207
UJI COBA
UJI COBA
UJI COBA
UJI COBA PENGGUNAAN INOKULUM TEMPE DARI KAPANG
PENGGUNAAN INOKULUM TEMPE DARI KAPANG
PENGGUNAAN INOKULUM TEMPE DARI KAPANG
PENGGUNAAN INOKULUM TEMPE DARI KAPANG
Rhizopus oryzae
Rhizopus oryzae
Rhizopus oryzae
Rhizopus oryzae
DENGAN SUBST
DENGAN SUBST
DENGAN SUBSTR
DENGAN SUBST
R
RAT TEPUNG BERAS DAN UBIKAYU
R
AT TEPUNG BERAS DAN UBIKAYU
AT TEPUNG BERAS DAN UBIKAYU
AT TEPUNG BERAS DAN UBIKAYU
PADA UNIT PRODUKSI TEMPE SANAN KODYA MALANG
PADA UNIT PRODUKSI TEMPE SANAN KODYA MALANG
PADA UNIT PRODUKSI TEMPE SANAN KODYA MALANG
PADA UNIT PRODUKSI TEMPE SANAN KODYA MALANG
Tempeh Inoculum Application Test of Rhizopus oryzae with Rice and
Tempeh Inoculum Application Test of Rhizopus oryzae with Rice and
Tempeh Inoculum Application Test of Rhizopus oryzae with Rice and
Tempeh Inoculum Application Test of Rhizopus oryzae with Rice and
Cassava Flour as Substrate at Sanan Temp
Cassava Flour as Substrate at Sanan Temp
Cassava Flour as Substrate at Sanan Temp
Cassava Flour as Substrate at Sanan Tempeh Industries
eh Industries
eh Industries –––– Kodya Malang
eh Industries
Kodya Malang
Kodya Malang
Kodya Malang
Sukardi, Wignyanto, Isti Purwaningsih
Jurusan Teknologi Industri Pertanian – Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya
Jl. Veteran - Malang ABSTRACT
This research was designed to obtain high quality dried tempeh inoculum (powder) and to know the best level of inoculum for small medium industrial scale. Also it was designed to know the preference of consumers. Experimental design employed in this research was completely randomized design comprosed of one factor i.e. the level of R. oryzae concentration consisted of 0.9% w/w; 0.7% w/w; 0.5% w/w; 0.3% w/w; and 0.1% w/w. The initial R. oryzae spore of the starter was 1,3x107 cfu/g. The best treatment was determided by multiple atribute method. The application test of the best inoculum was done at 3 tempeh small industries and the produced tempeh was analyzed by sensory test.
The best level of R. oryzae pure culture addition was 0.5% based on substrate weight, and the total microbial of dried inoculum was 8.02 x 107 cfu/g (7.90 log cfu/g) with the percentage of viable mold after I month was 89,52%. The total number of mold after mixing with rice flour was 3.04 x 107 cfu/g (6.893 log cfu/g), the percentage of viable mold was 90.92%, and the percentage of contaminating bacterium was 41.75%. The end piece of cassava could be used as substrate for tempeh inoculum production from pure culture of R. oryzae and it had yield of 41.70% and moisture content of 6.57%. The best addition of R. oryzae inoculum in producing tempeh was 0.15%, and the consumers preference of texture was 8,07 (like very much), the appearance was 7,67 (like), color was 7.47 (like), the aroma was 7.47 (like), and taste was 8 (like very much). Keywords: tempeh inoculum, pure culture, dried inoculum, tempeh industries
PENDAHULUAN PENDAHULUANPENDAHULUAN PENDAHULUAN
Tempe merupakan salah satu hasil fermentasi kedelai yang sudah cukup dikenal sebagai makanan yang bermanfaat bagi kesehatan. Tempe mengandung vitamin B12 yang biasanya
terdapat dalam daging dan juga merupakan sumber protein nabati selain sebagai sumber kalori, vitamin dan mineral (Suprapti, 2003),
Pada fermentasi tempe dibutuhkan inokulum tempe. Tanpa inokulum tempe, kedelai yang difermentasi akan menjadi busuk (Sarwono, 2004). Inokulum tempe disebut juga sebagai starter tempe dan
banyak pula yang menyebut dengan ragi tempe. Inokulum tempe merupakan kumpulan spora kapang dan jamur yang digunakan untuk bahan pembibitan dalam pembuatan tempe.
Inokulum tempe yang telah dikenal masyarakat saat ini adalah usar (biasanya menempel di daun waru) dan inokulum bubuk buatan LIPI. Usar banyak mengandung bakteri kontaminan karena pada pembuatannya kurang memperhatikan kondisi yang aseptis dan jenis kapang pada usar juga bervariasi seperti Rhizopus sp dan mikroorganisme lain. Inokulum bubuk yang telah ada sebelumnya dibuat dari kapang R
oligosporus yang dibiakkan pada media beras yang telah masak, kemudian dikeringkan lalu digiling (Kasmidjo, 1990).
Inokulum tempe bubuk yang sudah beredar, dibuat menggunakan Rhizopus
oligosporus sebagai kapang utamanya.
Ternyata kurang sesuai dengan kondisi di Kota Malang, karena kapang ini umumnya menyebabkan tempe yang dihasilkan kurang kompak dan kadang menyebabkan bau alkoholis. Kapang tersebut ternyata hanya cocok sebagai kapang utama di daerah panas (Shurtleff dan Aoyagi, 1979). Noranita (2006) telah melakukan penelitian pembuatan inokulum menggunakan substrat ujung ubi kayu untuk pertumbuhan kapang R. oryzae. Dari hasil pene-litian diperoleh bahwa kapang Rhizopus oryzae dapat dijadikan sebagai bahan pembuatan inokulum tempe dalam bentuk tepung dan menghasilkan tempe yang berkualitas untuk skala laboratorium. Miselium
Rhizopus oryzae lebih panjang
ukurannya, sehingga tempe yang dihasilkan tampak lebih padat, pertumbuhan kapang lebih baik, dan nilai nutrisi tempe meningkat. Kapang
Rhizopus oryzae juga dapat mengubah aroma langu kedelai menjadi aroma khas tempe.
Setelah diketahui pembuatan tepung inokulum tempe yang berkualitas, maka perlu dilakukan penelitian pengembangan nya ke skala UKM, sehingga dapat meningkatkan nilai guna dan nilai ekonomis limbah industri pertanian dan dikembangkan ke skala yang lebih besar. Penggunaan inokulum bubuk merupakan salah satu pemecahan dalam menghadapi masa-lah ketidak murnian inokulum dan kese-suaian dengan tepat pembuatan tempe.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperoleh inokulum tempe kering (bubuk) yang berkualitas serta mengetahui kondisi proses terbaik untuk produksi tempe skala UKM, sehingga tempe yang dihasilkan mempunyai kualitas yang baik dan disukai konsumen.
METODE PENELITIAN METODE PENELITIAN METODE PENELITIAN METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Waktu dan Tempat Waktu dan Tempat Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret-Nopemver 2006 bertempat di Sentra industri tempe Sanan dan di Laboratorium Bioindustri dan Pengolahan Limbah Jurusan Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya Malang.
Alat dan Bahan Alat dan Bahan Alat dan Bahan Alat dan Bahan
Alat yang digunakan pada penelitian ini untuk proses adalah autoclaf, cawan Petri, bunsen, pengering kabinet, blender, plastik, timbangan analitik, ayakan 120 mesh, timbangan, jarum ose, nampan aluminium, dan alat-alat gelas. Alat yang digunakan untuk analisis antara lain cawan Petri, alat-alat gelas, penetrometer, oven, ayakan 120 mesh, timbangan analitik, pisau, dan alat-alat pembuatan tempe.
Bahan yang digunakan untuk proses berupa beras, onggok, ampas tahu, dan biakan murni Rhizopus oryzae. Beras yang digunakan adalah varietas IR-64 diperoleh dari pasar Dinoyo, Malang. Biakan murni Rhizopus oryzae diperoleh dari Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi Universitas Brawijaya, Malang. Bahan analisis berupa aquades, PDA, Rose Bengal 5%, kedelai varietas AS diperoleh dari koperasi (KOPTI) Sanan, Malang.
Metode Penelitian Metode Penelitian Metode Penelitian Metode Penelitian
Penelitian Laboratorium untuk menghasilkan inokulum terbaik dilakukan dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktor tunggal yaitu konsentrasi kultur murni R. oryzae yang terdiri dari 5 (lima) perlakuan sebagai berikut: Konsentrasi 0,9% b/b, 0.7% b/b, 0,5% b/b, 0,3% b/b, dan 0,1% b/b. Jumlah spora kapang R.
oryzae pada starter awal mengandung
1,3x107 cfu/g. Penentuan perlakuan terbaik dengan metode multiple atribut.
Uji coba hasil inokulum di UKM dilakukan kepada 3 pengrajin tempe, berdasarkan hasil pembuatan inokulum
209
terbaik di Laboratorium, dan hasilnya (tempe yang diperoleh) dianalisis berdasar uji organoleptik (kesukaan).Pelaksanaan PelaksanaanPelaksanaan
Pelaksanaan Penelitian Penelitian Penelitian Penelitian Pembuatan Pembuatan Pembuatan Pembuatan Inokulum Awal
Inokulum AwalInokulum Awal Inokulum Awal
Potongan ubi kayu bagian ujung dikupas, dicuci kemudian diparut kasar. Ubi yang telah diparut, dikukus selama 30 menit kemudian didinginkan (diangin-anginkan). Setelah dingin diinokulasi dengan kultur murni R. oryzae. Biakan murni R. oryzae dari tabung reaksi diambil satu ose dan diinokulasikan pada ubi kayu dan diin-kubasi selama 48 jam. Ubi kayu yang telah ditumbuhi R. oryzae
dikeringkan pada suhu 400C-450C selama 48 jam, kemudian dihaluskan dan diayak dengan ayakan 120 mesh.
Pembuatan Inokulum Bubuk Pembuatan Inokulum BubukPembuatan Inokulum Bubuk Pembuatan Inokulum Bubuk
Potongan ubi kayu bagian ujung dikupas dan dicuci bersih. Potongan ubi diparut kasar untuk pengecilan ukuran kemudian dikukus selama 30 menit. Ubi kayu yang telah dikukus, didinginkan kemudian diinokulasi dengan starter sesuai dengan perlakuan yaitu sebanyak 0,1%b/b, 0,3%b/b, 0,5%b/b, 0,7%b/b dan 0,9%b/b dari berat total substrat, kemudian diinkubasi selama 48 jam. Ubi kayu yang telah ditumbuhi spora dikeringkan pada suhu 40-45oC selama 48 jam (2 hari) kemudian dihaluskan dan diayak dengan ayakan 120 mesh. Hasil yang tidak lolos ayakan dihaluskan kembali sehingga dapat lolos ayakan. Analisis
AnalisisAnalisis Analisis
Analisis yang dilakukan meliputi rendemen, kadar air (AOAC, 1990), jumlah kapang dan jumlah bakteri kontaminan (Fardiaz, 1992). Perhitungan jumlah kapang dilakukan dengan hitungan cawan metode pour plate.
Data yang diperoleh diuji dengan statistik parametrik dan keragamannya menggunakan uji Analisis Ragam untuk mengetahui sejauh mana keragaman perlakuan dalam memberikan respon dan sekaligus untuk memutuskan diterima
atau tidaknya hipotesis Ho serta ada tidaknya beda nyata antar perlakuan. Ujicoba Inokulum di UKM Tempe Sanan Ujicoba Inokulum di UKM Tempe Sanan Ujicoba Inokulum di UKM Tempe Sanan Ujicoba Inokulum di UKM Tempe Sanan
Pelaksanaan ujicoba penggunaan inokulum Rhizopus oryzae di UKM tempe Sanan-Malang, dilakukan dengan aplikasi langsung di 3 pengrajin. Jumlah inokulum yang ditambahkan sebelumnya campur dengan tepung beras. Tepung beras disangrai selama 15 menit kemudian didinginkan. Proses penyangraian bertujuan untuk mematikan mikroba yang tercampur dalam tepung agar tidak menimbulkan gangguan terhadap mikroba fermentasi. Inokulum bubuk hasil penelitian terbaik di laboratorium, ditimbang sebanyak 20% dari berat total tepung beras. Selanjutnya inokulum bubuk hasil pencampuran digu-nakan untuk pembuatan tempe dengan jumlah pemberian inokulum sebesar 0,1%, 0,5%, 0,10%, 0,15%, 0,20%, 0,25% dan 0,30% b/b.
Tempe yang diperoleh kemudian dianalisis kualitas fisik yaitu: tekstur/ kekerasan (Nathasetija, 1998), derajat pengimbalan (Hardiningsih, 1995) dan uji hedonik dengan atribut mutu terdiri dari warna, rasa, aroma, tekstur serta kekompakan tempe dilanjutkan dengan uji statistik non para metrik (Wilcoxon). Responden pengrajin dipilih yang memiliki pengalaman lebih dari 5 tahun dalam pembuatan tempe.
HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN
Kadar Kadar Kadar
Kadar AirAirAirAir Inokulum Inokulum Inokulum Inokulum Rhizopus oryzaeRhizopus oryzaeRhizopus oryzaeRhizopus oryzae Kadar air inokulum tempe berkisar antara 6,57% sampai 6,69% (Gambar 1). Kadar air inokulum tempe tidak dipengaruhi oleh perlakuan. Pengeringan inokulum dilakukan pada suhu 40-450C selama 48 jam (2 hari) sehingga akan diperoleh nilai kadar air yang relatif sama. Nilai kadar air relatif kecil (kurang dari 10%).
Menurut Onwueme (1978) kadar air tepung berkisar antara 10-13,5%, dan ka-dar air maksimalnya adalah 14%.
Pengeringan bertujuan untuk menghilangkan sebagian air sampai batas tertentu sehingga dapat memperlambat laju kerusakan bahan akibat aktivitas biologik dan kimia (Buckle et al., 1987).
Gambar 1. Kadar air inokulum tempe
Rendemen RendemenRendemen Rendemen
Nilai rendemen berkisar antara 41,36-42,29% (Gambar 2). Berdasarkan hasil analisis ragam, pada uji rendemen menunjukkan tidak ada beda nyata antar perlakuan, yang berarti perlakuan tidak memberikan respon yang berbeda.
Gambar 2. Rendemen inokulum tempe Nilai rendemen dipengaruhi oleh kadar air bahan. Kadar air awal inokulum tempe relatif sama yaitu antara 6,57-6,69%. Nilai kadar air ini tidak mengalami kenaikan atau penurunan karena bahan baku mengalami perlakuan yang sama mulai dari awal proses hingga akhir. Hal ini sesuai dengan Desrosier (1988) bahwa rendemen bahan pangan kering dipengaruhi oleh kadar air awal bahan dan kadar air akhir. Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan tidak berpengaruh pada rendemen sehingga
pada pemberian konsentrasi starter yang bervariasi tidak terjadi kecenderungan kenaikan atau penurunan rendemen.
Total Kapang Inokulum Tempe Total Kapang Inokulum Tempe Total Kapang Inokulum Tempe Total Kapang Inokulum Tempe
Total kapang inokulum bubuk berkisar antara 2,69 x 107 cfu/g (7,429 log cfu/g) sampai dengan 3,96 x 108 cfu/g (8,598 log cfu/g). Total kapang tertinggi diperoleh dari perlakuan konsentrasi kultur murni 0,9%, sedangkan total kapang terendah diperoleh dari konsentrasi kultur murni 0,1%.
Beda sangat nyata antar perlakuan didapatkan antara konsentrasi kultur murni 0,9% dengan 0,5%, 0,3% dan 0,1% dan konsentrasi kultur murni 0,7% dengan 0,1% dan 0,3%. Total kapang pada inokulum awal adalah 2,01x107 cfu/g (7,030 log cfu/g). Pada Gambar 3 dibawah ini menunjukkan grafik hubungan konsentrasi kultur murni dengan total kapang inokulum bubuk.
Gambar 3. Hubungan konsentrasi kultur dengan total kapang
Pada penelitian ini pemberian kultur murni dibatasi hanya sampai konsentrasi 0,9%. Pada grafik dapat dilihat bahwa pemberian kultur murni dengan konsentrasi yang semakin tinggi akan mengakibatkan kenaikan jumlah kapang pada inokulum tempe.
Kenaikan yang terlihat jelas yaitu pada pemberian konsentrasi kultur murni 0,3 dan 0,5%. Pada pemberian konsentrasi kultur murni 0,7% kenaikan yang terjadi relatif kecil, dan
6,565 6,587 6,573 6,725 6,691 0 1 2 3 4 5 6 7 8 0,1 0,3 0,5 0,7 0,9
konsentrasi kultur murni (%)
K a d a r a ir ( % ) 41,357 42,074 41,699 41,601 42,286 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 0,1 0,3 0,5 0,7 0,9
konsentrasi kultur m urni (%)
R e n d e m e n ( % ) 7,200 7,400 7,600 7,800 8,000 8,200 8,400 8,600 8,800 0 0,2 0,4 0,6 0,8 1
konsentrasi kultur murni (%)
to ta l k a p a n g ( lo g c fu /g )
211
kemungkinan pemberian konsentrasi kultur murni lebih dari 0,9% akan menghasilkan jumlah kapang yang lebih rendah. Hal ini sesuai dengan Buckle et al. (1987), bahwa pertumbuhan populasi mikroorganisme tidak selamanya terjadi secara eksponensial. Apabila jumlah mikroorganisme telah mencapai maksimum maka pertumbuhan tidak lagi mengalami kenaikan, melainkan cenderung menurun dan akhirnya terhenti.
Total Kapang Inokulum (Setelah Dicampur Total Kapang Inokulum (Setelah Dicampur Total Kapang Inokulum (Setelah Dicampur Total Kapang Inokulum (Setelah Dicampur Tepung Beras )
Tepung Beras ) Tepung Beras ) Tepung Beras )
Total kapang pada inokulum tempe yang telah dicampur dengan tepung beras menunjukkan penurunan dari jumlah awal sebelum pencampuran. Total kapang setelah pencampuran dengan tepung beras yaitu berkisar antara 2,7x106 cfu/g (6,432 log cfu/g) sampai dengan 3,46x107 cfu/g (7,539 log cfu/g).
Berdasarkan hasil analisis ragam, menunjukkan bahwa konsentrasi kultur murni berpengaruh sangat nyata (α=0,01) terhadap jumlah kapang pada inokulum tempe yang telah dicampur dengan tepung beras. Tabel 1 menunjukkan rata-rata total kapang setelah dicampur dengan tepung beras. Perbedaan jumlah kapang ditunjukkan pada pemberian konsentrasi 0,9 % dengan 0,5%, 0,3% dan 0,1% dan 0,7% dengan 0,1% dan 0,3%. Tabel 1. Rerata total kapang setelah dicampur tepung beras
Kultur Kultur Kultur Kultur murni (%) murni (%) murni (%) murni (%) Rerata (log Rerata (log Rerata (log Rerata (log cfu/g) cfu/g)cfu/g) cfu/g) Notasi NotasiNotasi Notasi 0,1 6,432 a 0,3 6,524 a 0,5 6,893 ab 0,7 7,398 bc 0,9 7,539 c BNT 5% 0,548
Gambar 4 menunjukkan hubungan antara konsentrasi kultur murni dengan total kapang setelah dilakukan pencampuran dengan tepung beras.
Gambar 4. Hubungan konsentrasi kultur dengan total kapang
Gambar 4 menunjukkan kenaikan total kapang pada penambahan konsentrasi kultur murni yang semakin tinggi. Kenaikan jumlah kapang akibat pemberian konsentrasi kultur murni pada inokulum yang tidak dicampur maupun yang dicampur tepung beras mempunyai kesamaan, yaitu kenaikan terlihat jelas pada pemberian konsentrasi 0,3 dan 0,5%, tetapi pada pemberian konsentrasi 0,7% kenaikan terjadi relatif kecil dan kemungkinan akan terjadi penurunan jumlah kapang pada pemberian konsentrasi diatas 0,9%. Hal ini sesuai dengan Buckle et al. (1987), bahwa pertumbuhan populasi mikroorganisme tidak selamanya terjadi secara eksponensial, apabila jumlah mikroorganisme telah mencapai maksimum maka pertumbuhan tidak lagi mengalami kenaikan, melainkan cenderung menurun dan akhirnya terhenti.
Jumlah kapang pada inokulum yang dicampur tepung beras dipengaruhi oleh jumlah kapang inokulum awal yaitu sebelum dicampur tepung beras. Tepung beras berfungsi sebagai bahan pengisi agar warna inokulum tempe menjadi lebih putih, selain itu agar dapat dijual dalam jumlah yang banyak. Menurut Suprapti (2003), penambahan tepung beras juga dapat meningkatkan kemampuan ragi dalam melunakkan biji kedelai, tetapi jika jumlah tepung beras yang digunakan sebagai media tidak sesuai dengan ketentuan, misalnya terlalu banyak, maka konsentrasi spora rendah. Menurut
6,200 6,400 6,600 6,800 7,000 7,200 7,400 7,600 0 0,2 0,4 0,6 0,8 1
konsentrasi kultur murni (%)
to ta l k a p a n g ( lo g c fu /g )
Anonymous (2000) pencampuran antara inokulum dan tepung beras adalah 10 gram inokulum untuk setiap 50 gram tepung beras, atau jumlah inokulum 20% dari berat bahan pengisi.
Pemilihan Perlakuan Terbaik Pemilihan Perlakuan TerbaikPemilihan Perlakuan Terbaik Pemilihan Perlakuan Terbaik
Perlakuan terbaik dipilih berdasarkan metode multiple attribute. Hasil perlakuan terbaik yang diperoleh adalah perlakuan K3 yaitu konsentrasi kultur murni sebanyak 0,5% dengan nilai rendemen 41,699%, kadar air 6,573%, persentase bakteri kontaminan 41,748%, jumlah kapang inokulum awal 8,02x107cfu/g (7,902 log cfu/g), persentase jumlah kapang yang hidup setelah 1 bulan pada inokulum awal 89,52%, jumlah kapang inokulum tempe setelah dicampur dengan tepung beras 3,04x107 cfu/g (6,472 log cfu/g) dan persentase jumlah kapang yang hidup setelah 1 bulan pada inokulum tempe sebesar 90,92%.
Menurut Rahman (1992), untuk menghasilkan tempe yang baik, jumlah sel hidup dalam inokulum berkisar antara 106–109 koloni/g. Menurut Kasmidjo (1990), keberadaan bakteri kontaminan tidak akan mengganggu fermentasi tempe asalkan jumlahnya tidak melebihi jumlah kapang dalam inokulum tempe. Jumlah kapang inokulum bubuk pada perlakuan terbaik adalah 8,02x107 cfu/g (7,90 log cfu/g) dengan persentase bakteri kontaminan sebesar 41,75%.
Karakteristik Karakteristik Karakteristik
Karakteristik Organoleptik Tempe Organoleptik Tempe Organoleptik Tempe Organoleptik Tempe
Tekstur Tempe Tekstur TempeTekstur Tempe Tekstur Tempe
Hasil uji Friedman menunjukkan terdapat beda nyata untuk uji fisik tekstur tempe dari masing-masing perlakuan. Skor panelis terhadap tekstur berkisar antara 4 (agak tidak menyukai) sampai dengan 9 (amat sangat menyukai). Adapun rerata skor panelis terhadap tekstur tempe dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Nilai rerata kesukaan terhadap tekstur tempe Penambahan Inokulum (% b/b) Rerata kesukaan Notasi 0,05 6,73 a 0,10 5,93 b 0,15 8,07 a 0,20 6,53 a 0,25 6,73 a 0,30 7,47 a
Pada Tabel 2 diketahui bahwa ting-kat kesukaan panelis pada masing-masing perlakuan berbeda. Nilai rerata terendah pada proporsi 0,10% sebesar 5,93 (netral), dan yang tertinggi pada proporsi inokulum 0,15% sebesar 8,07 (sangat menyukai).
Adanya perbedaan penilaian panelis terhadap tekstur tempe ini dapat disebabkan pada tempe dengan penambahan inokulum 0,15% memiliki miselium kapang yang tumbuh lebih banyak dari pada tempe dengan penambahan inokulum 0,10% dan pada penambahan lainnya. Semakin banyak miselium kapang yang tumbuh pada tempe, semakin baik tekstur tempe tersebut. Miselium akan meningkatkan kerapatan massa tempe satu sama lain sehingga membentuk suatu massa yang kompak dan mengurangi rongga udara didalamnya. Pada akhir proses fermentasi rongga udara ini dapat terisi oleh massa air hasil respirasi jamur tempe selama fermentasi, swehingga menyebabkan kenaikan kadar air tempe. Tekstur atau kekerasan tempe dapat juga dipengaruhi kadar air. Semakin tinggi kandungan air dalam tempe semakin lunak pula teksturnya, sehingga panelis cenderung lebih menyukai tempe pada perlakuan 3 (0,15%).
Menurut Susanto (1999), tekstur (kekerasan) tempe dipengaruhi oleh per-tumbuhan miselia yang merata dan pesat yang akan menutupi permukaan tempe, sehingga memberikan tekstur yang kokoh. Pembentukan tekstur dipengaruhi oleh kandungan air, kadar lemak, jenis
213
dan jumlah karbohidrat produk pangan (Fellows, 1992).Kenampakan Tempe Kenampakan TempeKenampakan Tempe Kenampakan Tempe
Hasil uji Friedman menunjukkan adanya beda nyata pada uji fisik kenampakan tempe dari masing-masing perlaku-an. Skor nilai panelis terhadap kenampak-an tempe berkisar antara 4 (agak tidak menyukai) sampai dengan 9 (amat sangat menyukai). Kenampakan yang dimaksud adalah kekompakan kedelainya. Daya terima panelis terhadap kenampakan tempe, dapat dilihat pada rerata hasil uji tersaji pada Tabel 3.
Dari Tabel 3 diketahui bahwa nilai rerata skor panelis terhadap kenampakan tempe diperoleh hasil berbeda, untuk nilai rerata terendah yaitu pada tempe dengan perlakuan penambahan proporsi inokulum 0,25% nilai rerata sebesar 5,8 (netral), dan yang tertinggi pada proporsi inokulum 0,15% sebesar 7,67 (menyukai). Dari hasil rerata skor tersebut diketahui bahwa kebanyakan panelis lebih menyukai perlakuan 3 (0,15%).
Tabel 3. Nilai rerata kesukaan terhadap kenampakan tempe Penambahan Inokulum (% b/b) Rerata kesukaan Notasi 0,05 6,4 b 0,10 6,13 b 0,15 7,67 a 0,20 6,6 b 0,25 5,8 b 0,30 7,2 a
Adanya perbedaan penilaian panelis terhadap kenampakan tempe dapat disebabkan karena miselium kapang yang tum-buh pada tempe untuk masing-masing perlakuan berbeda. Pada tempe dengan proporsi inokulum 0,15% memiliki jumlah miselium yang lebih banyak daripada tempe dengan proporsi inokulum 0,25%, sehingga susunan kedelainya tampak lebih kompak dari yang lainnya. Hal ini juga didukung oleh hasil uji tekstur tempe bahwa pada perlakuan penambahan 0,15% dihasilkan
tempe dengan tekstur terbaik yang disebabkan tempe tersebut memiliki jumlah miselium yang banyak dan miselium akan meningkatkan kerapatan massa tempe satu sama lain sehingga membentuk suatu massa yang kompak. Menurut Oktafiani (2001), salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kekerasan tempe adalah kekompakan dari kedelai, dan kekompakan kedelai disebabkan oleh banyak atau tidaknya miselium kapang yang tumbuh.
Aroma Tempe Aroma Tempe Aroma Tempe Aroma Tempe
Pengujian kesukaan terhadap aroma yang dilakukan dengan membau tempe yang baru jadi. Menurut Soekarto (1995), aroma merupakan gabungan antara rasa dan bau (flavour). Hasil uji Friedman menunjukkan tidak adanya beda nyata untuk uji organoleptik aroma tempe dari ma-sing-masing perlakuan. Adapun rerata skor panelis terhadap aroma tempe dapat dilihat pada Tabel 4.
Hasil uji organoleptik aroma tempe pada Tabel 4 menunjukkan bahwa tingkat kesukaan panelis pada masing-masing perlakuan hampir sama, yakni untuk nilai rerata terendah pada tempe dengan perlakuan penambahan inokulum 0,10% sebesar 6,2 (agak menyukai), dan yang tertinggi pada proporsi inokulum 0,15% sebesar 7,47 (menyukai).
Tabel 4. Rerata kesukaan terhadap aroma tempe Penambahan Inokulum (% b/b) Rerata kesukaan 0,05 7,13 0,10 6,2 0,15 7,47 0,20 6,4 0,25 6,47 0,30 6,8
Untuk kriteria aroma, kebanyakan panelis cenderung memilih perlakuan penambahan 0,15% karena kapangnya tumbuh dengan lebih baik dengan miselium yang banyak sehingga menghasilkan aroma tempe yang khas
dan disukai oleh panelis. Aroma tempe yang khas terutama ditentukan oleh pertumbuhan kapang dan pemecahan komponen-komponen dalam kedelai menjadi senyawa yang lebih sederhana yang bersifat volatil seperti amonia, aldehid, dan keton (Shurtleff dan Aoyagi, 1979).
Warna Tempe Warna TempeWarna Tempe Warna Tempe
Hasil Uji Friedman menunjuk kan bahwa terdapat beda nyata untuk uji organoleptik warna tempe dari masing-masing perlakuan. Skor panelis terhadap warna berkisar antara 4 (agak tidak menyukai) sampai dengan 9 (amat sangat menyukai). Rerata skor panelis terhadap warna tempe terlihat di Tabel 5.
Hasil uji organoleptik warna tempe pada Tabel 5 menunjukkan bahwa tingkat kesukaan panelis pada masing-masing perlakuan berbeda, yakni untuk nilai rerata terendah pada tempe dengan perlakuan proporsi inokulum 0,10% sebesar 6 (agak menyukai), dan yang tertinggi pada proporsi inokulum 0,05% yaitu sebesar 7,73 (menyukai). Untuk kriteria warna ini, kebanyakan panelis lebih menyukai tempe pada perlakuan 1(0,05%) karena warna putihnya lebih seragam secara keseluruhan.
Tabel 5. Nilai rerata kesukaan terhadap warna tempe Penambahan Inokulum (% b/b) Rerata kesukaan Notasi 0,05 7,73 a 0,10 6 b 0,15 7,47 a 0,20 6,6 a 0,25 6,87 a 0,30 6,93 a
Adanya perbedaan penilaian panelis terhadap masing-masing perlakuan dapat disebabkan sifat dari kapang pada penambahan proporsi inokulum R. orizae
0,05% tersebut memproduksi miselium dengan lebih merata, sehingga warna tempenya lebih disukai panelis daripada
warna tempe yang dihasilkan dengan perlakuan yang lain.
Rasa Temp Rasa Temp Rasa Temp Rasa Tempeeee
Uji rasa dilakukan dengan mencicipi tempe matang yang telah digoreng tanpa bumbu. Hasil uji Friedman pada menunjukkan adanya beda nyata pada rasa tempe dari masing-masing perlakuan. Adapun skor rerata panelis terhadap rasa tempe dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Rerata kesukaan terhadap rasa tempe Penambahan Inokulum (% b/b) Rerata kesukaan Notasi 0,05 7,13 a 0,10 6,87 a 0,15 8 a 0,20 5,8 b 0,25 6,67 b 0,30 6,53 b
Hasil uji organoleptik rasa tempe pada Tabel 6 menunjukkan bahwa tingkat kesukaan panelis pada masing-masing perlakuan hampir sama, nilai terendah pada proporsi inokulum 0,20% sebesar 5,8 (netral-agak menyukai), dan tertinggi pada proporsi inokulum 0,15% sebesar 8 (sangat menyukai). Dari hasil tersebut untuk kriteria rasa, kebanyakan panelis cenderung memilih perlakuan 3 (0,15%).
Adanya perbedaan ini disebabkan pada tempe dengan proporsi inokulum 0,15% memiliki kapang yang tumbuh lebih baik dengan miselium yang banyak sehingga menghasilkan tekstur yang baik serta massa yang kompak. Tempe dengan tekstur dan massa yang kompak pada saat digoreng tidak akan menyerap minyak goreng yang banyak, sehingga rasa yang dihasilkannya lebih gurih. Rasa tempe diperoleh dari hasil proses fermentasi karbohidrat, protein, dan lemak dalam bahan yang digunakan sehingga menghasilkan rasa yang khas (Oktafiani, 2001).
215
KESIMPULAN KESIMPULAN KESIMPULAN KESIMPULANKonsentrasi kultur murni yang terbaik pada pembuatan inokulum tempe dari biakan murni R. oryzae adalah 0,5% dari berat substrat dengan total kapang inokulum bubuk 8,02 x 107 cfu/g (7,902 log cfu/g) dengan persentase jumlah kapang yang hidup setelah 1 bulan pada inokulum awal 89,52%, jumlah kapang inokulum tempe ( setelah dicampur dengan tepung beras ) 3,04 x 107 cfu/g (6,893 log cfu/g) dengan persentase jumlah kapang hidup pada inokulum tempe sebesar 90,92% dan persentase bakteri kontaminan 41,748%.
Potongan ubi kayu bagian ujung dapat digunakan sebagai substrat pada produksi inokulum tempe dari biakan murni R. oryzae dengan nilai rendemen sebesar 41,699% dan kadar air 6,573%. Penambahan inokulum Rhizopus oryzae
yang terbaik pada pembuatan tempe adalah 0,15%.
DAFTAR PUSTAKA DAFTAR PUSTAKA DAFTAR PUSTAKA DAFTAR PUSTAKA
Anonymous. 2000. Pembuatan Laru (Ragi Tempe).
http://www.indomedia.com/intisa ri/2000/april/tempe4.htm. Tanggal akses 22 Juli 2005
Buckle, B. A., R. A. Edwards, G. H. Fleet, dan M. Wooton. 1987. Ilmu Pangan. Diterjemahkan oleh Hari Purnama dan Adiono. UI Press, Jakarta
Fellows. 1992. Food Processing
Technology. Woodhead Publishing Limited, Cambridge
Hardiningsih, R. 1995. Pengaruh
penyinaran ultraviolet terhadap
kemampuan Rhizopus oligosporus
UICC116 pada lama fermentasi dan
kualitas tempe kedelai. Jurnal Mikrobiologi Indonesia 3(1): 27-33
Kasmidjo, R. B. 1990. Tempe
Mikrobiologi dan Biokimia
Pengolahan Serta Pemanfaatanya. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi UGM, Yogyakarta
Noranita, A. N. 2006. Produksi
inokulum tempe dari kapang R.
orizae dengan substrat limbah
industri kripik singkong dan
perencanaan tataletak fasilitas
(kajian konsentrasi kultura
murni). Skripsi Jurusan TIP-FTP UB, Malang
Onwueme. 1978. The Tropical Tuber Crops. John Wiley and Sons Inc., New York
Oktafiani, N. 2001. Pengaruh Macam Varietas Kedelai terhadap Mutu Tempe Selama Penyimpanan Suhu
Beku. Jurusan
THP-FTP-Universitas Brawijaya, Malang
Rahman, A. 1992. Teknologi
Fermentasi. Arcan, Jakarta
Sarwono, 2004. Membuat Tempe dan Oncom. Penebar Swadaya, Jakarta Susanto, T. 1999. Rekayasa Perbaikan
Teknologi Pembuatan Tempe
Kedelai dan Pengembangannya
pada Industri Tempe Generasi Kedua dan Ketiga. Rangkuman
Hasil Penelitian. Lembaga
Penelitian. Universitas Brawijaya, Malang
Soekarto, S. T. 1995. Penilaian
Organoleptik untuk Industri
Pangan dan Hasil Pertanian.
Bhratara Karya Aksara, Jakarta Shurtleff, W. and A. Aoyagi. 1979. The
Book of Tempeh. Harper and Row, New York
Suprapti, M. L. 2003. Pembuatan Tempe. Kanisius, Yogyakarta
Sudarmadji, S., B. Haryono, dan
Suhardi. 1997. Prosedur Analisis
untuk Bahan Makanan dan