• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

4 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Babi

Babi adalah ternak monogastric dan bersifat prolific (banyak anak tiap kelahiran), pertumbuhannya cepat dan dalam umur enam bulan sudah dapat dipasarkan. Selain itu ternak babi efisien dalam mengkonversi berbagai sisa pertanian dan restoran menjadi daging (Ensminger, 1991).

Menurut Sihombing (1997), klasifikasi zoologis ternak babi dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

Phylum : Chordata,

Klass : Mamalia (menyusui),

Ordo : Artiodactyla (berkuku genap), Famili : Suidae (non ruminansia), Genus : Sus,

Spesies : Sus scrofa, Sus vittatus, Sus celebensis, Sus barbatus, Sus leucomystax, Sus verrucosus, Sus cristatus.

Secara umum dapat dikenal tiga tipe babi yaitu babi tipe lemak lard type, tipe sedang bacon type dan tipe daging meat type (Mangisah, 2003). Namun di negara-negara maju dan berkembang peternakan babinya, penggolongan ini hampir tidak ditemui lagi karena tujuan dari pemeliharaannya sudah untuk menghasilkan daging yang berkualitas baik tanpa melihat tipe babi yang dipeliharanya. Blakely dan Bade (1998) menyatakan bahwa ternak babi yang dikembangkan dewasa ini merupakan babi hasil persilangan yang dilakukan oleh perusahaan pembibitan babi untuk memenuhi kebutuhan dan kualitas yang terkontrol. Ternak babi membutuhkan ransum yang imbangan nutrisinya baik atau sempurna, untuk memperoleh reproduksi dan produksi daging yang optimal. Ternak babi membutuhkan energi, protein, mineral, vitamin dan air. Setiap zat mempunyai fungsi dan kaitan spesifik di dalam tubuh. Kekurangan atau ketidakseimbangan zat-zat makanan dapat memperlambat pertumbuhan dan berdampak pada performans. Faktor-faktor yang mempengaruhi konsumsi ransum

(2)

5 yaitu cara pemberian pakan, aroma pakan, kondisi lingkungan atau suhu kandang, ketersedian air minum, jumlah ternak dan kesehatan ternak (Sihombing, 1997).

Babi Landrace merupakan babi yang berasal dari Denmark, termasuk babi bacon yang berkualitas tingi. Babi Landrace sangat populer sehingga dikembangkan juga di Amerika Serikat, Australia, dan Indonesia, yakni American Landrace dan Australian Landarce. Babi ini berwarna putih, terkenal babi bertubuh panjang seperti busur, besar, lebar, bulu halus, dan juga kakinya panjang. Babi ini terkenal sangat profilik hingga kini babi ini juga yang terbukti paling banyak per kelahiran, serta presentase dagingnya tinggi. Tulang rusuknya 16-17 pasang dan sampai kini puting susu babi inilah yang terbanyak diantara bangsa babi unggul. Babi jantan dewasa berbobot sekitar 320-410 kg dan induk berbobot 250-340 kg. Kelemahan babi ini adalah kaki belakang yang lemah terutama saat induk bunting, dan hasil daging yang pucat (Sihombing, 2006).

Gambar 2.1 American Landrace (Kitsteiner, 2014)

Budaarsa (2012) melaporkan bahwa babi Landrace menjadi pilihan pertama para peternak karena pertumbuhannya cepat, konversi makanan sangat bagus dan temperamennya jinak. Lebih lanjut dilaporkan bahwa babi Landrace yang diberi pakan komersial (ransum yang seimbang), maka pertambahan berat badannya bisa mencapai 1 kg per hari dengan berat sapih pada umur 35 hari bisa mencapai 15 kg.

(3)

6 2.2 Eceng Gondok (Eichhornia crassipes)

Eceng gondok merupakan tumbuhan rawa atau air, yang mengapung di atas permukaan air. Di ekosistem air, enceng gondok ini merupakan tanaman pengganggu atau gulma yang dapat tumbuh dengan cepat (3% per hari). Pesatnya pertumbuhan enceng gondok ini mengakibatkan berbagai kesulitan seperti terganggunya transportasi, penyempitan sungai, dan masalah lain karena penyebarannya yang menutupi permukaan sungai/ perairan (O’Sullivan, 2010).

Menurut Mukti (2008), klasifikasi dari tanaman eceng gondok adalah sebagai berikut:

Divisi : Spermatophyta Sub divisi : Angiospermae Kelas : Monocotyledoneae Suku : Pontederiaceae Marga : Eichornia

Spesies : Eichornia crassipes

Gambar 2.2. Eceng Gondok (Eichornia crassipes) (Dbenbenn, 2006)

Eceng gondok dapat hidup mengapung bebas di atas permukaan air dan berakar di dasar kolam atau rawa jika airnya dangkal. Kemampuan tanaman inilah yang banyak di gunakan untuk mengolah air buangan, karena dengan aktivitas tanaman ini mampu mengolah air buangan domestik dengan tingkat efisiensi yang

(4)

7 tinggi. Eceng gondok dapat menurunkan kadar BOD, partikel suspensi secara biokimiawi (berlangsung agak lambat) dan mampu menyerap logam-logam berat seperti Cr, Pb, Hg, Cd, Cu, Fe, Mn, Zn dengan baik, kemampuan menyerap logam persatuan berat kering eceng gondok lebih tinggi pada umur muda dari pada umur tua (Widianto dan Suselo, 1977).

2.2.1 Morfologi

Eceng gondok merupakan tumbuhan yang hidup dalam perairan terbuka. Mengapung bila air dalam dan berakar didasar bila air dangkal. Perkembangbiakan eceng gondok terjadi secara vegetatif maupun secara generatif. Perkembangan secara vegetatif terjadi bila tunas baru tumbuh dari ketiak daun, lalu membesar dan akhirnya menjadi tumbuhan baru.

Setiap 10 tanaman eceng gondok mampu berkembangbiak menjadi 600.000 tanaman baru dalam waktu 8 bulan. Hal ini membuat eceng gondok dimanfaatkan untuk pengolahan air limbah. Eceng gondok dapat mencapai ketinggian antara 40- 80 cm dengan daun yang licin dan panjangnya 7 - 25 cm.

Tumbuhan eceng gondok terdiri atas helai daun, pengapung, leher daun, ligula, akar, akar rambut, ujung akar, dan stolon yang dijadikan sebagai tempat perkembangbiakan vegetatif (Mukti, 2008).

2.2.2 Kandungan Eceng Gondok

Eceng gondok bisa menjadi salah satu alternetif bahan ransum ternak, karena eceng gondok memiliki nilai nutrisi yang cukup baik, yaitu energi metabolis 2029 kkal/kg, kandungan protein kasar 13% dan kandungan serat kasar 21,3% (Radjiman et al., 1999). Menurut analisis yang dilakukan oleh Laboratorium Ilmu Makanan Ternak Jurusan Nutrisi dan Makanan Ternak Fakultas Peternakan Universitas Diponogoro Semarang tahun 2005, melaporkan bahwa eceng gondok mengandung protein kasar (PK) 11,2% dan bahan ekstrak tiada nitrogen (BETN) sekitar 20% berdasarkan bahan kering (100% BK).

(5)

8 2.3 Logam Timbal (Pb)

Logam berasal dari bumi yang bisa berupa bahan organik dan bahan anorganik. Diantara sekian banyak logam, ada yang keberadaannya di dalam tubuh mahluk hidup baik pada tanaman, hewan atau ternak dan manusia merugikan bahkan beracun. Logam yang dimaksud umumnya digolongkan pada logam berat. Menurut Saeni (1989) bahwa yang dimaksud dengan logam berat adalah unsur yang mempunyai bobot jenis lebih dari 5 g/cm3 yang biasanya terletak di bagian kanan bawah sistem periodik.

Contoh-contoh logam berat yang dinyatakan oleh Saeni (1989) diantaranya: Fe, Pb, Cr, Cd, Zn, Cu, Hg, Mn dan As. Dari logam-logam berat tersebut, menurut Anggorodi (1979) Fe, Cr, Zn, Cu dan Mn termasuk dalam kelompok logam berat dan merupakan mineral yang esensial dan tergolong mineral mikro bagi ternak, maka logam berat yang tergolong nonesensial dan bersifat racun bagi ternak adalah kelompok logam: Pb, Cd, Hg, dan As.

Timbal (Pb) memiliki titik lebur rendah, mudah dibentuk, memiliki sifat kimia yang aktif, sehingga bisa digunakan untuk melapisi logam agar tidak timbul perkaratan. Pb adalah logam lunak berwarna abu-abu kebiruan mengkilat serat mudah dimurnikan dari pertambangan. Timbal meleleh pada suhu 328 °C; titik didih 1740 °C; dan memiliki gravitasi 11,34 dengan berat atom 207,20 (Widowati et al., 2008).

Salah satu logam berat yang banyak mencemari air sungai adalah timbal (Pb). Tercemarnya air sungai oleh limbah pabrik yang mengandung Pb menyebabkan tanaman konsumsi yang tumbuh di daerah sungai menjadi tercemar oleh Pb (Kohar et al., 2004). Timbal (Pb) merupakan salah satu pencemar yang dipermasalahkan karena bersifat sangat toksik dan tergolong sebagai bahan buangan beracun dan berbahaya (Purnomo dan Muchyiddin, 2007).

Timbal (Pb) merupakan logam yang bersifat neurotoksin yang dapat masuk dan terakumulasi dalam tubuh manusia ataupun hewan, sehingga bahayanya terhadap tubuh semakin meningkat (Lu, 1995 dan Kusnoputranto, 2006). Menurut Underwood dan Suttle (1999), Pb biasanya dianggap sebagai racun yang bersifat

(6)

9 akumulatif dan akumulasinya tergantung levelnya. Hal itu menunjukkan bahwa terdapat pengaruh pada ternak jika terdapat pada jumlah di atas batas ambang.

Konsentrasi logam berat yang dikonsumsi oleh hewan bervariasi. Badan penelitian nasional Kanada (National Researh Council, NRC) menentukan jumlah maksimum kandungan logam yang diperbolehkan untuk konsumsi hewan disebut Maximum Tolerable Level (MTL). Adapun MTL merupakan kandungan logam yang aman bagi hewan dan manusia yang mengkonsumsi produk hewan tersebut. Batas toleransi logam berat Pb dalam pakan menurut NRC untuk sapi adalah 30 mg/kg (Sutjiwardhayani, 2006). Underwood dan Suttle (1999) mencantumkan batas ambang untuk ternak unggas dalam pakannya, yaitu 3-5 mg/kg. Disisi lain Darmono (1995) mencantumkan dosis keracunan Pb pada beberapa ternak, seperti terlihat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Dosis Keracunan Timbal pada Beberapa Ternak

Jenis Ternak Toksik dalam Pakan (mg/kg)

Babi 1.000

Pedet 200 – 400

Domba ` 200 – 400

Sumber: Darmono (1995)

2.4 Sel Darah Putih pada Babi

Sel darah putih (leukosit) berasal dari bahasa Yunani dari kata leuco yang berarti putih dan cyte yang berarti sel. Leukosit merupakan benda darah yang memiliki bentuk khas, nukleus, sitoplasma dan organel dapat bergerak pada keadaan tertentu. Leukosit mampu bergerak keluar dari pembuluh darah untuk menjalankan fungsinya. Pembuluh darah merupakan tempat transportasi bagi leukosit. Jumlah leukosit pada setiap spesies bervariasi dan dipengaruhi juga oleh keadaan tubuh individu tersebut (Dharmawan, 2002 ; Gartner and Hiatt, 2014).

Sel darah putih mengalami proses pembentukan di dalam sumsum tulang belakang dan sebagian lagi berada pada organ limfoid. Ganong (1996)

(7)

10 menyatakan bahwa, dalam aktivitasnya sebagai sistem peratahanan, leukosit mampu keluar dari pembuluh darah dan akan menuju ke jaringan-jaringan yang membutuhkan. Jumlah leukosit pada setiap spesies hewan berbeda–beda. Jumlah leukosit tertinggi ternyata pada babi yaitu 16 x 103/mm3, sedangkan pada sapi berkisar 8 x 103/mm3. Neutrofil dan limfosit merupakan leukosit yang paling banyak terdapat pada hewan dengan keadaan normal. Jumlah monosit, eosinofil dan basofil yang rendah merupakan normal pada mamalia (Harvey, 2012).

Leukosit digolongkan menjadi dua kelompok, yakni: 1) granulosit: leukosit yang memiliki butir khas dan jelas dalam sitoplasmanya dan terdiri atas neutrofil, eosinofil, dan basofil; 2) agranulosit: leukosit yang tidak memiliki butir khas dalam sitoplasmanya, terdiri atas monosit dan limfosit. Dari penghitungan jenis leukosit dapat ditentukan presentase normal dari tiap jenis hewan yang ternyata cukup berbeda. Pada anjing, kucing, dan kuda, presentase leukosit neutrofil lebih besar daripada limfosit, sedangkan pada ruminansia, limfosit bersifat dominan. Darah babi diantara kedua kelompok tersebut di atas, hanya limfositnya sedikit lebih banyak daripada leukosit neutrofilnya (Dharmawan, 2002).

2.4.1 Leukosit Granulosit

Granulosit digolongkan menjadi tiga tipe sel berdasarkan sifatnya terhadap zat warna tertentu. Basofil granulnya bersifat basofil (ungu), eosinofil granulnya bersifat asidofil (berwarna merah dengan eosin), sedangkan neutrofil granulnya tidak bersifat asidofil ataupun basofil. Neutrofil sering disebut juga sebagai heterofil. Neutrofil merupakan leukosit polimorfonukleus (polymorphonuclear leucocytes / PMN) karena intinya berlobus – lobus, yang terdiri atas satu sampai lima lobus (Dharmawan, 2002).

2.4.1.1 Neutrofil

Neutrofil merupakan sel darah putih yang memiliki granula tidak berwarna dan tidak bersifat asidofil maupun basofil, sehingga hal ini yang akan membedakan dengan eosinofil dan basofil. Neutrofil dalam peredaran darah memiliki waktu yang singkat hanya 5 – 10 jam. Di jaringan neutrofil hidup hanya

(8)

11 beberapa hari kemudian akan diapoptosis oleh makrofag dalam limpa dan hati (Harvey, 2012). Neutrofil dewasa berdiameter 10 – 12 µm. Neutrofil memiliki granul halus dalam sitoplasma dan intinya bergelambir. Inti kromatinya terlihat pekat dan mengelompok. Benang kromatin antar gelambir jelas terdapat pada ruminansia dan terkadang tampak pada babi. Neutrofil tua memiliki gelambir lebih banyak dan lebih jelas dari pada neutrofil muda. Bentuk dari neutrofil muda (band cell) berbentuk huruf U, V atau S (Dharmawan, 2002).

Menurut Hoffbrand (2006), neutrofil memiliki cara sendiri dalam memasuki jaringan yakni dengan bermigrasi sebagai akibat respon kemotatik. Permukaan sel neutrofil memiliki pseudopodia kecil yang hanya dapat dilihat dengan mikroskop elektron. Pseudopodia ini berguna untuk meningkatkan luas permukaan neutrofil dalam rangka proses fagositosis (Weiss dan Wardrop, 2010). Dengan mikroskop elektron kadang diamati adanya mitokondria yang jelas, sedikit poliribosom dan granul oksigen (Dharmawan, 2002). Ada tiga jenis granul (butir) yang dimiliki oleh neutrofil dan memiliki fungsi tertentu, yaitu granul spesifik, granul azurofilik dan granul tersier. Granul spesifik mengandung agen fagositosis. Granul azurofilik merupakan lisosom. Sedangkan granul tersier mengandung glikoprotein yang dimasukan ke membran sel (Weiss dan Wardrop, 2010 ; Gartner dan Hiatt, 2014).

Fungsi neutrofil adalah sebagai garis pertahanan pertama (first line of defense) terhadap serangan mikroorganisme, trauma jaringan atau pemicu sinyal inflamasi lainnya. Kemampuan neutrofil menginfiltrasi bakteri tergantung pada adanya berbagai reseptor pada membran sel. Peningkatan neutrofil muda mencerminkan infeksi yang terjadi masih baru (akut), hal ini diberi istilah shift to the left (bergeser kekiri). Sedangkan neutrofil tua yang abnormal dan hiperpigementasi mencerminkan adanya infeksi kronis atau stress, hal ini diberi istilah shift to the right (bergeser ke kanan) (Dharmawan, 2002). Menurut Fossum (1997), dalam kondisi terinfeksi, sumsum tulang merah dirangsang untuk melepaskan lebih banyak neutrofil ke dalam aliran darah, sehingga terjadilah peningkatan jumlah neutrofil. Peningkatan neutrofil dapat dilihat pada peradangan akut dan penyakit infeksius (Melvin dan William, 1993). Peningkatan jumlah

(9)

12 neutrofil (neutrofilia) karena dipengaruhi oleh invasi dari virus, bakteri, parasit, dan partikel lainnya yang terjadi di dalam suatu jaringan, sehingga mengakibatkan sel neutrofil bergerak secara amoboid ke daerah yang terinfeksi. Jumlah neutrofil normal pada babi sekitar 28 – 47% dari jumlah keseluruhan leukosit (Dharmawan, 2002).

2.4.1.2 Eosinofil

Jumlah leukosit eosinofil dalam aliran darah berkisar antara 0 sampai 15% dari jumlah leukosit, berdiameter 10 – 15 µm. Inti bergelambir dua, dikelilingi oleh butir-butir asidofil yang cukup besar dan berukuran 0,5 sampai 1,0 mm. Jangka hidup sel ini 3 sampai 5 hari. Hubungan antar dua gelambir sering tertutup oleh butir sekreta sehingga tidak jelas (Dharmawan, 2002). Eosinofil diberi nama demikian karena keterkaitannya dengan eosin (pewarna merah pada pemeriksaan darah rutin). Ukuran bentuk dan jumlah granul eosinofil berbeda tiap spesienya. Pada sapi dan babi eosinofil ukurannya sangat kecil. Leukosit eosinofil babi butirnya bulat, warnanya oranye kotor, dan mengisi penuh sel. Intinya berbentuk lonjong atau seperti ginjal dan memiliki dua gelambir. Eosinofil muda (band eosinophil) sering terlihat pada hewan dan dalam penghitungan diferensial juga dihitung. Tahap pematangan eosinofil dapat dibedakan dengan jelas apabila terjadi eosinofilia ekstrim (Dharmawan, 2002 ; Harvey, 2012).

Eosinofil banyak terdapat di jaringan kulit, saluran pernafasan dan saluran pencernaan. Jumlah leukosit di setiap jaringan dipengaruhi oleh spesies, tahap siklus estrus dan kandungan histamin di jaringan. Di jaringan tersebut eosinofil melakukan aktivitasnya. Aktivitas eosinofil mengalami perubahan morfologi, karakteristik, permukaan sel dan aktivitas fungsional. (Weiss dan Wardrop, 2010). Dalam fungsinya sebagai pertahanan tubuh, eosinofil akan bertindak atau merespon adanya infeksi penyakit parasitik maupun alergi. Dalam menanggapi respon suatu infeksi, eosinofil akan terus meningkatkan jumlahnya selama serangan alergi itu masih terus ada. Hal ini berkaian dengan sifat eosinofil yang fagositik, terutama terhadap antigen dan antibody komplek (Caceci, 1998). Sebenarnya fungsi utama dari eosinofil adalah sebagai detosifikasi terhadap

(10)

13 protein asing yang masuk ke dalam tubuh, baik itu melalui paru-paru maupun saluran cerna. Selain respon terhadap protein asing, eosinofil juga merespon terhadap racun yang dihasilkan oleh bakteri maupun parasit. Sel ini juga mengandung histaminase yang mengaktifkan histamin dan melepaskan serotonin dari sel tertentu, juga melepaskan zinc yang menghalangi agregasi trombosit dan migrasi makrofag. Pada babi nilai normal eosinofil berkisar antara 0,5 – 11% (Dharmawan, 2002). Nilai tersebut akan mengalami peningkatan (eosinofilia) akibat terjadi reaksi hipersensitivitas dan infeksi bakteri maupun parasit, sedangkan eosinofil akan mengalami penurunan (eosinopenia) akibat terjadi infeksi sekunder.

2.4.1.3 Basofil

Basofil merupakan leukosit polimorfonuklear yang terdapat pada darah berkisar 0,2% saja. Dengan diameter 10 – 12 µm dan ukuran ini terlihat lebih kecil dari sel eosinofil. Intinya terdiri atas dua gelambir atau bentuknya tidak beraturan. Granul yang ada di sitoplasmanya berwarna biru tua atau ungu yang agak cerah dan menutupi inti dengan ukuran (0,5 sampai 1,5µm). Leukosit basofil sulit ditemukan dalam darah anjing dan kucing. Dengan mikroskop elektron, penampakan leukosit basofil pada babi agak berbeda karena butirnya berbentuk panjang seperti halter (Dharmawan, 2002).

Basofil memiliki fungsi langsung pada akhir fase dari respon hipersensitivitas tipe I serta pada fase awal dari respon hipersensitivitas delayed (tertunda). Leukosit basofil juga beredar ke jaringan radang membantu IgE pada fase akhir, sel ini memiliki fungsi merusak seperti sel mast. Basofil juga berperan dalam proses fagositosis cacing. Dalam menghasilkan respon sel T helper 2, basofi berperan sebagai stimulusnya (Weiss dan Wardrop, 2010).

Dalam komposisi basofil terdapat kandungan yang salah satunya berupa heparin, dimana heparin ini merupakan suatu zat antikoagulan. Aktivitas dari basofil ini berhubungan dengan daerah peradangan yang terfokus pada pembekuan darah selain itu juga menjaga kondisi statis darah dan limfe dengan jalan mengeluarkan zat yang mengandung heparin. Sehingga dalam hal ini dapat

(11)

14 diduga aktivitas dari basofil ini merupakan prekursir dari sel mast. Seperti yang dikatakan oleh Ganong (1995), bahwa sel basofil di dalam sirkulasi darah mirip dengan sel mast besar yang terletak tepat di sisi luar kapiler dalam tubuh (Dharmawan, 2002). Basopenia atau penurunan jumlah sel basofil dalam sirkulasi darah dapat terjadi karena reaksi stres dan terapi steroid dalam jangka panjang. Peningkatan jumlah basofil atau basofilia dalam sirkulasi darah mengindikasi bahwa, telah terjadi peradangan akut yang menyebabkan hipersensitivitas (Melvin dan William, 1993). Dharmawan (2002) menambahkan, basofilia pada hewan jarang terjadi, kalaupun ada, biasanya disertai oleh eosinofilia atau leukemia granulosit basofilik.

2.4.2 Leukosit Agranulosit

Sel darah putih yang digolongkan ke dalam agranulosit tidak memiliki granul sitoplasma spesifik, namun kadang mengandung granul azurofil yang tidak begitu spesifik. Lebih jauh lagi agranulosit ditandai oleh adanya memiliki inti lonjong, bulat dengan lekukan pada intinya yang khas (Dharmawan, 2002).

2.4.2.1 Limfosit

Proporsi limfosit pada babi berkisar antara 39 – 62% dari total leukosit. Limfosit kecil berukuran 6 – 9 µm, sedangkan yang besar berdiameter 12 – 15 µm. Limfosit besar merupakan bentuk yang belum dewasa (prolymphocytes). Limfosit kecil pada babi intinya memenuhi sel dengan sitoplasma tipis dan dapat mengandung butir azurofil. Sedangkan limfosit besar intinya agak cerah dan dan menunjukkan adanya bercak kromatin (Dharmawan, 2002).

Sel limfosit banyak dibentuk dan diproduksi dalam kelenjar limfe, timus dan limpa. Selain itu sel limfosit juga dibentuk dalam sumsum tulang belakang pasca kelahiran, namun yang diproduksi pada tempat ini jumlahnya lebih sedikit. Sel limfosit merupakan suatu sel pertahanan, sehingga menurut Melvin dan William (1993), limfosit sangat berperan dalam sistem kekebalan tubuh. Ada beberapa fungsi dari sel ini, sehingga menurut Tizard (2000) fungsi utama limfosit untuk

(12)

15 memproduksi antibody sebagai sel efektor khusus dalam menanggapi antigen yang terikat pada makrofag.

Sifat limfosit cenderung lentur dan mampu mengubah bentuk dan ukurannya sehingga dengan mudah dapat menerobos jaringan. Limfosit di aliran darah ada tiga tipe, yaitu sel T, sel B dan sel null. Pada ketiga jenis sel tersebut ada perbedaan (surface marker) yang dapat dibedakan dengan teknik sitokimia. Sel T berperan dalam imunitas seluler dengan proporsi 70 – 75%. Sel B berperan dalam imunitas humoral dengan proporsi sedikit hanya 10 – 20%, beberapa diantaranya tumbuh menjadi sel plasma. Sedangkan limfosit null hanya mencapai 10 - 15% (Dharmawan, 2002).

Menurut Guyton (1997), Limfosit memiliki masa hidup berminggu-minggu, berbulan–bulan atau bahkan bertahun-tahun, namun hal ini akan bergantung pada kebutuhan sel ini dalam tubuh. Kondisi yang stress dan pengaruh setelah vaksinasi dapat meningkatkan jumlah limfosit (limfositosis), selain itu juga dipengaruhi oleh kondisi penyembuhan infeksi akut. Penurunan persentase limfosit (limfositopenia) terjadi akibat infeksi viral.

2.4.2.2 Monosit

Leukosit terbesar adalah monosit dengan diameter 15 – 20 µm dan berjumlah 2 – 10% dari seluruh jumlah leukosit (Dharmawan, 2002). Monosit dapat dibedakan dari limfosit dari segi bentuk yang bervariasi, selain itu jumlah sitoplasma monosit lebih sedikit dari limfosit serta sitoplasma limfosit lebih basofilik daripada monosit. Inti monosit dapat berbentuk bundar, berbentuk ginjal, band-shape atau berbelit – belit (ameboid) dengan kromatin yang longgar atau sedikit mengelompok. Inti memiliki satu sampai tiga inti, tetapi tidak tampak pada sediaan ulas darah. Sitoplasma berwarna biru abu – abu dan sering berisi vakuola dengan variasi ukuran. Kadang ditemukan debu merah muda atau butiran ungu kemerahan pada sitoplasma (Harvey, 2010).

Monosit berkembang menjadi makrofag setelah mencapai jaringan. Jika di dalam darah monosit tidak akan pernah menjadi dewasa. Jaringan yang ditempati oleh makrofag ialah sinusoid hati, sumsum tulang, alveoli paru – paru dan

(13)

16 jaringan limfoid. Dalam sel darah putih, jumlah monosit mencapai 0 – 10% dari total keseluruhan komponen (Dharmawan, 2002).

Fungsi utama dari monosit adalah untuk mengeliminasi mikroorganisme yang masuk ke dalam tubuh. Peran lainnya adalah sebagai proses dan mengatur respon imun melalui presentasi antigen pada sistem kekebalan tubuh dan sekresi sitokin, mengubah faktor pertumbuhan, modulasi respon radang melalui faktor pertumbuhan hematopoietik, inisiasi peradangan, produksi sitokin dan kemokin, pengaturan metabolisme besi, menghilangkan jaringan rusak dan mati, serta interaksi dengan sel – sel tumor (Weiss dan Wardrop, 2010).

Gambaran normal masing-masing jenis leukosit babi dapat dilihat pada Gambar 2.3.

(14)

17 Gambar 2.3. Gambaran sel darah putih normal pada babi. A: eosinofil, B: basofil,

C: limfosit menengah, D: limfosit kecil dan besar, E: monosit, F: neutrofil 2.5 Leukositosis

Leukositosis adalah suatu gambaran darah berupa peningkatan jumlah absolute dari sel-sel leukosit, neutrofil, eosinofil, basofil, monosit, dan limfosit di atas nilai normal. Secara berurutan gambaran darah yang demikian itu dikenal sebagai leukositosis, neutrofilia, eosinofilia, basofilia, monositosis, dan limfositosis.

Penyebab terjadinya leukositosis, yaitu infeksi umum: septicemia, pasteurelosis, salmonelosis, infeksi lokal: oleh bakteri streptokokus, stapfilokokus, korine bacterium, dan bakteri nanah lainnya. Pada prinsipnya, bakteri yang masuk ke dalam tubuh akan memproduksi toksin yang dapat masuk ke dalam jaringan maupun sel leukosit itu sendiri. Sebagai responnya, akan terjadi kenaikan jumlah leukosit (Dharmawan, 2002).

Selanjutnya, Dharmawan (2002) menjelaskan penyebab lain terjadinya leukositosis, yaitu tumor, trauma, leukimia dan keracunan Pb, Hg, serta racun ular yang menyebabkan terjadinya kenaikan leukosit. Tingkatan leukositosis dapat dipengaruhi oleh spesies, berat tidaknya infeksi, virulensi agen penyakit, kepekaan inang.

bersegmen, G-H: neutrofil Band (Pewarnaan Giemsa, pembesaran 10 mm) (Karalyan et al., 2012)

(15)

18 2.6 Kerangka Konsep 2.7 Hipotesis Babi Landrace Pemeliharaan secara intensif Biaya ransum komersial mahal

Pemberian eceng gondok dari perairan tercemar Pb dalam ransum dapat meningkatkan total dan

diferensial leukosit Ransum ditambahkan eceng gondok dari perairan tercemar

timbal (Pb)

Timbal (Pb) merupakan logam berat yang bersifat

neurotoksin dan terakumulasi dalam tubuh

(16)

19 Hipotesis yang dapat diajukan dalam penelitian ini adalah pemberian eceng gondok yang berasal dari perairan tercemar Pb dapat meningkatkan total dan diferensial leukosit babi tersebut.

Gambar

Gambar 2.1 American Landrace (Kitsteiner, 2014)
Gambar 2.2. Eceng Gondok (Eichornia crassipes)  (Dbenbenn, 2006)
Tabel 2.1 Dosis Keracunan Timbal pada Beberapa Ternak

Referensi

Dokumen terkait

Rata-rata total leukosit, eosinofil, neutrofil, basofil, limfosit, dan monosit pada sapi pejantan unggul pada kelompok A lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok B,

Sebanyak tiga ekor kucing kampung memiliki jumlah leukosit total, neutrofil, limfosit, eosinofil dan basofil dalam nilai interval normal.. Kata kunci: leukosit, kucing

Air dibumi digolongkan menjadi dua, yaitu : a. Air tanah dibagi menjadi dua yaitu air tanah preatis dan air tanah artesis. 1) Air tanah preatis yaitu air tanah yang letaknya

Pada kasus klinis berat ditemukan hitung limfosit yang rendah, serta hasil monosit, basofil, dan eosinofil lebih rendah pada pasien Covid-19 dengan klinis berat.. (21) ARDS

RBC EOSINOFIL BASOFIL NETROFIL LIMFOSIT MONOSIT TROMBOSIT HARGA NORMAL FUNGSI STRUKTUR KORELASI KLINIS..  increasing the size of the

Selain itu anemia pada keganasan hematologis terjadi karena tidak diproduksinya sel darah merah yang cukup karena produksi leukosit yang lebih dari batas normal

perpindahan leukosit melintasi endotelium seperti PECAM, yang kerjanya bersama dengan molekul kemokontraktan yang diproduksi oleh endotel, otot polos, dan monosit

ERNOVIANA, M.Kes NIP.19601118 198701 2 001 Pengertian Hitung differensial merupakan bagian dari darah lengkap yang terdiri dari 5 tipe leukosit neotrofil, eosinofil, basofil, monosit,