• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan studi observasional dengan metode pengumpulan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan studi observasional dengan metode pengumpulan"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan studi observasional dengan metode pengumpulan data secara potong lintang (crossectional) untuk menilai hubungan kadar IL- 6 dan PCT pada pasien sepsis.

3.2. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Departemen Patologi Klinik FK USU / RSUP H. Adam Malik Medan bekerjasama dengan Departemen Anestesiologi & Terapi Intensif FK USU/RSUP H. Adam Malik Medan, mulai bulan Januari 2015 - Maret 2016.

3.3. Populasi Penelitian

Populasi terjangkau penelitian ini adalah pasien penderita sepsis yang dirawat di RSUP H. Adam Malik Medan mulai bulan Januari 2016 - Maret 2016. Subjek penelitian adalah pasien penderita sepsis yang dirawat di RSUP H. Adam Malik Medan , serta telah memenuhi kriteria inklusi. Pengumpulan subjek penelitian dihentikan bila jumlah sampel telah tercapai.

3.4. Sampel Penelitian

3.4.1. Cara pengambilan sampel penelitian

Pengambilan sampel dilakukan secara konsekutif terhadap semua populasi terjangkau yang memenuhi kriteria penelitian.

(2)

3.4.2. Besar sampel

Digunakan rumus besar sampel untuk uji korelasi . Besar sampel ditentukan dengan rumus:

(

)

(

)

2 2 ) 1 ( ) 2 / 1 ( (1 ) ) (1 ) a o a a o o P P P P Z P P Z n − − + − ≥ −α −β dimana : ) 2 / 1 (−α

Z = deviat baku alpha. utkα = 0,05 maka nilai baku normalnya 1,96 )

1 (−β

Z = deviat baku betha. utkβ = 0,10 maka nilai baku normalnya 1,282 0

P = proporsi penderita sepsis berat = 0,495 (49,5 %)(sumber)

a

P = perkiraan proporsi penderita sepsis yang diteliti, sebesar = 0,745

a P

P0 − = beda proporsi yang bermakna ditetapkan sebesar 0,25

Menurut rumus di atas maka diperlukan sampel minimal sebanyak 38 sampel. 3.5. Kriteria Penelitian

3.5.1. Kriteria inklusi 1. Usia > 18 tahun.

2. Penderita sepsis kriteria Bone et.al yang di rawat di RSUP H.Adam Malik Medan.

3. Bersedia mengikuti penelitian 3.5.2. Kriteria eksklusi 1. Pasien dengan keganasan. 2. Pasien dengan infeksi kronik.

(3)

3.6 Definisi Operasional

No Variabel Definisi Operasional

1 Sepsis Respon tubuh terhadap inflamasi sistemik, yang ditandai dua atau lebih keadaan berikut : • Suhu > 38◦ C atau < 36◦ C. • Takikardia (HR > 90 x/menit. • Takipnu ( RR > 20 x/ menit) atau PaCO2 < 32 mmHg. • Leukosit darah > 12.000/ µL

atau neutrofil batang > 10%. Ditambahkan dengan peningkatan PCT sebagai tanda awal bukti infeksi. (ISDC, 2001)

2 Serum Sampel yang dibutuhkan untuk pemeriksaan tersebut adalah serum yang berasal dari darah pasien. Cara pengambilan sampel serum darah pasien seperti telah dituliskan.

3 PCT PCT merupakan prekursor hormon

kalsitonin dan disintesis secara fisiologis oleh sel C tiroid. PCT merupakan protein yang terdiri dari 116 asam amino dengan berat molekul 13 kDa. Kalsitonin

(4)

dihasilkan oleh sel C tiroid dan punya peran penting dalam homeostasis kalsium. Gen yang mengkode PCT dikenal sebagai CALC-I yang terletak di lengan pendek kromosom 11. (Meissner, 1996)

4 IL - 6 IL-6 adalah suatu limfokin yang

merupakan mediator inflamasi yang dihasilkan oleh rangsangan sel granulosit, megakariosit dan monosit, yang berasal dari sel endotel, fibroblas dan makrofag. Digunakan KIT reagen IL-6, dengan Human IL-6 Elisa. Dalam keadaan normal kadar IL-6 tidak terdeteksi dalam darah.(Baratawidjaja, 2004)

3.7 Pelaksanaan Penelitian 3.7.1 Pengambilan sampel

1. Penelitian dilakukan di RSUP Haji Adam Malik Medan. Sampel dipilih secara konsekutif dan memenuhi kriteria inklusi.

2. Subjek penelitian diberi penjelasan tentang tujuan penelitian dan manfaat penelitian tersebut, maka subjek penelitian tersebut diberi penjelasan untuk mengisi surat persetujuan mengikuti penelitian atau inform consent.

(5)

4. Sampel yang dibutuhkan untuk pemeriksaan tersebut adalah serum darah pasien. Pengambilan sampel darah pasien dilakukan sekali untuk kedua pemeriksaan, yaitu PCT dan IL- 6.

5. Pengambilan sampel darah untuk mendapatkan serum dilakukan sebagai berikut:

• Vakultainer pemeriksaan dibuat identitas pasien untuk mencegah terjadinya kesalahan.

• Pasanglah torniquet/pengebat pada lengan bagian atas pasien dan mintalah pasien untuk mengepal tangannya.

• Bersihkan vena yang hendak diambil dengan kapas yang telah di beri alkohol 70%, biarkan kering.

• Tusuklah vena secara perlahan-lahan dengan spuit.

• Tariklah penghisap venoject dengan volume darah 5 cc untuk dewasa, lalu suruh pasien melepas kepalan tangannya dan diikuti dengan melepas pengebat.

• Cabut venoject dari vena diiringi dengan letakkan kapas alkohol pada bekas tusukan dan diberi plester.

• Cabut tutup jarum venoject lalu tusuk secara vakum kedalam tabung vakutainer.

• Sampel darah tersebut kemudian disentrifugasi dengan kecepatan 3000 rpm selama 10 menit..

• Serum yg memenuhi syarat harus tidak kelihatan merah/keruh (lipemik).

• Cairan yang paling atas berwarna kuning bening disebut serum. • Serum tersebut dipisahkan untuk pemeriksaan PCT dan IL- 6.

(6)

• Serum dapat disimpan pada suhu 2 - 8º C dan dapat bertahan selama 7 hari, suhu -20º C dan dapat bertahan selama 2 bulan di dalam freezer, atau -80º C dapat bertahan selama 6 bulan. 3.7.2 Pengolahan dan pemeriksaan sampel

Pemeriksaan Nilai PCT

Pemeriksaan PCT dilakukan dengan menggunakan mini VIDAS BRAHMS PCT. Pemeriksaan PCT dengan mini VIDAS BRAHMS dilakukan dengan prinsip sandwich menggunakan metode ELFA (Enzyme-Linked Fluorescent Assay).

Solid Phase Receptacle (SPR) berfungsi sebagai fase padat dan juga sebagai perangkat untuk pipetting. Bagian dalam SPR pada saat produksi dilapisi dengan mouse monoclonal anti-procalcitonin immunoglobulins.

Reagen untuk pemeriksaan adalah reagen siap pakai. Strip reagen terdiri dari 10 sumur yang ditutup dengan segel foil berlabel.

Tabel 6 : Deskripsi strip PCT Sumur Reagen

1 Sumur untuk sampel

2-3-4 Sumur kosong 5

Conjugate: alkaline phosphatase-labeled mouse monoclonal monoclonal anti-human procalcitonin immunoglobulins + pengawet (400 µL)

6-7-8 TRIS NaCl Tween (pH 7.3) + pengawet

9 Sumur kosong

10

Reading cuvette dengan substrat: 4-Methyl-umbelliferyl phosphate (0.6 mmol/L) +

diethanolamine (DEA) (0.62 mol/L, atau 6.6%, pH 9.2) + 1 g/L sodium azide (300 µL)

Semua tahap pemeriksaan dilakukan secara otomatis oleh alat. Sampel akan ditransfer ke sumur-sumur yang berisi anti-procalcitonin antibodi yang dilabel

(7)

dengan alkaline phosphatase (conjugate). Sampel/campuran conjugate akan dirotasi keluar masuk SPR beberapa kali. Operasi ini akan memungkinkan antigen untuk berikatan dengan imunoglobulin yang dilekatkan pada dinding bagian dalam SPR dan conjugate untuk membentuk sandwich. Senyawa-senyawa yang tidak berikatan akan dieliminasi selama tahap pencucian. Deteksi dilakukan dua tahap. Selama tiap tahap, substrat (4-methyl-umbelliferyl phosphate) dirotasi keluar masuk SPR. Enzim conjugate mengkatalisis hidrolisis dari substrat ini menjadi produk fluorescence yang diukur pada panjang gelombang 450 nm. Intensitas fluorescencesebanding dengan konsentrasi antigen yang ada pada sampel. Pada akhir pemeriksaan, hasil akan dikalkulasikan secara otomatis oleh alat yang dihubungkan dengan dua kurva kalibrasi sesuai dengan dua tahap pendeteksian. Nilai ambang batas fluorescence menentukan kurva kalibrasi yang akan digunakan pada masing-masing sampel. Hasilnya kemudian dicetak.

Cara kerja:

1. Siapkan PCT strip dan SPR.

2. Masukkan200 µL Serum ke dalam sumur sampel dari PCT strip.

3. PCT strip kemudian diletakkan pada rak dalam alat mini VIDAS , letakkan SPR pada rak dalam mini VIDAS.

4. scan barcode pada tabung sampel. 5. Jalan pemeriksaan PCT, tekan start.

6. Hasil akan diperoleh selama lebih kurang 20 menit. Hasil akan di print secara otomatis.

(8)

Pemeriksaan nilai IL – 6 Bahan Yang Digunakan

1. Reagen (ready to use)

2. Standard diluent (ready to use) 3. Standard (300pg/ml)

4. Special diluent (ready to use)

5. HRP (Horseradish peroxidase)- Conjugate reagent (ready to use) 6. Wash Solution

7. Chromogen Solution A & B (TMB = Tetra Methyl Benzidine) (ready to use) 8. Stop Solution (0,18 M H2SO4) (ready to use)

9. Microplate Sealers

10. 10ml – 100ml pipet reagen

Cara Kerja

1. Bahan disiapkan dengan cara : Bila menggunakan serum, memakai Serum Separator Tube (SST) sampel dilakukan sentrifugasi selama 10 menit pada kecepatan 3000 rpm. Pisahkan serum dengan segera dan simpan sampel pada suhu < -20°C.

2. Sebelum menggunakan sampel dan reagen, keluarkan sampel dan reagen tersebut terlebih dahulu, tunggu sampai temperatur sampel turun hingga suhu kamar.

3. Persiapkan standar diluent dengan konsentasi 300; 150; 75, 37,5 ;18,7 ; 0 pg/ml.

(9)

Gambar 9. Grafik kurva standar

4. Setelah bahan disiapkan, siapkan strip mikroplat untuk pemeriksaan.

5. Tambahkan 50 µL bahan special diluent, 10 µL sampel, dan 50 µL Horseradish peroxidase (HRP) , inkubasi selama 60 menit.

6. Cuci mikroplat 5 kali dan tambahkan Chromogen Solution A dan B, inkubasi selama 10 menit pada suhu 37º C.

7. Tambahkan 50 µL stop solution, tunggu selama 5 menit. 8. Kalkulasikan

9. Tentukan densitas optiknya dalam 15 menit menggunakan pembaca mikroplat sampai 450 nm.

10. Semuanya dilakukan secara automatic oleh alat.

3.7.3 Pemantapan kualitas

Pemantapan kualitas penting untuk mencegah terjadinya kesalahan dalam pemeriksaan. Untuk itu sebelum melakukan pemeriksaan perlu dilakukan persiapan yang cukup untuk menghindari kesalahan dalam pemeriksaan. Prosedur yang harus diperhatikan diantaranya adalah dimulai dari preanalitik, analitik dan post analitik.

Pemantapan kualitas dilakukan setiap kali pada saat awal pemeriksaan untuk menjamin ketepatan hasil pemeriksaan yang dikerjakan. Sebelum dilakukan

(10)

pemeriksaan harus dilakukan kalibrasii terhadap alat-alat yang digunakan, agar penentuan konsentrasi zat dapat diketahui.

Pemeriksaan yang baik apabila test tersebut memenuhi syarat teliti, akurat dengan batas nilai yang dikeluarkan oleh pabriknya. Ketepatan merupakan prasyarat dari ketelitian.

Pemantapan kualitas pemeriksaan PCT

Untuk pemantapan kualitas, digunakan dua kontrol yang sudah termasuk di dalam masing-masing VIDAS BRAHMS PCT kit. Kontrol harus segera digunakan setelah kit baru dibuka untuk memastikan kualitas reagen tidak berubah. Kalibrasi juga bisa diperiksa dengan menggunakan kontrol ini. Alat akan mendeteksi kontrol ini sebagai C1 dan C2. Hasil pemeriksaan tidak dapat divalidasi jika nilai kontrol keluar dari batas nilai yang ditentukan. Dengan demikian, pemeriksaan sampel harus diulang kembali.

Kalibrasi dilakukan menggunakan dua kalibrator yaitu S1 dan S2 yang disediakan di dalam kit. Kalibrasi harus dilakukan setiap kali membuka reagen baru, setiap master lot data dimasukkan, atau setiap 28 hari.

Pemantapan kualitas pemeriksaan Interleukin - 6

Kontrol kualitas untuk dilakukan, dimana ini lazim dilakukan setiap 24 jam, setiap pemakaian reagent kit baru dan setelah selesai kalibrasi. Nilai konsentrasi kontrol harus masuk dalam batas yang ditetapkan untuk menjamin akurasi kadar (Kaplanski G, 2003) (Marin V, 2001).

(11)

3.8 Analisa Data Statistik

a. Gambaran karakteristik pada subjek penelitian , yakni penderita sepsis berat di RSUP H Adam Malik disajikan dalam bentuk tabulasi dan dideskripsikan.

b. Korelasi kadar IL- 6 dan PCT karena data tidak berdistribusi normal, digunakan Spearman rank test.

c. Analisa data dilakukan menggunakan program statistik SPSS untuk Windows.

d. Untuk semua uji statistik nilai p < 0,05 dianggap signifikan/ bermakna dalam statistik.

(12)

3.9. Kerangka Kerja

Pasien Sepsis yang dirawat di ICU RSUP H.Adam Malik

Kriteria Inklusi

Kriteria Eksklusi

Inform concent, Rekam Medik,

Anamnesa, pemeriksaan fisik

Pemeriksaan Interleukin-6

Pemeriksaan Prokalsitonin

(13)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1 Karateristik Subjek Penelitian

Dari pasien sepsis berat yang datang berobat dan mendapat rawatan di rawat inap serta ICU RSUP H Adam Malik Medan periode Januari 2016 sampai dengan Maret 2016 yang memenuhi kriteria inklusi sebanyak 40 orang. Terhadap 40 orang pasien tersebut dilakukan anamnesa, pemeriksaan fisik, laboratorium dan diberikan penjelasan kepada keluarga serta informed concent terhadap pasien sebagai subjek penelitian dan pihak keluarga.

Jumlah subyek yang digunakan dalam penelitian ini adalah 40 orang, dengan jumlah laki-laki sebanyak 26 orang (65%) dan perempuan 14 orang (35%). Rerata umur pada kelompok laki-laki adalah 49,42 ± 18,19, dengan umur termuda 18 tahun dan tertua 79 tahun. Sementara rerata pada kelompok perempuan adalah 57,35 ± 20,73, dengan umur termuda 18 tahun dan tertua 87 tahun.

Tabel 7 .Data karakteristik berdasarkan Jenis Kelamin dan Umur Jenis Kelamin n (%) Mean ± SD

(tahun) Laki-laki Perempuan 26 (65,00) 14 (35,00) 49,42 ± 18,19 57,35 ± 20,73

4.2. Karakteristik Hasil Pemeriksaan Laboratorium Interleukin-6 (IL-6) dan

Procalcitonin (PCT)

Median IL-6 subyek pada penelitian ini adalah 47,70 (17,10 – 1541,0) pg/mL dan Median PCT adalah 61,8 ( 16,28 – 566,73) ng/mL

(14)

Tabel 8 Data karakteristik berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium Interleukin-6 (IL-6) dan Procalcitonin (PCT)

4.3 Hubungan antara Interleukin-6 dengan Procalcitonin

Pada penelitian ini untuk menguji hubungan antara Interleukin-6 dengan PCT digunakan uji korelasi Spearman. Dari pengujian yang dilakukan diperoleh nilai r = 0,176 dan nilai p = 0,277, sehingga diperoleh kesimpulan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara Interleukin-6 dan PCT.

Tabel 9 Koefisien Korelasi antara antara Interleukin-6 dengan Procalcitonin Procalcitonin

R P

Interleukin-6 0,176 0,277

Pada gambar grafik 11 dapat dilihat bahwa tidak terdapat pola garis lurus yang dibentuk dari sebaran plot yang tersedia. Hal ini menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara Interleukin-6 dengan PCT.

Variabel Median (Min-Max) Interleukin-6

Procalcitonin

47,70 (17,10 – 1541,0) 61,8 ( 16,28 – 566,73).

(15)

Gambar Grafik 11. Korelasi antara antara Interleukin-6 dengan Procalcitonin(PCT)

Procalcitonin dalam satuan : ng/mL

(16)

BAB V PEMBAHASAN

Sepsis berat adalah sebuah sindrom yang dicirikan dengan inflamasi sistemik dan disfungsi organ akut dalam respon terhadap infeksi. (Martin GS, dkk,2005)

Diketahui bahwa procalcitonin merupakan perkursor hormon kalsitonin dan disintesis secara fisiologis oleh sel C tiroid. Procalcitonin dipakai sebagai marker inflamasi.(Meissner,1996)

Interleukin yang berperan sebagai sitokin proinflamasi. Interleukin-6 disekresikan oleh sel T dan makrofag untuk menstimulasi respon imun seperti infeksi. Interleukin-6 berperan penting dalam respon inflamasi akut maupun kronik. (Kaplanski, 2003)

Pada keadaan fisiologis, kadar Procalcitonin dan Interleukin-6 rendah bahkan tidak dijumpai, tetapi keduanya akan meningkat pada keadaan infeksi inflamasi berat seperti pada sepsis. (Hatherill, dkk, 1999)

Pada penelitian sebelumnya dinyatakan bahwa antara Procalcitonin dan Interleukin-6 dibuktikan bahwa Procalcitonin merupakan parameter yang lebih baik dibandingkan dengan Interleukin-6 untuk menyatakan keadaan sepsis, dan

Procalcitonin adalah parameter terbaik dibandingkan parameter- parameter lainnya. (Aikawa N, dkk 2005)

Pada penelitian lainnya dinyatakan juga bahwa antara Procalcitonin dan Interleukin-6 tidak ada perbedaan yang signifikan pada keadaan sepsis berat dan Procalcitonin baik dipakai sebagai diagnostic marker pada suatu keadaan sepsis berat tanpa membedakan pasien dengan atau tanpa infeksi bakteri, dan

(17)

Interleukin-6 baik dipakai sebagai prognostic value serta monitoring efektivitas terapi antibiotik pada keadaan sepsis berat . (Raija U, dkk, 2011)

Pada penelitian lainnya menyatakan bahwa Procalcitonin memiliki sensitivitas yang paling tinggi dan Interleukin-6 dengan spesifitas yang paling tinggi pada

keadaan sepsis/ sepsis berat/ syok sepsis diantara marker lainnya. (Tang et al, 2007)

Dimana performa dari Procalcitonin baik digunakan sebagai diagnostik sepsis

dengan sensitivitas 93,7% dan spesivisitas 75,2 %. Sedangkan Interleukin-6 dengan performa sensitivitas 74,4 % dan spesivisitas 86,7% pada keadaan sepsis. (Dong W, dkk,2013)

Dari data-data penelitian yang telah dipaparkan oleh penulis tersebut di atas, semua penelitian tersebut melakukan penelitian perbadingan kadar serta performa antara PCT dan Interleukin-6 pada keadaan sepsis/sepsis berat, namun belum ada penelitian yang mengemukakan hubungan antar PCT dan interleukin-6 pada

keadaan sepsis berat. Hal ini yang menjadi alasan ketertarikan penulis untuk

meneliti hubungan kadar PCT dan Interleukin-6 pada keadaan sepsis, dimana telah diketahui sebelumnya dan telah dibuktikan pada penelitian- penelitian sebelumnya bahwa PCT dan Interleukin-6 akan meningkat kadarnya pada keadaan sepsis berat.

Setelah dilakukan penelitian pada pasien dengan keadaan sepsis berat di RSUP H Adam Malik Medan periode Januari 2016 sampai dengan Maret 2016, dilakukan pemeriksaan kadar PCT dan Interleukin-6 pada sampel yang sesuai dengan kriteria inklusi yang telah ditentukan sebelumnya, dilakukan analisa statistik dengan menggunakan SPSS, peneliti menguji hubungan antara PCT dengan Interleukin-6 menggunakan uji korelasi Spearman, diperoleh nilai r = 0,176 dan nilai

(18)

p = 0,277, sehingga didapatkan kesimpulan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara PCT dan Interleukin-6.

Pada penelitian ini, dapat dilihat bahwa kadar Interleukin-6 dan PCT ada yang meningkat dan ada pula yang terlihat tidak ada peningkatan pada sampel dengan keadaan sepsis berat. Hal ini disebabkan oleh ketidak seragaman waktu

pengambilan sampel pada keadaan sepsis berat, sehingga data tidak homogen dan menjadi tidak spesifik. Seperti yang telah diketahui, penelitian sebelumnya

mengemukakan bahwa Interleukin-6 akan meningkat pada 2 jam pertama keadaan sepsis berat dan akan menurun pada periode 6 jam keadaan sepsis berat.

Sedangkan PCT diketahui akan meningkat pada 6 jam pertama keadaan sepsis, namun 6 jam sebelumnya tidak terlalu tinggi dan akan menurun pada 12 jam keadaan sepsis berat.

(19)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN KESIMPULAN

1. Terjadi peningkatan kadar Interleukin-6 pada keadaan sepsis berat. 2. Terjadi peningkatan kadar PCT pada keadaan sepsis berat.

3. Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara PCT dan Interleukin-6 pada keadaan sepsis berat pada penelitian ini.

SARAN

1. Perlu dilakukan keseragaman waktu pengambilan sampel untuk penelitian selanjutnya.

Gambar

Tabel 6 : Deskripsi strip PCT  Sumur  Reagen
Gambar 9. Grafik kurva standar
Gambar Grafik 11. Korelasi antara antara Interleukin-6 dengan Procalcitonin(PCT)

Referensi

Dokumen terkait

Komponen­komponen  dalam  bauran  promosi  terdiri  dari  penjualan  secara  individu,  periklanan,  promosi  penjualan,  pemasaran  langsung,  dan  public 

Benda yang letaknya sangat jauh dari teropong (a besar), bayangan dari lensa obyektif akan jatuh di bidang titik api sebelah kanan lensa obyektif dan harus pada titik api

Potensi pariwisata Asia Tenggara juga didukung oleh perbedaan budaya dan sejarah yang menjadi daya tarik wisatawan asing (Chheang, 2013). Hal ini mendorong pariwisata menjadi

Alat yang digunakan pada penelitian kali ini dibagi menjadi dua yaitu alat yang digunakan pada ekstraksi karagenan dan alat yang digunakan analisa karagenan. Alat

Dari beberapa penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya, kebanyakan penelitian tersebut dilakukan pada UMKM di luar negeri yang telah menerapkan sistem informasi

Hasil penelitian ini yaitu ada hubungan yang positif dan signifikan antara: (1) kemampuan verbal dengan prestasi belajar ilmu kimia jika kemampuan penalaran peserta

Perlu kami tegaskan bahwa BPK RI Perwakilan Provinsi Maluku baru dapat melaksanakan pemeriksaan atas Laporan Keuangan pemerintah daerah apabila Laporan

Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Gomes (mengutip Hackman &amp; Oldham, 1980) bahwa seseorang akan mengalami motivasi kerja internal yang tinggi, kepuasan yang