1 LAPORAN KASUS
BBLR & RDS + NEONATAL HIPERBILIRUBINEMIA
PENYUSUN:
Ahmad Nugroho
030.08.013
PEMBIMBING :
Dr. Meidy D Posumah, Sp.A
KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK
RUMAH SAKIT OTORITA BATAM
PERIODE 17 Desemberr 2012 – 23 februari 201
2 LEMBAR PENGESAHAN
Nama: Ahmad Nugroho
NIM: 030.08.013
Judul: BBLR dan RDS + Neonatal Hiperbilirubinemia
Telah diterima dan disetujui oleh pembimbing pada:
Hari...Tanggal...
Batam...2013
3 STATUS PASIEN
IDENTITAS
Identitas Pasien
No. Catatan Medik : 32-35-49
Nama pasien : By. Adam Jordan
Usia : 6 Hr
Jenis Kelamin : laki laki
Lahir : Batam, 11 Januari 2013
Agama : Kristen
Suku bangsa : Sumatera
Alamat : Batam
Tanggal masuk RS : 11-1-2013 sampai
17-1-2013
Identitas Orangtua
AYAH IBU
Nama : Tn. A Nama : Ny. B
Usia : 34 tahun Usia : 29 tahun
Agama : Kristen Agama : Kristen
4
Pekerjaan : Swasta Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Penghasilan : Tidak ditanyakan Penghasilan : tidak ditanyakan
Hubungan dengan orang tua: Anak kandung
RIWAYAT PENYAKIT
KELUHAN UTAMA:
Bayi lahir dengan BBL : 1700gr
KELUHAN TAMBAHAN:
Bayi menangis lemah sesaat setelah lahir
RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG:
Seorang bayi laki laki lahir pada tanggal 11 januari 2013 jam 03.00 WIB, bayi lahir spontan di rumah, dengan BBL : 1700gr, PB : 42cm, LK/LD : 27/25 usia gestasi 28-30 minggu, bayi menangis lemah pada saat di lahirkan, kemudian bayi di bawa ke rs elisabeth untuk
dilakukan perawatan tali pusat. Kemudian keluarga pasien minta pulang untuk dirawat di RSOB. Di RSOB pasien masuk ruang flamboyan di ruang perawatan level III.
RIWAYAT PENYAKIT DAHULU*:
PENYAKIT UMUR PENYAKIT PENYAKIT
ALERGI (-) DIFTERIA (-) JANTUNG (-)
CACINGAN (-) DIARE (-) GINJAL (-)
DBD (-) KEJANG (-) DARAH (-) DEMAM TIFOID (-) KECELAKAAN (-) RADANG PARU (-) OTITIS (-) MORBILI/varicella (-) TBC (-)
5 RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA
Os merupakan anak kedua dari dua bersaudara, kakaknya saat ini berusia 4 tahun dalam keadaan sehat.
Ayah Ibu
Nama A B
Perkawinan Pertama Pertama
Umur saat menikah 29 24
Keadaan keshetan saat ini Baik Baik
Riwayat kesehatan Baik Baik
Kesimpulan:keaddan kessehatan kedua orang tua pasien saat ini dalam keadaan baik.
Riwayat Kehamilan dan Persalinan
KEHAMILAN
MORBIDITAS KEHAMILAN
Tidak ditemukan
kelainan,tidak pernah sakit selama hamil,tidak pernah mengkonsumsi jamu atau obat obatan lain selain dari dokter
Perawatan antenatal Memeriksakan kandungan Rutin di dokter
Tempat kelahiran Di rumah
KELAHIRAN
Penolong persalinan Tidak ada
6
Masa gestasi Kurang bulan
Keadaan bayi Tidak menangis lemah. Berat badan: 1700gr Panjang badan: 42 cm LK/LD : 27/25
Tidak ada kelainan bawaan atau cacat
Pada riwayat kehamilan dan persalinan tidak ditemukan kelainan,kesemuanya baik.
Riwayat Makanan
Umur/bulan ASI PASI Buah/biskuit Bubur susu Nasi tim
0-2 - - - - - 2-4 - - - - - 4-6 - - - - - 6-8 - - - - - 8-10 - - - - - 10-12 - - - - -
Kesimpulan: bayi puasa selama perawatan
Umur diatas 1 tahun:
JENIS MAKANAN FREKUENSI DAN JUMLAH
Nasi/pengganti -
sayur -
daging -
telur -
7 Tahu - tempe - Susu(merk/takaran) - Lain-lain - Riwayat Perkembangan Tengkurap : - berjalan : -
Duduk : - mendorong dan menarik benda : -
merangkak : - Bicara(berbntuk kalimat dr 2 kata): -
berdiri : -
Kesimpulan : bayi belum mengalami perkembangan apapun
Riwayat Imunisasi
Vaksin Dasar (umur)
I II III IV BCG - - - - DPT - - - - Polio - - - - Campak - - - - Hepatitis B - - - -
Belum dilakukan imunisasi
Riwayat perumahan dan sanitasi lingkungan
Rumah milik, pasien tinggal bersama kedua orang tuanya di rumah dengan ukuran sedang. Bukan daerah yang padat penduduk, lingkungan bersih, dan nyaman. Tidak berada dekat
8 pabrik atau tempat pembuangan sampah akhir. Pembuangan sampah rutin dan air minum berasal dari PAM. Ventilasi baik sehingga cahaya matahari cukup masuk ke dalam rumah.
PEMERIKSAAN FISIK
Tanggal 17 januari 2013 pukul 18.30 WIB
Kesadaran : gerak aktif, menangis kuat
Keadaan umum : tampak sakit berat,
Tanda-tanda vital: Nadi : 183x/ menit Pernafasan : 56x/ menit Suhu : 37,20 celcius SpO2 :94% Data antropometri Lubchenco : Ballard Score Score : 14 Weeks : 28 – 30 weeks
9 Kepala : normochepali, ,distribusi rambut merata, wajah simetris.
Mata : kelopak mata tidak cekung, konjungtiva pucat -/-, sklera ikterik -/-,
Telinga : deformitas -/-, sekret dari telinga -/- darah dari telinga -/-.
Hidung : deformitas (-), deviasi septum (-), sekret -/- pernafasan cuping hidung (-).
Mulut : deformitas (-), bibir kering (+), sianosis perioral (-), mukosa mulut kering (-)
(-) hiperemis (-), lidah kotor (-),
Tenggorokan : sulit dinilai
Leher : tidak teraba pembesaran tiroid, kelenjar getah bening tidak teraba membesar,
retraksi suprasternal (-)
Thoraks :
Jantung : ictus cordis tidak terlihat
10 Perkusi : tidak dilakukan
Auskultasi : Bunyi jantung I-II regular, tidak mendengar mumur dan gallop
Paru :
Inspeksi : kedua hemitoraks simetris dalam keadaan statis dan dinamis, retraksi sela iga (-), retraksi sub costa (-).
Palpasi : vokal fremitus sulit dinilai
Auskultasi : suara napas vesikuler pada hemitoraks kiri dan kanan. Ronkhi -/-, wheezing -/-
Abdomen :
Inspeksi : datar, tidak tampak peristaltik usus, retraksi epigastrium (-)
Palpasi : abdomen teraba lunak,
Perkusi : tidak dilakukan
Auskultasi : bising usus 1x/menit
Ekstremitas : akral hangat (+) di keempat ekstremitas, sianosis akral (-) di keempat
ekstremitas,
Rangsang meningeal: tidak dilakukan
Pemeriksaan nervus cranialis NI-NXII tidak dilakukan
Reflex fisiologis tidak dilakukan
Reflex patologis tidak dilakukan
11 DOWNE SCORE : Laju nafas 64x : 1
Retraksi ringan : 1
Merintih sedikit : 1
Udara masuk sal. Nafas menurun : 1
Score : 4 (distress pernapasan moderate)
PEMERIKSAAN PENUNJANG Laboratorium Tanggal 11/01/2013 12/01/2013 15/01/2013 16/01/2013 17/01/13 Lekosit 14.0 14.9 Hemoglobin 18.3 20.9 Hematokrit 54.5 61.3 Trombosit 137 164 Bil total 9.68 21.28 12.24 7.96 Bil direk 0.37 1.2 0.36 0.88 Bil indir 9.31
Kesan laboratorium: pemeriksaan lab darah normal, terdapat ikterus fisiologis
12 RESUME
Seorang bayi laki laki lahir via pn dengan BBL 1700gr dan PBL 42cm LK/LD 27/25 menangis lemah segera setelah lahir. Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit berat, HR : 183, RR: 56X , T:37.2, SO2: 94%. Pemeriksaan fisik lengkap menunjukan bayi kurang bulan dan sesuai masa kehamilan. laboratorium dalam batas normal kesan ikterus fisiologis.
DIAGNOSA KERJA
NKB SMK via PN dengan BBLR disertai RDS + Neonatal Hiperbilirubinemia
PENATALAKSANAAN
Infus D10% + benutrion 7tpm mikro
Inj Amoxan 2x50mg iv
Inj. Gentamicin 8mg/36jam
Aminofilin 2x4mg iv
ASI/PASI 8x 5-10cc
O2 Blender
Pertahankan suhu 36,5-37,5 derajat celcius
Fototerapi
PROGNOSIS
Ad vitam : ad malam
Ad functionam : ad malam
13 EVALUASI HARIAN PASIEN
Tanggal 11 januari 2013 (perawatan hari pertama) Subjektif:
BAK +
BAB -
Puasa +
Objektif:
Kes/KU : Gerak aktif, menangis lemah
Tanda vital : HR: 160x/menit, RR: 64x/menit, S: 37,20C, So2: 84%
Kepala : normochepali,
Leher : retraksi SS (+), KGB ttm
Thorax : Jantung: S1-S2 reguler, mumur (-), gallop (-)
Pulmo : SN vesikuler Rh -/-, wh -/-, retraksi sela iga (-)
Abdomen : datar, supel, BU (+), turgor baik,
Ekstremitas : akral hangat (+), oedema (-), sianosis (-).
Assessment:
NKB SMK via PN dengan BBLR disertai RDS
Planning
Infus D10% 7tpm mikro
Inj Amoxan 2x50mg iv
14 Pertahankan suhu 36,5-37,5 derajat celcius
CPAP FiO2 50, Peep 5cm H2O, Flow 5L/menit
Puasa
Tanggal 12 januari 2013 (perawatan hari kedua) Subjektif:
BAK +
BAB +
Puasa +
Objektif:
Kes/KU : Gerak aktif, menangis lemah
Tanda vital : HR: 143x/menit, RR: 48x/menit, S: 37,20C, So2: 96%
Kepala : normochepali,
Leher : retraksi SS (-), KGB ttm
Thorax : Jantung: S1-S2 reguler, mumur (-), gallop (-)
Pulmo : SN vesikuler Rh -/-, wh -/-, retraksi sela iga (-)
Abdomen : datar, supel, BU (+), turgor baik,
Ekstremitas : akral hangat (+), oedema (-), sianosis (-).
Assessment:
NKB SMK via PN dengan BBLR disertai RDS
Planning
15 Inj Amoxan 2x50mg iv
Inj. Gentamicin 8mg/36jam
Aminofilin 2x4mg iv
Pertahankan suhu 36,5-37,5 derajat celcius
CPAP FiO2 50, Peep 5cm H2O, Flow 5L/menit
Puasa
Tanggal 14 januari 2013 (perawatan hari keempat) Subjektif:
BAK +
BAB +
Puasa +
Objektif:
Kes/KU : Gerak aktif, menangis lemah
Tanda vital : HR: 156x/menit, RR: 62x/menit, S: 37,7C, So2: 99%
Kepala : normochepali,
Leher : retraksi SS (-), KGB ttm
Thorax : Jantung: S1-S2 reguler, mumur (-), gallop (-)
Pulmo : SN vesikuler Rh -/-, wh -/-, retraksi sela iga (-)
Abdomen : datar, supel, BU (+), turgor baik,
Ekstremitas : akral hangat (+), oedema (-), sianosis (-).
16 NKB SMK via PN dengan BBLR disertai RDS
Planning
Infus D10% + Benutrion 7tpm mikro
Inj Amoxan 2x50mg iv
Inj. Gentamicin 8mg/36jam
Aminofilin 2x4mg iv
Pertahankan suhu 36,5-37,5 derajat celcius
CPAP FiO2 50, Peep 5cm H2O, Flow 5L/menit
ASI 8x 5-10cc
Tanggal 15 januari 2013 (perawatan hari kelima) Subjektif: BAK + BAB + Minum + Ikterik + Objektif:
Kes/KU : Gerak aktif, menangis lemah
Tanda vital : HR: 142x/menit, RR: 60x/menit, S: 37.1C, So2: 97%
Kepala : normochepali,
Leher : retraksi SS (-), KGB ttm
17 Pulmo : SN vesikuler Rh -/-, wh -/-, retraksi sela iga (-)
Abdomen : datar, supel, BU (+), turgor baik,
Ekstremitas : akral hangat (+), oedema (-), sianosis (-).
Assessment:
NKB SMK via PN dengan BBLR disertai RDS + Neonatal Hyperbilirubinemia
Planning
Infus D10% + Benutrion 7tpm mikro
Inj Amoxan 2x50mg iv
Inj. Gentamicin 8mg/36jam
Aminofilin 2x4mg iv
O2 Blender
Pertahankan suhu 36,5-37,5 derajat celcius
Puasa
Fototerapi
Tanggal 16 januari 2013 (perawatan hari keenam) Subjektif: BAK + BAB + Minum + Ikterik + Objektif:
18 Kes/KU : Gerak aktif, menangis lemah
Tanda vital : HR: 179x/menit, RR: 72x/menit, S: 37.5C, So2: 98%
Kepala : normochepali,
Leher : retraksi SS (-), KGB ttm
Thorax : Jantung: S1-S2 reguler, mumur (-), gallop (-)
Pulmo : SN vesikuler Rh -/-, wh -/-, retraksi sela iga (-)
Abdomen : datar, supel, BU (+), turgor baik,
Ekstremitas : akral hangat (+), oedema (-), sianosis (-).
Assessment:
NKB SMK via PN dengan BBLR disertai RDS + Neonatal Hyperbilirubinemia
Planning
Infus D10% + Benutrion 7tpm mikro
Inj Amoxan 2x50mg iv
Inj. Gentamicin 8mg/36jam
Aminofilin 2x4mg iv
O2 Blender
Pertahankan suhu 36,5-37,5 derajat celcius
Puasa
19 ANALISA KASUS
Kasus ini di diagnosis NKB SMK via PN dengan BBLR disertai RDS + Neonatal Hiperbilirubinemia
Temuan yang mendukung diagnosis:
Dari anamnesis umur gestasi ± 28-30 minggu Ballard score : 14 = 28-30 weeks
BBL : 1700gr
Menangis lemah saat lahir Bil Total : 21.28
DOWNE SCORE : 4
Dari temuan tersebut, pasien memenuhi kriteria sebagai berikut:
Neonatus Kurang Bulan
Masa gestasi Masa sejak terjadinya konsepsi sampai dengan saat kelahiran, dihitung dari hari pertama haid terakhir (menstrual age of pregnancy).
Kehamilan cukup bulan (term / aterm) : masa gestasi 37-42 minggu (259 – 294 hari) lengkap.
Kehamilan kurang bulan (preterm) : masa gestasi kurang dari 37 minggu (259 hari). Kehamilan lewat waktu (postterm) : masa gestasi lebih dari 42 minggu (294 hari). Bayi cukup bulan (term infant) : bayi dengan usia gestasi 37 – 42 minggu.
20 Sesuai Masa Kehamilan dengan BBLR
Berat badan neonatus pada saat kelahiran, ditimbang dalam waktu satu jam sesudah lahir.
Bayi berat lahir cukup : bayi dengan berat lahir > 2500 g.
Bayi berat lahir rendah (BBLR) / Low birthweight infant : bayi dengan berat badan lahir kurang dari 1500 – 2500 g.
Bayi berat lahir sangat rendah (BBLSR) / Very low birthweight infant : bayi dengan berat badan lahir 1000 – 1500 g.
Bayi berat lahir amat sangat rendah (BBLASR) / Extremely very low birthweight infant : bayi lahir hidup dengan berat badan lahir kkurang dari 1000 g.
21 RDS
Respiratory Distressn Syndrome merupakan kelainan yang terjadi pada paru oleh karena factor kematangan dan pertumbuhan yang belum sempurna. Klasifikasi respiratory distress dengan menggunakan DOWNE SCORE adalah sebagai berikut:
SCORE < 4 = distress pernapasan ringan
SCORE 4-5 = distress pernapasan moderat
22 Neonatal Hiperbilirubinemia
Billirubin dalam darah mengalami proses dan berubah menjadi billirubin direct. Billirubin direct kemudian diekskresikan ke usus dan sebagian dikeluarkan dalam bentuk billirubin direct dan sebagian lagi dalam bentuk sterkobilin, bila terjadi hambatan/gangguan dalam usus maka oleh pengaruh enzim B glukorodinasi billirubin sebagian dirubah menjadi billirubin indirect yang kemudian diserap ke sirkulasi darah.
Billirubin ini kemudian diangkut ke hepar untuk di proses lagi, pada janin sebagian billirubin ini diekskresikan ke plasenta. Pada BBL ekskresi melalui plasenta terputus sehingga masuk lagi ke hepar. Karena itu bila fungsi hepar belum sempurna/ terdapat gangguan, misal : hypoxia, kekurangan glukosa maka kadar billirubin indirect dalam darah meningkat yang dapat menimbulkan icterus
1. Fisiologis
- Timbul pada hari ke-2 dan ke-3
- Kadar billirubin direct tidak melebihi 10 mg % pada neonatus cukup bulan dan 12,5 mg % pada
neonatus kurang bulan.
- Kecepatan peningkatan kadar billirubin tidak melebihi 5 mg % /hari.
- Kadar billirubin direct tidak melebihi 1 mg %.
- Icterus menghilang pada 10 hari pertama.
- Tidak terbukti mempunyai hubungan dengan keadaan patologis.
2. Patologis
- Icterus terjadi 24 jam pertama
- Kadar billirubin indirect melebihi 10 mg % /hari
- Peningkatan billirubin lebih dari 5 mg % /hari
- Icterus menetap sesudah 2 minggu pertama
- Kadar billirubin indirect melebihi 1 mg %
23 TINJAUAN PUSTAKA
BBLR 1. Defenisi
Bayi berat badan lahir rendah ( BBLR ) adalah : bayi baru lahir yang berat badan lahirnya pada saat kelahiran kurang dari 2500 gram. Dahulu neonatus dengan berat badan lahir kurang dari 2500 gram atau sama dengan 2500 gram disebut prematur. Pada tahun 1961 oleh WHO semua bayi yang baru lahir dengan berat lahir kurang dari 2500 gram disebut Low Birth Weight Infants ( BBLR).
Berdasarkan pengertian di atas maka bayi dengan berat badan lahir rendahdapat dibagi menjadi 2 golongan :
1.1. Prematuritas murni.
Adalah: bayi lahir dengan umur kehamilan kurang dari 37 minggu dan mempunyai berat badan sesuai dengan berat badan untuk masa kehamilan atau disebut Neonatus Kurang Bulan – Sesuai Masa Kehamilan ( NKB- SMK).
1. 2. Dismaturitas.
Adalah : bayi lahir dengan berat badan kurang dari berat badan seharusnya untuk masa kehamilan, dismatur dapat terjadi dalam preterm, term, dan post term. Dismatur ini dapat juga: Neonatus Kurang Bulan – Kecil untuk Masa Kehamilan (NKB- KMK) Neonatus Cukup Bulan-Kecil Masa Kehamilan ( NCB-KMK ), Neonatus Lebih BulanKecil Masa Kehamilan ( NLB- KMK ).
24 2. Etiologi BBLR
2.1. Faktor Ibu.
a. Penyakit :
Penyakit yang berhubungan langsung dengan kehamilan misalnya :perdarahan antepartum, trauma fisik dan psikologis, DM,toksemia gravidarum, dan nefritis akut.
b. Usia ibu :
Angka kejadian prematuritas tertinggi ialah pada usia < 20 tahun, dan multi gravida yang jarak kelahiran terlalu dekat.Kejadian terendah ialah pada usia antara 26 – 35 tahun
c. Keadaan sosial ekonomi :
Keadaan ini sangat berperanan terhadap timbulnya prematuritas. Kejadian tertinggi terdapat pada golongan sosial ekonomi rendah. Hal ini disebabkan oleh keadaan gizi yang kurang baik dan pengawasanantenatal yang kurang. Demikian pula kejadian prematuritas pada bayi yang lahir dari perkawinan yang tidak sah.ternyata lebih tinggi bila dibandingkan dengan bayi yang lahir dari perkawinan yang sah.
d. Sebab lain : ibu perokok, ibu peminum alkohol dan pecandu obat narkotik.
2.2. Faktor janin.
Hidramion, kehamilan ganda dan kelainan kromosom.
2.3. Faktor lingkungan
25 2.4. Penatalaksanaan prematuritas murni
Mengingat belum sempurnanya kerja alat-alat tubuh yang perlu untuk pertumbuhan dan perkembangan serta penyesuaian diri dengan lingkungan hidup di luar uterus maka perlu diperhatikan pengaturan suhu lingkungan, pemberian makanan dan bila perlu oksigen, mencegah infeksi serta mencegah kekurangan vitamin dan zat besi.
2.4.1. Pengaturan suhu badan bayi prematuritas/ BBLR
Bayi prematuritas dengan cepat akan kehilangan panas badan dan menjadi hipotermia, karena pusat pengaturan panas badan belum berfungsi dengan baik, metabolismenya rendah dan
26 permukaan badan relatif luas oleh karena itu bayi prematuritas harus dirawat di dalam inkubator sehingga panas badannya mendekati dalam rahim. Bila bayi dirawat dalam inkubator maka suhu bayi dengan berat badan , 2 kg adalah 35 derajat celcius dan untuk bayi dengan berat badan 2-2,5 kg adalah 33-34 derajat celcius. Bila inkubator tidak ada bayi dapat dibungkus dengan kain dan disampingnya ditaruh botol yang berisi air panas, sehingga panan badannya dapat
dipertahankan.
2.4.2. Makanan bayi prematur
Alat pencernaan bayi prematur masih belum sempurna, lambung kecil, enzim pencernaan belum matang, sedangkan kebutuhan protein 3-5 gr/kg BB dan kalori 110 kal/kg BB sehingga pertumbuhannya dapat meningkat. Pemberian minum bayi sekitar 3 jam setelah lahir dan didahului dengan menghisap cairan lambung. Refleks menghisap masih lemah,sehingga pemberian minum sebaiknya sedikit demi sedikit, tetapi frekwensi yang lebih sering. ASI
merupakan makanan yang paling utama,sehingga ASI lah yang paling dahulu diberikan. Bila faktor menghisapnya kurang maka ASI dapat diperas dan diminumkan dengan sendok perlahan-lahan atau dengan memasang sonde menuju lambung. Permulaan cairan diberikan sekitar 50-60 cc/kg BB/ hari dan terus dinaikkan sampai mencapai sekitar 200 cc/kg BB/ hari.
2.4.3. Menghindari infeksi
Bayi prematuritas mudah sekali terkena infeksi, karena daya tahan tubuh yang masih
lemah,kemampuan leukosit masih kurang dan pembentukan anti bodi belum sempurna. Oleh karena itu, upaya preventif sudah dilakukan sejak pengawasan antenatal sehinggatidak terjadi persalinan prematuritas ( BBLR). Dengan demikian perawatan dan pengawasan bayi
prematuritas secara khusus dan terisolasi dengan baik.
2.5. Penatalaksanaan dismaturitas (KMK)
1. Pemeriksaan pertumbuhan dan perkembangan janin intra uterina serta menemukan gangguan pertumbuhan misalnya dengan pemeriksaan ultra sonografi.
27 2. Memeriksa kadar gula darah ( true glukose ) dengan dextrostix atau laboratorium kalau
hipoglikemia perlu diatasi.
3. Pemeriksaan hematokrit dan mengobati hiperviskositasnya.
4. Bayi membutuhkan lebih banyak kalori dibandingkan dengan bayi SMK.
5. Melakukan tracheal-washing pada bayi yang diduga akan menderita aspirasi mekonium.
6. Sebaiknya setiap jam dihitung frekwensi pernafasan danbila frekwensi lebih dari 60 x/ menit dibuat foto thorax.
3. Pemeriksaan diagnostik
1. Jumlah sel darah putih : 18.000/mm3, netrofil meningkat sampai 23.000-24.000/mm3, hari pertama setelah lahir (menurun bila ada sepsis ).
2. Hematokrit ( Ht ) : 43%- 61 % ( peningkatan sampai 65 % atau lebih menandakan polisitemia, penurunan kadar menunjukkan anemia atau hemoragic prenatal/perinatal ).
3. Hemoglobin (Hb) : 15-20 gr/dl (kadar lebih rendah berhubungan dengan anemia atau hemolisis berlebihan ).
4. Bilirubin total : 6 mg/dl pada hari pertama kehidupan, 8 mg/dl 1-2 hari, dan 12 mg/dl pada 3-5 hari.
5. Destrosix : tetes glukosa pertama selama 4-6 jam pertama setelah kelahiran rata-rata 40-50 mg/dl meningkat 60-70 mg/dl pada hari ketiga.
6. Pemantauan elektrolit ( Na, K, Cl ) : biasanya dalam batas normal pada awalnya.
28 4. Gambaran klinis
Menunjukkan belum sempurnanya fungsi organ tubuh dengan keadaannya lemah :
4.1. Fisik.
- bayi kecil
- pergrakan kurang dan masih lemah
- kepala lebih besar dari pada badan
- berat badan < 2500 gram
4.2. Kulit dan kelamin
- kulit tipis dan transparan
- lanugo banyak
- rambut halus dan tipis
- genitalia belum sempurna
4.3. Sistem syaraf
- refleks moro
- refleks menghisap, menelan, batuk belum sempurna
4.4. Sistem muskuloskeletal
- axifikasi tengkorak sedikit
- ubun-ubun dan satura lebar
- tulang rawan elastis kurang
- otot-otot masih hipotonik
29 - sendi lutut dan kaki fleksi
- kepala menghadap satu jurusan
4.5. Sistem pernafasan
- pernafasan belum teratur sering apnoe
- frekwensi nafas bervariasi
5. Komplikasi
1. Kerusakan bernafas : fungsi organ belum sempurna
2. Pneumonia, aspirasi : refleks menelan dan batuk belum sempurna
3. Perdarahan intraventrikuler : perdarahan spontan di ventrikel otak lateral disebabkan anoksia menyebabkan hipoksia otak yang dapat menimbulkan terjadinya kegagalan peredaran darah sistemik.
6. Pengkajian dasar neonatus 6.1. Aktivitas/ istirahat
Bayi sadar mungkin 2-3 jam bebrapa hari pertama tidur sehari rata-rata 20 jam.
6.2. Pernafasan
Takipnea sementara dapat dilihat, khususnya setelah kelahiran cesaria atau persentasi bokong.
Pola nafas diafragmatik dan abdominal dengan gerakan sinkron dari dada dan abdomen, perhatikan adanya sekret yang mengganggu pernafasan, mengorok, pernafasan cuping hidung,
30 Berat badan rata-rata 2500-4000 gram ; kurang dari 2500 gr menunjukkan kecil untuk usia gestasi, pemberian nutrisi harus diperhatikan. Bayi dengan dehidrasi harus diberi infus. Beri minum dengan tetes ASI/ sonde karena refleks menelan BBLR belum sempurna,kebutuhan cairan untuk bayi baru lahir 120-150ml/kg BB/ hari.
6.4 . Berat badan
Kurang dari 2500 gram
6. 5. Suhu
BBLR mudah mengalami hipotermia, oleh sebab itu suhu tubuhnya harus dipertahankan.
6. 6. Integumen
31 TINJAUAN PUSTAKA
RDS
1. Definisi
Adalah gangguan pernafasan yang sering terjadi pada bayi premature dengan tanda-tanda takipnue (>60 x/mnt), retraksi dada, sianosis pada udara kamar, yang menetap atau memburuk pada 48-96 jam kehidupan dengan x-ray thorak yang spesifik. Tanda-tanda klinik sesuai dengan besarnya bayi, berat penyakit, adanya infeksi dan ada tidaknya shunting darah melalui PDA (Stark 1986).
Menurut Petty dan Asbaugh (1971), definisi dan kriteria RDS bila didapatkan sesak nafas berat (dyspnea ), frekuensi nafas meningkat (tachypnea ), sianosis yang menetap dengan terapi oksigen, penurunan daya pengembangan paru,adanya gambaran infiltrat alveolar yang merata pada foto thorak dan adanya atelektasis, kongesti vascular, perdarahan, edema paru, dan adanya hyaline membran pada saat otopsi.
Sindrom gawat napas (RDS) (juga dikenal sebagai idiopathic respiratory distress syndrome) adalah sekumpulan temuan klinis, radiologis, dan histologis yang terjadi terutama akibat ketidakmaturan paru dengan unit pernapasan yang kecil dan sulit mengembang dan tidak menyisakan udara diantara usaha napas. Istilah-istilah Hyaline Membrane Disease (HMD) sering kali digunakan saling bertukar dengan RDS (Bobak, 2005).
Respiratory Distress Syndrome adalah penyakit yang disebabkan oleh ketidakmaturan dari sel tipe II dan ketidakmampuan sel tersebut untuk menghasilkan surfaktan yang memadai. (Dot Stables, 2005).
2. Etiologi
RDS terjadi pada bayi prematur atau kurang bulan, karena kurangnya produksi surfaktan. Produksi surfaktan ini dimulai sejak kehamilan minggu ke-22, makin muda usia kehamilan,
32 makin besar pula kemungkinan terjadi RDS. Ada 4 faktor penting penyebab defisiensi surfaktan pada RDS yaitu prematur, asfiksia perinatal, maternal diabetes, seksual sesaria.. Surfaktan biasanya didapatkan pada paru yang matur. Fungsi surfaktan untuk menjaga agar kantong alveoli tetap berkembang dan berisi udara, sehingga pada bayi prematur dimana surfaktan masih belum berkembang menyebabkan daya berkembang paru kurang dan bayi akan mengalami sesak nafas. Gejala tersebut biasanya muncul segera setelah bayi lahir dan akan bertambah berat.
RDS merupakan penyebab utama kematian bayi prematur. Sindrom ini dapat terjadi karena ada kelainan di dalam atau diluar paru, sehingga tindakan disesuaikan dengan penyebab sindrom ini. Kelainan dalam paru yang menunjukan sindrom ini adalah pneumothoraks/pneumomediastinum, penyakit membran hialin (PMH),
3. Patofisiologi
Faktor-faktor yang memudahkan terjadinya RDS pada bayi prematur disebabkan oleh alveoli masih kecil sehingga kesulitan berkembang, pengembangan kurang sempurna kerana dinding thorax masih lemah, produksi surfaktan kurang sempurna. Kekurangan surfaktan mengakibatkan kolaps pada alveolus sehingga paru-paru menjadi kaku. Hal tersebut menyebabkan perubahan fisiologi paru sehingga daya pengembangan paru (compliance) menurun 25% dari normal, pernafasan menjadi berat, shunting intrapulmonal meningkat dan terjadi hipoksemia berat, hipoventilasi yang menyebabkan asidosis respiratorik
Telah diketahui bahwa surfaktan mengandung 90% fosfolipid dan 10% protein , lipoprotein ini berfungsi menurunkan tegangan permukaan dan menjaga agar alveoli tetap mengembang. Secara makroskopik, paru-paru nampak tidak berisi udara dan berwarna kemerahan seperti hati. Oleh sebab itu paru-paru memerlukan tekanan pembukaan yang tinggi untuk mengembang. Secara histologi, adanya atelektasis yang luas dari rongga udara bahagian distal menyebabkan edema interstisial dan kongesti dinding alveoli sehingga menyebabkan desquamasi dari epithel sel alveoli type II. Dilatasi duktus alveoli, tetapi alveoli menjadi tertarik karena adanya defisiensi surfaktan ini.
33 Dengan adanya atelektasis yang progresif dengan barotrauma atau volutrauma dan keracunan oksigen, menyebabkan kerosakan pada endothelial dan epithelial sel jalan pernafasan bagian distal sehingga menyebabkan eksudasi matriks fibrin yang berasal dari darah. Membran hyaline yang meliputi alveoli dibentuk dalam satu setengah jam setelah lahir. Epithelium mulai membaik dan surfaktan mulai dibentuk pada 36- 72 jam setelah lahir. Proses penyembuhan ini adalah komplek; pada bayi yang immatur dan mengalami sakit yang berat dan bayi yang dilahirkan dari ibu dengan chorioamnionitis sering berlanjut menjadi Bronchopulmonal Displasia (BPD).
4. Pencegahan RDS
Tindakan pencegahan yang harus dilakukan untuk mencegah komplikasi pada bayi resiko tinggi adalah mencegah terjadinya kelahiran prematur, mencegah tindakan seksio sesarea yang tidak sesuai dengan indikasi medis, melaksanakan manajemen yang tepat terhadap kehamilan dan kelahiran bayi resiko tinggi.
Tindakan yang efektif utntuk mencegah RDS adalah:
Mencegah kelahiran < bulan (premature).
Mencegah tindakan seksio sesarea yang tidak sesuai dengan indikasi medis. Management yang tepat.
Pengendalian kadar gula darah ibu hamil yang memiliki riwayat DM. Optimalisasi kesehatan ibu hamil.
Kortikosteroid pada kehamilan kurang bulan yang mengancam.
Obat-obat tocolysis (β-agonist : terbutalin, salbutamol) relaksasi uterus Contoh : Salbutamol (ex: Ventolin Obstetric injection) 5mg/5 ml (utk asma: 5 mg/ml)
Untuk relaksasi uterus : 5 mg salbutamol dilarutkan dalam infus 500 ml dekstrose/NaCl diberikan i.v (infus) dgn kecepatan 10 – 50 μg/menit dgn monitoring cardial effect. Jika detak jantung ibu > 140/menit kecepatan diturunkan atau obat dihentikan
Steroid (betametason 12 mg sehari untuk 2x pemberian, deksametason 5 mg setiap 12 jam untuk 4 x pemberian)
34 Cek kematangan paru (lewat cairan amniotic pengukuran rasio lesitin/spingomielin : > 2
dinyatakan mature lung function)
5. Manifestasi Klinis
Berat dan ringannya gejala klinis pada penyakit RDS ini sangat dipengaruhi oleh tingkat maturitas paru. Semakin rendah berat badan dan usia kehamilan, semakin berat gejala klinis yang ditujukan.
Manifestasi dari RDS disebabkan adanya atelektasis alveoli, edema, dan kerosakan sel dan selanjutnya menyebabkan kebocoran serum protein ke dalam alveoli sehingga menghambat fungsi surfaktan. Gejala klinikal yang timbul iaitu : adanya sesak nafas pada bayi prematur segera setelah lahir, yang ditandai dengan takipnea (> 60 x/minit), pernafasan cuping hidung, grunting, retraksi dinding dada, dan sianosis, dan gejala menetap dalam 48-96 jam pertama setelah lahir. Berdasarkan foto thorak, menurut kriteria Bomsel ada 4 stadium RDS yaitu :pertama, terdapat sedikit bercak retikulogranular dan sedikit bronchogram udara, kedua, bercak retikulogranular homogen pada kedua lapangan paru dan gambaran airbronchogram udara terlihat lebih jelas dan meluas sampai ke perifer menutupi bayangan jantung dengan penurunan aerasi paru. ketiga,alveoli yang kolaps bergabung sehingga kedua lapangan paru terlihat lebih opaque dan bayangan jantung hampir tak terlihat, bronchogram udara lebih luas. keempat, seluruh thorax sangat opaque ( white lung ) sehingga jantung tak dapat dilihat.
Evaluasi Respiratory Distress Skor Downe :
0 1 2
Frekuensi Nafas
< 60x/menit 60-80 x/menit >80x/menit
Retraksi Tidak ada retraksi
Retraksi ringan Retraksi berat
Sianosis Tidak sianosis Sianosis hilang dengan O2 Sianosis menetap walaupun diberi O2
35 Air Entry Udara masuk Penurunan ringan udara
masuk
Penurunan berat udara masuk
Merintih Tidak merintih Dapat didengar dengan stetoskop
Dapat didengar tanpa alat bantu
Evaluasi Respiratory Distress Skor Downe
Skor < 4 gangguan pernafasan ringan Skor 4 – 5 gangguan pernafasan sedang
Skor > 6 gangguan pernafasan berat (pemeriksaan gas darah harus dilakukan)
6. Penunjang / Diagnostik
Laboratory Evaluation for Respiratory Distress in the Newborn
Test Indication
Blood culture May indicate bacteremia Not helpful initially because results may take 48 hours
Blood gas Used to assess degree of hypoxemia if arterial sampling, or acid/base status if capillary sampling (capillary sample usually used unless high oxygen requirement)
Blood glucose Hypoglycemia can cause or aggravate tachypnea
Chest radiography Used to differentiate various types of respiratory distress Complete blood
count with differential
Leukocytosis or bandemia indicates stress or infection
Neutropenia correlates with bacterial infection Low hemoglobin level shows anemia
36 High hemoglobin level occurs in polycythemia
Low platelet level occurs in sepsis Lumbar puncture If meningitis is suspected
Pulse oximetry Used to detect hypoxia and need for oxygen supplementation
7. Penatalaksanaan
untuk mengatasi masalah kegawatan pernafasan meliputi :
1) Mempertahankan ventilasi dan oksigenasi adekuat.
2) Mempertahankan keseimbangan asam basa.
3) Mempertahankan suhu lingkungan netral.
4) Mempertahankan perfusi jaringan adekuat.
5) Mencegah hipotermia.
6) Mempertahankan cairan dan elektrolit adekuat.
Penatalaksanaan secara umum :
a. Pasang jalur infus intravena, sesuai dengan kondisi bayi, yang paling sering dan bila bayi tidak dalam keadaan dehidrasi berikan infus dektrosa 5 %
b. Pantau selalu tanda vital
c. Jaga kepatenan jalan nafas
d. Berikan Oksigen (2-3 liter/menit dengan kateter nasal)
e. Jika bayi mengalami apneu
f. Lakukan tindakan resusitasi sesuai tahap yang diperlukan
g. Lakukan penilaian lanjut
37 i. Segera periksa kadar gula darah
j. Pemberian nutrisi adekuat
Setelah menajemen umum, segera dilakukan menajemen lanjut sesuai dengan kemungkinan penyebab dan jenis atau derajat gangguan nafas. Menajemen spesifik atau menajemen lanjut:
Gangguan nafas ringan
Beberapa bayi cukup bulan yang mengalami gangguan napas ringan pada waktu lahir tanpa gejala-gejala lain disebut “Transient Tacypnea of the Newborn” (TTN). Terutama terjadi setelah bedah sesar. Biasanya kondisi tersebut akan membaik dan sembuh sendiri tanpa pengobatan. Meskipun demikian, pada beberapa kasus. Gangguan napas ringan merupakan tanda awal dari infeksi sistemik.
Gangguan nafas sedang
Lakukan pemberian O2 2-3 liter/ menit dengan kateter nasal, bila masih sesak dapat diberikan o2 4-5 liter/menit dengan sungkup. Bayi jangan diberi minum.
Jika ada tanda berikut, berikan antibiotika (ampisilin dan gentamisin) untuk terapi kemungkinan besar sepsis.
o Suhu aksiler <> 39˚C
o Air ketuban bercampur mekonium
o Riwayat infeksi intrauterin, demam curiga infeksi berat atau ketuban pecah dini (> 18 jam)
Bila suhu aksiler 34- 36,5 ˚C atau 37,5-39˚C. tangani untuk masalah suhu abnormal dan nilai ulang setelah 2 jam:
Bila suhu masih belum stabil atau gangguan nafas belum ada perbaikan, berikan antibiotika untuk terapi kemungkinan besar seposis
Jika suhu normal, teruskan amati bayi. Apabila suhu kembali abnormal ulangi tahapan tersebut diatas.
38 Bila tidak ada tanda-tanda kearah sepsis, nilai kembali bayi setelah 2 jam
Apabila bayi tidak menunjukan perbaikan atau tanda-tanda perburukan setelah 2 jam, terapi untuk kemungkinan besar sepsis
Bila bayi mulai menunjukan tanda-tanda perbaikan kurangai terapi o2secara bertahap . Pasang pipa lambung, berikan ASI peras setiap 2 jam. Jika tidak dapat menyusu, berikan ASI peras dengan memakai salah satu cara pemberian minum
Amati bayi selama 24 jam setelah pemberian antibiotik dihentikan. Bila bayi kembali tampak kemerahan tanpa pemberian O2 selama 3 hari, minumbaik dan tak ada alasan bayi tatap tinggal di Rumah Sakit bayi dapat dipulangkan.
Gangguan nafas berat
Amati pernafasan bayi setiap 2 jam selama 6 jam berikutnya.
Bila dalam pengamatan ganguan nafas memburuk atau timbul gejala sepsis lainnya. Terapi untuk kemungkinan kesar sepsis dan tangani gangguan nafas sedang dan dan segera dirujuk di rumah sakit rujukan.
Berikan ASI bila bayi mampu mengisap. Bila tidak berikan ASI peras dengan menggunakan salah satu cara alternatif pemberian minuman.
Kurangi pemberian O2 secara bertahap bila ada perbaikan gangguan napas. Hentikan pemberian O2 jika frekuensi napas antara 30-60 kali/menit.
Penatalaksanaan medis:
Pengobatan yang biasa diberikan selama fase akut penyakit RDS adalah:
Antibiotika untuk mencegah infeksi sekunder
Furosemid untuk memfasilitasi reduksi cairan ginjal dan menurunkan caiaran paru Fenobarbital
39 Vitamin E menurunkan produksi radikalbebas oksigen
Metilksantin ( teofilin dan kafein ) untuk mengobati apnea dan untuk pemberhentian dari pemakaian ventilasi mekanik. (cusson,1992)
Salah satu pengobatan terbaru dan telah diterima penggunaan dalam pengobatan RDS adalah pemberian surfaktan eksogen ( derifat dari sumber alami misalnya manusia, didapat dari cairan amnion atau paru sapi, tetapi bisa juga berbentuk surfaktan buatan ).
8. Komplikasi Penyakit
Komplikasi jangka pendek dapat terjadi : 1. kebocoran alveoli : Apabila dicurigai terjadi kebocoran udara ( pneumothorak, pneumomediastinum, pneumopericardium, emfisema
intersisiel ), pada bayi dengan RDS yang tiba-tiba memburuk dengan gejala klinikal hipotensi, apnea, atau bradikardi atau adanya asidosis yang menetap. 2. Jangkitan penyakit karena keadaan penderita yang memburuk dan adanya perubahan jumlah leukosit dan thrombositopeni. Infeksi dapat timbul kerana tindakan invasiv seperti pemasangan jarum vena, kateter, dan alat-alat respirasi. 3. Perdarahan intrakranial dan leukomalacia periventrikular : perdarahan
intraventrikuler terjadi pada 20-40% bayi prematur dengan frekuensi terbanyak pada bayi RDS dengan ventilasi mekanik.
Komplikasi jangka panjang dapat disebabkan oleh keracunan oksigen, tekanan yang tinggi dalam paru, memberatkan penyakit dan kekurangan oksigen yang menuju ke otak dan organ lain. Komplikasi jangka panjang yang sering terjadi : 1. Bronchopulmonary Dysplasia (BPD): merupakan penyakit paru kronik yang disebabkan pemakaian oksigen pada bayi dengan masa gestasi 36 minggu. BPD berhubungan dengan tingginya volume dan tekanan yang
digunakan pada waktu menggunakan ventilasi mekanik, adanya infeksi, inflamasi, dan defisiensi vitamin A. Insiden BPD meningkat dengan menurunnya masa gestasi. 2. Retinopathy prematur Kegagalan fungsi neurologi, terjadi sekitar 10-70% bayi yang berhubungan dengan masa gestasi, adanya hipoxia, komplikasi intrakranial, dan adanya infeksi.
40 IKTERUS
PENGERTIAN
Ikterus adalah perubahan warna kulit atau sclera mata dari putih menjadi kuning karena peningkatan kadar bilirubin dalam darah. Ikterus pada bayi yang baru lahir dapat merupakan suatu hal yang fisiologis, terdapat pada 25%-50% pada bayi yang lahir cukup bulan. Tapi juga merupakan hal yang patologis (tidak normal) misalnya akibat berlawanannya Rhesus darah bayi dan ibunya, sepsis (infeksi berat), penyumbatan saluran empedu, dan lain lain.
Ikterus fisiologis timbul pada hari ke-2 dan ke-3 dan tidak disebabkan oleh kelainan apapun, kadar bilirubin darah tidak lebih dari kadar yang membahayakan, dan tidak mempunyai potensi menimbulkan kecacatan pada bayi. Sampai hari ketujuh biasanya akan menghilang. Sedangkan pada ikterus yang patologis, kadar bilirubin darahnya melebihi batas, dan disebut sebagai hiperbilirubinemia.
IKTERUS FISIOLOGIS
Secara umum, setiap neonatus mengalami peningkatan konsentrasi bilirubin serum, namun kurang 12 mg/dL pada hari ketiga hidupnya dipertimbangkan sebagai ikterus fisiologis. Pola ikterus fisiologis pada bayi baru lahir sebagai berikut: kadar bilirubin serum total biasanya mencapai puncak pada hari ke 3-5 kehidupan dengan kadar 5-6 mg/dL, kemudian menurun kembali dalam minggu pertama setelah lahir. Kadang dapat muncul peningkatan kadar bilirubin sampai 12 mg/dL dengan bilirubin terkonyugasi <1 2 mg/Dl.
Pola ikterus fisiologis ini bervariasi sesuai prematuritas, ras, dan faktor-faktor lain. Sebagai contoh, bayi prematur akan memiliki puncak bilirubin maksimum yang lebih tinggi pada hari ke-6 kehidupan dan berlangsung lebih lama, kadang sampai beberapa minggu. Bayi ras Cina cenderung untuk memiliki kadar puncak bilirubin maksimum pada hari ke-4 dan 5 setelah lahir.
Faktor yang berperan pada munculnya ikterus fisiologis pada bayi baru lahir meliputi peningkatan bilirubin karena polisitemia relatif, pemendekan masa hidup eritrosit (pada bayi 80 hari dibandingkan dewasa 120 hari), proses ambilan dan konyugasi di hepar yang belum matur dan peningkatan sirkulasi enterohepatik.
41 Ikterus fisiologis menurut Tarigan (2003) dan Callhon (1996) dalam Schwats (2005) adalah ikterus yang memiliki karakteristik sebagai berikut:
• Timbul pada hari kedua – ketiga
• Kadar bilirubin indirek setelah 2 x 24 jam tidak melewati 15 mg % pada neonatus cukup bulan dan 10 mg % per hari pada kurang bulan
• Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tidak melebihi 5 mg % perhari • Kadar bilirubin direk kurang dari 1 mg %
• Ikterus hilang pada 10 hari pertama • Tidak mempunyai dasar patologis IKTERUS PATOLOGIS
Hiperbilirubinemia adalah kadar bilirubin yang dapat menimbulkan efek patologi.
Tingginya kadar bilirubin yang dapat menimbulkan efek patologi pada setiap bayi berbeda-beda. Dapat juga diartikan sebagai ikterus dengan konsentrasi bilirubin, yang serumnya mungkin menjurus ke arah terjadinya kerinkterus bila kadar bilirubin tidak dikendalikan.
Ikterus yang kemungkinan menjadi patologi atau dapat dianggap sebagai hiperbilirubinemia ialah:
a. Ikterus terjadi pada 24 jam pertama sesudah kelahiran
b. Peningkatan konsentrasi bilirubin 5 mg% atau lebih setiap 24 jam.
c. Konsentrasi bilirubin serum sewaktu 10 mg% pada neonates kurang bulan dan 12,5 mg% pada neonates cukup bulan
d. Ikterus yang disertai proses hemolisis (inkompatibilitas darah, defisiensi enzim G6PD dan sepsis).
e. Ikterus yang disertai berat lahir kurang dari 2000 gram, masa gestasi kurang dari 36 minggu, asfiksia, hipoksia, sindrom gangguan pernafasan, infeksi, hipoglikemia, hiperkapnia,
42 hiperosmolalitas darah. Kernikterus ialah ensefalopati bilirubin yang biasanya ditemukan pada neonates cukup bulan dengan ikterus berat (bilirubin indirek lebih dari 20 mg% dan disertai penyakit hemolitik berat dan pada autopsy ditemukan bercak bilirubin pada otak. Kernikterus secara klinis berbentuk kelainan saraf spastic yang terjadi secara kronik.
ETIOLOGI
Penyebab ikterus pada bayi baru lahir dapat berdiri sendiri ataupun dapat disebabkan oleh beberapa faktor antara lain :
1. Produksi yang berlebihan. Hal ini melebihi kemampuan bayi untuk mengeluarkannya,
misalnya pada hemolisis yang meningkat pada inkompatibilitas darah Rh, AB0, golongan darah lain, defisiensi enzim G-6-PD, piruvat kinase, perdarahan tertutup dan sepsis.
2. Gangguan dalam proses uptake dan konjugasi akibat dari gangguan fungsi hepar. Gangguan ini dapat disebabkan oleh bilirubin, gangguan fungsi hepar, akibat asidosis, hipoksia dan infeksi atau tidak terdapatnya enzim glukoronil transferase (sindrom criggler-Najjar). Penyebab lain yaitu defisiensi protein. Protein Y dalam hepar yang berperan penting dalam “uptake” bilirubin ke sel hepar.
3. Gangguan transportasi karena kurangnya albumin yang mengikat bilirubin.Bilirubin dalam darah terikat pada albumin kemudian diangkat ke hepar. Ikatan bilirubin dengan albumin ini dapat dipengaruhi oleh obat misalnya salisilat, sulfafurazole. Defisiensi albumin menyebabkan lebih banyak terdapatnya bilirubin indirek yang bebas dalam darah yang mudah melekat ke sel otak.
4. Gangguan ekskresi yang terjadi akibat sumbatan dalam liver (karena infeksi atau kerusakan sel liver). Gangguan ini dapat terjadi akibat obstruksi dalam hepar atau diluar hepar. Kelainan diluar hepar biasanya disebabkan oleh kelainan bawaan. Obstruksi dalam hepar biasanya akibat infeksi atau kerusakan hepar oleh penyebab lain.
43 TANDA DAN GEJALA
gejala hiperbilirubinemia dikelompokkan menjadi :
a. Gejala akut : gejala yang dianggap sebagai fase pertama kernikterus pada neonatus adalah letargi, tidak mau minum dan hipotoni.
b. Gejala kronik : tangisan yang melengking (high pitch cry) meliputi hipertonus dan opistonus (bayi yang selamat biasanya menderita gejala sisa berupa paralysis serebral dengan atetosis, gengguan pendengaran, paralysis sebagian otot mata dan displasia dentalis).
Gejalanya adalah warna kuning (ikterik) pada kulit, membrane mukosa dan bagian putih (sclera) mata terlihat saat kadar bilirubin darah mencapai sekitar 40 µmol/l.
PATOFISIOLOGI
Peningkatan kadar bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa keadaan. Keadaan yang sering ditemukan adalah apabila terdapat penambahan beban bilirubin pada sel hepar yang berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bila terdapat peningkatan penghancuran eritrosit, polisitemia.
Gangguan pemecahan bilirubin plasma juga dapat menimbulkan peningkatan kadar bilirubin tubuh. Hal ini dapat terjadi apabila kadar protein Y dan Z berkurang, atau pada bayi hipoksia, asidosis. Keadaan lain yang memperlihatkan peningkatan kadar bilirubin adalah apabila ditemukan gangguan konjugasi hepar atau neonatus yang mengalami gangguan ekskresi misalnya sumbatan saluran empedu.
Pada derajat tertentu bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusak jaringan tubuh. Toksisitas terutama ditemukan ada bilirubin indirek yang bersifat sukar larut dalam air tapi mudah larut dalam lemak. Sifat ini memungkinkan terjadinya efek patologis pada sel otak apabila bilirubin tadi dapat menembus darah otak. Kelainan yang terjadi pada otak disebut Kern ikterus. Pada umumnya dianggap bahwa kelainan pada syaraf pusat tersebut mungkin akan timbul apabila kadar bilirubin indirek lebih dari 20 mg/dl.
44 Mudah tidaknya kadar bilirubin melewati darah otak ternyata tidak hanya tergantung pada keadaan neonatus. Bilirubin indirek akan mudah melewati darah otak apabila bayi terdapat keadaan Berat Badan Lahir Rendah, hipoksia, dan hipolikemia.
KLASIFIKASI
1. Ikterus Hemolitik
Ikterus hemolitik disebabkan oleh lisis (penguraian) sel darah merah yang
berlebihan. Ikterus hemolitik merupakan penyebab prahepatik karena terjadi akibat faktor-faktor yang tidak harus berkaitan dengan hati. Ikterus hemolitik dapat terjadi pada destruksi sel darah merah yang berlebihan dan hati tidak dapat mengkonjugasikan semua bilirubin yang dihasilkan. Ikterus ini dapat dijumpai pada reaksi transfuse, atau lisis sel darah merah akibat gangguan hemoglobin, misalnya anemia sel sabit dan talasemia. Destruksi sel darah merah karena proses otoimun yang dapat menyebabkan ikterus semolitik.
Pada ikterus hemolitik apapun sebabnya, sebagian bilirubin akan terkonjugasi (disebut bilirubin bebas atau hiperbilirubinemia indirek) akan meningkat.
2. Ikterus Hepatoseluler
Penurunan penyerapan dan konjugasi bilirubin oleh hati terjadi pada disfungsi hepatosis dan disebut ikterus hepatoseluler. Disfungsi hati dapat terjadi apabila hepatosit terinfeksi dan oleh virus, misalnya pada hepatitis, apabila sel sel hati rusak akibat kanker atau sirosis. Sebagian kelainan kongenital juga mempengaruhi kemampuan hati untuk menangani bilirubin, Obat-obatan tertentu termasuk hormone steroid, sebagian anti biotic dan anestetik halotan juga dapat mengganggu sel hati. Apabila hati tidak dapat mengkonjugasikan bilirubin, kadar bilirubin terkonjugasi akan meningkat sehingga timbul ikterus.
45 Sumbatan terhadap aliran empedu keluar hati atau duktus biliaris disebut ikterus
obstruktif. Ikterus obstruktif dianggap berasal intrahepatik apabila disebabkan oleh sumbatan aliran empedu melintasi duktus biliaris. Obstruksi intra hepatik dapat terjadi apabila duktus biliaris tersumbat oleh batu empedu atau tumor.
Pada kedua jenis obstruksi tersebut, hati tetap mengkonjugasikan bilirubin, tetapi bilirubin tidak dapat mencapai usus halus. Akibatnya adalah penurunan atau tidak adanya ekskresi urobilinogen di tinja sehingga tinja berwarna pekat. Bilirubin terkonjugasi tersebut masuk ke aliran darah dan sebagian besar di ekskresikan melalui ginjal sehingga urin berwarna gelap dan berbusa. Apabila obstruksi tersebut tidak di atasi maka kanalikulus biliaris di hati akhirnya mengalami kongesti dan rupture sehingga empedu tumpah ke limfe dan aliran darah
PENATALAKSANAAN
Ikterus fisiologis tidak memerlukan penanganan yang khusus, kecuali pemberian minum sedini mungkin dengan jumlah cairan dan kalori yang cukup. Pemberian minum sedini mungkin akan meningkatkan molitas khusus dan juga menyebabkan bakteri di introduksi ke usus. Bakteri dapat merubah bilirubin direct menjadi urobilin yang dapat di absorpsi kembali. Dengan
demikian, kadar bilirubin serum akan turun. Meletakkan bayi di bawah sinar matahari selama 15-20 menit, ini di lakukan setiap hari antara pukul 6.30 – 8.00. Selama ikterus masih terlihat, perawat harus memperhatikan pemberian minum dengan jumlah cairan dan kalori yang cukup dan pemantauan perkembangan ikterus. Apabila ikterus makin meningkat intensitasnya, harus segera di catat dan di laporkan karena mungkin di perlukan penanganan yang khusus.
Tindakan umum
a. Memeriksa golongan darah ibu (Rh, ABO) dan lain lain pada waktu hamil
b. Mencegah trauma lahir, pemberian obat pada ibu hamil atau bayi baru lahir yang dapat menimbulkan ikterus, infeksi dan dehidrasi
c. Pemberian makanan dini dengan jumlah cairan dan kalori yang sesuai dengan kebutuhan bayi baru lahir
46 d. Iluminasi yang cukup baik di tempat bayi di rawat.
e. Pengobatan terhadap faktor penyebab bila di ketahui.
Tindakan khusus
Setiap bayi yang kuning harus di tangani menurut keadannya masing masing. Bila kadar
bilirubin serum bayi tinggi, sehingga di duga akan terjadi kern ikterus, hiperbilirubenia tersebut harus di obati dengan tindakan berikut:
a. Pemberian fenobarbital,
Agar proses konjugasi bisa di percepat serta mempermudah ekskresi. Pengobatan ini tidak begitu efektif karena kadar bilirubin bayi dengan hiperbilirubinemia baru menurun setelah 4-5 hari. Efek pemberian fenobarbital ini tampak jelas bila di berikan kepada ibu hamil beberapa minggu sebelum persalinan, segera sesudah bayi lahir atau kedua keadaan tersebut.
Pemberian fenobarbital profilaksis tidak di anjurkan karena efek samping obat tersebut, seperti gangguan metabolik dan pernafasan, baik pada ibu maupun pada bayi.
b. Memberi substrat yang kurang untuk transportasi atau konjugasi,
Misalnya pemberian albumin untuk memikat bilirubin bebas. Albumin biasanya di berikan sebelum transfusi tukar dikerjakan oleh karena albumin akan mempercepat keluarnya bilirubin dari ekstra vaskuler ke vaskuler, sehingga bilirubin yang di ikatnya lebih mudah di keluarkan dengan tranfusi tukar.
c. Melakukan dekomposisi bilirubin dengan fototerapi.
Fototerapi dapat digunakan sendiri atau dikombinasi dengan transfusi pengganti untuk menurunkan bilirubin. Memaparkan neonatus pada cahaya dengan intensitas yang tinggi akan menurunkan bilirubin dalam kulit. Fototerapi menurunkan kadar bilirubin dengan cara
memfasilitasi ekskresi bilirubin tak terkonjugasi. Hal ini terjadi jika cahaya yang diabsorpsi jaringan merubah bilirubin tak terkonjugasi menjadi dua isomer yang disebut fotobilirubin. Fotobilirubin bergerak dari jaringan ke pembuluh darah melalui mekanisme difusi. Di dalam darah fotobilirubin berikatan dengan albumin dan di kirim ke hati. Fotobilirubin kemudian bergerak ke empedu dan di ekskresikan kedalam duodenum untuk di buang bersama feses tanpa
47 proses konjugasi oleh hati. Hasil fotodegradasi terbentuk ketika sinar mengoksidasi bilirubin dapat dikeluarkan melalui urine.
Fototerapi mempunyai peranan dalam pencegahan peningkatan kadar bilirubin, tetapi tidak dapat mengubah penyebab kekuningan dan hemolisis dapat menyebabkan anemia.
Secara umum fototerapi harus diberikan pada kadar bilirubin indirek 4-5 mg/dl. Noenatus yang sakit dengan berat badan kurang dari 1000 gram harus difototerapi dengan konsentrasi bilirubin 5 mg/dl. Beberapa ilmuwan mengarahkan untuk memberikan fototerapi profilaksasi pada 24 jam pertama pada bayi resiko tinggi dan berat badan lahir rendah.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan terapi sinar ialah:
· lampu yang dipakai sebaiknya tidak digunakan lebih dari 500 jam, untuk menghindari turunnya energy yang dihasilkan oleh lampu yang digunakan. · Pakaian bayi dibuka agar bagian tubuh dapat seluas mungkin terkena sinar. · Kedua mata ditutup dengan penutup yang dapat memantulkan cahaya untuk
mencegah kerusakan retina. Penutup mata dilepas saat pemberian minum dan kunjungan orang tua untuk memberikan rangsang visual pada
neonates. Pemantauan iritasi mata dilakukan tiap 6 jam dengan membuka penutup mata.
· Daerah kemaluan ditutup, dengan penutup yang dapat memantulkan cahaya untuk melindungi daerah kemaluan dari cahaya fototeraphy.
· Pada lampu diatur dengan jarak 20-30cm di atas tubuh bayi, untuk mendapatkan energi yang optimal.
· Posisi bayi diubah tiap 8 jam , agar tubuh mendapat penyinaran seluas mungkin. · Suhu tubuh diukur 4-6 jam sekali atau sewaktu-waktu bila perlu.
· Pemasukan cairan dan minuman dan pengeluaran urine, feses, dan muntah diukur, dicatat dan dilakukan pemantauan tanda dehidrasi
· Hidrasi bayi diperhatikan, bila perlu konsumsi cairan ditingkatkan. · Lamanya terapi sinar dicatat.
Apabila dalam evaluasi kadar bilirubin serum barada dalam batas normal, terapi sinar dihentikan. Jika kadar bilirubin masih tetap atau tidak banyak berubah, perlu dipikirkan adanya
48 beberapa kemungkinan, antara lain lampu yang tidak efektif atau bayi menderita dehidrasi, hipoksia, infeksi, dan gangguan metabolisme.
Pemberian terapi sinar dapat menimbulkan efek samping. Namun, efek samping tersebut bersifat sementara, yang dapat di cegah atau dapat ditanggulangi dengan memperhatikan tata cara penggunaan terapi sinar dan diikuti dengan pemantauan keadaan bayi secara berkelanjutan.
Kelainan yang mungkin timbul pada neonates yang mendapati terapi sinar adalah : · Peningkatan kehilangan cairan yang tidak terukur.
· Energi cahaya fototerapi dapat meningkatkan suhu lingkungan dan menyebabkan peningkatan penguapan melalui kulit. Terutama bayi premature atau berat lahir sangat rendah. Keadaan ini dapat di antisipasi dengan pemberian cairan tambahan. · Frekuensi defekasi meningkat. Meningkatnya bilirubin indirect pada usus akan
meningkatkan pembentukan enzim lactase yang dapat meningkatkan peristaltic usus. Pemberian susu dengan kadar laktosa rendah akan mengurangi timbulnya diare.
· Timbul kelainan kulit di daerah muka badan dan ekstremitas, dan akan segera hilang setelah terapi berhenti. Di laporkan pada beberapa bayi terjadi “bronze baby syndrome”, hal ini terjadi karena tubuh tidak mampu mengeluarkan dengan segera hasil terapi sinar. Perubahan warna kulit ini bersifat sementara dan tidak mempengaruhi proses tumbuh kembang bayi.
· Peningkatan suhu.
· Beberapa neonates yang mendapat terapi sinar, menunjukkan kenaikan suhu tubuh, ini disebabkan karena suhu lingkungan yang meningkat atau gangguan pengaturan suhu tubuh bayi.
· Kadang di temukan kelainan, seperti gangguan minum, letargi, dan iritabilitas. Ini bersifat sementara dan hilang sendirinya.
d. Transfusi Pengganti
Transfuse pengganti atau imediat didindikasikan adanya faktor-faktor :
49 2. Penyakit hemolisis berat pada bayi baru lahir
3. Penyakit hemolisis pada bayi saat lahir perdarahan atau 24 jam pertama
4. Kadar bilirubin direk labih besar 3,5 mg/dl di minggu pertama
5. Serum bilirubin indirek lebih dari 20 mg/dl pada 48 jam pertama
6. Hemoglobin kurang dari 12 gr/dl
7. Bayi pada resiko terjadi kern Ikterus
Transfusi pengganti digunakan untuk:
1. Mengatasi anemia sel darah merah yang tidak susceptible (rentan) terhadap sel darah merah terhadap antibody maternal
2. Menghilangkan sel darah merah untuk yang tersensitisasi (kepekaan)
3. Menghilangkan serum bilirubin
4. Meningkatkan albumin bebas bilirubin dan meningkatkan keterikatan dangan bilirubin
Pada Rh Inkomptabilitas diperlukan transfuse darah golongan O segera (kurang dari 2 hari), Rh negative whole blood. Darah yang dipilih tidak mengandung antigen A dan antigen B. Setiap 4 -8 jam kadar bilirubin harus di cek. Hemoglobin harus diperiksa setiap hari sampai stabil.
50 DAFTAR PUSTAKA
1. Nelson, Ilmu Kesehatan Anak I, Jakarta, EGC 1999
2. Arvin, B.K (1999 ), Ilmu kesehatan anak, Jakarta ; EGC
3. Manuaba, I.B,G 91998 ), Ilmu kebidanan, penyakit kandungan dan keluarga berencana, Jakarta ; EGC
4. Mansjoer. (2002). Kapita selekta kedokteran. Edisi III. Jakarta: FKUI.: EGC.
5. Prof. Dr. Sarwono Prawirohardjo , 1981, Pengawasan wanita hamil. Ilmu kebidanan, 11, hal. 125
6. Anonim. 2007. Acute Respiratory Distress Sindrome. Terdapat pada : http: //www.medicine.com/ards/page 4.htm.
7. Pusponegoro TS. Penggunaan Surfaktan pada Sindrom Gawat Nafas Neonatal. Continuing Education Ilmu Kesehatan Anak no 27, Nopember 1997; 89-96