• Tidak ada hasil yang ditemukan

Laporan Tutorial

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Laporan Tutorial"

Copied!
107
0
0

Teks penuh

(1)

I. SKENARIO A BLOK 10 2012

Tn. Andi (30 tahun) dibawa ke IGD Rumah Sakit dengan keluhan tidak sadar dan kejang sejak 6 jam yang lalu. Keluarga pasien mengatakan bahwa sejak 10 hari yang lalu pasien mengalami demam yang diikuti dengan perasaan menggigil dan berkeringat. Pasien juga mengeluh lesu, nyeri kepala, nyeri pada tulang dan sendi, rasa tidak nyaman pada perut serta diare ringan. BAK berwarna seperti kopi. Selama sakit tidak ada keluhan bicara pelo dan tidak ada keluhan anggota gerak yang lemah sesisi. Sebelumnya di dapatkan riwayat bepergian ke Papua tiga minggu sebelum sakit. Tidak ada riwayat transfusi darah sebelumnya.

Pemeriksaan fisik:

Kesadaran GCS 9, TD: 110/70 mmHg, nadi 90x/menit, RR: 24x/menit, temperatur: 38,6◦C

Kepala-leher: pupil isokor, RC (+/+) N, konjungtiva palpebra anemis, sklera ikterik, kaku kuduk (-)

Thorax dalam batas normal

Abdomen: hepar dan lien tak teraba

Ekstremitas: reflek patella (+/+) N, dan reflek Babinsky (-). Pemeriksaan laboratorium:

Hb 4,6 mg/dl, GDS 145 mg%

Preparat darah tebal didapatkan delicate ring dan gametosit berbentuk pisang, kepadatan parasit 13.800/µL

Preparat darah tipis didapatkan hasil P.falciparum (+)

Pemeriksaan penunjang yang lain belum dikerjakan karena tidak ada fasilitas.

II. KLARIFIKASI ISTILAH

Tidak sadar : keadaan kehilangan kesadaran.

Kejang : suatu kondisi dimana otot tubuh berkontraksi dan berelaksasi secara cepat dan berulang oleh karena abnormalitas sementara dari aktifitas elektrik di otak, oleh karena kelainan cranial, ekstra cranial, dan metabolik.

Mengigil : kompensasi tubuh terhadap perubahan suhu tubuh yang lebih rendah dari set point berupa kontraksi otot secara involunter.

Demam : peningkatan temperatur diatas normal.

Bekeringat : reaksi tubuh untuk menurunkan suhu tubuh

Lesu : penurunan kemampuan untuk melakukan aktifitas kaena kekurangan energi.

(2)

Nyeri : perasaan sedih, menderita, atau agoni disebabkan oleh rangsangan saraf khusus.

Diare : pengeluaran tinja berair yang berkali-kali dan tidak normal. Bicara pelo : ketidakmampuan seseorang untuk mengucapkan suatu huruf,

atau menggantikan suatu huruf dengan huruf lainnya. GCS : (glasgow coma scale) penilaian tingkat kesadaran. Pupil isokor : kesamaan ukuran pupil kedua mata.

Anemis : penurunan dibawah normal dalam jumlah eritrosit, banyaknya hemoglobin, atau volume sel darah merah dalam darah.

RC (+/+) N :

Reflek patella : kontraksi otot quadriceps dan ekstensi tungkai bila lutut ditekuk.

Reflek Babinsky : dorsofleksi ibu jari kaki pada perangsangan telapak kaki, terjadi pada lesi yang mengenai traktus piramidalis, refleks normal pada bayi.

GDS : pemeriksaan gula darah sewaktu.

Delicate ring : cincin plasmodium falciparum fase tropozoit.

P.falciparum : spesies dari genus sporozoa yang bersifat parasit pada sel darah merah pada hewan dan manusia yang mengakibatkan malaria.

III. IDENTIFIKASI MASALAH

1. Tn. Andi (30 tahun) dibawa ke IGD Rumah Sakit dengan keluhan tidak sadar dan kejang sejak 6 jam yang lalu.

2. Sejak 10 hari yang lalu pasien mengalami: a. Demam diikuti menggigil berkeringat b. Lesu

c. Nyeri kepala

d. Nyeri tulang dan sendi e. Tidak nyaman pada perut f. Diare ringan

g. BAK berwarna seperti kopi

3. Pasien tidak ada keluhan bicara pelo dan keluhan anggota gerak yang lemah sesisi. 4. Pasien pergi ke Papua 3 minggu sebelum sakit.

(3)

a. Kesadaran GCS 9, TD: 110/70 mmHg, nadi 90x/menit, RR: 24x/menit, temperatur: 38,6◦C

b. Kepala-leher: pupil isokor, RC (+/+) N, konjungtiva palpebra anemis, sklera ikterik, kaku kuduk (-)

c. Thorax dalam batas normal

d. Abdomen: hepar dan lien tak teraba

e. Ekstremitas: reflek patella (+/+) N, dan reflek Babinsky (-). 6. Pemeriksaan laboratorium:

a. Hb 4,6 mg/dl, GDS 145 mg%

b. Preparat darah tebal didapatkan delicate ring dan gametosit berbentuk pisang, kepadatan parasit 13.800/µL

c. Preparat darah tipis didapatkan hasil P.falciparum (+)

d. Pemeriksaan penunjang yang lain belum dikerjakan karena tidak ada fasilitas.

IV. ANALISIS MASALAH

1. Tn. Andi (30 tahun) dibawa ke IGD Rumah Sakit dengan keluhan tidak sadar dan kejang sejak 6 jam yang lalu.

a. Apa penyebab Tn.Andi tidak sadar dan kejang? Penyebab Tn. Andi tidak sadar dan kejang :

1. Anemia hemolitik : eritrosit yang mengandung parasit cenderung bersifat mudah melekat pada eritrosit disekitarnya yang tidak terinfeksi, sel trombosit, dan endotel kapiler sehingga terjadi pembentukan roset dan penggumpalan didalam pembuluh darah yang dapat memperlambat sirkulasi darah. Akibatnya terjadi gangguan otak,ginjal dan syok.

Pada pemeriksaan laboratorium menunjukkan bahwa Hb Tn. Andi 4,6 mg/ul yang berarti bahwa Tn. Andi mengalami anemia berat. Sehingga terjadi iskemik dan pasokan oksigen mengalami penurunan di otak (hipoksia). Hipoksia menyebabkan sel otak melakukan respirasi anaerob, hal itu memacu terbentuknya asam laktat, sehingga terjadi asidosis metabolic (Ph turun), kemudian kerja Na-K ATPase pun terganggu (kerja pompa Na/K menurun), hal itu menyebabkan kelainan depolarisasi neuron sehingga memacu pelepasan neurotransmitter asetil kolin secara terus menerus. Pelepasan neurotransmitter asetil kolin secara terus menerus tersebut menyebabkan kejang.

2. Sitoadherensi : ialah perlekatan antara EP (parasit dalam eritrosit) stadium matur pada permukaan endotel vaskuler. Perlekatan terjadi dengan cara

(4)

molekul adhesif yang terletak dipermukaan knob EP melekat dengan molekul adhesif yang terletak dipermukaan endotel vaskuler.

3. Sekuestrasi : sitoadheren menyebabkan EP matur tidak beredar kembali dalam sirkulasi. Parasit dalam eritrosit matur yang tinggal dalam jaringan mikrovaskuler disebut EP matur yang mengalami sekuestrasi. Hanya P. falsiparum yang mengalami sekuestrasi, karena pada plasmodium lainnya seluruh siklus terjadi pada pembuluh darah perifer. Sekuestrasi terjadi pada organ-organ vital dan hampir semua jaringan dalam tubuh. Sekuestrasi tertinggi terdapat di otak, diikuti dengan hepar, ginjal, paru-paru, jantung, usus dan kulit.

Terbentuknya eritrosit knob (mengandung protein P.falciparum erythrosyte membrane protein 1/PfEMP-1) menyebabkan knob melekat dengan endotel, hal itu menyebabkan sekuestrasi EP di otak dan sitoadherens EP di endotel kapiler dan RBC lisis. RBC yang lisis menyebabkan Hb turun dan terjadilah anoksia / hipoksia jaringan. Hipoksia tersebut menyebabkan pasien tidak sadar (spoor).

4. Rosetting : ialah berkelompoknya EP matur yang diselubungi 10 atau lebih eritrosit yang non-parasit. Plasmodium yang dapat melakukan rosetting. Rosetting menyebabkan obstruksi aliran darah lokal atau jaringan sehingga mempermudah sitoadheren.

b. Mengapa keluhan tersebut baru dirasakan 6 jam yang lalu?

Keluhan tersebut dirasakan 6 jam yang lalu dikarenakan proses terjadinya anemia hemolitik, sitoadherensi, sekuestrasi dan rosettignya membutuhkan waktu lebih kurang 6 jam pembuluh darah yang tersumbat tidak terjadi secara tiba-tiba, tetapi memerlukan proses terlebih dahulu. Dimulai dari eritrosit yang menempel sedikit-demi sedikit diendotel kapiler hingga eritrosit yang menggumpal sudah banyak, maka saat itulah terjadi keluhan kejang dan tidak sadarkan diri.

c. Apa hubungan keluhan tersebut dengan usia dan jenis kelamin?

Tidak ada hubungan yang bermakna antara keluhan dengan usia dan jenis kelamin, beberapa faktor yang mempengaruhi yaitu:

1) Faktor parasit : intensitas transmisi , densitas parasit, virulensi parasit.

2) Faktor penjamu : tingkat endemisitas daerah tempat tinggal , genetic dan innate (thalassemia , G6PD), usia, status nutrisi, status imunologi.

(5)

2. Sejak 10 hari yang lalu pasien mengalami: 1) Demam diikuti menggigil dan berkeringat 2) Lesu

3) Nyeri kepala

4) Nyeri tulang dan sendi 5) Tidak nyaman pada perut 6) Diare ringan

7) BAK berwarna seperti kopi a. Bagaimana mekanisme keluhan?

1) Demam diikuti menggigil dan berkeringat:

Pecahnya sel darah merah yang terinfeksi Plasmodium dapat menyebabkan timbulnya gejala demam disertai menggigil. Periodisitas demam pada malaria berhubungan dengan waktu pecahnya sejumlah skizon matang dan keluarnya merozoit yang masuk aliran darah (sporulasi). Respon yang terjadi bila organisme penginveksi telah menyebar di dalam darah, yaitu pengeluaran suatu bahan kimia oleh makrofag yang disebut pirogen endogen (TNF alfa dan IL-1). Pirogen endogen ini menyebabkan pengeluaran prostaglandin, suatu perantara kimia lokal yang dapat menaikan termostat hipotalamus yang mengatur suhu tubuh. Setelah terjadi peningkatan titik patokan hipotalamus, terjadi inisiasi respon dingin, dimana hipotalamus mendeteksi suhu tubuh di bawah normal, sehingga memicu mekanisme respon dingin untuk meningkatkan suhu. Respon dingin tersebut berupa menggigil dengan tujuan agar produksi panas meningkat dan vasokonstriksi kulit untuk segera mengurangu pengeluaran panas.

2) Lesu:

Badan terasa lesu karena kekurangan darah (anemia) dan berkeringat, serta bisa juga karena diare. Penyebab utama anemia adalah adanya hemolysis dari erytrocyt yang mengandung parasit dan yang tidak, sedangkan tubuh tidak mampu untuk merecycle ikatan Fe dalam hemozoin yang tidak larut dalam perusakan retyculocyt oleh parasit. Terjadinya hemolysis erytrocyt menyebabkan peningkatan bilirubin dalam darah, dimana bilirubin adalah produk dari haemoglobin yang pecah. Hemozoin terbawa oleh sirkulasi leucocyt dan terdeposit dalam sistem reticuloendothelial.

Selain itu, mekanisme terjadinya lesu yang lain yaitu adanya gangguan yang disebabkan pembentukan rosette, gumpalan, dan adhesi endotel terhadap eritrosit yang terinfeksi parasit, pelepasan sitokin local dan respons imun

(6)

semuanya berperan dalam menyebabkan peripheral pooling dan hambatan oksigenasi jaringan. Akibatnya terjadi peningkatan asam laktat yang diikuti peningkatan rasio laktat/ piruvat, depresi respirasi mitokondria dan peningkatan molekul oksigen yang bersifat reaktif. Selain itu eritrosit yang mengalami lisisakibat adanya parasit Plasmodium falciparum mengakibatkan penurunan Hb yang mengangkut O2, sehingga, jaringan mengalami hipoksia ini juga berperan dalam menghasilkan asam laktat dan penurunan fungsional sel. Menumpuknya asam laktat ini menyebabkan terjadinya lesu baik akibat hambatan maupun ganggunan eritrosit itu sendiri.

3) Nyeri kepala:

Infeksi Plasmodium melepaskan toksin malaria atau GPI sehingga mengaktifasi magrofag dan mensekresikan IL 2  mengaktifasi sel Th  mensekresikan IL3  mengaktifasi sel mast  mensekresikan PAF (Platelet Activating Factor) yaitu pembawa pesan kimiawi yang menyebabkan inflamasi, pengerutan pembuluh darah, penggumpalan darah, dan akhirnya gangguan fungsi cerebral  mengaktifkan faktor hagemann (factor koagulasi atau penggumpalan)  sintesis bradikinin (bradikardin bersifat vasodilatasi, meningkatkan permeabilitas vaskuler, dsb)  merangsang/respon serabut saraf di otak  nyeri  sakit kepala.

4) Nyeri tulang dan sendi:

Sintesis dan pelepasan pirogen endogen (sitokin) terinduksi dari pirogen eksogen yang telah mengenali bakteri maupun jamur yang masuk ke dalam tubuh. Virus pun dapat menginduksi pirogen endogen melalui sel yang terinfeksi. Tidak hanya mikroorganisme; inflamasi, trauma, nekrosis jaringan, dan kompleks antigen-antibodi pun mampu menginduksi pirogen endogen.

Pirogen eksogen dan endongen akan berinteraksi dengan endotel dari kapiler-kapiler di circumventricular vascular organ sehingga meembuat konsentrasi prostaglandin-E2 (PGE2) meningkat. PGE2 yang terstimulus tidak hanya yang di pusat, tetapi juga PGE2 di perifer. Stimulus PGE2 di pusat akan memicu

(7)

hipotalamus untuk meningkatkan set point-nya dan PGE2 di perifer mampu menimbulkan rasa nyeri di tubuh.

5) Tidak nyaman pada perut: Mekanisme mual :

Nyamuk yang di dalam tubuhnya terdapat parasit malaria  menggigit manusia  sporozoit  sporozoit ke sel hati dan di parenkim hati melakukan perkembangan secara aseksual (skizogoni eksoeritrosit) selama 5,5 hari  skizoit  skizoit pecah menjadi mengeluarkan merazoid-merazoid  merazoid ke sirkulasi darah dan menyerang RBC  terbentuk eritrosit parasit (EP)  bereplikasi secara aseksual (skizogoni eritrosit)  parasit dalam eritrosit mengalami 2 stadium yaitu stadium cincin (tropozoid) dan matur (skizon)  permukaan membran EP stadium matur menonjol dan membentuk knob dengan HRP1 (komponen umum knob)  EP mengalami merogoni/skizogoni (pembelahan secara berulang)  melepaskan toksin malaria berupa GP1  GPI merangsang pelepasan TNF alpha, IL 1, IL 6, IL 3 dengan mengaktivasi makrofag  IL 3 mengaktivasi sel mast  pelepasan histamin  peningkatan asam lambung  nausea  perasaan perut tidak nyaman.

6) Diare ringan:

Parasit P.falciparum masuk ke RBC  toxin dikeluarkan sebagai reseptor di usus  melekat pada eritosit (sel absorptif usus)  merusak eritrosit  enzim intrasel usus meningkat  sekresi air meningkat  diare.

7) BAK berwarna seperti kopi:

Terjadinya BAK berwarna seperti kopi disebabkan oleh hemolisis intravaskuler, hal ini disebut “black water fever”, suatu kondisi yang berbahaya dengan infeksi dari Plasmodium falciparum. Gejalanya adalah akut, erytrocyt lysis, ditandai dengan banyak hemoglopin bebas dan bahan sel darah yang pecah didalam darah dan urine. Karena adanya hemoglobin dan serpihan darah lainnya dalam urine, warna urine menjadi gelap.

BAK berwarna seperti kopi : hemolisis intravascular  terdapat parasit dalah RBC  rangsang imun tubuh (antibody)  merusak RBC yang mengandung parasit ataupun tidak mengandung parasit  RBC lisis

(8)

intravascular Hb pecah  masuk ke sirkulasi sistemik  ke ginjal  black water fever.

b. Mengapa keluhan dirasakan sejak 10 hari yang lalu setelah perjalanan Tn.Andi ke Papua 3 minggu yang lalu?

Keluhan dirasakan sejak 10 hari yang lalu karena 10 hari yg lalu adalah masa tunas/inkubasi Plasmodium falcifarum. Parasit plasmodium falciparum membutuhkan waktu perkembangan/masa inkubasi selama 10-12 hari. Jadi bila di sesuaikan dengan skenario, saat Tn.Andi pergi ke papua (daerah endemik malaria) 3 minggu sebelum sakit, kemungkinan di sana Tn.Andi digigit oleh nyamuk anopheles betina yang mengandung plasmodium, parasit masuk ke tubuh Tn.Andi, kemudian berkembang dan saat 10 hr kemudian, Tn andi mengalami gejala-gejala.

c. Apakah terdapat hubungan antar keluhan? Jelaskan!

Semua keluhan itu merujuk pada manifestasi klinis malaria berat akibat infeksi Plasmodium falciparum, yang lebih jelasnya pada kerangka konsep.

3. Tidak ada keluhan bicara pelo dan keluhan anggota gerak yang lemah sesisi. a. Mengapa tidak terdapat keluhan bicara pelo dan keluhan anggota gerak yang

lemah sesisi?

Pada pasien tidak terjadi keluhan bicara pelo dan keluhan anggota gerak yang lemah sesisi, hal itu menunjukan bahwa tidak terjadi gejala stroke atau kerusakan pada sistem saraf pusat.

4. Pasien pergi ke Papua 3 minggu sebelum sakit.

a. Apa hubungan riwayat perjalanan ke Papua dengan keluhan Tn.Andi? Epidemiologi dan penularan

Epidemiologi penyakit malaria adalah ilmu yang mempelajari penyebaran malaria, faktor-faktor yang mempengaruhi dalam masyarakat. Malaria adalah penyakit menular yang disebabkan oleh parasit (protozoa) dari genus plasmodium, yang dapat ditularkan melalui gigitan nyamuk anopheles. Penyebab malaria adalah plasmodium; termasuk dalam famili plasmodiae. Nyamuk anopheles hidup di daerah iklim tropis dan subtropis, tetapi juga bisa hidup di daerah yang beriklim sedang. Nyamuk ini jarang ditemukan pada daerah dengan ketinggian lebih dari 2.000 – 2.500 meter. Tempat perindukannya bervariasi

(9)

tergantung spesies, dan dapat dibagi menjadi tiga kawasan, yaitu pantai, pedalaman dan kaki gunung.

Ada empat spesies plasmodium penyebab malaria pada manusia, yaitu Plasmodium vivax ,Plasmodium falciparum, Plasmodium malariae, Plasmodium ovale. P.falciparum dan P.Malariae umumnya terdapat pada hampir semua negara dengan malaria; P.Falciparum terdapat di Afrika, Haiti, dan Papua Nugini, sedangkan P.vivax banyak di Amerika Latin. Di Amerika Selatan, Asia Tenggara, negara Oceania dan India umumnya P.falciparum dan P.vivax. Dan P.ovale biasanya hanya terdapat di Afrika. Di Indonesia timur : Kalimantan, Sulawesi Tengah sampai Utara, Maluku, Papua dan Lombok sampai Nusa Tenggara Timur merupakan daerah endemis malaria dengan P.falciparum dan P.vivax.

Perpindahan penduduk dari dan ke daerah endemis malaria hingga kini masih menimbulkan masalah. Sejak dulu telah diketahui bahwa wabah penyakit ini sering terjadi di daerah-daerah pemukiman baru, seperti daerah perkebunan dan transmigrasi. Hal ini terjadi karena pekerja yang datang dari daerah lain belum mempunyai kekebalan sehingga rentan terinfeksi.

Keadaan lingkungan berpengaruh besar terhadap ada tidaknya malaria di suatu daerah. Adanya danau air payau, genangan air di hutan, persawahan, pembukaan hutan, tambak ikan, dan pertambangan di suatu daerah akan meningkatkan kemungkinan timbulnya penyakit malaria, karena tempat-tempat tersebut merupakan tempat perindukan nyamuk malaria.

Suhu dan curah hujan juga berperan penting dalam penularan penyakit malaria. Biasanya, penularan malaria lebih tinggi pada musim hujan dibandingkan kemarau. Air hujan yang menimbulkan genangan air, merupakan tempat yang ideal untuk perindukan nyamuk malaria. Dengan bertambahnya tempat perindukan, populasi nyamuk malaria juga bertambah sehingga bertambah pula jumlah penularannya.

Penularan malaria ke manusia bisa bermacam-macam:

1) Alami : secara inokulatif, sporozoit masuk tubuh manusia lewat gigitan nyamuk vektor.

2) Aksidental : lewat transfusi darah, atau jarum suntik yang terkontaminasi darah berparasit malaria yang hidup, trofozoit langsung ke darah.

3) Secara sengaja : dengan suntikan intravena atau transfusi untuk tujuan terapi layuh saraf (paresis).

(10)

Penularan malaria terjadi pada sebagian besar zona tropis. Meskipun di Amerika Serikat, Kanada dan Eropa Utara, saat ini bebas dari malaria indigenous, wabah-wabah lokal telah terjadi melalui infeksi nyamuk-nyamuk lokal oleh pendatang dari daerah endemis.

Besarnya derajat endemi dapat diukur dengan spleen rate dan parasite ratesehingga dapat dibedakan daerah:

1. Hipoendemik : spleen rate 0-10 %, parasite rate 0-10% 2. Mesoendemik : spleen rate 11-50 %, parasite rate 11-50% 3. Hiperendemik : spleen rate dan parasite rate lebih dari 50% 4. Holoendemik : spleen rate dan parasite rate lebih dari 75% Sistem Imun

Imunitas terhadap malaria sangat kompleks, melibatkan hampir seluruh komponen sistim imun baik spesifik maupun non-spesifik, imunitas humoral maupun seluler, yang timbul secara alami maupun yang didapat akibat infeksi ataupun vaksinasi. Imunitas spesifik timbulnya lambat. Imunitas hanya bersifat jangka pendek dan barangkali tidak ada imunitas yang permanen dan sempurna. Bentuk imunitas terhadap malaria dibedakan atas:

1 ) Imunitas alamiah non imunologis berupa kelainan-kelainan genetic polimorfisme yang dikaitkan dengan resistensi terhadap malaria. Misalnya: Hemoglobin S ( sickle cell trait ), hemoglobin C, hemoglobin E, talasemia, defisiensi glukosa 6 fosfat dehidrogenase ( G6PD ), ovalositosis herediter, golongan darah Duffy negative kebal terhadap infeksi P. vivax, individu dengan human leucocyte antigen ( HLA ) tertentu misalnya HLA Bw 53 lebih rentan terhadap malaria dan melindungi terhadap malaria berat.

2 ) Imunitas didapat non-spesifik ( non-adaptive/innate ). Sporozoit yang masuk ke darah segera dihadapi oleh respon imun non-spesifik yang terutama dilakukan oleh macrofag dan monosit, yang menghasilkan sitokin-sitokin seperti TNF, IL1, IL2, IL4, IL6, IL8, IL10, secara langsung menghambat pertumbuhan parasit ( sitostatik ), membunuh parasit ( sitotoksik ).

3 ) Imunitas didapat spesifik. Tanggapan sistim imun terhadap infeksi malaria mempunyai sifat spesies spesifik, strain spesifik, dan stage spesifik. Imunitas terhadap stadium siklus hidup parasit ( stage specific ), dibagi menjadi :

- Imunitas pada stadium eksoeritrositer:

(11)

antibody yang membunuh sporozoit melalui opsonisasi contoh : Sirkumsporozoid protein , Sporozoid Threonin and asparagin rich protein, Sporozoid and liver stage antigen ( SALSA ), Plasmodium falcifarum sporozoite surface protein-2.

Eksoeritrositer intrahepatik: respon imun pada stadium ini : Limfosit T sitotoksik CD8+, antigen/antibody pada stadium hepatosit: Liver stage antigen-1, LSA-2, LSA-3.

- Imunitas pada stadium aseksual eritrositer berupa antibody yang mengagglutinasi merozoit, antibody yang menghambat cytoadherance, antibody yang menghambat pelepasan atau menetralkan toksin-toksin parasit.

- Imunitas pada stadium seksual berupa antibody yang membunuh gametosit, antibody yang menghambat fertilisasi, antibody yang menghambat transformasi zigot menjadi ookinet.

Pembuatan vaksin banyak ditujukan pada stadium sporozoit, terutama dengan menggunakan epitop tertentu dari sirkumsporozoid. Respon imun spesifik ini diatur atau dilaksanakan langsung oleh llimfosit T untuk imunitas seluler dan limfosit B untuk imunitas humoral.

b. Apa saja faktor resiko seseorang rentan terinfeksi malaria?

Kesehatan manusia sangat tergantung pada interaksi antara manusia dan aktivitasnya dengan lingkungan fisik, kimia, serta biologi. Infeksi malaria dan faktor-faktor yang mempengaruhinya di masyarakat merupakan interaksi dinamis antara faktor host (manusia dan nyamuk), agent (parasit) dan environmet. Faktor resiko individual yang diduga berperan untuk terjadinya infeksi malaria adalah: 1. Faktor Parasit

1) Intensitas transmisi

Tingkat parasitemia yang terjadi selama puncak transmisi adalah 14 x lebih tinggi dibandingkan saat tingkat transmisi rendah. Rendahnya parasitemia pada saat transmisi disebabkan oleh karena adanya imunitas yang telah diperoleh saat puncak transmisi. Sedangkan tingginya parasitemia saat puncak transmisi disebabkan karena meningkatnya jumlah gigitan nyamuk infeksius.

2) Densitas parasit

Hubungan antara tingkat parasitemia dan mortalitas akibat malaria falsiparum pertama kali dilaporkan oleh Field dan Niven. Mortalitas meningkat pada parasitemia 100.000/μL. Tingkat parasitemia dapat digunakan

(12)

untuk menilai beratnya penyakit. Meskipun demikian, pada daerah endemis malaria, parasitemia yang tinggi sering ditemukan pada individu yang asimptomatik. Dilain pihak terdapat kasus kematian akibat malaria dengan tingkat parasitemia yang rendah. Beratnya penyakit lebih ditentukan oleh jumlah parasit yang bersekuestrasi ke dalam jaringan dari pada jumlah parasit dalam sirkulasi.

3) Virulensi parasit

Virulensi parasit ditentukan oleh daya multiplikasi parasit, strain parasit, kemampuan melakukan sitoadherens dan rosseting. Ringwald dan Carlson melaporkan adanya hubungan antara virulensi parasit dengan kemampuan pembentukan roset pada penderita di Gambia dan Malagasi. Namun Al-Yaman tidak menemukan hubungan ini pada penelitian di Papua Nugini.

2. Faktor Host

Faktor penjamu yang berperan dalam terjadinya malaria berat adalah endemisitas, genetik, umur, status nutrisi dan status imunologi.

1) Endemisitas

Pada daerah endemis malaria yang stabil, malaria berat terutama terdapat pada anak kecil sedangkan orang dewasa umumnya hanya menderita malaria ringan. Di daerah dengan endemisitas rendah, malaria berat terjadi tanpa memandang usia.

2) Genetik

Kelainan genetik yang saat ini diketahui mempunyai efek protektif terhadap malaria berat adalah kelainan dinding eritrosit dan HLA kelas I serta II yaitu HLA-Bw 53, HLA-DRBI 1302, HLA-DQB 0501.

3) Umur

Bayi berusia 3-6 bulan yang lahir dari seorang ibu yang imun, mempunyai imunitas yang diturunkan, sehingga meskipun terdapat hiperparasitemia dan demam, tetapi jarang mengalami malaria berat. Primigravida yang tinggal didaerah hipoendemis lebih rentan terhadap malaria serebral. Keadaan ini diduga disebabkan oleh menurunnya imunitas dengan mekanisme yang belum diketahui.

(13)

Malaria berat sangat jarang ditemukan pada anak-anak dengan marasmus atau kwashiorkor. Defisiensi zat besi dan riboflavin juga dilaporkan mempunyai efek protektif terhadap malaria berat..

5) Imunologi

Mekanisme imunologi malaria berat melibatkan imunitas selular dan humeral yang komplek. Limpa memegang peranan penting dalam mekanisme imunologi malaria, karena limpa memfagositosis eritrosit.Proses pembersihan oleh limpa merupakan mekanisme penting dalam pertahanan tubuh dan patogenesis anemia pada malaria.

5. Pemeriksaan fisik:

Kesadaran GCS 9, TD: 110/70 mmHg, nadi 90x/menit, RR: 24x/menit, temperatur: 38,6◦C

Kepala-leher: pupil isokor, RC (+/+) N, konjungtiva palpebra anemis, sklera ikterik, kaku kuduk (-)

Thorax dalam batas normal

Abdomen: hepar dan lien tak teraba

Ekstremitas: reflek patella (+/+) N, dan reflek Babinsky (-) a. Bagaimana interpretasi hasil pemeriksaan fisik diatas?

Kesadaran GCS 9  penurunan kesadaran, normal : 11 Nadi 90x/menit  normal : 60-100x/menit

RR 24x/menit  normal : 18-24x/menit Temperatur 38,6◦ C  tinggi, normal : 37C Kepala-leher: pupil isokor (sama besar)  normal RC (+/+) : reflek cahaya  normal

Konjungtiva palpebra anemis  tidak normal, kurangnya Hb dalam darah yang dikarenakan penurunan eritrosit, sedangkan darah yang ada di perifer di pasokkan ke organ – organ vital sehingga pasokan darah di perifer berkurang..

Sklera ikterik  tidak normal: adanya bilirubin unconjugated Kaku kuduk (-) normal (-)

Reflek patella (+/+) & reflek Babinsky (-)  normal

b. Jelaskan mekanisme hasil pemeriksaan fisik yang abnormal? 1. Kesadaran GCS 9

GCS (Glasgow Coma Scale) yaitu skala yang digunakan untuk menilai tingkat kesadaran pasien, (apakah pasien dalam kondisi koma atau tidak) dengan menilai respon pasien terhadap rangsangan yang diberikan. Respon pasien yang perlu diperhatikan mencakup 3 hal yaitu reaksi membuka mata ,

(14)

bicara dan motorik. Hasil pemeriksaan dinyatakan dalam derajat (score) dengan rentang angka 1 – 6 tergantung responnya.

Eye (respon membuka mata) :

(4) : spontan

(3) : dengan rangsang suara (suruh pasien membuka mata).

(2) : dengan rangsang nyeri (berikan rangsangan nyeri, misalnya menekan kuku jari)

(1) : tidak ada respon

Verbal (respon verbal) :

(5) : orientasi baik

(4) : bingung, berbicara mengacau ( sering bertanya berulang-ulang ) disorientasi tempat dan waktu.

(3) : kata-kata saja (berbicara tidak jelas, tapi kata-kata masih jelas, namun tidak dalam satu kalimat. Misalnya “aduh…, bapak…”)

(2) : suara tanpa arti (mengerang)

(1) : tidak ada respon

Motor (respon motorik) :

(6) : mengikuti perintah

(5) : melokalisir nyeri (menjangkau & menjauhkan stimulus saat diberi rangsang nyeri)

(4) : withdraws (menghindar / menarik extremitas atau tubuh menjauhi stimulus saat diberi rangsang nyeri)

(15)

(3) : flexi abnormal (tangan satu atau keduanya posisi kaku diatas dada & kaki extensi saat diberi rangsang nyeri).

(2) : extensi abnormal (tangan satu atau keduanya extensi di sisi tubuh, dengan jari mengepal & kaki extensi saat diberi rangsang nyeri).

(1) : tidak ada respon

Hasil pemeriksaan tingkat kesadaran berdasarkan GCS disajikan dalam simbol E…V…M…

Selanjutnya nilai-nilai dijumlahkan. Nilai GCS yang tertinggi adalah 15 yaitu E4V5M6 dan terendah adalah 3 yaitu E1V1M1.

Jika dihubungkan dengan kasus trauma kapitis maka didapatkan hasil :

1) GCS : 14 – 15 = CKR (cidera kepala ringan)

2) GCS : 9 – 13 = CKS (cidera kepala sedang)

3) GCS : 3 – 8 = CKB (cidera kepala berat)

2. RR : 24 (normal kearah tinggi ) akibat suplai O2 di jaringan menurun.

3. Temperatur meningkat : parasit stadium matur di eritrosit (EP)  bentuk knob dengan hstidin rich protein 1  mengalami merogoni  melepaskan toksin malaria (GPI/ glikosilfosfatidilnositol) rangsang pelepasa TNF alfa dan mediator inflamasi IL1  rangsang prostaglandin  perubahan thermosetting hypothalamus  peningkatan suhu tubuh  demam IPDL2815.

4. Konjunctiva palpebrae anemis : akibat hemolisis sel darah merah maka jumlah eritrosit dalam tubuh menurun, dan suplai darah ke jaringan ikut menurun, sebagai respon fisiologis tubuh memenuhi suplai darah ke

(16)

organ-organ vital terlebih dahulu baru kemudia ke perifer. Jadi konjungtiva dan palpebrae pasien ini terlihat pucat (anemis) kekurangan darah.

- Anemia terjadi pada infeksi plasmodium falciparum disebabkan oleh beberapa faktor :

1. Penghancuran eritrosit yang mengandung parasit dan yang tidak mengandung parasit terjadi di dalam limpa. Dalam hal ini faktor autoimun yang berperan.

2. Reduced survival time (eritrosit normal yang tidak mengandung parasit malaria namun tidak apat hidup lama).

3. Diseritropoisis (gangguan dalam pembentukan eritrosit karena depresi eritropoisis dalam sumsum tulang , retikulosit tidak dilepaskan dalam peredaran perifer.

- Infeksi malaria akan menyebabkan lisis sel darah merah yang mengandung parasit sehingga akan menyebabkan anemi. Jenis anemi yang ditemukan adalah hemolitik normokrom. Pada infeksi P. falciparum dapat terjadi anemi berat karena semua umur eritrosit dapat diserang. Eritrosit berparasit maupun tidak berparasit mengalami hemolisis karena fragilitas osmotik meningkat. Selain itu juga dapat disebabkan peningkatan autohemolisis baik pada eritrosit berparasit maupun tidak berparasit sehingga masa hidup eritrosit menjadi lebih singkatdan anemi lebih cepat terjadi.

Mekanisme anemia : perusakan eritrosit oleh parasit, hambatan eritropoesis sementara, hemolisis oleh karena proses complement mediated immune complex, eritrofagositosit, penghambatan pengeluaran retikulosit, pengaruh sitokin.

5. Sklera ikterik: terjadi akibat pewarnaan oleh bilirubin meningkat konsentrasinya dalam darah.

Metabolisme bilirubin: Sel darah merah pecah akibat keluarnya merozoit plasmodium dan penghancuran RBC lebih cepat oleh spleen karena RBC rusak  peningkatan hemolisis sel – sel darah merah perombakan cincin hem  protein hemm diubah jadi besi dan biliverdin oleh enzim hemoksigenase  biliverdin +biliverdin reduktase  bilirubin tak terkonjugasi (di dalam plasma terikat albumin karena tidak bisa larut dalam air)  kembali ke sirkulasi dan transport aktif  1. Kembali ke sirkulasi sebabkan sclera ikterik 2. masuk hepar jadi bilirubin terkonjugasi dengan

(17)

lepas ikatan dengan albumin lalu ikat dengan asam glukoronik (bilirubin direk) larut air. Dikatakan ikterik jika konsentrasi bilirubin sudah berkisar antara 2-2,5 mg/liter.

6. Pemeriksaan laboratorium: Hb 4,6 mg/dl, GDS 145 mg%

Preparat darah tebal didapatkan delicate ring dan gametosit berbentuk pisang, kepadatan parasit 13.800/µL

Preparat darah tipis didapatkan hasil P.falciparum (+)

a. Bagaimana interpretasi hasil pemeriksaan laboratorium di atas? 1) Hb 4,6 mg/dl, GDS 145 mg%

GDS (Gula Darah Sewaktu) normal < 200 mg%  normal

Hb 4,6 mg/dl atau 4,6 g%  Anemia berat (karena kurang dari 5g/dl)

2) Preparat darah tebal didapatkan delicate ring (cincin halus) dan gametosit berbentuk pisang, kepadatan parasit 13.800/µL.

 Adanya delicate ring atau cincin halus menunjukkan terdapatnya Plasmodium dalam darah pada stadium tropozoid muda.

 Adanya gametosit yang berbentuk pisang menunjukkan terdapatnya Plasmodium pada darah pada stadium makrogametosit.

Kepadatan parasit dapat dilihat melalui dua cara yaitu semi-kualitatif dan kuantitatif. Metode semi-kuantitatif adalah

menghitung parasitdalam LPB (lapangan pandang besar) dengan rincian sebagai berikut:

(-) : SDr negative (tidak ditemukan parasit dalam 100 LPB) (+) : SDr positif 1 (ditemukan 1-10 parasit dalam 100 LPB)

(++): SDr positif 2 (ditemukan 11-100 parasit dalam 100 LPB) (+++): SDr positif 3 (ditemukan 1-10 parasit dalam 1 LPB) (++++): SDr positif 4 (ditemukan 11-100 parasit dalam 1 LPB)

3) Preparat darah tipis didapatkan hasil P.falciparum (+)

Pemeriksaan apusan darah tipis bertujuan untuk menentukan jenis parasit atau Plasmodium dalam darah. Pada pemeriksaan darah tipis yang dilakukan Tuan Budi menunjukkan bahwa Tuan Andi positif terkena P.Falsiparum.

b. Bagaimana:

1) Morfologi Plasmodium falciparum 1. Stadium tropozoit muda

(18)

- Eritrosit tidak membesar

- Parasit di tepi eritrosit, seperti melekat pada eritrosit (accole) 2. Infeksi multiple

- Eritrosit tidak membesar - Cincin halus

- Tampak lebih dari satu parasit dalam sebuah eritrosit 3. Tropozoit bentuk cincin

- Eritrosit tidak membesar - Titik maurer

- Cincin agak besar - Sitoplasma lebih tebal 4. Schizont muda

- Eritrosit tidak membesar - Parasit: jumlah inti 2-6

- Pigmen berwarna hitam tidak menggumpal 5. Schizont matang

- Eritrosit tidak membesar

- Biasanya tidak mengisi seluruh eritrosit (2/3 eritrosit) - Jumlah inti 8-21 buah

- Pigmen munggumpal berwarna hitam 6. Stadium makrogametosit

- Eritrosit tidak membesar

- Parasit berbentuk pisang langsing - Plasma biru

- Inti padat, kecil, pigmen disekitar inti 7. Stadium mikrogametosit

- Eritrosit tidak membesar - Parasit berbentuk sosis - Plasma pucat, merah muda - Inti tidak padat

- Pigmen tersebar

2) Siklus Hidup Plasmodium Falciparum a. Siklus aseksual

Sporozoit infeksius dari kelenjar ludah

nyamuk anopheles betina dimasukkan kedalam darah manusia melalui tusukan nyamuk tersebut. Dalam waktu tiga puluh menit jasad tersebut memasuki sel-sel parenkim hati dan dimulai stadium eksoeritrositik dari pada daur hidupnya. Didalam sel hati parasit tumbuh menjadi skizon dan berkembang menjadi merozoit (10.000-30.000 merozoit, tergantung spesiesnya) . Sel hati yang mengandung parasit pecah dan merozoit keluar dengan bebas, sebagian di fagosit. Oleh karena prosesnya terjadi sebelum memasuki eritrosit maka

(19)

minggu. Pada P. Vivax dan Ovale, sebagian tropozoit hati tidak langsung berkembang menjadi skizon, tetapi ada yang menjadi bentuk dorman yang disebut hipnozoit. Hipnozoit dapat tinggal didalam hati sampai bertahun-tahun. Pada suatu saat bila imunitas tubuh menurun, akan menjadi aktif sehingga dapat menimbulkan relaps (kekambuhan).

Siklus eritrositik dimulai saat merozoit memasuki sel-sel darah merah. Parasit tampak sebagai kromatin kecil, dikelilingi oleh sitoplasma yang membesar, bentuk tidak teratur dan mulai membentuk tropozoit, tropozoit berkembang menjadi skizon muda, kemudian berkembang menjadi skizon matang dan membelah banyak menjadi merozoit. Dengan selesainya pembelahan tersebut sel darah merah pecah dan merozoit, pigmen dan sisa sel keluar dan memasuki plasmadarah. Parasit memasuki sel darah merah lainnya untuk mengulangi siklus skizogoni.Beberapa merozoit memasuki eritrosit dan membentuk skizon dan lainnya membentuk gametosit yaitu bentuk seksual (gametosit jantan dan betina) setelah melalui 2-3 siklus skizogoni darah.

b. Siklus seksual

Terjadi dalam tubuh nyamuk apabila nyamuk anopheles betina menghisap darah yang mengandung gametosit. Gametosit yang bersama darah tidak dicerna. Pada makrogamet (jantan) kromatin membagi menjadi 6-8 inti yang bergerak kepinggir parasit. Dipinggir ini beberapa filamen dibentuk seperti cambuk dan bergerak aktif disebut mikrogamet. Pembuahan terjadi karena masuknya mikrogamet kedalam makrogamet untuk membentuk zigot. Zigot berubah bentuk seperti cacing pendek disebut ookinet yang dapat menembus lapisan epitel dan membran basal dinding lambung. Ditempat ini ookinet membesar dan disebut ookista. Didalam ookista dibentuk ribuan sporozoit dan beberapa sporozoit menembus kelenjar nyamuk dan bila nyamuk menggigit/ menusuk manusia maka sporozoit masuk kedalam darah dan mulailah siklus preeritrositik.

(20)

6

0

o

3

0

o 3) Epid e m iologi plasmodium

2,770 m above sea level  Cochabamba 400 m bellow sea level  Dead sea basin

Malaria merupakan penyakit endemis atau hiperendemis di daerah tropis maupun subtropis dan menyerang negara dengan penduduk padat.

(21)

kasus. Batas dari penyebaran malaria adalah 64olintang utara (Rusia) dan

32o lintang selatan (Argentina). Ketinggian yang memungkinkan parasit hidup

adalah 400 meter di bawah permukaan laut (Laut Mati) dan 2600 meter di atas

permukaan laut (Bolivia). Plasmodium vivax mempunyai distribusi geografis

yang paling luas, mulai dari daerah yang beriklim dingin, subtropik sampai ke

daerah tropis, kadang-kadang dijumpai di Pasifik Barat. Plasmodium

falcifarum tertama menyebabkan malaria di Afrika dan daerah-daerah tropis lainnya. Antara batas garis lintang dan garis bujur terdapat daerah yang bebas malaria. Di Indonesia penyakit malaria ditemukan tersebar diseluruh kepulauan, terutama di kawasan timur Indonesia.

Infeksi malaria tersebar pada lebih dari 100 negara di Benua Afrika, Asia, dan Amerika (bagian selatan) dan daerah Oceania dan kepulauan Caribia. Lebih dari 1,6 triliun manusia terpapar oleh malaria dengan dugaan morbiditas 200-300 juta dan mortalitas lebih dari 1 juta pertahun. Beberapa daerah yang bebas malaria adalah Amerika Serikat, Canada, negara di Eropa kecuali Rusia, Israel, Singapura, Hongkong, Japan, Taiwan, Korea, Brunei, dan Australia. Negara tersebut terhindar dari malaria karena vektor kontrolnya yang baik; walaupun demikian di negara tersebut makin banyak dijumpai kasus malaria yang diimport karena pendatang dari negara malaria atau penduduknya mengunjungi daerah-daerah malaria.

P. falciparum dan P. malariae umumnya dijumpai pada semua negara dengan malaria; di Afrika, Haiti, dan Papua Nugini umumnya P. falciparum; P. vivax banyak di Amerika Latin. Di Amerika Selatan, Asia Tenggara, negara Oceania dan India umumnya P. falcifarum dan P. vivax. P. ovale biasanya di Afrika. Di indonesia kawasan Timur mulai dari Kalimantan, Sulawesi Tengah sampai ke Utara, Maluku, Irian Jaya dan dari Lombor sampai Nusa Tenggara Timur serta Timor Timur merupakan daerah endemis malaria dengan P. falciparum dan P. vivax. Beberapa daerah di Sumatera mulai dari Lampung, Riau, Jambi, dan Batam kasus malaria cenderung meningkat.

(22)

Perbedaan prevalensi menurut umur dan jenis kelamin lebih berkaitan dengan perbedaan derajat kekebalan tubuh. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa perempuan mempunyai respon imun yang lebih kuat dibandingkan dengan laki-laki, namun kehamilan dapat meningkatkan risiko malaria. Beberapa faktor yang mempengaruhi infeksi malaria adalah:

1. Ras atau suku bangsa

Pada penduduk benua Afrika prevalensi Hemoglobin S (HbS) cukup tinggi sehingga lebih tahan terhadap infeksi P. falciparum karena HbS dapat menghambat perkembangbiakan P. falciparum.

2. Kekurangan enzim tertentu

Kekurangan terhadap enzim Glukosa 6 Phosphat Dehidrogenase (G6PD) memberikan perlindungan terhadap infeksi P. falciparum yang berat. Defisiensi terhadap enzim ini sendiri merupakan suatu penyakit genetik. 3. Kekebalan pada malaria terjadi apabila tubuh mampu mengancurkan

Plasmodium yang masuk atau mampu menghalangi perkembangannya. 4) Patologi dan Gejala Klinis (Malaria Tropika)

Malaria tropika merupakan bentuk yang paling berat, ditandai dengan panas yang ireguler, anemia, splenomegali, parasitemia sering dijumpai, dan sering terjadi komplikasi. Masa inkubasi 9-14 hari. Malaria tropika mempunyai perlangsungan yang cepat, dan parasitemia yang tinggi dan menyerang semua bentuk eritrosit. Gejala prodormal yang sering dijunpai yaitu sakit kepala, nyeri belakang/tungkai, perasaan dingin, mual, muntah dan diare. Parasit sulit ditemui dengan pengobatan supresif. Panas biasanya ireguler dan tidak periodik, sering terjadi hiperpireksia dengan temperatur diatas 40oC. Gejala lain berupa konvulsi, pneumonia aspirasi dan banyak

(23)

keringat walaupun temperatur normal. Apabila infeksi memberat nadi cepat, nausea, muntah, diarea menjadi berat dan diikuti kelainan paru (batuk). Splenomegali dijumpai lebih sering dari hepatomegali dan nyeri pada perabaan; hati membesar dapat disertai timbulnya ikterus. Kelainan urin dapat berupa albuminaria, hialin dan kristal yang granuler. Anemia lebih menonjol dengan leukopenia dan monositosis.

Gejala dan tanda yg dapat ditemukan adalah: a) Demam

Demam dapat disertai gejala lain yang tidak spesifik seperti menggigil, lemas, sakit kepala, sakit otot, batuk dan gejala gastrointestinal seperti mual, muntah, dan diare. Setelah lebih kuriang 1-2 minggu serangan demam yg disertai gejala lain akan diselingi periode bebas penyakit.

Serangan demam khas malaria terdiri atas beberapa stadium:

1. Stadium menggigil dimulai dengan perasaan dingin sekali. Penderita menutupi badannya dengan baju tebal dan selimut. Nadinya cepat, tetapi lemah, bibir dan jari tangan menjadi biru, kulitnya kering dan pucat. Kadang-kadang disertai kejang. Stadium ini berlangsung 15menit sampai 1 jam.

2. Stadium puncak demam dimulai pada saat rasa dingin sekali berubah menjadi panas sekali. Muka menjadi merah, kulit kering dan terasa panas seperti terbakar, sakit kepala makin hebat, biasanya ada mual dan muntah, nadi berdenyut keras. Perasaan haus sekali pada saat suhu naik sampai 41°C atau lebih. Stadium ini berlangsung selama 2 sampai 6 jam.

3. Stadium berkeringat dimulai dengan penderita berkeringat banyak sehingga tempat tidurnya basah. Suhu turun dengan cepat, kadang kadang sampai dibawah ambang normal. Penderita biasanya dapat tidur nyenyak dan pada waktu bangun, merasa lemah tetapi lebih sehat. Stadium ini berlangsung 2 sampai 4 jam.

b) Splenomegali

Limpa merupakan organ retikulo endotel, dimana parasit malaria dieleminasi oleh sistem kekebalan tubuh hospes. Pada keadaan akut limpa membesar dan tegang, penderita merasa nyeri diperut kuadran kiri atas. Pada perabaan konsistensinya lunak.

(24)

Bila sediaan limpa diwarnai, terlihat stadium parasit lanjut dan pigmen hemozoin yang tersebar bebas atau dapat juga ditemukan dalam monosit. Splenomegali merupakan gejala khas malaria kronik. Limpa mengalami kongesti, menghitam, dan menjadi keras karena timbunan pigmen eritrosit parasit dan jaringan ikat yang bertambah.

c) Anemia

Derajat anemia tergantung pada spesies penyabab, yang paling berat adalah anemia karena plas falciparum. Anemia disebabkan oleh:

1. Penghancuran eritrosit yang berlebihan 2. Eritrosit normal tidak dapat hidup lama

3. Gangguan pembentukan eritrosit karena depresi eritropoesis dalam sumsum tulang.

Relaps adalah timbulnya gejala infeksi setelah serangan pertama. Relaps dapat bersifat:

1. Relaps jangka pendek (rekrudesensi) dapat timbul 8 minggu setelah serangan pertama hilang karena parasit dalam erotrosit berkembang biak.

2. Relaps jangka panjang (rekurens) dapat muncul 24 minggu atau lebih setelah serangan pertama hilang karena parasit eksoeritrosit hati masuk ke darah dan berkembang biak.

c. Jelaskan entomologi vector penyakit malaria?

Nyamuk termasuk kedalam kelas insecta, ordo diptera, famili culicidae. Famili culicidae dibagi lagi menjadi 3 tribus, yaitu tribus anophelini (Anopheles), tribus culicini (Aedes, Culex, Mansonia), dan tribus toxorhynchitini ( Toxorhynchites). Vektor penyebab penyakit malaria berasal hanya dari genus anopheles. Jumlah anopheles di Indonesia sekitar 80 species, dan 16 diantaranya sudah terbukti menjadi vektor malaria yang berbeda-beda dari satu daerah kedaerah lain bergantung dengan penyebaran geografik, iklim, dan tempat perindukan.

1. Morfologi

Nyamuk berukuran kecil (4-13 mm) dan rapuh. Kepalanya memiliki probosis yang halus dan panjang yang melebihi panjang kepalanya. Pada betina, probosis berfungsi sebagai penghisap darah, sedangkan pada jantan sebagai penghisap bahan-bahan cairan, seperti cairan tumbuh-tumbuhan, buah-buahan, dan

(25)

Dikiri kanan probosis terdapat palpus yang terdiri atas 5 ruas dan sepasang antena yang terdiri atas 15 ruas.

Bagian posterior abdomen tidak serunding nyamuk Aedes dan tidak setumpul nyamuk Mansonia, tetapi sedikit melancip.

2. Daur Hidup

Nyamuk anophelini mengalami metamorfosis sempurna. Telur menetas menjadi larva yang kemudian melakukan pengelupasan kulit/eksoskelet sebanyak 4 kali; lalu tumbuh menjadi pupa dan akhirnya menjadi nyamuk dewasa dan betina. 3. Perilaku Anophelini

Aktivitas nyamuk anophelini sangat dipengaruhi oleh kelembaban udara dan suhu. Umumnya anophelini aktif menghisap darah hospes pada malam hari atau sejak senja sampai dini hari. Jarak terbang 0,5-3 km. Umur nyamuk dewasa anophelini dialam bebas 1-2 minggu.

d. Jelaskan perbedaan preparat darah tebal dan tipis?

1. Tetesan preparat darah tebal : merupakan cara terbaik untuk menemukan parasit malaria kerena tetesan darah cukup banyak dibandingkan preparat darah tipis. Sediaan mdah dibuat khususnya untuk studi dilapangan. Ketebalan dalam dalam membuat sediaan perlu untuk memudhkan identifikasi parasit. Pemeriksaan parasit dilakukan selama 5 menit (diperkirakan 100 lapangan pandang dengan pembesaran kuat). Preparat dinyatakan negatif bila setelah diperiksa 200 lapangan pandang dengan pembesaran kuat 700-1000 kali tidak ditemukan parasit. Hitung parasit dapat dilakukan pada tetes tebal dengan menghitung jumlah parasit per 200 leukosit. Bila leukosit 10.000/ul maka hitung parasitnya ialah jumlah parasit dikaliakan 50 merupakan jumalah parasit per mikro-liter darah.

2. Tetesan preparat darah tipis : digunakan untuk identifikasi jenis plasmodium, bila dengan preparat darah tebal sult ditentukan. Kepadatan parasit dinyatakan sebagai hitung arasit (arasite count), dapat dilakukan berdasar jumlah eritrosit yang megandung parasit er 1000 sel darah merah. Bila jumlah parasit > 100.000/ul darah menandakan infeksi yang berat. Hitung parasit penting untuk menentukan prognosa penderita malaria, walaupun komplikasi juga dapat timbul dengan jumlah parasit yang minimal. Pengecatan dilakukan dengan cat Giemsa, atau Leishman’s, atau Field’s dan juga Romanowsky. Pengecatan Giemsa yang umum dipakai pada beberapa laboratorium dan merupakan pengecatan yang mudah dengan hasil yang cukup baik.

(26)

e. Pemeriksaan penunjang apa saja yang dapat membantu menegakkan diagnosis?

1. Pemeriksaan immunoserologis.

Pemeriksaan secara immunoserologis dapat dilakukan dengan melakukan deteksi antigen maupun antibodi dari Plasmodium pada darah penderita.

a. Deteksi antigen spesifik.

Teknik ini menggunakan prinsip pendeteksian antibodi spesifik dari parasit Plasmodium yang ada dalam eritrosit. Beberapa teknik yang dapat dipilih diantaranya adalah :

- Radio immunoassay

- Enzym immunoassay

- Immuno cromatography

Penemuan adanya antigen pada teknik ini memberikan gambaran pada saat dilakukan pemeriksaan diyakini parasit masih ada dalam tubuh penderita. Kelemahan dari teknik tersebut adalah tidak dapat memberikan gambaran derajat parasitemia.

b. Deteksi antibodi.

Teknik deteksi antibodi ini tidak dapat memberikan gambaran bahwa infeksi sedang berlangsung. Bisa saja antibodi yang terdeteksi merupakan bentukan reaksi immunologi dari infeksi di masa lalu. Beberapa teknik deteksi antibodi ini antara lain :

- Indirect Immunofluoresense Test (IFAT)

- Latex Agglutination Test

(27)

2. Sidik DNA (PCR)

Teknik ini bertujuan untuk mengidentifikasi rangkaian DNA dari tersangka penderita. Apabila ditemukan rangkaian DNA yang sama dengan rangkaian DNA parasit Plasmodium maka dapat dipastikan keberadaan Plasmodium. Kelemahan teknik ini jelas pada pembiayaan yang mahal dan belum semua laboratorium bisa melakukan pemeriksaan ini.

3. Tes Antigen : p-f test

Yaitu mendeteksi antigen dari P.falciparum (Histidine Rich Protein II). Deteksi sangat cepat hanya 3-5 menit, tidak memerlukan latihan khusus, sensitivitasnya baik, tidak memerlukan alat khusus. Deteksi untuk antigen vivaks sudah beredar dipasaran yaitu dengan metode ICT. Tes sejenis dengan mendeteksi laktat dehidrogenase dari plasmodium (pLDH) dengan cara immunochromatographic telah dipasarkan dengan nama tes OPTIMAL. Optimal dapat mendeteksi dari 0-200 parasit/ul darah dan dapat membedakan apakah infeksiP.falciparum atau P.vivax. Sensitivitas sampai 95 % dan hasil positif salah lebih rendah dari tes deteksi HRP-2. Tes ini sekarang dikenal sebagai tes cepat (Rapid test).

V. KETERKAITAN ANTAR MASALAH

Tn. Andi (30 tahun) 3 minggu yang lalu pergi ke Papua

Sejak 10 hari yang lalu pasien mengalami: 1) Demam diikuti menggigil dan berkeringat 2) Lesu

3) Nyeri kepala

4) Nyeri tulang dan sendi 5) Tidak nyaman pada perut 6) Diare ringan

7) BAK berwarna seperti kopi

Sejak 6 jam yang lalu pasien tidak sadar dan kejang

(28)

VI. LEARNING OBJECTIVES

Pokok

Bahasan What IKnow What I don`tKnow

What I have to prove

How I will Learn

Plasmodium Macam-macam - Morfologi

- Siklus hidup - Epidemiologi Buku dan Jurnal, internet, expert

Malaria Definisi - Patologi dan

gejala klinis - Vector

Pemeriksaan fisik

Macam-macam Cara dan prosedur pemeriksaan Pemeriksaan apusan darah Macam-macam - Definisi - Tujuan - Prosedur

Dibawa ke IGD rumah sakit:

Dilakukan pemeriksaan fisik dan laboratorium, hasilnya terdapat P.falciparum (+)

(29)

Pengobatan malaria

- Macam-macam

obat yang dapat digunakan Diagnosis banding - Diagnosis banding untuk malaria VII. SINTESIS 1. PLASMODIUM a. Morfologi Plasmodium

Ada 4 jenis penyebab penyakit malaria yaitu sebagai berikut : 1) Plasmodium vivax

Spesies plasmodium ini menyebabkan penyakit “Malaria tertiana benigna” atau disebut malaria tertiana. Nama tertiana adalah berdasarkan fakta bahwa timbulnya gejala demam terjadi setiap 48 jam. Nama tersebut diperoleh dari istilah Roma, yaitu hari kejadian pada hari pertama , sedangkan 48 jam kemudian adalah hari ke 3. Penyakit banyak terjadi di daerah tropik dan sub tropik, kejadian penyakit malaria 43% disebabkan oleh P. vivax.. Proses schizogony exoerytrocytic dapat terus terjadi sampai 8 tahun, disertai dengan periode relaps, disebabkan oleh terjadinya invasi baru terhadap erythrocyt. Kejadian relaps terciri dengan pasien yang terlihat normal (sehat) selama periode laten. Terjadinya relaps juga erat hubungannya dengan reaksi imunitas dari individu.

Plasmodium vivax hanya menyerang erytrocyt muda (reticulocyt), dan tidak dapat menyerang/tidak mampu menyerang erytrocyt yang masak. Segera setelah invasi kedalam erytrocyt langsung membentuk cincin., cytoplasma menjadi aktif seperti ameba membentuk pseudopodia bergerak ke segala arah sehingga disebut “vivax”. Infeksi terhadap erytrocyt lebih dari satu trophozoit dapat terjadi tetapi jarang. Pada saat trophozoit berkembang erytrocyt membesar, pigmennya berkurang dan berkembang menjadi peculiar stipling disebut “Schuffners dot”. Dot (titik) tersebut akan terlihat bila diwarnai dan akan terlihat parasit di dalamnya. Cincin menempati 1/3-1/2 dari erytrocyt dan trophozoit menempati 2/3 dari sel darah merah tersebut selama 24 jam. Granula hemozoin mulai terakumulasi sesuai dengan pembelahan

(30)

nucleus dan terulang lagi sampai 4 kali, terdapat 16 nuclei pada schizont yang masak. Bila terjadi imunitas atau diobati chemotherapi hanya terjadi sedikit nyclei yang dapat diproduksi. Proses schizogony dimulai dan granula pigmen terakumulasi dalam parasit. Merozoit yang bulat dengan diameter 1,5 um langsung menyerang erytrocyt lainnya. Schizogony dalam erytrocyt memakan waktu 48 jam.

Beberpa merozoit berkembang menjadi gametocyt, dan gametocyt yang masak mengisi sebagian besar erytrocyt yang membesar (10 um). Sedangkan mikrogametocyt terlihat lebih kecil dan biasanya hanya terlihat sedikit dalam erytrocyt. Gametocyt memerlukan 4 hari untuk masak. Perbandingan antara macro:microgametocyt adalah 2:1, dan salah satu sel darah kadang diisi keduanya (macro+micro) dan schizont.

Dalam nyamuk terjadi proses pembentukan zygot, ookinete dan oocyt dengan ukuran 50 um dan memproduksi 10.000 sporozoit. Terlalu banyak oocyst dapat membunuh nyamuk itu sendiri sebelum oocyt berkembang menjadi sporozoit.

2) Plasmodium falciparum

Plasmodium falciparum mempunyai sifat – sifat tertentu yag berbeda dengan species lainnya, sehingga diklasifikasikan dalam subgenus laveran.

Plasmodium falciparum mempunyai klasifikasi sebagai berikut : Kingdom : Haemosporodia Divisio : Nematoda Subdivisio : Laveran Kelas : Spotozoa Ordo : Haemosporidia Genus : Plasmodium Species : Falcifarum

Penyakit malaria yang disebabkan oleh species ini disebut juga “Malaria tertiana maligna”, adalah merupakan penyakit malaria yang paling ganas yang menyerang manusia. Daerah penyebaran malaria ini adalah daerah tropik dan sub-tropic, dan kadang dapat meluas kedaerah yang lebih luas, walaupun sudah mulai dapat diberantas yaitu di Amerika Serikat, Balkan dan sekitar Mediterania. Malaria falciparum adalah pembunuh terbesar manusia di daerah tropis di seluruh dunia yang diperkirakan sekitar 50% penderita malaria tidak tertolong. Malaria tertiana maligna selalu dituduh sebagai penyebab utama terjadinya penurunan populasi penduduk di jaman Yunani kuno dan menyebabkan terhentinya expansi “Alexander yang agung” menaklukan benua Timur karena kematian serdadunya oleh seranagn malaria ini.

(31)

Begitu juga pada perang Dunia I dan II terjadinya kematian manusia lebih banyak disebabkan oleh penyakit malaria ini daripada mati karena perang.

Seperti pada malaria lainnya, schizont exoerytrocytic dari P. falciparum timbul dalam sel hati. Schizont robek pada hari ke 5 dan mengeluarkan 30.000 merozoit. Disini tidak terjadi fase exoerytrocytic ke 2 dan tidak terjadi relaps. Tetapi penyakit akan timbul lagi sekitar 1 tahun, biasanya sekitar 2-3 tahun kemudian setelah infeksi pertama. Hal tersebut disebabkan oleh jumlah populasi parasit yang sedikit didalam sel darah merah.

Merozoit menyerang sel darah merah pada senua umur, disamping itu P. falciparum terciri dengan tingkat parasitemia yang tinggi dibanding malaria lainnya. Sel darah yang mengandung parasit ditemukan dalam jaringan yang paling dalam seperti limpa dan sumsum tulang pada waktu schizogony. Pada waktu gametocyt berkembang, sel darah tersebut bergerak menuju sirkulsi darah perifer, biasanya terlihat sebagi bentuk cincin.

Trophozoit bentuk cincin adalah yang paling kecil diantara parasit malaria lainnya yang menyerang manusia, sekitar 1,2um. Begitu trophozoit tumbuh dan mulai bergerak dengan pseudopodi, pergerakannya tidak se aktif infeksi P. vivax. Erytrocyt yang terinfeksi berkembang menjadi ireguler dan lebih besar daripada P. vivax, sehingga menyebabkan degenerasi sel hospes.

Schizont yang masak berkembang menjadi 8-32 merozoit, pada umumnya 16 merozoit. Schizont sering ditemukan pada darah perifer, fase erytrocyt ini memakan waktu sekitar 48 jam. Pada kondisi yang berat, saat terjadi parasitemia ditemukan lebih dari 65% erytrocyt mengandung parasit, tetapi biasanya pada kepadatan 25% saja sudah menyebabkan fatal.

3) Plasmodium malariae

Infeksi parasit P. malariae disebut juga “Malaria quartana” dengan terjadinya krisis penyakit setiap 72 jam. Hal tersebut di kenali sejak jaman Yunani, karena waktu demam berbeda dengan parasit malaria tertiana. Pada tahun 1885 Golgi dapat membedakan antara demam karena penyakit malaria tertiana dengan quartana dan memberikan deskripsi yang akurat dimana parasit tersebut diketahui sebagai P. malariae.

Plasmodium malariae adalah parasit cosmopolitan, tetapi distribusinya tidak continyu di setiap lokasi. Parasit sering di temukan di daerah tropik Afrika, Birma, India, SriLanka, Malaysia, Jawa, New Guienia dan Eropa. Juga tersebar di daerah baru seperti Jamaica, Guadalope, Brazil, Panama dan Amerika Serikat. Diduga parasit

(32)

menyerang orang di jaman dulu, dengan berkembangnya perabapan dan migrasi penduduk, kasus infeksi juga menurun. Schizogony exoerytrocytic terjadi dalam waktu 13-16 hari, dan relaps terjadi sampai 53 tahun. Bentuk erytrocytic berkembang lambat di dalam darah dan gejala klinis terjadi sebelumnya, dan mungkin ditemukan parasit dalam ulas darah. Bentuk cincin kurang motil daripada P. vivax, sedangkan cytoplasma lebih tebal. Bentuk cincin yang pipih dapat bertahan sampai 48 jam, yang akhirnya berubah bentuk memanjang menjadi bentuk “band” yang mengunpulkan pigmen dipinggirnya. Nukleus membelah menjadi 6-12 merozoit dalam waktu 72 jam. Tingkat parasitemianya relatif rendah sekitar 1 parasit tiap 20.000 sel darah. Rendahnya jumlah parasit tersebut berdasarkan fakta bahwa merozoit hanya menyerang erytrocyt yang tua yang segera hilang dari peredaran darah karena didestruksi secara alamiah. Gametocyt mungkin berkembang dalam organ internal, bentuk masaknya jarang ditemukan dalam darah perifer. Mereka berkembang sangat lambat untuk menjadi sporozoit infektif.

4) Plasmodium ovale

Penyakit yang disebabkan infeksi parasit ini disebut “malaria tertiana ringan” dan merupakan parasi malaria yang paling jarang pada manusia. Biasanya penyakit malaria ini tersebar di daerah tropik, tetapi telah dilaporkan di daerah Amerika Serikat dan Eropa. Penyakit banyak dilaporkan di daerah pantai Barat Afrika yang merupakan lokasi asal kejadian, penyakit berkembang ke daerah Afrika Tengah dan sedikit kasus di Afrika Timur. Juga telah dilaporkan kasus di Philipina, NewGuenia dan Vietnam. Plasmodium ovale sulit di diagnosis karena mempunyai kesamaan dengan P. vivax. Schizont yang masak berbentuk oval dan mengisi separo dari sel darah hospes. Biasanya akan terbentuk 8 merozoit, dengan kisaran antara 4-16. Bentuk titik (dot) terlihat pada awal infeksi kedlam sel darah merah. Bentuknya lebih besar daripada P. vivax dan bila diwarnai terlihat warna merah terang.

Gametocyr dari P. ovale memerlukan lebih lama dalam darah perifer daripada malaria lainnya. Tetapi mereka cepat dapat menginfeksi nyamuk secara teratur dalam waktu 3 minggu setelah infeksi.

(33)

b. Siklus Hidup Plasmodium

Siklus Hidup Plasmodium, Siklus aseksual

Sporozoit infeksius dari kelenjar ludah nyamuk anopheles betina dimasukkan kedalam darah manusia melalui tusukan nyamuk tersebut. Dalam waktu tiga puluh menit jasad tersebut memasuki sel-sel parenkim hati dan dimulai stadium eksoeritrositik dari pada daur hidupnya. Didalam sel hati parasit tumbuh menjadi skizon dan berkembang menjadi merozoit (10.000-30.000 merozoit, tergantung spesiesnya) . Sel hati yang mengandung parasit pecah dan merozoit keluar dengan

(34)

bebas, sebagian di fagosit. Oleh karena prosesnya terjadi sebelum memasuki eritrosit maka disebut stadium preeritrositik atau eksoeritrositik yang berlangsung selama 2 minggu. Pada P. Vivax dan Ovale, sebagian tropozoit hati tidak langsung berkembang menjadi skizon, tetapi ada yang menjadi bentuk dorman yang disebut hipnozoit. Hipnozoit dapat tinggal didalam hati sampai bertahun-tahun. Pada suatu saat bila imunitas tubuh menurun, akan menjadi aktif sehingga dapat menimbulkan relaps (kekambuhan).

Siklus eritrositik dimulai saat merozoit memasuki sel-sel darah merah. Parasit tampak sebagai kromatin kecil, dikelilingi oleh sitoplasma yang membesar, bentuk tidak teratur dan mulai membentuk tropozoit, tropozoit berkembang menjadi skizon muda, kemudian berkembang menjadi skizon matang dan membelah banyak menjadi merozoit. Dengan selesainya pembelahan tersebutsel darah merah pecah dan merozoit, pigmen dan sisa sel keluar dan memasuki plasma darah. Parasit memasuki sel darah merah lainnya untuk mengulangi siklus skizogoni. Beberapa merozoit memasuki eritrosit dan membentuk skizon dan lainnya membentuk gametosit yaitu bentuk seksual (gametosit jantan dan betina) setelah melalui 2-3 siklus skizogoni darah.

Siklus Hidup Plasmodium, Siklus seksual

Terjadi dalam tubuh nyamuk apabila nyamuk anopheles betina menghisap darah yang mengandung gametosit. Gametosit yang bersama darah tidak dicerna. Pada makrogamet (jantan) kromatin membagi menjadi 6-8 inti yang bergerak kepinggir parasit. Dipinggir ini beberapa filamen dibentuk seperti cambuk dan bergerak aktif disebut mikrogamet. Pembuahan terjadi karena masuknya mikrogamet kedalam makrogamet untuk membentuk zigot. Zigot berubah bentuk seperti cacing pendek disebut ookinet yang dapat menembus lapisan epitel dan membran basal dinding lambung. Ditempat ini ookinet membesar dan disebut ookista. Didalam ookista dibentuk ribuan sporozoit dan beberapa sporozoit menembus kelenjar nyamuk dan bila nyamuk menggigit/ menusuk manusia maka sporozoit masuk kedalam darah dan mulailah siklus preeritrositik.

(35)

2.

MALARIA A. Definisi

Malaria adalah penyakit infeksi parasit yang disebabkan oleh Plasmodium yang menyerang eritrosit dan ditandai dengan ditemukannya bentuk aseksual didalam darah. Infeksi malaria memberikan gejala berupa demam, menggigil, anemia dan hepatosplenomegali yang dapat berlangsung akut maupun kronik. Infeksi malaria dapat berlangsung tanpa komplikasi ataupun mengalami komplikasi sistemik yang dikenal sebagai malaria berat.

B. Epidemiologi

Malaria merupakan penyakit endemis atau hiperendemis di daerah tropis maupun subtropis dan menyerang negara dengan penduduk padat. Kini malaria terutama dijumpai di Meksiko, sebagian Karibia, Amerika Tengah dan Selatan, Afrika Sub-Sahara, Timur Tengah, India, Asia Selatan, Indo Cina, dan pulau-pulai di Pasifik Selatan. Diperkirakan prevalensi malaria di seluruh dunia berkisar antara 160-400 kasus. Plasmodium vivax mempunyai distribusi geografis yang paling luas, mulai dari daerah yang beriklim dingin, subtropik sampai ke daerah tropis, kadang-kadang dijumpai di Pasifik Barat. Plasmodium falciparum terutama menyebabkan malaria di Afrika dan daerah-daerah tropis lainnya.

Di Indonesia malaria tersebar di seluruh pulau dengan derajat endemisitas yang berbeda-beda dan dapat berjangkit di daerah dengan ketinggian sampai 1800 meter di atas permukaan laut. Angka Annual Parasite Incidence (API) malaria di pulau Jawa dan Bali pada tahun 1997 adalah 0,120 per 1000 penduduk, sedangkan di luar pulau Jawa angka Parasite Rate (PR) tetap tinggi yaitu 4,78% pada tahun 1997, tidak banyak berbeda dengan angka PR tahun 1990

(36)

(4,84%). Spesies yang terbanyak dijumpai adalah Plasmodium falciparum dan Plasmodium vivax. Plasmodium malariae dijumpai di Indonesia bagian timur, Plasmodium ovale pernah ditemukan di Irian Jaya dan Nisa Tenggara Timur. Angka kesakitan malaria untuk Jawa Bali diukur dengan API dan untuk luar Jawa Bali diukur dengan PR. Air tergenang dan udara panas masing-masing diperlukan untuk pembiakan nyamuk menunjang endemisitas penyakit malaria. Pada dua puluh lima tahun terakhir ini dijumpai adanya resistensi Plasmodium falciparum terhadap klorokuin telah menyebar ke berbagai negara endemis malaria termasuk Indonesia. Resistensi ini mungkin karena munculnya gen yang telah mengalami mutasi. Akhir-akhir ini juga dijumpai resistensi Plasmodium falciparum terhadap pirimetamin-sulfadoksin meningkat di negara-negara Asia Tenggara, Amerika Selatan dan Afrika Sub-Sahara.

Gambar 1. Peta penyebaran infeksi malaria di Indonesia C. Etiologi

Malaria disebabkan oleh protozoa dari genus Plasmodium. Pada manusia Plasmodium terdiri dari 4 spesies, yaitu Plasmodium falciparum, Plasmodium vivax, Plasmodium malariae dan Plasmodium ovale. Plasmodium falciparfum merupakan penyebab infeksi berat bahkan dapat menimbulkan kematian. Keempat spesies Plasmodium yang terdapat di Indonesia yaitu Plasmodium falciparfum yang menyebabkan malaria tropika, Plasmodium vivax yang menyebabkan malaria tertiana, Plasmodium malariae yang menyebabkan malaria kuartana dan Plasmodium ovale yang menyebabkan malaria ovale.

(37)

Seorang dapat terinfeksi lebih dari satu jenis Plasmodium, dikenal sebagai infeksi campuran atau majemuk. Pada umumnya dua jenis Plasmodium yang paling banyak dijumpai adalah campuran antara Plasmodium falciparum dan Plasmodium vivax atau Plasmodium malariae. Kadang-kadang dijumpai tiga jenis Plasmodium sekaligus, meskipun hal ini jarang sekali terjadi. Infeksi campuran biasanya terdapat di daerah dengan angka penularan tinggi. Akhir-akhir ini di beberapa daerah dilaporkan kasus malaria yang telah resisten terhadap klorokuin, bahkan juga resisten terhadap pirimetamin-sulfadoksin.

Penyakit ini jarang ditemui pada bulan-bulan pertama kehidupan, tetapi pada anak-anak yang berumur beberapa tahun dapat terjadi serangan malaria tropika yang berat, bahkan tertiana dan kuartana dan dapat menyebabkan kematian terutama pada anak dengan gangguan gizi.

D. Daur Hidup Plasmodium

Pada tahun 1898 Ronald Ross membuktikan keberadaan Plasmodium pada dinding perut tengah dan kelenjar liur nyamuk Culex. Atas penemuan ini ia memenangkan Hadiah Nobel Kedokteran pada tahun 1902, meskipun sebenarnya penghargaan itu perlu diberikan kepada profesor Italia Giovanni Battista Grassi, yang membuktikan bahwa malaria manusia hanya bisa disebarkan oleh nyamuk Anopheles.

Siklus hidup Plasmodium amat rumit. Sporozoit dari liur nyamuk betina yang mengigit disebarkan ke darah atau sistem limfa penerima[1]. Penting disadari bahwa bagi sebagian spesies

vektornya mungkin bukan nyamuk.

Nyamuk dalam genus Culex, Anopheles, Culiceta, Mansonia dan Aedes mungkin bertindak sebagai vektor. Vektor yang diketahui kini bagi malaria manusia (>100 spesies) semuanya tergolong dalam genus Anopheles. Malaria burung biasanya dibawa oleh spesies genus Culex. Siklus hidup Plasmodium diketahui oleh Ross yang menyelidiki spesies dari genus Culex.

Dalam daur hidup Plasmodium mempunyai 2 hospes, yaitu vertebrata dan nyamuk. Siklus aseksual dalam proses hospes vertebrata dikenal sebagai skizogoni, sedangkan siklus seksual yang membentuk sporozoit di dalam nyamuk sebagai sporogoni. Sporozoit yang aktif dapat ditularkan ke dalam tubuh manusia melalui ludah nyamuk, kemudian menempati jaringan parenkim hati dan tumbuh sebagai skizon (stadium eko-eritrositer atau stadium pra-eritrositer). Sebagian sporozoit tidak tumbuh dan tetap tidur (dormant) yang disebut hipnozoit. Plasmodium falciparum hanya terjadi satu kali stadium pra-eritrositer sedangkan spesies lain mempunyai hipnozoit bertahun-tahun sehingga pada suatu saat dapat aktif dan terjadilah relaps. Sel hati yang berisi parasit akan pecah dan terjadilah merozoit. Merozoit akan masuk ke dalam eritrosit (stadium eritrositer), tampak sebagai kromatin kecil dikelilingi oleh sedikit sitoplasma yang mempunyai bentuk cincin, disebut tropozoit. Tropozoit membentuk skizon muda dan setelah matang, membelah menjadi merozoit. Setelah pembelahan eritrosit akan hancur; merozoit, pigmen dan sel sisa akan keluar dan berada di dalam plasma. Parasit akan difagositosia oleh RES. Plasmodium yang dapat menghindar akan masuk kembali ke dalam eritrosit lain untuk mengulangi stadium skizogoni. Beberapa merozoit tidak membentuk skizon tetapi memulai

Gambar

Gambar 1. Peta penyebaran infeksi malaria di Indonesia C. Etiologi
Gambar 2. Daur hidup plasmodium E. Transmisi
Gambar 3. Gejala klinis malaria
Gambar 4. Sediaan darah apus plasmodium
+2

Referensi

Dokumen terkait

Keadaan tersebut berbeda dengan yang terjadi pada ekstrak hasil maserasi, yaitu karena tidak terjadi sirkulasi secara otomatis setiap jamnya sehingga tidak

Pembatasan terhadap populasi perlu dilakukan melalui pengeluaran individu ternak kelinci dengan cara dijual atau dipotong sehingga terjadi keseimbangan antara

Pertama-tama, orang harus mengeluarkan uang yang banyak, termasuk pajak yang tinggi, untuk membeli mobil, memiliki surat ijin, membayar bensin, oli dan biaya perawatan pun

Sig (2-tailed)&lt; 0,05) yang berarti tidak ada perbedaan pengaruh yang signifikan dari nyeri diam dan nyeri tekan, namun ada perbedaan pengaruh yang cukup signifikan pada

Hambatan yang muncul dalam pelaksanaan program Sekolah Adiwiyata antara lain: adanya merger sekolah yang menyebabkan sulitnya manajemen program pengelolaan lingkungan

Dengan spesifikasi kepada sejarah lahirnya nasionalisme dari kalangan etnis Arab di Indonesia dan peran pan islamisme serta gerakan gerakan islam.. Selain itu, penulis juga

Berdasarkan hasil yang telah didapatkan, model Fuzzy Multi-Objective Linear Programming (FMOLP) yang diusulkan dapat digunakan untuk menyelesaikan permasalahan Distribution

Secara parsial menunjukkan bahwa faktor karakteristik sosial ekonomi tingkat pendidikan dan umur berpengaruh nyata terhadap tingkat motivasi kerja PPL di daerah