• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN LUMUT KERAK SEBAGAI BIOINDIKATOR KUALITAS UDARA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KAJIAN LUMUT KERAK SEBAGAI BIOINDIKATOR KUALITAS UDARA"

Copied!
96
0
0

Teks penuh

(1)

KAJIAN LUMUT KERAK SEBAGAI BIOINDIKATOR

KUALITAS UDARA

(Studi Kasus: Kawasan Industri Pulo Gadung, Arboretum Cibubur dan Tegakan Mahoni Cikabayan)

Oleh:

MUNGKI EKA PRATIWI E34101066

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006

(2)

KAJIAN LUMUT KERAK SEBAGAI BIOINDIKATOR

KUALITAS UDARA

(Studi Kasus: Kawasan Industri Pulo Gadung, Arboretum Cibubur dan Tegakan Mahoni Cikabayan)

Oleh:

MUNGKI EKA PRATIWI

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada

Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006

(3)

Kualitas Udara (Studi Kasus : Kawasan Industri Pulo Gadung, Arboretum Cibubur dan Tegakan Mahoni Cikabayan). Dibawah bimbingan: Ir. Siti Badriyah Rushayati, M.Si dan Ir. Elis Nina Herliyana, M.Si.

Pencemaran udara adalah masuknya zat pencemar ke dalam udara baik secara alamiah maupun oleh aktivitas manusia. Pencemaran udara yang disebabkan oleh aktivitas manusia dapat berasal dari kegiatan transportasi dan industri, hal tersebut akan menyebabkan penurunan kualitas lingkungan berupa polusi udara. Udara bagi kehidupan merupakan komponen abiotik pada atmosfer yang dibutuhkan oleh berbagai organisme seperti tumbuhan. Polusi udara dapat mempengaruhi kondisi tumbuhan termasuk lumut kerak secara fisiologis. Beberapa jenis lumut kerak dilaporkan dapat menjadi bioindikator yang peka terhadap pencemaran udara. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi keberadaan lumut kerak dihubungkan dengan lokasi tertentu dengan kualitas udara yang diduga berbeda, dengan ruang lingkup mengkaji jenis-jenis morfologi lumut kerak, jenis tanaman dan beberapa faktor lingkungan (suhu, kelembaban udara dan kandungan polutan).

Penelitian dilakukan pada kawasan industri Pulo Gadung, arboretum Cibubur Jakarta, dan tegakan mahoni Cikabayan. Lokasi-lokasi tersebut diduga sebagai memiliki kualitas udara relatif tercemar (kawasan industri Pulo Gadung dan arboretum Cibubur) dan relatif tidak tercemar (tegakan mahoni Cikabayan). Pengamatan talus lumut kerak secara makroskopik dilakukan terhadap tiap unit contoh pohon. Ciri-ciri makroskopik talus yang diamati antara lain adalah warna, bentuk, dan keadaan talus serta luas talus lumut kerak pada batang tanaman yang terletak pada jarak 5 meter, 10 meter, dan 25 meter dari titik pengukuran kualitas udara. Pengambilan data pertumbuhan lumut kerak juga diamati pada kedua sisi batang pohon (menghadap dan membelakangi titik pengukuran kualitas udara ambien).

Pada lokasi pengamatan di kawasan industri Pulo Gadung ditemukan 3 jenis lumut kerak (Phaeographis sp., Strigula sp. dan Dirinaria cf. picta). Pada arboretum Cibubur ditemukan 6 jenis lumut kerak (Strigula sp., Verrucaria sp., Graphidaceae, Heterodermia sp. dan Parmelia cf.austrosinensis). Pada tegakan mahoni Cikabayan ditemukan 10 jenis lumut kerak (Graphidaceae, Strigula sp. dan Verrucaria sp., Phaeographis sp., Parmelia sp. dan Heterodermia sp.). Jumlah lumut kerak yang temukan pada lokasi pengamatan semakin bertambah dengan nilai kualitas udara ambien yang semakin bersih (kandungan polutan rendah). Dari 12 jenis lumut kerak yang ditemukan, 3 jenis lumut kerak tidak teridentifikasi (2 tipe crustose dan 1 tipe foliose).

Pada lokasi pengamatan di kawasan industri, nilai rata-rata luas talus lumut kerak pada jarak 5 m, 10 m, dan 25 m pada masing-masing spesies tidak terlalu berbeda nyata. Hal tersebut diduga karena dalam jarak yang diambil terlalu dekat. Rata-rata luas talus D. cf.picta pada jarak pengamatan 5 meter dari titik pengukuran kualitas udara dengan titik pengamatan membelakangi titik pengambilan kualitas udara (jalan raya) yaitu sebesar 16,52 cm2, memiliki nilai yang relatif jauh lebih besar dibanding dengan menghadap titik pengambilan kualitas udara (jalan raya) yaitu sebesar 0,01 cm2). Hal tersebut diduga karena pengaruh polutan yang ada.

Pada arboretum Cibubur, rata-rata luas talus lumut kerak memiliki nilai yang relatif lebih besar dibanding dengan lokasi lainnya. Hal tersebut diduga karena umur ukuran keliling batang tanaman yang lebih besar dibanding dengan lokasi lainnya, namun jumlah jenis lumut kerak yang ditemukan pada tegakan mahoni Cikabayan lebih bervariasi.

(4)

2

Pada lokasi pengamatan di kawasan industri Pulo Gadung, arboretum Cibubur dan tegakan mahoni Cikabayan berdasarkan hasil pengukuran kelembaban udara rata-rata diperoleh kelembaban udara sebesar 72%, 86% dan 90%, dengan suhu udara pada lokasi pengamatan kawasan industri Pulo Gadung berkisar antara 29,4-31,8 ºC, pada arboretum Cibubur berkisar antara 25,8-30,0 ºC dan pada tegakan mahoni Cikabayan berkisar antara 24,8-27,8 ºC.

Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan, tipe morfologi talus crustose lebih mudah ditemukan bila dibanding dengan tipe morfologi foliose. Strigula sp. dapat ditemukan pada masing-masing lokasi pengamatan. Hal tersebut menggambarkan bahwa jenis tersebut mampu bertahan hidup pada segala kondisi kualitas udara ambien. Heterodermia sp. pada arboretum Cibubur memiliki warna talus cenderung pucat dibanding dengan warna talus yang berada di tegakan mahoni. Pada kawasan industri Pulo Gadung tidak dijumpai lumut kerak dari kelompok marga Parmelia, sedangkan pada arboretum Cibubur dan tegakan mahoni Cikabayan dapat ditemukan marga dari kelompok Parmelia meskipun frekuensi perjumpaan marga ini pada arboretum Cibubur tidak sebesar di tegakan mahoni Cikabayan. Pada kawasan industri Pulo Gadung, D. cf picta ditemukan dengan nilai frekuensi perjumpaan yang tidak terlalu tinggi dibanding dengan jenis lumut kerak lainnya dan sebelumnya telah dilaporkan bahwa jenis ini sebagai bioindikator udara kotor. Parmelia sp. hanya ditemukan pada lokasi pengamatan tegakan mahoni Cikabayan, dimana telah dilaporkan sebelumnya bahwa jenis lumut kerak ini sebagai bioindikator udara bersih.

(5)

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 27 Februari 1984 dari pasangan Prakoso dan St.Rukiyah. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara.

Penulis menempuh pendidikan menengah atas di SMUN 54 Jakarta dan lulus pada tahun 2001. Pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri (UMPTN) pada Program Studi Konservasi Sumberdaya Hutan, Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan IPB.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah menjadi anggota HIMAKOVA dan Kelompok Pemerhati Burung (KPB) “Prenjak”. Pada bulan Juni-Agustus 2004 penulis mengikuti Praktek Pengenalan Hutan di BKPH Rawa Timur-KPH Banyumas Barat dan BKPH Gunung Slamet-KPH Banyumas Timur serta praktek pengelolaan hutan di Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah. Pada bulan Februari-April 2005, penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapang Profesi Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata di Taman Nasional Bromo Tengger Semeru, Jawa Timur.

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan, penulis melakukan penelitian dan menyusun karya ilmiah dengan judul “Lumut kerak sebagai Bioindikator Kualitas Udara (Studi Kasus : Kawasan Industri Pulo Gadung, arboretum Cibubur dan tegakan mahoni Cikabayan)” dibawah bimbingan Ir. Siti Badriyah Rushayati M.Si dan Ir. Elis Nina Herliyana M.Si.

(6)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia yang telah diberikan, sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Skripsi ini berjudul “Lumut kerak sebagai Bioindikator Kualitas Udara (Studi Kasus : Kawasan Industri Pulo Gadung, arboretum Cibubur dan tegakan mahoni Cikabayan)”.

Dengan penuh rasa hormat, penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Ibu Ir. Siti Badriyah Rushayati M.Si dan Ibu Ir. Elis Nina Herliyana M.Si selaku dosen pembimbing atas segala bimbingan dan pengarahannya selama penulis menyelesaikan skripsi. Selama penyusunan skripsi ini tidak dapat dipungkiri banyak sekali hambatan yang penulis hadapi. Berkat kearifan dan kemurahan-Nya serta bantuan dari berbagai pihak, skripsi ini dapat penulis selesaikan. Untuk itu, dengan segala hormat, penulis mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa karya ilmiah ini masih belum sempurna. Akhirnya, semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan.

Bogor, Juni 2006

(7)

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena berkat izin-Nya, kekuasaan-Nya serta kasih sayang-Nya karya kecil ini dapat penulis selesaikan. Dengan segala hormat, penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Ir. Siti Badriyah Rushayati, M.Si dan Ir. Elis Nina Herliyana, M.Si selaku pembimbing yang telah membimbing penulis dengan kesabaran dan kearifan serta memotivasi penyelesaian skripsi ini.

2. Ir. Rita Kartika Sari, M.Si sebagai dosen penguji dari Departemen HasiL Hutan dan Dr. Ir. Nurhaeni Wijayanto, MS, selaku dosen penguji Departemen Silvikultur.

3. Bapak dan Mama yang senantiasa penuh kasih sayang dan doa agar penulis tetap tegar sehingga mampu menyelesaikan skripsi ini serta adik tercinta, yang selalu menghibur penulis dalam suka dan duka.

4. Bapak Ir. Ali Hambali dan Ibu Ir. Fida yang telah mengizinkan penulis untuk melakukan penelitian di kawasan industri Pulo Gadung.

5. Bapak Agus Syafii yang telah mengizinkan penulis untuk melakukan penelitian di arboretum Cibubur.

6. Pihak Herbarium Bogorensis, khususnya Ibu Ida Haerida, S.Si atas bantuan dan informasinya.

7. Insan Kurnia, S.Hut yang telah memberikan bantuan, dukungan dan arahannya selama penyusunan skripsi.

8. Monic, Wisye, Ernest, Boni dan Tommy atas dukungan dan bantuan selama penyusunan skripsi. I can’t made it with out u guys.

9. Mbak Eka, Mbak Rita, Berny, Mba Eko, Purie, Mirna, Catur (untuk kamera) dan Mas Ajie atas semangat, bantuan dan dukungannya selama penyusunan skripsi. Maaf sudah merepotkan kalian.

10. Bapak dan Ibu di KPAP DKSHE, Ibu Evan, Ibu Titin, Ibu Eti, Ibu Tuti, Bapak Acu dan Teh Sri yang telah membantu penulis dalam administrasinya.

11. Seluruh mahasiswa DKSHE angkatan 38 terimakasih atas kebersamaannya dalam suka dan duka selama ini.

(8)

DAFTAR ISI

Halaman DAFTAR ISI ... ii DAFTAR TABEL... iv DAFTAR GAMBAR ... v DAFTAR LAMPIRAN... vi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang... 1 B. Tujuan Penelitian ... 2 C. Manfaat Penelitian ... 2

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi Lumut Kerak ... 3

B. Morfologi Lumut Kerak ... 4

1. Talus Crustose ... 5

2. Talus Foliose... 5

3. Talus Fruticose... 5

4. Talus Squamulose... 5

C. Anatomi Lumut Kerak ... 6

1. Korteks atas... 6

2. Lapisan Alga ... 6

3. Medulla ... 7

4. KorteksBawah ... 7

D. Habitat dan Penyebaran Lumut Kerak ... 7

E. Pengaruh Lingkungan terhadap Lumut Kerak... 9

1. Faktor Lingkungan... 9

2. Bioindikator Kualitas Udara ... 10

III. METODOLOGI PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 13

B. Bahan dan Alat Penelitian ... 13

C. Metode... 13

1. Pemilihan Lokasi Contoh ... 13

2. Jenis Data ... 14

(9)

3. Analisis Data ... 15

D. Kerangka Pemikiran ... 16

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil 1. Karakteristik Tempat Hidup Lumut Kerak a. Kawasan Industri Pulo Gadung ... 18

b. Arboretum Cibubur ... 19

c. Tegakan Mahoni Cikabayan Kampus IPB Dramaga ... 21

2. Karakteristik abiotik a. Kualitas Udara Ambien ... 21

b. Suhu dan Kelembaban Udara ... 23

3. Jenis-jenis Lumut Kerak a. Jenis-jenis Lumut Kerak yang Ditemukan ... 23

b. Tipe Morfologi Talus Lumut Kerak ... 24

c. Penggunaan Kulit Batang Tanaman sebagai Substrat Lumut Kerak ... 26

4. Ciri Makroskopik Talus Lumut Kerak a. Bentuk Talus secara Umum ... 28

b. Warna Talus Lumut Kerak secara Umum... 30

5. Ciri Mikroskopik Lumut Kerak ... 32

6. Luas dan Frekuensi Perjumpaan Talus Lumut Kerak ... 33

a. Frekuensi Perjumpaan Jenis Lumut Kerak ... 33

b. Luas Talus Lumut Kerak ... 34

B. Pembahasan 1. Jenis-jenis Lumut Kerak yang Ditemukan ... 36

a. Morfologi Talus Lumut Kerak ... 36

b. Bentuk dan Keadaan Talus secara Umum ... 36

c. Warna Talus secara Umum ... 37

d. Ciri Mikroskopik Talus Lumut Kerak ... 39

e. Kulit Batang Tanaman sebagai Substrat ... 42

(10)

3

Halaman

2. Hubungan Karakteristik Lingkungan dengan Pertumbuhan

Lumut Kerak ... 45

a. Kualitas Udara Ambien ... 45

b. Suhu dan Kelembaban Udara ... 47

c. Lumut Kerak sebagai Bioindikator Kualitas Udara ... 48

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 51

A. Kesimpulan ... 51

B. Saran ... 52

DAFTAR PUSTAKA ... 53 LAMPIRAN

(11)

No Halaman

1. Bahan dan Alat yang Digunakan dalam Penelitian ... 13

2. Kandungan Udara Ambien ... 22

3. Jenis Lumut Kerak yang Ditemukan di Tiga Lokasi Pengamatan ... 23

4. Jenis Lumut Kerak pada Lokasi Pengamatan Pulo Gadung ... 25

5. Jenis Lumut Kerak pada Lokasi Pengamatan Arboretum Cibubur ... 25

6. Jenis Lumut Kerak pada Lokasi Pengamatan Tegakan Mahoni Cikabayan ... 25

7. Jenis Lumut Kerak yang Ditemukan dengan Jenis Tanaman sebagai Substrat pada Lokasi Pengamatan Kawasan Industri Pulo Gadung ... 26

8. Jenis Lumut Kerak yang Ditemukan dengan Jenis Tanaman sebagai Substrat pada Lokasi Pengamatan Arboretum Cibubur ... 27

9. Bentuk Talus Lumut Kerak secara Umum ... 28

10. Warna Talus Lumut Kerak secara Umum ... 30

11. Luas Talus Lumut Kerak (cm2) pada Ketinggian Batang Tanaman hingga 150 cm dari Permukaan Tanah ... 34

12. Luas Talus Rata-rata (Cm2) per Jarak Pengamatan ... 35

13. Pengukuran Kualitas Udara dan Jumlah Lumut Kerak yang Ditemukan ... 49

(12)

DAFTAR GAMBAR

No Halaman

1. Bentuk Lobus pada Tipe Morfologi Talus ... 5

2. Morfologi Talus Lumut Kerak ... 6

3. Bagan Alir Kerangka Pemikiran ... 17

4. jenis Tanaman Lokasi Pengamatan Kawasan Industri Pulo Gadung ... 18

5. Kondisi Lokasi Pengamatan Kawasan Industri Pulo Gadung ... 19

6. Jenis Tanaman Lokasi Pengamatan Arboretum Cibubur ... 20

7. Kondisi Lokasi Pengamatan Arboretum Cibubur ... 20

8. Kondisi Lokasi Pengamatan di Tegakan Mahoni Cikabayan ... 21

9. Suhu dan Kelembaban Udara Rata-rata ... 23

10. Jumlah Jenis Lumut Kerak yang Ditemukan Berdasarkan Tipe Morfologi Talus ... 24

11. Kulit Batang Tanaman Tanjung sebagai Substrat Spesies III ... 26

12. Bentuk dan Warna Talus Lumut Kerak secara Umum ... 32

13. Warna Talus Spesies II ... 38

14. Warna Talus Spesies IV ... 39

15. Struktur Talus pada Tipe Talus Foliose ... 40

(13)

No Halaman

1. Jenis Tanaman pada Lokasi Pengamatan ... 57

2. Hasil Analisis Pengukuran Kualitas Udara Ambien ... 58

3. Rekapitulasi Data Iklim Mikro (Suhu dan Kelembaban Udara) ... 59

4. Struktur Makroskopis dan Mikroskopis Talus Lumut Kerak ... 60

5. Rekapitulasi Luas Talus Lumut Kerak (Cm2) ... 69

(14)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sarana dan prasarana fisik seperti pusat-pusat industri merupakan salah satu penunjang aktivitas dan simbol kemajuan peradaban kota. Di sisi lain, pembangunan pusat-pusat industri juga dapat menimbulkan berbagai dampak negatif seperti penurunan kualitas lingkungan berupa polusi udara, polusi air, tanah dan suara. Dalam aktivitas produksinya, industri tersebut menyebabkan timbulnya polutan-polutan yang dibebaskan dalam udara yang dapat menyebabkan pencemaran udara. Pencemaran udara adalah masuknya zat pencemar ke dalam udara baik secara alamiah maupun oleh aktivitas manusia (Ryadi, 1982; Soedomo, 2001). Aktivitas manusia tersebut dapat berupa meningkatnya kendaraan bermotor.

Menurut Ryadi (1982), udara bagi kehidupan merupakan komponen abiotik pada atmosfer yang dibutuhkan oleh berbagai organisme seperti tumbuhan. Polusi udara dapat mempengaruhi kondisi tumbuhan secara fisiologis, sehingga menyebabkan adanya tingkatan kepekaan, yaitu sangat peka, peka dan kurang peka (resisten). Oleh karena itu, tumbuhan dapat digunakan sebagai bioindikator yang akan menunjukan perubahan keadaan, ketahanan tubuh, dan akan memberikan reaksi sebagai dampak perubahan kondisi lingkungan yang akan memberikan informasi tentang perubahan dan tingkat pencemaran lingkungan (Kovacs, 1992). Lumut kerak merupakan tumbuhan indikator yang peka terhadap pencemaran udara, dengan pertumbuhan kerak tidak hanya mengalami kemunduran di daerah yang terkena polusi berat tetapi menjadi langka atau menghilang (Alexopoulos & Mims, 1979; Treshow ,1989).

Lumut kerak adalah hasil simbiosis antara fungi dan alga. Simbiosis tersebut menghasilkan keadaan fisiologi dan morfologi yang berbeda dengan keadaan semula sesuai dengan keadaan masing-masing komponen pembentuknya (Ahmadjian, 1967). Lumut kerak dapat mempengaruhi komponen ekosistem lain dan juga keberadaannya sangat dipengaruhi oleh keadaan lingkungan, seperti mempunyai kemampuan dalam menyerap bahan-bahan beracun di udara dan menampilkan gejala yang khas untuk bahan beracun tertentu. Hampir sebagian besar spesies lumut kerak sangat sensitif terhadap

(15)

gas belerang dioksida (SO2) dan gas buang lainnya yang berasal dari industri maupun dari kendaraan bermotor (Suwarso, 2004).

Penelitian terhadap jenis-jenis lumut kerak yang dapat menjadi bioindikator pencemaran udara masih kurang, diantaranya adalah hasil penelitian Soedaryanto et al. (1992) yang menemukan 3 jenis lumut kerak pada daerah yang relatif tercemar dan 7 jenis lumut kerak pada daerah kontrol di Denpasar, Bali. Pada penelitian ini akan dikaji tentang jenis-jenis lumut kerak pada kawasan industri Pulo Gadung, arboretum Cibubur dan tegakan mahoni Cikabayan Kampus IPB Bogor, sebagai daerah yang diduga relatif tercemar dan relatif tidak tercemar.

B. Tujuan Penelitian

Mengidentifikasi keberadaan lumut kerak dihubungkan dengan lokasi tertentu dengan kualitas udara yang diduga berbeda, yaitu kawasan industri Pulo Gadung, arboretum Cibubur dan tegakan mahoni. Adapun ruang lingkup penelitian adalah mengkaji jenis-jenis morfologi lumut kerak, jenis tanaman dan beberapa faktor lingkungan (suhu, kelembaban udara dan kandungan polutan).

C. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang jenis-jenis lumut kerak yang tumbuh dengan kondisi kualitas udara tertentu yang dapat dijadikan biondikator kualitas udara.

(16)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Klasifikasi Lumut Kerak

Menurut Fitting et al. (1954) diacu dalamRonoprawiro (1989); Noer (2004);

Tjitrosoepomo (1981), lumut kerak merupakan tumbuhan rendah yang temasuk dalam divisi Thallophyta yang merupakan tumbuhan komposit dan perpaduan fisiologik dari dua makhluk, yakni antara fungi dan alga.

Menurut Dharmaputra et al. (1989), fungi merupakan salah satu organisme

heterotrof yang tidak termasuk tumbuhan maupun hewan, yaitu termasuk dalam regnum fungi. Fungi dapat hidup sebagai saprob atau parasit. Saprob merupakan organisme yang hidup dari bahan organik mati, sedangkan parasit adalah organisme yang hidup pada organisme hidup lain dan mengambil makanan darinya.

Keberadaan simbiosis antara dua organisme ini masih diperdebatkan. Lumut kerak seharusnya termasuk dan diklasifikasikan dengan fungi sejati (Bessey, 1950; Martin, 1950; Alexopoulos, 1956 diacu dalam Pandey & Trivendi, 1977). Namun, menurut Smith (1955) diacu dalam Pandey & Trivendi (1977) menerangkan bahwa lumut kerak harus berada pada kelompok yang terpisah dari alga dan fungi.

Dua organisme tersebut hidup berasosiasi satu sama lain, sehingga muncul sebagai satu organisme. Penyusun komponen fungi disebut mycobiont

yang pada umumnya berasal dari kelas Ascomycetes dan dua atau tiga genus termasuk kelas Basidiomycetes, sedangkan penyusun komponen alga disebut

phycobiont, berasal dari divisi alga biru-hijau (Chyanophyceae) atau alga hijau (Chlorophyta). Tercatat bahwa terdapat 12 genus dari divisi alga biru-hijau

(Chyanophyceae) dan 21 dari alga hijau (Chlorophyta). Pada umumnya genus

yang termasuk dalam Cyanobacteria adalah Nostoc, Gloeocapsa dan Rivularia,

sedangkan yang termasuk alga hijau diantaranya Protococcus, Trentepohlia dan Cladophora (Pandey & Trivendi, 1977).

Menurut Misra & Agrawal (1978), menyatakan bahwa klasifikasi lumut kerak berdasarkan komponen fungi terbagi menjadi tiga tipe, yaitu:

1) Ascolichens

Pada tipe ini, komponen fungi yang membentuk lumut kerak berasal dari kelas Ascomycetes. Tipe ini terbagi dalam dua bagian yaitu Gymnocarpae

(17)

yang memiliki tubuh buah berupa apotesium dengan struktur terbuka, contohnya Parmelia. Sedangkan pada bagian Pyrenocarpae, memiliki tubuh

buah berupa peritesium dengan struktur tertutup, contohnya Dermatocarpon.

Komponen alga dari Ascolichen termasuk dalam Myxophyceae di antaranya Scytonema, Nostoc, Rivularia, Gleocapsa. Pada Chlorophyceae di antaranya adalah Protococcus, Trentepohlia, Cladophora.

2) Basidiolichens

Pada tipe ini, komponen fungi yang membentuk lumut kerak adalah dari kelas Basidiomycetes. Basidioliches memiliki komponen alga yang termasuk dalam kelas Myxophyceae, berupa filamen (Scytonema) atau non-filamen

(Chroococcus). 3) Lichen Imperfecti

Pada tipe ini, komponen fungi yang membentuk lumut kerak adalah dari kelas Deuteromycetous dengan contoh antara lain Cystocoleus, Lepraria, Leprocanlon, Normandia. Fink (1961), menambahkan bahwa golongan ini tidak dapat membentuk spora fungi dan talus tersusun dari hifa atau massa padat yang seringkali terlihat menyerupai serbuk atau bubuk pada substrat yang ditumbuhinya.

Menurut Pandey & Trivendi (1977), simbiosis antara alga dan fungi, memberikan dua penafsiran yang berbeda, yaitu :

1) Disebut simbiosis mutualisme, bila dipandang ke dua simbion dapat memperoleh keuntungan dari hidup bersama. Pada simbiosis tersebut alga memberikan hasil fotosintesisnya, terutama yang berupa karbohidrat kepada fungi, dan sebaliknya fungi memberikan air dan garam-garam kepada alga. 2) Disebut helotisme, bila keuntungan yang timbal balik itu hanya sementara,

yaitu pada permulaannya saja, tetapi pada akhirnya alga akan diperalat oleh fungi.

B. Morfologi Lumut Kerak

Menurut Fink (1961), bagian utama lumut kerak adalah talus yang merupakan jaringan vegetatif. Keberadaan talus dapat terangkat atau tegak lurus dari substratnya, terjumbai, tergantung atau talus juga dapat terlihat tubuh secara rapat atau jarang pada substrat. Menurut Dharmaputra et al. (1989), talus

adalah merupakan istilah umum untuk bagian vegetatif tumbuh-tumbuhan tak berpembuluh (non-vascular).

(18)

5

Lumut kerak dapat dikelompokkan dalam tiga tipe berdasarkan morfologi talusnya yaitu crustose, foliose, dan fruticose. Pengelompokan itu berdasarkan

pada organisasi jaringan tubuh dan perlekatan talus pada substratnya, yaitu:

1. Talus Crustose

Ukuran talus crustose bermacam-macam dengan bentuk talus rata, tipis,

dan pada umumnya memiliki bentuk tubuh buah yang hampir sama. Talus berupa lembaran tipis atau seperti kerak yang permukaan bawahnya melekat pada substrat. Permukaan talus biasanya terbagi menjadi areal-areal yang agak heksagonal yang disebut areole (Vashishta 1982, diacu dalam Januardania

1995; Moore, 1972; Hale, 1979).

2. Talus Foliose

Talus foliose bertingkat, lebar, besar, kasar dan menyerupai daun yang

mengkerut dan melipat. Permukaan talus foliose bagian bawah dan atas

berbeda, pada permukaan bawah berwarna lebih terang atau gelap dan pada bagian tepi talus biasanya menggulung ke atas (Vashishta 1982, diacu dalam Januardania 1995; Moore, 1972; Hale, 1979).

Gambar 1. Bentuk Lobus Tipe Talus Foliose (Hale, 1989)

3. Talus Fruticose

Talus fruticose merupakan tipe talus kompleks dengan cabang-cabang

yang tidak teratur. Talus ini memiliki bentuk cabang silinder atau pita. Talus hanya menempati bagian dasar dengan cakram bertingkat. Lumut kerak fruticose

ini memperluas dan menunjukan perkembangannya hanya pada batu-batuan, daun, dan cabang pohon (Vashishta 1982, diacu dalam Januardania 1995; Moore, 1972).

(19)

4. Talus Squamulose

Talus ini memiliki bentuk seperti talus crustose dengan pingiran yang

terangkat ke atas di atas tempat hidupnya. Talus ini memiliki bentuk seperti sisik yang tersusun oleh banyak cuping (lobes) yang kecil tetapi tidak memiliki rizin

(Vashishta 1982, diacu dalamJanuardania 1995; Moore, 1972; Hale, 1979; Noer, 2004).

Gambar 2. Morfologi Talus (www.ucmp.berkeley.edu/fungi/lichens)

C. Anatomi Talus Lumut Kerak

Secara umum anatomi jaringan talus lumut kerak tersusun atas beberapa lapisan diantaranya sebagai berikut :

1. Korteks Atas

Lapisan teratas disebut sebagai lapisan hifa fungi. Lapisan ini tidak memiliki ruang antar sel dan jika ada maka ruang antar sel biasanya diisi oleh gelatin. Pada beberapa jenis lumut kerak yang bergelatin, kulit atas juga kekurangan satu atau beberapa sel tipis. Namun, permukaan tersebut dapat ditutupi oleh epidermis (Misra & Agrawal, 1978). Alga sangat penting bagi untuk memenuhi kebutuhan nutrisi lumut kerak, karena alga dapat melakukan fotosintesis (Moore, 1972). Secara umum, lapisan atas alga diketahui dapat menerima cahaya sinar matahari. Simbiosis yang terjadi mengakibatkan kedua komponen tersebut saling tergantung satu sama lain. Lumut kerak dapat mengabsorbsi air dari hujan, aliran permukaan, dan embun.

2. Lapisan Alga

Lapisan ini berada di bawah lapisan cortex atas yang terdiri atas lapisan gonidial. Lapisan ini merupakan jalinan hifa fungi yang bercampur dengan alga.

Berdasarkan penyebaran lapisan alga pada talusnya, lumut kerak telah diklasifikasikan menjadi dua katagori yaitu homoiomerus dan heteromerous.

(20)

7

Pada homoimerus, sel alga tersebar merata pada jaringan longgar hifa fungi

sedangkan pada heteromerus sel-sel alga terbatas pada lapisan atas talus

(Misra & Agrawal, 1978).

3.

Medulla

Menurut Misra & Agrawal (1978), lapisan medulla terdiri dari jalinan longgar hifa-hifa. Lapisan ini akan memberikan kekuatan dan penghubung antara lapisan bawah dan atas atau bagian luar dan dalam talus. Menurut Fink (1961), lapisan ini menyerupai parenkim bunga karang seperti pada jaringan daun. Pembagian atau pemisahan antara lapisan alga dan lapisan medula tidak selalu terjadi secara sempurna. Pada lapisan ini hanya sedikit terdapat sel-sel alga, dan pada umumnya lapisan ini relatif tebal dan tidak berwarna atau transparan.

4. Korteks Bawah

Menurut Fink (1961), lapisan korteks bagian bawah sangat mirip dengan lapisan cortex bagian atas. Pada lapisan ini akan terbentuk rizoid yang

berkembang masuk ke substrat. Jika rizoid tidak ada, maka fungsinya akan

digantikan oleh hifa-hifa fungi yang merupakan perpanjangan hifa dari lapisan medulla.

Menurut Meler & Chapman (1983) diacu dalam Ronoprawiro (1989) menyatakan bahwa hubungan fungi dan alga merupakan simbiosis dan hubungan ini terjadi melalui houstoria, yaitu terjadi pelekatan yang erat benang

fungi pada alga. Pada lumut kerak, terdapat dua tipe houstoria, yaitu houstoria

intramembran yang hanya masuk ke dalam dinding sel alga dan tidak banyak yang melewatinya dan houstoria intrasel, masuk jauh ke dalam sel alga

(Pevelling, 1973; Fitting et al., 1954 diacu dalam Ronoprawiro, 1989). Lumut

kerak yang memiliki struktur talus yang jelas pada umumnya hanya mempunyai

houstoria intramembran (Tschermak, Geitler, Plessl, cit Pevelling, 1973 diacu

dalam Ronoprawiro, 1989).

D. Habitat dan Penyebaran Lumut Kerak

Lumut kerak hidup sebagai tidak hanya menjadi tumbuh pada pohon-pohonan, tetapi juga di atas tanah, terutama pada daerah tundra di sekitar kutub utara. Lokasi tumbuhnya dapat di atas maupun di dalam batu dan tidak terikat pada tingginya tempat di atas permukaan laut. Lumut kerak dapat ditemukan dari tepi pantai sampai di atas gunung-gunung yang tinggi. Tumbuhan ini tergolong dalam tumbuhan perintis yang ikut berperan dalam pembentukan tanah.

(21)

Beberapa jenis dapat masuk pada bagian pinggir batu-batu, yang biasa disebut sebagai bersifat endolitik (Tjitrosoepomo, 1981). Lumut kerak juga dapat hidup

dan tumbuh pada habitat yang agak kering (Polunin, 1990).

Menurut Fink (1981), lumut kerak yang ada pada pohon umumnya tumbuh pada batang atau bagian batang yang lebih rendah. Menurut Pandey & Trivendi (1977); Misra & Agrawal (1978), habitat lumut kerak dapat dibagi menjadi 3 katagori, yaitu :

1) Saxicolous adalah jenis lumut kerak yang hidup di batu. Menempel pada

substrat yang padat dan di daerah dingin.

2) Corticolous adalah jenis lumut kerak yang hidup pada kulit pohon. Jenis ini

sangat terbatas pada daerah tropis dan subtropis, yang sebagian besar kondisi lingkungannya lembab.

3) Terricolous adalah jenis lumut kerak terestrial, yang hidup pada permukaan

tanah.

Menurut Pandey & Trivendi (1977); Fitting et al. (1954) diacu dalam

Ronoprawiro (1989); Misra & Agriwal (1978), penyebaran koloni lumut kerak dapat terjadi secara vegetatif yaitu dengan cara fragmentasi, soredia, dan isidia

serta secara seksual. Penyebaran secara vegetatif secara tidak langsung dapat dibawa oleh air, angin, serangga atau satwa (Moore, 1972). Air hujan sangat penting dalam penyebaran soredia, meskipun dengan angin juga dapat terjadi

penyebaran.

Menurut Pandey & Trivendi (1977), fragmentasi merupakan salah satu cara penyebaran secara vegetatif yang paling umum dijumpai. Lumut kerak yang kering dengan kondisi yang sangat rapuh, bila terpisah dari talus utamanya maka potongan talus tersebut akan terbawa oleh angin atau air sehingga akan jatuh pada tempat yang baru. Pada tempat yang baru, potongan talus tersebut akan tumbuh menjadi talus yang baru. Soredia merupakan struktur berbentuk bubuk

yang berwarna putih keabuan atau hijau keabuan, yang biasanya terletak pada permukaan talus atau pinggiran talus. Soredia akan disebarkan oleh angin atau

air hujan dalam mencari substrat yang sesuai sehingga dapat berkembang menjadi talus baru. Isidia merupakan struktur yang memiliki bentuk seperti

karang yang terdapat pada permukaan atau pinggiran talus.

Untuk reproduksi seksual terbatas untuk pasangan fungi yang terdapat pada lumut kerak, sebab sebagian besar komponen fungi pada lumut kerak termasuk dalam golongan Ascomycetes. Reproduksi ini meliputi pembentukan

(22)

9

askokarp dalam struktur khusus yang disebut dengan asci, tumbuh pada

apotesium atau peritesium. Banyak jenis fungi pada lumut kerak membentuk askokarp, tergantung pada golongannya.

Menurut Vashishta (1982) diacu dalamJanuardania (1995), menyebutkan bahwa ada beberapa faktor yang membantu penyebaran lumut kerak. Penyebaran secara vegetatif merupakan cara efisien membantu penyebarannya, hal tersebut juga didukung oleh sifat lumut kerak yang memiliki ketahanan terhadap suhu dan kelembaban yang ekstrim.

E. Pengaruh Faktor Lingkungan bagi Lumut Kerak 1. Faktor Lingkungan

a. Suhu udara

Pertumbuhan lumut dipengaruhi oleh beberapa faktor lingkungan, antara lain suhu udara, kelembaban udara dan kualitas udara. Lumut kerak memiliki kisaran toleransi suhu yang cukup luas. Lumut kerak dapat hidup baik pada suhu yang sangat rendah atau pada suhu yang sangat tinggi. Lumut kerak akan segera menyesuaikan diri bila keadaan lingkungannya kembali normal. Salah satu contohnya alga jenis Trebouxia tumbuh baik pada kisaran suhu 12-24°C,

dan fungi penyusun lumut kerak pada umumnya tumbuh baik pada suhu 18-21°C (Ahmadjian, 1967).

b. Kelembaban udara

Walaupun lumut kerak tahan pada kekeringan dalam jangka waktu yang cukup panjang, namun lumut kerak tumbuh dengan optimal pada lingkungan yang lembab (Ronoprawiro, 1989).

c. Kualitas Udara

Menurut Kristanto (2002), udara adalah suatu campuran gas yang berada pada lapisan yang mengelilingi bumi, dengan komposisi campuran gas tersebut tidak selalu konstan. Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1999; Soedirman (1975) diacu dalam Ryadi (1982); Kozak & Sudarmo (1992) diacu dalam Purnomohadi (1995), pencemaran udara adalah masuknya atau dimasukkannya zat, energi, dan/atau komponen lain berupa debu, uap air, bau, asap, dan berbagai jenis gas lainnya yang dalam jumlah konsentrasi, sifat dan lama waktu keberadaannya di atmosfer, sehingga mutu udara ambien turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan udara ambien tidak dapat

(23)

memenuhi fungsinya dan dapat menyebabkan gangguan terhadap lingkungan disekitarnya baik terhadap gangguan kesehatan, kerusakan pada kualitas barang/benda tertentu atau kenyamanan makluk disekitarnya.

Kemampuan lumut kerak untuk merespon perubahan yang ditimbulkan oleh kondisi lingkungan menyebabkan lumut kerak dapat dipakai sebagai bioindikator untuk pencemaran udara (Galun, 1988 diacu dalamNoer, 2004). Hal tersebut dijelaskan oleh Woodruff (1996) diacu dalam Simonson (1996) yang menyatakan bahwa berdasarkan objek penelitian yang telah dilakukan beberapa jenis lumut kerak dapat menjadi indikator dalam waktu pendek karena pertumbuhannya yang lambat dan di dalam sel terdapat bahan campuran dari polusi yang telah telah ada.

2. Biondikator Kualitas Udara.

Alexopolous & Mims (1979) menyatakan bahwa pusat kota dengan polusi industri beratnya tidak ditemukan atau jarang ditemukan lumut kerak. Populasi lumut kerak secara bertahap bertambah pada jarak semakin jauh dari pusat kota tersebut. Dengan demikian lumut kerak dapat digunakan sebagai petunjuk didalam program mengukur kualitas lingkungan, dimana bahwa tidak ada organisme lain yang lebih peka terhadap sulfur dioksida (SO2) daripada lumut kerak.

Sulfur dioksida (SO2) merupakan hasil samping pembakaran batubara (dan juga minyak bumi pada batas-batas tertentu) dan bentuk sulfur lainnya, dimana hasil-hasil tersebut akan mempengaruhi banyak tumbuh-tumbuhan khususnya lumut kerak (Lubis, 1996).

Menurut Noer (2004), jenis–jenis lumut kerak yang tumbuh di daerah tercemar berat antara lain adalah Desmococcus viridis, L. conizoides, Lepraria incana, B. punctata, Diploicia canescens, L. expallens, Xanthoria parietina, Cladonia coniocraea, C. macilenta, dan L. dispersa. Untuk jenis–jenis lumut

kerak yang tumbuh pada daerah yang tercemar sedang antara lain Hypogymnia physodes, Ramalina farinacea, Evernia prunastri, Physia adscendens, Physia tenella, Lecanora chlarotera, Foraminella ambigua, Platismatia glauca, Lecidella elaeochroma, P. sulcata, P.saxatilis, P. glabratula. Jenis–jenis lumut kerak yang

tumbuh di daerah tercemar ringan adalah Pseudevernia furfuracea, Bryria fuscescens, Physconia distorta, Physconia enteoxantha, Phaeophysia orbicularis, Physia aipolia, Opegrapha varia, P. cerperta, P.a acetabulum, G.

(24)

11

scripta, G. elegans, dan Anaptychia ciliaris. Jenis–jenis lumut kerak yang tumbuh

di daerah yang bersih adalah Usnea rubicunda, U. subfloridana, U. florida, U. articulata, Teloschistes flavicans, Lobaria pulmonaria, P. perlata, Lobaria scrobiculata, R. fastigiata, R. fraxinea, R. calicaris, Pannaria rubiginosa, dan Degelia plumbea.

Menurut Clark et al. (1999) diacu dalam Wijaya (2004), ada beberapa sifat

lumut kerak yang ideal sebagai bioindikator antara lain : 1) Secara geografis penyebarannya luas

2) Morfologinya tetap meskipun terjadi perubahan musim

3) Tidak memiliki kutikula, sehingga mempermudah air, larutan dan logam serta mineral diserap oleh lumut kerak

4) Nutrisinya tergantung dari bahan-bahan yang diendapkan dari udara 5) Mampu menimbun pencemar selama bertahun-tahun

Menurut Kovacs (1992), lumut kerak sangat peka terhadap emisi pencemar bila dibanding dengan tumbuhan tinggi. Adapun kepekaan tersebut dikarenakan adanya perbedaan fisiologis dan morfologi, yaitu :

1) Kandungan klorofil yang sangat kurang, sehingga mengakibatkan laju fotosintesis dan metabolisme yang rendah serta kemampuan regenerasi yang terbatas.

2) Tidak adanya kutikula, maka pencemar dapat dengan mudah masuk ke dalam talus.

3) Lumut kerak golongan corticolous, dapat menyerap air dan nutrien langsung dari udara.

4) Keseimbangan air di dalam lumut kerak hampir sepenuhnya untuk menjaga kelembaban atau presepitasi, sehingga menyebabkan kesempatan untuk asimilasi dan regenerasi menjadi terbatas.

5) Lumut kerak dapat mengakumulasi berbagai macam bahan tanpa melakukan seleksi.

6) Sekali bahan pencemar diserap, maka akan diakumulasikan dan tidak dieksresikan.

7) Terjadi perubahan warna talus, akibat adanya bahan pencemar.

Kadar tertentu zat pencemar udara akan mampu menghambat pertumbuhan lumut kerak, tetapi logam-logam berat tidak banyak mempengaruhi pertumbuhan lumut kerak. Lumut kerak dan Bryophyta akan mampu menimbun

(25)

logam-logam berat yang dipancarkan ke udara lebih cepat daripada tanaman tinggi (Noer dan Bonito, 1982diacu dalamSoedaryanto et al., 1992).

Menurut Garty (2000) diacu dalam Wijaya (2004), berdasarkan daya sensitivitasnya terhadap pencemar udara maka lumut kerak dikelompokkan menjadi tiga yaitu: sensitif, merupakan jenis yang sangat peka terhadap pencemaran udara, pada daerah yang telah tercemar jenis ini tidak akan dijumpai; toleran merupakan jenis yang tahan (resisten) terhadap pencemaran udara dan tetap mampu hidup pada daerah yang tercemar; pengganti

merupakan jenis yang muncul setelah sebagian besar komunitas lumut kerak yang asli rusak karena pencemaran udara.

Menurut Noer (2004), terdapat beberapa parameter yang dapat

dipergunakan dalam penelitian lumut kerak untuk mengukur adanya pencemaran udara :

1) Keanekaan ; jumlah jenis yang terdapat di setiap substrat yang diamati. Pada daerah dimana pencemaran telah terjadi, jumlah jenis yang ada sedikit dan jenis-jenis yang peka sekali akan hilang.

2) Pertumbuhan ; diamati dengan melihat keadaan morflogi dan warna talusnya. Lumut kerak di daerah yang tercemar pertumbuhannya kurang baik, warnanya pucat atau berubah.

3) Kesuburan ; dilihat ada tidaknya alat berkembangbiak yaitu soredia, isidia, lobules, chypellae dan chepaloidia. Pada daerah tercemar, lumut kerak yang

ada kurang subur dan alat berkembang biak tidak ada.

4) Frekuensi ; penyebaran dan pengelompokan lumut kerak pada setiap substrat yang diamati, sedangkan frekuensi adalah kehadiran lumut kerak pada setiap pohon contoh di masing-masing stasiun pengamatan.

5) Persentase penutupan (density) ; diukur dengan menghitung luas penutupan

(26)

III. METODE PENELITIAN

A. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di kawasan industri Pulo Gadung, arboretum Cibubur Jakarta, dan tegakan mahoni Cikabayan. Pengambilan data di lapangan, dilaksanakan pada bulan September sampai dengan bulan Desember 2005.

B. Bahan dan Alat Penelitian

Bahan dan alat yang digunakan disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Bahan dan Alat yang Digunakan dalam Penelitian

No Nama Fungsi

Bahan

1 Peta lokasi Melihat lokasi penelitian 2 Plastik transparan Menggambar lumut kerak 3 Amplop Menyimpan sampel lumut kerak 4 Akuades, laktofenol-analin blue,

tissue

Membuat preparat

Alat

5 Pita meteran Mengukur keliling batang pohon 6 Kape, pahat, dan martil Mengambil sampel lumut kerak 7 Termometer bola basah dan bola

kering Mengukur suhu (ºC) dan kelembaban udara (%) 8 Planimeter Mengukur luas lumut kerak

9 Imvinger dan dust sampler Mengukur kualitas udara

10 Alat tulis dan tally sheet Mencatat hasil

11 Kamera Dokumentasi

12 Object glass, cover glass, pinset,

pipet, pisau silet, dan mikroskop Melihat ciri-ciri mikroskopik

C. Metode

1. Pemilihan Lokasi Contoh

Lokasi contoh pengamatan pada masing-masing lokasi ditentukan secara

purposive/sengaja yaitu dengan kriteria lokasi merupakan habitat tumbuhnya

lumut kerak dengan dugaan memiliki kondisi kualitas udara yang berbeda. Pemilihan lokasi pengamatan yaitu di kawasan industri Pulo Gadung (A) dan arboretum Cibubur (B) dan tegakan mahoni Cikabayan (C) merupakan daerah relatif tidak tercemar.

(27)

2. Jenis Data

Talus lumut kerak yang diamati terbagi secara makroskopik dan mikroskopik. Pengamatan secara mikroskopik mencakup bentuk, keadaan serta warna talus lumut kerak, luas talus lumut kerak serta frekuensi perjumpaan serta melakukan komposisi jenis (melalui pendekatan tipe morfologi talus lumut kerak). Pengamatan secara mikroskopik dilakukan untuk melihat struktur jaringan penyusun talus lumut kerak.

Jenis data faktor biotik yang diperoleh adalah jenis tanaman sebagai substrat bagi lumut kerak dan keliling batang atas tanaman, sedangkan jenis data faktor abiotik yang diperoleh adalah iklim mikro, terdiri dari suhu dan kelembaban udara rata-rata serta kandungan udara ambien.

3. Prosedur Pengambilan Data a. Data Lumut Kerak

Membuat lokasi contoh pengamatan berbentuk lingkaran seluas 0,1 ha, kemudian melakukan pengamatan secara makroskopik terhadap tiap unit contoh pohon. Ciri-ciri yang diamati antara lain adalah warna, bentuk, dan keadaan talus serta luas talus lumut kerak pada batang tanaman yang terletak pada jarak 5 meter, 10 meter, dan 25 meter dari titik pengukuran kualitas udara. Pengambilan titik pengamatan data lumut kerak yang tumbuh pada kedua sisi batang pohon (menghadap dan membelakangi titik pengukuran kualitas udara ambien).

Langkah-langkah yang dilakukan dalam mengukur luas lumut kerak sebagai berikut :

1) Mengukur lingkar batang bawah pohon pada ketinggian 150 cm dari permukaan tanah dan lingkar batang pohon pada tepat di atas permukaan tanah.

2) Menggambar luas lumut kerak tersebut pada batang pohon bagian bawah pada plastik transparan.

3) Menghitung luas lumut kerak pada setiap pohon dengan menggunakan planimeter.

Contoh talus yang diambil adalah yang tumbuh pada batang tanaman pada ketinggian 0-150 cm di atas permukaan tanah. Contoh talus disimpan dalam amplop, kemudian diberi label/keterangan. Contoh talus tersebut akan di identifikasi di Herbarium Bogorensis dan dilakukan pengamatan secara mikroskopik.

(28)

15

Pengamatan secara mikroskopik dilakukan pada beberapa jenis lumut kerak. Hal tersebut dilakukan untuk mengetahui struktur internal jaringan talus lumut kerak. Lumut kerak diiris setipis mungkin dengan menggunakan silet. Irisan diletakkan di atas gelas objek, kemudian diberi beberapa tetes air dan diberi gelas penutup lalu diamati strukturnya dengan menggunakan mikroskop. Setelah mendapatkan struktur lumut kerak yang jelas, baru ditambahkan laktofenol-analin blue dengan cara meneteskannya disamping gelas penutup dan kelebihan

larutan diserap dengan menggunakan tissue (Trisusanti, 2003). b. Faktor Abiotik

Melakukan pengukuran suhu dan kelembaban udara dengan digantungkan pada ketinggian sekitar 120 cm di atas permukaan tanah (Pukul 07.30; 13.30; dan 17.30 WIB). Pengukuran dilakukan dalam kurun waktu satu bulan dan kemudian melakukan pengukuran kandungan polutan (NO2, CO2, SO2, dan debu) di udara dengan menggunakan satu set alat pengukur kualitas udara (impvinger dan dust sampler).

4. Analisis Data

a. Luas Talus Lumut Kerak

Menentukan luas suatu jenis lumut kerak dengan menggunakan planimeter. Luas areal yang diamati sampai setinggi 150 cm pada setiap pohon contoh dihitung berdasarkan rumus trapesium sebagai berikut (Noer, 2004):

Luas areal yang diamati = ½ x (A+B) x C Keterangan :

A = Keliling batang atas pohon B = Keliling batang bawah pohon

C = Tinggi batang pohon sampai setinggi 150 cm

b. Frekuensi Perjumpaan Lumut Kerak

Perjumpaan lumut kerak digunakan untuk melihat penyebaran jenis lumut kerak pada tiap lokasi. Rumus yang digunakan dalam analisis ini adalah :

Perjumpaan jenis =

Jumlah titik pengamatan ditemukan suatu jenis lumut kerak Jumlah seluruh titik pengamatan

c. Ciri Makroskopik Talus Lumut Kerak

Analisis ciri talus lumut kerak secara makroskopik dilakukan secara deksriptif kualitatif yaitu dengan melihat bentuk, keadaan serta warna talus lumut kerak pada masing-masing lokasi.

(29)

d. Ciri Mikroskopis Lumut Kerak

Analisis ciri-ciri mikroskopis terhadap lumut kerak dilakukan secara deskriptif kualitatif yaitu dengan melihat jaringan-jaringan yang menyusun talus lumut kerak tersebut.

e. Suhu Udara Harian Rata-rata

Suhu udara rata-rata pada masing-masing lokasi penelitian dilakukan pengukuran 3 kali sehari yaitu pada pukul 07.30, 13.30, dan 17.30 WIB, dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

Suhu Udara (T) =

(2 x T pagi) + ( T siang) + (T sore) 4

f. Kelembaban Udara Harian Rata-rata

Kelembaban udara rata-rata pada masing-masing lokasi penelitian dilakukan pengukuran 3 kali sehari. Rumus yang digunakan untuk menghitung kelembaban udara harian adalah:

Kelembaban udara (KU) =

(2 x KU pagi) + ( KU siang) + (KU sore) 4

g. Kandungan Udara Ambien

Analisis hasil kandungan udara ambien dilakukan secara deskriptif kualitatif, kemudian membandingkan dengan peraturan pemerintahan yang ada yaitu Peraturan Pemerintahan No. 41 Tahun 1999.

D. Kerangka Pemikiran

Udara merupakan penunjang utama kehidupan. Pada saat kondisi normal, udara yang terdiri atas campuran berbagai gas dan debu memiliki komposisi yang relatif konstan dan udara normal ini berkualitas baik. Namun, bila terjadi kontaminan pada konsentrasi yang sudah melebihi ambang batas maka komposisi udara tersebut dapat berubah dan kualitasnya pun akan turun.

Menurut Noer (2004), apabila batas tersebut dilampaui akan timbul berbagai kerugian karena terjadi perubahan keseimbangan ekosistem. Batas toleransi tersebut sulit untuk diketahui, akan tetapi beberapa tumbuhan dan hewan yang mempunyai kepekaan terhadap perubahan lingkungan dapat

(30)

17

dipakai sebagai petunjuk secara dini untuk mengetahui adanya pencemaran udara. Tumbuhan yang peka tersebut dapat digunakan sebagai indikator biologi. Adapun pengetahuan tentang jenis-jenis lumut kerak dalam hal ini pada batang pohon (corticolous) dan respon tumbuhnya, hubungannya dengan tingkat

pencemaran udara merupakan hal dasar untuk mempelajari kepekaan suatu jenis lumut kerak dan peranannya sebagai indikator biologi.

Gambar 3. Bagan Alir Kerangka Pemikiran Kualitas udara Polutan

Lumut kerak corticolous

Bioindikator

Jumlah jenis lumut kerak pada batang pohon Luas koloni lumut kerak

(31)

A. Hasil

1. Karakteristik Tempat Hidup Lumut Kerak a. Kawasan Industri Pulo Gadung

Kawasan industri Pulo Gadung ditetapkan melalui Surat Keputusan Gubernur No. 1b.3/2/35/69 pada tanggal 20 Mei 1969 dengan luas 415 ha serta Surat Keputusan No. 424 tanggal 29 April 1988 dan revisi Surat Keputusan No. 519 tanggal 14 Maret 1988 dengan tambahan luas 183 ha. Pada saat ini terdapat ± 420 unit perusahaan, yang dalam komponen kegiatannya dapat berpotensi menimbulkan perubahan lingkungan (PT. JIEP & PT. NINCEC Multi Dimensi, 2005).

Kawasan industri Pulo Gadung merupakan daerah yang datar dengan curah hujan sedang (2000-2300 mm) per tahun dan dengan ketinggian dari permukaan laut berkisar 7-14 m (PT. JIEP & PT. NINCEC Multi Dimensi, 2005).

Tanaman yang ada pada lokasi pengamatan terdiri atas 5 jenis yaitu mahoni (Swietenia sp.), johar (Cassia siamea), angsana (Pterocarpus indicus),

tanjung (Mimosops sp.) dan saga (Adenanthera pavonina) dengan keliling

batang bagian atas berkisar antara 13-58 cm. Pada lokasi pengamatan, persentase jenis tumbuhan berturut-turut dari yang terbesar johar (51%), mahoni (24%), tanjung (16%), saga (7%), dan angsana (2%) (Gambar 4; Gambar 5; Lampiran 1a). 7% 16% 51% 24% 2% Adenanthera pavonina Mimosops sp. Cassia siamea Swietenia sp. Pterocarpus indicus

Gambar 4. Jenis Tanaman Lokasi Pengamatan Kawasan Industri Pulo Gadung

(32)

19

(a) (b)

(c)

Gambar 5. Kondisi Lokasi Pengamatan Kawasan Industri Pulo Gadung. (a) Lokasi Pengamatan (b) Aktivitas Transportasi (c) Kondisi Tanaman

b. Arboretum Cibubur

Arboretum wanawisata pramuka Cibubur dibangun oleh Departemen Kehutanan dengan Kwartir Nasional Gerakan Pramuka berdasarkan surat No. 229/OA/K/KM/1981 pada tanggal 24 Februari 1981 dan Departemen Pertanian berdasarkan surat perjanjian No. 1/Mentan/KS/VI/8/089/1981. Secara administratif bumi perkemahan Cibubur berada di daerah Cibubur Jakarta Timur (Departemen Kehutanan, 1991).

Area ini memiliki arboretum seluas 20 ha dengan topografi datar sampai landai serta bagian tengah yang cekung pada ketinggian ± 30 meter dari permukaan laut. Daerah ini memiliki jenis tanah latosol warna merah coklat, serta memiliki pengaruh curah hujan mencapai 2.800 mm per tahun, dengan 147 hari yang hampir merata setiap tahunnya, serta suhu berkisar 22-32°C (Departemen Kehutanan, 1991).

(33)

Pengamatan di arboretum Cibubur mencakup 0,2 ha. Jenis tanaman yang terdapat pada lokasi pengamatan terdiri atas angsana, mahoni, krey Payung (Filicium desipiens), saga, tanjung, karet (Hevea sp.), ki putri

(Podocarpus nerifolii), sapu tangan (Maniltoa grandiflora), kayu manis

(Cinnamomum sp.) dan jamuju (Podocarpus imbricata). Jenis tanaman yang berada pada lokasi pengamatan memiliki keliling batang bagian atas (pada ketinggian 150 cm dari atas permukaan tanah) berkisar antara 22-227 cm. Pada lokasi pengamatan di arboretum Cibubur, persentase jenis tumbuhan berturut-turut dari yang terbesar mahoni (26%), karet (19%), krey payung (15%), angsana (11 %), tanjung (11%), ki putri (11%), saga (9%), jamuju (2%), sapu tangan (2%) dan kayu manis (2%) (Gambar 6; Gambar 7; Lampiran 1b).

11% 13% 9% 22% 11% 11% 17% 2% 2% 2% Pterocarpus indicus Filicium desipiens Adenanthera pavonina Swietenia sp. Podocapus nerifolii Mimosops elingi Hevea sp. Podocapus imbricata Cinnamomum sp. Maniltoa grandiflora ...

Gambar 6. Jenis Tanaman Lokasi Pengamatan Arboretum Cibubur

(a) (b)

Gambar 7. Kondisi Lokasi Pengamatan Arboretum Cibubur. (a) dan (b) Kondisi Lokasi Pengamatan

(34)

21

c. Tegakan Mahoni Cikabayan Kampus IPB Dramaga

Kampus IPB Darmaga terletak di Desa Babakan, Kecamatan Darmaga Kabupaten Bogor, yang berjarak kurang lebih 10 km ke arah Barat dari Kota Bogor. Secara geografis terletak antara 6°30’-6°45’ LS dan 106°45’-106°50’ BT. Tipe curah hujan di areal ini termasuk tipe A menurut klasifikasi Schmidt dan Ferguson, dengan curah hujan rata-rata tahunan sebesar 3500 mm per tahun dan dengan jumlah hari hujan 187 per tahun. Kelembaban nisbi rata-rata per tahun 88% dan suhu rata-rata sepanjang tahun sebesar 20-30°C. Taman Hutan blok Cikabayan terletak di sebelah barat laut kampus IPB Darmaga, berjarak kurang lebih 1 km dari Kampus Fakultas Kehutanan. Areal ini berada di dekat dua pertemuan sungai, perbatasan antara kampus dan daerah persawahan dan permukiman penduduk, jauh dari keramaian dan dekat dengan suasana alami, dengan batas-batasnya yaitu di sebelah Utara dibatasi oleh areal pusat studi Biofarmaka dan Sungai Cisadane, sebelah Timur Sungai Ciapus, sebelah Selatan Perumahan Dosen IPB (Jl. Lengkeng 2) dan sebelah Barat areal praktek Fakultas Pertanian. Jenis tanaman dominan yang ada di lokasi pengamatan adalah jenis Swietenia sp. dengan keliling batang atas tanaman yang diamati

berkisar antara 28–53 cm (Gambar 8).

Gambar 8. Lokasi Pengamatan Tegakan mahoni Cikabayan 2. Karakteristik abiotik

a. Kualitas Udara Ambien

Pengambilan sampel udara dilakukan pada saat musim hujan yaitu sekitar tanggal 19 Desember 2005. Pada kawasan industri Pulo Gadung, pengambilan sampel udara ambien dilakukan pada pukul 08.52-09.52 WIB dengan suhu udara berkisar 29,5-31,8°C dan kelembaban udara berkisar 64,2-74,9%. Pada kawasan

(35)

industri Pulo Gadung terdapat beberapa pabrik yang dalam kegiatan produksinya dan kegiatan transportasi diduga akan memberikan kontribusi pada udara ambien pada lingkungan sekitarnya.

Pada arboretum Cibubur, pengambilan sampel udara ambien dilakukan pada pukul 11.13-12.13 WIB dengan suhu udara berkisar 32,6–34,2°C dan kelembaban udara berkisar 53,4-68,2%. Pada tegakan mahoni Cikabayan dilakukan pengambilan sampel udara ambien pada pukul 14.04-15.04 WIB dengan suhu udara berkisar 28,2-30,0°C dan kelembaban udara berkisar 69,3-76,7%.

Pengukuran nilai kandungan sampel udara ambien dengan parameter debu, karbon dioksida (CO2), nitrogen dioksida (NO2) dan sulfur dioksida (SO2) masih jauh berada di bawah ambang batas baku mutu udara menurut Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 1999.

Berdasarkan hasil pengukuran, lokasi yang memiliki kandungan udara ambien berturut-turut dari yang tertinggi adalah kawasan industri Pulo Gadung, arboretum Cibubur dan tegakan mahoni Cikabayan.

Dengan rincian, pada kawasan industri Pulo Gadung didapatkan kandungan CO2 sebesar 342 ppmv, debu sebesar 61 μg/Nm3, NO2 sebesar 21

μg/Nm3/Jam dan SO

2 sebesar 12 μg/Nm3/Jam. Pada arboretum Cibubur didapatkan kandungan CO2 sebesar 336 ppmv, debu sebesar 45 μg/Nm3, NO2 sebesar 15 μg/Nm3/Jam dan SO2 sebesar 8 μg/Nm3/Jam. Kemudian, pada tegakan mahoni Cikabayan didapatkan kandungan CO2 sebesar 325 ppmv, debu sebesar 22 μg/Nm3, NO

2 sebesar 15 μg/Nm3/Jam dan SO2 sebesar 6

μg/Nm3/Jam (Tabel 2; Lampiran 2).

Tabel 2. Kandungan Udara Ambien

Parameter Lokasi Peraturan Pemerintah No 41 Tahun 1999 Kawasan Industri Pulo Gadung Arboretum

Cibubur Tegakan Mahoni Cikabayan Debu (μg/Nm3) 61 45 22 230 (μg/Nm3) Karbon dioksida (CO2) (ppmv) 342 336 325 - Nitrogen dioksida (NO2) (μg/Nm3/Jam) 21 15 10 400 (μg/Nm3/Jam) Sulfur dioksida (SO2) (μg/Nm3/Jam) 12 8 6 900 (μg/Nm3)

(36)

23

b. Suhu dan Kelembaban Udara

Kondisi iklim mikro pada lokasi pengamatan kawasan industri yang terdiri atas suhu udara rata–rata berkisar antara 29,4-31,8ºC dan kelembaban udara rata-rata berkisar antara 69-75%. Pada arboretum Cibubur Jakarta memiliki suhu udara rata–rata berkisar antara 25,8–30,0ºC dengan kelembaban udara rata–rata berkisar antara 78-95%, sedangkan pada tegakan mahoni Cikabayan memiliki suhu udara rata–rata berkisar antara 25,3–27,8ºC dengan kelembaban udara rata–rata berkisar antara 84–95% (Gambar 9; Lampiran 3).

Keterangan:

A = Kawasan industri Pulo Gadung B = Arboretum Cibubur

C = Tegakan mahoni Cikabayan

Gambar 9. Suhu dan Kelembaban Udara Rata-rata

3. Jenis-jenis Lumut Kerak yang Ditemukan

a. Jenis Lumut Kerak yang ditemukan pada tiga lokasi pengamatan

Jenis lumut kerak yang ditemukan selama penelitian sebanyak 12 jenis. Lumut kerak yang tidak teridentifikasi terdiri atas 3 jenis lumut kerak, terdiri atas 2 jenis lumut kerak dengan tipe morfologi crustose dan 1 jenis lumut kerak

dengan tipe morfologi foliose (Tabel 6).

30,46 27,4 26,1 72 86 90 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 A B C Kelembaban udara (%) Suhu udara (°C)

(37)

Tabel 3. Jenis Lumut Kerak yang Ditemukan pada Tiga Lokasi Pengamatan

No Kode Jenis lumut kerak Lokasi

A B C

1 Spesies I Phaeographis sp. v - v

2 Spesies II Strigula sp. v v v

3 Spesies III Dirinaria cf. picta v - -

4 Spesies IV Heterodermia sp. - v v

5 Spesies V Parmelia cf autrosinensis - v -

6 Spesies VI - - v v

7 Spesies VII Verrucaria sp. - v v

8 Spesies VIII Parmelia sp. - - v

9 Spesies IX - - - v

10 Spesies X - - - v

11 Spesies XI Grapidaceae - - v

12 Spesies XII Grapidaceae - v v

Keterangan:

A : Lokasi pengamatan kawasan industri Pulo Gadung B : Lokasi pengamatan arboretum Cibubur

C : Lokasi pengamatan tegakan mahoni Cikabayan v : hadir/ditemui

b. Tipe Morfologi Talus Lumut Kerak

Jenis lumut kerak berdasarkan tipe morfologi talus, pada masing-masing lokasi pengamatan terdiri atas tipe talus crustose dan foliose. Jenis lumut kerak

dengan tipe morfologi crustose lebih banyak ditemukan dibanding dengan tipe

morfologi foliose (Gambar 10).

Keterangan:

A = Lokasi pengamatan kawasan industri Pulo Gadung B = Lokasi pengamatan arboretum Cibubur

C = Lokasi pengamatan tegakan mahoni Cikabayan

Gambar 10. Jumlah Jenis Lumut Kerak yang Ditemukan Berdasarkan Tipe Morfologi Talus 2 3 7 1 2 3 0 2 4 6 8 A B C Crustose Foliose

(38)

25

Pada lokasi pengamatan kawasan industri ditemukan 3 jenis lumut kerak yaitu Spesies I, Spesies II dan Spesies III (Tabel 4).Dengan tipe morfologi talus terdiri atas 2 tipe crustose dan 1 tipe foliose. Jumlah yang ditemukan pada jalur

pengamatan 5 meter dari sumber polutan ditemukan sebanyak 1 jenis, 10 meter dari sumber polutan sebanyak 2 jenis dan jarak 25 meter dari sumber polutan sebanyak 2 jenis.

Tabel 4. Jenis Lumut Kerak Lokasi Pengamatan Kawasan Industri Pulo Gadung

No Suku Jenis Tipe morfologi talus

1 Graphidaceae Spesies I (Phaeographis sp.) Crutose

2 Strigulaceae Spesies II (Strigula sp.) Crutose

3 Physiceace Spesies III (Dirinaria cf. picta) Foliose

Pada lokasi pengamatan di arboretum Cibubur ditemukan sebanyak 6 jenis lumut kerak, terdiri atas 4 tipe talus crustose dan 2 tipe talus foliose (Tabel 5).

Pada lokasi pengamatan jarak 5 meter ditemukan 6 jenis lumut kerak, pada jarak 10 meter dari titik pengukuran dapat ditemukan 5 jenis lumut kerak dan pada jarak 25 meter dapat ditemukan 3 jenis lumut kerak.

Tabel 5. Jenis Lumut Kerak Lokasi Pengamatan Arboretum Cibubur

No Suku Jenis Tipe morfologi talus

1 Parmeliaceae Spesies IV (Heterodermia sp.) Foliose

2 Parmeliaceae Spesies V (Parmelia cf austrosinensis) Foliose

3 Strigulaceae Spesies II (Strigula sp.) Crustose

4 - Spesies VI (Tidak teridentifikasi) Crustose

5 Verrucariacae Spesies VII (Verrucaria sp.) Crustose

6 Graphidaceae Spesies XII (Graphidaceae) Crustose

Pada tegakan mahoni Cikabayan, jenis lumut kerak yang ditemui cukup banyak dengan warna yang bervariasi. Jenis-jenis lumut kerak yang ditemukan, yaitu terdiri atas 10 jenis lumut kerak, dengan rincian 7 jenis merupakan tipe talus crustose dan 3 jenis lumut kerak merupakan tipe talus foliose (Tabel 6).

(39)

Tabel 6. Jenis Lumut Kerak Lokasi Pengamatan Tegakan Mahoni Cikabayan

No Suku Jenis Tipe morfologi talus

1 Graphidaceae Spesies I (Phaeographis sp.) Crustose

2 Strigulaceae Spesies II (Strigula sp.) Crustose

3 Parmeliaceae Spesies IV (Heterodermia sp.) Crustose

4 Graphidaceae Spesies VI (Tidak teridentifikasi) Foliose

5 Verrucariaceae Spesies VII (Verrucaria sp.) Crustose

6 Parmeliaceae Spesies VIII (Parmeliasp.) Foliose

7 - Spesies IX (tidak teridentifikasi) Foliose

8 - Spesies X (tidak teridentifikasi) Crustose

9 Graphidaceae Spesies XI (Graphidaceae) Crustose

10 Graphidaceae Spesies XII (Graphidaceae) Crustose

c. Penggunaan Kulit Batang Tanaman sebagai Substrat Lumut Kerak

Pada lokasi pengamatan di kawasan industri, tercatat bahwa jenis Spesies III cenderung untuk menggunakan kulit batang jenis tanaman tanjung sebagai substrat (Tabel 7).

Tabel 7. Jenis Lumut Kerak yang Ditemukan dengan Jenis Tanaman sebagai Substrat pada Lokasi Pengamatan Kawasan Industri Pulo Gadung No Jenis tanaman Jenis lumut kerak

Spesies I Spesies II Spesies III

1 Tanjung (Mimosops sp.) - - v

2 Angsana (Pterocarpus indicus) v - -

3 Johar (Cassia siamea) v v -

4 Mahoni (Swietenia sp.) v v -

Keterangan: v = hadir/ditemui

(40)

27

ada lokasi pengamatan arboretum Cibubur, jenis tanaman yang diamati diantaranya adalah angsana dan mahoni. Dengan jenis lumut kerak yang ditemukan antara lain jenis Spesies II, Spesies IV, Spesies V dan Spesies VII. Jenis lumut kerak yang ditemukan pada substrat kulit batang tanaman (Tabel 8).

Tabel 8. Jenis Lumut Kerak yang Ditemukan dengan Jenis Tanaman sebagai Substrat pada Lokasi Pengamatan Arboretum Cibubur

No Jenis tanaman Jenis lumut kerak

Spesies

II

Spesies

IV Spesies V SpesiesVI Spesies VII Spesies XII

1 Angsana (Pterocarpus indicus) v v v v v - 2 Mahoni (Swietenia sp.) v v - v v - 3 Saga (Adenanthera pavonina) v v - v v - 4 Tanjung (Mimosops elingi) v - - - v v 5 Karet (Hevea sp.) v - - - v - 6 Kiputri (Podocarpus nerifolii) v - - - v - 7 Jamuju (Podocarpus imbricata) v - - v - 8 Kayu Manis (Cinnamomum sp.) v - - v v - 9 Krey Payung (Filicium desipiens) v V - v v - Keterangan: v = hadir/ditemui

Dari hasil pengamatan yang dilakukan tercatat bahwa terdapat beberapa spesies yang hanya menggunakan jenis pohon tertentu sebagai substratnya, yaitu Spesies V hanya menggunakan kulit batang pohon angsana sebagai substratnya dan Spesies XII dengan jenis kulit tanaman tanjung sebagai substratnya.

(41)

Pada lokasi pengamatan di tegakan mahoni Cikabayan Kampus IPB Darmaga, jenis lumut kerak yang menggunakan batang kulit jenis tanaman mahoni sebagai substrat terdiri atas Spesies I, Spesies II, Spesies IV, Spesies VI, Spesies VII, Spesies VIII, Spesies IX, Spesies X, Spesies XI dan Spesies XII.

4. Ciri Makroskopik Talus Lumut Kerak. a. Bentuk Talus secara Umum

Pengamatan dilakukan secara makroskopik dengan melihat bentuk dan warna talus. Berdasarkan morfologi talus lumut kerak, lumut kerak yang ditemukan tergolong ke dalam kelompok crustose dan foliose. Menurut

Januardania (1995), ciri-ciri makroskopik yang paling mudah diamati dan dibedakan adalah bentuk dan warna talus. Hal tersebut memungkinkan talus lumut kerak dapat dianalisis secara deskriptif. Talus lumut kerak secara makroskopik disajikan pada Lampiran 4.

Bentuk talus secara umum ditemukan beragam, ada yang memiliki bentuk lonjong (memanjang), lingkaran serta bentuk yang tidak teratur (Tabel 9; Gambar 12).

Tabel 9. Bentuk Talus Lumut Kerak secara Umum No Jenis lumut

kerak

Bentuk Talus Cenderung

membulat Memanjang vertikal Memanjang horisontal beraturan Tidak

A B C A B C A B C A B C 1 Spesies I v - - - v - v - - - - - 2 Spesies II v v v - - - - - - - - - 3 Spesies III v - - - - - - - - - 4 Spesies IV - - v - - - v - 5 Spesies V - - - - - - - - v - 6 Spesies VI - - - - v - - - - - v v 7 Spesies VII - v v - - - - - - - - - 8 Spesies VIII - - v - - - 9 Spesies IX - - v - - - 10 Spesies X - - v - - - 11 Spesies XI - - - - v 12 Spesies XII - - - - - v v Keterangan:

A = Lokasi pengamatan di kawasan industri Pulo Gadung B = Lokasi pengamatan di arboretum Cibubur

C = Lokasi pengamatan di tegakan mahoni Cikabayan Kampus IPB Darmaga v = hadir/ditemui

(42)

29

Spesies I ditemukan pada dua lokasi pengamatan yaitu lokasi kawasan industri dan tegakan mahoni Cikabayan. Pada kawasan industri, sebagian besar bentuk talus Spesies I dengan mahoni sebagai substrat memiliki bentuk memanjang horisontal. Namun, dengan angsana sebagai substrat memiliki bentuk yang cenderung membulat. Pada tegakan mahoni, beberapa koloni spesies I ditemukan dalam bentuk memanjang horisontal.

Menurut Wolsely & Hudson (1994), apotesia merupakan tubuh buah yang biasa terdapat pada permukaan atas talus, dapat dalam bentuk memanjang (elongated) dan lirella (lip-like). Berdasarkan hal tersebut, spesies I

(Phaeographis sp.) memiliki apotesia dalam bentuk lirella.

Spesies II dapat ditemukan pada tiga lokasi pengamatan. Jenis ini memiliki koloni dengan batas talus yang cukup jelas, sehingga mudah untuk dilakukan pengukuran luas koloni talus. Spesies II memiliki tipe morfologi talus crustose non-lirella. Pada kawasan industri, bentuk talus cenderung membulat dengan ukuran yang relatif kecil. Pada lokasi pengamatan arboretum Cibubur, kehadiran lumut kerak ini cenderung untuk bergerombol atau berkelompok. Pada tegakan mahoni Cikabayan, memiliki kondisi bentuk talus hampir sama dengan lokasi pengamatan di kawasan industri yaitu dalam memiliki kondisi yang tidak bergerombol atau mengelompok.

Spesies III ditemukan dengan bentuk talus yang cenderung membulat dengan batas koloni talus yang kurang tegas. Namun, memiliki keadaan yang cenderung menggerombol atau mengelompok. Pada spesies ini dapat terlihat soredia berupa serbuk halus pada permukaan talus.

Spesies IV ditemukan pada dua lokasi yaitu, arboretum Cibubur dan tegakan mahoni Cikabayan. Spesies ini memiliki ukuran lobus atau cuping yang relatif kecil bila dibanding Spesies IV dan Spesies V. Pada arboretum Cibubur, spesies ini berkembang pada tanaman angsana dan saga dalam bentuk talus yang relatif tidak beraturan dan pecah-pecah. Pada tegakan mahoni Cikabayan dengan tanaman mahoni sebagai substrat koloni lumut kerak ini, memiliki bentuk yang relatif cenderung membulat, meskipun tidak teratur.

Jenis lumut kerak Spesies V, pada penelitian ini hanya ditemukan pada lokasi pengamatan di arboretum Cibubur. Jenis inicenderung ditemukan dalam bentuk membulat dengan ukuran lobus atau cuping yang relatif lebih besar dari jenis Spesies IV. Jenis lumut kerak ini ditemukan pada batang tanaman angsana.

(43)

Jenis lumut kerak Spesies VI ditemukan pada dua lokasi pengamatan yaitu pada arboretum cibubur dan tegakan mahoni Cikabayan. Bentuk talus Spesies VI pada arboretum Cibubur, cenderung memiliki bentuk talus yang memanjang (lonjong) secara vertikal dan dengan kondisi pecah-pecah, khususnya pada tanaman mahoni. Bentuk talus cenderung dalam bentuk yang tidak teratur dan pecah-pecah (pada kulit tanaman angsana, saga dan krey payung). Pada tegakan mahoni, secara umum koloni spesies ini berkembang dalam bentuk yang tidak teratur. Pada lokasi pengamatan arboretum Cibubur, warna talus pada bagian batang 0-50 cm dari permukaan tanah terlihat lebih tebal dan pada beberapa pohon dapat terlihat jelas apotesianya.

Jenis Spesies VII ditemukan pada dua lokasi pengamatan, yaitu pada arboretum Cibubur dan tegakan mahoni Cikabayan. Jenis ini memiliki tipe morfologi talus crustose lirella. Bentuk talus spesies ini memiliki bentuk yang

relatif mirip dengan spesies II dengan warna talus yang relatif sama, yaitu memiliki warna hijau kebiruan.

Jenis Spesies VIII dan Spesies IX memiliki tipe morfologi foliose. Spesies

VIII ditemukan pada lokasi pengamatan tegakan mahoni Cikabayan dengan bentuk talus cenderung menyerupai lingkaran (membulat). Spesies IX ditemukan pada lokasi pengamatan tegakan mahoni Cikabayan. Spesies ini memiliki bentuk talus yang cenderung membulat dengan batas talus jelas.

Jenis spesies X memiliki tipe morfologi talus crustose non-lirella. Pada

lokasi pengamatan yaitu pada tegakan mahoni Cikabayan, jenis ini memiliki bentuk yang relatif mirip dengan spesies II dan VII.

Jenis spesies XI dan XII ditemukan pada tegakan mahoni Cikabayan dan arboretum Cibubur. Jenis lumut kerak ini memiliki tipe morfologi talus crustose non-lirella, dengan apotesia pada permukaan talus. Bentuk talus ini cenderung

dalam bentuk yang tidak beraturan, namun sering ditemukan memanjang secara horisontal pada batang tanaman.

b. Warna talus lumut kerak secara umum

Warna talus lumut kerak yang ditemukan cukup beragam. Warna talus yang ditemukan antara lain warna putih, hijau, dan warna putih agak pudar (Tabel 10; Gambar 12).

Gambar

Gambar  2.  Morfologi Talus (www.ucmp.berkeley.edu/fungi/lichens)
Gambar 3.  Bagan Alir  Kerangka Pemikiran Kualitas udara      Polutan
Gambar 4. Jenis Tanaman Lokasi Pengamatan Kawasan Industri Pulo Gadung
Gambar 5. Kondisi Lokasi Pengamatan Kawasan Industri Pulo Gadung. (a)  Lokasi Pengamatan (b) Aktivitas Transportasi (c) Kondisi Tanaman  b
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berikut ini merupakan ciri-ciri asesmen menurut Sudjana (2005) adalah adanya objek atau program yang dinilai dan adanya kriteria sebagai dasar untuk mem- bandingkan antara

Strategi yang paling penting yang harus dilakukan oleh pemasar khususnya di toko ritel modern adalah dengan memiliki pengetahuan tentang perilaku belanja konsumen yang menjadi

Sebagai salah satu Perguruan Tinggi yang terpandang di Indonesia, Universitas Brawijaya sudah sejak tujuh tahun telah melakukan adaptasi dan implementasi teknologi

Mata kuliah ini melihat isu-isu lingkungan dari berbagai pendekatan dari dalam sosiologi, mengeksplorasi saling hubungan antara ketimpangan social dan lingkungan,

Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan permasalahan dalam penelitian adalah: Bagaimana hubungan jarak dan kondisi fisik sumber pencemar terhadap

Terdapat kolom struktur bangunan yang membuat irama A-B-A, dengan skala natural pada sisi kerb terminal bandara, dapat menciptakan bangunan yang tidak megah namun tidak

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan kualitatif studi kasus dan melibatkan 2 subjek laki-laki yang menjalani pola hidup vegetarian murni atau

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan menggunakan 200 ekor ayam pedaging yang didistribusikan kedalam 10 kelompok perlakuan; kontrol obat, kontrol