• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN TUTORIAL Blok 3.4 Gangguan Urogenitalia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "LAPORAN TUTORIAL Blok 3.4 Gangguan Urogenitalia"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN TUTORIAL

Blok 3.4 Gangguan Urogenitalia

Modul 1 : “Takut Risiko Keganasan”

Tutor : dr. Erly, Sp.MK

KELOMPOK 15 C

Dina Fitri Fauziah 0910311018

Jhoni Akbar D. 0910312092

Diana Sari 0910313215

Ivan Putra Siswanto 0910313231 Silvia Rane

Lamuna Fathila 0910313257

Meiby Riana 0810313192

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 2012

(2)

MODUL 1

DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN KELAINAN KONGENITAL GANGGUAN SISTEM UROGENITAL

Skenario 1 : “Takut Risiko Keganasan”

Boboy, 18 bulan, dikirim oleh dokter Puskesmas ke Poliklinik Anak RS Dr. M. Djamil karena kedua pelirnya tidak turun dan buang air kecil keluar melalui batang penis. Ibunya merasa khawatir setelah membaca di satu rubrik kesehatan yang mengatakan bahwa testis yang tidak turun berisiko untuk kemandulan dan keganasan nantinya.

Dokter Poliklinik yang sekalian membimbing mahasiswa Kedokteran, menanyakan kepada ibu Boboy, apakah ada di antara keluarga lain mengalami hal yang mirip dan perkawinan konsanguinitas? Pada pemeriksaan fisik tidak ditemukan kelainan selain pada urogenital. Pada status lokalis didapatkan mikropenis, undescended testis bilateral, hypospadia phenoscrotal, dan chordae.

Dokter mengatakan bahwa kejadian ini adalah salah satu bentuk disorders of sex differentiation (DSD) yang cukup sering ditemukan dan bervariasi bentuk kelainannya, dapat juga disertai kelainan bawaan lain. Boboy membutuhkan beberapa rangkaian pemeriksaan lanjutan, antara lain test HCG, USG abdomen, dan analisis kromosom yang ternyata hasilnya adalah 46 XY. Setelah itu, direncanakan untuk pemeriksaan genitourografi dan mungkin pemeriksaan lainnya yang masih diperlukan.

Dokter menjelaskan bahwa pengobatan dan penatalaksanaan tergantung kepada hasil pemeriksaan di atas. Beberapa kelainan seperti ini ada yang harus diawali oleh terapi hormonal dan kemudian dilanjutkan dengan tindakan bedah korektif.

Bagaimana Anda menjelaskan apa yang terjadi pada Boboy?

A. Klarifikasi Terminologi 1. Perkawinan konsanguinitas :

Perkawinan antara dua individu yang masih memiliki kedekatan hubungan kekerabatan atau garis keturunan. Disebut juga dengan istilah incest.

2. Mikropenis :

Suatu keadaan penis kecil pada neonatus akibat kelainan kongenital. Penis kecil didefinisikan sebagai penis yang memiliki panjang kurang dari 2,5 cm jika diukur sepanjang permukaan dorsal penis dengan penis diregangkan secara maksimal.

(3)

Suatu keadaan tidak turunnya testis ke skrotum pada kedua sisi tubuh. Disebut juga dengan istilah cryptorchidism atau cryptorchism.

4. Hypospadia phenoscrotal :

Suatu keadaan terbentuknya muara uretra eksternal di antara skrotum dan batang penis. 5. Disorders of sex differentiation (DSD) :

Suatu kelainan yang terjadi pada proses diferensiasi seksual sehingga menyebabkan ambiguitas dalam menentukan jenis kelamin. Biasanya, kelainan ini juga diikuti oleh kelainan bawaan lain.

6. Chordae :

Suatu pita jaringan fibrosa pada sisi ventral penis sehingga membentuk curvatura atau lengkungan.

7. Genitourografi :

Suatu pemeriksaan pencitraan terhadap organ-organ sistem urogenital setelah memasukkan bahan kontras ke meatus uretra eksterna. Biasa dilakukan terhadap pasien-pasien disorders of sex differentiation (DSD).

8. Tes hCG :

Suatu pemeriksaan dengan pengukuran kadar hormon testosteron yang disekresikan setelah pemberian hCG untuk menentukan ada atau tidaknya testis.

B. Menentukan Masalah

1. Mengapa kedua pelir Boboy tidak turun dan buang air kecil keluar melalui batang penis?

2. Mengapa testis yang tidak turun dapat berisiko keganasan dan kemandulan? 3. Bagaimanakah hubungan antara usia anak dengan keadaan testis yang tidak turun? 4. Apakah tujuan dokter menanyakan apakah ada keluarga lain yang mirip dan

perkawinan konsanguinitas?

5. Mengapa Boboy mengalami mikropenis, undescended testis bilateral, hypospadia phenoscrotal, dan chordae?

6. Bagaimanakah bentuk-bentuk variasi kelainan disorders of sex differentiation (DSD)? 7. Mengapa perlu dilakukan pemeriksaan penunjang berupa test hCG, USG abdomen,

analisis kromosom, dan pemeriksaan genitourografi pada Boboy?

8. Aapakah semua pemeriksaan di atas memang perlu dilakukan terhadap Boboy? 9. Apa sajakah pemeriksaan lain yang masih diperlukan?

(4)

10. Mengapa kelainan seperti yang Boboy alami harus diawali dengan terapi hormonal kemudian tindakan bedah korektif? Terapi hormonal dan tindakan bedah korektif apakah yang masih diperlukan?

11. Mengapa Boboy harus dirujuk ke Poliklinik Anak RS Dr. M. Djamil?

C. Analisis Masalah

1. Mengapa kedua pelir Boboy tidak turun dan buang air kecil keluar melalui batang penis?

Tidak turunnya testis Boboy (undescended testis bilateral/cryptorchidism) merupakan suatu kelainan kongenital yang dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain:

a. Idiopatik

Terutama pada neonatus yang lahir aterm dengan cryptorchidism tapi tidak ditemukan adanya kelainan genitalia lainnya.

b. Faktor Genetik/Herediter

Terdapat beberapa gen yang dihubungkan dengan insiden cryptorchidism. Sekitar 4% ayah dan 6-10% saudara laki-laki pasien cryptorchidism juga mengalami

cryptorchidism. c. Faktor Hormonal

Proses penurunan testis sangat dipengaruhi oleh hormon gonadotropin dan testosteron. Proses ini dapat mengalami gangguan jika terjadi defek dalam sekresi atau fungsi kedua hormon tersebut. Beberapa penyebab defek tersebut antara lain: - sekresi hCG yang tidak adekuat

- gangguan pada aksis hipotalamus-hipofisis-testis

(i) Kegagalan hipotalamus janin untuk merangsang sekresi gonadotropin dari hipofisis pada trimester ketiga (Sindroma Kallman, Prader-Willi, anensefali)

(ii) Kegagalan testis untuk mensekresikan androgen:

 Akibat defek intrinsik testis (disgenesis gonad). Disgenesis gonad dapat membuat testis tidak sensitif terhadap hormon gonadotropin, sehingga tidak dapat menghasilkan testosteron, dan selanjutnya dapat mengganggu proses penurunan testis.

(5)

 Akibat prematuritas. Tidak turunnya testis pada bayi prematur diduga terjadi akibat tidak adekuatnya gonadotropin menstimulasi sekresi testosteron pada masa fetus karena immaturitas dari sel Leydig.

(iii)Tidak adanya atau berkurangnya fungsi dari reseptor androgen (androgen insensitivity syndrome)

d. Faktor Mekanik

- Gangguan pertumbuhan gubernakulum sehingga testis tidak turun secara sempurna ke arah skrotum

- Adanya penyumbatan di kanalis atau anulus inguinalis - Adanya fiber/serat yang menghambat turunnya testis

Selain cryptorchidism, kelainan lain yang dialami Boboy, yaitu buang air kecil yang keluar melalui batang penis (hypospadia phenoscrotal), juga merupakan suatu kelainan kongenital. Penyebab pasti dari hipospadia tidak diketahui secara pasti. Namun terdapat beberapa faktor yang diduga merupakan etiologi hipospadia, antara lain:

a. Faktor Genetik

Sekitar 28 % penderita hipospadia memiliki hubungan familial. Terdapat predisposisi non-Mendelian pada hipospadia. Jika salah satu saudara kandung mengalami hipospadia, risiko kejadian berulang pada keluarga tersebut adalah 12%. Jika bapak dan anak laki-lakinya mengalami hipospadia, risiko kejadian berulang pada anak laki-laki berikutnya adalah 25%.

b. Faktor Hormonal

Proses diferensiasi uretra pada penis bergantung kepada androgen dihidrotestosteron (DHT). DHT merupakan hasil konversi dari testosteron oleh enzim 5-α reduktase. Gangguan pada sekresi testosteron, defisiensi enzim 5-α reduktase, atau defek pada reseptor androgen (androgen insensitivity syndrome) dapat menyebabkan hipospadia.

c. Faktor Lingkungan / Eksternal

Salah satu faktor eksternal yang dapat mengakibatkan hipospadia adalah paparan terhadap estrogen eksternal. Hal ini dapat terjadi pada ibu hamil yang mendapatkan terapi estrogen. Selain itu, hipospadia juga dapat diakibatkan oleh paparan zat kimia yang disebut dengan endocrine disrupter chemicals (EDC). Zat ini dapat mengganggu atau mengubah fungsi endokrin sehingga terjadi penghambatan kerja androgen, terutama DHT. Salah satu contoh EDC adalah zat yang terdapat dalam

(6)

pestisida kimia, seperti diklorodifenil-trikloroetan (DDT). Zat ini dapat bereaksi dengan estrogen atau reseptor androgen serta berperan sebagai senyawa antagonis terhadap hormon endogen.

2. Mengapa testis yang tidak turun dapat berisiko keganasan dan kemandulan? Testis yang tidak turun masih berada di rongga abdomen. Suhu di dalam rongga abdomen adalah ± 37 oC, lebih tinggi ± 1 oC daripada suhu di dalam skrotum. Dengan demikian, testis yang masih berada di rongga abdomen selalu terpapar dengan suhu yang lebih tinggi daripada testis normal. Hal ini merupakan stressor yang dapat merusak sel-sel testis. Bila stressor ini terjadi secara terus-menerus dan proses adaptasi tidak dapat mengkompensasinya, maka sel-sel testis akan mengalami perubahan ke arah keganasan. Suhu tubuh yang tinggi serta kerusakan atau perubahan sel testis tersebut juga dapat mengakibatkan gangguan spermatogenesis sehingga berujung pada kemandulan.

3. Bagaimanakah hubungan antara usia anak dengan keadaan testis yang tidak turun?

Pada sebagian kasus, testis yang tidak turun pada saat lahir dapat mengalami penurunan spontan ke dalam skrotum tanpa intervensi apapun pada satu tahun pertama usia bayi. Karena itu, biasanya cryptorchidism yang tidak dibarengi dengan kelainan lainnya diobservasi saja selama 9 bulan pertama. Jika setelah 9 bulan testis tersebut tidak turun juga, maka harus dimulai terapi hormonal. Dan jika setelah 2 tahun testis tersebut masih belum turun, maka harus segera dilakukan operasi korektif. Terapi harus segera dilakukan untuk mencegah peningkatan risiko kanker testis. Pada kasus di skenario, Boboy telah berusia 18 bulan, yang menandakan kemungkinan besar testisnya tidak dapat lagi turun secara spontan sehingga harus segera ditangani secara hormonal.

4. Apakah tujuan dokter menanyakan apakah ada keluarga lain yang mirip dan perkawinan konsanguinitas?

Dokter menanyakan tentang kedua hal di atas untuk memastikan ada atau tidaknya faktor genetik yang mendasari kelainan Boboy. Adanya anggota keluarga lain yang mengalami kelainan ini dan adanya perkawinan konsanguinitas dalam keluarga mengindikasikan keterlibatan faktor genetik. Pasangan yang melakukan perkawinan konsanguinitas memiliki kedekatan genetik, sehingga besar kemungkinan keduanya sama-sama memiliki gen resesif tertentu. Jika kedua gen resesif tersebut digabungkan (melalui

(7)

fertilisasi), maka sifat resesif yang dikode oleh gen tersebut akan muncul pada anaknya. Sifat dari gen resesif tersebut bisa bermanifestasi sebagai kelainan kongenital.

5. Mengapa Boboy mengalami mikropenis, undescended testis bilateral, hypospadia phenoscrotal, dan chordae?

Beberapa kemungkinan faktor etiologi mikropenis pada Boboy, antara lain: a. Idiopatik

b. Faktor Hormonal

Hormon yang paling berperan dalam diferensiasi organ genitalia eksternal pria adalah hormon dihirotestosteron (DHT) yang merupakan hasil konversi dari hormon testosteron oleh enzim 5-α reduktase. Gangguan pada sekresi testosteron, defisiensi enzim 5-α reduktase, atau defek pada reseptor androgen (androgen insensitivity syndrome) dapat menyebabkan mikropenis.

c. Faktor Lingkungan / Eksternal

Mikropenis juga dapat diakibatkan oleh zat kimia yang disebut dengan endocrine disrupter chemicals (EDC) seperti pada kasus hipospadia.

Penyebab chordae masih belum diketahui secara pasti. Namun terdapat dugaan bahwa

chordae terjadi akibat terhentinya perkembangan penis pada tahap awal perkembangan janin. Dugaan ini didasari oleh karena kurvatura pada penis telah dapat ditemukan sejak tahap awal perkembangan janin.

Penyebab undescended testis bilateral (cryptorchidism) dan hypospadia phenoscrotal

telah dibahas pada analisis masalah no. 1.

6. Bagaimanakah bentuk-bentuk variasi kelainan disorders of sex differentiation

(DSD)?

Dibahas dalam pembahasan LO.

7. Mengapa perlu dilakukan pemeriksaan penunjang berupa test hCG, USG abdomen, analisis kromosom, dan pemeriksaan genitourografi pada Boboy? Tes hCG diperlukan untuk menentukan apakah Boboy memang memiliki testis namun testisnya belum turun, atau memang tidak memiliki testis sama sekali. Pemeriksaan USG abdomen diperlukan untuk menentukan lokasi testis jika memang testis masih terdapat dalam rongga abdomen. Analisis kromosom perlu dilakukan untuk menentukan jenis kelamin Boboy yang sebenarnya, karena Boboy mengalami DSD sehingga jenis kelaminnya tidak

(8)

dapat ditentukan hanya dengan inspeksi organ genitalia eksternalnya saja. Dari hasil pemeriksaan ditemukan bahwa kromosom Boboy adalah 46 XY, yang menandakan Boboy memang seorang laki-laki. Pemeriksaan genitourografi diperlukan untuk melihat susunan organ-organ sistem urogenitalia Boboy. Pemeriksaan ini diperlukan untuk lebih menegaskan jenis DSD yang Boboy alami.

8. Apakah semua pemeriksaan di atas memang perlu dilakukan terhadap Boboy? Perlu atau tidaknya pemeriksaan-pemeriksaan di atas tergantung kepada jenis kelamin Boboy. Sehingga pemeriksaan yang harus dilakukan pertama kali sebaiknya adalah analisis kromosom. Jika jenis kelaminnya telah diketahui, maka dokter dapat melanjutkan pemeriksaan lain yang diperlukan, yaitu tes hCG. Jika dari tes tersebut diketahui Boboy memang memiliki testis, maka dokter perlu menentukan lokasi testis tersebut, apakah masih di dalam rongga abdomen atau di kanalis inguinalis. Pemeriksaan USG sebenarnya kurang sensitif untuk menentukan lokasi testis, karena jika testisnya terdapat di kanalis inguinalis maka testis tidak akan dapat dilihat melalui USG. Pada kasus dimana testis tidak dapat ditemukan dengan USG serta jika masih perlu pemeriksaan terhadap organ-organ sistem urogenitalia lainnya, maka sebaiknya pemeriksaan dilanjutkan dengan pemeriksaan genitourografi. Pemeriksaan-pemeriksaan di atas berguna untuk menentukan penatalaksanaan yang harus dilakukan.

9. Apa sajakah pemeriksaan lain yang masih diperlukan?

Dibahas dalam pembahasan LO.

10. Mengapa kelainan seperti yang Boboy alami harus diawali dengan terapi hormonal kemudian tindakan bedah korektif? Terapi hormonal dan tindakan bedah korektif apakah yang masih diperlukan?

Boboy harus menjalani terapi hormonal karena usia Boboy masih 18 bulan (protap penatalaksanaan utama cryptochidism pada anak usia 9 bulan – 2 tahun adalah terapi hormonal). Diharapkan terapi hormonal tersebut dapat merangsang testis untuk turun ke dalam skrotum. Jika setelah terapi hormonal atau setelah usia 2 tahun testis Boboy masih belum turun, maka Boboy harus segera dioperasi (protap penatalaksanaan utama

(9)

Terapi hormonal yang diberikan adalah injeksi IM hCG dengan dosis 1500 IU/m2 sebanyak 2x/minggu selama 4 minggu. Selain itu juga dapat diberikan LHRH secara nasal dengan dosis 400 µg sebanyak 3x/hari.

11. Mengapa Boboy harus dirujuk ke Poliklinik Anak RS Dr. M. Djamil?

Boboy dirujuk ke Poliklinik Anak agar Boboy dapat ditangani oleh dokter subspesialis endokrinologi anak, karena kemungkinan besar kasus yang Boboy alami merupakan masalah endokrin. D. Skema Idiopatic Hormonal Genetic Environmental Etiology & Risk

Factor Micropenis Cryptorchidism Hypospadia Chordae Congenital Disorders Chromosomal Analysis hCG Test USG Abdominal Genitourography Anamnesis Physical Examination Malignancy Infertility

Complication Referal to Child Clinic

Disorders of Sex Differentiation

Diagnosis Observation (< 9 months)

Hormonal Therapy (9 months – 2 years) Corrective Surgical (≥ 2 years)

Management For Boboy

(10)

E. Learning Objective (LO)

Mahasiswa mampu menjelaskan:

1. Macam-macam kelainan kongenital pada sistem urogenitalia

2. Etiologi dan faktor risiko kelainan kongenital pada sistem urogenitalia 3. Patofisiologi kelainan kongenital pada sistem urogenitalia

4. Menegakkan diagnosa dan diagnosa banding kelainan kongenital pada sistem urogenitalia

5. Penatalaksanaan kelainan kongenital pada sistem urogenitalia secara holistik dan komprehensif (mencakup promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif)

6. Prognosis dan komplikasi kelainan kongenital pada sistem urogenitalia

7. Identifikasi kasus-kasus kelainan kongenital pada sistem urogenitalia yang harus dirujuk

F. Pembahasan Learning Objective (LO)

Kelainan kongenital pada sistem urogenitalia dibagi atas:

a. Kelainan Kongenital Sistem Urinaria (Pria & Wanita) serta Genitalia (Pria)

GINJAL

1. Horse Shoe Kidney Definisi

Horse shoe kidney merupakan suatu bentuk kelainan kongenital fusi ginjal, yang ditandai dengan bersatunya kedua ginjal secara anatomik. Pada horse shoe kidney, 90% fusi terjadi pada pole bawah ginjal, sehingga bentuknya menyerupai tapal kuda (horse shoe)

Epidemiologi

Horse shoe kidney merupakan anomali fusi ginjal yang paling sering dijumpai. Pada otopsi klinis, dijumpai insiden anomali ini 1:400. Kelainan ini lebih sering terjadi pada pria daripada wanita.

Etiologi

Kelainan ini disebabkan karena kedua ginjal terdorong sedemikian dekatnya satu sama lain selama perjalanan naik melalui percabangan yang dibentuk oleh aa. Umbilikales untuk membentuk ginjal permanen. Kedekatan itu membentuk suatu fusi. Jaringan yang berfusi, diebut dengan istmus, dapat berupa jaringan parenkim ginjal maupun jaringan ikat.

Gejala

Jika tidak menimbulkan komplikasi, anomali ini tidak menimbulkan gejala, dan secara tak sengaja hanya terdeteksi pada saat dilakukan pemeriksaan pencintraan saluran kemih

Referensi

Dokumen terkait

Pada Proyek Pembangunan Gedung Sarana DIKLAT BKPSDM kabupaten Ciamis sebagai studi kasus dalam penelitian ini akan diterapkan metode PERT ( Program Evaluation and

Hasil uji lanjut LSD menunjukkan bahwa laju pertumbuhan spesifik untuk jarak tanam rata-rata rumput laut pada masing-masing perlakuan memberikan perbedaan yang nyata,

Untuk mengetahui bentuk-bentuk terjadinya kekerasan dalam rumah tangga dan mengetahui pengaruh kekerasan dalam rumah tangga terhadap tingkat keharmonisan dalam keluarga,

 Sumber data dari jumlah produk sejenis yang ditawarkan oleh perusahaan lain atau jumlah produk sejenis yang ada di pasaran, selain itu juga bisa berasal

Mata kuliah ini berisikan muatan tentang konsep-konsep manajemen investasidi mulai dari tinjauan pasar uang dan investasi, pasar sekunder dan mekanisme perdagangan, teori

Riset yang berjudul, “ Identitas Komunitas Masjid di Era Globalisasi: Studi Pada Komunitas Masjid Pathok Negoro Plosokuning Keraton Yogyakarta ” ini, sebetulnya

Apakah Anda memerlukan balikan berupa contoh silabus dan RPP IPA (beserta segala kelengkapannya)? Suplemen Unit 4 ini dirancang untuk menyediakan contoh silabus

Tujuan penelitian ini mengetahui toksisitas akut ekstrak air buah pepaya ( Carica papaya L.) muda terhadap morfologi eritrosit pada tikus putih ( Rattus norvegicus ) galur