• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Secara linguistik, analisa atau analisis adalah kajian yang dilaksanakan terhadap

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Secara linguistik, analisa atau analisis adalah kajian yang dilaksanakan terhadap"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

14 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Analisis

2.1.1 Pengertian Analisis

Secara linguistik, analisa atau analisis adalah kajian yang dilaksanakan terhadap sebuah bahasa guna meneliti struktur bahasa tersebut secara mendalam. Menurut Kamus Besar Bahasan Indonesia, analisis adalah penguraian suatu pokok atas berbagai bagiannya dan penelaahan bagian itu sendiri serta hubungan antar bagian untuk memperoleh pengertian yang tepat dan pemahaman arti keseluruhan. Dwi Prastowo Darminto & Rifka Juliyanti, analisis merupakan penguraian suatu pokok atas berbagai bagiannya dan penelaahan bagian itu sendiri, serta hubungan antar bagian untuk memperoleh pengertian yang tepat dan pemahaman arti keseluruhan

Analisis secara umum sering juga disebut dengan pembagian. Dalam logika, analisis atau pembagian berarti pemecah belahan atau penguraian secara jelas berbeda ke bagian-bagian dari suatu keseluruhan. Untuk lebih seksama dapat juga mengadakan subbagian, yakni menguraikan atau memecah belah dari suatu bagian sampai ke unsur dasarnya. Dengan dasar batasan arti tersebut maka yang dapat dianalisis atau diuraikan adalah sesuatu keseluruhan, jika betul-betul tunggal tidak dapat diuraikan ke bagian-bagiannya.

Bagian dan keseluruhan selalu berhubungan. Suatu keseluruhan adalah terdiri atas bagian-bagian, oleh karena itu dapat dipecah-belahkan dan diuraikan. Bagian yang

(2)

15

merupakan hal-hal yang menyusun suatu keseluruhan maka keseluruhan dapat dibagi-bagi. Sebelum membahas tentang analisis perlu juga dijelaskan terlebih dahulu tentang keseluruhan.

Keseluruhan pada umumnya dibedakan antara keseluruhan logik dan keseluruhan realis. Keseluruhan logik atas dasar konsepnya, sedang keseluruhan realis atas dasar materinya, misal istilah “manusia” dapat dari segi konsep dan dapat juga dari segi orangnya. Keseluruhan logik adalah keseluruhan yang dapat menjadi predikat masing-masing bagiannya, misal:”tumbuh-tumbuhan” sebagai suatu keseluruhan, dan “mangga”, “durian”, “pepaya” sebagai bagian-bagiannya, sehingga dapat dinyatakan mangga adalah tumbuh-tumbuhan, durian adalah tumbuhan-tumbuhan dan pepaya adalah tumbuh-tumbuhan. Demikian juga manusia sebagi suatu konsep yang terdiri atas pelbagai bangsa dapat digunakan predikat masing-masing bangsa tersebut, misal: bangsa Indonesia adalah manusia, bangsa Israel adalah manusia, bangsa Arab adalah manusia. Keseluruhan realis adalah keseluruhan yang tidak dapat dijadikan predikat masing-masing bagiannya, misal “rumah” sebagai suatu keseluruhan, dan “kamar” sebagai bagiannya, maka tidak dapat dinyatakan bahwa kamar adalah rumah. Dalam penggunaan biasa yang dimaksudkan dengan suatu keseluruhan adalah keseluruhan realis, sedangkan keseluruhan logik adalah suatu konsep universal, dan bagian-bagiannya adalah hal-hal yang tercakup di dalamnya.

2.1.2 Macam-Macam Analisis

Jika keseluruhan dapat dibedakan antara keseluruhan logik dan keseluruhan realis, maka analisis atau pembagian dibedakan juga atas dua kelompok: analisis logik yaitu penguraian atas dasar konsepnya, dan analisis realis yaitu penguraian atas dasar bendanya.

(3)

16 a) Analisis logik

Analisis logik adalah pemecahbelahan sesuatu ke bagian-bagian yang membentuk keseluruhan atas dasar prinsip tertentu. Pemecah belahan ini menjelaskan keseluruhan atau himpunan yang membentuk term sehingga mudah dibeda-bedakan. Analisis logik dibedakan atas dua macam, analisis universal dan analisis dikotomi.

1) Analisis universal merupakan pemerincian atau penguraian suatu genus dibagi ke dalam semua spesiesnya, atau juga dirumuskan pemecah-belahan term umum ke term-term khusus yang menyusunnya. Analisis universal untuk hal-hal yang kompleks susunannya, analisis universal mungkin tidak tepat, bahkan untuk hal-hal yang tidak dapat semua diketahui, analisis universal tidak dapat diterapkan karena mungkin ada sesuatu bagiannya yang belum dapat diketahui. 2) Analisis dikotomi merupakan pemecah-belahan sesuatu dibedakan menjadi dua

kelompok yang saling terpisah, yang satu merupakan term positif dan yang lain term negatif. Analisis dikotomi ini didasarkan atas hukum logika “prinsip eksklusi tertii”, yakni prinsip penyisihan jalan tengah. Analisis dikotomi harus menentukan suatu diferensia yang dipilih berbentuk term positif dan kebalikannya membentuk term negatif. Contoh analisis sebagaimana berlaku di Indonesia tentang pembagian ilmu yang pada umumnya dibedakan atas dua macam, yaitu ilmu dibedakan atas eksakta dan non eksakta. Term eksakta adalah term positif dan term non eksakta adalah term negatif. Contoh analisis dikotomi sebagaimana dikemukakan oleh Phorphyry dalam karyanya Isagoge tentang klasifikasi alam semesta yakni dari summum genus berupa substansi ke infirma spesies yaitu manusia, atau juga dari term yang paling umum ke term

(4)

17

yang paling khusus yang menyusunnya. Metode analisis dikotomi ini sederhana dan lengkap di samping itu juga tegas, adapun kekurangannya ialah bahwa bagian yang negatif dari dikotomi itu mungkin tidak beranggota (kosong) dan seandainya mempunyai anggota juga tidak dapat diperoleh keterangan mengenai anggota-anggota tersebut, karena anggota-anggota itu tidak dapat dibagi-bagi lebih lanjut.

b) Analisis realis

Analisis realis yaitu pemecah-belahan berdasarkan atas susunan benda yang merupakan kesatuan atau atas dasar sifat perwujudan bendanya. Analisis realis dibedakan menjadi dua macam, analisis esensial dan analisis aksidental.

1) Analisis esensial merupakan pemecah-belahan sesuatu hal ke unsur dasar yang menyusunnya.

2) Analisis aksidential merupakan pemecah-belahan sesuatu hal berdasarkan sifat-sifat yang menyertai perwujudannya.

2.1.3 Hukum-Hukum Analisis

Dalam analisis ada aturan-aturan tertentu yang menjadi petunjuk untuk mengadakan analisis secara ideal supaya hasilnya tidak menimbulkan kesalahan-kesalahan dan kekurangan-kekurangan.

1) Analisis atau pembagian harus berjalan menurut sebuah asas tunggal, yakni harus mengikuti prinsip atau sudut pandangan sama. Sesuatu asas dapat dipilih sehubungan dengan maksud tujuan analisis, tetapi apabila sekali telah dipilih maka hendaknya jangan diubah selama proses analisis berlangsung

(5)

18

2) Analisis atau pembagian harus lengkap dan tuntas, yakni spesies-spesies yang merupakan bagian-bagian penyusunnya bila dijumlahkan harus sama dengan genusnya

3) Analisis atau pembagian harus jelas terpisah antar bagiannya, yakni spesies-spesies penyusun genus terpisah yang satu dengan yang lain. Prinsip ini jelas jika dilanggar akibatnya ialah bahwa spesies-spesies itu

2.2 Pengertian Pendidikan

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (UU No. 20 Tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional). Menurut Ki Hajar Dewantara, pendidikan adalah segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak, agar sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapatlah mendapat keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tinginya (Majelis Luhur Persatuan Taman Siswa, 1962). Menurut John Dewey, pendidikan adalah tuntutan terhadap proses pertumbuhan dan proses sosialisasi anak. Dalam proses pertumbuhan ini anak mengembangkan dirinya ke tingkat yang makin lama makin sempurna, sesuai dengan teori evolusi Darwin (Soemadi Tj. 1981: 24).

Lebih lanjut Ki Hajar Dewantara (Sudjana,1983:67) mengemukakan bahwa “Manusia hanya dapat menjadi manusia karena pendidikan. Nilai-nilai yang perlu dikembangkan dalam proses pendidikan adalah menumbuh kembangkan potensi peserta didik untuk dapat berkreativitas karena kreativitas merupakan lambang suatu

(6)

19

masyarakat yang mampu mengungkapkan diri secara bebas, kritis terhadap lingkungannya, serta mampu berfikir dan bertindak di dalam dan terhadap dunia kehidupannya”.

2.3 Pengertian Anak

Anak adalah amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya(Undang-Undang Perlindungan Anak No. 23 Tahun 2002), anak adalah pribadi yang masih bersih dan peka terhadap rangsangan-rangsangan yang berasal dari lingkungan, Menurut John Locke (dalam Gunarsa, 1986). Menurut Augustinus (dalam Suryabrata, 1987), yang dipandang sebagai peletak dasar permulaan psikologi anak, mengatakan bahwa anak tidaklah sama dengan orang dewasa, anak mempunyai kecenderungan untuk menyimpang dari hukum dan ketertiban yang disebabkan oleh keterbatasan pengetahuan dan pengertian terhadap realita kehidupan, anak-anak lebih mudah belajar dengan contoh-contoh yang diterimanya dari aturan-aturan yang bersifat memaksa. Sehingga dapat di simpulkan bahwa anak adalah manusia yang belum dewasa yang umumnya berumur di bawah 18 tahun dan masih rentan terhadap kesalahan sehingga perlu pengawasan dari manusia dewasa.

Anak menurut Undang-Undang Kesejahteraan Anak adalah seseorang yang belum mencapai umur 21 tahun dan belum pernah kawin. Dalam perspektif Undang-Undang Peradilan Anak, anak adalah orang yang dalam perkara anak nakal telah mencapai umur 8 (delapan) tahun tetap ibelum mencapai umur 18 tahun dan belum pernah kawin.

(7)

20 2.4 Pengertian Sekolah

Sekolah adalah bangunan atau lembaga untuk belajar dan mengajar serta tempat menerima dan memberi pelajaran menurut tingkatan yang ada menurut kamus besar bahasa indonesia. Suatu sekolah dikatakan baik apabila penampilan sarana dan prasarana sekolah tersebut mencukupi, terutama sarana praktek. Dan infrastruktur yang baik adalah sarana dan prasarana yang berjalan sesuai fungsinya (Azahari. 2002). Menurut sulastiyono (1999), yang dimaksud fasilitas adalah penyediaan perlengkapan-perlengkapan fisik untuk memberikan kemudahan kepada para pemakai dalam melaksanakan aktivitas-aktivitasnya, sehingga segala kebutuhan dapat terpenuhi. Fasilitas-fasilitas yang dimiliki oleh lembaga pendidikan seperti sekolah, sebaiknya merupakan fasilitas yang dapat menunjang kegiatan belajar-mengajar agar dapat berjalan dengan baik dan mencapai hasil yang maksimal. Jenis-jenis fasilitas itu antara lain dapat berupa perpustakaan, laboratorium, pusat komputer dan internet, program pendidikan bahasa, dan sebagainya.

2.5 Pengertian Anak Putus Sekolah

Putus sekolah merupakan persoalan yang dihadapi oleh semua negara miskin. Putus sekolah atau drop out berarti ketidakmampuan seseorang untuk melanjutkan pendidikannya hingga jenjang yang lebih tinggi. Semakin tinggi angka putus sekolah mengindikasikan semakin rendahnya mutu atau kualitas pendidikan di negara yang bersangkutan. Angka putus sekolah atau drop out yang tinggi mempersulit peluang anak-anak untuk menempuh SD atau SLTP hingga selesai dan kemudian melanjutkan pada jenjang berikutnya. Artinya anak yang mengalami putus sekolah sulit untuk dapat melanjutkan pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi.

(8)

21

”Putus sekolah, dalam bahasa Inggris dikenal dengan (Drop Out) adalah proses berhentinya siswa secara terpaksa dari suatu lembaga pendidikan tempat dia belajar. Drop out perlu dicegah karena hal ini dipandang sebagai pemborosan biaya yang sudah terlanjur dikeluarkan sebelumnya. Banyaknya peserta didik drop out adalah indikasi rendahnya produktivitas pendidikan” (Imron, 2004:33).

Anak putus sekolah adalah keadaan dimana anak mengalami keterlantaran karena sikap dan perlakuan orang tua yang tidak memberikan perhatian yang layak terhadap proses tumbuh kembang anak tanpa memperhatikan hak – hak anak untuk mendapatkan pendidikan yang layak. Undang – Undang nomor 4 tahun 1979, anak terlantar diartikan sebagai anak yang orang tuanya karena suatu sebab, tidak mampu memenuhi kebutuhan anak sehingga anak menjadi terlantar.

Menurut Departemen Pendidikan di Amerika Serikat, mendefinisikan bahwa anak putus sekolah adalah murid yang tidak dapat menyelesaikan program belajarnya sebelum waktunya selesai atau murid yang tidak tamat menyelesaikan program belajarnya. Anak putus sekolah (drop out) adalah anak yang karena suatu hal tidak mampu menamatkan pendidikan pada jenjang pendidikan dasar maupun menengah secara formal (Depag RI, 2003:4).

Menurut Djumhur dan Surya (1975: 179) jenis putus sekolah dapat dikelompokkan atas tiga yaitu:

1. Putus sekolah atau berhenti dalam jenjang. Putus sekolah dalam jenjang ini yaitu seorang murid atau siswa yang berhenti sekolah tapi masih dalam jenjang tertentu. Contohnya seoarang siswa yang putus sekolah sebelum menamatkan sekolahnya pada tingkat SD, SLTP, SLTA dan Perguruan Tinggi.

(9)

22

2. Putus sekolah di ujung jenjang. Putus sekolah di ujung jenjang artinya mereka yang tidak sempat menamatkan pelajaran sekolah tertentu. Dengan kata lain mereka berhenti pada tingkatan akhir dalam dalam tingkatan sekolah tertentu. Contohnya, mereka yang sudah duduk di bangku kelas VI SD, kelas III SLTP, kelas III SLTA dan sebagainya tanpa memperoleh ijazah.

3. Putus sekolah atau berhenti antara jenjang. Putus sekolah yang dimaksud dengan berhenti antara jenjang yaitu tidak melanjutkan pelajaran ketingkat yang lebih tinggi. Contohnya, seorang yang telah menamatkan pendidikannya di tingkatan SD tetapi tidak bisa melanjutkan pelajaran ketingkat yang lebih tinggi. Putus sekolah secara umum dapat diartikan sebagai orang/anak yang keluar dalam suatu sistem pendidikan sebelum mereka menamatkan pendidikan sesuai dengan jenjang waktu sistem persekolahan yang diikuti.

Dengan demikian putus sekolah dapat pula diartikan tidak tamat/gagal dalam belajar ketingkat lanjut. Dan biasanya orang yang gagaldalam suatu proses kegiatan pendidikan yang terkait dengan tingkat jenjang maupun waktu belajar sebagaimana telah ditetapkan dapat di kategorikan sebagai orang yang gagal dalam pendidikan ataupun putus sekolah. Menurut Gubali (1982 ;76) putus sekolah terjadi karena dua bentuk kemungkinan yaitu:

1) Mengundurkan diri sekolah sebelum menamatkan pelajaran, dan 2) Gagal dalam menempuh ujian akhir.

Jadi, anak putus sekolah adalah keadaan dimana anak berhenti atau tidak melanjutkan pendidikannya ketingkat lebih tinggi karena berbagai macam alasan. Putus sekolah bisa juga disebabkan oleh dikeluarkannya (Droup out) seorang anak dari lembaga pendidikan karena anak tersebut mendapatkan masalah di sekolahnya.

(10)

23 2.5.1 Faktor Penyebab Anak Putus Sekolah

Ada beberapa faktor yang menyebabkan anak putus sekolah yaitu : 1) Kondisi ekonomi keluarga

Latar belakang sosial ekonomi keluarga siswa perlu dipertimbangkan karena akan mempengaruhi keberhasilan pendidikan. Perhatian terutama diberikan pada anak-anak yang berasal dari lingkungan keluarga yang kurang menguntungkan misalnya kemiskinan. Beberapa indikator latar belakang sosial ekonomi sebagaimana dikemukakan oleh Supriadi (1997:33) adalah sebagai berikut:

1. Pendidikan orang tua 2. Pekerjaan orang tua 3. Penghasilan orang tua 4. Tempat tinggal

Selain indikator diatas, menurut kriteria Herbert Sorenson (Nasution,2004:25) ‘tingkat status sosial ekonomi dilihat dari pekerjaan orang tua, penghasilan dan kekayaan tingkat pendidikan orang tua, keadaan rumah dan lokasi, pergaulan dan aktivitas sosial’

Peran status ekonomi terhadap putus sekolah

Status atau keadaan ekonomi sebuah keluarga adalah faktor eksternal yang mempengaruhi berhasil atau tidaknya pendidikan seseorang. Namun meskipun faktor eksternal, bukan berarti tidak berpengaruh. Status ekonomi yang dimiliki oleh keluarga sangat besar pengaruhnya baik langsung maupun tidak langsung. Telah banyak penelitian yang berhasil mengungkap besarnya pengaruh kondisi ekonomi keluarga terhadap kemampuan untuk menyelesaikan suatu jenjang pendidikan.

(11)

24

Anak usia sekolah selain harus terpenuhi kebutuhan pokoknya, misalnya kebutuhan untuk makan, pakaian, perlindungan kesehatan dan lain-lain, juga membutuhkan berbagai fasilitas belajar. Sedangkan fasilitas belajar itu hanya dapat terpenuhi jika keluarga mempunyai cukup uang.

Tingginya angka putus sekolah tidak dapat dipungkiri berawal dari ketidakmampuan ekonomi keluarga. Meskipun anak dan orang tua memiliki keinginan yang sangat besar untuk tetap bersekolah hingga selesai, tetapi kenyataannya mereka hidup serba kekurangan maka tidak ada pilihan lain selain berhenti dari lembaga persekolahan. Bagi masyarakat yang hidup dibawah garis kemiskinan, jangankan menyisishkan pendapatannya untuk biaya sekolah, untuk kebutuhan pokok pun sering kali kekurangan.

Kemiskinan menurut BPS adalah ketidakmampuan untuk memenuhi standar minimum kebutuhan dasar yang meliputi kebutuhan makanan dan non makanan. Di negara berkembang, kemiskinan sering kali mempengaruhi penduduk di pedesaan dimana pengeluaran pemerintah daerah cenderung lebih rendah dari pada perkotaan. Kemiskinan sebagai gejala sosial lebih banyak berkaitan dengan sikap hidup penduduk miskin yang tidak punya keinginan untuk maju dan berusaha memperbaiki taraf kehidupan. Kemiskinan akan mempengaruhi kesempatan seseorang untuk memperoleh pendidikan.

2) Pengaruh teman yang sudah tidak sekolah 3) Sering membolos

4) Kurangnya minat untuk meraih pendidikan/ mengenyam pendidikan dari anak itu sendiri

(12)

25

2.5.2 Kondisi-Kondisi yang Berhubungan dengan Putus Sekolah

1) Kondisi Sosial Orang Tua

Kondisi sosial orang tua yang menyebabkan angka putus sekolah meliputi tingkat pendidikan dan jenis pekerjaan. Latar pendidikan orang tua yang berhasil dihimpun oleh peneliti menunjukkan bahwa sebagian besar orang tua dari anak yang mengalami putus sekolah latar pendidikannya masih rendah. Kurangnya pengetahuan dapat menyebabkan kurangnya bimbingan yang diberikan orangtua untuk anaknya, sehingga akan berpengaruh pada kualitas pendidikan anak itu sendiri. Meskipun latar pendidikannya rendah, semua orang tua tetap memberikan motivasi agar anaknya tetap melanjutkan sekolah. Alasan yang diungkap antara lain, karena perkembangan jaman sehingga muncul arus globalisasi yang menuntut seseorang untuk meningkatkan kualitas seorang individu. Alasan lainnya yaitu karena pengalaman orang tua yang berpendidikan rendah, sehingga orang tua tidak menginginkan anaknya mengalami hal yang sama. Alasan untuk orang tua yang berpendidikan SMA, adalah orang tua tidak ingin anaknya berpendidikan lebih rendah dari pada orang tuanya, sehingga pendidikan anak harus lebih tinggi atau sama. Jenis pekerjaan orang tua dari anak yang mengalami putus sekolah kebanyakan adalah menciptakan usaha sendiri atau wiraswasta. Tetapi ada juga yang menjadi pegawai di pabrik. Jenis pekerjaan ini berkaitan erat dengan pendidikan yang ditamatkan. Jika pendidikan rendah, maka akan memilih pekerjaan yang tidak memerlukan keahlian khusus.

2 ) Kondisi Ekonomi Orang Tua

Kondisi ekonomi orang tua yang menyebabkan angka putus sekolah meliputi tingkat pendapatan dan beban tanggungan keluarga. Tingkat pendapatan berkaitan juga

(13)

26

dengan jenis pekerjaan. Sebagian dari orang tua anak yang putus sekolah adalah seorang wiraswasta, sehingga pandapatan mereka juga tidak dapat dipastikan.

3) Kondisi Psikologis Anak

Kondisi psikologis yang paling mempengaruhi adalah motivasi. Motivasi berpengaruh penting pada keputusan seseorang untuk melanjutkan sekolah atau tidak. Meski semua orang tua telah memberi motivasi pada anak-anaknya, tetapi keputusan ini bergantung pada anak itu sendiri. Dari penyebab awal yaitu rasa malas, maka berkembang menjadi sering membolos. Sehingga pihak sekolah terpaksa mengembalikan ke orang tua.

2.5.3 Karakteristik Siswa Putus Sekolah

Penelitian awal berfokus pada karakteristik individual siswa yang putus sekolah, termasuk sejumlah faktor demografi dan sosial seperti status sosial ekonomi, ras dan etnis, jenis kelamin, dan status cacat. Hidup dalam kemiskinan, saat sedang sekolah di SD, SMP dan SMA adalah salah satu dari beberapa faktor yang secara signifikan berkorelasi dengan dropout. Siswa berusia 16 sampai 24 dari latar belakang sosial ekonomi tingkat atas tujuh kali lebih mungkin untuk lulus daripada yang dari kuartil sosial ekonomi terendah. Meskipun karakteristik demografi terkait dengan kelurga yang dropout tidak bisa diubah oleh sekolah, indikator ini dapat digunakan untuk mengidentifikasi kelompok-kelompok siswa yang mungkin beresiko untuk dropout dan yang mungkin mendapatkan manfaat dari layanan yang ditargetkan untuk meningkatkan tingkat kelulusan (Hammond et al. 2007).

Sementara studi awal difokuskan pada karakteristik individu dan kondisi yang dapat digunakan untuk memprediksi mana siswa yang akan dropout, penelitian telah diperluas untuk menyelidiki faktor tambahan berbasis rumah, masyarakat, dan sekolah,

(14)

27

yang sering mempengaruhi tingkat kelulusan. Faktor tersebut banyak dipengaruhi oleh upaya intervensi. Prestasi akademik siswa yang rendah, siswa yang mengulang atau kelebihan usia, dan sering membolos, secara signifikan terkait dengan dropout, baik di SD, SMP, dan SMA. Faktor-faktor ini mudah diidentifikasi dan mungkin menjadi sasaran upaya pencegahan dropout.

Pengalaman siswa terkena dampak sekolah, apakah mereka akan lulus dari SMA, kinerja akademik dan keterlibatan mereka di sekolah, merupakan indikator utama peluang dropout. Kinerja akademis yang buruk, yang diukur dengan nilai rendah, gagal kursus, atau nilai tes rendah, merupakan salah satu indikator dropout. Sejumlah penelitian juga menemukan kombinasi, antara kegagalan dalam pelajaran inti dalam kelas, kehadiran yang buruk, dan pernah mendapat peringatan buruk dari para guru, berhubungan dengan dropout. Siswa juga dapat secara psikologis melepaskan diri dari sekolah, tidak berharap untuk lulus, dan tidak memiliki rencana akademik untuk lulus SMA. Selain itu, perilaku mengganggu di kelas dapat menunjukkan proses pelepasan siswa. Perilaku yang mengganggu pengajaran dan pembelajaran siswa dapat mencakup tindakan impulsif, menentang otoritas, berdebat dengan teman sebaya, dan / atau melanggar peraturan sekolah. Siswa yang menunjukkan perilaku mengganggu di ruang kelas mengalami kesulitan baik akademik dan psikososial dan bisa menghambat pelajaran di sekolah.

Meningkatnya perilaku yang tidak patut di ruang kelas, menyebabkan bertambah ketatnya tata tertib dan dan menurunkan prestasi akademik. Selain itu, perilaku mengganggu di kelas dan kenakalan, terutama ketika kegiatan tersebut dimulai di kelas SD. Pelanggaran disiplin di sekolah dasar, SMP, dan SMA juga berhubungan dengan dropout, karena memiliki perilaku antisosial termasuk mendapatkan masalah dengan polisi, tindak kekerasan, dan penyalahgunaan obat-obatan. Bahkan setelah mengontrol

(15)

28

karakteristik demografi siswa dan prestasi akademik, Rumberger (2004) menemukan bahwa kurangnya keterlibatan siswa di sekolah secara signifikan berhubungan dengan dropout. Hasil penelitian menunjukkan retensi tidak memiliki efek positif pada prestasi siswa dan siswa yang ditunda, secara signifikan lebih mungkin mengalami masalah disiplin dan dropout. Alexander, Entwistle dan Horsey (1997) melaporkan bahwa 63% siswa sekolah menengah dan 64% siswa SD yang ditunda kenaikannya, kemudian gagal mendapatkan ijazah SMA.

2.6 Praktek Pekerjaan Sosial Dengan Anak Dalam Penanganan Anak Putus Sekolah

Persoalan putus sekolah merupakan tantangan bagi pekerja sosial. Data dari susenas menyebutkan ratusan ribu pelajar terancam putus sekolah, mereka berasal dari keluarga miskin. Anak usia sekolah dari keluarga miskin inilah yang potensial keluar dari bangku sekolah sebelum mengantongi ijazah.

Dua solusi untuk menolong anak putus sekolah yang tidak mampu yang baik adalah:

1. Membangun sekolah rakyat yang baik diperuntukkan bagi anak terlantar dan tidak mampu. Tidak dipungut biaya apa pun dikarenakan ketidaksanggupan membiayainya karena kemiskinan di mana pendirian sekolah tersebut seluruhnya ditanggung pemerintah setempat. Pemerintah setempat memiliki kewajiban melindungi dengan sikap tegas. Sekolah rakyat tersebut disetarakan dengan SD, SMP, SMA.

2. Jika negara dan pemerintah setempat tidak sanggup membiayai pembangunan sekolah bahkan yang sederhana sekali pun, kita, terutama warga negara yang memiliki penghasilan besar seharusnya memberikan perhatiannya kepada anak miskin yang putus sekolah.

(16)

29

Menurut UU Kesejahteraan Sosial No.11 Tahun 2009 Pasal 8 menegaskan bahwa, masyarakat mempunyai peranan untuk membantu pemerintah. Masyarakat diberi kesempatan yang seluas-luasnya untuk mengadakan usaha kesejahteraan sosial selaras dengan garis kebijaksanaan dan ketentuan pemerintah. Oleh Walter A. Friedlander, mengutarakan bahwa konsep dan istilah kesejahteraan sosial dalam pengertian program yang ilmiah baru saja dikembangkan sehubungan dengan masalah sosial dari pada masyarakat kita yang industrial.

Kemiskinan, kesehatan yang buruk, penderitaan dan disorganisasi sosial telah ada dalam sejarah kehidupan umat manusia, namun masyarakat yang industrial dari abad ke 19 dan 20 ini menghadapi begitu banyak masalah sosial sehingga lembaga-lembaga insani yang sama seperti keluarga, ketetanggaan, gereja, dan masyarakat setempat tidak mampu lagi mengatasinya secara memadai. Berikut ini beberapa defenisi yang menjelaskan arti kesejahteraan sosial. W.A Fridlander mendefenisikan : “Kesejahteraan sosial adalah sistem yang terorganisir dari usaha-usaha dan lembaga-lembaga sosial yang ditujukan untuk membantu individu maupun kelompok dalam mencapai standar hidup dan kesehatan yang memuaskan serta untuk mencapai relasi perseorangan dan sosial yang dapat memungkinkan mereka mengembangkan kemampuan-kemampuannya secara penuh untuk mempertinggi kesejahteraan mereka selaras dengan kebutuhan-kebutuhan keluarga dan masyarakat” (Muhaidin, 1984: 1-2)

Defenisi di atas menjelaskan :

1. Konsep kesejahteraan sosial sebagai suatu sistem atau “organized system” yang berintikan lembaga-lembaga dan pelayanan sosial.

2. Tujuan sistem tersebut adalah untuk mencapai tingkat kehidupan yang sejahtera dalam arti tingkat kebutuhan pokok seperti sandang, pangan, papan, kesehatan dan juga relasi-relasi sosial dengan lingkungannya.

(17)

30

3. Tujuan tersebut dapat dicapai dengan cara, meningkatkan “kemampuan individu” baik dalam memecahkan masalahnya maupun dalam memenuhi kebutuhannya.

Dalam Kamus Ilmu Kesejahteraan Sosial disebutkan pula :

“Kesejahteraan Sosial merupakan keadaan sejahtera yang meliputi keadaan jasmaniah, rohaniah dan sosial tertentu saja. Bonnum Commune atau kesejahteraan sosial adalah kesejahteraan yang menyangkut keseluruhan syarat, sosial yang memungkinkan dan mempermudah manusia dalam memperkembangkan kepribadianya secara sempurna” (Suparlan, 1989: 53).

Sementara itu Skidmore, sebagaimana dikutip oleh Drs. Budie Wibawa, menuturkan : “Kesejahteraan Sosial dalam arti luas meliputi keadaan yang baik untuk kepentingan orang banyak yang mencukupi kebutuhan fisik, mental, emosional, dan ekonominya”(Wibawa, 1982: 13).

2.7 Upaya yang dilakukan lembaga pendidikan/pemerintah dalam mencegah terjadinya anak putus sekolah

1) Bantuan sosial kepada warga masyarakat yang kehilangan peranan sosial karena berbagai macam bencana (sosial maupun alamiah) atau akibat-akibat lain

2) Meyelenggarakan sistem jaminan sosial 3) Bimbingan, pembinaan dan rehabilitasi sosial 4) Pengembangan dan penyuluhan sosial

5) Menyelenggarakan pendidikan dan latihan khusus untuk membentuk tenaga-tenaga ahli dan keahlian di bidang kesejahteraan sosial

6) Memberi Motivasi karena dipandang sebagai dorongan mental yang mengerakkan dan menggarahkan perilaku manusia, termasuk perilaku belajar. Secara umum dapat dikatakan bahwa tujuan motivasi adalah untuk menggerakkan atau

(18)

31

menggugah seseorang agar timbul keinginan dan kemaunnya untuk melakukan sesuatu sehingga dapat memperoleh hasil atau tujuan tertentu (Purwanto 73:2007) 7) Melakukan Pembinaan. Menurut Yurudik Yahya (di akses 12 Maret 2013),

pembinaan adalah suatu bimbingan atau arahan yang dilakukan secara sadar dari orang dewasa kepada anak yang perlu dewasa agar menjadi dewasa, mandiri dan memiliki kepribadian yang utuh dan matang kepribadian yang dimaksud mencapai aspek cipta, rasa dan karsa.

8) Pendidikan Kesetaraan / Kejar Paket A, B dan C.

9) Berdasarkan Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 26 ayat (3), bahwa pendidikan kesetaraan adalah program pendidikan nonformal yang menyelenggarakan pendidikan umum setara SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA yang mencakup Program Paket A, Paket B, dan Paket C. Untuk memahami dan mengetahui tentang faktor-faktor penyebab anak putus sekolah di Kabupaten Seruyan Provinsi Kalimantan Tengah. Maka metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan pendekatan fenomologis.

2.8 Kerangka Pemikiran

Putus sekolah merupakan salah satu permasalahan pendidikan yang tak pernah berakhir. Masalah ini telah berakar dan sulit untuk dipecahkan penyebabnya, tidak hanya karena kondisi ekonomi, tetapi ada juga yang disebabkan oleh kekacauan dalam keluarga, dan lain-lain.

Pemerintah juga sebenarnya telah melakukan banyak program untuk membantu anak-anak sebagai generasi dalam pendidikan. Tetapi sebagaimana kita tahu, masalah putus sekolah ini tidak hanya berakar dari bagaimana program yang dijalankan

(19)

32

pemerintah tetapi juga dari dalam diri anak. Dengan kata lain, banyak faktor-faktor penyebabnya baik internal maupun eksternal.

Begitu juga dengan Pemerintah Kabupaten beserta Gubernur Kalimantan Tengah yang juga telah melakukan program yang bertujuan untuk menghilangkan istilah “daerah tertinggal” di Kabupaten Seruyan. Tetapi memang sulit untuk membuka pemikiran-pemikiran kolot dari orangtua dan juga motivasi bagi anak.

Kabupaten Seruyan adalah satu-satunya Kabupaten di Kalimantan Tengah yang terdaftar sebagai daerah tertinggal dalam Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP). Dan juga sebagai Kebupaten yang mengirim anak putus sekolah terbanyak ke Panti Sosial Bina Remaja UPT Dinas Sosial Provinsi Kalimantan Tengah untuk dibina.

(20)

33

BAGAN ALUR PEMIKIRAN

Panti Sosial Bina Remaja UPT Dinas Sosial Provinsi Kalimantan Tengah

Anak Putus Sekolah di Kabupaten Seruyan

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi

Pembahasan:

1) Kondisi Sosial Orang Tua 2 ) Kondisi Ekonomi Orang Tua 3) Kondisi Psikologis Anak

(21)

34 2.9 Definisi Konsep

Defensi konsep adalah istilah dari defenisi yang digunakan untuk menggambarkan secara abstraksi kejadian, keadaan kelompok atau individu yang menjadi pusat perhatian (Singarimbun, 1989 ; 33).

Konsep penelitian bertujuan untuk merumuskan istilah dan mendefenisikan istilah-istilah yang digunakan secara mendasar agar tecipta suatu persamaan persepsi dan tidak muncul salah pengertian pemakaian istilah yang dapat mengaburkan tujuan penelitian. Untuk memperjelas penelitian ini, maka peneliti membatasi konsep-konsep yang digunakan sebagai berikut :

a) Analisa atau analisis adalah kajian yang dilaksanakan terhadap sebuah masalah guna meneliti struktur masalah tersebut secara mendalam

b) Anak putus sekolah adalah keadaan dimana anak mengalami keterlantaran karena sikap dan perlakuan orang tua yang tidak memberikan perhatian yang layak terhadap proses tumbuh kembang anak tanpa memperhatikan hak – hak anak untuk mendapatkan pendidikan yang layak

2.10 Definisi Operasional

Defenisi operasional adalah unsur penelitian yang memberitahukan bagaimana mengukur suatu variabel (Singarimbun, 1989 : 33). Dengan defenisi operasional dapat diketahui indikator-indikator apa saja yang akan diukur dan dianalisa dalam variabel yang ada. Untuk memberikan kemudahan dalam memahami variabel dalam penelitian ini, maka diukur melalui indikator-indikator sebagai berikut:

1) Kondisi Sosial Orang Tua

Kondisi sosial orang tua yang menyebabkan angka putus sekolah meliputi tingkat pendidikan dan jenis pekerjaan. Kurangnya pengetahuan dapat

(22)

35

menyebabkan kurangnya bimbingan yang diberikan orangtua untuk anaknya, sehingga akan berpengaruh pada kualitas pendidikan anak itu sendiri.

2) Kondisi Ekonomi Orang Tua

Kondisi ekonomi orang tua yang menyebabkan angka putus sekolah meliputi tingkat pendapatan dan beban tanggungan keluarga. Tingkat pendapatan berkaitan juga dengan jenis pekerjaan.

3) Kondisi Psikologis Anak

Kondisi psikologis yang paling mempengaruhi adalah motivasi. Motivasi berpengaruh penting pada keputusan seseorang untuk melanjutkan sekolah atau tidak.

Referensi

Dokumen terkait

Para llevar un orden lógico a la hora de utilizar las herramientas vamos a plantear primero qué análisis vamos a realizar y en qué puntos vamos a centrarnos, hacer un

Menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “ANALISIS PENGARUH KOPERASI SIMPAN PINJAM TERHADAP USAHA MIKRO KECIL DAN MENENGAH DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM (Studi pada

Dalam UU Wakaf, pasal 62 yang menjelaskan tentang penyelesaian sengketa mengenai wakaf, disebutkan apabila penyelesian sengketa sebagaimana dimaksud pada ayat 1

Pada penelitian ini akan dibuat arang aktif dari tongkol jagung dan diaktivasi secara fisika dan kimia dengan aktivator KOH dimana KOH adalah agen yang paling efektif

Mitra tidak dapat mengangsur sesuai proyeksi bagi hasil dalam akad pembiayaan musyarakah yang ditetapkan oleh BMT Beringharjo Yogyakarta. Pembiayaan yang digunakan

Harriet Angwech, lecturer, Gulu University conducting research on trypanosome infections of domestic livestock in the post conflict districts of Amuru and Nwoya, northern

Adalah transaksi ini dicatat dalam jurnal penjualan atas dasar faktur penjualan yang dilampiri dengan surat order pengiriman dan surat muat yang diterima oleh