DISUSUN OLEH :
MUHAMMAD ARIF SUBARKAH (121110066)
RISKI HARIANTO (121110175)
PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
YOGYAKARTA
PEMBUATAN BRIKET BAHAN BAKAR DARI SAMPAH PASAR
Disusun Oleh :
Muhammad Arif Subarkah (121110066)
Riski Harianto (121110175)
Yogyakarta, September 2015
Disetujui oleh,
Pembimbing I Pembimbing II
Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan
hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan laporan penelitian dengan judul “Pembuatan Briket Bahan Bakar dari Sampah Pasar” tepat pada waktunya. Penulisan makalah ini dimaksudkan sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan nilai pada
Tugas Akhir I yaitu Penelitian.
Dengan selesainya makalah ini, penyusun mengucapkan terima kasih kepada :
1. Prof. Dr. Ir. H Supranto, SU selaku pembimbing I penelitian yang telah
memberikan saran dan bimbingannya.
2. Ir. H Abdullah Effendi, MT selaku pembimbing II penelitian yang telah
memberikan saran dan bimbingannya.
3. Kedua orang tua kami yang telah banyak memberikan saran dan sumbangan
materil dan morilnya.
4. Teman-teman yang senantiasa membantu, memberikan saran, dan masukan
dalam penyusunan makalah.
Akhir kata penyusun berharap semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi
pembaca dan semua pihak yang memerlukan laporan penelitian ini khususnya
mahasiswa teknik kimia.
Yogyakarta, September 2015
HALAMAN PENGESAHAN ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR ISI ... iv
DAFTAR TABEL ... vi
DAFTAR GAMBAR ... vii
INTISARI ... viii
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang ... 1
I.2 Tujuan Penelitian ... 2
I.3 Tinjauan Pustaka ... 2
I.4 Landasan Teori ... 11
I.5 Batasan Masalah ... 11
I.6 Hipotesa ... 12
BAB II PELAKSANAAN PENELITIAN II.1 Bahan ... 13
II.2 Alat ... 13
II.3 Rangkaian Alat . ... 13
II.4 Pelaksanaan Penelitian ... 15
II.5 Diagram Alir Cara Kerja ... 17
IV.1 Kesimpulan ... 33
IV.2 Saran ... 33
DAFTAR PUSTAKA
Tabel 1. Kategori Batubara dan Nilai Kalori ... 6
Tabel 2. Standarisasi Briket Arang (SNI 01-6235-2000)... 8
Tabel 3. Hasil Kenampakan (Kerapatan) Briket pada Berbagai Variasi Perekat ... 23
Tabel 4. Hasil Analisa Pengaruh Variasi Perekat terhadap Kadar Air, Kadar Volatile Matter, Kadar Abu, Kadar Karbon (C) Terikat dan Nilai Kalor .... 23
Tabel 5. Hasil Analisa Massa Briket Selama Pembakaran ... 24
Tabel 6. Hasil Analisa Laju Pembakaran ... 25
Tabel 7. Hasil Analisa Kerapatan Briket pada Berbagai Variasi Perekat ... .36
Tabel 8. Hasil Analisa Kadar Air pada Perekat Kanji dan Air (1:16)... 37
Tabel 9. Hasil %Kadar Air Pada Berbagai Variasi Perekat ... 37
Tabel 10. Hasil Analis Kadar Volatile Matter Perbandingan Kanji dan Air(1:16) ... 39
Tabel 11. Hasil %Kadar Volatile Matter pada Berbagai Variasi Perekat ... 39
Tabel 12. Hasil Analisa Kadar Abu pada Perbandingan Kanji dan Air (1:16) ... 41
Tabel 13. Hasil %Kadar Abu pada Berbagai Variasi Perekat ... 41
Gambar 1. Alat Pirolisis ... 13
Gambar 2. Alat Uji Laju Pembakaran ... 14
Gambar 3. Diagram Alir Pembuatan Briket ... 17
Gambar 4. Hubungan Variasi Perekat terhadap Kadar Air ... 26
Gambar 5. Hubungan Variasi Perekat terhadap Kadar Volatile Matter ... 27
Gambar 6. Hubungan Variasi Perekat terhadap Kadar Abu ... 28
Gambar 7. Hubungan Variasi Perekat terhadap Kadar Karbon Terikat ... 29
Gambar 8. Hubungan Variasi Perekat terhadap Nilai Kalor ... 30
Gambar 9. Hubungan Waktu terhadap Massa Briket Selama Pembakaran ... 31
Briket adalah gumpalan atau batangan arang yang dikeraskan menggunakan perekat. Briket merupakan salah satu bahan bakar alternatif pengganti kayu. Alasan pembuatan briket ini ialah selain untuk mengurangi jumlah sampah juga untuk menghasilkan bahan bakar alternatif berupa briket.
Dalam penelitian ini briket dibuat dengan bantuan proses pirolisis pada suhu 500ºC selama 8 jam untuk menghasilkan bioarang. Setelah proses pirolisis selesai bioarang yang sudah jadi kemudian dicampur dengan berbagai variasi perekat perbandingan kanji dan air ( 1:16, 2:16, 3:16, 4:16, dan 5:16) gr/gr. Masing-masing perekat tersebut dicampur dengan bioarang sebanyak 20 gr sampai merata. Kemudian hasil pencampuran dicetak menggunakan mesin hydraulic press dengan kuat tekan 50 kg/cm2. Dilanjutkan dengan proses pengeringan di dalam oven dengan suhu 100ºC selama 3 jam. Setelah briket bioarang jadi kemudian dilakukan analisa kualitas briket yaitu analisa kerapatan, kadar air, kadar volatile matter, kadar abu, kadar karbon (C) terikat dan nilai kalor. Selanjutnya dilakukan analisa laju pembakaran pada briket bioarang.
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Di zaman yang semakin maju kebutuhan energi semakin meningkat dan
hingga saat ini masyarakat masih bergantung pada sumber energi yang berasal
dari perut bumi, misalnya minyak tanah, solar, bensin dan batubara. Untuk rumah
tangga sebagian besar kebutuhan energinya mengandalkan minyak dan gas elpiji.
Ketergantungan masyarakat Indonesia akan bahan bakar minyak dan gas harus
mendapatkan perhatian. Sumber energi yang terdapat di perut bumi ini
merupakan sumber energi yang tidak dapat diperbaruhi dalam waktu singkat,
karena berasal dari sampah organik misalnya hewan tumbuhan dan manusia yang
tertimbun jutaan tahun yang lalu. Sehingga diperlukan usaha untuk mencari
bahan bakar alternatif yang dapat diperbarui (renewable), ramah lingkungan, dan
bernilai ekonomis, semakin banyak dilakukan. Salah satunya adalah
pengembangan energi terbarukan yang berasal dari sampah. Sampah dapat
dimanfaatkan untuk penyediaan energi dan sangat potensial untuk sumber karbon
yang merupakan salah satu bahan untuk pembuatan briket bioarang. Briket
sampah terbuat dari sampah-sampah jenis bio-organik seperti daun, ranting,
rumput dan sebagainya.
Secara spesifik salah satu penghasil sampah terbesar berasal dari pasar.
Penggunaan sampah pasar sebagai bahan untuk membuat briket berangkat dari
keprihatinan bahwa, semakin hari jumlah produksi sampah semakin banyak serta
ternyata di kota besar malah menimbulkan permasalahan yang berat dan
berkepanjangan, dan tentunya semua kota yang berkembang akan menghadapi
permasalahan ini. Memang upaya penggunaan sampah sebagai briket tidak dapat
menyelesaikan permasalahan sampah dari beberapa faktor, namun upaya ini
I.2 Tujuan Penelitian
1. Membuat briket bioarang dari sampah pasar dengan menggunakan proses
pirolisis
2. Mengetahui kadar volatile matter, kadar air, kadar abu, kadar karbon (C),
nilai kalor dan laju pembakaran dari briket bioarang
3. Membandingkan kualitas kalori briket bioarang dengan batubara.
I.3 Tinjauan Pustaka
I.3.1 SAMPAH PASAR
Sampah pasar memiliki karakteristik yang sedikit berbeda dengan sampah
perumahan. Komposisi sampah pasar lebih dominan sampah organik.
Sampah-sampah plastik jumlahnya lebih sedikit daripada sampah dari
perumahan. Sama halnya dengan sampah pada umumnya, sampah pasar
apabila tidak dilakukan pengolahan yang baik dapat menimbulkan pengaruh
terhadap kesehatan maupun pengaruh terhadap lingkungan. Sampah pasar
terdiri dari dua jenis yaitu sampah organik dan sampah anorganik.
Berdasarkan asalnya, sampah dapat digolongkan sebagai berikut:
1. Sampah organik adalah sampah yang terdiri dari bahan-bahan penyusun
tumbuhan dan hewan yang diambil dari alam, atau dihasilkan dari
kegiatan pertanian, perikanan atau yang lainnya. Sampah ini dengan
mudah diuraikan dalam proses alami. Sampah rumah tangga sebagian
besar sampah organik, misalnya: sampah dari dapur, sisa tepung, sayuran,
kulit buah dan daun.
2. Sampah anorganik adalah sampah dari sumber daya alam tak terbaharui
seperti mineral dan minyak bumi atau dari proses industri. Beberapa dari
sedangkan sebagian lainnya hanya dapat diuraikan dalam waktu yang
lama. Sampah jenis ini pada tingkat rumah tangga misalnya: botol kaca,
botol plastik, tas plastik dan kaleng.
Murthado dan Said, (1997) mengklasifikasikan sampah organik menjadi 2
(dua) kelompok yaitu:
1. Sampah organik yang mudah membusuk (garbage) yaitu limbah padat
semi basah berupa bahan- bahan organik yang berasal dari sektor
pertanian dan pangan termasuk dari sampah pasar.Sampah ini mempunyai
ciri mudah terurai oleh mikroorganisme dan mudah membusuk, karena
mempunyai rantai kimia yang relatif pendek. Sampah ini akan menjijikan
jika sudah membusuk apalagi bila terkena genangan air sehingga
masyarakat enggan menanganinya.
2. Sampah organik yang tak mudah membusuk (rubish) yaitu limbah padat
organic kering yang sulit terurai oleh mikroorganisme sehingga sulit
membusuk. Hal ini karena rantai kimia panjang dan kompleks yang
dimilikinya, contoh dari sampah ini adalah kertas dan selulosa
Proses pembuatan briket menggunakan bahan baku dari sampah pasar yang
secara otomatis hal ini merupakan perlakuan pengurangan pencemaran
lingkungan. Proses untuk mendapatkan briket dihasilkan melalui pembakaran
yang kemudian menghasilkan bioarang dengan menggunakan proses pirolisis.
I.3.2 PIROLISIS
Pirolisis adalah proses dekomposisi kimia menggunakan pemanasan
tanpa atau dengan sedikit oksigen. Proses ini sebenarnya bagian dari proses
karbonisasi, yaitu proses untuk memperoleh karbon atau arang, tetapi
sebagian menyebut proses pirolisis disebut juga High Temperature
bahan bakar padat yaitu karbon dan cairan berupa campuran tar dan beberapa
zat lainnya. Produk lainnya adalah gas berupa karbondioksida (CO2), metana
(CH4) dan beberapa gas dalam jumlah kecil. Reaksi pirolisis umumnya
dilakukan pada suhu antara 300°C-700°C.
Berdasarkan Johannes, 1989, hasil pirolisis ada tiga macam, yaitu: gas,
cairan, dan padatan (bioarang).
Pirolisis
Biomassa Cairan + Gas + Bioarang dan Abu
Proses Pirolisis menghasilkan 3 produk yaitu gas, distilat, dan residu,
sedangkan proses pirolisis dibagi beberapa tahap yaitu :
1. Pada pemanasan awal kandungan air menguap, kemudian terjadi
penguraian selulosa sampai suhu 200°C. Distilat yang terjadi sebagian
mengandung metanol, asam cuka dan asam lainnya terutama dihasilkan
pada perlakuan suhu 200°C-260°C.
2. Pada suhu 260°C-300°C selulosa terurai secara intensif, pada tingkatan ini
banyak dihasilkan asap, gas, dan sedikit air.
3. Pada suhu 310°C-500°C lignin terurai dan dihasilkan banyak sekali tar,
sedangkan asap dan gas menurun, dari tar tersebut sebagian besar dari
penguraian lignin. Dengan meningkatnya suhu dan lamanya waktu
menyebabkan gas CO2 yang terjadi semakin berkurang sedangkan CO,
CH4, dan H2 bertambah.
Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil pirolisis:
a. Suhu Pirolisis
Berpengaruh terhadap hasil pirolisis, karena dengan bertambahnya suhu
b. Waktu Pirolisis
Berpengaruh terhadap kesempatan untuk bereaksi. Waktu pirolisis yang
panjang akan meningkatkan hasil cair dan gas, sedangkan hasil padatnya
akan menurun. Waktu yang dibutuhkan tergantung pada jumlah dan jenis
bahan yang diproses.
c. Kadar Air Bahan
Kadar air yang tinggi akan menyebabkan timbulnya uap air dalam proses
pirolisis yang menyebabkan tar tidak bisa mengembun di dalam pendingin
sehingga waktu yang digunakan untuk pemanasan semakin sedikit.
d. Ukuran Bahan
Tergantung dari tujuan pemakaian, hasil arang dan ukuran alat yang
digunakan.
I.3.3 BIOARANG
Bioarang merupakan arang yang diperoleh dengan membakar biomassa
kering tanpa menggunakan udara (pirolisis) atau sedikit udara dalam suatu
bejana bermulut sempit (Johannes, 1989).
Bioarang adalah residu yang berbentuk padat hasil dari karbonisasi
biomassa pada saat kondisi terkontrol. Peristiwa ini terjadi pada pemanasan
biomassa langsung maupun tidak langsung dalam timbunan, retort, kiln, atau
tanur dengan jumlah udara terbatas. Pada proses penguraian ini selain
menghasilkan arang, juga produk lain berupa distilat dan gas. Bioarang
memiliki nilai kalor yang cukup tinggi dan dapat digunakan sebagai bahan
bakar padat dalam kehidupan sehari-hari. Kualitas bioarang tidak kalah
dengan batubara atau bahan bakar jenis lainnya. Secara umum batubara dapat
dikategorikan berdasarkan kalori, kandungan air, dan kandungan karbon
Tabel 1. Kategori Batubara dan Nilai Kalori
Penambahan perekat akan menyebabkan tekanan akan jauh lebih kecil
bila dibandingkan dengan briket tanpa memakai bahan perekat (Josep dan
Hitslop, 1981). Penggunaan bahan perekat dimaksudkan untuk menarik air
dan membentuk tekstur yang padat atau mengikat dua substrat yang akan
direkatkan. Dengan adanya perekat maka susunan partikel akan semakin baik,
teratur dan lebih padat sehingga dalam proses pengempaan keteguhan tekan
dan arang briket semakin baik (Silalahi, 2000).
Bahan perekat dari zat pati, dekstrin dan tepung beras akan menghasilkan
arang briketb yang berasap sedikit dan tahan lama, tetapi nilai kalornya tidak
setinggi nilai kalor arang kayunya. Perekat yang umum digunakan dalam
pembuatan biobriket adalah pati karena harganya murah, melimpah
ketersediaannya dan cara pemakaiannya sederhana.
a. Perekat yang berasap antara lain : tar, molase, dan pitch
b. Perekat yang tidak berasap antara lain : pati, dekstrin, dan tepung beras.
Jenis briket yang baik digunakan di rumah tangga sebaiknya memakai
bahan perekat yang tidak berasap (Abdullah, 1991).
I.3.5 KANJI
Kanji memiliki kandungan amilose dengan rantai lurus dan amilopektin
yang rantainya bercabang. Apabila kanji ditetesi larutan iodium, maka akan
timbul warna biru yang disebabkan oleh adanya amilose yang menyerap
iodine. Kanji tidak dapat larut dalam air dingin tetapi larut dalam air panas.
Karbohidrat (pati) akan bereaksi dengan air sehingga menggelembungkan dan
pecah membentuk larutan lem (dekstrin). Dekstrin merupakan glukosa yang
dihasilkan dari hidrolisis pati dan tergantung dari pemecahan rantai
polisakarida. (Agra dkk. 1979)
I.3.6 BRIKET
Briket adalah gumpalan yang terbuat dari bahan lunak yang dikeraskan
menggunakan perekat. Pada kenyataannya, briket yang sering dijual di
pasaran sekarang ini berbahan baku biomassa. Sedangkan briket biomassa
merupakan gumpalan-gumpalan atau batangan-batangan arang yang terbuat
dari bioarang (bahan lunak) yang dikeraskan menggunakan perekat. Bioarang
yang sebenarnya termasuk bahan lunak yang dengan proses tertentu diolah
menjadi bahan arang keras dengan bentuk tertentu. Bioarang memiliki kualitas
yang tidak kalah dengan bahan bakar jenis lainnya (Adan, 1998).
Briket bioarang pada dasarnya merupakan hasil konversi energi yaitu
energi kimia menjadi energi panas. Briket arang yang memenuhi syarat
terikat yang tinggi. Briket bioarang baik digunakan sebagai bahan bakar
rumah tangga karena mengandung sedikit asap. Kualitas briket bioarang
dengan bahan utama kayu menurut SNI 01-6235-2000 adalah yang memenuhi
syarat seperti pada Tabel 2.
Tabel 2. Standarisasi Briket Arang (SNI 01-6235-2000)
No Standarisasi Nilai
1 Kadar Air Maksimal 8 %
2 Kadar Volatile Matter Maksimal 15 %
3 Kadar Abu Maksimal 8 %
4 Nilai Kalor Minimal 5000 kal/gr
(Sumber : Jurnal Sainstech Politeknik Indonusa Surakarta
ISSN : 2355-5009 Vol. 2 Nomor 2 Tahun 2014)
Kualitas briket dapat dilihat dari beberapa hal meliputi :
1. Kerapatan
Kerapatan identik dengan berat jenis merupakan parameter fisik untuk
mengetahui kualitas briket yang dihasilkan. Kerapatan menunjukkan
perbandingan antara berat dan volum briket. Briket dengan berat jenis
tinggi lebih kompak dibandingkan dengan briket yang berat jenisnya
rendah (Abdullah, 1991).
2. Keteguhan tekan
Keteguhan tekan merupakan kemampuan briket untuk memberikan daya
tahan atau kekompakan briket terhadap pecah atau hancurnya briket jika
diberikan beban pada benda tersebut. Semakin tinggi nilai keteguhan tekan
briket berarti daya tahan briket terhadap pecah semakin baik. Semakin
seragam serbuk arang akan menghasilkan briket arang dengan kerapatan
dan keteguhan tekan yang semakin tinggi (Hendra dan Darmawan, 2000
3. Nilai kalor
Nilai kalor atau nilai panas adalah salah satu sifat yang penting untuk
menentukan kualitas arang terutama yang berhubungan dengan
penggunaannya. Penetapan kalor bertujuan untuk mengetahui sejauh mana
nilai panas pembakaran yang dapat dihasilkan briket arang. Semakin
tinggi nilai kalor, maka semakin baik kualitas briket arang yang
dihasilkan.
4. Kadar air
Kadar air briket berpengaruh terhadap keterbakaran briket. Semakin tinggi
kadar airnya maka semakin sulit briket terbakar, demikian juga sebaliknya.
Briket dengan kerapatan rendah memiliki pori-pori banyak. Hal ini
mengakibatkan penguapan air menjadi lebih mudah pada saat dilakukan
pengeringan, kemudian setelah selesai briket disimpan dalam plastik
sehingga tidak terkontamiasi dengan kelembaban udara, sehingga pada
saat dilakukan uji kadar air yang tersisatinggal sedikit dibandingkan
dengan briket yang memiliki kerapatan lebih tinggi (Suwanda, 2009).
5. Kadar abu
Abu merupakan bagian yang tersisa dari hasil pembakaran dalam hal ini
adalah sisa pembakaran briket arang. Salah satu unsur kadar abu adalah
silika dan pengaruhnya kurang baik terhadap nilai kalor yang dihasilkan.
Semakin rendah kadar abu maka semakin baik kualitas briket yang
dihasilkan.
6. Kadar zat mudah menguap (volatile matter)
Zat mudah menguap terdiri dari unsur hidrokarbon, metana, dan
karbonmonoksida. Zat mudah menguap berpengaruh terhadap pembakaran
pembakaran dan intensitas api. Semakin banyak kandungan zat mudah
menguap pada briket, semakin mudah terbakar dan menyala (Subroto,
2007).
Semakin tinggi suhu pirolisis mengakibatkan semakin rendahnya kadar zat
menguap pada arang yang dihasilkan, dan sebaliknya. Kadar zat mudah
menguap juga dipengaruhi oleh berat jenis bahan yang diarangakan,
bahwa berat jenis yang tinggi akan meningkatkan kadar karbon terikat dan
menurunkasn kadar zat mudah menguap.
7. Kadar karbon (C) terikat
Karbon terikat atau fixed carbon yaitu fraksi karbon (C) yang terikat di
dalam arang selain fraksi air, zat menguap, dan abu. Jumlah karbon terikat
dan bahan yang mudah menguap serta kaar air secara langsung turut andil
terhadap nilai panas briket. Karbon terikat bergerak sebagai pembangkit
utama panas selama pembakaran. Sedangkan kandungan bahan yang
mudah menguap yang tinggi menunjukkan mudahnya penyalaan bahan
bakar.
Adapun faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kualitas briket (Supriadi,
1995) diantaranya :
1. Jenis bahan baku yang digunakan, dimana bahan baku mempunyai nilai
kalor yang berbeda sehingga mempengaruhi kualitas arang briket tersebut.
2. Pembakaran dilakukan pada suhu lebih dari 400°C
3. Jenis perekat
4. Pengeringan briket, dimana proses ini dapat dilakukan dengan cara
menjemur arang briket di bawah sinar matahari langsung ataupun
I.4 Landasan Teori
Limbah sampah pasar biasanya lebih didominasi sampah organik seperti
sayur, buah, dedaunan dan lain-lain. Sampah organik memiliki kadar air yang
cukup tinggi, maka untuk mengurangi kadar air yang ada dilakukan pengeringan
dengan cara menjemurnya di bawah panas terik matahari selama ±1 minggu.
Proses selanjutnya yang dilakukan adalah proses pirolisis, dimana proses ini
dilakukan pada suhu 500°C sehingga kadar airnya berkurang dan kadar abunya
semakin tinggi.
Proses pirolisis merupakan proses penguraian hidrokarbon pada suhu
tinggi, yang merupakan proses pemecahan hidrokarbon pada suhu tinggi, yang
merupakan proses pemecahan rantai panjang yang berupa lignin (lignosellulosa)
menjadi rantai pendek berupa alkana, alkohol, keton dll dalam fase gas dan
residu berupa karbon atau arang.
Selanjutnya arang yang telah diperoleh dapat dibentuk menjadi briket
dengan mencampurnya dengan perekat (kanji). Penambahan perekat bertujuan
untuk meningkatkan daya rekat agar semakin tinggi dan pada waktu dikempa
akan sulit untuk dipecah.
Arang yang diperoleh mengandung karbon terikat, apabila dibakar dapat
menghasilkan energi yang dapat dilihat dari kadar NHV (Net Heating Value).
Kadar NHV inilah yang akan menentukan besarnya energi panas yang
terkandung dalam briket arang tersebut.
I.5 Batasan Masalah
a. Limbah sampah pasar diperoleh dari pasar Condongcatur
b. Proses pirolisis dilakukan pada suhu tetap 500°C, selama 8 jam
c. Ukuran partikel untuk briket seragam, yaitu ±40 mesh
d. Massa bioarang untuk membuat briket seragam, yaitu ±20 gram
f. Variabel yang diamati adalah variasi perekat (perbandingan kanji dan air)
yaitu (1:16), (2:16), (3:16), (4:16), dan (5:16) gram/gram.
g. Analisis hasil yang dikoreksi terhadap :
Kadar air
Kadar abu
Kadar volatile matter
Kadar karbon (C) terikat
Nilai kalor atau Net Heating Value (NHV)
Laju pembakaran briket
I.6 Hipotesa
Sampah pasar dapat dimaanfaatkan sebagai bahan baku untuk membuat bahan
BAB II
PELAKSANAAN PENELITIAN
II.1 Bahan
1. Limbah sampah pasar Condongcatur
2. Kanji sebagai perekat
3. Air
II.2 Alat
1. reaktor pirolisis
2. kompor
3. ayakan ukuran 40 mesh
4. timbangan digital
5. baskom
6. pencetak briket dari logam
Keterangan :
1. Pipa pengeluaran gas hasil pirolisis yang tidak terkondensasi.
2. Pipa pengeluaran asap cair hasil pirolisis.
3. Statif
4. Pendingin
5. Pipa pengeluaran gas hasil pirolisis
6. Penutup logam.
7. Tabung pirolisis (retort)
8. Alas.
9. Kabel penyambung listrik.
1
2 3
4
5
6
Gambar 2. Alat Uji Laju Pembakaran
Keterangan :
1. Kompressor 4. Tungku pemanas
II.4 Pelaksanaan Penelitian
1. Pembuatan Bioarang
Limbah sampah pasar yang sudah dikeringkan dimasukkan ke dalam
tabung pirolisis (retort), kemudian tabung pirolisis ditutup rapat dengan
mengencangkan bautnya. Selanjutnya tabung pirolisis (retort) dihubungkan
dengan sumber panas berupa arus listrik melalui pengatur suhu (regulator)
yang sudah disetel pada suhu maksimum 5000C. Pirolisis selesai dengan
ditandai tidak adanya asap yang keluar. Kemudian peralatan dimatikan dan
didiamkan selama satu hari. Setelah itu tutup dibuka dan arang dikeluarkan
dari tabung pirolisis. Hasil bioarang dihaluskan secara manual dengan cara
ditumbuk di atas alas besi. Selanjutnya untuk mendapatkan ukuran yang
seragam diayak sampai lolos 40 mesh.
2. Pembuatan Briket dengan variasi perekat (kanji dan air)
Perekat dibuat dari kanji yang dicampur air sebagai pengencer dengan
variasi perbandingan antara kanji dan air sebagai berikut: (1:16), (2:16),
(3:16), (4:16), dan (5:16) gram/gram. Selanjutnya larutan kanji dipanaskan
sampai menjadi lem (perekat) dan dilanjutkan pembuatan briket dengan
masing-masing perekat dicampur bioarang sebanyak 20 gram sampai merata.
Setelah itu, campuran bioarang dengan perekat yang sudah merata dicetak
untuk setiap briket dengan kuat tekan 50 kg/cm2 menggunakan hydraulic
press. Briket bioarang yang sudah jadi kemudian dikeringkan dalam oven
±1000C selama 3 jam. Hasil briket bioarang kemudian dianalisis kadar air, kadar abu, kadar volatile matter, kadar karbon (C) terikat dan nilai kalor
3. Pengujian Laju Pembakaran Briket
Dari percobaan pembuatan briket, briket yang sudah dianalisis kadar
air, kadar abu, kadar volatile matter, kadar karbon (C) terikat dan nilai kalor
(NHV) kemudian dianalisis masing-masing laju pembakarannya. Dari hasil
pengujian laju pembakaran briket tersebut akan di peroleh data waktu,suhu
dan massa berkurangnya briket. Dengan data tersebut dapat dicari laju
pembakaran briketnya. sehingga didapatkan grafik persamaan antara waktu vs
II.5 Diagram Alir Cara Kerja
sampah pasar
(sampah organik dan anorganik)
Sampah organik
Analisis 1 : Kadar air, kadar abu, kadar volatile matter, kadar karbon (C) terikat, dan Net Heating Value (NHV).
Analisis 2 : Laju pembakaran briket
Gambar 3. Diagram Alir Pembuatan Briket Penyortiran
Proses Pirolisis: 500◦C
Pengayakan sampai lolos 40 mesh
Pencampuran
Pencetakan
II.6 Analisa Hasil
1. Kerapatan
Prosedur perhitungan rapat massa dilakukan dengan menggunakan
metode ASTM D-2395. Kerapatan pada umumnya dinyatakan dalam
perbandingan berat per volume, yaitu dengn cara menimbang dan mengukur
volume dalam keadaan kering udara.
Kerapatan briket dapat diukur dengan menggunakan persamaan :
Kerapatan (ρ) =
Pengujian dilakukan dengan prosedur American Society for Testing
and Material (ASTM) D-3173 sebagai berikut: Sampel sebanyak 2 gram (p)
dikeringkan dalam oven dengan suhu 102 – 1050C selama 3 jam sampai
beratnya konstan (q), sampel kemudian didinginkan dalam eksikator dan
ditimbang.
Kadar air dihitung dengan rumus:
Kadar air (%) = − � %
Keterangan:
p = Berat sampel awal (gram)
3. Kadar Abu
Pengujian dilakukan dengan prosedur ASTM D–3174 sebagai berikut:
sampel ± 2 gram (p) dimasukkan dalam cawan pengabuan (krus) dan
ditimbang (q) krus tanpa diberi tutup dipanaskan dalam muffle furnace
dengan suhu 720 – 750 0C selama 2,5 jam, kemudian muffle furnace dibuka selama satu menit untuk menyempurnakan proses pembakaran krus dan
sampel kemudian didinginkan dalam eksikator dan ditimbang (r).
Kadar abu dihitung dengan rumus sebagai berikut:
Kadar abu (%) = − � %
Sampel briket bioarang ditimbang sebanyak 2 gram (p) dan dipanaskan
dalam muffle furnace pada suhu 920 – 950 0C selama 15 menit. Setelah suhu
tercapai, dibiarkan dingin dahulu dalam muffle furnace. Sampel kemudian
dimasukkan ke dalam eksikator dan ditimbang (q) jika masih ada bagian yang
berwarna putih, maka pengujian harus diulangi.
Perhitungan kadar volatile matter menggunakan prosedur ASTM–3175
sebagai berikut:
Zat Hilang (%) = − � %
Keterangan:
p = Berat awal sampel (gram)
q = Berat akhir sampel (gram)
5. Kadar Karbon (C) Terikat
Karbon terikat adalah fraksi karbon (C) dalam briket, selain fraksi air,
zat menguap dan abu. Kadar karbon terikat dihitung dengan menggunakan
metode ASTM D5142 – 02 dengan persamaan:
Kadar karbon terikat = 100 – (M+A+V) %
Penentuan nilai kalor briket dilakukan dengan alat bomb calorimeter, serial
NO: 4270, menggunakan metode ASTM D-2015, dengan operasional sebagai
berikut:
1) menimbang sampel dengan cawan nikel secara teliti sebanyak 1 gram,
kemudian ditempatkan pada tempat cawan.
2) Memotong kawat nikelin dan benang, pasang kutub positif dan negatif
pada tempat cawan dan sentuhkan kawat nikelin pada sampel.
3) Memasukkan perlahan-lahan dalam reaktor, menutup dengan rapat dan
benar (menjaga agar kawat nikelin tidak lepas dari sampel).
4) Mengisi reaktor dengan gas oksigen dengan tekanan 20 – 30 atm
kemudian menutup kran pembuka gas dengan benar (menjaga agar
tidak bocor, mengulangi pengisian bila bocor).
5) Mengisi tabung/bejana pemanas dengan air 2000 gram (2000ml)
dengan tepat, memasukkan reaktor ke dalam bejana pemanas dan
menghubungkan reaktor dengan kutub positif dan negatif pada arus.
6) Menutup alat dengan benar dan memasang thermometer khusus bomb
7) Menekan tombol pembakar dan mengamati perubahan suhu awal
pembakaran dan kenaikan suhunya sampai diperoleh suhu konstan (
mencatat suhunya sebagai suhu akhir).
8) Mematikan alat, melepas thermometer khusus bomb calorimeter dan
mengeluarkan reaktor, membuka kran oksigen sampai oksigen keluar.
Kalor pembakaran dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut: ΔT = T2– T1
Qkoreksi = Kalor pembakaran terkoreksi (kal)
Qb = Kalor dari pembakaran benang (kal)
Qk = Kalor dari pembakaran kawat (kal)
Q = Kalor pembakaran sampel (kal/g)
Cpalat =kalor jenis alat (kalori /gram.0C)
Cpk = kalor jenis kawat (kalori /gram.0C)
mb = Massa/ berat benang (gram)
mk = Massa/ berat kawat (gram)
m = Massa sampel (gram)
7. Laju Pembakaran
Penentuan laju pembakaran dilakukan dengan operasional sebagai berikut:
1. Menimbang sampel briket
2. Menyalakan termostat dan mengatur suhunya 400ºC untuk
memanaskan tungku pembakaran
3. Menyalakan kompressor
4. Mengatur rotameter dan menjaganya selalu tetap pada debit 30
m³/detik
5. Memasukkan sampel briket dalam tungku pembakaran apabila suhu
tungku sudah mencapai 400ºC
6. Mencatat setiap perubahan massa pada briket tiap interval 1 menit
selama 30 menit proses pembakaran
7. Mengulangi percobaan di atas untuk tiap masing-masing perbandingan
kanji dan air
8. Membuat grafik persamaan hubungan waktu dengan massa briket
selama proses pembakaran
BAB III
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Dari penelitian yang telah dilakukan dapat diperoleh data hasil penelitian yang
dirangkum dalam tabel berikut :
1. Hubungan variasi perekat terhadap kadar air (% berat)
Gambar 4. Hubungan variasi perekat terhadap kadar air
Dari tabel 3 dan Gambar 4 dapat dilihat bahwa semakin banyak
kanji yang digunakan sebagai perekat maka persentase kadar air akan
semakin tinggi. Kadar air terendah diperoleh pada pencetakan briket
dengan perekat kanji 1 gr sebesar 6,2812% dan kadar air terbesar
diperoleh pada pencetakan briket dengan kanji 5 gr sebesar 7,3144%.
Hal tersebut disebabkan karena kanji yang bereaksi dengan air
panas membentuk lem. Semakin banyak kanji yang digunakan maka
semakin banyak lem yang terbentuk dan air yang diserap semakin
banyak. Sehingga pada saat di oven briket dengan kanji 5 gr, tidak banyak
air yang teruapkan menyebabkan persentase kadar airnya tinggi.
Sedangkan briket dengan kanji 1 gr lebih banyak air yang teruapkan
sehingga persentase kadar airnya rendah.
2. Hubungan variasi perekat terhadap kadar volatile matter (% berat)
Gambar 5. Hubungan variasi perekat terhadap kadar volatile matter
Dari tabel 3 dan Gambar 5 dapat dilihat bahwa semakin banyak
kanji yang digunakan sebagai perekat maka persentase kadar volatile
matter akan semakin tinggi. Kadar volatile matter terendah diperoleh
pada pencetakan briket dengan perekat kanji 1 gr sebesar 12,4658% dan
kadar volatile matter terbesar diperoleh pada pencetakan briket dengan
kanji 5 gr sebesar 26,4129%.
Hal tersebut disebabkan karena adanya pengeringan menggunakan
pada suhu 900°C selama 15 menit dengan perlakuan yang sama, sehingga
pada briket dengan kanji lebih sedikitpada saat di muffle furnace banyak
air yang teruapkan sehingga persentase kadar volatilenya rendah.
Sedangkan briket dengan kanji lebih banyak, air yang teruapkan saat di
muffle furnace sedikit menyebabkan persentase kadar volatilenya tinggi.
3. Hubungan variasi perekat terhadap kadar abu (% berat)
Gambar 6. Hubungan variasi perekat terhadap kadar abu
Dari tabel 3 dan Gambar 6 dapat dilihat bahwa semakin banyak
kanji yang digunakan sebagai perekat maka persentase kadar abu akan
semakin rendah. Kadar abu terendah diperoleh pada pencetakan briket
dengan perekat kanji 5 gr sebesar 22,4993% dan kadar abu terbesar
diperoleh pada pencetakan briket dengan kanji 1 gr sebesar 26,0849%.
Hal ini disebabkan karena adanya proses pemanasan dengan muffle
furnace pada suhu 720-750°C selama 3-4 jam dengan pelakuan sama,
sehingga briket yang perekat kanjinya lebih sedikit (1 gr) akan
menghasilkan kadar abu lebih banyak karena banyaknya jumlah arang
briket yang terbakar menjadi abu. Sebaliknya briket dengan perekat kanji
lebih banyak (5 gr) menghasilkan kadar abu lebih sedikit karena jumlah
arang briket yang terbakar lebih sedikit.
4. Hubungan variasi perekat terhadap kadar karbon (C) terikat (% berat)
Gambar 7. Hubungan variasi perekat terhadap kadar karbon (C) terikat
Dari tabel 3 dan Gambar 7 dapat dilihat bahwa semakin banyak
kanji yang digunakan sebagai perekat maka persentase kadar karbon
terikat akan semakin rendah. Kadar karbon terikat yang terendah
diperoleh pada pencetakan briket dengan perekat kanji 5 gr sebesar
43,7735% dan kadar abu terbesar diperoleh pada pencetakan briket
dengan kanji 1 gr sebesar 55,1681%.
Hal ini berhubungan dengan hasil yang diperoleh untuk kadar air,
kadar volatile matter, kadar abu briket arang tersebut rendah, yang
kemudian dapat dihitung menggunakan rumus :
Kadar karbon terikat = 100 – (M+V+A) %
Dimana :
M = Kadar air (%)
V = Kadar volatile matter(%)
5. Hubungan variasi perekat terhadap nilai kalor
Gambar 8. Hubungan variasi perekat terhadap Nilai Kalor
Dari tabel 3 dan Gambar 8 dapat dilihat bahwa semakin banyak
kanji yang digunakan sebagai perekat maka nilai kalor yang dihasilkan
akan semakin rendah. Nilai kalor terbesar diperoleh pada pencetakan
briket dengan perekat kanji 1 gr sebesar 5684,6910 kal/gram dan nilai
kalor terendah diperoleh pada pencetakan briket dengan kanji 5 gr sebesar
5128,7164 kal/gram.
Hal ini disebabkan karena semakin banyak perekat kanji yang
digunakan, maka kandungan kadar air yang diperoleh semakin banyak
yang disebabkan adanya pengeringan menggunakan oven pada waktu
yang sama. Sehingga semakin tinggi kadar air yang terkandung dalam
briket, maka semakin kecil nilai kalor yang dihasilkan.
Kualitas nilai kalori yang dihasilkan briket bioarang ini mendekati
kalori batubara kategori sub-bituminous dimana pada batubara kategori
sub-bituminous kalorinya sebesar 5403 kal/gram.
6. Hubungan waktu terhadap massa briket selama pembakaran
Gambar 9. Hubungan waktu terhadap massa briket selama pembakaran
Dari tabel 4 dan Gambar 9 dapat dilihat bahwa briket dengan kanji
yang lebih sedikit (1gr) selama 30 menit proses pembakaran massa
briketnya masih besar. Massa briket terbesar diperoleh pada briket dengan
kanji 1 gr seberat 16,17 gr. Sedangkan massa briket terkecil diperoleh
pada briket dengan kanji 5 gr seberat 11,41 gr.
Hal ini disebabkan karena adanya proses pembakaran selama 30
menit pada suhu 400ºC dengan pelakuan yang sama, sehingga semakin
sedikit perekat kanji yang digunakan untuk pembuatan briket maka saat
proses pembakaran, briket akan semakin lama terbakar karena kadar
karbon yang dimiliki lebih banyak menyebabkan briket lebih awet/tidak
cepat habis. Sebaliknya bila perekat yang digunakan semakin banyak
7. Hubungan waktu terhadap laju pembakaran
Gambar 10. Hubungan waktu terhadap laju pembakaran
Dari tabel 5 dan gambar 10 dapat dilihat bahwa laju pembakaran
yang besar berpuncak pada satu titik yaitu di menit ke-4 pada
masing-masing kanji. Kemudian laju pembakarannya mengalami penurunan
seiring lamanya briket terbakar dan hasilnya sampai menit ke-30 lajunya
sama. Hal ini dikarenakan air yang terkandung dalam briket teruapkan
seluruhnya lalu diikuti oleh laju permbakaran karbon itu sendiri dan
perbedaan jumlah perekat kanji yang digunakan tidak terlalu besar
sehingga menyebabkan laju pembakaran yang dihasilkan sama.
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
IV.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil percobaan dapat disimpulkan bahwa sampah pasar
dapat digunakan untuk membuat briket sebagai bahan bakar. Nilai kalor
tertinggi didapat pada briket perekat kanji dan air (1 : 16) gr/gr sebesar
5684,6910 kal/gram dengan laju pembakarannya sebesar 0,0058 m/detik.
Kualitas nilai kalor briket ini masuk atau mendekati nilai kalor batubara
kategori sub-bituminous yang sebesar 5403 kal/gram.
IV.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka diberikan
saran untuk penelitian selanjutnya sebaiknya variasi perekat yang diambil
harus sesuai selain itu variasi perlakuan suhu dan waktu pelaksanaan
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, 1991, Energi dan Listrik Pertanian, Fakultas Teknik Pertanian,
Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Tekanan Kempa Terhadap Kualitas Briket Arang, Bogor: Pusat Penelitian
dan Pengembangan Hasil Hutan.
Johannes, 1989, Bioarang Potensi dan Energinya, Kertas Kerja dalam Seminar
Pengembangan Tungku Hemat Energi Nasional, Yogyakarta.
Josep, S., dan D. Hislop, 1981, Residu Briquetting in Development Countries,
London: Aplied Science Publisher.
Jurnal Sainstech Politeknik Indonusa Surakarta ISSN : 2355-5009 Vol. 2
Nomor 2 Tahun 2014.
Murthado, D.,E.G. Sa`id, 1997, Penanganan dan Pemanfaatan Limbah Padat,
Jakarta: Mediyatama Sarana Perkasa.
Silalahi, 2000, Penelitian Pembuatan Briket Kayu dari Serbuk Gergajian Kayu,
Bogor, Hasil Penelitian Industri Perindag.
Subroto, 2007, “Karakterisktik Pembakaran Briket Campuran Arang Kayu dan
Supriadi, 1995, Pembuatan Briket Biomassa Jagung dan Padi, Laporan hasil Penelitian, Universitas Pembangunan nasional “Veteran” Yogyakarta.
Suwanda, T.H., 2009, Pengaruh Kekentalan Binder dan Teana Kempa terhadap
Kualitas Briket Bioarang, Laporan Penelitian Pascasarjana UGM,
LAMPIRAN
PERHITUNGAN DAN PENGOLAHAN DATA
1. Kerapatan Briket
Pada briket perbandingan kanji dan air (1:16)
Berat briket = 24,10 gr
Diameter = 4 cm
Tinggi = 2,1 cm
Volume = � � �² � �
Kerapatan (ρ) =
Dimana, ρ = Kerapatan (gr/cm³)
d = diameter (cm)
t = tinggi (cm)
m = berat briket (gr)
v = volume (cm³)
Maka, untuk kerapatan pada briket dengan perekat kanji 1 gr
Volume = , � 4² � , =26,376 cm³
Tabel 7. Hasil Analisa Kerapatan Briket pada Berbagai Variasi Perekat
2. Pengaruh Perekat terhadap % Kadar Air
Maka, untuk kadar air pada briket dengan perekat kanji 1 gr
Kadar air (%) = , − ,
Tabel 9. Hasil % Kadar Air pada Berbagai Variasi Perekat
Dari Tabel.9 dapat dicari persen kesalahan dengan metode Least Square yaitu
Sehingga persamaan garisnya menjadi Y = 0,2352 (x) + 6,0973
3. Pengaruh Perekat terhadap % Kadar Volatile Matter
Tabel 10. Hasil Analisa kadar Volatile Matter pada Perbandingan Kanji dan
Air (1:16)
q = Berat akhir sampel (gram)
Kadar Zat mudah menguap (%) = Zat hilang – Kadar air
Dari Tabel.11 dapat dicari persen kesalahan dengan metode Least Square yaitu
4. Pengaruh Perekat terhadap % Kadar Abu
Tabel 12. Hasil Analisa Kadar Abu pada Perbandingan Kanji dan Air (1:16)
Percobaan 1 Percobaan 2 Percobaan 3 rata-rata
Berat awal sampel 2,0017 2,0036 2,0047 2,0033 kadar Abu pada variasi perekat kanji dan air (2:16), (3:16), (3:16), (4:16), dan (5:16) gr/gr
Dari Tabel.13 dapat dicari persen kesalahan dengan metode Least Square yaitu
5. Pengaruh Perekat terhadap % Kadar Karbon (C) Terikat
Kadar karbon terikat = 100 – (M+A+V) %
Keterangan:
M = Kadar air (%)
A = Kadar abu (%)
V = Kadar zat mudah menguap (%)
Kadar karbon terikat = 100 – (6,2812 + 12,4658 + 26,0849) %
= 55,1681 %
Analog dengan cara yang sama seperti di atas digunakan untuk mencari
kadar Karbon (C) terikat pada variasi perekat kanji dan air (2:16), (3:16),
(3:16), (4:16), dan (5:16) gr/ gr
Tabel 14. Hasil Analisa Kadar Karbon Terikat pada Perbandingan Kanji
dan Air (1:16)
Kanji dan Air
(gr : gr) % Kadar Karbon Terikat
1 : 16 55,1681
2 : 16 52,2603
3 : 16 49,6065
4 : 16 46,5523
Dari Tabel.14 dapat dicari persen kesalahan dengan metode Least Square yaitu