• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Deskripsi Monyet Ekor Panjang a. Klasifikasi dan penyebaran monyet ekor panjang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Deskripsi Monyet Ekor Panjang a. Klasifikasi dan penyebaran monyet ekor panjang"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kajian Teori

1.Deskripsi Monyet Ekor Panjang

a. Klasifikasi dan penyebaran monyet ekor panjang

Monyet ekor panjang adalah anggota suku Cercopithecoidae dari ordo Primata. Monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) mempunyai distribusi luas meliputi daratan utama dan pulau-pulau di Asia Tenggara di posisi 21o lintang utara sampai dengan 10o lintang selatan dan dari 92o sampai 126o bujur timur. Istilah dalam bahasa Inggris yaitu crab-eating, cynomolgous, kra dan longtail macaque (Fooden, 1995: 1). Menurut Nowak (1991: 400) sebarannya meliputi bagian selatan dari Burma, Thailand, Indocina, Semenanjung Malaya, Kepulauan Nicobar, Sumatra Jawa, Kalimantan, Filipina, dan pulau-pulau kecil di Nusa Tenggara sampai ke Timor. Di Papua dan beberapa pulau lain di sekitarnya monyet ekor panjang merupakan jenis yang diintroduksi dan termasuk sebagai jenis asing (eksotik) yang invasif. Macaca fascicularis dapat bertahan hidup di beragam habitat tropis. Hal ini didukung oleh fakta bahwa monyet ekor panjang dapat beradaptasi di berbagai tipe habitat, meliputi pantai, hutan rawa, hutan hujan dataran rendah sampai ke hutan pegunungan. (Kemp dan Burnett, 2003: 13).

(2)

2

Berikut adalah peta distribusi menurut IUCN

Gambar 1. Peta distribusi monyet ekor panjang menurut IUCN (Sumber: www.iucnredlist.org)

b. Morfologi monyet ekor panjang

Ciri-ciri umum monyet ekor panjang adalah sebagai berikut: panjang tubuh dewasa berkisar antara 400-500 mm, dengan panjang ekor berkisar 400-500 mm, panjang telapak kaki belakang berkisar antar 120-140 mm sedangkan tengkoraknya memiliki ukuran sekitar

(3)

3

120 mm dengan panjang telinga 3-3,33 mm dan mempunyai berat tubuh 3-6,5 kg (Suprijatna, 2000: 72).

Monyet ekor panjang dalam hidupnya melewati fase pergantian warna tubuh, yaitu fase bayi dengan warna tubuh oranye dan fase dewasa dengan warna tubuh yang coklat keabu-abuan dan kemerah-merahan. Rambut kepala tumbuh ke arah belakang, kadang-kadang membentuk jambul dan rambut yang terdapat pada pipi menjurai di mukanya. Bagian mata selalu ada kulit yang tidak memiliki rambut berbentuk seperti segitiga (Carter, 1978: 78).

Perbedaan antara jantan dan betina, secara morfologis terletak pada perkembangan alat kelamin sekunder. Kelompok umur pada monyet dibedakan berdasarkan ukuran tubuh dan aktifitas hariannya. Pada jantan dewasa (Adult male) mempunyai ukuran tubuh relatif besar sekitar 5-9 kg, tegap dan kuat serta lebih agresif dan lincah. Bagian dada yang lebar mengecil pada bagian pinggang, bulu pada bagian muka lebih panjang daripada individu betina. Jantan dewasa memiliki penis yang kecil dengan scrotum yang berbentuk tombol bundar. Betina dewasa (adult female) memiliki ukuran tubuh 50-75% dari ukuran jantan dewasa yaitu sekitar 3-6 kg. Kelenjar mammae berkembang dengan baik serta perilaku yang lebih tenang. Individu pradewasa mempunyai ukuran tubuh yang relatif lebih kecil dibandingkan dengan individu dewasa dengan warna tubuh yang lebih kecoklat-coklatan dan belum mempunyai rambut yang

(4)

4

berbentuk jambul pada kepalanya. Individu yang tergolong anak (juvenil) mempunyai ukuran tubuh lebih kecil daripada individu pradewasa, sudah lepas dari induknya (bergerak secara independent), dan biasanya mempunyai perilaku bermain yang lebih menonjol dari individu kelompok umur lainnya. Individu yang masih bayi berwarna oranye terlihat jelas berada di dalam gendongan betina dewasa ataupun menggelantung pada perut (Napier dan Napier, 1985: 98).

Salah satu ciri khas monyet ini adalah bantalan keras dari kulit tebal pada pantat yang disesuaikan terhadap lamanya waktu tidur di dahan pohon. Bantalan yang disebut kapal pantat ini melekat langsung pada bagian bawah pinggul, maka tidak ada urat syaraf atau pembuluh darah yang terhimpit, sehingga tungkai monyet ini tidak akan “kesemutan” bila berat badannya menekan bantalan tadi.

(Eimerl dan DeVore, 1978: 115).

Cara bergerak Monyet Ekor Panjang pada umumnya adalah quadropedal (bergerak dengan menggunakan keempat anggota badan). Pergerakan juga dilakukan dengan cara melompat, memanjat, bipedalisme (gerakan dengan menggunakan dua kaki), dan brakiasi (gerakan dengan dua tangan untuk menggantung). Bipedalisme biasa terjadi saat tangan memegang makanan, oleh karena itu monyet ekor panjang dapat bergerak bebas di permukaan tanah maupun di pepohonan. Proporsi waktu yang digunakan untuk

(5)

5

aktifitas di permukaan tanah dan pepohonan bervariasi.dalam dan antar kelompok (Napier dan Napier, 1985: 120).

c. Habitat dan kebiasaan makan monyet ekor panjang

Monyet ini hidup pada hutan primer dan sekunder mulai dari dataran rendah sampai dataran tinggi sekitar 1000 meter diatas permukaan laut. Pada dataran tinggi, jenis monyet ini biasanya dijumpai di daerah pertumbuhan sekunder atau pada daerah-daerah perkebunan penduduk, seringkali juga ditemukan di hutan bakau sampai ke hutan dekat perkampungan (Suprijatna, 2000: 73). Monyet ini bersifat diurnal yang artinya mulai beraktifitas ketika matahari terbit hingga matahari tenggelam, seringkali pada siang hari, monyet ini istirahat dan bermain bagi anak-anaknya. Monyet ekor panjang dalam memilih pohon tidur, monyet ekor panjang lebih menyukai pohon yang tumbuh di sekitar tepian sungai dengan tidur berkelompok pada satu pohon atau pohon lain yang berdekatan (Suprijatna, 2000: 74).

Ketika mendapat ancaman dari luar, biasanya monyet ini mengeluarkan suara yang keras dan melengking (onomatopoeic). Untuk mendeteksi keberadaan kelompok biasanya dikeluarkan suara “krra!” dan ketika melalukan perjalanan, kelompok ini lebih berisik

dibandingkan lutung dengan daun-daun dan ranting yang diinjak (Suprijatna, 2000: 74).

(6)

6 d. Makanan monyet ekor panjang

Monyet ekor panjang memakan segala jenis makanan (omnivora), namun komposisinya mengandung lebih banyak buah-buahan (60%), selebihnya berupa bunga, daun muda, biji, umbi. Monyet yang hidup di rawa-rawa kadang-kadang turun ke tanah pada air surut dan berjalan menelusuri sungai guna mencari serangga. Monyet yang hidup di daerah bakau atau pesisir, sering dijumpai memakan kepiting atau jenis moluska lainnya sehingga sering disebut “Monyet Pemakan Kepiting” (Suprijatna, 2000: 73).

e. Kelompok sosial monyet ekor panjang

Monyet ekor panjang hidup dalam kelompok, terdiri dari banyak jantan dan betina dewasa. Jumlah individu setiap kelompok berbeda. Jumlah monyet ekor panjang di hutan bakau umumnya berjumlah antara 10-20 ekor, sedangkan pada hutan primer bisa mencapai 20-30 ekor. Namun, hutan sekunder yang pernah diteliti, jumlah anggota kelompok mencapai 30-50 ekor. Besar kecilnya kelompok ditentukan oleh ada tidaknya pemangsa atau kelimpahan sumber pakan di alam. Jantan muda kadang-kadang hidup soliter atau membentuk kelompok kecil dengan jantan muda lain. Didalam kelompok, komposisi jantan dan betina berimbang dan hanya pada saat habitatnya terganggu jumlah jantan dalam kelompok berkurang. Kompetisi antar jantan sering terlihat di dalam kelompok, sedangkan bentuk kerja sama dengan saling mencari kutu juga dilakukan pada

(7)

7

siang hari. Perkelahian antar kelompok sering terjadi. Namun, bila jumlah pakan yang tersedia banyak, terjadi pula penggabungan kelompok. Masa hamil primata ini antara 160-170 hari, jarak kelahiran sekitar 13 bulan dan monyet ini dapat bertahan hidup hingga 37 tahun (Suprijatna, 2000: 73).

f. Daerah jelajah monyet ekor panjang

Genus Macaca umumnya dapat memanjat dan loncat sejauh 5 meter. Jenis monyet ekor panjang juga dapat berenang dengan baik. Jelajah hariannya dapat mencapai lebih dari 1500 meter dan daerah jelajahnya bervariasi mulai dari 10-80 hektar di daerah hutan primer, dan 125 hektar pada hutan bakau.

g. Status konservasi monyet ekor panjang

Menurut IUCN (International Union for Conservation of Nature and Natural Resources), monyet ekor panjang masuk dalam kategori Least Concern sedangkan menurut CITES (Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora) satwa ini masuk dalam kategori Appendix II dimana artinya spesies ini dapat dimanfaatkan dan diperdagangkan sejauh merupakan hasil penangkaran (Soehartono dan Mardiastuti, 2002: 38).

2.Deskripsi Perilaku

Kajian tentang perilaku suatu makhluk hidup sejak zaman dahulu sudah dipelajari. Ini terlihat dari beberapa peneliti yang mengamati suatu

(8)

8

makhluk hidup di daerah tertentu. Perilaku tersebut sangatlah khas antara satu jenis dengan jenis lainnya. Perilaku ini merupakan suatu kebiasaan yang bersifat turun temurun dan juga hasil adaptif generasi sebelumnya. Perilaku adalah kebiasaan-kebiasaan aktif maupun pasif daripada suatu makhluk hidup pada waktu-waktu tertentu seperti, membuat sarang, mencari makan, kawin dan lain-lain. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Perilaku adalah tanggapan atau reaksi individu terhadap rangsangan atau lingkungan. Perilaku adalah bertindak, bereaksi, atau berfungsi dalam suatu cara tertentu sebagai respons terhadap beberapa stimulus (rangsangan) (Anna Rahmawati, 2014: 1).

3.Perilaku Monyet Ekor Panjang

Perilaku merupakan ekspresi hewan yang disebabkan oleh berbagai faktor, baik dari dalam tubuh maupun dari luar tubuh. Perilaku dapat disebabkan oleh faktor yang mempengaruhinya antara lain faktor eksogenus, endogenus, pengalaman dan fisiologis (Sari, 2004: 15). Perilaku tersebut perlu diamati agar dapat diketahui reaksi hewan atas suatu perubahan atau tekanan dari lingkungan (Bennet, et al., 1995).

Pijoh (2006: 12) menyatakan bahwa mengklasifikan perilaku harian monyet di alam sebagai berikut:

a. Makan: perilaku yang meliputi proses pengumpulan pakan sampai mengunyah dan dilakukan pada pohon yang sama.

b. Mencari makan: perilaku yang meliputi pergerakan diantara sumber makanan, biasanya di antara pohon.

(9)

9

c. Istirahat: perilaku tidak melakukan apapun atau berbaring.

d. Berkelahi: perilaku ini ditandai dengan ancaman mimik muka atau gerakan badan, menyerang, memburu dan baku hantam.

e. Merawat diri: perilaku mencari kotoran dari tubuh sendiri maupun dari tubuh individu lain yang sejenis.

f. Kawin: hubungan seksual yang dimulai dari pengejaran terhadap betina dan diakhiri dengan turunnya pejantan dari betina setelah kopulasi.

g. Bermain: perilaku bermain antar individu, terutama anak monyet.

4.Pengertian Grooming

Grooming merupakan salah satu perilaku sosial dalam bentuk sentuhan yang umum dilakukan dalam kelompok primata. Perilaku ini dilakukan dengan tujuan untuk merawat dan mencari kutu di semua rambutnya (Kartikasari, 1986: 20). Perilaku grooming terbagi menjadi dua yaitu allogrooming (grooming yang dilakukan secara berpasangan atau dilakukan dengan individu lain), dan autogrooming (grooming yang dilakukan sendiri atau tidak berpasangan). Allogrooming yang dilakukan secara berpasangan diasumsikan sebagai perilaku kooperatif bergabung yang akan menghasilkan keuntungan bagi kedua pihak. Allogrooming juga merupakan satu cara untuk mempererat hubungan antar individu (Raharjo, 2008: 38). Monyet ekor panjang yang melakukan grooming akan membersihkan telinga, leher, bahu, punggung dan pantat dari pasangannya dengan menggunakan jari-jari tangan, kaki, gigi dan lidah.

(10)

10

Perilaku saling merawat ini merupakan salah satu bentuk yang menunjukan persahabatan dalam kelompok (Napier dan Napier, 1985: 79). Perilaku berselisik pada genus Macaca berfungsi untuk memperkuat hubungan antar individu dalam satu kelompok serta meredakan ketegangan pada saat terjadi konflik di antara individu dalam kelompok (Matheson dan Bernstein, 2000: 177).

Fungsi utama grooming yaitu fungsi higienis dan fungsi sosial. Fungsi higienis yaitu membersihkan ektoparasit dari badan untuk menghindari penyakit. Fungsi sosial yaitu memelihara hubungan dalam kelompok. Pada grooming dijelaskan tentang pola yang berbeda yang diamati pada skala global, dimana sebagian besar perbedaan antar kelompok dalam ukuran kelompok dan dalam sistem sosial serta pada skala yang lebih spesifik, menjelaskan faktor utama yang mempengaruhi distribusi grooming antar individu (Marina, 2015: 1). Grooming didasari oleh dua faktor kelompok, yaitu faktor antar kelompok dan faktor intra kelompok.

a. Faktor antar kelompok

Faktor antar kelompok terdiri atas dua sub faktor yaitu besarnya ukuran kelompok dan sistem sosial. Besarnya ukuran kelompok primata yang terdiri dari kelompok besar membutuhkan mekanisme (seperti sosial grooming) yang memungkinkan mereka untuk mempertahankan struktur sosial dan kohesi kelompok. Ada tiga jenis organisasi sosial pada

(11)

11

primate: soliter, hidup berpasangan dan berkelompok. Sistem sosial berkelompok juga dapat dibagi menjadi empat kelompok, dibedakan dalam jumlah jantan dan persebaran betina:

Gambar 2. Bagan group living species (Sumber: UAB) Sistem sosial berkelompok dibedakan dalam jumlah jantan dan persebaran betina. Jumlah jantan dibagi menjadi dua yaitu kelompok pejantan tunggal dan banyak kelompok jantan. Persebaran betina dibagi menjadi dua yaitu female resident groups dan female transfer groups. Female resident groups maksudnya adalah kelompok betina yang lahir dan besar pada kelompok tersebut. Female transfer groups maksudnya adalah kelompok betina yang pindah dari suatu kelompok karena suatu hal.

Untuk mengetahui bagaimana kehadiran jantan yang memberikan efek terhadap kebiasaan betina dan bagaimana tingkat variasinya diantara perbedaan organisasi sosial,

(12)

12

beberapa peneliti mengukur tingkat timbal balik grooming diantara para betina dan berikut adalah hasilnya:

1) Tingginya tingkat grooming reciprocation diantara spesies betina asal → ikatan lebih kuat pada

spesies tersebut pada grup asal.

2) Timbal balik grooming berkurang dengan berkurangnya sex ratio diantara spesies asal → pejantan memainkan peran dimana betina berkompetisi mendapatkannya.

3) Terdapat grooming reciprocation lebih pada single male daripada multi male groups → kompetisi diantara betina lebih kuat pada multi male groups. (Marina, 2015: 1)

b. Faktor intra kelompok

Terdapat dua model utama yang menjelaskan fitur esensial daripada grooming networks diantara monyet betina:

(13)

13

Gambar 3. Model Seyfarth (Sumber: UAB) Keterangan: HR: High Ranking; MR: Middle

Ranking; LR: Low ranking; : kompetisi dalam melakukan grooming; : Grooming

Betina menerima manfaat dari interaksi disebabkan pembersihan ektoparasit dan juga adanya akibat support in an aggresive coalition. Secara tidak langsung high ranking animals lebih atraktif daripada low ranking females dan juga mereka dapat memberi coalitionary support yang lebih baik, itulah sebabnya betina berkompetisi. Adanya kompetisi menyebabkan betina hanya akan grooming pada ranking females yang dekat. Model tersebut memprediksi bahwa grooming ditujukan directed up pada hirarki, tetapi karena adanya kompetisi menyebabkan betina menghabiskan waktu groomingnya pada individu yang rankingnya berdekatan.

(14)

14

2) Model Henzi dan Barret

Gambar 4. Model Henzi dan Barret (Sumber: Marina, 2015)

Keterangan: AR: Adjacently Ranking females; HR: High Ranking females; MR: Middle Ranking females; LR: Low ranking females; : kompetisi dalam melakukan grooming; : Grooming

Low ranking females memberikan grooming pada high ranking females untuk mendapatkan manfaat terkait rankingnya pada kelompoknya seperti toleransi atau coalitionary support (interchange traders) (Marina, 2015: 1).

Grooming pada monyet ekor panjang dapat berfungsi sebagai mata uang, berupa timbal balik langsung maupun tidak langsung. Timbal balik tidak langsung seperti menaikan ranking pada hirarki. Bentuk timbal balik secara langsung, seperti berkurangnya sifat agresif, berbagi sumber daya, atau mendapatkan pendamping ketika konflik terjadi. Ikatan sosial antara grooming individual juga salah satu bentuk timbal balik secara langsung (Ventura, et al., 2006: 1138).

(15)

15

Hubungan timbal balik dapat berfungsi berbeda pada allogrooming yang terjadi pada lower ranked dan higher ranked individu. Ini menunjukan bahwa lower ranked individu lebih banyak memberikan grooming pada higher ranked individu daripada individu dengan rank yang sama atau lebih rendah. Ketika lower ranked individu memberikan grooming pada higher ranked individu, umumnya akan mendapatkan proteksi dan dapat diterima oleh kelompok sosialnya serta dipandang lebih. Dari beberapa respon bermanfaat tersebut bagaimanapun akan meningkatkan kebugaran pemberi grooming (Thierry, 1990: 11).

Primata juga dapat membuat suara yang berbeda-beda untuk mengindikasikan mereka ingin memberikan grooming atau menerima grooming, jadi individu dapat mengkomunikasikan keinginan dan niat mereka. Sebuah studi pada betina monyet Jepang (Macaca fuscata) mengindikasikan bahwa groomig individu menggunakan postur “memohon” untuk memberitahu penerima bahwa waktunya si pemberi

mendapatkan grooming. Komunikasi tersebut efektif untuk kegiatan tersebut (Muroyama, 1991: 161).

Hipotesis lain yang menjelaskan tentang “truly altruistic” dimana

tidak memberikan manfaat besar yang diharapkan daripada harga yang dibayarkan pada pemberi grooming. Mengacu pada hipotesis ini, kebiasaan grooming dipilih berdasarkan kekerabatan. Ini berarti dimana allogrooming mungkin tidak memberikan manfaat kebugaran pada individu, tetapi akan memberikan manfaat kebugaran pada keluarganya

(16)

16

(Schino, 2007: 115). Dimana anggota keluarga hubungannya lebih erat, mereka membagi gen-gen lebih dengan lainnya dan karenannya menambah kebugaran dengan lainnya. Kebugaran yang dimaksud yaitu dengan kebersihan badan dapat membuat individu menjadi lebih sehat.

Menurut Fabrizio (2011, 11) Pola pergerakan grooming dikendalikan oleh setidaknya dua mekanisme: di satu sisi dipengaruhi oleh beberapa hormon, disisi lain dihasilkan oleh beberapa daerah tertentu dari otak

Hormon yang paling efektif yang menginduksi perilaku grooming adalah adrenokortikotropik hormon (ACTH). Namun, perlu dicatat bahwa peptida lainnya telah ditemukan pada perilaku grooming, seperti vasopressin, oksitosin, prolactin, substansi P, bombesin, somatostatin, thyrotropin – releasing hormon, corticotrophin - releasing factor. ACTH dimediasi oleh opioid endogen, dapat dicegah dengan antagonis nalaxone opioid, disamping itu, dopamin, asam gamma-aminobutyric (GABA), dan serotonin telah ditemukan untuk membantu ACTH, yang menunjukkan kompleksitas tinggi pada kontrol endokrin pada perilaku grooming.

(17)

17

Gambar 5. Faktor-Faktor Penyebab Grooming. ACTH: hormon adrenokortikotropik. TRH: thyrotropin-releasing hormone. CRF: corticotrophin-releasing factor. (Sumber: Fabrizio, 2011)

ACTH disekresi di hipofisis anterior dalam menanggapi hormon corticotropin-releasing dari hipotalamus. corticotropin-releasing hormone disekresi dalam menanggapi berbagai jenis stres. Oksitosin adalah neuropeptide yang diproduksi di hipotalamus dan disekresikan oleh kelenjar hipofisis. Oksitosin dilepaskan selama seks, melahirkan dan menyusui untuk membantu fungsi reproduksi. Neuropeptida ini memberikan beberapa efek psikologis, mempengaruhi perilaku sosial dan emosi. Oksitosin memiliki anti-kecemasan (anxiolytic) efek dan dapat meningkatkan keterikatan romantis dan empati. Prolaktin disekresikan oleh kelenjar hipofisis. Kadar prolaktin berbeda-beda sepanjang hari.

(18)

18

Kadar tertinggi terjadi pada saat tidur dan tak lama setelah bangun. Kadar prolaktin juga lebih tinggi selama masa stres fisik atau emosional. TRH diproduksi di hipotalamus. TRH mengurangi kecemasan dan sebagai antidepressant.

Berbeda dengan refleks menggaruk dan autogrooming, yang membutuhkan rangkaian saraf di sumsum tulang belakang dan di batang otak, allogrooming terkait erat dengan interaksi sosial, fungsi kompleks yang memerlukan integrasi kompleks di korteks serebral. Volume neokorteks relatif dalam primata sebenarnya berkorelasi dengan beberapa indeks perilaku kompleksitas sosial. Pada gambar (A) rangkaian saraf di sumsum tulang belakang menjamin integrasi sensorik-motorik sederhana pada refleks awal. Pada gambar (B) terpusat (subkortikal) yang dihasilkan perilaku grooming ditujukan untuk perawatan tubuh sendiri. Pada gambar (C) Neokorteks, bersama-sama dengan beberapa hormon, seperti oxytocin (Oxy) dan vasopressin (Va), opioid endogen (EO), dan gen Hoxb8, sangat penting untuk menghasilkan sosial grooming, dimana perilaku grooming terhadap anggota lain dari kelompok sosial.

(19)

19

Gambar 6. Perbedaan antara Scratch reflex, Grooming, Social grooming. (Sumber: Fabrizio, 2011)

5.Deskripsi Suaka Margasatwa

Kawasan Suaka Alam adalah hutan yang dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai fungsi pokok sebagai kawasan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya, yang juga berfungsi sebagai wilayah penyangga kehidupan. Termasuk dalam kategori kawasan ini ialah Cagar Alam dan Suaka Margasatwa. Kedua kawasan ini dijaga ketat sehingga, keaslian alamnya tetap terjaga tanpa adanya unsur campur tangan manusia. Kawasan ini hanya diperuntukkan bagi keperluan ilmu pengetahuan dan pendidikan. Saat ini terdapat 245 unit Cagar Alam Darat dengan total luas 3.957.691,66 hektar, dan 5 unit Cagar Alam perairan dengan luas sekitar 152.610 hektar; sedangkan Suaka Margasatwa darat sebanyak 71 unit dengan luas 5.024.138,29 hektar serta 4 unit Suaka Margasatwa perairan dengan luas sekitar 5.588,25 hektar. (Statistik Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Tahun 2014: 152).

(20)

20

Menurut UU No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistem, suaka margasatwa adalah kawasan suaka alam yang mempunyai ciri khas berupa keanekaragaman dan atau keunikan jenis satwa yang untuk kelangsungan hidupnya dapat dilakukan pembinaan terhadap habitatnya. Suaka margasatwa yang ada di Yogyakarta sendiri terdiri dua suaka margasatwa, yaitu suaka margasatwa Paliyan dan suaka margasatwa Sermo. Suaka margasatwa Sermo berada di daerah Sermo, Kulon Progo. Suaka margasatwa Paliyan berada di daerah Paliyan, Gunung Kidul. Suaka Margasatwa Paliyan ditunjuk berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : 171/Kpts-II/2000 tentang penunjukan kawasan hutan di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Kawasan ini merupakan alih fungsi dari kawasan hutan produksi pada petak 136 sampai dengan petak 141 berada di wilayah BDH Paliyan dengan luas total 434,60 ha. Suaka Margasatwa Paliyan dengan luas total 434,60 hektar berada di wilayah Kecamatan Paliyan dan Kecamatan Saptosari, Kabupaten Gunung Kidul. Topografi kawasan berupa perbukitan karst dengan lapisan tanah yang tipis, memiliki kelerengan diatas 40 % serta pada ketinggian antar 100 – 300 m dpl. Letak Suaka Margasatwa Paliyan sendiri berada pada petak 136 s/d 141 yang dulunya merupakan wilayah pangkuan hutan produksi dari Dinas Kehutanan Propinsi D.I Yogyakarta (tepatnya masuk wilayah Resort Polisi Hutan (RPH) Paliyan yang tergabung dalam Bagian Daerah Hutan (BDH).

(21)

21 B. Kerangka Berpikir

Suaka Margasatwa Paliyan memiliki banyak satwa didalamnya seperti monyet ekor panjang, elang ular bido, cicak batu dan lain lain. Satwa khas dari suaka margasatwa paliyan adalah monyet ekor panjang (Macaca fascicularis).

Perilaku grooming merupakan perilaku sosial dari primata, yang dalam hal ini monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) merupakan perilaku yang unik untuk diteliti. Perilaku grooming dapat diteliti dengan mengacu individu yang terlibat, waktu perilaku grooming, dimana tempat terjadinya perilaku grooming, serta posisi saat sedang melakukan grooming. Pola perilaku grooming juga dapat terbentuk setelah adanya penelitian terhadap individu yang terlibat. Perbandingan autogrooming dan allogrooming dapat digunakan untuk menentukan besar kecilnya kelompok. Perilaku grooming juga dapat digunakan untuk melihat seperti apa hirarki sosial.

(22)

22

Gambar

Gambar 1. Peta distribusi monyet ekor panjang menurut IUCN  (Sumber: www.iucnredlist.org)
Gambar 2. Bagan group living species (Sumber: UAB)  Sistem  sosial  berkelompok  dibedakan  dalam  jumlah  jantan  dan  persebaran  betina
Gambar 3. Model Seyfarth (Sumber: UAB)  Keterangan: HR: High Ranking; MR: Middle
Gambar 4. Model Henzi dan Barret (Sumber:
+4

Referensi

Dokumen terkait

Radioisotop 131 I yang dihasilkan dengan metode pemisahan kolom kromatografi penukar ion dapat menjanjikan untuk diaplikasikan dalam pengobatan atau diagnosis kanker

DENGAN UNSUR ASOSIASI PERUSAHAAN DAN ASOSIASI PROFESI MEMBENTUK LEMBAGA UNTUK PENGEMBANGAN JASA

Menurut Mrowec dengan peningkatan suhu maka atom oksigen yang teradsorbsi dapat menarik elektron dari daerah yang lebih dalam dengan ionisasi ganda (O 2- ), bahkan

Sedangkan pengertian anak sebagai korban kejahatan adalah anak yang menderita mental, fisik, dan sosial akibat perbuatan jahat (tindak pidana menurut Kitab Undang- Undang

Hasil Penelitian Perbedaan Persamaan 2 Hafidz Ash- Shidiq (2015) Analisis Pengaruh Suku Bunga Indonesia (SBI), Uang Beredar, Inflasi, dan Nilai Tukar Rupiah

pendukung kehidupan bayi anda (plasenta, rahim, membrane, cairan dan pasokan darah ibu) bertumbuh selama kehamilan, berkembang sesuai yang dibutuhkan untuk memenuhi

Dari hasil ini menunjukkan adanya kesamaan dengan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Aldo Herlambang Gardjito dkk (2014), Diana Khairani Sofyan (2013), Fariz Ramanda

Anak Usia Dini adalah anak dimana hampir sebagian besar waktunya digunakan untuk bermain dengan bermain itulah Anak UsiaDini tumbuh dan mengembangkan seluruh aspek yang