• Tidak ada hasil yang ditemukan

Keadilan Gender Hukum Waris Islam

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Keadilan Gender Hukum Waris Islam"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

PERSPEKTIF ADIL DALAM HUKUM WARIS ISLAM Dr. Munadi, MA

Dosen Fiqh/Usul Fiqh IAIN Lhokseumawe Email: munadiusman83@gmail.com

ABSTRAK

Mobilisasi penduduk dan perkembangan industri dewasa ini berjalan cukup pesat telah menggeserkan beberapa paradigma masyarakat yang telah berlangsung dalam rentang waktu yang cukup lama, salah satunya menyangkut keadilan dalam pembagian harta warisan antara laki-laki dan perempuan. Paradigma lama mengukuhkan bahwa laki-laki berhak mendapatkan harta lebih banyak dibanding perempuan yaitu satu banding dua, di mana jumlah yang diterima laki-laki sama dengan dua kali bagian yang diterima perempuan. Porsi demikian adalah ketentuan dalam hukum waris Islam berdasarkan ketetapan Alquran dan Hadis, selanjutnya dianggap adil dan proporsional. Namun belakangan ini paradigma tersebut dianggap tidak relevan lagi dan banyak mendapat gugatan dari berbagai kalangan, khususnya kaum feminis. Mereka memandang porsi pembagian waris seperti itu tidak mencerminkan keadilan dan terkesan diskriminatif terhadap kaum perempuan. Perubahan zaman dan peran perempuan dalam keluarga saat ini yang mulai bergeser menjadi latar belakang mereka berpandangan demikian. Kajian ini menggunakan pendekatan normatif dan filosofis untuk memahami dasar hukum dan tujuan dari penetapan porsi bagian waris laki-laki dan perempuan yang berbeda dalam hukum waris Islam.

Keyword: Keadilan, Gender, Waris Islam

ABSTRACT

The mobilization of the population and the development of industry now has been rapidly shifting some of the paradigms of society that have been going on for a long time, one of which concerns justice in the distribution of inheritance between men and women. The old paradigm affirms that men are entitled to more wealth than women ie one in two, where the amount received by men equals two the share that women receive. Such a portion is a provision in the law of inheritance of Islam based on the provisions of the Qur'an and Hadith, hereafter considered fair and proportionate. But lately this paradigm is considered irrelevant and many get sued from various circles, especially feminists. They view the portion of such inheritance as not reflecting justice and being discriminatory for women. Changes in the age and role of women in the family today that began to shift into their background this view. This study uses a normative and philosophical approach to understanding the legal basis and purpose of determining the portion of different male and female heritage in Islamic inheritance law.

(2)

صخلم

جذومممن ضممعب لوممحت ةعرممسب مومميلا ةعانممصلا ةمميمنتو ناكممسلا ةممكرح

يممف ةمملادعلاب قمملعتي اممهنم ،لمميوط نمممز ذممنم ةممتباث تناك يتلا عمتجملا

لاممجرلا نأ ميدممقلا جذومممنلا .ةأرممملاو لممجرلا نمميب ثارمميملا ميممسقت

لداممعي ثمميح ،نيثممنا دممح لممثم ىممنعي ,ءاممسنلا نم رثكأ لاملا نوقحتسي

اذممه .ةأرملا اهيلع لصحت يتلا ةصحلا فعض لاجرلا هاقلتي يذلا غلبملا

ماممكحأ ساممسأ ىمملع ملممسلا نممم ثارمميملا نوناممق يف مكح وه ءزجلا

ةرمميأخلا ةنولا يف نكلو .ةبسانتمو ةلداع ذكه ربتعتو ،ثيدحلاو نآرقلا

نممم ةيئاممضق ىوممعد ىمملع تلممصح ريثممكو ،ةلداع يذ ريغ جذومنلا ربتعي

ل ثاريملا اذه نم اءزج نأ ىرت نهو .ةيوسنلا ةصاأخو ،رئاودلا فلتخم

يممف ةأرممملا رودو نممس يممف تاريغتلا .ةأرملا دض زيميو ةلادعلا سكعي

هذممه و .يأرمملا ذممه ئممشني اممهتيفلأخ ىمملإ لوحت تأدب يتلا مويلا ةرسلا

ضرغلاو ينوناقلا ساسلا مهفل ايفسلفو ايرايعم اجهنم مدختست ثحبلا

يممف ثاممنلاو روكذمملا نممم ثاريملا ماسقأ فلتخم نم ءزجلا ديدحت نم

.يملسلا ثاريملا نوناق

ةملكلا

:

(3)

A. Pendahuluan

Pesatnya perkembangan industri selama kurun waktu tiga puluh lima tahun terakhir di Indonesia telah melahirkan berbagai perubahan sosial. Dahulu perempuan yang berkedudukan sebagai pendamping lelaki dalam rumah tangga telah mengalami berbagai perubahan yang signifikan seiring banyaknya perempuan yang berkiprah dalam mencari nafkah di luar rumah. Di zaman sekarang peran perempuan dan peran laki-laki hampir sama dalam menjalankan roda perekonomian keluarga, perempuan yang dahulu hanya dikhotomikan sebagai konco winking bagi suami yang bertugas dalam urusan rumah tangga, namun hal itu telah mengalami pergeseran seiring perubahan zaman.

Dampak kapitalisme dan industri modern terhadap peran perempuan diyakini juga ambigu, kapitalisme maju melalui komersialisasi aktivitas-aktivitas produktif manusia dengan melakukan rasionalisasi pasar pemisahan yang domestik dan pribadi dari yang publik dan sosial. Pada saat yang sama, dorongan kuat akan keberhasilan telah mengabaikan gagasan-gagasan tradisional tentang penghasilan keluarga yang bertumpu pada laki-laki, serta memaksa perempuan dari kelas bawah dan menengah untuk bekerja.

Majunya kapitalisme telah membuka kesempatan bagi perempuan untuk eksis di luar rumah dan menentang dominasi laki-laki akibat budaya patriarki. Pembagian kerja berdasarkan jenis kelamin laki-laki dan perempuan telah menjadi kontrol kemampuan produksi, dan kesetaraan laki-laki dan perempuan akan terwujud secara penuh dengan tercapainya kemajuan teknologi di mana pekerjaan tidak harus mengunakan tenaga yang besar tetapi dapat dilaksanakan dengan kemampuan ilmu dan ketrampilan.1

Kapitalisme industri telah menghancurkan unit kerja suami dan isteri, awalnya perempuan lebih tergantung kepada laki-laki untuk keberlangsungan ekonominya. Pernikahan bagi perempuan, menurut Hamilton, telah menjadi tiket

(4)

baginya untuk memperoleh kehidupan walau kadang kala sama sekali tidak mencukupi.

Kapitalisme dan patriarki merupakan dua sistem yang saling berkaitan, karenanya ada hubungan antara pembagian kerja, upah dan kerja domestik. Pembagian kerja domestik yang hirarkis terus dihidupkan oleh keluarga telah mengenyampingkan peranan produktif tradisional bagi keberlangsungan dan kebaikan dalam masyarakat. Dahulu wanita hanya sebagai pendamping pria dalam mencari nafkah, namun kini telah mengalami pergeseran, di mana perempuan tidak sedikit malah menjadi tulang punggung perekonomian keluarga. Pergeseran inilah yang menjadikan perubahan sosial yang dahulu wanita merupakan sebagai mahluk kelas dua kini telah sejajar kedudukannya dengan laki-laki,2 begitu pula

dalam tuntutan pembagian terhadap harta warisan.

Pergeseran peran laki-laki dan perempuan inilah yang menjadi isu hangat dalam masyarakat, di mana kaum perempuan menuntut hak sesuai perannya dalam keluarga. Sehingga hukum kewarisan Islam pun dituntut supaya dapat pula mengakomodir perubahan masyarakat dengan ketentuan yang dapat memberikan keadilan terhadap perempuan di masa sekarang ini. Tulisan ini ingin mengetengahkan tentang perpsektif adil dalam hukum kewarisan Islam terhadap laki-laki dan perempuan sesuai perannya dalam keluarga.

B. Pengertian Warisan

Dalam kitab fiqh, ilmu mawaris disebut juga dengan ilmu faraidh. Zakariya Anshary dalam Kitab Syarah Tahr rῑ menjelaskan bahwa kata “farāidh” merupakan bentuk jamak dari kata “fardh” yang artinya “taqdir” yaitu ketentuan. Fardh secara syar'i adalah bagian yang telah ditentukan bagi ahli waris. Secara istilah yang dimaksud dengan farāidh yaitu ilmu yang mempelajari tentang pembahagian harta warisan menurut bahagian-bahagian ahli waris sebagaimana yang telah diatur dalam al-Quran.3

2Herry Santoso, Idiologi Patriarki dalan Ilmu-Ilmu Sosial, (Yogyakarta, Proyek Penelitian PSW UGM, 2001), h. 78.

(5)

Sebagian ulama yang lain mengistilahkan farāidh dengan mawāris. Kata mawārits merupakan bentuk jamak dari mīras. Maknanya menurut bahasa ialah berpindahnya sesuatu dari seseorang kepada orang lain, atau dari suatu kaum kepada kaum lain. Sedangkan maksud mawāris menurut istilah yang dikenal menurut penjelasan ulama fiqh yaitu berpindah hak kepemilikan dari orang yang meninggal kepada ahli warisnya yang masih hidup, baik yang ditinggalkan itu berupa uang, tanah, atau apa saja hak milik yang legal menurut syara.4

Kewarisan merupakan salah satu mekanisme peralihan hak kepemilikan atas suatu harta benda, yaitu pemindahan harta (hak milik) dan tanggung jawab dari orang yang meninggal dunia kepada ahli waris yang masih hidup. Harta yang dipindahkan tersebut dapat berupa harta berwujud seperti uang, rumah, tanah dan lain-lain atau harta tidak berwujud seperti royalti yang biasanya disebut tirkah (harta peninggalan). Sedangkan yang dimaksud dengan tanggung jawab adalah kewajiban-kewajiban yang harus dipenuhi oleh ahli waris, seperti hutang, wasiat, dan lain sebagainya.5

C. Dasar Hukum Waris dan Sebab-Sebab Memperolehnya

Sejarah mencatat bahwasanya sebelum datang Islam, bangsa Arab memperlakukan kaum wanita dan anak-anak secara diskriminatif. Wanita dan anak-anak tidak diberikan harta warisan sedikitpun dari peninggalan ayah, suami, maupun kerabat mereka, mereka sama sekali tidak diperhitungkan sebagai ahli waris. Namun setelah datangnya Islam tradisi demikian diubah secara total dan menetapkan perempuan sebagai ahli waris yang berhak atas harta dengan bahagian tertentu, demikian pula anak-anak. Islam memberikan perempuan hak waris, tanpa boleh siapapun menghalang dan menghapusnya. Inilah ketetapan yang Allah tetapkan dalam syariat sebagai keharusan yang tidak dapat diubah.6

Dasar hukum bagi kewarisan Islam terdapat dalam Alqur’an dan Hadīs,

4 Jalaluddin Al-Mahalli, Qalyubi wa Amirah, Juz. III, (Beirut: Daarul Fikr, 2000), h. 184.

5Komnas Perempuan, Hak Waris Perempuan & Perwalian Anak, (Banda Aceh: Komnas Perempuan, 2007), h. 1.

(6)

dalil-dalil tersebut dapat diuraikan sebagai berikut.

1. QS. An-Nisa’ (4) : 11

ق

ق ووفق ءءاس

ق نن ن

ن ك

ك ن

و إنفق ,ننيويقثقنولو

ك ا ظ

ظ حق لكثومن رنكقذنللن موككدنلقووأق ىفن هكللا مكككيوص

ن وويك

ل

ظ ك

ك لن هنيووقبقلنقوق , ف

ك ص

و نظلا اهقلقفق ةءدقحناوق ت

و نقاك

ق ن

و إنوق , ك

ق رقتق امق اثقلكثك ننهكلقفق ننيوتقنقثاو

ددلقوق هكلن ن

و ك

ك يق مولق نوإنفق , ددلقوق هكلق نقاكق نوإن كقرقتق امنمن س

ك

دكس

س لا امقهكنومن ددحناوق

م

و ك

ك ؤكابقأق , نديودق ووأق اهقبن ىص

ق وويك ةدينص

ن وق دنعوبق ن

و من ث

ك لكثكلا هنمظلن

ك فق هكاوقبقأق هكثقرنوقوق

ن

ق اك

ق هقللا ننإن , هنللا نقمن ةءض

ق يورنفق ,اعءفونق موك

ك لق ب

ك رققوأ

ق موهكيسأق نقووركدوتقلق موككئكانقبوأقوق

.امءيوكنحق امءيولنعق

Artinya: Allah mensyari'atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu. Yaitu : bahagian seorang anak lelaki sama dengan bagahian dua orang anak perempuan; dan jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua, Maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan; jika anak perempuan itu seorang saja, Maka ia memperoleh separuh harta. dan untuk dua orang ibu-bapa, bagi masing-masingnya seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak; jika orang yang meninggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu-bapanya (saja), Maka ibunya mendapat sepertiga; jika yang meninggal itu mempunyai beberapa saudara, Maka ibunya mendapat seperenam. (Pembagian-pembagian tersebut di atas) sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat atau (dan) sesudah dibayar hutangnya. (Tentang) orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa di antara mereka yang lebih dekat (banyak) manfaatnya bagimu. ini adalah ketetapan dari Allah. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana. (QS. An-Nisa’ (4) : 11)

2. QS. An-Nisa’ (4) : 12

(7)

Artinya: Dan bagimu (suami-suami) seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh isteri-isterimu, jika mereka tidak mempunyai anak. jika isteri-isterimu itu mempunyai anak, Maka kamu mendapat seperempat dari harta yang ditinggalkannya sesudah dipenuhi wasiat yang mereka buat atau (dan) sesudah dibayar hutangnya. Para isteri memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak. jika kamu mempunyai anak, Maka Para isteri memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan sesudah dipenuhi wasiat yang kamu buat atau (dan) sesudah dibayar hutang-hutangmu. jika seseorang mati, baik laki-laki maupun perempuan yang tidak meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan anak, tetapi mempunyai seorang saudara laki-laki (seibu saja) atau seorang saudara perempuan (seibu saja), Maka bagi masing-masing dari kedua jenis saudara itu seperenam harta. tetapi jika saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang, Maka mereka bersekutu dalam yang sepertiga itu, sesudah dipenuhi wasiat yang dibuat olehnya atau sesudah dibayar hutangnya dengan tidak memberi mudharat (kepada ahli waris). (Allah menetapkan yang demikian itu sebagai) syari'at yang benar-benar dari Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Penyantun. (QS. An-Nisa’ (4) : 12)

(8)

5. Hadits Riwayat Abdullah bin Umar.

ن

ن مميوتقلنمن ل

ك ممهوأق ث

ك رقاوقممتقيق ل

ق هممللا ل

ك وممس

ك رق ل

ق اممقق ل

ق اممقق ورموعق ننبو هنللا دنبوعق نوعق

(هجام نبإ و دود وبأ , دمحأ هور) .ىتنش

ق

Artinya: Dari Abullah bin Amr Radhiyallahuanhu berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda,"Dua orang yang berbeda agama tidak saling mewarisi.(HR. Ahmad Abu Daud dan Ibnu Majah)

Selain ayat dan hadits yang telah disebutkan sebenarnya masih banyak lagi dalil yang menjadi dasar hukum bagi kewarisan Islam, namun penulis tidak menyebutkan semuanya di sini untuk membuat tulisan ini ringkas. Ayat dan hadits tersebut merupakan dasar hukum pembahagian harta warisan dalam Islam. Bahkan bila diamati penjelasan ayat maupun hadits sangat jelas uraian mengenai warisan ini, khususnya mengenai ahli waris dan bahagian mereka. Hal itu telah ditetapkan secara pasti dalam dalil. Kejelasan dan kepastian uraian dalil terhadap masalah warisan ini menggambarkan bahwa hukum waris Islam mesti dijalankan sebagaimana yang diatur syara’ tanpa boleh merubahnya.

Adapun sebab-sebab memperoleh harta warisan ada beberapa faktor, yaitu: 1. Garis Keturunan (nasab), yaitu orang yang mempunyai hubungan darah

dengan pewaris, yaitu anak, saudara, ayah, ibu.

2. Ikatan Perkawinan (mushaharah), yaitu suami atau Isteri

3. Kepemilikan Budak (wala’), sebab mendapatkan kewarisan berdasarkan wala’ul ‘ataqah adalah hubungan yang tercipta dari tindakan seseorang pemilik budak yang memerdekakan budaknya. Kemudian bekas budak itu mati dan meninggalkan harta warisan maka orang yang telah memerdekakan budak tersebut berhak mendapat harta warisan dari budak yang dimerdekakan tersebut, jika ia tidak memiliki ahli waris.

(9)

wasiat ini sangat dibatasi tidak boleh lebih dari 1/3 dari harta warisan setelah dikurangi semua beban dan biaya.

5. Hubungan Islam, penerima warisan atas nama hubungan Islam adalah Baitil Mal, di saat seorang meninggal tidak meninggalkan seorang ahli waris pun. Harta orang tersebut diambil alih oleh badan Baitil Mal dan mempergunakannya untuk kepentingan dan kemaslahatan masyarakat umum.7

D. Hak Laki-Laki dan Perempuan dalam Kewarisan Islam

Sebelum menjelaskan tentang bentuk keadilan dalam hukum kewarisan Islam antara laki-laki dan perempuan, terlebih dahulu akan dijelaskan tentang pengertian adil menurut bahasa dan istilah. Adil merupakan kata bahasa Indonesia yang berasal dari kata “adl” di dalam al-Qur’an. Kata “adl” atau turunannya disebut lebih dari 28 kali. Sebagian di antaranya diturunkan Allah dalam bentuk kalimat perintah dan sebagian dalam bentuk kalimat berita. Kata “adl” itu dikemukakan dalam konteks yang berbeda dan dalam arah yang berbeda pula. Sehingga memberikan definisi yang berbeda sesusai dengan konteks tujuan penggunaanya.

Dalam hubungannya dengan hak yang menyangkut materi khususnya yang menyangkut dengan kewarisan kata tersebut dapat diartikan sebagai keseimbangan antara hak dan kewajiban, dan keseimbangan antara yang diperoleh dengan keperluan dan kegunaan.8 Pembagian hak waris dilakukan secara

proporsional berdasarkan hak dan tanggungjawab seorang pewaris.

Atas dasar pengertian tersebut di atas terlihat jelas asas keadilan dalam pembagian harta warisan dalam hukum Islam, di mana secara mendasar dapat dikatakan bahwa perbedaan gender tidak membatasi hak menerima warisan dalam Islam. Artinya sebagaimana laki-laki, perempuan mempunyai hak yang sama kuatnya untuk mendapatkan warisan. Hal ini secara jelas disebut dalam Alqur’an

7 T. Mahmud Ahmad, S.Ag, Ilmu Faraidh Praktis, (Banda Aceh: Pena, 2012), h. 4.

(10)

dalam surah al-Nisa ayat 7 yang menyamakan kedudukan laki-laki dan perempuan dalam hak mendapatkan warisan. Pada ayat 11, 12 dan 176 surah an-Nisa juga secara rinci diterangkan kesamaan kekuatan hak menerima warisan antara laki-laki dan perempuan, antara ayah dan ibu (ayat 11), antara suami dan isteri (ayat 12) dan antara saudara laki-laki dan perempuan (ayat 12 dan 176).

Mengenai jumlah bagian yang diterima laki-laki dan perempuan terbagi dalam dua bentuk. Pertama: laki-laki mendapat jumlah yang sama banyak dengan perempuan; seperti ayah dengan ibu sama-sama mendapatkan seperenam dalam keadaan pewaris meninggalkan anak kandung, sebagaimana yang dinyatakan dalam ayat 11 surah al-Nisa. Begitu pula dengan sudara laki-laki dengan saudara perempuan seibu sama-sama mendapat seperenam. Dan jika seorang pewaris tidak memiliki ahli waris langsung seperti suami, isteri, anak, bapak dan, ibu maka berlaku surah al-Nisa’ ayat 12.

Kedua: laki-laki memperoleh bagian lebih banyak dari perempuan, yaitu dua kali lipat dari yang diperoleh perempuan yaitu; 1) anak laki-laki dengan anak perempuan, 2) suami dengan isteri, sebagaimana tersebut dalam ayat 12 surat An-Nisa’. Ditinjau dari segi jumlah yang diterima dari harta warisan, memang terdapat perbedaan. Akan tetapi hal tersebut bukan berarti tidak adil, karena keadilan dalam pandangan Islam tidak hanya diukur dengan jumlah yang sama didapat saat menerima hak waris, akan tetapi juga dikaitkan dengan kegunaan dan kebutuhan masing-masing dari ahli waris.

Secara umum laki-laki membutuhkan lebih banyak materi dibandingkan perempuan, hal tersebut dikarenakan laki-laki dalam Islam memikul kewajiban nafkah ganda yaitu terhadap dirinya dan terhadap keluarganya (anak, isteri, ibu saudara perempuan, dan seterusnya). Terkait hal ini Allah menjelaskan dalam QS. al-Nisa’ (4) 34 yang berbunyi:

(11)

Artinya: Laki-laki adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka... (QS. al-Nisa’ (4) 34)

Ayat di atas menjelaskan tentang posisi laki-laki sebagai pemimpin kaum perempuan. Kata نومووق dalam ayat ditafsirkan oleh para ulama dengan نوطلوسم

yang berarti memimpin.9 Dengan demikian laki-laki adalah pemimpin bagi kaum

perempuan, yang bertanggungjawab untuk memberikan perlindungan, kasih sayang dan nafkah bagi kaum perempuan, baik isteri, anak, ibu, saudara dan kerabat perempuan yang lain.

Kewajiban memberi nafkah oleh suami terhadap perempuan, khususnya isteri tidak dipengaruhi oleh situasi apapun, sekalipun isteri adalah orang kaya ataupun memiliki penghasilan sendiri, namun sebagai suami tetap harus menunaikan kewajiban memberi nafkah kepada isteri sesuai martabat dan kebutuhannya. Jika si isteri berasal dari keluarga yang kaya, maka suami harus memberikan nafkah layaknya orang kaya, begitu juga sebaliknya isteri yang miskin wajib diberikan nafkah selayaknya orang miskin.10 Dengan demikian isteri

tidak tersakiti karena hak-haknya terpenuhi.

Bila dihubungkan antara hak dan kewajiban laki-laki dan perempuan dalam sebuah keluarga, maka perbedaan jumlah harta warisan yang diterima oleh laki-laki dan perempuan tidak mempertimbangkan satu pihak saja, tetapi tetap mempertimbangkan kedua belah pihak, di mana laki-laki dan perempuan diberikan harta waris sesuai dengan kebutuhan dan tanggungjawab masing-masing. Perbedaan tersebut digolongkan adil secara berimbang, di mana laki-laki yang memperoleh bagian harta warisan dua kali bagaian perempuan, namun tidak semua harta tersebut untuk dirinya. Sebahagian dari harta yang diterimanya harus diberikan kepada perempuan di bawah tanggungannya baik isteri, anak, ibu dan saudara perempuan yang berada di bawah tanggungjawabnya. Sedangkan

9 Lihat Tafsir al-Jalalain, Juz I, h. 303.

(12)

perempuan yang menerima hak waris lebih sedikit, namun sepenuhnya untuk dirinya. Ia tidak tidak dibebankan untuk menafkahi keluarga. Dengan demikian hak yang diterima masing-masing laki-laki dan perempuan bersifat adil dan berimbang sesuai tanggung jawab masing-masing. Ahli waris yang memiliki tanggungjawab yang besar, maka berhak memperoleh harta dalam jumlah yang besar pula, sebaliknya ahli waris perempuan yang memiliki tanggungjawab kecil dalam bidang nafkah berhak memperoleh harta waris yang lebih kecil. Demikianlah konsep keadilan yang diterapkan dalam hukum kewarisan Islam.

Kerabat dari segala sisi atas, bawah maupun ke samping semua berhak mendapatkan harta warisan baik laki-laki maupun perempuan sebagaimana dijelaskan oleh surah An-Nisa ayat 11 yang bahwa laki-laki dan perempuan sama-sama memperoleh warisan, hanya saja berbeda dari segi jumlahnya. Anak memperoleh bagian lebih besar dari orang tua, laki-laki lebih besar bahagian dari perempuan. Perbedaan ini tidak lain adalah karena tinjauan terhadap kewajiban atau tanggungjawab mereka.

Hak warisan yang diterima oleh ahli waris pada hakekatnya merupakan kontinuitas tanggungjawab pewaris terhadap keluarganya atau ahli waris berimbang dengan perbedaan tanggung jawab seseorang (yang kemudian menjadi pewaris) terhadap keluarga (yang kemudian menjadi ahli waris) bagi seorang laki-laki tanggungjawab adalah isteri dan anak-anak merupakan kewajiban yang harus dipikulnya.

(13)

E. Hikmah Bagian Laki-Laki Dua Kali Bagian Wanita

Dalam sistem hukum kewarisan Islam menempatkan pembagian yang tidak sama antara laki-laki dengan perempuan. Seiring dengan bias gender, kaum feminis menuntut kedudukan yang sama dengan laki-laki, sebab pada prinsipnya hukum tidak membeda-bedakan jenis kelamin antara laki-laki dan perempuan. Tuntutan ini membawa pengaruh terhadap sistem hukum dan juga arti keadilan, dahulu laki-laki merupakan orang yang bertanggung jawab dalam rumah tangga,11

kini laki-laki bukan satu-satunya lagi sebagai pencari nafkah dalam keluarga, sehingga tuntutan mengenai keadilan pun mengalami perubahan.

Di zaman pra-Islam wanita bukanlah sebagai ahli waris karena sistem keluarga waktu itu menganut sistem patrilinial di mana semua harta adalah milik suami atau laki-laki. Masyarakat pada waktu itu berpandangan bahwa hanya orang laki-lakilah satu-satunya yang dapat mengumpulkan harta, sedangkan perempuan tidak mampu melakukannya. Oleh sebab itu semua harta menjadi hak laki-laki. Dengan datangnya Islam, maka wanita mempunyai hak yang sama kuat dalam memperoleh harta warisan sebagaimana bunyi QS. an-Nisa (4) : 7 :

ك

ق رقممتق امممنمن ب

د يوممص

ن نق ءناممس

ق نظللنوق ن

ق ووبكرققولو

ق اوق ننادقلناوقلوا كقرقتق امنمن بديوصننق لناجقرظللن

.اض

ء ووركفومق اءبويص

ن نق ,رقثككقووأ

ق هكنومن لنقق امنمن نقووبكرققولوقاوق ننادقلناوقلاو

Artinya: bagi orang laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya, dan bagi orang wanita ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bahagian yang telah ditetapkan. (QS. Al-Nisa (4) : 7)

Asas hukum dalam kewarisan Islam tidak memandang perbedaan antara laki-laki dan perempuan, semua ahli waris baik laki-laki maupun perempuan mempunyai hak yang sama sebagai ahli waris. Tetapi hanyalah perbandingan haknya saja yang berbeda. Dalam hukum kewarisan Islam yang ditekankan keadilan yang berimbang, bukan keadilan yang sama rata sesama ahli waris. Karena prinsip inilah yang sering menjadi polemik dan perdebatan yang kadang kala menimbulkan persengketaan di antara para ahli waris.

(14)

Allah Swt. menjadikan bahagian warisan laki-laki melebihi bahagian perempuan, kecuali saudara laki-laki seibu. Mereka mendapat warisan tidak melebihi sepertiga, sekalipun jumlah mereka lebih dari satu orang. Mereka mendapatkan warisan melalui perantaraan ibunya. Oleh karena itu mereka mendapat bagian yang sama (sepertiga). Berbeda dengan saudara laki-laki dari pihak bapak. Kedudukan mereka lebih tinggi, bagian mereka sebagaimana yang terdapat dalam nash yaitu dua banding satu dari bagian perempuan.

Hikmah laki-laki mendapatkan hak waris melebihi bagian perempuan, Ali Ahmad al Jarjawi seorang ulama Al-Azhar Mesir mengemukakan bahwa laki-laki adalah sosok pekerja keras dan bersusah payah dalam mencari nafkah untuk menafkahi keluarganya. Dalam syariat Islam, suami wajib memberikan nafkah bagi isterinya, walaupun sang isteri termasuk orang yang kaya dan mampu. Lelaki dibebankan untuk memikul beban hidup yang demikian berat, sementara beban tersebut tidak sanggup dipikul oleh perempuan. Lelaki bertugas untuk memakmurkan bumi dan mengembangkannya, dan selalu berhadapan dengan berbagai kesulitan. Lelaki wajib berperang mempertahankan tanah air dan agama. Demikian juga lelaki memikul peranan untuk mewujudkan kemaslahatan umat, dibidang keuangan, pengadilan dan lain sebagainya.12 Peran-peran jarang dapat

dilakukan oleh perempuan.

Atas alasan ini Allah swt melebihkan bagian warisan laki-laki dari bagian wanita, karena harta termasuk bahagian terpenting dalam membantu manusia memenuhi kebutuhan hidup serta memudahkan dalam mencari pekerjaan.13 Imam

al-Nasafi mengemukakan bahwa keunggulan laki-laki dari wanita terdapat pada akal, tekad, keteguhan hati, gagasan ide, kekuatan, perang, kesempurnaan, puasa, shalat, kenabian, khilafah, kepemimpinan, adzan, khutbah, jamaah, juma’atan, baca takbir di Hari Tasyriq (menurut Abu Hanifah), kesaksian dalam hudud,

12Syekh Ali Ahmad Al-Jarjawi, Hikmah Tasyri’ wa Falsafatuhu, (Beirut: Darul al-Fikri, 1997), Cet. Ke 5, h. 717.

(15)

qishash dan lebih banyak dalam warisan, hak ashabah, pemegang nikah dan hak talak.14

Dengan berbagai alasan dan pertimbangan di atas maka syara’ menetapkan bagian waris laki-laki harus melebihi perempuan, laki-laki dan perempuan memiliki keunggulan masing-masing. Dalam pandangan Allah swt tidak ada istilah makhluk nomor satu dan nomor dua. Maka kemudian Allah menetapkan hukum bagi laki-laki dan perempuan dengan adil dan proporsional sesuai fitrah masing-masing. Allah menciptakan laki-laki dengan tubuh yang kuat supaya ia sanggup mencari rezeki untuk menafkahi keluarganya, demikian juga sejumlah kelebihan lainnyha diberikan kepada laki-laki agar dapat berkiprah dalam masyarakat.

Sedangkan perempuan Allah menciptakannya sebagai makhluk yang indah, lembut dan penuh kasih sayang. Tugas perempuan yang utama adalah melayani suami dan mengasuh anak-anak. Perempuan tidak diwajibkan mencari nafkah, namun ia hanya menerima saja nafkah yang diberikan suaminya. Maka hukum dan tanggung jawab perempuan terhadap nafkah tidak sama seperti laki-laki. Perempuan dalam posisi menerima nafkah, bukan sebagai pencari nafkah.

Pembagian tugas antara laki-laki dan perempuan dalam Islam cukup jelas, laki-laki bekerja di luar rumah untuk mencari nafkah, sedangkan perempuan bekerja di rumah untuk menjaga dan merawat anak-anak, membersihkan rumah, memasak, mencuci dan lain sebagainya. Sesuai kodratnya pekerjaan perempuan bersifat domestik, sedangkan laki-laki bersifat publik. Namun dalam batas tertentu perempuan juga dapat berkiprah di luar dengan melakukan berbagai aktivitas yang sesuai dengan kodrat dirinya.

Perempuan yang bekerja mencari uang tidak dilarang secara mutlak, namun tergantung kondisi. Dalam keadaan darurat, di mana kondisi ekonomi keluarga yang sempit, atau ekonomi mereka mapan namun suami mengizinkannya bekerja, maka seorang isteri boleh saja bekerja dalam kondisi ini. Dalam bekerja seorang isteri harus memperhatikan aspek keselamatan dan maruah dirinya, serta

(16)

memastikan kewajiban menjaga anak dan mengurus rumah tangga tidak terbengkalai.

Dari uraian di atas dapat dipahami bahwa ketetapan hukum kewarisan Islam yang melebihkan hak waris laki-laki atas perempuan bersifat adil, diukur dari segi kebutuhan dan tanggung jawab masing-masing. Ketetapan tersebut akan tetap berlaku di mana pun dan kapan pun selama kodrat dan tanggungjawab masing-masing laki-laki dan perempuan belum berubah.

F. Kesimpulan

Hukum waris Islam telah mengakomodir prisip hukum yang berkeadilan gender dengan bukti antara laki-laki dan perempuan mempunyai hak yang sama kuat dalam mendapatkan harta warisan dari orang tuanya maupun dari saudaranya. Hukum waris Islam telah memposisikan sebagai ahli waris, sama seperti laki. Perempuan memperoleh bagian yang telah tertentu dari harta warisan melalui skema zaw al-furud, bahkan bisa menjadi ahli waris ashabah bila mewarisi bersama-sama dengan anak laki-laki.

Perbandingan hak waris antara laki-laki dan wanita adalah dua banding satu, dikarenakan laki-laki memiliki beban tanggungjawab yang besar dalam menafkahi isteri atau keluarganya. Laki-laki merupakan penanggungjawab utama terhadap ekonomi rumah tangga, sedangkan perempuan pada posisi penerima nafkah. Hukum kewarisan Islam menganut asas keadilan berimbang antara laki-laki dan perempuan, yaitu penentuan bagian berdasarkan kebutuhan dan tanggungjawab. Bukan asas mempersama ratakan antara bagian laki-laki dan perempuan.

(17)

Ahmad, T. Mahmud, Ilmu Faraidh Praktis, Banda Aceh: Pena, 2012.

Al-Dimyaathy, Muhamamad Syaththa, Haasyiyah I’anah Al-Thaalibiin ‘Ala Halli Alfadli Fathu Al-Mu’iin, juz III, Semarang: Toha Putra, tt.

Anshary, Zakariya, Syarah Tahriir, juz II, Indonesia: Al-Haramain.

Bambang, Sugiharto, Post Modern Tantangan Bagi Filsafat, Yogyakarta: Kanisius, 1996.

Jarjawi, Ali Ahmad, Hikmah Tasyri’ wa Falsafatuhu, Beirut: Darul al-Fikri, 1997, Cet. Ke 5.

Mahalli, Jalaluddin, Qalyubi wa Amirah, Juz. III, Beirut: Daarul Fikr, 2000.

Mansur, Fakih, Analisis Gender dan Tranformasi Sosial, Yogyakarta, Pustaka Pelajar,1999.

Santoso, Herry, Idiologi Patriarki dalan Ilmu-Ilmu Sosial, Yogyakarta, Proyek Penelitian PSW UGM, 2001.

Referensi

Dokumen terkait

Untuk bembuat daftar isi secara otomatis kita akan memanggil file file page number beserta judul dalam halaman tersebut untuk mengatur semua pokok bahasan yan

a. berupa wilayah yang dapat dimanfaatkan untuk kegiatan industri; b. memberikan nilai tambah pada komoditas unggulan wilayah; c. tidak mengganggu kelestarian fungsi lingkungan

Formulasi pengelepasan terkendali I didapatkan dengan mencampurkan larutan shellak 2,5% dengan 10 mL karbofuran 5% (dari bahan aktif karbofuran dengan kemurnian 95%) lalu

Sehingga langkah ini dibutuhkan agar ketika user melakukan login pada hotspot dan saat user sudah selesai kemudian logout, user tidak akan bisa melakukan akses ke jaringan kecuali

intraocular pressure reduction and changes in anterior segment. biometric parameters following cataract surgery

Juliansyah Noor, Penelitian Ilmu Manajemen (Jakarta: Kencana, 2013), h.225.. sebagai akibat tercapainya tujuan prestasinya. Motivasi adalah keinginan yang terdapat pada

Reaksi timbul akibat paparan terhadap bahan yang pada umumnya tidak berbahaya dan banyak ditemukan dalam lingkungan, disebut alergen.3 Paparan berulang oleh alergen

Jika Tuan Puan memilih untuk fokus pada satu produk seperti ahli team saya, saya sarankan fokus pada post testimoni dan gambar promosi dan gambar yang boleh orang repost... HAK