BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Umum Tulang Maksila
2.1.1 Definisi dan Anatomi Tulang Maksila
Tulang maksila adalah tulang wajah primitif yang akan membagi wajah menjadi dua bagian yaitu orbita dan tulang rahang yang ada dibawahnya. Tulang maksila menyokong gigi pada rahang atas, namun pada saat pengunyahan berlangsung, maksila tidak bergerak seperti madibula. Tulang maksila terdiri atas dua buah maksila yang menyatu di tengah yang terdiri atas 4 prosesus dan badan maksila.
Badan maksila ini biasanya berbentuk pyramid, dimana dasarnya adalah kavum nasi dan bagian puncaknya dibatasi oleh processus zigomatikus. Badan maksila terdiri dari 4 permukaan utama yaitu:
11
1. Permukaan anterior (fasial)
11
Permukaan anterior maksila akan membentuk pipi. Disini terdapat 2 fosa yaitu fosa insisivus yang merupakan lubang dangkal yang terletak antara soket gigi insisivus dan kavum nasi, dan fosa kanina yang merupakan lubang dalam bagian belakang, yang ditandai oleh foramen infraorbitalis di bagian atas, tepi alveolaris di bagian bawah, dan prosesus zigomatikum di bagian depan.
2. Permukaan posterior
Permukaan posterior dari badan maksila akan membentuk dinding anterior dari fosa infratemporal. Disini juga terdapat sebuah penonjolan, yang sering disebut tuberositas maksillaris.
3. Permukaan medial
4. Permukaan Superior
Permukaan superior dari maksila akan membentuk dinding bawah orbita.
Tulang maksila terdiri atas 4 prosesus yaitu: 1. Prosesus frontalis
12
Terletak pada bagian atas maksila berada diantara tulang hidung dengan tulang lakrimalis.
2. Prosesus zigomatikus
Terletak pada bagian lateral maksila. 3. Prosesus alveolaris
Terletak pada bagian inferior badan maksila, yang akan menyokong gigi geligi pada soketnya.
4. Prosesus palatines
Terletak pada bagian horizontal dari permukaan mesial dari maksila dimana badan maksila akan bertemu dengan processus alveolaris.
2.2 Alveolar Ridge
Tulang alveolar (alveolar bone) atau yang biasa disebut prosesus alveolaris adalah bagian dari tulang maksila dan mandibula yang terbentuk menebal seperti dinding (ridge) dan mendukung soket gigi (alveoli).Tulang alveolar terbentuk pada saat gigi erupsi untuk menyediakan perlekatan tulang pada ligamen periodontal.
Seluruh dinding tulang alveolar membentuk kesatuan atau lengkungan rahang yang dapat disebut dengan alveolar ridge.
Secara anatomis tulang alveolar dibagi menjadi dua bagian, yaitu alveolar bone proper dan supporting alveolar bone. Supporting alveolar bone ini terdiri dari
dua bagian yaitu yang kompak, yang membentuk keping oral dan vestibular dan tulang spongi, yang terletak diantara lempeng kortical dan alveolar bone proper. Periousteum adalah lapisan yang menghubungkan jaringan lunak yang menutupi permukaan luar tulang yang terdiri dari jaringan kolagen dan bagian dalam terdiri dari serabut elastik lempeng kortical oral maupun vestibular langsung bersatu dengan maksila dan mandibula.
Keberadaan tulang alveolar tergantung dari adanya gigi, bila gigi dicabut tulang alveolar akan mengalami resorpsi. Jika gigi tidak erupsi, tulang alveolar tidak berkembang.
Permukaan luar lempeng kortical (cortical plate) merupakan permukaan luar tulang alveolar pada daerah vestibular maupun kortical oral. Pada daerah leher gigi dimana tulang alveolar akan berakhir, bagian ini akan dibentuk oleh persatuan alveolar bone proper dan tulang kompak yang dikenal dengan nama puncak tulang
alveolar. Baik permukaan luar tulang alveolar maupun puncak tulang alveolar konturnya sangat bervariasi.
Bagian tulang alveolar yang berada diantara dua gigi dikenal dengan nama septum interdental. Septum interdental ini dibentuk oleh alveolar bone proper,
Gambar 2. Tulang Alveolar15
2.2.1 Resorpsi Alveolar Ridge
Resorpsi Alveolar ridge adalah kumpulan dari beberapa penyakit yang bersifat kronis, progressive, irreversible. Resorpsi alveolar ridge terjadi setelah kehilangan gigi. Setelah kehilangan gigi, alveolar ridge akan mengalami proses resorpsi. Dalam situasi ini tidak ada dukungan cukup dari jaringan yang tersisa untuk fungsi gigi tiruan yang benar. Oleh karena itu, karena hilangnya massa tulang yang luas menyebabkan gigi tiruan tidak mempunyai retensi dan stabilitas. Kehilangan gigi distal menyebabkan gangguan neuromuskuler pada rahang bawah, mengurangi efek gigitan dan dimensi vertikal dari gigi tiruan, sehingga terjadi perubahan pada alveolar ridge.
Resorpsi alveolar ridge dimulai dengan kehilangan gigi dan membran
2.2.2 Faktor yang Mempengaruhi Resorpsi Alveolar Ridge
1. Faktor anatomi
Faktor anatomi berpengaruh terhadap resorpsi alveolar ridge yaitu kuantitas dan kualitas tulang dari alveolar ridge. Dengan demikian ada kemungkinan bahwa jika volume tulang lebih besar, maka resorpsi yang terjadi akan terlihat. Faktor
anatomis lain yang sangat penting untuk peningkatan resorpsi adalah kepadatan tulang. Akan tetapi kepadatan tulang pada suatu waktu tidak menunjukkan status metabolisme tulang yang telah terjadi meliputi aktivitas osteoklastik dan osteoblastik.
2. Stres dan efek strain
Hal ini juga diketahui bahwa jaringan osteoid yang menerima rangsangan mekanik konstan dapat menyeimbangkan aktivitas osteoklastik dan aktivitas osteoblastik. Ketika tulang dalam keadaan imobilisasi atau weightlessness, stress mekanik berkurang tidak dapat mempertahankan proses remodeling tulang yang normal yang menghasilkan penurunan massa tulang yang dikenal sebagai atrofi disuse. Di sisi lain, telah menunjukkan bahwa secara fisiologis, stres mekanik dapat
merangsang aposisi tulang.
3. Peran mediator inflamasi
Berbagai mediator inflamasi, terutama prostaglandin, telah dianggap oleh banyak peneliti memainkan peran dalam meningkatkan tingkat resorpsi alveolar ridge. Sebuah studi in- vitro menunjukkan bahwa ketika sel-sel osteoblastik menjadi
sasaran tekanan mekanis berulang ada peningkatan yang signifikan dalam sintesis prostaglandin E2. Dalam sebuah studi terpisah yang menggunakan tikus tidak bergigi,
pemberian harian indometasin, penghambat siklooksigenase (enzim yang diperlukan untuk sintesis prostaglandin), mengurangi tingkat resorpsi sampai 50% dalam periode eksperimental. Ketika prostaglandin E2 dikeluarkan, efek penghambatan indometasin berkurang. Hubungan langsung antara prostaglandin dan resorpsi tulang merupakan
2.3 Rahang Edentulus
Hilangnya beberapa gigi disebut edentulus sebagian dan hilangnya seluruh gigi disebut edentulus total. Edentulus total dapat didefinisikan sebagai keadaan fisik dari rahang diikuti hilangnya seluruh gigi dan kondisi dari jaringan pendukung tersedia untuk terapi penggantian atau rekonstruksi. Edentulus sebagian didefinisikan
sebagai hilangnya beberapa tetapi tidak semua gigi asli pada lengkung rahang. 18
Gambar 3. Edentulus sebagian dan edentulus total18
2.3.1 Penyebab Edentulus
Beberapa penelitian menyebutkan bahwa terdapat beberapa faktor yang menyebabkan kehilangan gigi seperti penyakit periodontal, trauma, gigi yang terlibat kista dan tumor, gigi yang sudah tidak dapat lagi dilakukan perawatan endodontik dan karies. Sebagian besar penelitian menyatakan bahwa karies dan penyakit periodontal merupakan penyebab utama terjadinya kehilangan gigi. Selain itu, terdapat beberapa faktor bukan penyakit yang dapat menyebabkan kehilangan gigi seperti faktor usia, jenis kelamin, sosio-demografi dan lain-lain.
1. Penyakit periodontal
19
Penyakit periodontal adalah penyakit pada daerah penyangga gigi yang kehilangan kolagennya, sebagai akibat akumulasi plak dan bakteri periodontal. Penyakit periodontal dimulai dari gingivitis yang bila tidak dirawat dapat
menyebabkan hilangnya perlekatan gingival dan kerusakan tulang alveolar, secara
umum merupakan penyakit dengan perkembangan ringan sampai moderat. Penyakit yang menyerang pada gingiva dan jaringan pendukung gigi ini merupakan penyakit infeksi yang serius dan apabila tidak dilakukan perawatan yang tepat dapat mengakibatkan kehilangan gigi.
2. Karies
20
Karies merupakan suatu penyakit jaringan keras gigi, yaitu email, dentine dan sementum yang disebabkan akibat aktivitas suatu jasad renik dalam suatu karbohidrat yang diragikan. Karies ditandai dengan proses demineralisasi jaringan karies gigi yang diikuti oleh kerusakan bahan organiknya.21 Terdapat empat faktor yang menyebabkan karies yaitu substrat makanan (karbohidrat), mikrooragnisme plak, waktu dan gigi atau host.22 Karies akan timbul ketika empat faktor tersebut bekerja secara simultan.23
2.3.2 Dampak Edentulus Pada Kesehatan Gigi dan Mulut
Kehilangan gigi sebagian maupun seluruhnya berdampak pada kesehatan gigi dan mulut seperti:
1. Gangguan mastikasi
Jumlah gigi dipilih sebagai indikator dalam menentukan tingkat
fungsional dan kesehatan gigi dan mulut. Beberapa penelitian yang telah dilakukan menyebutkan bahwa indikator efesiensi system mastikasi di rongga mulut adalah jumlah gigi fungsional.
Gangguan mastikasi secara substansional dapat mempengaruhi kemampuan menggigit, mengunyah dan menelan. Hal ini menyebabkan terjadinya pengaruh negatif pada modifikasi dalam pemilihan makanan tertentu.24
2. Penurunan estetis
Resorpsi tulang alveolar akan terjadi pada pasien kehilangan gigi. Resorpsi
pada mandibula terjadi empat kali lebih cepat dibandingkan pada maksila.25
2.3.3 Dampak Edentulus Pada Kesehatan
Kehilangan gigi baik sebagian maupun seluruhnya juga memiliki dampak pada kesehatan umum, yaitu:
1. Peningkatan resiko obesitas, penyakit kardiovaskuler dan gastrointestinal akibat kurangnya asupan buah dan sayur, serat dan karoten serta meningkatnya kolesterol dan lemak jenuh.
26
2. Resiko inflamasi kronis pada mukosa lambung, kanker pancreas dan ulcer pada duodenum.
3. Meningkatnya resiko penyakit non-insulin diabetes militus.
4. Peningkatan risiko kelainan elektrokardiografi, hipertensi, gagal jantung, penyakit sistemik, stroke dan sclerosis katup aorta. Penelitian juga menunjukkan
hubungan yang mungkin antara edentulism lengkap dan peningkatan risiko coroner penyakit jantung.
5. Penurunan fungsi aktivitas sehari-hari, aktivitas fisik dan domain kualitas kesehatan yang berhubungan dengan kehidupan.
6. Peningkatan risiko penyakit ginjal kronis.
7. Kehilangan gigi juga berpengaruh terhadap gangguan pernafasan saat tidur (obstuktif sleep apnea).
2.4 Tinjauan Umum Radiografi Panoramik
2.4.1 Definisi
Radiografi panoramik, disebut juga pantomography atau dental panoramic tomography, merupakan teknik radiografi yang menghasilkan satu gambaran
tomografi struktur wajah termasuk lengkung gigi maksila dan mandibula beserta
konvensional dan berlandaskan pada prinsip pergerakan resiprokal sumber sinar-x dan sebuah reseptor gambar di sekitar poin sentral, disebut image layer, yang menjadi lokasi objek berada. Objek pada bagian depan atau belakang layer tidak tertangkap dengan jelas karena pergerakannya relatif menuju pusat rotasi reseptor sinar-x. 28
2.4.2 Indikasi
Indikasi pemakaian radiografi panoramik adalah sebagai berikut: 1. Untuk mendeteksi ada/ tidaknya gigi yang tidak erupsi.
29
2. Melihat hubungan gigi posterior atas dengan sinus maksilaris.
3. Melihat hubungan gigi posterior bawah dengan kanalis alveolaris inferior. 4. Suspek pembengkakan asimptomatik
5. Pemeriksaan radiografi gangguan sendi temporamandibula. 6. Pemeriksaan tumor dan kista odontogenik.
7. Melihat crest alveolar untuk pemasangan implant.
8. Mengevaluasi maxilomandibula yang telah mengalami trauma. 9. Pemeriksaan intervensi bedah maksila/ mandibula.
2.4.3 Kelebihan dan Kekurangan Radiografi Panoramik
Kelebihan utama dari penggunaan radiografi panoramik adalah membahas secara luas mengenai tulang-tulang wajah dan gigi, dosis radiasi yang rendah dan waktu yang singkat dalam pengambilan gambar yaitu sekitar 3–4 menit, termasuk waktu memposisikan pasien dan waktu pemaparan. Kelebihan lainnya dari radiografi panoramik adalah:
1. Gambaran area yang luas dan seluruh jaringan ditampilkan. 29
2. Radiografi panoramik dapat dengan mudah dipahami pasien, sehingga bermanfaat menjadi sarana edukasi bagi pasien.
3. Pengambilan posisi relatif sederhana.
4. Pandangan keseluruhan rahang memberikan penilaian cepat pada penyakit,
5. Pandangan kedua sisi mandibula dalam satu film bermanfaat dalam menilai
fraktur dan cukup nyaman dilakukan pada pasien yang terluka atau sakit.
6. Dinding dasar antral, juga dinding posterior dan media dapat terlihat dengan baik.
7. Kedua prosesus kondiloideus dimunculkan dalam satu film sehingga
memudahkan dalam melakukan perbandingan.
8. Dosis radiasinya hanya sekitar seperlima dari survei full mouth radiografi intraoral.
Kekurangan utama dari radiografi panoramik adalah bahwa gambar tidak menunjukkan detail anatomi yang baik seperti pada radiografi intraoral, sehingga tidak cocok untuk mendeteksi lesi karies yang kecil, struktur marginal jaringan
periodonsium, atau penyakit-penyakit periapikal. Terkadang ada jaringan yang overlap, seperti servikal tulang belakang, dapat menyembunyikan lesi-lesi
odontogenik, khususnya pada daerah insisal. Kerugian lain dari radiografi panoramik adalah:29
1. Gambaran tomografi ini hanya menampilkan satu bagian dari pasien, sehingga struktur atau kejanggalan yang tidak mencolok tidak terlihat jelas.
2. Jaringan lunak dan rongga udara dapat terhalangi jaringan keras.
3. Bayangan artefaktual dapat manghalangi gambaran struktur yang penting. 4. Penggunaan indirect-action film dan intensifying screen menghasilkan penurunan kualitas gambar tapi resolusinya dapat ditingkatkan dengan menggunakan digital image receptor.
5. Teknik ini tidak cocok pada pasien anak di bawah umur enam tahun atau pasien yang mempunyai kemampuan terbatas karena panjangnya siklus pemaparan.
6. Beberapa pasien tidak dapat menyesuaikan diri sehingga beberapa struktur dapat keluar dari fokus.
2.4.4 Gambaran Radiografi Maxillary Alveolar Ridge
Salah satu struktur yang terlihat pada radiografi panoramik adalah alveolar ridge. Saat terjadi kehilangan gigi, struktur ini mengalami penurunan ketinggian. Pasien dengan rahang tidak bergigi atau kehilangan seluruh geligi pada rahang menyebabkan terjadinya penurunan struktur ini. Ketinggian maxillary alveolar ridge
pada pasien edentulus dapat diperkirakan dengan menghitung ketinggian alveolar ridge melalui radiografi panoramik. Ketinggian maxillary alveolar ridge dapat
dinyatakan sebagai jarak antara garis infraorbita dan alveolar crest pada maksila baik pada pasien edentulus maupun bergigi.6
Gambar 4. Alveolar ridge (tanda panah) dilihat sebagai garis batas tulang alveolar yang tampak radiopak pada rontgen foto28
2.4.5 Pengukuran Alveolar Ridge Rahang Edentulus Pada Radiograf Panoramik
infraorbita dan titik molar terletak pada titik inferior processus zygomaticus. Pada pasien
bergigi (kelompok kontrol) gigi yang harus ada yaitu insisif pertama, premolar pertama dan molar pertama.Terdapat tiga titik perhitungan, titik insisif terletak pada midline rahang atau titik tengah kedua insisif sentral, titik premolar terletak pada distal premolar pertama dan titik molar terletak pada distal molar pertama.6
Gambar 5. Pengukuran ketinggian maxillary alveolar ridge pada sampel bergigi. Garis O-garis infraorbital; garis Z–garis zigomatik; garis A, B, C-garis O ke alveolar crest (1,2 mm dari cementoenamel junction) pada midline rahang atau titik tengah kedua insisif sentral (A), distal premolar pertama (B) dan distal molar pertama (C)8
2.6 Kerangka Konsep
Radiografi Panoramik
Wanita bergigi Wanita edentulus
Pengukuran ketinggian maxillary alveolar ridge
Gigi I1, P1 dan M1
Terdapat perbedaan Tidak terdapat