan model konseptual yang sangat berbeda dibandingkan dengan model empirik. Model ini lebih menekankan pada identifikasi proses yang terjadi, dan hubungan antara proses tersebut. (c) Model statistik, merupakan model yang dikenal dengan cara regresi, cara probalistik, dan cara statistik. Cara regresi dan kolerasi, pada dasarnya menunjukkan hubungan fungsional antara terukur, baik data eksperimental maupun data alami (historical data). Data yang digunakan tersebut pada umumnya merupakan data dalam interval tertentu secara statistik hubungan fungsional ini ditandai dengan besaran-besaran statistik seperti koefisien korelasi (correlation coefficient), koefisien determinasi ( determination coefficient )

(22)

melihat pengaruh urbanisasi, pengelolaan tanah, dengan membandingkan masukan dan keluaran dalam sistem tertentu, e) Ekstrapolasi data/informasi, f) Perkiraan lingkungan akibat tingkah perilaku manusia yang berubah/meningkat, g) Penelitian dasar dan hidrologi.

Sinukaban (1995) mengemukakan bahwa sebagai suatu sistem hidrologi, DAS meliputi jasad hidup, lingkungan fisik dan kimia yang berinteraksi secara dinamik, yang di dalamnya terjadi kesetimbangan dinamik antara energi dan material yang masuk dengan energi dan material yang keluar. Dalam keadaan alami, energi matahari, iklim di atas DAS dan unsur-unsur endogenik di bawah permukaan DAS merupakan masukan (input). Sedangkan air dan sedimen yang keluar dari muara DAS serta air yang kembali ke udara melalui evapotranspirasi adalah keluaran (output) DAS.

Model USLE (universal soil loss equation), MUSLE (modified USLE), RUSLE (revised USLE), CREAMS (chemical runoff and erosion from agricultural management system) dan GLEAMS (groundwater loading effect of

agricultural management system), Mock’s model, dowdy-O Donell, NAM Model,

(23)

satu kali hujan namun dapat digunakan untuk menentukan rata-rata produksi air tahunan.

WEPP (water erosion predicting project), KINEROS (kinematic erosion simulation), EUROSEM (european soils erosion model), TOP MODEL

(topografically and physically based, variable contributing area model of basin hidrology) dan ANSWERS (areal nonpoint source watershed environmental

response simulation) tergolong distributed parameter, yaitu model yang berusaha

menggambarkan proses dan mekanisme fisik dan keruangan, memperlakukan masing komponen DAS atau proses sebagai komponen mandiri dengan sifatnya masing- masing. Model tersebut secara teori sangat memuaskan, tetapi data lapangan sering terbatas untuk mengkalibrasi dan memverifikasi hasil simulasi.

Model HEC-1 adalah event model yang mensimulasikan respon hujan tunggal sebagai input data. Sedangkan SWM-IV (stanford watershed model) dan SWMM (storm water management model) merupakan continous model yang didasarkan pada persamaan kesetimbangan air dalam jangka yang lebih panjang. Model tersebut cocok untuk digunakan pada DAS yang memiliki ukuran yang lebih luas.

(24)

Model SWAT (soil and water assessment tooll) adalah model yang dikembangkan untuk memprediksi dampak pengelolaan lahan (land management practices) terhadap air, sedimen dan bahan kimia pertanian yang masuk ke sungai atau badan air pada suatu DAS yang kompleks, dengan tanah, penggunaan tanah dan pengelolaannya yang bermacam-macam sepanjang waktu yang lama (Arsyad, 2006).

2.7.1 Model NRCS

Salah satu model yang dikembangkan oleh Natural Resources Conservation Service (NRCS) United State Departement of Agriculture (USDA)

adalah Technical Release 55 (TR-55), menampilkan prosedur-prosedur yang telah dipermudah untuk menghitung direct runoff, debit puncak, hidrograf dan storage volume yang dibutuhkan untuk reservoir air banjir.Pertama kali diusulkan oleh

Soil Conservation Service (SCS) pada tahun 1986, kemudian dikembangkan

TR-55 dengan memasukkan hasil penelitian terakhir dan perubahan berdasarkan pengalaman pakar DAS. NRCS dapat menghitung runoff dengan mengenalkan prosedur dengan teknik bilangan kurva (Curve Number).

(25)

gabungan dari karakteristik tanah dan penutupan lahan. Menurut Soulis et al. (2009) bilangan CN sangat efektif menggambarkan suatu hubungan antara beberapa faktor yang berpotensi menghasilkan limpasan permukaan seperti jenis tanah, jenis dan manajemen tata guna lahan, kondisi permukaan dan kelembaban tanah sebelum terjadi hujan. Mereka juga menambahkan bahwa karena kesederhanaannya, metode ini sudah dapat diterima secara luas di Amerika Serikat dan beberapa negara lainnya. Walaupun demikian, metode ini masih juga menjadi objek penelitian terutama dalam hal efektifitas penerapannya di belahan bumi lain dengan kondisi iklim yang berbeda (Hjelmfelt, 1991; Yu, 1998).

Aliran yang dihasilkan oleh suatu kejadian hujan pada suatu lokasi sangat tergantung pada berbagai faktor seperti permeabilitas tanah, intensitas curah hujan, tata guna dan penutup lahan, tingkat kerapatan vegetasi dan tekstur tanah (Vahabi and Mahdian, 2008). Melihat faktor-faktor tersebut dapatlah disimpulkan bahwa semakin detail suatu metode dalam mengakomodasi semua faktor-faktor tersebut dalam perhitungan besarnya aliran permukaan maka akan semakin akurat hasil yang diperoleh.

(26)

menghasilkan suatu kondisi yang lebih baik dimana aliran permukaan membawa partikel-partikel tanah yang lepas sehingga mengurangi penyumbatan pori-pori tanah. Dengan meningkatnya laju infiltrasi dan permeabilitas tanah, peningkatan derajat kemiringan menghasilkan aliran permukaan yang lebih kecil.

Dampak persentase penutupan lahan juga telah dianalisis oleh Giordanengo et al. (2000) dengan membandingkan laju aliran permukaan pada suatu lahan dengan kondisi tanpa vegetasi (0%), 30 dan 60%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada tahun pertama, pengurangan persentase penutup lahan sangat mempengaruhi secara signifikan laju aliran permukaan yang dihasilkan. Penelitian ini juga menegaskan kembali adanya hubungan yang sangat erat antara besarnya aliran permukaan, penutupan lahan dan topografi.

Terlepas dari kompleksnya hubungan antara limpasan permukaan dengan faktor-faktor tanah, vegetasi, dan iklim, berbagai metode telah dikembangkan untuk memprediksikan besarnya limpasan permukaan yang dihasilkan pada suatu kejadian hujan. Metode-metode tersebut pada dasarnya bertujuan untuk menyederhanakan proses perhitungan limpasan permukaan namun tetap mempertimbangkan faktor-faktor yang berperan penting dalam terbentuknya limpasan permukaan. Salah satu metode yang sering digunakan adalah metode Soil Conservation Service (SCS) – Curve Number (CN).

(27)

perhitungan Soil Conservation Service memberikan estimasi harga CN seperti terlampir pada Lampiran 1 yang didasarkan atas kelompok hidrologi tanah.

SCS telah mengklasifikasikan 4000 jenis tanah ke dalam 4 kelompok yaitu kelompok A, B, C dan D berdasarkan infiltrasi minimum pada lahan terbuka setelah penggenangan (Haan et al., 1994). Kelompok-kelompok tersebut kemudian dinamakan Hydrologic Soil Group (HSG). Tabel 2.2 menjelaskan karakteristik tanah yang tergolong ke dalam group A, B, C, maupun D. Untuk tanah-tanah yang tidak mengalami proses pemadatan yang signifikan, pendugaan kelompok tanah dapat didasarkan pada tekstur tanah permukaan saja.

Tabel 2.2. Karakteristik HSG berdasarkan penggolongan SCS

Kelompok Tanah Laju infiltrasi Laju perpindahan air tanah

Halus sampai ke agak kasar sampai ke halus

D Tinggi HSG Potensi limpasan Halus sampai

sangat halus Sumber: Haan et al., 1994.

Keterangan :Kelompok tanah berdasarkan tekstur HSG Tekstur tanah

A B C D

Pasir, pasir berlempung, atau lempung berpasir Lempung liat atau lempung

Lumpur lempung berpasir

Lempung lumpur, lumpur lempung berliat, lumpur berpasir, lumpur berliat atau lumpur

Sumber: Rawls dan Brakensiek, 1983; Haan et al., 1994.

2.7.2 Model Mock

(28)

modelling hujan-aliran. Model hujan-aliran yang digunakan adalah Metoda Mock. Metoda Mock lebih sering dipakai dibandingkan dengan metoda-metoda yang lain (SMAR, NRECA dll) karena metoda ini dikembangkan di Indonesia, penerapannya mudah dan menggunakan data yang relatif lebih sedikit.

Model Mock mempunyai lima parameter (Mock 1973) yaitu 1) ISMS (Initial Soil Moisures Storage) adalah kelembaban tanah awal, 2) SMC (Soil Moisure Capacity) kapasitas kelembaban tanah, 3) IF (Infiltration Factor)

bahagian curah hujan yang masuk ke dalam tanah, 4) PF (Percentage Factor) bahagian dari distribusi hujan bulanan pad musim kemarau yang menjadi aliran dinyatakan dalam %, 5) MF RC ( Monthly flow Recession Constant) konstanta resesi bulanan dari aliran bulanan.

Model Mock merupakan salah satu dari sekian banyak model yang menjelaskan hubungan rainfall run off. Model Mock yang dikembangkan untuk menghitung debit bulanan rata-rata dan bias memprediksikan debit. Data-data yang dibutuhkan dalam perhitungan debit dengan Model Mock yaitu data rainfall atau presipitasi, data klimatologi (temperature, penyinaran matahari, kelembaban relative dan kecepatan angin) dan data catchment area. Model Mock meliputi beberapa langkah perhitungan, langkah perhitungan ini dimulai dari input data meteorologi, perhitungan evapotrasfirasi, perhitungan water balance, dan perhitungan debit itu sendiri.

1) Perhitungan Evapotranspirasi

(29)

sungai. Nilai evapotranspirasi aktual dipengaruhi oleh proporsi permukaan luar yang tidak tetutupi tumbuhan hijau (expoced surface) pada musim kemarau. Besarnya expoced surface (m) untuk setiap daerah berbeda-beda. Selain expoced surface evapotranspirasi terbatas juga dipengaruhi oleh jumlah hari hujan (n)

dalam bulan bersangkutan.

2) Perhitungan Water Surplus

Dalam model Mock, water surplus merupakan bagian yang penting untuk memprediksi debit sungai. Alasannya adalah karena water surplus ini berpengaruh langsung pada infiltrasi dan total run off yang merupakan komponen debit. Water surplus didefinisikan sebagai air hujan (presipitasi) yang telah mengalami evapotranspirasi dan mengisi tampungan tanah ( soil storage). Tampungan kelembaban tanah (soil moisture storage) terdiri dari kapasitas kelembaban tanah (soil moisture capacity), guna infiltrasi, limpasan permukaan tanah dan tampungan tanah (soil strorage). Mock menerapkan bahwa besarnya kapasitas kelembaban tanah maksimum adalah 200 mm/bulan.

Asumsi yang dipakai oleh F. J. Mock adalah air akan memenuhi SMC terlebih dahulu sebelum water surplus tersedia untuk infiltrasi dan perkolasi yang lebih dalam atau melimpas langsung (direct run off). Ada dua keadaan untuk menentukan SMC, yaitu:

a. SMC < 200/bulan, jika P-Ea ≥ 0

(30)

b. SMC > SMC bulan sebelumnya (P-Ea), jika P-Ea < 0.

Untuk keadaan ini, tampungan tanah lembab (soil moisture storage) belum mencapai kapasitas maksimum, sehingga ada air yang disimpan dalam tanah lembab. Besarnya air yang disimpan ini adalah P-Ea. Karena air berusaha untuk mengisi kapasitas maksimumnya, maka untuk keadaan ini tidak ada water surplus (WS = 0). Selanjutnya WS ini akan mengalami infiltrasi dan melimpas di permukaan (run-off). Besarnya infiltrasi ini tergantung pada koefisien infiltrasi.

3) Perhitungan limpasan total

Air hujan yang telah mengalami evapotranspirasi dan disimpan dalam tanah lembab selanjutnya akan melimpas di permukaan (surface run off) dan mengalami infiltrasi dan perkolasi. Menurut Mock besarnya infiltrasi adalah water surplus dikalikan dengan koefisien infiltrasi. Koefisien infiltrasi ditentukan oleh

kondisi porositas dan kemiringan daerah pengaliran lahan bersifat poros umumnya memiliki koefisien yang cenderung besar. Namun jika kemiringan tanahnya terjaldimana air tidak sempat mengalami infiltrasi dan perkolasi dalam tanah, maka koefisien infiltrasinya berniali kecil. Infiltrasi terus terjadi sampai zona tampungan air tanah (groundwater storage).

Menurut Mock besarnya groundwater storage (GS) dipengaruhi oleh:

a. Infiltrasi (I), semakin besar infiltrasi maka groundwater storage semakin besar pula begitu juga sebaliknya.

(31)

c. Groundwater storage bulan sebelumnya (GSom) nilai ini diasumsikan sebagai konstanta awal, dengan anggapan bahwa water balace merupakan siklus tertutup yang ditinjau selama satu tahun. Dengan demikian maka nilai asumsi awal ini harus dibuat sama dengan nilai akhir tahun.

Model Mock adalah model untuk memprediksikan debit yang didasarkan pada water balance. Oleh sebab itu, batasan-batasan water balance ini harus dipenuhi. Salah satunya adalah bahwa perubahan groundwater storage (ΔGS) selama 1 tahun adalah nol, atau (Σ ΔGS = 0). Perubahan groundwater storage (ΔGS) adalah selisih antara groundwater storage bulan yang ditinjau dengan

groundwater storage bulan sebelumnya. Perubahan groundwater storage ini

penting bagi terbentuknya aliran dasar sungai (base flow).

Jika pada satu bulan ΔGS bernilai negatif (terjadi karena GS bulan yang

ditinju lebih kecil dari bukan sebelumnya), maka base flow akan lebih besar dari nilai infiltrasinya. Karena groundwater balance merupakan siklus tertutup dengan perioda 1 tahun maka perubahan groundwater storage (ΔGS) selama 1 tahun adalah nol. Selain base flow, komponen debit yang lain adalah direct run off (limpasan langsung) atau surface run off (limpasan permukaan). Limpasan berasal dari water surplus yang telah mengalami infiltrasi.

Selain base flow dan direct run off komponen pembentuk debit yang lain adalah storm run off (SRO), yaitu limpasan langsung ke sungai yang terjadi selama hujan deras. Storm run off ini hanya beberapa persen saja dari hujan. Storm run off ini hanya dimasukkan ke dalam total run off, bila presipitasi kurang dari

(32)

studi kasus dapat ditentukan). Menurut Mock (1973) storm run off dipengaruhi oleh percentage factor, disimbolkan dengan PF. Percentage factor adalah persen hujan yang menjadi limpasan. Dalam perhitungan debit ini, Mock menetapkan bahwa:

1. Jika presipitasi (P) ≥ 200 mm/bulan sesuai dengan asumsi bahwa maksimum soil moisture capacity adalah 200 mm/bulan maka nilai storm run off = 0

2. Jika 200 mm/bulan maka storm run off adalah curah hujan dalam satu bulan yang bersangkutan dikali percentage factor.

Secara umum parameter-parameter yang mempengaruhi besarnya evapotranspirasi, infiltrasi, groundwater storage dan storm run off untuk tiap bulan. Sebagian besar parameter-parameter ini berbeda-beda. Parameter-parameter ini adalah:

a. Koefisien refleksi (r), yaitu perbandingan jumlah radiasi matahari

yang dipantulkan oleh suatu permukaan dengan jumlah radiasi yang terjadi, yang dinyatakan dalam persen. Koefisien refleksi ini berbeda-beda untuk tiap permukaan bumi, menurut Mock rata-rata permukaan bumi mempunyai harga koefisien refleksi sebesar 40% Mock telah mengklasifikasikan tiap permukaan bumi dengan koefisien refleksinya masing-masing.

b. Eksposed surface (m), yaitu asumsi proporsi permukaan luar yang

(33)

sekunder, daerah tererosi dan daerah ladang pertanian. Besarnya harga expoced surface ini berkisar antara 0% - 50% dan sama untuk tiap bulan.

c. Koefisien infiltrasi (if), yaitu koefisien yang didasarkan pada kondisi

porositas tanah dan kemiringan daerah pengaliran. Koefisien infiltrasi mempunyai nilai yang besar jika tanah bersifat poros, sifat bulan kering dan kemiringan lahannya tidak terjal, karena dipengaruhi sifat bulan maka if bisa berbeda-beda. Dalam kalibrasi ini harga koefisien infiltrasi maksimum yang dipakai adalah 1,00 dan harga minimumnya adalah 0,01 Harga minimumnya adalah 0,01. Harga minimum bisa dicapai karena kondisi lahan yang terjal dan air tidak sempat mengalami infiltrasi.

d. Konstanta resesi aliran (k), yaitu proposi dari air tanah bulan lalu

yang masih ada bulan sekarang. Dengan kata lain air tanah (groundwater) tidak mengalir menuju stream flow. Pada bulan hujan nilaim k cenderung lebih besar, ini berarti tiap bulan nilai k ini berbeda-beda. Dalam kalibrasi ini, harga koefisien resesi aliran maksimum adalah 1,00 dan harga minimumnya adalah 0,01. Harga k suatu bulan relatif lebih besar jika bulan sebelumnya merupakan bulan basah.

e. Percentage factor (pf), merupakan persentase hujan yang menjadi

(34)

2.8 Penggunaan dan Model Spasial Perubahan Tata Guna Lahan

Sitorus (2004) lahan didefenisikan sebagai bagian dari bentang alam yang mencakup pengertian lingkungan fisik termasuk iklim, topografi/relief, hidrologi termasuk keadaan vegertasi alami yang semuanya potensial berpengaruh terhadap penggunaan lahan. Lahan menurut Hardjowigeno (1993) batasan yang tampak dari tanah yang mempunyai fungsi yang sangat penting terutama untuk penggunaan berbagai aktivitas manusia penggunaan lahan dapat dibagi dua kelompok besar yaitu penggunaan lahan perdesaan (rural land use) dan penggunaan lahan perkotaan (urban land use). Lahan juga merupakan kesatuan berbagai sumberdaya daratan yang saling berinteraksi membentuk suatu sistem yang struktural dan fungsional. Sifat dan perilaku lahan ditentukan oleh berbagai macam sumberdaya yang dominan dan jenis sumberdaya serta intensitas interaksi yang berlangsung antara sumberdaya tersebut. Faktor-faktor yang menjadi penentu sifat dan perilaku lahan bermitra ruang dan waktu. Pengembangan lahan merupakan perubahan guna lahan dari suatu fungsi ke fungsi lain dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan dari nilai tambah yang terjadi Karena perubahan guna lahan tersebut.

(35)

Rustiadi et al. (2005) penggunaaan lahan dan penutupan lahan dapat memiliki pengertian yang sama pada hal-hal tertentu tetapi sebenarnya mengandung penekanan yang berbeda. Penggunaan lahan (land use) menyangkut aspek aktivitas pemanfaatan lahan oleh manusia sedangkan penutupan lahan (land cover) lebih bernuansa fisik. Rustiadi (1996) yang juga mengacu pada pendapat

Vink (1975) mengatakan penggunaan lahan sebagai bentuk campur tangan manusia terhadap sumberdaya lahan baik yang bersifat permanen atau cyclic dalam rangka memenuhi kepuasan dan kebutuhan hidup baik secara material maupun spiritual.

Soeryanegara (1978) terdapat tiga aspek kepentingan pokok di dalam penggunaan sumberdaya lahan, yaitu (a) lahan diperlukan manusia untuk tempat tinggal, tempat bercocok tanam, memelihara ternak, memelihara ikan dan lainya, (b) lahan mendukung kehidupan berbagai jenis vegetasi dan satwa, (c) lahan mengandung bahan tambang yang bermanfaat bagi manusia.

Penggunaan lahan atau tata guna lahan (land use) merupakan upaya untuk memanfaatkan lahan pada suatu kawasan yang meliputi pembagian wilayah untuk pengkhususan tertentu misalnya untuk pemukiman, hutan konservasi, hutan lindung dan lain-lain. Tata guna lahan merupakan salah satu faktor penentu utama dalam pengelolaan lingkungan. Keseimbangan antara kawasan budidaya dan kawasan konservasi merupakan kunci dari pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan.

(36)

penggunaannya. Gambaran pola penggunaan lahan suatu wilayah dapat memberikan gambaran tentang kehidupan ekonomi daerah tersebut sehingga dapat dijadikan indikator kerusakan lingkungan (Sandy, 1973).

Pada pengelolaan lahan sering terjadi benturan kepentingan antara pihak-pihak penguna lahan atau sektor pembangunan yang memerlukan lahan. Sehingga mengakibatkan penggunaan lahan kurang sesuai dengan kapabilitasnya. Beberapa faktor yang mempengaruhi kapabilitas lahan adalah jenis tanah dan kesuburannya, keadaan lapangan, relief, topografi dan ketinggian tempat, aksesbilitas, kemampuan dan kesesuaian tanah, tekanan penduduk. Besarnya tekanan penduduk mengakibatkan degradasi lahan yang disebabkan oleh kekeliruan dalam penggunaan dan pemanfaatan sumberdaya lahan. Pengunaan lahan bersifat dinamis dimana perubahan dapat disebabkan oleh campur tangan mausia dalam memenuhi kebutuhannya dan bencana alam. Peningkatan kebutuhan lahan ini akan diimbangi dengan mengintensifkan penggunaan lahan maupun perluasan. Kedua usaha ini akan merubah lahan baik berupa luasan maupun jenisnya.

Tipe penggunaan lahan secara umum meliputi pemukiman, kawasan budidaya pertanian, padang penggembalaan, kawasan rekreasi dalan lainnya. Badan pertanahan Nasional menggelompokkan jenis penggunaan lahan sebagai berikut:

(37)

2. Kebun meliputi kebun campuran dan kebun sayuran merupakan daerah yang ditumbuhi vegetasi tahunan satu jenis maupun campuran, baik dengan pola acak maupun teratur sebagai pembatas tegalan,

3. Tegalan merupakan daerah yang ditanami oleh tanaman semusim, namun pada sebagian lahan tidak ditanami . Vegetasi yang sering dijumpai adalah padi gogo, singkong, jagung, kentang dan kacang tanah,

4. Sawah merupakan daerah pertanian yang ditanami padi sebagai tanaman utama dengan rotasi tertentu yang biasanya diairi sejaka penanaman hingga beberapa hari sebelum panen,

5. Pemukiman merupakan kombinasi antara jalan bangunan, tegalan/pekarangan dan bangunan itu sendiri,

6. Semak belukar merupakan daerah yang ditutupi oleh pohon baik alami maupun yang dikelola dengan tajuk yang relative kurang rimbun,

7. Lahan terbuka, merupakan daerah yang tidak terdapat vegetasi maupun penggunaan lain akibat aktivitas manusia.

(38)

Kebutuhan lahan sangat terkait dengan kegiatan pembangunan yang didorong oleh pertumbuhan ekonomi, kependudukan dan juga tidak lepas dari perkembangan teknologi dalam pemanfaatan lahan itu sendiri. Komponen utama yang mempengaruhi dari model spasial perubahan tata guna lahan adalah submodel kebutuhan lahan dari tiap jenis guna lahan, submodel untuk menghitung potensi transisi penggunaan lahan, dan submodel untuk menggambarkan perubahan yang terjadi. Sedangkan model transisi potensial dari lahan berkaitan dengan kemungkinan bahwa lahan memiliki potensi akan berubah dari satu jenis penggunaan atau tutupan ke jenis yang lain, yang didasarkan pada faktor seperti kesesuaian lahan dan dorongan dari faktor penggerak perubahan (RTRW). Model alokasi lahan berkaitan dengan keputusan atas pemanfaatan/penggunaan bidang lahan tertentu untuk jenis penggunaan yang telah ada atau akan berubah karena adanya perubahan dari kebutuhan lahan pada setiap jenis penggunaan. Pertumbuhan penduduk pedesaan merupakan rangsangan yang lebih besar untuk perubahan penggunaan lahan dari pertumbuhan penduduk perkotaan. Elastisitas merupakan satu ukuran mudah tidaknya suatu jenis lahan berubah menjadi tipe lainnya yang juga mencerminkan sifat kelenturan dalam merespon perubahan dan juga menggambarkan kekuatan kompetisi antar jenis lahan. Sedangkan urutan matrik konversi mengatur orde konversi dari satu tipe ke tipe berikutnya (Bernetti I, 2010). Matrik konversi secara ringkas mengatur antara lain:

(39)

c. Baik elastisitas maupun matrik konversi sangat erat kaitannya dengan kebijakan yang diberlakukan di wilayah tersebut.

Kekuatan kompetisi (competitive strength) merupakan derajat kompetisi, yang dipengaruhi oleh elastisitas dari tipe penggunaan lahan. Nilai ini dicerminkan dalam bentuk jumlah iterasi yang menunjukkan seberapa kompleks perubahan dan kompetisi kebutuhan antar tipe penggunaan lahan yang terjadi. Semakin banyak iterasi yang diperlukan untuk dapat merubah satu lokasi dari satu jenis penggunaan lahan tertentu ke jenis lainnya, berarti semakin tinggi kompetisi yang terjadi dalam penggunaan lahan. Kekuatan kompetisi ini semakin besar ketika kebutuhan lahan mendekati daya dukung ataupun luasan yang memungkinkan (maksimum). Jika total lahan untuk masing-masing jenis penggunaan lahan telah sesuai dengan kebutuhan (demand) maka model selesai menghitung dan dilanjutkan dengan menampilkan peta penggunaan lahan hasil simulasi, namun jika ada yang belum terpenuhi, maka model akan melakukan iterasi untuk mencapai komposisi yang sesuai. Untuk memudahkan dalam menyusun scenario tata lahan biasa dipakai software autocad, map info, Clue, clues, dyna clue maupun Arc-gis sehingga menjadi satu kesatuan sistem (Verburg et al., 2008).

(40)

mengaplikasikan model yang telah dibuat. Model Optimasi Tata Guna Lahan berbasis SIG menganalisis beberapa data spasial dengan input data skoring dan pembobotan yang kemudian dioverlay secara sistematis sehingga menghasilkan peta tingkat kerawanan banjir dan proporsi optimal masing-masing jenis penggunaan lahan sehingga dapat mengendalikan banjir (Zulfakar, 2009).

Model simulasi dinamis memungkinkan representasi yang terintegrasi dari kekuatan pendorong manusia dan biofisik, untuk menguji faktor yang mempengaruhi penggunaan lahan (Stephenne et. al., 2004). Kekuatan pendorong demografis adalah variabel lambat sementara curah hujan adalah variabel cepat. Kekeringan berulang dapat dipandang sebagai peristiwa pemicu, pertumbuhan penduduk dan konsumsi sebagai faktor mediasi, sedangkan pertumbuhan penduduk pedesaan mendefinisikan trend jangka panjang. Mensimulasikan daya dukung konservatif memiliki dampak besar pada prediksi penggunaan lahan dan memberikan wawasan yang lebih memahami proses perubahan penggunaan lahan berubah (Verburg et al., 2002).

2.9 Sumber Air dan Kebutuhan Air

Hasil survey yang dilakukan Direktorat Pengembangan Air Minum, Ditjen Cipta Karya pada 2006 menunjukkan setiap orang Indonesia mengkonsumsi air rata-rata sebanyak 144 liter per hari. Dari sejumlah itu pemakaian terbesar untuk keperluan mandi, yakni sebanyak 65 liter per orang per hari atau 45% dari total pemakaian air (Direktorat Pengembangan Air Minum, Ditjen Cipta Karya).

(41)

sungai, airdanau, air tanah dan sebagainya. Hanya 0,001% berbentuk uap di udara. Air dibumi ini mengulang terus menerus sirkulasi yang kenal dengan sirkulasi hidrologi, sirkulasi dimulai penguapan, presipitasi dan pengaliran keluar (Sostrodarsono dan Takeda, 1985).

2.9.1 Sumber Air Baku Utama

Dalam memilih sumber air baku air bersih, maka harus diperhatikan persyaratan utamanya yang meliputi kualitas, kuantitas, kontinuitas dan biaya yang murah dalam proses pengambilan sampai pengolahannya.

Beberapa sumber air baku yang dapat digunakan untuk penyediaan air bersih dikelompokkan sebagai berikut :

a. Air Hujan

(42)

permukaan bumi. Kelembaban udara dapat menurunkan suhu dengan cara menyerap memantulkan sekurang-kurangnya setengah radiasi matahari gelombang pendek yang menuju ke permukaan bumi (Seyhan, 1993). b. Air Tanah

(43)

c. Air Permukaan

Air hujan yang jatuh dari udara disuatu daerah permukaan bumi sebagian meresap kedalam tanah sebagian ditahan tanaman. Sebagian lagi menguap kembali dan sisanya mengalir diatas permukaan bumi ke bagian-bagian yang rendah. Air permukaan biasanya dimanfaatkan sebagai sumber daya air bahan baku air bersih adalah : 1) Air waduk (berasal dari air hujan, 2) Air sungai (berasal dari air hujan), 3). Air danau (berasal dari air hujan, air sungai dan mata air).Pada umumnya air permukaan telah terkontaminasi dengan berbagai zat-zat yang berbahaya bagi kesehatan, sehingga memerlukan pengolahan terlebih dahulu sebelum dikonsumsi oleh masyarakat. Kontaminasi atau zat pencemar ini berasal dari buangan domestik, buangan industri dan limbah pertanian (Subarkah, 1974).

d. Mata Air

(44)

didalam jaringan celah-celah yang berhubungan, walaupun demikian permukaan air dapat berbeda agak besar diantara celah-celah yang sepenuhnya terpisah didalam formasi yang sama.

2.9.2 Kebutuhan Air

Untuk analisis ketersediaan air permukaan, yang akan digunakan sebagai acuan adalah debit andalan (dependable flow). Yang paling berperan dalam studi ketersediaan air permukaan adalah data rekaman debit aliran sungai. Rekaman tersebut harus berkesinambungan dalam periode waktu yang dapat digunakan untuk pelaksanaan proyek penyediaan air. Apabila penyadapan air akan dilakukan dari sungai yang masih alami, maka diperlukan rekaman data dari periode-periode aliran rendah yang kristis yang cukup panjang, sehingga keandalan pasok air dapat diketahui.

(45)

domesik, industri, peternakan perikanan dan penggelontoran/perawatan sungai. Untuk memperkirakan kebutuhan air untuk keperluan-keperluan tersebut, digunakan pendekatan berdasarkan batas administrasi. Kebutuhan air adalah:

a. Kebutuhan air irigasi

Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia (FAO) menyatakan sudah waktunya sektor pertanian yang selama ini menggunakan air paling banyak mulai melakukan penghematan. Teknologi irigasi harus diperbarui dan investasi sarana pengairan harus ditingkatkan untuk mendukung produksi pangan yang hemat air sehingga krisis pangan di masa yang akan datang dapat dihindarkan.

Masalah air dan ketahanan pangan dibeberapa wilayah perlu segera dibahas. Jika ingin terhindar dari krisis pangan di masa depan, maka membutuhkan investasi dan teknologi baru dalam pengelolaan air. Satu dari lima negara berkembang akan mengalami kekurangan air pada tahun 2030. Padahal pada tahun itu kebutuhan air untuk pertanian akan meningkat 14 persen pada saat kebutuhan pangan meningkat 60 persen. Bila tidak ada teknologi serta investasi baru, peningkatan kebutuhan air untuk pertanian tidak bisa dipenuhi, akibatnya peningkatan produksi pangan tidak bisa dilakukan. Sementara kompetisi kebutuhan air antara sektor pertanian dengan sektor lainnya akan makin bertambah. Saat ini sektor pertanian menggunakan air paling banyak yaitu 70 persen, sektor industri 20 persen, dan rumah tangga 10 persen (Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 2003).

b. Kebutuhan air non irigasi

(46)

merupakan penyedia kebutuhan akan air bersih bagi kegiatan domestik, pertanian dan industri, akan tetapi banyak sungai di Indonesia, khususnya pada daerah padat penduduk telah tercemar oleh limbah domestik dan industri yang tidak dikelola dengan baik. Sebagai ilustrasi diperkirakan permintaan air bersih hanya untuk kebutuhan domestik diperkirakan 81 juta m3 pada tahun 2015 artinya terjadi peningkatan per tahun sebesar 6,7 % antara 2000 dan 2015 (Sumber: Meniti Jalan Pembangunan Berkelanjutan Di Indonesia, 2001). Perusahaan Daerah Air Minum hanya mampu melayani 20 % dari seluruh kebutuhan penduduk Indonesia, sisanya digunakan untuk sektor domestik. Keterbatasan penyediaan air bersih memaksa masyarakat meningkatkan pemakaian air tanah, secara berlebihan dan tidak terkontrol sehingga dapat menyebabkan turunnya permukaan air tanah dan berkurangnya persediaan air tanah tiap tahunnya (Kementerian Lingkungan Hidup, 2002).

2.10 Peran Strategis DAS Sebagai Satuan Perencanaan

Sebagai suatu kesatuan tata air, DAS dipengaruhi kondisi bagian hulu khususnya kondisi biofisik daerah tangkapan dan daerah resapan air yang dibanyak tempat sangat rawan terhadap ancaman gangguan manusia. Hal ini mencerminkan kelestarian DAS ditentukan oleh pola perilaku, keadaan sosial ekonomi dan tingkat pengelolaan yang sangat erat kaitannya dengan pengaturan kelembagaan (institutional arrangement).

(47)

tingkat sedimentasi yang tinggi. Kemampuan menyimpan ini sangat bergantung pada kondisi permukaan lahan seperti kondisi vegetasi, tanah, dan lain-lain (Asdak, 2002). Selain itu adanya ketidakterpaduan antar sektor dan antar wilayah dalam pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan DAS. Permasalahan egosektoral dan ego kedaerahan akan menjadi sangat komplek pada DAS yang lintas Kabupaten/kota dan lintas propinsi.

Pada pengelolaan DAS indikator paling memungkinkan adalah melihat kondisi tata airnya. Yang dimaksud indikator tata air kondisi tata air yang meliputi:

a. Indikator kuantitas air. Kondisi kuantitas air ini sangat berkaitan dengan kondisi tutupan vegetasi lahan di DAS yang bersangkutan. Bila tutupan vegetasi lahan DAS yang bersangkutan berkurang dapat dipastikan perubahan kuantitas air akan terjadi. Sehingga setiap pelaksanaan kegiatan yang bermaksud mengurangi tutupan lahan pada suatu tempat maka harus diiringi dengan usaha konservasi. Indikator ini dapat dilihat dari besarnya air limpasan permukaan maupun debit air sungai.

(48)

c. Indikator perbandingan debit maksimum dan minimum. Indikator tersebut adalah perbandingan antara debit puncak maksimum dengan debit puncak minimum sungai utama (di titik outlet DAS yang ditinjau). Indikator ini mengisyaratkan kemampuan lahan untuk menyimpan air. Bila kemampuan menyimpan air dari suatu daerah masih bagus maka fluktuasi debit air pada musim hujan dan kemarau adalah kecil. Kemampuan menyimpan air ini sangat bergantung pada kondisi permukaan lahan seperti kondisi vegetasi, tanah, dll.

d. Indikator muka air tanah. Indikator ini mengisyaratkan besarnya air masukan ke dalam tanah dikurangi dengan pemanfaatan air tanah. Yang mempengaruhi besarnya air masuk kedalam tanah adalah vegetasi, kelerengan, kondisi tanahnya sendiri, dll. Ketinggian muka air tanah ini dapat dilihat dari ketinggian muka air tanah dalam (aquifer) ataupun ketinggian air tanah dangkal (non-aquifer).

(49)

komponen DAS dalam hubungan saling terkait dan saling mempengaruhi (Gambar 2.3). Dengan demikian maka strategi pengelolaan DAS mencakup: 1) penggunaan lahan sesuai kemampuannya, 2) proteksi tanah dari segala faktor perusak, 3) mengurangi banjir dan sedimentasi, 4) meningkatkan dan mempertahankan kesuburan tanah, 5) meningkatkan produktifitas tanah, 6) memperbaiki dan mempertahankan fungsi hidrologis DAS, dan 7) meningkatkan kesejahteraan masyarakat. (Sinukaban, 2004).

Gambar 2.3 Upaya pengelolaan DAS

Salah satu indikator dominan yang menyebabkan terganggunya fungsi hidrologi DAS adalah terbentuknya lahan kritis. Secara umum kompleksitas masalah adalah adanya fragmentasi pola pemanfaatan sumberdaya alam dalam DAS berdasarkan kepentingan pola pendekatan pengelolaan DAS dan pengembangan wilayah. Pada prinsipnya tidak harus berbenturan. Namun konsep keterpaduan yang dapat membentuk sinergisitas kedua pola tersebut secara kelembagaan belum terwujud. Masalah yang sering timbul adalah kondisi spesifik karakteristik DAS yang tidak selalu diperhatikan pada saat pengembangan sumberdaya lainnya.

Pemulihan kerusakan

DAS

Tata Ruang

Kerjasama antar daerah Informasi

yang akurat Perbaikan

(50)

2.11 Penelitian terdahulu

Beberapa penelitian terkait yang telah dilakukan oleh peneliti sebelumnya adalah sebagaimana diringkas pada Tabel 2.3.

2.12 Kerangka Pemikiran

Pengelolaan sumberdaya air dalam Kodoatie, 2005 dibagi dalam enam aspek yaitu masalah sumberdaya air, strategi pengelolaan sumberdaya air, ketersediaan dan kebutuhan sumberdaya air, kualitas sumberdaya air, distribusi dan pengelolaan sumber daya air. Dalam pengelolaan sumber daya air (UU No.7 2004) meliputi tiga pilar yaitu fungsi sosial, lingkungan hidup dan ekonomi. Salah satu kebijakan dalam pengelolaan air adalah pengelolaan DAS. Pengelolaan DAS diawali dengan inventarisasi lingkungan hidup dengan mengetahui karakteristik DAS, pengendalian tata ruang serta pemeliharaan Daerah Aliran Sungai melalui upaya konservasi sumberdaya alam yang ada pada DAS yang diteliti. Sehingga upaya sistematis dan terpadu perlu dilakukan untuk melestarikan lingkungan hidup dan mencegah terjadinya kerusakan lingkungan hidup (UU No.32 Tahun 2009)

(51)

Tabel 2.3 Ringkasan beberapa penelitian terkait

 LTHIA/NPS GIS untuk analisis perubahan penggunaan lahan dan Nonpoint SourcePollution

 Penggunaan curve number untuk menghasilkan perkiraan pengaruh hiydrologi terhadap perubahan lahan

 Model L-THIA/NPS dengan menggunakan teknik curve number dan NPS hubungan emperis perubahan penggunaan lahan terhadap runoff rata-rata tahunan dan NPS pollutant

 Integrasi model sangat efektif memberikan informasi dari pengaruh perubahan penggunaan lahan terhadap hydrologi

 integrated modeling environment (HIME) untuk hidrologi dan lahan

 Analisis evaporasi dengan TOP MODEL

 Analisis Evapotranspirasi

dari vegetasi menggunakan Noah LSM

Dengan menggantikan evaporasi dari TOP MODEL dengn evapotranspirasi dengan Model NOAH memberikan model integrasi lingkungan yang efektif dan efisien

Nama Peneliti

(52)

No. Nama

parameter Mock dengan memakai fasilitas solver pada perangkat lunak Microsoft Excell

Penggunaan solver sebagai alat bantu kalibrasi coba ulang yang otomatis, sangat membantu meningkatkan kecepatan, ketelitian, ketepatan nilai dari parameter sehingga meningkatkan uji kenerja dari model hujan aliran

4. Aryati Alitu,

 Model NRECA Model NRECA memberikan hubungan debit hasil perhitungan dengan debit observasi

ketersediaan air dengan model Mock dan NRECA

(53)

No. Nama

 Menganalisis hidrologi hutan dengan uji statistic untuk melihat hubungan volume run

 off dengan tata guna lahan yang tanpa vegetasi dengan adanya serasah

 menghasilkan hubungan secara keseluruhan antara curah hujan lolos dengan volume aliran permukaan (runoff) menunjukkan korelasi positif yang linear pada tutupan lahan. Hal ini

 berdasarkan kondisi lahan tanpa vegetasi bawah dan lapisan serasah mempunyai korelasi yang kuat.

7. Dewajati,

 Menganalisis debit banjir dengan menggunakan motode Rasional

(54)

No. Nama

 Perubahan penutup lahan telah terjadi secara significant dan berpengaruh terhadap peningkaran koefisien aliran permukaan serta debit banjir

Nama

 Model Kineros  Perubahan penggunaan lahan

menyebabkan

(55)

No. Nama Peneliti

Judul Objek Metode Hasil

10. Yilmaz, Baris, Nilgun,B

Studi kasus di DAS

GedizSungai Paguyuran

 Menggunakan

perangkat lunak WEAP (The water Evaluated and Planning) sebagai simulasi

 WEAP sebagai alat evaluasi dalam menilai kinerja managementnalter

natif yang diskenariokan

 Model pengelolaan sumberdaya air yang berkelanjutan dengan memfalitasi indicator berbais keputusan yang berkenaan dengan lingkungan, dimensi social dan ekonomii

Nama

 Akibat perubahan tataguna lahan tahun 1973, 1986, 2000 dengan SWAT Model

 Penggunaan Model menunjukkan bertambahnya lahan pertanian dapat meningkaatkan aliran pada musim hujan dan menurunkan aliran pada musim kemarau tetapi ketika luasan hutan dikurangi sampai mendekati nol maka debit puncak dan debit rata-rata aliran meningkat.

Evaluating the impacts of

Studi kasus Great Lakes di di

 Model NRECA Model

(56)

No. Nama

perubahan tutupan lahan, pada skala DAS perbedaan signifikan pada evaporatranspirasi dan aliran permukaan meningkat. Sedangkan pada skala basin menunjukkan aliran permukaan meningkat baseflow, aliran lateral, recharge ke aquifer menurun dan mengalami perubahan yang kecil terhadap evapotranspirasi dan produksi air. in the upper reach of Yangtze River Basin Yangtze, China

 Model NRECA Model NRECA memberikan hubungan debit hasil perhitungan dengan debit observasi of River Basin

DAS yang

(57)

No. Nama runoff for Red hills

watershed

using SCS method and GIS

DAS “Red Hills”  Modifikasi model SCS untuk kondisi India dengan menggunakan data base yang umum digunakan dan GIS

 Korelasi yang baik antara curah hujan dengan run off efek dari variable Infiltrasi Curah hujan, jenis tanah, kadar air tanah praktek

pengolahan tanah

 Simulator curah hujan sangat berguna sebagai instrument dalam menentukan curah hujan in-situ

 Ia abraksi awal tidak linear dengan retensi potensial maksimum

Nama Peneliti

(58)

No. Nama

 Analisis hidrologi semi distributed dengan simulasi

 program Fotran HSPF model

 Parameternya land

use, tanah, karakteristik alur aliran

 Mengembangkan scenario untuk periode 10 tahun

 Peningkatan runoff tahunan pad musin hujan dan menurunkan baseflow baik pada

 musin hujan dan kemarau

 Urbanisasi menunjukkan penurunan terhadap recharge

water (sustainable management of scare resources in the coastal zone) dan OPTIMA (Optimization for sustainable water management

 Penggunaan air untuk irigasi berpengaruh pada kelangkaan air

(59)

No. Nama

19. Febrianti, N. 2008 debit andalan

 Hasil kalibrasi nilai koefisien infiltrai, faktor resesi air tanah mampu menjelaskan proses hidrologi yang terjadi di DAS Kuranji curah hujan yang jatuh pada DAS dengan prinsip water balance

 Metode Mock memanfaatkan senua informasi kombinasi data primer dan sekunder yang tesedia

 Penyempurnaan metode Mock dapat dilakukan dengan mempebaiki anggapan dari konstanta dari seri data yang bermanfaat atau kalibrasi dan verifikasi model

Nama Peneliti

(60)

No. Nama Peneliti

Judul Objek Metode Hasil

21. Susanto, S. Sigid Santoso, Chandra Setyawan

Assesment

Model of Water

Resources Conservation measures case study at upper

watershed of Sempor and Wadaslintang

DAS Sempor dan

Wadaslintang

 Mengevaluasi tindakan konservasi sumber daya air di daerah hulu sungai dengan model mock kuantitatif

(61)

Adanya perubahan penggunaan lahan pada tahap awal, akan meningkatkan aliran permukaan, dan kondisi ini akan menyebabkan penurunan recharge air tanah. Disisi lain, terjadinya peningkatan jumlah penduduk yang pesat akan menambah luas pemukiman dan areal budidaya pertanian. Kondisi demikian akan menyebabkan semakin besarnya aliran permukaan. Pengaruh negatif lain yang terjadi adalah peningkatan laju sedimentasi DAS yang melebihi batas ambang (tolerable soil loss). Adanya alih fungsi lahan dari hutan menjadi areal pertanian dan areal pertanian menjadi non pertanian akan menyebabkan terjadinya peningkatan erosi permukaan pada tahap awalnya. Selanjutnya tanah yang tererosi tersebut akan terbawa ke sungai dan yang menyebabkan laju sedimentasi DAS meningkat. Adanya alih fungsi lahan dari hutan menjadi lahan pertanian atau dari lahan pertanian menjadi non pertanian tentunya akan mempengaruhi karakteristik hidrologis DAS bersangkutan. Dengan melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap perubahan tipe penutupan lahan serta mempelajari karakteristik debit serta dampak yang ditimbulkannya terhadap neraca air maka masalah kerusakan DAS dapat dideteksi dan diantisipasi secara dini.

Curah hujan, karakteristik biofisik dan geomorfologi suatu DAS, seperti jenis tanah, kelerengan, struktur DAS (luas , keliling DAS, panjang sungai, bentuk DAS, tipe jaringan sungai, ordo sungai, dan kerapatan jaringan drainase) serta penutupan lahan, akan berpengaruh terhadap besar produksi air dan pola resapan air . Menurut Irianto (2004) dampak transformasi lahan hutan, perkebunan, pertanian ke lahan pemukiman dan industri akan menganggu keseimbangan energi (energy balance) di permukaan tanah.

(62)

yang mengatur aliran dalam akuifer. Konstanta resesi menggambarkan kemiringan penurunan debit sungai mengikuti perilaku pengisian air tanah untuk menjadi cadangan air tanah di Daerah Aliran Sungai (Hector, 2002). Informasi mengenai kondisi dan respon hidrologi suatu DAS sangat diperlukan dalam suatu pengelolaan DAS yang baik.

Resapan (infiltration) merupakan salah satu komponen daur hidrologi yang dapat memberikan gambaran kondisi suatu DAS. Untuk melakukan penentuan terhadap besarnya resapan dapat digunakan beberapa metode antara lain; studi muka air tanah, pelacakan air tanah (groundwater tracers), pengukuran kandungan air tanah (soil water content measurement), neraca air dan analisis resesi aliran dasar (baseflow recession analysis) atau analisis resesi hidrograf air tanah (groundwater hydrograph recession analysis).

(63)

2.13 Hipotesis

Hipotesis pada penelitian ini adalah:

a. Terpilihnya model hidrologi yang akurat terhadap perhitungan ketersediaan air di DAS Krueng Peusangan.

b. Produksi air di DAS Krueng Peusangan tidak stabil.

2.14 Novelty

Terbentuknya arahan model tata guna lahan yang dapat menjamin ketersediaan air yang berkelanjutan di DAS Krueng Peusangan melalui skenario tata guna lahan.

Permasalahan Mata air

Sungai danau

• Perambahan Hutan

• Illegal logging

• Kebakaran hutan

Tahapan Model

Input: Curah hujan, topografi, penutup lahan, jenis tanah, suhu,evapotranspiras

i Kawasan

resapan air dan Sempadan S b i

(64)

Gambar 1 Kerangka Pemikiran penelitian

Gambar 2.4 Kerangka berpikir penelitian

Model Hidrologi: Integrasi Model

Produksi air pengukuran

Optimasi

Stabilitas ketersediaan air

Kebutuhan air Indeks penggunaan Air

Gambar

Gambar 2.1  Bentuk–bentuk Daerah Aliran Sungai (DAS) Sumber: Hamdan (2004)
Gambar 2.2  Diagram segitiga kelas tekstur tanah USDA Sumber: Hillel,1998
Tabel 2.1  Sifat fisik tanah pada berbagai kelas tekstur tanah
Tabel 2.2. Karakteristik HSG berdasarkan penggolongan SCS Kelompok Tanah
+4

Referensi

Dokumen terkait

Dalam mencari besarnya kebutuhan air untuk irigasi tanaman, dilakukan analisa kebutuhan air yang dipengaruhi oleh faktor pengolahan tanah, perkolasi, curah hujan

Evapotranspirasi berpengaruh terhadap besarnya cadangan air tanah terutama di kawasan dengan intensitas hujan rendah, lapisan/tebal tanah dangkal, dan sifat batuan

Parit polder yang diberi pintu air (yang dapat dibuka ditutup) di salah satu ujungnya yang berfungsi menahan air hujan di parit pada ketinggian yang tidak mengganggu

Analisis ketersediaan air dilakukan untuk mengetahui jumlah air yang tersedia di DAS Cisangkuy, dengan cara memetakan 5 stasiun pengamatan hujan di DAS

Analisis laju erosi dengan metode USLE, perlu dikalibrasi yaitu dengan memasang alat penakar curah hujan otomatis (ARR) dan alat pencatat muka air otomatis (AWLR) di

Tujuannya adalah untuk menambah besarnya cadangan air tanah yang dilakukan pada musim hujan yang kemudian dimanfaatkan pada musim kemarau, mengurangi beban saluran drainase karena

Metode penelitian ini menggunakan perhitungan neraca air Thronthwaite Matter, sumber data hidrometereologi berupa curah hujan dan temperatur 3 stasiun sekitar Sub

Pada penenelitian ini, perhitungan curah hujan dari 3 stasiun pencatat curah hujan menggunakan 3 metode yaitu Gumbel, Hasper, dan Weduwen dengan hasil R 10 adalah 142,561 mm dan