• Tidak ada hasil yang ditemukan

FENOMENA TAWURAN SEBAGAI BENTUK AGRESIVITAS REMAJA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "FENOMENA TAWURAN SEBAGAI BENTUK AGRESIVITAS REMAJA"

Copied!
87
0
0

Teks penuh

(1)

(Kasus Dua SMA Negeri di Kawasan Jakarta Selatan)

ANGGA TAMIMI OESMAN

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010

(2)

ANGGA TAMIMI OESMAN. FENOMENA TAWURAN SEBAGAI BENTUK AGRESIVITAS REMAJA (Kasus Dua SMUN di Kawasan Jakarta Selatan). (Dibimbing oleh NURMALA K. PANDJAITAN).

Beban dalam diri yang dialami pada sebagian pelajar laki–laki akan disalurkan kepada berbagai hal, baik secara positif maupun negatif. Pada tindakan negatif umumnya dilampiaskan pada tindakan yang didasarkan oleh perilaku agresi, salah satunya adalah meluapkan emosi dalam wujud tawuran. Setiap tawuran hampir selalu menimbulkan adanya kerugian, baik kerugian materi ataupun non materi. Tawuran bersifat merugikan dan perlu upaya untuk mencari jalan keluar dari masalah ini atau setidaknya mengurangi. Salah satu cara adalah mengidentifikasi penyebabnya dari perilaku tersebut, agar bisa dilakukan penanggulangan lebih dini.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi karakteristik remaja yang terlibat tawuran dan bentuk perilaku tawuran di kalangan remaja perkotaan. Penelitian ini menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data primer. Populasi dalam penelitian ini adalah pelajar di SMUN 6 dan 70 yang berada pada daerah rawan tawuran yaitu Blok-M. Dimana sampel populasinya adalah pelajar laki-laki yang terlibat dalam tawuran. Teknik penentuan sampel menggunakan purposive sampling dan snowball sampling, dengan sampel berjumlah 40 responden.

Hasil penelitian menyatakan bahwa karakteristik pelajar pelaku tawuran cenderung berasal dari keluarga dengan kondisi sosial ekonomi menengah ke atas, dengan uang saku per minggu yang cukup besar dan kondisi lingkungan tempat tinggal yang baik. Kualitas hubungan dengan orang tua yang positif, dimana lebih banyak pelajar pelaku tawuran yang merasa mereka lebih dekat dengan pihak ibu. Pelajar pelaku tawuran memilik kedekatan dengan peer group yang tinggi dengan pola hubungan yang rutin, berkala, serta tingkat kepercayaan yang tinggi. Karakteristik ini sangat menonjol, karena alasan tawuran yang mengatasnamakan solidaritas kelompok (peer group) sangat dominan. Serta tingginya akses mereka

(3)

Bentuk perilaku tawuran yang diperlihatkan pelajar antara lain: solidaritas sebagai penyebab keterlibatan mereka dalam tawuran; pendukung dan pentolan sebagai peran dominan dalam tawuran; waktu tawuran biasanya setelah jam sekolah dengan lokasi di sekitar lingkungan sekolah; dan intensitas perilaku agresi pelajar dominan berada pada level sedang. Berdasarkan intensitas perilaku agresi dan peran saat tawuran diperoleh tiga pengelompokan tipologi yaitu pengikut, pasukan, dan pemimpin (dengan bentuk tindakan yang semakin komplek seiring semakin tingginya tingkatan tipologi). Tipologi dominan adalah tipologi pasukan (47,5 persen) dengan tindakan yang rutin ditampilkan berupa verbal dan fisik, diikuti tipologi pengikut (30 persen) dengan hanya tindakan verbal, dan tipologi pemimpin (22,5 persen) dengan tindakan yang kompleks mulai dari verbal, fisik sampai penggunaan alat.

(4)

i (Kasus Dua SMUN di Kawasan Jakarta Selatan)

Oleh :

ANGGA TAMIMI OESMAN NRP: I34053516

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

Pada

Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010

(5)

ii Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh:

Nama Mahasiswa : Angga Tamimi Nomor Siswa : I34053516

Judul Studi : Fenomena Tawuran Sebagai Bentuk Agresivitas Remaja (Kasus Dua SMUN di Kawasan Jakarta Selatan)

Dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.

Menyetujui Dosen Pembimbing,

Dr. Nurmala K. Pandjaitan, MS DEA NIP. 19591114 198811 2001

Mengetahui

Ketua Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

Dr. Ir. Soeryo Adiwibowo, MS NIP. 19550630 198103 1003

(6)

iii DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL “FENOMENA TAWURAN SEBAGAI BENTUK AGRESIVITAS REMAJA (KASUS DUA SMUN DI KAWASAN JAKARTA SELATAN)” BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN KECUALI KUTIPAN YANG ADA DALAM TULISAN INI. SUMBER INFORMASI YANG BERASAL DARI PENULIS LAIN TELAH DISEBUTKAN DALAM TEKS DAN DICANTUMKAN DALAM DAFTAR PUSTAKA DIBAGIAN AKHIR SKRIPSI INI. DEMIKIAN PERNYATAAN INI SAYA BUAT DENGAN SESUNGGUHNYA.

Bogor, Januari 2010

Angga Tamimi Oesman I34053516

(7)

iv Puji dan syukur penulis haturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Fenomena Tawuran Sebagai Bentuk Agresivitas Remaja (Kasus Dua SMUN di Kawasan Jakarta Selatan)”. Penulisan skripsi ini ditujukan untuk memenuhi syarat mendapatkan gelar Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.

Penulisan skripsi ini merupakan syarat kelulusan mata kuliah KPM 499.

Tujuan penelitian ini adalah menganalisis bagaimana karakteristik dan tipologi pelajar pelaku tawuran. Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dosen Pembimbing, serta pihak-pihak yang membantu Penulis, baik langsung maupun tidak langsung dalam pelaksanaan penulisan usulan penelitian.

Penulis sadar bahwa penyusunan skripsi ini belum dapat dikatakan sempurna. Untuk itu saran dan kritik yang membangun dari pembaca senantiasa penulis harapkan, semoga penyusunan Studi Pustaka ini bermanfaat bagi kita semua. Satu hal yang penulis sadari bahwa penulisan dan penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari bantuan moril dan materiil berbagai pihak. Dalam kesempatan ini penulis hendak menyampaikan rasa hormat dan terima kasih kepada:

1. Dr. Nurmala K. Pandjaitan, MS DEA sebagai dosen pembimbing studi pustaka dan skripsi yang telah memberikan bimbingan dan arahan serta kesabaran sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.

2. Keluarga tercinta (mama, papa, uni cici, lulu, dan lala) yang selalu memberikan dukungan, doa, dan motivasi.

3. Dr. Arif Satria, SP, MSi, selaku pembimbing akademik selama peneliti menjadi mahasiswa KPM.

4. Dr. Ir. Sarwititi S. Agung, MS selaku penguji utama dalam sidang skripsi dan Ir. Anna Fatchiya, MSi selaku dosen penguji perwakilan departemen.

5. Issantia Retno Sulistiawati yang selalu ada dan mendukung serta menularkan semangatnya.

(8)

v 7. Sahabat-sahabatku Wewen, Yayan, Oel, Memet, Anggi, Icha, Arya, Edu, Fahmi, Adit, Vidy, Mora, Palupi, Wina, Liko, Ficha, Acit, Lidut dan Dina atas luangan waktu dalam pencarian literatur, masukan/koreksi dalam penulisan dan masa perkuliahan yang indah.

8. Prasetyo Yudha dan Wagner, teman satu bimbingan yang selalu membantu, mengingatkan dan memberikan dukungan dalam penulisan skripsi.

9. Teman-teman dari Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat angkatan 42. 10.Tim dosen KPM IPB, terimakasih telah memberikan dukungan dan pengajaran

terbaik, juga untuk seluruh staff KPM yang telah membantu selama perkuliahan. 11.Semua pihak yang telah memberikan dorongan, doa, semangat, bantuan dan

kerjasamanya selama ini sehingga memberikan warna dalam hidup penulis. Penulis mengharapkan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pihak-pihak terkait.

Bogor, Januari 2010

Angga Tamimi Oesman I34053516

(9)

vi Penulis bernama Angga Tamimi Oesman lahir di Bukittinggi Sumatra Barat pada tanggal 13 Juli 1987, dan merupakan anak kedua dari empat bersaudara. Pada tahun 2002-2005 penulis menempuh pendidikan di SMUN 6 Mahakam di Jakarta Selatan. Pada tahun 2005 hingga sekarang penulis berstatus sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor.

Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur tes Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Kemudian diterima di Mayor Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, pada tingkat dua saat pemilihan Mayor-Minor berlangsung, dengan Minor Kewirausahaan Agribisnis.

Penulis aktif dalam kepanitiaan dan organisasi di sekitar kampus. Adapun kepanitiaan yang pernah diikutinya yaitu menjadi ketua panitia Malam Keakraban ”TOSKA 43” Departemen KPM pada tahun 2007, Kordinator Keuangan (Bendahara) pada acara Communication and Community Development Expo (COMMNEX) 2008. Sementara organisasi yang pernah diikuti penulis antara lain sebagai pengurus Himpunan Mahasiswa Peminat Ilmu-ilmu Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat(HIMASIERA) divisi advertising dan multimedia (2007-2009), dan sebagai pengurus International Association of Students in Agricultural and Related Sciences (IAAS) divisi eksternal (2008-2009).

(10)

vii Halaman

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xiv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 4

1.3 Tujuan Penulisan ... 4

1.3 Kegunaan Penulisan ... 4

BAB II PENDEKATAN TEORITIS ... 5

2.1 Pengertian Tawuran ... 5

2.2 Karakteristik Remaja Yang Terlibat Tawuran ... 6

Kondisi Tempat Tinggal ... 6

Kedekatan dengan Orang Tua ... 7

Hubungan dengan Peer Group ... 7

Tingkat Keterdedahan Kekerasan pada Media Visual ... 8

2.3 Perilaku Tawuran Dikalangan Remaja ... 9

2.4 Kerangka Pemikiran ... 10

2.5 Hipotesis ... 12

2.6 Definisi Operasional... 12

BAB III METODOLOGI PENELITIAN... 20

3.1 Metode Penelitian ... 20

(11)

viii

3.4 Metode Pengumpulan Data ... 21

3.5 Metode Pengolahan dan Analisis Data... 21

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI SEKOLAH ... 22

4.1 SMA Negeri 70 Jakarta ... 22

4.2 SMA Negeri 6 Jakarta ... 25

4.3 Lokasi Sekolah ... 28

BAB V KARAKTERISTIK REMAJA TERLIBAT TAWURAN ... 30

5.1 Gambaran Umum Responden ... 30

5.2 Kondisi Tempat Tinggal ... 32

5.3 Kondisi Hubungan dengan Orang Tua ... 35

5.4 Hubungan dengan Peer group ... 40

5.5 Tingkat Keterdedahan Kekerasan pada Media Visual ... 45

BAB VI PERILAKU TAWURAN ... 53

6.1 Penyebab Terjadinya Tawuran ... 53

6.2 Peran Yang Dilakukan Saat Tawuran ... 53

6.3 Tempat dan Waktu Tawuran ... 54

6.4 Intensitas Perilaku Agresi ... 55

6.5 Tipologi Pelajar Pelaku Tawuran... 55

Tipologi Pengikut ... 56

Tipologi Pasukan ... 59

Tipologi Pemimpin ... 62

(12)

ix 7.1 Kesimpulan ... 67 7.2 Saran ... 68

(13)

x Halaman 1. Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Umur ... 31 2. Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan

Uang Saku per-minggu ... 31 3. Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan

Status Tempat Tinggal ... 32 4. Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan

Status Kamar Tidur ... 32 5. Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan

Jumlah Fasilitas Hiburan ... 33 6. Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan

Fasilitas Alat Hiburan ... 33 7. Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan

Penilaiannya akan kondisi tempat tinggalnya ... 34 8. Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan

Status Pernikahan Orang Tua ... 35 9. Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan

Bentuk Komunikasi dengan Orang Tua ... 35 10. Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan

Intensitas Pertemuan dengan Orang Tua ... 36 11. Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan

Kedekatan Hubungan dengan Orang Tua ... 36 12. Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan

Orang Terdekat dalam Keluarga... 37 13. Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan

Topik Pembicaraan dengan Orang Tua... 37 14. Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan

Intensitas Dimintai Pendapat Oleh Orang Tua ... 38 15. Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan

Intensitas Menentukan Pilihan Sendiri ... 38 16. Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan

Intensitas Berkonflik dengan Orang Tua ... 39 17. Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan

Intensitas Dimarahi oelh Orang Tua ... 39 18. Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan

(14)

xi 19. Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan

Jumlah Peer group ... 41 20. Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan

Alasan Kedekatan dengan Peer Group ... 41 21. Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan

Arti Peer group ... 41 22. Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan

Pertemuan Mingguan dengan Peer Group ... 42 23. Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan

Pertemuan Harian dengan Peer Group ... 42 24. Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan

Topik Pembicaraan dengan Peer Group ... 43 25. Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan

Keberpihakan Peer Group saat Responden Dalam Masalah ... 43 26. Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan

Kepercayaan antara Peer Group dengan responden ... 44 27. Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan

Peer Group sebagai Acuan Pemecahan Masalah Responden ... 44 28. Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan

Kesamaan Pemahaman Peer Group dengan Rersponden ... 44 29. Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan

Bantuan yang diberikan saat Terlibat dalam Masalah ... 45 30. Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan

Intensitas Melihat Adegan Kekerasan di Televisi ... 46 31. Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan

Judul Surat Kabar yang di Baca ... 46 32. Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan

Topik Surat Kabar yang di Minati ... 46 33. Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan

Intensias Melihat Adegan Kekerasan ... 47 34. Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan

Stasiun Televisi yang di Tonton ... 47 35. Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan

Topik Siaran Televisi yang di Minati ... 47 36. Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan

Intensias Melihat Adegan Kekerasan ... 48 37. Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan

(15)

xii 38. Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan

Jenis Komik yang Diminati ... 48

39. Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Intensias Melihat Adegan Kekerasan ... 49

40. Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Judul Video Game yang di Mainkan ... 49

41. Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Jenis Video Game yang di Minati ... 49

42. Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Intensias Melihat Adegan Kekerasan ... 50

43. Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Judul Film yang di Tonton ... 50

44. Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Jenis Film yang di Minati ... 50

45. Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Intensias Melihat Adegan Kekerasan ... 51

46. Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Situs Internet yang Dilihat ... 51

47. Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Jenis Situs Internet yang Diminati ... 51

48. Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Media Visual dengan Tingkat Kekerasan Tertinggi ... 52

49. Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Penyebab Tawuran... 53

50. Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Peran saat Tawuran ... 54

51. Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Tempat Tawuran ... 55

52. Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Waktu Tawuran ... 55

53. Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Intensitas Perilaku Agresi ... 56

54. Jumlah dan Persentase Tipologi Pelajar Tawuran berdasarkan Perilaku Agresi dan Peran dalam Tawuran ... 56

55. Karakteristik Tipologi Pengikut ... 58

56. Perilaku Agresi Tipologi Pengikut ... 59

(16)

xiii 59. Karakteristik Tipologi Pemimpin ... 64 60. Perilaku Agresi Tipologi Pemimpin ... 65 61. Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Tipologi Pelajar

(17)

xiv Halaman 1. Kerangka Pemikiran Tawuran Sebagai Bentuk Agresivitas Remaja 11

2. SMA Negeri 70 ... 22

3. Kegiatan Acara Tahunan Bulungan Cup ... 25

4. Peta Lokasi skala 1:10.000 ... 28

(18)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Masa remaja ditandai oleh pertumbuhan fisik, pengembangan kepribadian, kebutuhan untuk pencapaian kedewasaan, kemandirian, serta adaptasi antara peran dan fungsi dalam kebudayaan dimana ia berada. Masa remaja merupakan masa atau periode yang penuh dengan tekanan atau stres karena ketegangan emosi yang meningkat akibat perubahan fisik dan hormon (Sarwono, 1989). Pada kenyataanya tidak semua remaja berhasil melakukan tugas perkembangannya, sehingga akan menimbulkan hambatan bagi para remaja tersebut. Pada sebagian remaja, hambatan atau masalah yang mereka alami akan sangat mengganggu keadaan fisik dan emosi mereka, sehingga menghancurkan motivasi mereka menuju kesuksesan di sekolah maupun hubungan dalam pribadi mereka.

Beban dalam diri yang dialami pada sebagian remaja, khususnya remaja laki–laki akan disalurkan kepada berbagai hal baik secara positif maupun negatif. Pada tindakan positif umumnya dilampiaskan pada keikutsertaan dalam berbagai kegiatan kemahasiswaan atau organisasi, sedangkan pada tindakan negatif umumnya dilampiaskan pada tindakan yang didasarkan oleh perilaku agresi. Menurut Berkowitz (1995), istilah agresi selalu mengacu pada beberapa jenis perilaku, baik itu secara fisik maupun simbolis yang dilakukan dengan tujuan untuk menyakiti orang lain. Masalah serius dengan tindak agresi ini terjadi mulai dari yang sifatnya personal seperti perkelahian, sampai yang sifatnya umum seperti tawuran. Khusus mengenai tawuran (pelajar), hal ini menjadi menarik untuk dibahas karena fenomena ini telah menjadi pusat perhatian masyarakat dari dulu hingga saat ini. Hal ini dibuktikan dengan masih seringnya terlihat remaja berjalan bergerombol sambil merusak fasilitas umum atau menyerang remaja lain. Dilihat dari bentuknya, perkelahian pelajar atau yang biasa disebut tawuran adalah perkelahian massal yang merupakan perilaku kekerasan antar kelompok pelajar yang ditujukan pada kelompok pelajar dari sekolah lain. Tawuran pelajar saat ini tidak hanya sebatas pada pelemparan batu, tetapi juga menggunakan

(19)

berbagai macam senjata tajam yang beresiko dapat membunuh pelajar lain. Berdasarkan berita dari media massa mengenai razia pelajar, diketahui bahwa banyak pelajar yang menggunakan senjata tajam berbahaya seperti linggis, golok, parang, celurit dan samurai. Seiring dengan semakin meningkatnya kualitas senjata yang digunakan dalam tawuran, pelajar juga mulai berani untuk menculik, menganiaya bahkan membunuh pelajar lain.

Penulis akan memberi beberapa contoh dari berita-berita yang ada. Sebagai contoh di Jakarta Selatan pada tanggal 20 Februari 2009 terjadi tawuran antar pelajar yang melibatkan setidaknya lebih dari 50 siswa yang berasal dari SMU (Sekolah Menengah Umum) Cendrawasih dan STM (Sekolah Teknik Mesin) Bakti Data, yang mengakibatkan tertangkapnya 10 siswa1. Pada daerah UKI (Universitas Kristen Indonesia) Jakarta pada tanggal 18 Febuari 2007 terjadi tawuran antara pelajar SMK (Sekolah Menengah Kejuruan) Bakti-Cawang dan STM Penerbangan-Blok M, yang mengakibatkan salah seorang siswa terkena luka bacok di kepala2. Kemudian di Blok-M Jakarta Selatan pada tanggal 4 Oktober 2007 terjadi tawuran antara 2 SMA yang jarak sekolahnya tidak lebih dari 300 meter yaitu SMA 6 Mahakam dan SMA 70 Bulungan yang melibatkan ratusan siswa dari masing-masing sekolah3. Tidak hanya pelajar tingkat sekolah menengah saja yang terlibat tawuran, di Makasar pada tanggal 12 Juli 2006 mahasiswa Universitas Negeri Makasar terlibat tawuran dengan sesama rekannya disebabkan pro dan kontra atas kenaikan biaya kuliah4. Masih banyak kejadian tawuran antar pelajar yang tidak bisa penulis sebutkan satu per satu.

Tawuran antar pelajar yang pada umumnya dilakukan remaja, bersifat merugikan dan perlu upaya untuk mencari jalan keluar dari masalah ini atau setidaknya mengurangi. Secara tidak langsung media massa cukup mempengaruhi peristiwa tawuran. Puluhan media masa lahir, dari yang bermutu tinggi hingga yang hanya mengandalkan budaya kekerasan, dengan mudah berakar dalam diri

1

Dikutip dari http://www.detiknews.com/index.php/ReadStory/tawuran-pelajar,-10-orang diamankan yang diakses pada tanggal 19 April 2009.

2

Dikutip dari http://www.tempointeraktif.com/hg/jakarta/brk,20070218-93538,id.html yang diakses pada tanggal 19 April 2009.

3

Dikutip dari: http://www.tujuhpuluh.com/?p=28 yang diakses pada tanggal 19 April 2009.

4

Dikutip dari: http://www.kapanlagi.com/h/0000161072.html yang diakses pada tanggal 19 April 2009.

(20)

pelajar. Inilah yang menyebabkan munculnya benih-benih budaya kekerasan yang nantinya akan mereka wujudkan dalam tawuran.

Penelusuran lebih jauh, remaja yang ada pada saat ini lahir pada tahun 1980-an. Pada rentang tahun itu, Pemerintahan Orde Baru (ORBA) sedang gencar-gencarnya menjalankan program Keluarga Berencana (KB) dengan mottonya: keluarga kecil sejahtera. Jadi, remaja sekarang umumnya berasal dari keluarga yang relatif kecil. Di satu sisi memang baik, tapi di sisi lain menyebabkan mereka tidak memiliki pengalaman berinteraksi dengan banyak macam pribadi dalam keluarga. Berbeda dengan keluarga generasi sebelumnya yang bisa mencapai belasan orang dalam satu keluarga, umumnya keluarga mereka terdiri dari empat hingga lima orang. Dengan demikian mereka bisa berinteraksi dengan maksimal tiga hingga empat orang. Pendidikan keluarga amat dominan dalam pembentukan pribadi hingga usia 12-13 tahun. Pengalaman yang miskin interaksi ini, mau tidak mau akan berpengaruh pada ketika ia memasuki masa muda (Hadjam et. al. 2003). Dapat dikatakan, orang muda ini belum mampu membina interaksi dan menyikapi masalah-masalah dalam interaksi sosial, sehingga berakhir pada tindakan yang tidak bijaksana, seperti tawuran.

Menurut Saad (2003) terdapat beberapa faktor lain yang mempengaruhi kepribadian remaja seperti lingkungan rumah, orang tua, teman sepermainan, dan sebagainya. Faktor ini secara langsung akan memberikan tekanan yang akan mempengaruhi kepribadian remaja. Tekanan ini akan terakumulasi dan dapat muncul dalam identitas negatif, salah satunya adalah meluapkan emosi dalam wujud tawuran. Setiap tawuran hampir selalu menimbulkan adanya kerugian, baik kerugian materi ataupun non materi. Kerugian materi biasanya berupa kerusakan pada fasilitas umum dan fasilitas pribadi, seperti: gedung sekolah, sarana jalan raya, angkutan umum, kendaraan pribadi dan sebagainya. Kerugian non-materi terlihat dari semakin banyaknya orang yang menjadi korban tawuran, baik dari pihak pelajar yang terlibat langsung maupun pelajar dan masyarakat yang tidak terlibat tetapi ada di lokasi terjadinya tawuran.

Peneliti tertarik meneliti tawuran disebabkan penelitian sebelumnya lebih menitikberatkan pada ranah psikologi, sehingga penelitian ini akan lebih ditekankan pada ranah sosiologis dan hubungnya dengan komunikasi massa.

(21)

Terlebih lagi bila dikaitkan dengan sisi pengembangan masyarakat, karena apabila kaum muda terbiasa menyelesaikan permasalahan mereka dengan kekerasan, maka pada saat dewasa ketika mereka sudah masuk sebagai bagian penting masyarakat, maka mereka akan cenderung menyelesaikan masalah yang ada dengan kekerasan juga. Besarnya dampak negatif akibat tawuran menyebabkan fenomena ini menjadi menarik untuk dipelajari lebih lanjut. Dengan demikian penelitian ini ingin mempelajari faktor-faktor apakah yang mempengaruhi perilaku tawuran diantara remaja di perkotaan, khususnya di daerah Jakarta Selatan yang terkenal dengan rutinitas tawurannya.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian, dapat dirumusan permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini, adalah sebagai berikut:

1. Bagaimanakah karakteristik remaja yang terlibat tawuran?

2. Bagaimanakah bentuk perilaku tawuran di kalangan remaja perkotaan?

1.3 Tujuan Penulisan

Berdasarkan rumusan permasalahan di atas, tujuan penelitian adalah sebagai berikut:

1. Mengidentifikasi karakteristik remaja yang terlibat tawuran.

2. Mengidentifikasi bentuk perilaku tawuran di kalangan remaja perkotaan.

1.4 Kegunaan Penulisan

Hasil dari penelitian ini diharapkan berguna bagi berbagai pihak, diantaranya adalah:

1. Bagi peneliti, merupakan sarana untuk menerapkan ilmu yang telah diperoleh dengan melihat fenomena praktis yang terjadi dan mengaitkannya dengan teori. 2. Bagi akademisi, penelitian ini menjadi bahan literatur untuk kajian lebih lanjut. 3. Bagi masyarakat, dapat memberikan tambahan pengetahuan terkait dengan

(22)

BAB II

PENDEKATAN TEORITIS

2.1 Pengertian Tawuran

Tawuran merupakan berita rutin yang sering menghiasi lembaran koran ataupun televisi. Pelaku dominan dari tindakan tawuran ini adalah para pelajar Sekolah Lanjut Tingkat Atas (SLTA) seperti: (1) Sekolah Menengah Atas (SMA), (2) Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), (3) Sekolah Teknik Mesin (STM) dan sebagainya. Tidak jarang terdengar pelaku tawuran adalah remaja Sekolah Lanjut Tingkat Menengah (SLTP), mahasiswa, maupun pemuda-pemuda kampung. Secara keseluruhan definisi tawuran diperuntukkan bagi remaja pada umumnya dan remaja pada masa pertengahan (15-18 tahun) pada khususnya.

Tawuran merupakan salah satu bentuk kenakalan remaja, yaitu kecenderungan remaja untuk melakukan tindakan yang melanggar aturan yang dapat mengakibatkan kerugian dan kerusakan baik terhadap dirinya sendiri maupun orang lain yang umumnya dilakukan remaja di bawah umur 17 tahun. Aspek kecenderungan kenakalan remaja terdiri dari (1) aspek perilaku yang melanggar aturan atau status, (2) perilaku yang membahayakan diri sendiri dan orang lain, (3) perilaku yang mengakibatkan korban materi dan (4) perilaku yang mengakibatkan korban fisik (Mariah, 2007).

Menurut Ridwan (2006) tawuran pelajar didefinisikan sebagai perkelahian massal yang dilakukan oleh sekelompok siswa terhadap sekelompok siswa lainnya dari sekolah yang berbeda. Tawuran terbagi dalam tiga bentuk: (1) tawuran antar pelajar yang telah memiliki rasa permusuhan secara turun temurun, (2) tawuran satu sekolah melawan satu perguruan yang didalamnya terdapat beberapa jenis sekolah dan (3) tawuran antar pelajar yang sifatnya insidental yang dipicu oleh situasi dan kondisi tertentu. Sementara menurut Solikhah (1999) tawuran didefinisikan sebagai perkelahian massal yang merupakan perilaku kekerasan antar kelompok pelajar laki-laki yang ditujukan kepada kelompok pelajar dari sekolah lain.

(23)

Perkelahian massal seperti tawuran pelajar dilakukan dengan tujuan untuk menyakiti atau melukai siswa dari sekolah lain yang menjadi targetnya. Hal ini jelas sesuai dengan definisi agresi yang telah dikemukakan oleh Widiastuti (2002) bahwa perilaku agresif adalah setiap bentuk perilaku yang diarahkan untuk merusak atau melukai orang lain. Selain perilaku, agresi juga mencakup maksud dan tindakan seseorang untuk merusak atau melukai orang lain yang dapat dilakukan secara fisik maupun verbal.

Berdasarkan uraian yang ada, disimpulkan bahwa tawuran adalah tindakan agresi pelajar yang dilakukan secara berkelompok atau massal yang diarahkan untuk merusak dan melukai orang lain secara fisik dan langsung.

2.2 Karakteristik Remaja yang Terlibat Tawuran

Bawaan dan lingkungan, kontinuitas dan diskontiunitas, dan pengalaman dini serta kemudian menjadi ciri perkembangan sepanjang siklus kehidupan manusia. Dalam tingkah laku remaja, faktor bawaan terus mempengaruhi perbedaan antara remaja, begitu pula dengan peran penting lingkungan dan gender (Santrock, 2003). Bila dikaitkan dengan tindakan agresi yang dilakukan remaja, dapat dikategorikan beberapa karakteristik remaja yang terlibat tawuran, yaitu: Kondisi Tempat Tinggal

Kondisi tempat tinggal dan lingkungannya adalah faktor eksternal yang menjadi rangsangan terhadap respon yang muncul pada individu tertentu. Bagaimana individu menyikapi kualitas tempat tinggalnya akan menyebabkan terjadinya perbedaan perilaku yang timbul pada masing–masing individu. Baik buruknya kondisi lingkungan fisik tempat tinggal merupakan salah satu unsur dalam membangun interaksi antara remaja sebagai subyek dan lingkungan sebagai obyek (Saad, 2003). Secara fisiologis kenakalan diakibatkan oleh kekacauan tingkah laku terutama dari gangguan emosional yang dihasilkan oleh suatu disorganisasi dalam sosial-lingkungan (Miller, 1999).

Berdasarkan definisi kondisi tempat tinggal yang ada, karakteristik remaja dengan kondisi lingkungan tempat tinggal yang tidak berkualitas, tidak nyaman, kurang memenuhi prasyarat kesehatan, serta tingkat kriminalitas tinggi atau dapat

(24)

dikatakan buruk akan menyebabkan kecenderungan remaja untuk mengikuti atau mencontoh perlakuan yang ada dalam lingkungan mereka semakin besar.

Kedekatan dengan Orang Tua

Kedekatan dengan orang tua juga sangat menentukan sikap dan perilaku remaja yang cenderung memiliki kepekaan emosional tinggi. Penerimaan dan pengakuan orang lain terhadap keberadaan remaja sangat penting, karena merupakan kebutuhan psikologis utama sebelum memenuhi kebutuhan aktualisasi diri (Saad, 2003). Orang tua dari remaja nakal cenderung memiliki aspirasi yang minim mengenai anak-anaknya, menghindari keterlibatan keluarga dan kurangnya bimbingan terhadap remaja (Mariah, 2007). Ketidakharmonisan dalam keluarga akan mengakibatkan remaja mencari sosok panutan lain untuk dijadikan teladan lain, yang biasanya akan mereka temukan pada teman sepermaian ataupun senior mereka. Seringkali tokoh teladan ini menjadi penyebar perilaku tawuran.

Berdasarkan definisi yang ada, karakteristik remaja dengan perceraian orang tua, seringnya intensitas pertengkaran rumah tangga, dan kurang mendapat perhatian atau bimbingan orang tua akan lebih mudah melakukan tindakan agresi yang dilampiaskan dalam tawuran.

Hubungan dengan Peer group

Peer group atau dapat disebut juga dengan kelompok panutan adalah suatu kelompok yang terdiri oleh orang-orang dengan kisaran umur yang sama, status sosial yang relatif sama, dan hobi yang sama.5 Bila dibanding pada masa kanak-kanak, masa remaja lebih banyak melakukan kegiatan di luar rumah seperti kegiatan sekolah, ekstra kurikuler dan bermain dengan teman. Tindakan agresi yang didasari oleh perubahan dalam diri remaja, akan membawa remaja ingin melampiaskannya kepada pihak lain yaitu dalam lingkup sosialnya. Tindakan tawuran yang merupakan ajang unjuk diri untuk diterima dalam kelompoknya, dipilih oleh kebanyakan siswa sebagai pelampiasan agresinya dengan melibatkan teman kelompoknya. Ridwan (2006) menyatakan, alasan terlibatnya para pelajar dalam tawuran adalah keinginan untuk diakui oleh teman sekelompoknya. Mereka mengharapkan pengakuan akan keberadaannya terhadap orang lain, terutama di

5

Dikutip dari http://en.wikipedia.org/wiki/Peer_group yang diakses pada tanggal 19 April 2009.

(25)

lingkungan pertemanan dan sekolah. Karena dengan melakukan tawuran, mereka akan mendapat perhatian lebih dan menjadi lebih oleh kalangan teman-temannya, yang hal ini dinilai sebagai tindakan positif oleh para pelaku tawuran pelajar.

Berdasarkan definisi yang ada, dapat disimpulkan bahwa remaja dengan peer group yang mengarah pada perilaku negatif, akan mengarahkan remaja menjadi menyerupai mereka, sehingga lebih mudah melakukan tindakan negatif seperti tawuran.

Tingkat Keterdedahan Kekerasan pada Media Visual

Meningkatnya proporsi adegan kekerasan dalam media massa khususnya media visual, menyebabkan timbulnya pengaruh negatif bagi orang yang melihatnya. Penayangan kekerasan yang begitu bebas akan mendorong munculnya perilaku agresi. Terlebih lagi perantingan tayangan yang buruk oleh berbagai media visual seperti televisi, komik, dan internet mengakibatkan remaja mengkonsumsi tayangan yang seharusnya belum boleh mereka nikmati. Adegan-adegan kekerasan yang terlihat akan terekam oleh otak dan sesekali timbul keinginan untuk mempraktekkannya pada dunia nyata. Widiastuti (2002) menyatakan bahwa remaja yang memiliki intensitas menonton adegan kekerasan yang rendah mempunyai sikap negatif terhadap kekerasan; remaja yang tinggal di lingkungan yang mendukung terjadinya kekerasan cenderung berperilaku agresif; intensitas menonton adegan kekerasan di televisi, faktor personal, dan faktor situasional berpengaruh pada perilaku agresif remaja.

Game merupakan salah satu media visual yang identik dengan remaja pada saat ini. Berbeda dengan bermain secara kelompok, bermain game tidak membutuhkan banyak teman, karena dapat dilakukan sendirian ataupun dengan teman di dunia maya (on-line). Dampak yang ditimbulkan dari bermain game antara lain timbulnya keinginan untuk terlibat dalam tindakan kekerasan, hubungan dengan lingkungan yang tidak harmonis, bahkan menurunnya kinerja atau prestasi dalam dunia pendidikan.

Berdasarkan definisi yang ada, dapat disimpulkan bahwa karakteristik remaja dengan intensitas menonton televisi ataupun memainkan game dengan adegan kekerasan tinggi, sering membaca bacaan yang memiliki banyak adegan

(26)

kekerasan, akan lebih mudah melakukan tindakan agresi yang diperlihatkan dalam tawuran.

2.3 Perilaku Tawuran Di Kalangan Remaja

Perilaku agresi yang dilakukan oleh remaja menimbulkan dampak negatif yang tidak baik bagi dirinya sendiri dan orang lain, serta lingkungannya sekitarnya. Menurut Sarwono (1989), perilaku agresi dikategorikan menjadi empat bentuk, yaitu:

1. Perilaku agresi yang menimbulkan korban fisik pada orang lain, seperti: perkelahian, perkosaan, perampokan, pembunuhan, dan lain–lain.

2. Perilaku agresi yang menimbulkan korban materi, seperti: perusakan, pencurian, pencopetan, pemerasan, dan lain–lain.

3. Perilaku agresi yang tidak menimbulkan korban di pihak orang lain, seperti: pelacuran, penyalahgunaan obat, hubungan seks bebas.

4. Perilaku agresi yang melawan status, seperti: mengingkari status anak sebagai pelajar dengan cara membolos, “minggat” dari rumah, membantah perintah.

Sementara menurut Hurlock dalam Mariah (2007), perilaku agresi yang dilakukan remaja terbagi dalam empat bentuk, yaitu:

1. Perilaku yang menyakiti diri sendiri dan orang lain.

2. Perilaku yang membahayakan hak milik orang lain, seperti: merampas, mencuri, dan mencopet.

3. Perilaku yang tidak terkendali, yaitu perilaku yang tidak mematuhi orangtua dan guru seperti: membolos, mengendarai kendaran dengan tanpa surat izin, dan kabur dari rumah.

4. Perilaku yang membahayakan diri sendiri dan orang lain, seperti: mengendarai motor dengan kecepatan tinggi, memperkosa dan menggunakan senjata tajam.

Berdasarkan uraian diatas, disimpulkan bahwa perilaku agresi yang dilakukan oleh remaja adalah perilaku yang dapat membahayakan, menyakiti diri sendiri dan orang lain, dan bahkan menimbulkan korban fisik maupun materi yang tidak terkendali. Contoh perilaku agresi yang ditampilkan dalam peristiwa tawuran menurut Saad (2003) adalah:

(27)

1. Mengeluarkan kata-kata yang dapat mempermalukan/merugikan orang lain. 2. Menyebarkan berita buruk tentang orang lain yang bersifat merugikan. 3. Merusak barang–barang milik orang lain.

4. Meminta bantuan teman untuk melukai orang lain.

5. Memukul atau melukai secara fisik orang yang mempermalukan mereka. 6. Meminta bantuan teman untuk merusak barang–barang milik orang lain.

Perilaku agresi yang ditampilkan dalam tawuran menurut Hartati (2005) dan Anggereini (2005) adalah:

1. Berkelahi/memukul/melukai secara fisik 2. Berkata-kata kasar

3. Merusak barang–barang milik orang lain

Berdasarkan definisi tawuran yang dilakukan secara massal, disimpulkan bahwa perilaku agresi yang sering ditampilkan dalam tawuran pelajar adalah tindakan yang dilakukan secara berkelompok dengan tujuan membahayakan atau merusak dari segi fisik dan material, seperti:

1. Menggunakan bahasa untuk memprovokasi lawan (verbal) 2. Berkelahi (tindakan fisik)

3. Berkelahi dengan bantuan senjata (menggunakan alat bantu)

2.4 Kerangka Pemikiran

Tawuran merupakan tidakan agresi yang dikategorikan sebagai bagian dari kenakalan remaja. Dengan demikian tawuran didefinisikan sebagai tindakan remaja yang dilakukan secara berkelompok atau massal dalam melanggar peraturan, dan diarahkan untuk merusak dan melukai orang lain secara fisik dan langsung. Masyarakat cenderung mengartikan tawuran sebagai tindakan saling melempar batu atau benda lainnya, tetapi pada saat ini pengertian tawuran sudah meluas tidak hanya pada tindakan melempar batu tetapi tindakan-tindakan agresi lain yang dilakukan secara berkelompok yang diarahkan untuk merusak dan melukai orang lain secara fisik.

(28)

Karakteristik remaja yang terlibat tawuran diduga dapat dipengaruhi oleh kondisi tempat tinggal, kedekatan dengan orang tua, hubungan dengan peer group dan tingkat keterdedahan kekerasan pada media visual. Karakteristik ini merupakan faktor berbeda yang dimiliki oleh setiap pelajar yang dapat menimbulkan kecenderungan untuk melakukan tindakan agresi. Sedangkan tradisi sekolah dan dendam akibat tawuran sebelumnya lebih merupakan faktor perilaku yang mempengaruhi kelompok remaja dalam melakukan tawuran. Kedua faktor pemicu tawuran antar pelajar ini baik karakteristik yang maupun perilaku tawuran yang ditampilkan, akan mengakibatkan pelajar memperlihatkan tindakan agresi yang dilampiaskan dalam berbagai bentuk tindakan langsung yang diperlihatkan secara berkelompok (tawuran), seperti tindakan verbal, fisik maupun dengan bantuan alat. Pada akhirnya diharapkan kedua faktor ini dapat mengklasifikasikan pelajar yang terlibat tawuran ke dalam beberapa tipologi pelajar tawuran.

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Tawuran Sebagai Bentuk Agresivitas Remaja

Karakteristik Remaja:

- Kondisi tempat tinggal - Kedekatan dengan orang tua - Hubungan dengan peer group

- Tingkat keterdedaan kekerasan pada media visual

Bentuk Perilaku Tawuran:

- Perilaku tawuran (penyebab, peran, tempat dan waktu tawuran)

- Intensitas perilaku agresi (jenis dan frekuensi tindakan agresi)

Tipologi Pelajar Tawuran

(29)

2.5 Hipotesis

Berdasarkan kerangka pemikiran di atas, maka dapat dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut:

1. Diduga remaja yang terlibat tawuran memiliki kondisi tempat tinggal yang buruk.

2. Diduga remaja yang terlibat tawuran memiliki kualitas hubungan dengan orang tua yang rendah.

3. Diduga remaja yang terlibat tawuran memiliki kualitas hubungan dengan peer group yang tinggi.

4. Diduga remaja yang terlibat tawuran memiliki tingkat keterdedahan tinggi pada media visual yang bertema kekerasan.

5. Diduga remaja yang terlibat tawuran dapat dibedakan dalam beberapa tipologi berdasarkan perilaku tawuran yang ditampilkan.

2.6 Definisi Operasional

Definisi operasional dari variabel yang digunakan dalam penelitian mengenai Fenomena Tawuran Sebagai Bentuk Agresivitas Remaja adalah:

1. Karakteristik pelajar tawuran adalah keadaan pelajar (laki-laki) yang terlibat aktif dalam peristiwa tawuran yang dilihat dari konteks sosial-ekonomi secara umum, seperti umur dan uang saku.

a. Umur adalah tingkat usia responden yang dihitung berdasarkan tahun kelahiran.

1. 16 tahun (skor 1) 2. 17 tahun (skor 2) 3. 18 tahun (skor 3) 4. 19 tahun (skor 4)

b. Uang saku adalah jumlah uang yang diterima responden setiap minggu untuk keperluan sehari-hari seperti makan dan transportasi.

1. Rp < 100.000 (skor 1)

(30)

3. Rp 150.000 s/d 199.999 (skor 3) 4. Rp 200.000 (skor 4)

2. Lingkungan tempat tinggal adalah kondisi fisik dari tempat tinggal responden yang dilihat dari beberapa kategori seperti: kepemilikan ruang pribadi, fasilitas hiburan, dan keadaan cuaca.

- Kepemilikan ruang pribadi adalah keadaan untuk melihat seberapa besar ruang gerak pribadi yang dimiliki responden berdasarkan status kamar tidur dan status tempat tinggal.

a. Status kamar tidur sendiri (pribadi) adalah bentuk kepemilikan kamar tidur responden.

1. Tidak ada (skor 1)

2. Berbagi dengan saudara (skor 2 3. Kamar sendiri (skor 3)

b. Status kondisi tempat tinggal adalah bentuk kepemilikan rumah yang ditempati oleh responden.

1. Menumpang tinggal pada saudara (skor 1) 2. Rumah sewa/kontrak (skor 2)

3. Rumah dinas (skor 3)

4. Rumah sendiri/pribadi (skor 4)

-

Fasilitas hiburan adalah sarana dan prasarana yang bersifat menghibur atau menghilangkan stress yang dimiliki responden seperti: televisi, radio, komputer/laptop, video game, alat musik, peralatan olah raga, dan CD/DVD player.

c. Jumlah fasilitas hiburan adalah banyaknya sarana dan prasarana hiburan yang dimiliki oleh responden.

1. ≤ 3 jenis (skor 1) 2. 4 s/d 5jenis (skor 2) 3. 6 jenis (skor 3)

(31)

-

Kondisi rumah adalah penilaian mengenai kondisi cuaca di sekitar rumah responden mengenai tingkat: kebisingan, polusi udara, panas, kelembapan, dan intensitas cahaya.

d. Pernyataan atau opini mengenai tingkat atau kondisi cuaca di sekitar lingkungan rumah responden dibagi dalam tiga kategori.

1. Tinggi (skor 1) 2. Sedang (skor 2) 3. Rendah (skor 3)

3. Kondisi hubungan dengan orang tua adalah keadaan hubungan yang dapat dilihat secara jelas antara responden dengan orang tuanya dilihat dari beberapa kategori seperti: keadaan umum keluarga, kedekatan dengan orang tua, dan pola interaksi.

-

Keadaan umum keluarga adalah kondisi mengenai keluarga responden meliputi status pernikahan, bentuk komunikasi, dan intensitas pertemuan. a. Status pernikahan adalah status resmi (hukum) mengenai hubungan

pernikahan orang tua responden. 1. Bercerai (skor 1)

2. Pisah rumah (skor 2)

3. Janda/duda karena meninggal (skor 3) 4. Lengkap, satu kelompok (skor 4)

b. Bentuk komunikasi adalah cara yang digunakan dalam interaksi rutin harian yang umumnya digunakan responden dengan orang tua mereka seperti SMS/e-mail, surat menyurat, telepon, dan langsung. Nantinya pengskoran akan dilakukan dari banyaknya jawaban yang diambil oleh responden, sehingga semakin beragam bentuk komunikasi yang dilakukan akan menambah skor dari masing-masing responden.

c. Intensitas pertemuan adalan tingkat rutinitas pertemuan responden dengan orang tua mereka yang dihitung dalam skala waktu.

(32)

1. Tidak tentu (skor 1)

2. Beberapa kali dalam sebulan (skor 2) 3. Beberapa kali dalam seminggu (skor 3) 4. Setiap hari (skor 4)

-

Kedekatan dengan orang tua adalah anggapan yang dirasakan responden mengenai seberapa dekat hubungan mereka dengan orang tua, meliputi: kedekatan hubungan dengan ayah dan ibu, serta orang terdekat dalam keluarga.

d. Kedekatan hubungan adalah seberapa dekat hubungan responden dengan masing-masing ayah dan ibu mereka.

1. Tidak saling peduli (skor 1) 2. Musuh (skor 2)

3. Teman (skor 3) 4. Sahabat (skor 4)

e. Orang terdekat dalam keluarga adalah individu yang dianggap responden sebagai orang yang sangan dekat dengan mereka dalam keluarga.

1. Ibu (skor 1) 2. Bapak (skor 2) 3. Saudara (skor 3)

4. Pembantu/supir (skor 4)

- Pola interaksi adalah hal-hal rutin yang umumnya terjadi setiap hari antara responden dengan orang tua mereka mengenai apa saja topik pembicaraan dan intensitas yang mereka lakukan. dalam hal: dimintai pendapat, menentukan pilihan, berkonflik, dimarahi, dan dicurigai/tidak dipercaya. f. Topik pembicaraan adalah hal-hal yang biasanya dibicarakan antara

responden dengan orang tua seperti : pelajaran, pergaulan di sekolah, uang saku, masalah keluarga, masalah pribadi, dan berita umum di televisi. Pengskoran akan dilakukan dari banyaknya jawaban yang diambil, sehingga semakin beragam topik yang dibicarakan akan menambah skor responden.

(33)

g. Intensitas yang di lakukan responden dengan orang tua seperti: dimintai pendapat, menentukan pilihan, berkonflik, dimarahi, dan dicurigai/tidak dipercaya. Jawaban atas opini ini akan dibagi kedalam tiga kategori.

1. Tidak pernah (skor 1) 2. Kadang-kadang (skor 2) 3. Selalu (skor 3)

4. Hubungan dengan Peer group adalah sifat hubungan antara responden dengan peer group (kelompok yang menjadi acuan dalam membangun karakter individu di luar orang tua responden) dilihat dari beberapa kategori seperti: kedekatan dengan peer group, pola hubungan, kepercayaan antara responden dengan peer group.

-

Kedekatan dengan Peer group adalah hubungan yang terjadi antara responden meliputi: keberadaan peer group, alasan kedekatan, dan arti peer group.

a. Keberadaan peer group adalah ada atau tidaknya sosok panutan kelompok atau peer group.

1. Tidak ada (skor 1)

2. Ada, satu kelompok (skor 2)

3. Ada, lebih dari satu kelompok (skor 3)

b. Alasan kedekatan adalah perihal yang menyebabkan kedekatan antara responden dengan peer group mereka seperti: seangkatan, kesamaan kelas, kesamaan daerah rumah, kesamaan hobi, dan sepaham dalam pikiran.

c. Arti dari peer group seberapa dekat hubungan responden dengan peer group mereka.

1. Teman jalan (skor 1) 2. Teman nongkrong (skor 2) 3. Teman belajar (skor 3) 4. Teman curhat (skor 4)

(34)

- Pola hubungan adalah bentuk hubungan yang terjadi antara responden dengan peer group dilihat dari: intensitas pertemuan mingguan, intensitas pertemuan harian, dan topik pembicaraan yang dibicarakan.

d. Intensitas pertemuan mingguan adalah rata-rata pertemuan yang dialami responden dengan peer group setiap minggu.

1. Tidak tentu (skor 1)

2. 1-2 kali dalam seminggu (skor 2) 3. 3-5 kali dalam seminggu (skor 3) 4. Setiap hari dalam seminggu (skor 4)

e. Intensitas pertemuan harian adalah rata-rata pertemuan yang dialami responden dengan peer group setiap hari.

1. < 2 jam (skor 1) 2. 2 s/d 4 jam (skor 2) 3. > 4 jam (skor 3)

f. Topik pembicaraan adalah hal-hal yang biasanya dibicarakan antara responden dengan peer group seperti : pelajaran, keluarga, berita umum ditelevisi, gossip seputar teman, hobi/minat, masalah pribadi dan sebagainya. Pengskoran akan dilakukan dari banyaknya jawaban yang diambil oleh responden, sehingga semakin beragam topik yang dibicarakan akan menambah skor dari masing-masing responden.

- Kepercayaan antara responden dengan peer group adalah penilaian mengenai kedekatan yang dilihat dari jawaban mereka dari pernyataan mengenai: keberpihakan peer group saat responden dalam masalah, kepercayaan mengenai argument yang diberikan antara peer group dengan responden, peer group sebagai acuan pemecahan masalah responden, kesamaan pemahaman peer group dengan rersponden, bantuan yang diberikan antara peer group dengan responden saat terlibat dalam masalah.

(35)

g. Respon responden terhadap pernyataan yang diberikan terbagi dalam tiga kateori.

1. Selalu (skor 1)

2. Kadang-kadang (skor 2) 3. Tidak pernah (skor 3)

5. Tingkat Keterdedahan Kekerasan pada Media Visual adalah frekuensi melihat adegan kekerasan baik verbal maupun non verbal melalui media visual seperti surat kabar, televisi, komik, video game, film, dan internet. Kategori frekuensi melihan adegan kekerasan dibagi dalam tiga kategori.

1. Selalu (skor 1)

2. Kadang-kadang (skor 2) 3. Tidak pernah (skor 3)

6. Penyebab terjadinya tawuran adalah utama yang menyebabkan responden terlibat dalam tawuran. Secara garis besar terbagi ke dalam dua alasan yaitu tradisi (kebiasaan tingkah laku yang terjadi dari generasi ke generasi dalam satu sekolah) dan dendam (rasa permusuhan yang tertanam akibat tawuran-tawuran yang sudah terjadi sebelumnya).

1. Rutinitas (skor 1)

2. Solidaritas kelompok/sekolah (skor 2)

3. Permasalah pribadi dengan sekolah lain (skor 3) 4. Kalah pada pertandingan olah raga (skor 4) 5. Permasalahan tawuran sebelumnya (skor 5)

7. Peran saat tawuran adalah tugas yang biasanya dimainkan atau dilakukan responden saat terjadi tawuran.

1. Tidak tentu (skor 1)

2. Medis (orang yang menjauhkan pelaku tawuran yang terluka dari lokasi tawuran) (skor 2)

(36)

3. Pendukung (hanya ikut berpartisipasi dalam tawuran, dengan aktivitas tindakan yang terbatas) (skor 3)

4. Provokator (orang yang mengeluarkan kata-kata kasar dan memancing tawuran tanpa melakukan tindakan fisik) (skor 4)

5. Tumbal (orang yang bertindak memancing lawan dengan tindakan agar menyerang dalam tawuran) (skor 5)

6. Pentolan (orang yang selalu berada pada baris depan saat tawuran/paling diakui) (skor 6)

8. Tempat dan waktu tawuran adalah lokasi tempat dimana tawuran biasanya terjadi tawuran, serta kapan waktu yang biasanya dipilih responden untuk melakukan tawuran. Tempat tawuran berupa lingkungan sekolah, lapangan, jalan, dan tidak tentu. Sementara waktu tawuran biasanya terjadi pada saat sebelum jam sekolah, setelah jam sekolah, dan hari libur.

9. Perilaku agresif adalah jenis-jenis aktifitas agresi yang ditampilkan oleh responden saat terlibat dalam tawuran, yang dibedakan sebagai berikut: memprovokasi lawan, berkata kotor, berteriak-teriak, memukul, melempar batu, melukai lawan, merusak benda yang ada, menggunakan senjata tajam, menggunakan botol minum, memberikan perintah, menculik lawan/sandera, mengeroyok lawan, dan membantu teman yang terluka/dikeroyok. Masing-masin aktifitas dinilai berdasarkan tingkat keseringan responden melakukannya.

1. Tidak pernah (skor 1) 2. Kadang-kadang (skor 2) 3. Selalu (skor 3)

10. Intensitas perilaku agresi adalah tingkat keseringan responden melakukan tindakan atau perilaku agresi yang diperoleh dari selisih nilai tertinggi dan terendah dari seluruh responden (poin 9 perilaku agresi) akan dibagi tiga

(37)

sehingga dapat diketahui selang kelas yang dihasilkan, kemudian responden akan dibedakan kedalam tiga kategori tingkatan agresi.

1. Tingkat agresi rendah, 16 s/d 21(skor 1) 2. Tingkat agresi sedang, 22 s/d 27 (skor 2) 3. Tingkat agresi tinggi, 28 s/d 33 (skor 3)

11. Tipologi pelajar tawuran diperoleh dari skor peran saat tawuran (poin 7 pada halaman 18) dengan skor dari intensitas perilaku agresi (poin 10 pada halaman 19). Hasil penjumlahan skor dari masing-masing responden akan dikelompokkan kedalam tiga tipologi.

1. Tipologi rendah (pengikut) pada skor 2 s/d 4 2. Tipologi sedang (pasukan) pada skor 5 s/d 7 3. Tipologi tinggi (pemimpin) pada skor 8 s/d 9

(38)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif yang dilakukan melalui metode survei, yaitu penelitian yang mengambil sampel dari satu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data data primernya, dengan unit analisa individu (Singarimbun, 1995). Penelitian survei dilakukan dengan maksud untuk menjelaskan hubungan kausal (hipotesis penelitian) dan pengujian hipotesis yang dikategorikan sebagai penelitian penjelasan.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada dua SMA di Jakarta Selatan yaitu SMA Negeri 6 Mahakam dan SMA Negeri 70 Bulungan. Lokasi penelitian dipilih secara sengaja berdasarkan beberapa pertimbangan, bahwa:

1. Berdasarkan intensitas tawuran yang terjadi di kedua sekolah selama beberapa tahun terakhir.

2. Secara geografis akses penelitian yang berada di tengah kota memudahkan untuk dapat dijangkau peneliti

3. Keterbatasan akan biaya, tenaga, serta waktu dari peneliti.

Penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahap yang dilakukan pada bulan Maret sampai dengan Agustus 2009. Pengumpulan data dan analisis data akan dilakukan selama bulan Mei sampai Juni 2009. Penulisan hasil laporan selanjutnya akan dilakukan pada bulan Juli 2009.

3.3 Metode Pemilihan Responden

Pemilihan responden dilakukan dengan teknik purposive sampling, dengan pertimbangan bahwa responden yang dipilih dalam penelitian ini merupakan pelajar di kedua SMA yang sedang menjalani pendidikan formal dan pernah terlibat dalam tawuran. Responden dipilih sebelumnya atas dasar teknik snowball yang dilakukan kepada informan penelitian. Jumlah responden yang akan diteliti sekitar 40 orang, dari pelajar angkatan 2006 sampai dengan angkatan 2008.

(39)

3.4 Metode Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Pengumpulan data primer dilakukan dengan pendekatan kuantitatif melalui metode survei. Instrumen pengumpulan data yang dipakai dalam survei adalah kuesioner. Kuesioner berisi sejumlah pernyataan dan pertanyaan yang berkaitan dengan karakteristik remaja yang terlibat tawuran dan tentang sejauh mana keterlibatan pelajar tersebut dalam aktivitas tawuran antar sekolah. Data sekunder adalah data yang diperoleh dari literatur-literatur yang terkait topik penelitian. Data sekunder pada penelitian ini berasal dari studi literatur berupa tulisan laporan, pedoman, peraturan, dan sumber-sumber lain yang menunjang laporan penelitian ini.

3.5 Metode Pengolahan dan Analisis Data

Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan analisis deskriptif kuantitatif untuk mengetahui Gambaran secara umum pelajar yang terlibat tawuran. Analisis deskriptif adalah mengubah kumpulan data mentah menjadi bentuk yang mudah dipahami dalam bentuk informasi yang lebih ringkas (Istijanto, 2006).. Analisis deskriptif pada penelitian ini dilakukan untuk mengetahui karakteristik responden berdasarkan umur, uang saku (per minggu), kondisi tempat tinggal, kedekatan dengan orang tua, hubungan dengan peer group, dan tingkat keterdedahan kekerasan pada media visual dengan cara mentabulasi hasil kuesioner ke dalam Microsoft Excel.

Skala pengukuran yang digunakan adalah skala interval yang merupakan skala yang memiliki urutan/jarak yang sama antar kriteria atau titik-titik terdekatnya (Istijanto, 2006). Jawaban yang telah diberikan bobot, kemudian dijumlahkan untuk setiap responden guna dijadikan skor penilaian terhadap variabel-variabel yang diteliti. Selain itu pada setiap variabel yang diuji selalu ditarik kesimpulan secara keseluruhan berdasarkan selang kelas yang dihasilkan.

(40)

BAB IV

GAMBARAN UMUM LOKASI SEKOLAH

4.1 SMA Negeri 70 Jakarta

SMA 70 adalah sekolah menengah negeri yang terletak di Jalan Bulungan Blok C Nomor 1, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Sekolah ini merupakan salah satu sekolah dengan status unggulan yang bertaraf internasional. Sekolah yang memenuhi kriteria 7K (ketertiban, keamanan, kebersihan, keindahan, kekeluargaan, kerindangan, dan kesehatan), di mana lulusan dari sekolah ini (100 persen) berhasil masuk ke perguruan tinggi dengan nilai rata-rata kelulusan sebesar 8,0. SMA 70 mampu menampung 1.320 siswa atau 40 siswa per kelas dengan 11 kelas pada setiap tingkat. Penjurusan kelas dilakukan pada tahun ajaran kedua dengan program jurusan IPA (Ilmu Pengetahuan Alam) dan IPS (Ilmu Pengetahuan Sosial). Pada SMA 70, rata-rata para siswa melanjutkan minat belajar pada program IPA sebanyak 8 kelas, dan IPS sebanyak 3 kelas.

Gambar 2. SMA Negeri 70 Sejarah dan Perkembangan Sekolah

SMA Negeri 70 Jakarta adalah gabungan dua SMA Negeri yaitu SMA Negeri 9 dan SMA Negeri 11 yang masing-masing berdiri tahun 1959 dan 1960. Karena sering terjadi tawuran antara kedua sekolah, maka Walikota Jakarta Selatan memutuskan untuk menggabungkan kedua sekolah menjadi satu sekolah, yaitu SMA 70. Sejak bergabung tahun 1981, prestasi SMA Negeri 70 terus meningkat, yaitu:

(41)

1. Tahun 1994, SMA Negeri 70 menjadi sekolah unggulan tingkat kotamadya Jakarta Selatan

2. Tahun ajaran 2001-2002, SMA Negeri 70 membuka Layanan Program Percepatan Belajar (Akselerasi)

3. Tahun ajaran 2003-2004, SMA Negeri 70 membuka Layanan Program Sertifikasi Internasional A/AS Level yang mengacu pada University of Cambridge International Examination

4. Tahun ajaran 2006-2007, SMA Negeri 70 ditetapkan sebagai salah satu Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI)

5. Bulan Januari 2007, SMA Negeri 70 ditetapkan menjadi Cambridge International Centre dengan ID 074 yang dapat menyelenggarakan ujian sertifikasi IGCSE dan A/AS Level

Sarana dan Prasarana

Tujuan untuk meningkatkan kenyamanan dalam pembelajaran baik intrakulikuler maupun ekstrakulikuler, menyebabkan SMA 70 menyediakan fasilitas fisik berupa: ruang kelas ber-ac, ruang perpustakaan dengan pengembangan e-library, laboratorium fisika, laboratorium virtual science, laboratorium kimia, laboratorium biologi, laboratorium bahasa, laboratorium komputer, laboratorium ips, ruang multimedia, ruang relaksasi, wi-fi dengan 17 hotspot, lapangan bola basket, lapangan sepak bola, lapangan bola voli, lapangan badminton, ruang tinju (mini gym), ruang pingpong, tempat parkir studio band, dark room khusus fotografi, papan panjat tebing, musholla, taman, ruang UKS, ruang PMR, kantin, dan koperasi sekolah. Semua sarana dan prasarana ini hanya dapat dimanfaatkan pada jam pelajaran sekolah (termasuk jadwal ekstrakurikuler), sehingga pada saat sepulang sekolah (di luar jam pelajaran sekolah) para pelajar tidak dapat menggunakan sarana dan prasarana ini untuk mengisi waktu luang mereka. Dengan demikian para pelajar cenderung menggunakan waktu di luar jam pelajaran dengan tindakan yang tidak berstruktur seperti nongkrong.

Kegiatan Ekstrakurikuler

Setiap siswa-siswi SMA 70 diwajibkan untuk mengikuti minimal satu kegiatan ekstrakurikuler untuk mengembangkan kepribadian, bakat dan

(42)

kemampuannya di berbagai bidang di luar bidang akademik. Pada bidang seni dan budaya terdapat ekstrakurikuler: band (musik band); bulungan art club (seni lukis); espresso de ritmo (seni musik paduan suara); persada karya cipta (seni tari modern); pustaka dokumentasi (fotografi); teater (seni teater); trads (tari tradisional); dan vocal group (musik vocal group). Pada bidang olah raga terdapat ekstrakurikuler: basket (bola basket); bulungan boxing camp (tinju); bulungan football club (sepak bola); bulungan volleyball (bola voli); ju-jitsu (beladiri jujitsu); karatedo (beladiri karate); sisgahana (pencinta alam); softball-baseball (softball dan baseball); taekwondo (beladiri taekwondo); dan tapak suci (beladiri pencak silat ).

Selain bidang seni budaya dan olah raga, di SMA 70 juga terdapat ekstrakurikuler pada keagamaan seperti: rohis (kerohanian agama islam); dan rohkris (kerohanian agama kristen). Dan beberapa ekstrakurikuler pada bidang lain seperti: lentera (majalah dinding); seksi karya ilmiah remaja (ilmu pengetahuan); palang merah remaja (kesehatan); dan tata laksana upacara (pelaksanaan paskibra). Ekstrakurikuler ini diharapkan dapat memajukan motivasi siswa untuk lebih berprestasi pada bidang non-akademik. Namun pada pelaksanaannya kegiatan ekstrakurikuler ini tidak diawasi/dikelola dengan benar, seperti kriteria pemberian nilai dan absensi yang tidak jelas dan tidak transparan. Dengan demikian pada pelaksanaannya banyak siswa dan siswi SMA 70 yang tidak mengikuti kegiatan ekstrakurikuler walaupun mereka terdaftar di kegiatan tersebut.

Acara Rutin Tahunan

SMA 70 memiliki acara rutin tahunan yang diselenggarakan oleh siswa-siswi SMA, yang bertujuan untuk melatih dan meningkatkan kreativitas serta kemampuan berorganisasi. Acara utama pada setiap tahun adalah pekan olah raga yaitu Bulungan Cup (Bulcup) yang diadakan sejak tahun 1999. Bulungan Cup adalah Sport-Art Event terbesar yang diadakan oleh siswa Sekolah Menengah Atas se-Indonesia. Prospek yang dicapai sangat baik, sekolah-sekolah yang diundang tidak hanya berasal dari daerah Jabodetabek saja, tetapi juga seluruh Jawa, bahkan sudah merambah Lampung.

(43)

Gambar 3. Kegiatan Acara Tahunan Bulungan Cup

Selain pekan olah raga yang sudah bertaraf nasional, SMA 70 juga mempunyai acara rutin lainnya seperti Gelar Kreativitas (GK) yang sudah diadakan sejak 17 tahun yang lalu. Gelar Kreativitas diadakan oleh panitia kelas XI, dipersembahkan untuk kelas XII sebagai tanda hormat terhadap senior. Selain itu, acara ini juga bertujuan untuk meningkatkan kreativitas siswa dalam bidang seni. Lebih dari itu, GK yang merupakan acara intern yang diadakan di dalam lingkungan SMA Negeri 70 Jakarta sendiri juga dijadikan sebagai sarana temu kangen para alumni terdahulu sambil menikmati penampilan dari berbagai band dan bentuk-bentuk kreativitas lainnya.

4.2 SMA Negeri 6 Jakarta

SMA 6 adalah sekolah menengah negeri yang terletak Jalan Mahakam I No.2 Blok. C Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Sedikit berbeda dengan SMA 70, walaupun SMA 6 merupakan sekolah unggulan, namun tarafnya baru menuju internasional, sehingga seringkali dikatakan bahwa SMA 6 adalah pendamping unggulan. Dimana sudah memenuhi 7K, namun belum 100 persen lulusannya masuk perguruan tinggi dengan rata-rata kelulusan 8,0. SMA 6 mampu menampung 1120 siswa (40 siswa per kelas), dimana terdapat 9 kelas pada tingkat X dan XI dan 10 kelas pada tingkat XII. Penjurusan kelas juga dilakukan pada tahun ajaran kedua dengan program jurusan IPA dan IPS. Mayoritas siswa tingkat XI melanjutkan pada program IPS sebanyak 6 kelas, dan IPA sebanyak 4 kelas.

Sejarah dan Perkembangan Sekolah

Tahun 1952 di Kebayoran Baru berdirilah suatu Sekolah Menengah Umum Tingkat Atas (SMA) swasta. Pada tanggal 1 Agustus 1952, sekolah ini mendapat

(44)

status "negeri" yang kemudian disebut dengan SMA Negeri II ABC. Pada tahun pelajaran 1954/ 1955, SMA ini berganti nama dengan SMA Negeri VI ABC. Kemudian sejalan dengan berubahnya sistem pendidikan, yaitu dengan munculnya SMA Gaya Baru, maka pada tahun pelajaran 1964/ 1965 SMA Negeri VI ABC berganti nama dengan SMU Negeri 6. Kemudian dengan adanya sistem pendidikan yang baru, maka SMU ini berganti nama dengan SMA Negeri 6 Jakarta. Pada saat cikal bakal SMA Negeri 6 didirikan, sekolah ini berlokasi di Jalan Bulungan. Kemudian dari 1 Januari 1969 sampai sekarang, SMA Negeri 6 menempati gedung baru yang berlokasi di Jalan Mahakam I, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.

Sarana dan Prasarana

Peningkatkan kenyamanan dalam pembelajaran baik intrakulikuler maupun ekstrakulikuler, menyebabkan SMA 6 menyediakan fasilitas fisik berupa: ruang kelas, masjid, perpustakaan, ruang audio visual, laboratorium bahasa, laboratorium biologi, laboratorium fisika, laboratorium kimia, laboratorium komputer, aula pertemuan, ruang kepala sekolah, ruang guru, ruang kesehatan (uks), koperasi, kantin, lapangan basket, lapangan voli, dan 9 unit cctv yang letaknyanya tidak diketahui oleh siswa. Sejalan dengan peraturan sekolah yang berlaku pada SMA 70, pada SMA 6 juga terdapat larangan untuk menggunakan sarana dan prasarana sekolah diluar jam pelajaran. Dengan demikian para pelajar cenderung menggunakan waktu diluar jam pelajaran dengan tindakan yang juga dilakukan pelajar lain yaitu “nongkrong”.

Kegiatan Ekstrakurikuler

Setiap siswa-siswi SMA 6 seperti juga SMA 70 diwajibkan untuk mengikuti minimal 1 kegiatan ekstrakurikuler untuk mengembangkan kepribadian, bakat dan kemampuannya di berbagai bidang di luar bidang akademik. Pada bidang seni dan budaya terdapat ekstrakurikuler: cheers (tari cheerleaders); lensa (fotografi); mahakam live sounds (musik/ band); pesona cipta mahakam (modern dance); paduan suara; samanhakam (tari tradisional saman); skema (seni lukis); teater enhakam (seni teater). sementar pada bidang olah raga terdapat ekstrakurikuler seperti: baseball; mahakam bc (basket); mahakam fc (sepak bola); voli; dan

(45)

ju-jitsu (seni bela diri). Pada bidang keagamaan dapat disalurkan pada: rohis (keagamaan islam); rohkat (keagamaan katolik); dan rohkris (keagamaan kristen). Dan terdapat beberapa ekstrakurikuler pada bidang lainnya seperti: kegiatan ilmiah remaja (ilmu alam); majalah dinding (seni pembuatan majalah dinding); dan paskibra mahakam (baris-berbaris dan pengibar bendera).

Sejalan dengan pelaksanaan kegiatan ekstrakurikuler di SMA 70, pada SMA 6 juga tidak terdapat control yang jelas dan transparan terhadap penilaian ekstrakurikuler. Dengan demikian pada pelaksanaannya banyak siswa dan siswi SMA 6 yang juga tidak mengikuti kegiatan ekstrakurikuler walaupun terdaftar di kegiatan tersebut.

Acara Rutin Tahunan

Setiap tahunnya para siswa-siswi SMA 6 menyelenggarakan sebuah acara rutin untuk melatih dan menambah pengalaman berorganisasi mereka. salah satu acara tahunan yang diadakan adalah Gelar Lomba Paskibra Enam Untuk Satu (Glopreus). Glopreus merupakan ajang lomba Paskibra yang tak asing lagi bagi paskibra di kawasan Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi). Sebuah Event kebanggaan Paskibra Mahakam SMA Negeri 6 Jakarta. Merupakan lomba Paskibra yang selalu menampilkan sensasi tersendiri dalam pelaksanaannya baik bagi peserta maupun suporter dan penonton yang menghadiri kegiatan ini, sehingga event ini telah menjadi kegiatan Favorit khususnya bagi aktivis paskibra sekolah. Kegiatan tahunan lain yang juga cukup menarik perhatian adalah Mahakam Cup (Mahcup). Kegiatan kompetisi olah raga yang mengundang berbagai sekolah dari tingkat SMA dan SMK untuk mengikuti lomba dalam berbagai bidang untuk menjunjung tinggi sportivitas dan kekompakan tiap tim sekolah yang diundang untuk memperebutkan hadiah dan piala bergilir dari SMA Negeri 6 Jakarta.

4.3 Lokasi Sekolah

Masing-masing SMA 70 dan SMA 6 melarang para siswanya untuk melakukan tindakan tawuran. Namun kebanyakan dari para siswa tidak mengindahkan peraturan yang ditetapkan sekolah masing-masing, walaupun akan berakhir dengan skorsing dan pemanggilan orang tua bagi siswa yang kedapatan

(46)

terlibat baik langsung maupun tidak langsung dalam tawuran. Lokasi kedua sekolah yang berdekatan merupakan salah satu faktor yang menyebabkan tingginya intensitas pertemuan para siswanya yang berakhir dengan tawuran.

Gambar 4. Peta Lokasi skala 1:10.000

Gambar 4. Peta Lokasi skala 1:10.000

SMA 6 dan SMA 70 merupakan dua sekolah dengan tingkat intensitas tawuran antar pelajar yang tinggi, yang berada di kawasan yang cukup strategis di Jakarta Selatan. Kedua sekolah berada pada lingkungan padat penduduk yang dikelilingi oleh prasarana umum yang berdampak positif dan juga negatif bagi fenomena tawuran yang terjadi. Pada Gambar 4 dapat dilihat bahwa jarak yang kurang dari 100 meter terhadap Blok M Plaza yaitu salah satu mall besar di Jakarta Selatan, memudahkan para siswa untuk sekedar jalan-jalan atau cuci mata, dan bahkan menjadi tempat tujuan pertama bagi siswa yang membolos sekolah. Dengan jarak kurang dari 200 meter terhadap terminal bus Blok M seharusnya dapat memudahkan siswa untuk segera pulang ke rumah, namun ada hal lain yang menjadikan keberadaan terminal ini menjadi faktor negatif. Karena merupakan tempat pergantian bus baik dalam maupun antar kota, terminal Blok M tidak jarang menjadi pusat bertemunya siswa dari sekolah yang berbeda. Hal ini dapat memancing terjadinya pertikaian yang berakhir dengan tawuran siswa dari sekolah yang bersangkutan.

(47)

Keberadaan kedua sekolah yang dapat dikatakan dekat (sekitar 500 meter) dari Mabes Polri seharusnya dapat meminimalisir terjadinya tawuran karena penertiban dapat dilakukan dengan cepat. Namun kedekatan kedua sekolah dengan mabes polri dan bahkan lembaga tinggi pemerintah lainnya seperti Kejaksaan Agung dan Balai Walikota tidak membuat mereka was-was untuk melakukan tindakan tawuran. Hal ini dapat dilihat dari intensitas yang masing cukup tinggi pada fenomena tawuran di kedua sekolah. Diduga kurangnya perhatian dari lembaga diluar pihak sekolah seperti mabes polri dalam mencegah dan menaggulangi keamanan lingkungan di sekitar sekolah menjadi salah satu sebab tingginya tingkat tawuran antar pelajar.

Gambar

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Tawuran Sebagai Bentuk Agresivitas Remaja Karakteristik Remaja:
Tabel 2. Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Uang Saku per-minggu
Tabel 7. Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Penilaiannya akan kondisi tempat  tinggalnya
Tabel 9. Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Bentuk Komunikasi dengan  Orang Tua
+7

Referensi

Dokumen terkait

Secara lengkap demokrasi Pancasila adalah:&#34;Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan yang berketuhanan Yang Maha

Tujuan penelitian ini adalah (1) mendeskripsikan bentuk dari bahasa SMS dalam rubrik pembaca surat kabar berbahasa Indonesia, edisi Yogyakarta, dan (2) mendeskripsikan isi dari

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka terdapat beberapa saran yang diajukan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi yaitu kebijakan moneter dapat

dan hati nurani, hak beragama, hak untuk Sehubungan dengan upaya untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai mengadili para pelaku pelanggaran HAM, pribadi dihadapan

For example, the concept of a right to life which was used in the argument about abortion in the last section is very closely related to the principle that killing is wrong; the

[r]

Berdasarkan hal tersebut, adverbia belum pernah dalam frase belum pernah datang dalam surat Almaidah (5):41 di atas menyatakan bahwa verba aktif intransitif datang

Saat ini saya sedang melakukan penelitian yang berjudul “Gambaran Tingkat Konsumsi Kalori, Makronutrien dan Serat Mahasiswa Kedokteran Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera