• Tidak ada hasil yang ditemukan

T1__BAB II Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Konsep Kesusilaan dalam PerundangUndangan Indonesia T1 BAB II

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "T1__BAB II Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Konsep Kesusilaan dalam PerundangUndangan Indonesia T1 BAB II"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KESUSILAAN SEBAGAI NORMA DALAM HUKUM INDONESIA

Indonesia adalah negara yang plural, negara dengan suku dan adat budaya yang paling banyak di dunia. Sebagai negara yang plural, tentu mengenai nilai kesusilaan juga dapat dipahami berbeda oleh satu kelompok adat dengan kelompok adat lain. Untuk itu, apabila nilai tentang kesusilaan ini mulai diatur oleh sebuah peraturan yang akan berlaku sama kepada seluruh wilayah Indonesia, pemerintah harus memberikan garis yang tegas. Sehingga ketika peraturan tersebut mulai diberlakukan, tidak ada kebingungan dalam menerapkannya.

Dengan tidak bermaksud ingin membuat sempit arti dari kesusilaan yang sangat abstrak ini, hanya saja penulis merasa tentu ada hal-hal atau batas-batas tentang kesusilaan yang dapat dijadikan sebagai suatu acuan untuk melihat apakah suatu perbuatan dapat dikatakan melanggar atau tidak melanggar norma kesusilaan dengan adil dan dapat diterima oleh aneka budaya kita.

A. Makna Kesusilaan

Pada sub-bab ini, penulis akan membahas pengertian awal mengenai kesusilaan. Pengertian mengenai kesusilaan ini akan dilakukan dengan penafsiran gramatikal dari kata kesusilaan itu sendiri. Selain itu, penulis akan mengutip pendapat beberapa ahli hukum Indonesia mengenai apa yang dimaksud dengan kesusilaan.

Pengertian kesusilaan pertama-tama akan penulis cari dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kesusilaan yang kata dasarnya adalah susila /su·si·la/ memiliki arti:

1) Baik budi bahasanya; beradab; sopan:

(2)

3) Pengetahuan tentang adab.

Kata susila dalam KBBI di padankan dengan contoh kalimat “orang yang merasa terpelajar sudah seharusnyalah mengenal susila”. Sementara, kesusilaan

/ke·su·si·la·an/ sendiri diartikan:

1) Perihal susila;

2) Berkaitan dengan adab dan sopan santun; 3) Norma yang baik;

4) Kelakuan yang baik; 5) Tata krama yang luhur.

Apabila dilihat dari pengertian diatas, penulis sementara menilai bahwa kesusilaan adalah semua hal yang baik-baik, tentang akhlak sesorang yang terpuji, tentang bertata krama dan adat istiadat yang sopan.

Setelah melihat pengertian dari Kamus Besar Bahasa Indonesia, pencarian berikutnya dalam Black’s Law Dictionary, pertama-tama penulis menerjemahkan kesusilaan yang apabila diterjemahkan ke dalam bahasa inggris dapat diartikan menjadi moral, ethics, dan decent, yang mana ketiganya dapat diartikan berbeda. Dalam Black’s Law Dictionary, disebutkan moral:

1) Pertaining or relating to the conscience or moral sense or to the general

principles of right conduct.

2) Cognizable or enforceable only by the conscience or by the principles of right conduct, as distinguished from positive law.

3) Depending upon or resulting from probability; raising a belief or conviction in the mind independent of strict or logical proof.

(3)

Sementara, Ethics diartikan :

Of or relating to moral action, conduct, motive or character; as, ethical emotion;

also, treating of moral feelings, duties or conduct; containing precepts of morality;

moral. professionally right or befitting; conforming to professional standards of conduct.

Kemudian, decency:

The state of being proper, as in speech or dresss; quality of being seemly.

Black’s Law Dictionary memberikan pengertian yang lebih luas dari KBBI, yang

mana moral itu dihasilkan dari probabilitas yang ditegakkan dengan hati nurani atau prinsip-prinsip perilaku yang benar yang diluar dari hukum positif. Kemudian, ethics yang berarti mengandung ajaran tentang moralitas, sedangkan decency yaitu tentang suatu keadaan yang pantas, seperti dalam pidato atau berpakaian. Maka dengan ini dapat disimpulkan bahwa kesusilaan dalam Black’s Law Dictionary adalah ajaran tentang moralitas atau tentang suatu keadaan yang pantas yang merupakan gabungan nilai-nilai kepatutan yang ada pada masyarakat dan ditegakkan dengan hati nurani yang diluar dari hukum positif.

Untuk lebih dekat, selain mendapat pengertian dari KBBI dan Black’s Law

Dictionary, penulis juga merujuk pada beberapa pendapat para ahli hukum Indonesia, salah satunya Barda Nawawi Arief yang mengatakan:

“Delik kesusilaan adalah delik yang berhubungan dengan (masalah) kesusilaan. Sedangkan pengertian dan batas-batas kesusilaan itu cukup luas dan dapat berbeda-beda menurut pandangan dengan nila-nilai yang berlaku di masyarakat. Pada dasarnya setiap delik atau tindak pidana mengandung pelanggaran terhadap nilai-nilai kesusilaan, bahkan dapat dikatakan bahwa hukum itu sendiri merupakan nilai-nilai kesusilaan yang minimal (das recht ist das ethische minimum).”1

1 Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana , edisi kedua cetakan ke-4, Kencana,

(4)

Pendapat berikutnya datang dari Hilman Hadikusuma yang menyebutkan:

“kesalahan kesusilaan ialah semua kesalahan yang menyangkut watak budi pekerti pribadi seseorang yang bernilai buruk dan perbuatannya mengganggu keseimbangan masyarakat. Misalnya melakukan perbuatan maksiat, berzina, berjudi, minum-minuman keras, dan sebagainya. Kesemuanya merupakan perbuatan asusila. Walaupun dalam hukum adat tidak dibedakan antara yang bersifat kejahatan dan pelanggaran, maka dapatlah dikatakan bahwa kesalahan kesopanan itu termasuk pelanggaran sedangkan kesalahan kesusilaan termasuk kejahatan.2”

Berikutnya ahli hukum Indonesia yang pendapatnya telah penulis cantumkan di bab pertama penelitian ini adalah R. Soesilo, beliau menjelaskan bahwa:

“arti kesusilaan (perbuatan asusila) memiliki keterkaitan dengan kesopanan, perasaan malu yang berhubungan dengan nafsu kelamin, misalnya bersetubuh, meraba buah dada perempuan, meraba tempat kemaluan perempuan, memperlihatkan anggota kemaluan, mencium.3 Kesusilaan adalah tentang sesuatu yang merusak kesopanan, sifat merusak kesusilaan perbuatan-perbuatan tersebut kadang-kadang amat tergantung pada pendapat umum pada waktu dan tempat itu. Bahwa orang bersetubuh di tengah jalan itu merusak kesopanan (kesusilaan) umum itu jelas merupakan perbuatan merusak kesusilaan, akan tetapi cium-ciuman di tempat umum di kota besar saat ini dilakukan oleh bangsa Indonesia masih harus dipersoalkan apakah ia merusak kesopanan atau tidak. Apabila polisi menjumpai peristiwa semacam ini, maka berhubung dengan adanya bermacam-macam ukuran kesusilaan menurut adat istiadat yang ada, hendaknya menyelidiki terlebih dahulu apakah perbuatan yang telah dilakukan oleh tersangka itu menurut tempat dan keadaan dapat dipandang sebagai perbuatan asusila. Hal penting yang perlu dilihat adalah sejauh mana pelanggaran kesusilaan (perbuatan asusila) itu dilakukan, yakni perlu pengamatan hukum dengan mengacu pada adat istiadat yang ada untuk melihat konteks asusila.”4

Roeslan Saleh menyatakan bahwa “pengertian kesusilaan hendaknya tidak dibatasi pada pengertian kesusilaan dalam bidang seksual, tetapi juga meliputi hal-hal yang termasuk dalam penguasaan norma-norma keputusan bertingkahlaku dalam pergaulan

2 Hadikusma Hilman, Hukum Pidana Adat, Alumni, Bandung, 1989. hlm.80.

3 R. Soesilo, KUHP Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal demi Pasal, Politea, Bogor, 1996

hlm. 204.

4

(5)

masyarakat.”5 Terakhir, Leden Marpaung dalam bukunya yang berjudul Kejahatan Terhadap Kesusilaan dan Masalah Prevensinya, menuliskan makna dari kesusilaan adalah:

“tindakan yang berkenaan dengan moral yang terdapat pada setiap diri manusia, Leden Marpaung menyimpulkan, pengertian delik kesusilaan adalah perbuatan yang melanggar hukum, dimana perbuatan tersebut menyangkut etika yang ada dalam diri manusia yang telah diatur dalam perundang-undangan.”6

Review singkat penulis dari pendapat para ahli diatas, bahwa menurut Barda Nawawi Arief, karena dapat dipandang berbeda-beda menurut nilai yang berlaku di masyarakat, maka hukum itu sendiri merupakan nilai-nilai kesusilaan yang minimal. Selanjutnya menurut Hilman Hadikusuma kesalahan kesusilaan adalah semua kesalahan yang menyangkut watak budi pekerti pribadi seseorang yang bernilai buruk dan mengganggu keseimbangan masyarakat. Pendapat berikutnya yang sedikit sempit datang dari R. Soesilo yang menyatakan bahwa kesusilaan berkaitan dengan perasaan malu yang berhubungan dengan kelamin, seperti meraba buah dada perempuan, meraba kemaluan perempuan dan lain-lain. Namun menurutnya, hal-hal yang dianggap merusak kesusilaan tersebut harus memperhatikan ukuran kesusilaan menurut adat istiadat di tempat dilakukannya perbuatan merusak kesusilaan, karena beda tempat, beda pendapat umumnya. Kemudian menurut Roeslan Saleh kesusilaan adalah hal-hal yang termasuk dalam penguasaan norma-norma keputusan bertingkah laku dalam pergaulan masyarakat. Terakhir Leden Merpaung, menurutnya kesusilaan adalah etika yang ada dalam diri manusia.

5 Roeslan Saleh, Perbuatan Pidana dan Pertanggung Jawaban Pidana , Ghalia Indonesia, Jakarta,

hlm. 6

(6)

Sampai dengan tahap ini, penulis dapat membuat kesimpulan sementara dari pengertian-pengertian kesusilaan menurut para sarjana diatas, bahwa kesusilaan adalah nilai-nilai yang minimal yang menyangkut etika atau watak budi pekerti yang ada dalam diri manusia yang terdapat pada masyarakat, yang mana untuk menilainya harus memperhatikan tempat terjadinya perbuatan kesusilaan tersebut, karena nilai tentang tingkah laku dalam pergaulan masyarakat ini beda tempat maka beda pula pendapat umumnya.

B. Kesusilaan Dalam Legislasi dan Regulasi di Indonesia

Tidak berhenti hanya pada Kamus Besar Bahasa Indonesia, Black’s Law Dictionary

dan pendapat para sarjana saja dalam pencarian makna kesusilaan, sumber pencarian makna kesusilaan berikutnya adalah dengan meninjau peraturan perundang-undangan Indonesia yang meliputi nilai-nilai atau ideal yang melandasinya yang pastilah memuat hal ini.

1. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyebutkan kesusilaan dalam beberapa Pasal, yaitu:

a. Pasal 891: Penyebutan suatu alasan, baik yang benar maupun yang palsu, namun berlawanan dengan undang-undang atau kesusilaan, menjadikan pengangkatan ahli waris atau pemberian hibah wasiat yang batal.

b. Pasal 1337 menyebutkan bahwa suatu sebab adalah terlarang apabila bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan, dan ketertiban umum.

(7)

2. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana mengatur kesusilaan dalam BAB VI pelanggaran kesusilaan buku ketiga tentang pelanggaran mulai dari Pasal 532 hingga 547, sebenarnya, KUHP adalah yang paling lengkap mengatur tentang kesusilaan/pelanggaran kesusilaan apabila di bandingkan dengan undang-undang yang lain, namun KUHP tidak menjelaskan atau memberikan pengertian kesusilaan, yang diiatur ialah sanksi yang diberikan terhadap perbuatan-perbuatan yang melanggar asusila. Namun, pengertian kesusilaan dapat ditemukan dengan cara penafsiran sistematis antar Pasal-Pasal yang mengatur tentang pelanggaran kesusilaan ini.

(8)

bertujuan menimbulkan kepercayaan bahwa melakukan perbuatan pidana tanpa kemungkinan bahaya bagi diri sendiri.

3. UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, yakni:

a. Pasal pasal 23 ayat (2) yaitu Setiap orang bebas untuk mempunyai, mengeluarkan dan menyebarluaskan pendapat sesuai hati nuraninya, secara lisan dan atau tulisan melalui media cetak maupun elektonik dengan memperhatikan nilai-nilai agama, kesusilaan, ketertiban, kepentingan umum, dan keutuhan bangsa.

b. Pasal 60 ayat (2) yaitu: Setiap anak berhak mencari, menerima, dam memberikan informasi sesuai dengan tingkat intelektualitas dan usianya demi pengembangan dirinya sepanjang sesuai dengan nilai-nilai kesusilaan dan kepatutan.

c. Pasal 73 yaitu: Hak dan kebebasan yang diatur dalam Undang-undang ini hanya dapat dibatasi oleh dan berdasarkan undang-undang, semata-mata untuk menjamin pengakuan dan penghormatan terhadap hak asasi manusia serta kebebasan dasar orang lain, kesusilaan, ketertiban umum, dan kepentingan bangsa.

Tentang kesusilaan yang diatur pada Undang-Undang a quo yaitu mempunyai pikiran dan mengemukakan pendapat yang melanggar kesusilaan, serta mencari, menerima dan memberikan informasi yang memuat pelanggarang terhadap kesusilaan. Berarti, melanggar kesusilaan yang dimaksud dalam Undang-Undang ini adalah mulai dari pemikiran sampai penuangannya yang disampaikan oleh seseorang tersebut yang mengandung atau bertentangan dengan kesusilaan. 4. UU No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran, yaitu:

a. Pasal 46 ayat (3) huruf d: siaran iklan niaga dilarang melakukan hal-hal yang bertentangan dengan kesusilaan masyarakat dan nilai-nilai agama;

(9)

Undang-Undang ini mengharuskan isi siaran iklan sekurang-kurangnya harus berisikan kesusilaan. Siaran menurut Undang-Undang ini adalah pesan dalam bentuk suara, gambar, atau suara dan gambar atau yang berbentuk grafis, karakter, baik yang bersifat interaktif maupun tidak, yang dapat diterima melalui perangkat penerima siaran. Penulis menganggap, berarti siaran iklan yang seperti yang dimaksud di atas harus mengajarkan atau terdapat pesan tentang kesusilaan atau paling tidak isi iklan tidak boleh melanggar kesusilaan.

5. UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan menyebutkan kesusilaan dalam beberapa Pasal, yaitu:

a. Pasal 52 ayat (1) huruf b: Perjanjian kerja dibuat atas dasar pekerjaan yang diperjanjikan tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

b. Pasal 76 ayat (3) huruf b: Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh perempuan antara pukul 23.00 sampai dengan pukul 07.00 wajib menjaga kesusilaan dan keamanan selama di tempat kerja.

c. Pasal 86 ayat (1) huruf b: Setiap pekerja/buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas moral dan kesusilaan.

d. Pasal 169 ayat (1) huruf f: Pekerja/buruh dapat mengajukan permohonan pemutusan hubungan kerja kepada lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial dalam hal pengusaha melakukan perbuatan memberikan pekerjaan yang membahayakan jiwa, keselamatan, kesehatan, dan kesusilaan pekerja/buruh sedangkan pekerjaan tersebut tidak dicantumkan pada perjanjian kerja.

(10)

merupakan salah satu hak pekerja yang harus dipenuhi oleh pelaku usaha. Namun pada pengaturan ini tidak dijumpai pengertian kesusilaan.

6. UU No. 44 Tahun 2008 tentang Pornografi, dalam ketentuan umum Pasal 1 ayat 1, yaitu Pornografi adalah gambar, sketsa, ilustrasi, foto, tulisan, suara, bunyi, gambar bergerak, animasi, kartun, percakapan, gerak tubuh, atau bentuk pesan lainnya melalui berbagai bentuk media komunikasi dan/atau pertunjukan di muka umum, yang memuat kecabulan atau eksploitasi seksual yang melanggar norma kesusilaan dalam masyarakat.

Kesusilaan yang dimaksud adalah kesemua yang terdiri dari bentuk pornografi diatas, karena segala bentuk pornografi sudahlah pasti melanggar kesusilaan, tetapi pelanggaran kesusilaan tidak hanya berupa bentuk pornografi.

7. UU No. 11 Tahun 2012 tentag Sistem Peradilan Pidana Anak dalam Pasal 8 ayat (3) huruf f menyebutkan proses diversi wajib memperhatikan kepatutan, kesusilaan, dan ketertiban umum.

Diversi adalah pengalihan penyelesaian perkara anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana, sehingga kesusilaan yang dimaksud adalah dalam pengalihan dari proses peradilan ke proses di luar peradilan, petugas yang berwenang dalam mengalihkan proses ini tidak boleh sekalipun melakukan hal-hal yang melanggar kesusilaan terhadap anak tersebut.

(11)

Berbeda dengan beberapa Undang-Undang lainnya tentang makna kesusilaan yang bisa didapatkan dengan cara penafsiran sistematis, pada Undang-Undang ini, penulis tidak bisa menemukan makna kesusilaan karena penyebutan kesusilaan hanya pada satu ayat saja.

9. UU No. 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dalam Pasal 27 ayat (1) yaitu setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan.

Perlu diketahui informasi elektronik adalah satu atau sekumpulan data elektronik, termasuk teteapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, electronic data interchange (EDI), surat elektronik (electronic mail), telegram, teleks, telecopy atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, kode akses, simbol, atau perforasi yang telah diolah yang memiliki arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya. Sementara, dokumen elektronik adalah setiap informasi elektronik yang dibuat, diteruskan, dikirimkan, diterima, atau disimpan dalam bentuk analog, digital, elektromagnetik, optikal, atau sejenisnya, yang dapat dilihat, ditampilkan, dan/atau didengar melalui komputer atau sistem elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, kode akses, simbol atau perforasi yang memiliki makna atau arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya. Sehingga kesusilaan yang diamaksud ialah kesusilaan yang berupa dokumen dan informasi elektronik seperti diatas.

(12)

paling dapat dimasukan sebagai acuan adalah Pasal 20 huruf a, yaitu: merek tidak dapat didaftar jika bertentangan dengan ideologi negara, peraturan perundang-undangan, moralitas, agama, kesusilaan, atau ketertiban umum.

Merek adalah tanda yang dapat ditampilkan secara grafis berupa gambar, logo, nama, kata, huruf, angka, susunan warna, dalam bentuk dua dimensi dan/atau tiga dimensi, suara, hologram, atau kombinasi orang atau badan hukum hukum dalam kegiatan perdagangan barang dan/atau jasa. Sehingga kesusilaan yang dimaksud ialah merek seperti yang dimaksud diatas.

11.Peraturan Pemerintah No. 13 Tahun 2013 tentang Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri, menyebutkan kesusilaan dalam beberapa pasal yaitu:

a. Pasal 52 ayat (1) huruf d: perjanjian kerja dibuat atas dasar pekerjaan yang diperjanjikan tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

b. Pasal 76 ayat (3) huruf b: Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh perempuan antara pukul 23.00 sampai dengan pukul 07.00 wajib menjaga kesusilaan dan keamanan selama di tempat kerja.

c. Pasal 86 ayat (1) huruf b Setiap pekerja/buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas moral dan kesusilaan.

(13)

Sama seperti yang diatur pada Undang-Undang Ketenagakerjaan yang penulis sampaikan diatas, dalam Peraturan Pemerintah a quo juga tidak ditemukan pengertian kesusilaan.

12.Peraturan Menteri Agama No. 24 Tahun 2015 tentang Pengendalian Gratifikasi Pada Kementrian Agama menyebutkan kesusilaan dalam beberapa Pasal, yaitu:

a. Pasal 6 huruf e: Pemberian Gratifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) meliputi memberi sesuatu dalam bentuk apapun kepada sesama pegawai Kementrian Agama, pihak ketiga dan/atau pihak ketiga dan/atau pihak yang memiliki kepentingan yang tidak sesuai dengan kaidah agama, dan norma kesusilaan.

b. Pasal 14 huruf b angka 2: Pegawai Kementrian Agama dapat menerima Gratifikasi dalam bentuk hadiah/cinderamata yang tertera logo/nama perusahaan pihak ketiga dan/atau pemberi, dengan persyaratan bukan merupakan benda yang sifatnya melanggar kesusilaan dan hukum.

Dalam Perma ini, Gratifikasi adalah suatu pemberian dalam arti luas, baik yang diterima di dalam negeri maupun di luar negeri dan yang dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik atau tanpa sarana elektronik. Sehingga kesusilaan yang dimaksud dalam hal ini ialah barang dan/atau jasa yang melanggar kesusilaan.

(14)

sketsa, gambar, ilustrasi, rancangan, peta, suara, bunyi, lagu, gambar bergerak, animasi kartun, percakapan, gerak tubuh, siaran dan/atau siaran iklan, sarana untuk mencegah atau dapat menggugurkan kehamilan, menjual minuman keras, mabuk di depan umum, sabungan ayam atau jangkrik, melakukan peramalan atau penafsiran mimpi dan menjual jimat-jimat kekebalan untuk melakukan perbuatan pidana, proses diversi, dan pemberian barang dan/atau jasa, yang dilakukan kepada: para remaja, anak di bawah umur 17 tahun, anggota angkatan bersenjata atau kepada isterinya, anak atau pelayannya, pejabat atau pegawai instansi pemerintah, dan masyarakat luas, melalui: dilakukan pada lalu lintas umum, jalanan umum, pada pesta keramaian untuk umum atau pertunjukkan rakyat, secara lisan atau tertulis melalui media cetak atau elektronik dan berbagai bentuk media komunikasi, dengan cara yang telah diolah yang memiliki arti atau dapat di pahami oleh orang yang mampu memahaminya, di buat, diteruskan, dikirimkan, diterima atau disimpan melalui komputer atau sistem elektronik, yang dilakukan di dalam dan/atau di luar negeri.

Definisi kesusilaan diatas menjadi begitu panjang dan rigid, berbeda dengan definisi kesusilaan yang penulis temukan pada sub bab pertama penelitian ini, karena definisi kesusilaan yang di temui dalam KBBI dan Black’s Law Dictionary bersifat general, sehingga pengertiannya dapat masuk dimana saja, berbeda dengan definisi kesusilaan yang telah penulis himpun pada perundang-undangan diatas baru bisa dapatkan setelah penulis lakukan dengan cara penafsiran sistematis. Maka dengan itu, penulis akan mencoba mencari makna kesusilaan melalui putusan pengadilan, dengan maksud bahwa hakim biasanya berdiri di tengah-tengah antara peraturan perundang-undangan dan kaidah-kaidah di luar itu.

(15)

Putusan pengadilan merupakan sarana paling efektif untuk mengidentifikasi sistem hukum karena putusan pengadilan sendiri notabene merupakan hasil dari formulasi kaidah hukum. Dalam memutuskan kasus hakim harus memberikan argumentasi hukum yang menjustifikasi putusannya. Putusan berfungsi untuk menegakkan kaidah-kaidah hukum abstrak ketika apa yang seharusnya sesuai dengan kaidah-kaidah tersebut tidak terjadi.7 Hal ini yang mendasari penulis untuk meninjau makna kesusilaan yang terdapat dalam putusan pengadilan tentang pelanggaran kesusilaan.

1. Putusan Pengadilan Militer Nomor:50-K/PM.III-17/AD/VI/2016. Terdakwa diancam pidana menurut Pasal 281 angka 2 KUHP yang di dakwakan oleh Oditur Militer, yaitu diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana paling banyak empat ribu lima ratus rupiah: barang siapa dengan sengaja dan di depan orang lain yang ada di situ bertentangan dengan kehendaknya, melanggar kesusilaan. Dimaksud dengan sengaja dan di depan orang lain yang ada di situ bertentangan dengan kehendaknya, melanggar kesusilaan, bahwa terdakwa dengan sengaja melakukan persetubuhan dengan saksi ke-1 padahal di dalam ruangan tersebut juga ada saksi ke-2, meskipun pada awalnya saksi ke-2 tertidur, tapi kemudian saksi ke-2 terbangun dan mengetahui, mendengarkan bahkan melihat perbuatan persetubuhan itu. Saksi ke-2 bahkan sempat mengomentari perbuatan mereka dan melemparkan tissue kepada terdakwa dan saksi ke-2. Hal ini menunjukkan bahwa terdakwa telah memenuhi unsur-unsur yang terdapat dalam Pasal 281 angka 2 KUHP tersebut. Bahwa dalam amar putusannya, untuk membuktikan unsur melanggar kesusilaan seperti yang dimkasud dalam Pasal 281 angka 2, Majelis hakim menjelaskan pengertian “Kesusilaan” adalah kesopanan, sopan santun, keadaban. Sedangkan yang

(16)

dimaksud “Melanggar Kesusilaan” dalam delik ini adalah perbuatan atau tindakan

yang melanggar kesopanan, sopan santun, keadaban yang berhubungan dengan kelamin dan atau bagian badan tertentu lainnya yang pada umumnya dapat menimbulkan perasaan malu, jijik atau terangsangnya nafsu birahi orang lain, misalnya melakukan hubungan badan layaknya suami isteri, meraba buah dada seorang perempuan, meraba kemaluan wanita ataupun pria, mencium, memperlihatkan alat kemaluan wanita atau pria tersebut.

2. Putusan Pengadilan Militer Balikapan Nomor: PUT-09-K/PM I-07 AD/III/2011 yang merumuskan pengertian kesusilaan yakni perbuatan atau tindakan yang melanggar kesopanan/sopan santun dan keadaban di bidang kesusilaan yang harus berhubungan dengan kelamin dan atau bagian badan tertentu yang lainnya yang pada umumnya dapat menimbulkan perasaan malu, jijik, atau terangsangnya nafsu birahi orang lain yang melihatnya misalnya seperti meraba-raba buah dada seorang perempuan, meraba-raba kemaluan wanita, mencium, memperlihatkan alat kemaluan, dan lain sebagainya

3. Putusan Pengadilan Militer Surabaya Nomor: 169-K/PM.III-12/AD/VII/2012, majelis hakim memberikan rumusan tentang perbuatan kesusilaan adalah perasaan malu yang berhubungan dengan nafsu kelamin, misalnya mencium, memperlihatkan kamaluan pria atau wanita, meraba alat kemaluan wanita, dsb.

(17)

lain, seperti melakukan hubungan badan, meraba-raba buah dada, kemaluan wanita atau pria, mencium, memperlihatkan alat kemaluan wanita atau pria tersebut.

Namun, apakah unsur-unsur perbuatan kesusilaan atau melanggar kesusilaan yang diberikan hakim dalam putusannya sudah tepat? Sementara, menjumput pendapat ahli hukum, Roeslan Saleh yang telah penulis sebutkan di sub-bab pertama, yaitu “pengertian kesusilaan hendaknya tidak dibatasi pada pengertian kesusilaan dalam bidang seksual, tetapi juga meliputi hal-hal yang termasuk dalam penguasaan norma-norma keputusan bertingkahlaku dalam pergaulan masyarakat.”

Untuk itu, pada sub-bab berikutnya, penulis akan menggali pengertian kesusilaan yang terdapat pada masing-masing budaya yang ada di Indonesia, untuk mendapatkan pengertian kesusilaan yang lebih dekat dengan masyarakat seperti kutipan pendapat di atas.

D. Kesusilaan Dalam Budaya Adat Istiadat

Pelanggaran kesusilaan berdasarkan nilai-nilai yang terdapat dalam adat istiadat setempat adalah berarti bentuk pelanggaran adat, timbulnya reaksi masyarakat adat dalam hal pelanggaran kesusilaan bertujuan untuk mewujudkan keseimbaangan masyarakat kembali. Tetapi karena kesusilaan dimaknai berbeda tiap daerah, maka reaksi masyarakatnya juga berbeda. Maka dengan itu, untuk dapat membuat sebuah garis besar tentang kesusilaan dan pelanggarannya, penulis mencoba menghimpun pengertian kesusilaan menurut beberapa adat berbeda di Indonesia yang masih berkembang, diakui dan di jalankan oleh masyarakatnya.

(18)

tidaklah dapat dipisahkan dari kelahiran manusia itu sendiri karena tujuan dari kesusilaan itu adalah untuk menciptakan keseimbangan atau keharmonisan hubungan antara makro kosmos (bhuwana agung) dengan mikro kosmos (bhuwana alit). Pelanggaran terhadap kesusilaan itu sendiri beraneka ragam bentuknya, yaitu :8

1. Lokika sanggraha seperti yang dirumuskan dalam Kitab Adi Agama pasal 359 serta perkembangan pandangan masyarakat dan praktik peradilan di daerah Bali adalah hubungan cinta antara seorang pria dengan seorang wanita yang sama-sama belum terikat perkawinan, dilanjutkan dengan hubungan seksual atas dasar suka sama suka karena adanya janji dari si pria untuk mengawini si wanita, namun setelah si wanita hamil si pria memungkiri janji untuk mengawini si wanita dan memutuskan hubungan cintanya tanpa alasan yang sah. Delik adat ini hingga kini masih sering diajukan ke Pengadilan, dibandingkan jenis delik adat lainnya. 2. Drati krama yaitu delik adat yang merupakan hubungan seksual antara seorang

wanita dengan seorang laki-laki sedangkan mereka masih dalam ikatan perkawinan dengan orang lain; dengan singkat dikatakan drati karma ialah “berzina dengan istri/suami orang lain”.

3. Gamia gamana ialah delik adat yang berupa larangan hubungan seksual antara orang-orang yang masih ada hubungan keluarga dekat baik menurut garis lurus maupun ke samping. Jadi pengertian Gamia Gemana sama dengan incest.

4. Mamitra ngalang ialah suatu delik adat yang berupa seorang laki-laki yang sudah beristri mempunyai hubungan dengan wanita lain yang diberinya nafkah lahir batin seperti layaknya suami istri, tetapi wanita ini belum dikawini secara sah. Hubungan mereka bersifat terus menerus (berkelanjutan) dan biasanya si wanita ditempatkan dalam rumah tersendiri. Delik adat ini sangat mirip dengan Drati Krama, tetapi titik berat pelakunya adalah laki-laki yang sudah beristeri, sedang pihak wanitanya tidak terikat perkawinan. Jadi mungkin masih gadis atau sudah janda. Si wanita tidak (belum) kawin secara sah. Unsur yang khusus disini dan membedakannya ddengan Drati Krama, adalah sifat hubungannya yang terus menerus dan biasanya di wanita ditempatkan dalam satu rumah serta diberi nafkah lahir batin. Dapat dikatakan bahwa si wanita merupakan wanita simpanan dari si laki-laki tersebut.

5. Delik adat salah krama ialah melakukan hubungan kelamin dengan makhluk yang tidak sejenis. Tegasnya hubungan kelamin tersebut terjadi antara manusia dengan hewan seperti seorang laki-laki melakukan hubungan kelamin dengan seekor sapi betina. Meski Pengadilan Negri tidak pernah memberikan putusan karena kasus ini tidak pernah diajukan ke Pengadilan tetapi Raad Kerta pernah memutus kasus ini dengan mengenakan pidana penjara kepada si pelaku.

6. Kumpul kebo ialah seorang laki-laki dengan seorang perempuan hidup bersama dalam satu rumah dan mengadakan hubungan seksual, seperti layaknya suami istri, tetapi mereka belum dalam ikatan perkawinan. Istilah kumpul kebo ini, tidak hanya menjadi monopoli masyarakat Bali, tetapi sudah merupakan istilah yang sudah dikenal di seluruh tanah air, yang merupakan perbuatan seperti diuraikan di atas. Bedanya mungkin kalau di Bali perbuatan ini di samping merupakan perbuatan yang asusila, juga dipandang dapat mengganggu keseimbangan kosmis,

8

(19)

sehingga dipandang oleh masyarakat adat sebagai perbuatan yang patut dilarang dan pelakunya dapat dikenai sanksi adat.

Dengan demikian, kesusilaan menurut adat budaya Bali ialah semua bentuk hubungan badan antara pria dan wanita yang belum terikat dalam sebuah perkawinan, termasuk perselingkuhan bagi salah satu pihak yang telah memiliki ikatan perkawinan dengan pihak lain, hubungan antar keturunan garis ke bawah maupun ke samping, serta hubungan badan tidak wajar antara manusia dengan hewan.

Selanjutnya, dalam hukum adat daerah Tolaki, Kota Kendari, Sulawesi Tenggara dikenal perbuatan Mosuahala, yakni segala perbuatan seorang laki-laki terhadap seorang perempuan, baik masih gadis maupun sudah menikah, yang menyebabkan timbulnya rasa malu bagi orang tua/suami si perempuan yang bersangkutan, dimana kepada laki-laki yang bersangkutan dikenakan denda atau sanksi sebagai pertanggungjawaban atas perbuatannya. Perbuatan melanggar kesusilaan yang dimaksud yaitu: Meomore, yakni dengan sengaja menggerayangi tubuh perempuan saat ia tertidur lelap; Moleloi, yakni memperkosa; dan perbuatan sengaja memegang atau menyentuh bagian tubuh terlarang seseorang perempuan.9

Dari paling tidak dua pengertian delik kesusilaan adat yang penulis berhasil kumpulkan diatas, dapat dilihat bahwa yang dimaksud dengan melanggar kesusilaan itu ialah segala perbuatan seorang laki-laki terhadap seorang perempuan, baik masih gadis maupun sudah menikah, yang menyebabkan timbulnya rasa malu bagi orang tua/suami si perempuan yang bersangkutan, seperti melakukan hubungan badan antara pria dan wanita yang sama-sama belum terikat perkawinan; berzinah dengan

9

(20)

suami/isteri orang lain; incest atau hubungan badan dengan keluarga garis lurus maupun kesamping; pria yang memiliki wanita simpanan lain; hubungan badan antara manusia dengan hewan; hubungan antara pria dan wanita yang tinggal satu rumah dan melakukan hubungan seksual layaknya suami isteri tetapi tidak terikat dalam perkawinan.

Dengan melihat dua pengertian kesusilaan dari dua adat berbeda Indonesia ini, penulis dapat dengan cepat menyimpulkan, berarti yang dimaksud dengan melanggar kesusilaan dalam masyarakat ialah segala hal tentang hubungan badan atau menyentuh badan terlarang antara pria dan wanita yang dilakukan di luar ikatan pernikahan (atau hubungan yang tidak boleh menikah/inccest) dan bahkan hubungan badan antar manusia dan hewan. Kesusilaan pada kedua adat diatas merupakan sebuah standar yang selalu berkaitan dengaan hubungan seksual, sementara perilaku seperti cara bertutur kata yang baik, bertata krama dan lain-lain seperti pengertian kesusilaan yang penulis jumpai pada KBBI di sub bab pertama penelitian ini tidak penulis temukan dalam definisi kesusilaan menurut kedua adat budaya di atas, bertutur kata yang baik dan bertata krama lebih mengarah pada norma etika dan sopan santun yang ada dalam masyarakat, bukan norma kesusilaan.

Sehingga, jelas bahwa makna kesusilaan yang ada dalam masyarakat ialah tentang hubungan badan/seksual antara pria dan wanita saja.

E. Makna Komprehensif Kesusilaan dalam Hukum Indonesia

(21)

dilakukan dengan cara penafsiran sistematis, putusan-putusan pengadilan yang memberikan definisi kesusilaan secara rigid, hingga melihat lebih dekat definisi kesusilaan menurut suku adat di beberapa daerah di Indonesia yang masih diakui oleh masyarakatnya. Atas hal itu, pada point ini penulis akan merangkai makna kesusilaan yang komprehensif.

Apabila pada sub bab pertama dan kedua makna kesusilaan diartikan lebih luas, yaitu tidak hanya sekedar dalam bidang seksual, yang ditandai dengan pendapat-pendapat dari para sarjana dan definisi yang didapat dari KBBI maupun Black’s Law Dictionary yang yang membahas kesusilaan itu tidak hanya tentang hubungan badan saja tetapi juga diluar dari itu, berbeda dengan yang penulis temukan pada sub bab ketiga dan keempat dari putusan pengadilan dan pengertian kesusilaan dari adat istiadat setempat yang memberikan definisi kesusilaan hanya terbatas tentang kesusilaan di bidang seksual saja, kesusilaan hanya hal-hal tentang hubungan badan. Melihat tubrukan dua definisi yang terlihat saling tidak beriringan, dengan ini penulis menyatakan setuju dengan pendapat dari ahli hukum Roeslan Saleh yang menyatakan

bahwa “pengertian kesusilaan hendaknya tidak dibatasi pada pengertian kesusilaan

(22)

terikat dalam perkawinan, atau bahkan hubungan badan antara manusia dengan hewan, atau hal-hal lain yang menggrogoti nilai kesopanan.

Referensi

Dokumen terkait

Penjatuhan pidana terhadap pelaku tindak pidana perjudian ditinjau dari hukum pidana positif Indonesia diatur dalam Pasal 2 ayat (4) dan Pasal 1 Undang-Undang

5.1 Cikgu Mohd Haris bin Hashim memberitahu bahawa takwim unit ini selaras dengan takwim induk Kokurikulum dan perlu dipatuhi Aktiviti sukan dan permainan akan

Karakter yuridis yang spesifik dari sistem pendaftaran akta ( Registration of deeds) atau sistem pendaftaran negatif ini adalah bahwa dokumen tertulis atau akta yang dibuat oleh

- Anak dapat membaca surah dengan benar dan berdoa dengan baik

praktikan memberikan 3 materi berbeda dalam 3 kali pertemuan. Pengenalan Bimbingan dan Konseling, Sekolah Lanjutan,.. Pemahaman Diri. Yaitu layanan bimbingan dan

Dikisahkan oleh Al-Sada dari Ibnu Mas'ud, Ibnu Abbas dan para sahabat Rasulullah SAW. yang lainnya bahwa ketika kaum amalaqoh dapat mengalahkan Bani Israil atas tanah Gaza

Stabilitas politik nasional memang tidak bisa lepas dari ancaman luar negri termasuk terorisme.dengan adanya kebijakan luar negeri berupa penanggulangan

[r]