• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

Tesis ini membahas tentang hambatan Timor Leste menjadi anggota ASEAN yang menyebabkan negara tersebut sulit menjadi anggota ASEAN. Pada bab ini peneliti menguraikan latar belakang dan dilanjutkan dengan rumusan masalah. Untuk mendukung penelitian ini, peneliti melihat penelitian yang sudah dilakukan sebelumnya yang digabungkan dalam tinjauan pustaka dan selanjutnya membahas beberapa konsep yang berkaitan dengan tesis pada kerangka pemikiran. Untuk menjawab pertanyaan pada rumusan masalah, peneliti membuat hipotesa yang berkaitan kemudian dilanjutkan dengan metode penelitian dan pada bagian terakhir penulis memaparkan tenta sistematika penulisan tesis ini.

1.1. Latar Belakang

Setelah berhasil mendapatkan kedaulatan penuh, Timor Leste yang pernah menjadi bagian dari Negara Indonesia tersebut memperlihatkan eksistensinya di ranah internasional sebagai negara baru yang mampu bekerjasama dengan negara lain. Hal tersebut dilakukan untuk memajukan pembangunan dalam negeri dan untuk memenuhi kepentingan nasional Timor Leste itu sendiri. Sebagai pendekatan awal, tentu Timor Leste melakukan kerjasama dengan negara tetangga terlebih dahulu seperti halnya Indonesia. Tidak hanya melakukan kerjasama dengan negara-negara lain, Timor Leste kemudian mengajukan permohonan diri untuk bergabung menjadi anggota dari ASEAN pada tahun 2011 dan berharap keinginannya untuk bergabung dengan ASEAN dapat terealisasikan di tahun 2012. Timor Leste juga terus mempersiapkan hal-hal yang diperlukan untuk menjadi anggota ASEAN seperti kestabilan ekonomi, politik, dan pengembangan sumber daya manusia. Peresmian Sekretariat ASEAN di Dili merupakan penanda penting dalam perjalanan menuju bergabungnya Timor Leste dalam ASEAN. Keberadaan Sekretariat ASEAN di Dili membuat langkah-langkah menuju target tersebut menjadi lebih konkrit. Keseriusan pemerintah Timor Leste untuk

(2)

bergabung dengan ASEAN dapat dilihat dari pernyataan resminya.

Timor leste menyadari bahwa kemampuan dan kualitas negaranya masih sangat terbatas, oleh karena itu penting bagi negara tersebut untuk menjadi bagian dalam organisasi regional bersama dengan ASEAN. Keinginan pemerintah Timor Leste untuk bergabung dengan ASEAN didasarkan pada kebijakan luar negeri pemerintahan tersebut serta karena letak geografis yang berdekatan dengan negara-negara ASEAN. Hal tersebut didasarkan pula dengan prinsip-prinsip diplomasi Timor Leste yaitu aktif menjalin kerjasama dengan ASEAN dan menjadi anggota ASEAN.

Melihat adanya target di dalam ASEAN Community dengan pembentukan tiga pilar utama pada tahun 2015, yaitu ASEAN Political-Security Community, ASEAN Economic Community, dan ASEAN Socio-Cultural Community1, membawa Timor Leste untuk semakin memajukan negaranya agar memiliki kesiapan dalam berbagai aspek seperrti target ASEAN tersebut. Keinginan pemerintah Timor Leste untuk bergabung dengan ASEAN didasarkan pada kebijakan luar negeri pemerintahan negara tersebut serta karena letak geografis yang berdekatan dengan negara-negara ASEAN terutama Indonesia. Menjadi bagian dari ASEAN bukan persoalan yang mudah bagi Timor Leste. Masih banyak pertimbangan dari ASEAN untuk memastikan negara tersebut menjadi anggota resmi ASEAN.

Hambatan-hambatan yang masih sulit dipenuhi Timor Leste terkait dengan keinginannya untuk menjadi anggota ASEAN bukan dalam hal memenuhi kriteria menjadi anggota ASEAN melainkan masih belum tercapainya konsensus diantara anggotanya untuk menerima Timor Leste menjadi anggota baru. Konsensus merupakan prinsip dasar yang harus dipertimbangkan oleh negara-negara anggota ASEAN yang beragam dalam mengambil keputusannya. Sesuai Piagam ASEAN, negara-negara anggota memiliki kedaulatan dan konsensus untuk mencegah marjinalisasi negara anggota dalam keputusan penting kelompok. Selain itu, karena negara-negara di kawasan ini berbeda dalam menerapkan sistem demokrasi, mereka waspada dari kemungkinan intervensi dari luar dalam urusan

1 “ASEAN Economic Community”, ASEAN, <http://www.asean.org>, diakses pada 23 Agustus 2016.

(3)

internal. Prinsip konsensus membantu mempertahankan solidaritas ASEAN dan membuat negara-negara aggota merasa lebih nyaman berpartisipasi dalam asosiasi.2 Syarat menjadi anggota baru ASEAN tercermin pada Piagam ASEAN Pasal 6, yaitu:

1. Prosedur pengajuan dan penerimaan keanggotaan ASEAN wajib diatur oleh Dewan Koordinasi ASEAN.

2. Penerimaan keanggotaan wajib didasarkan atas kriteria sebagai berikut: a. Letaknya secara geografis diakui berada di kawasan Asia Tenggara; b. Pengakuan oleh seluruh negara anggota ASEAN;

c. Kesepakatan untuk terikat dan tunduk pada Piagam ASEAN; dan

d.Kesanggupan dan keinginan untuk melaksanakan kewajiban keanggotaan.

3. Penerimaan anggota baru wajib diputuskan secara konsensus oleh Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN, berdasarkan rekomendasi Dewan Koordinasi ASEAN.

4. Negara pemohon wajib diterima ASEAN pada saat penandatanganan Instrumen Aksesi Piagam.3

Berdasarkan pemaparan singkat diatas tentu saja bukan hal mudah bagi Timor Leste untuk bergabung menjadi anggota ASEAN. Sementara itu, berdasarkan piagam ASEAN pasal 6, ayat 3, menyatakan bahwa penerimaan anggota baru wajib diputuskan secara konsensus diantara negara anggota oleh Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN, berdasarkan rekomendasi Dewan Koordinasi ASEAN. Kondisi tersebut tentu saja menjadi hambatan tersendiri bagi Timor Leste terkait dengan keinginannya untuk menjadi anggota ASEAN mengingat belum adanya konsensus yang tercapai diantara anggotanya. Proposal keanggotaan Timor Leste masih dalam pertimbangan ketat. Singapura sebagai salah satu negara anggota ASEAN mengatakan bahwa penerimaan Timor Leste sebaiknya dilakukan setelah ASEAN Community terbentuk karena dikhawatirkan

2 “Konsensus dan Peran Sentral ASEAN Dalam Situasi Baru”, Mohammad Anthoni,

< http://www.antaranews.com/berita/613394/konsensus-dan-peran-sentral-asean-dalam-situasi-baru> diakses pada 25 Februari 2017.

(4)

keadaan Timor Leste dapat menganggu upaya perwujudan ASEAN Community 2015, selain itu Singapura juga menambahkan terkait keanggotaan Timor Leste dilakukan setelah permasalahan di Myanmar, Kamboja, Laos dan Vietnam selesai.

Melihat permasalahan yang dihadapi Timor Leste, permasalahan serupa juga dialami oleh Turki ketika ingin menjadi anggota dari Uni Eropa. Kegagalan Turki dalam menjadi anggota tetap Uni Eropa hingga saat ini secara garis besar disebabkan oleh masalah perbedaan identitas budaya, ekonomi dan politik yang dirasa tidak sesuai dengan identitas Eropa. Sejarah panjang Turki sejak sebelum masa Ottoman, meninggalkan suatu identitas yang kuat melekat pada negara yang terletak di dua benua tersebut. Meskipun Turki terus berusaha menampilkan identitas barunya sebagai negara sekuler, nemun identitas keislaman pada Turki pada masa Ottoman menjadi suatu identitas yang terus melekat sebagai identitas Turki di mata Uni Eropa. Diterimanya Turki menjadi bagian dari Uni Eropa akan berpengaruh pada identitas Kristen Eropa.

Banyak hambatan yang membuat Uni Eropa sulit untuk menerima Turki sebagai salah satu anggotanya, seperti hambatan perbedaan perkembangan ekonomi antara Turki dengan negara-negara lain anggota Uni Eropa, perbedaan budaya, permasalahan ppolitik, hingga isu yang berkaitan dengan jumlah dan tingkat populasi rakyat Turki. Turki merupakan kandidat pertama anggota baru Uni Eropa yang mayoritas warganya adalah muslim. Jika Turki menjadi anggota Uni Eropa, maka Uni Eropa akan menambahkan sekitar tujuh puluh juta warga muslim ke dalam total lima belas juta populasi warga mulim di wilayah Uni Eropa. Kemungkinan ini menimbulkan keresahan di antara negara-negara Uni Eropa. Catatan buruk Turki di bidang hak asasi manusia dan demokrasi kian mempersulit posisi Turki di hadapan negara-negara anggota Uni Eropa. Pertimbangan lain adalah besarnya populasi masyarakat Turki yang berada pada usia produktif tidak sebanding dengan lapangan kerja yang tersedia di negara tersebut. Hal ini juga menjadi kekhawatiran tersendiri bagi Uni Eropa apabila Turki diterima menjadi anggota, maka para penduduk Turki yang berada pada usia produktif akan membanjiri wilayah Eropa karena bagi Uni Eropa pada akhirnya kekhawatiran ini menjadi ancaman bagi identitas, cara hidup, dan nila-nilai di

(5)

Eropa.

Sikap ASEAN atas keinginan Timor Leste berbeda dengan sikap ketika menerima negara CMLV (Cambodia, Myanmar, Laos dan Vietnam). Negara-negara tersebut diterima sebagai anggota lebih cepat dibandingkan Timor Leste walaupun pada saat itu negara-negara tersebut menghadapi masalah yang sama dengan kondisi Timor Leste ketika mengajukan diri untuk menjadi anggota ASEAN, yakni belum stabil secara ekonomi dan kerentanan krisis politik. Berbeda dengan negara CMLV, Timor Leste masih harus menjalani proses yang panjang untuk menjadi anggota ASEAN. Dalam proses keanggotaan negara CMLV pada tahun 1990an, ASEAN tengah menghadapi tekanan internasional setelah berakhirnya Perang Dingin. Sekalipun ancaman Uni Soviet berkurang, penyebaran komunis tidak berhenti begitu saja. Vietnam masih berada di bawah bayang-bayang komunis. Pada saat itu, situasi internasional masih diwarnai suasana konflik setelah Perang Dingin. Suasana konflik ini berpotensi menimbulkan perang terbuka di masa depan sehingga dapat mengancam keamanan dan stabilitas kawasan. Selain itu, campur tangan negara besar atas negara CMLV relatif tinggi. Hal ini salah satunya dibuktikan dengan adanya bantuan Cina dan embargo Amerika terhadap Myanmar. Campur tangan ini dapat dikatakan sebagai tekanan eksternal terhadap ASEAN. Apabila tekanan eksternal ini dibiarkan terus berlanjut, maka otonomi regional akan lemah. Oleh karena itu, untuk memastikan keamanan, stabilitas dan otonomi regional maka keanggotaan CMLV perlu untuk disegerakan. Sementara itu, situasi internasional yang melingkupi ASEAN ketika Timor Leste mengajukan diri sebagai anggota adalah pemulihan ekonomi setelah krisis finansial 1998. Akibat adanya krisis, persaingan ekonomi global meningkat sehingga isu ekonomi menjadi fokus dalam hubungan internasional. Meningkatnya persaingan ekonomi global juga berjalan seiring dengan upaya pembentukan ASEAN Community. ASEAN mulai memperhatikan peningkatan ekonomi regional dan memberikan standar ekonomi bagi anggota agar dapat berpartisipasi dalam pasar bebas.

ASEAN menerima negara CMLV sebagai anggota dalam waktu yang relatif cepat karena secara georafis, posisi negara-negara ini berbatasan langsung

(6)

dengan negara besar di kawasan lain, yaitu Cina dan dekat dengan Laut Cina Selatan yang merupakan jalur strategis. Negara CMLV memiliki nilai geoekonomi yang tinggi sehingga menarik perhatian dari negara-negara besar di luar ASEAN. Apabila ASEAN tidak segera menerima negara CMLV sebagai anggota, maka potensi masuknya kepentingan negara-negara besar ke dalam Asia Tenggara akan tinggi. Kondisi ini berbeda dengan Timor Leste. Secara geografis, Timor Leste berada jauh dari jangkauan negara-negara Asia Tenggara, yakni dekat dengan kawasan Pasifik dan tidak berada pada jalur strategis sebagaimana negara CMLV. Sehingga nilai geoekonomi Timor Leste tidak sebanding dengan negara-negara tersebut.

Pada masa keanggotaan negara CMLV, belum ada persyaratan khusus yang harus dipenuhi untuk menjadi anggota baru. Satu-satunya perjanjian yang harus dipenuhi untuk menjadi anggota ASEAN adalah TAC. Negara-negara tersebut juga tidak perlu melalui peninjauan dari Dewan Koordinasi ASEAN untuk dapat ditetapkan sebagai anggota. Hal ini dikarenakan penetapan keanggotaan dilakukan secara langsung dalam Pertemuan Menteri dan upacara khusus. Sedangkan dalam kasus Timor Leste, ASEAN telah memiliki prosedur tetap mengenai keanggotaan yang tertulis dalam ASEAN Charter. Timor Leste harus mengalami peninjauan dari Dewan Koordinasi ASEAN sebelum keanggotaannya ditetapkan pada KTT. Apabila Dewan Koordinasi belum menyatakan siap untuk dibahas pada KTT, maka keanggotaan baru belum dapat ditetapkan dan dalam hal ini Dewan Koordinasi ASEAN tidak diberikan tenggat waktu maksimal untuk melakukan peninjauan.

Pengajuan proposal keanggotaan oleh Timor Leste dilakukan ketika Indonesia bertindak sebagai ketua ASEAN tahun 2011 dan dianggap sebagai waktu yang tepat karena pada masa keketuaan Indonesia, Timor Leste berharap status keanggotaannya cepat ditetapkan mengingat Indonesia telah menunjukkan dukungan penuh kepada Timor Leste. Proposal keanggotaan tersebut kemudian dibahas dalam KTT ke-XXVIII dan Indonesia merekomendasikan pembentukan Dewan Koordinasi ASEAN yang terdiri dari para menteri Luar Negeri untuk menindaklanjuti status Timor Leste dalam ASEAN pada KTT ke-XIX (ASEAN

(7)

Secretariat 2011). Agenda pembahasan mengenai keanggotaan Timor Leste berlanjut dalam pembahasan pada KTT ASEAN ke-XX di Kamboja. Dalam pertemuan tersebut, semua anggota ASEAN menyetujui term of reference

pembentukan ASEAN Coordinating Council-Working Group (ACCWG) dengan tugas untuk meninjau kesiapan Timor Leste. Masalah ini kemudian dibahas kembali dalam KTT ASEAN ke-XXII dan ke-XXIII 2013 di Brunei Darussalam. Namun dalam pembahasan tersebut, ASEAN tidak menentukan status keanggotaan resmi Timor Leste. ASEAN justru memberikan rekomendasi bagi ACCWG untuk berhati-hati dan teliti ketika melakukan peninjauan atas kemampuan Timor Leste dalam berpartisipasi di ASEAN dari sudut pandang pembangunan kapasitas. ACCWG kemudian diperkenankan untuk membentuk

ACCWG Sub-working group pada KTT ASEAN ke-VVIV tahun 2014 ketika Myanmar menjadi Ketua ASEAN. Pembentukan Sub-working group ini bertujuan agar ASEAN mampu meninjau perkembangan Timor Leste secara politik, ekonomi dan sosial merujuk pada pilar-pilar yang ada dalam ASEAN Community 2015.

Melalui penjelasan di atas, Timor Leste harus kembali menunggu kepastian untuk menjadi anggota resmi, yaitu menunggu ACCWG siap untuk mengajukan agenda keanggotaan Timor Leste dalam pembicaraan di KTT ASEAN. Dari uraian di atas, terlihat bahwa kehendak Timor Leste untuk segera menjadi anggota ASEAN sejak tahun 2011 hingga sekarang belum terpenuhi. Kenyataan ini berbeda ketika Cambodia, Myanmar, Laos dan Vietnam yang keanggotaannya ditetapkan dalam kurun waktu kurang lebih dua tahun sejak menjadi observer.

1.2. Rumusan Masalah

Besarnya keinginan dan usaha yang telah ditunjukkan oleh Timor Leste tidaklah sedikit untuk menjadi anggota ASEAN, namun masih belum ada konsensus diantara anggotanya untuk menerima negara tersebut, “Mengapa belum tercapai konsensus terkait keanggotaan Timor Leste di ASEAN sejak tahun 2011?”

(8)

1.3. Tinjauan Pustaka

Pada penelitian ini, peneliti menggunakan beberapa literatur yang berkaitan dengan hambatan Timor Leste menjadi anggota ASEAN guna memperkuat analisis serta menjelaskan posisi penelitian ini atas penelitian yang sudah dikaji sebelumnya. Pada tahun 2011 Timor Leste resmi mengajukan diri menjadi anggota ASEAN. Hal ini ditunjukkan dengan usaha yang dilakukan oleh Timor Leste dalam memajukan negaranya agar dapat diterima menjadi anggota organisasi tersebut. Namun, mengingat Timor Leste merupakan negara yang baru merdeka dengan kekurangan yang ada pada negara tersebut membuat Timor Leste sulit diterima menjadi anggota ASEAN.

Literatur pertama yang peneliti gunakan adalah penelitian yang dilakukan oleh Novita Putri Rudiany dengan judul “Studi Perbandingan Proses Keanggotaan ASEAN: Vietnam, Myanmar, Kamboja dan Timor Leste”.4 Dalam penelitian ini, Novita menjelaskan mengenai perbedaan dalam penerimaan anggota yang dilakukan oleh ASEAN antara negara Vietnam, Myanmar dan Kamboja dengan Timor Leste. Sejak tahun 2002 Timor Leste telah mengajukan permohonannya untuk menjadi anggota ASEAN namun hingga saat ini permohonan tersebut belum diterima karena belum adanya konsensus di antara negara-negara anggota ASEAN. Hal tersebut berbeda dengan keanggotaan Vietnam, Myanmar dn Kamboja yang keanggotaannya ditetapkan dlam waktu yang relatif singkat. Dalam penelitian ini Novita melihat ada dinamika yang terjadi di dalam penerimaan anggota ASEAN. Berdasarkan penelitian yang dilakukan ada dua faktor yang mempengaruhi terhambatnya Timor Leste diterima menjadi anggota ASEAN yaitu faktor eksternal dan faktor internal.

Penelitian ini menunjukkan bahwa perbedaan keputusan ASEAN dalam menerima anggota baru disebabkan karena adanya pengaruh dari situasi internasional. Pada masa keanggotaan Vietnam, Myanmar dan Kamboja, situasi internasional yang melingkupi ASEAN adalah tahun-tahun awal berakhirnya Perang Dingin yang masih menyisakan konflik-konflik terutama di daratan Indocina. Akibatnya, ASEAN menyesuaikan diri dengan fokus terhadap isu-isu

4 Novita Putri Rudiany. “Studi Perbandingan Proses Keanggotaan ASEAN: Vietnam, Myanmar, Kamboja dan Timor Leste”. Universitas Airlangga. Surabaya.

(9)

politik untuk mempertahankan eksistensi dan otonominya sebagai organisasi regional. Padahal menurut butir pertama pada Deklarasi Bangkok, ASEAN memiliki tujuan untuk mengembangkan kerjasama ekonomi demi menciptakan stabilitas dan perdamaian regional. Agar dampak konflik tidak meluas, maka ASEAN secara cepat memutusakan keanggotaan Vietnam, Myanmar dan Kamboja. Sementara pada saat menghadapi kehendak Timor Leste untuk menjadi anggota, situasi internasional menempatkan ASEAN untuk bertahan setelah krisis finansial 1998. Dalam menghadapi krisis ini, ASEAN kemudian fokus untuk mengembangkan kerjasama ekonomi yang bersifat integratif. Terdapat perubahan dalam kondisi internal ASEAN. Semakin banyaknya jumlah anggota menyebabkan konsensus atas keanggotaan Timor Leste tidak segera tercapai. Hal tersebut yang membuat peneliti melihat bahwa literatur tersebut memuat beberapa hal yang sesuai dengan penelitian yang sedang dilakukan oleh penulis karena ada keterkaitan antara isi dari penelitian yang dilakukan oleh Novita.

Untuk lebih memperdalam penelitian yang dilakukan, peneliti menggunakan literatur dari Faidah Rahim yang berjudul “Hambatan Aksesi Turki ke Uni Eropa”5. Dalam penelitian ini, Faidah menjelaskan bahwa Turki juga mendapatkan hambatan yang serupa dengan Timor Leste terkait keinginannya untuk menjadi anggota Uni Eropa. Permohonan Turki untuk menjadi anggota penuh Uni Eropa telah diajukan sejak tahun 1987 namun hingga sekarang Turki belum mendapatkan status keanggotaan penuh di Uni Eropa. Persoalan yang dihadapi Turki terkait masalah hak asasi manusia dan konflik dengan Siprus. Selain itu sejumlah negara anggota Uni Eropa juga menunjukkan sikap oposisinya terhadap keanggotaan Turki yang didasarkan pada perbedaan kultur, sejarah dan identias Turki sebagai negara mayoritas muslim. Hal tersebut juga menghalangi konsensus terkait keanggotaan Turki. Melihat tersebut penulis menganggap bahwa ada hal yang menyerupai permasalahan keanggotaan Timor Leste di ASEAN mengenai konsensus. Tidak hanya di ASEAN, Uni Eropa juga menghadapi permasalahan yang sama terkait penerimaan anggota baru. Hal ini yang membuat penelitian ini memberikan kontribusi yang positif pada penelitian ini.

(10)

Dian Ayu Rohani dalam penelitiannya yang berjudul “Posisi Tawar Timor Leste Untuk Memperoleh Status Keanggotaan Penuh Di ASEAN” menjelaskan bahwa upaya diplomasi Timor Leste untuk menjadi negara anggota ASEAN ke-11 termanisfestasi dalam melakukan pendekatan relasi bilateral dengan setiap negara anggota ASEAN yang diupayakan secara terbuka dan kooperatif. Negara anggota yang paling intens menjadi partner diplomatik Timor Leste adalah Indonesia.6 Dalam penelitian tersebut penulis melihat bahwa usaha yang dilakukan oleh Timor Leste untuk menjadi anggota ASEAN adalah dengan menjalin hubungan diplomatik dengan negara-negara di ASEAN. Namun hal tersebut ternyata belum menjamin bahwa Timor Leste dapat segera diterima menjadi anggota organisasi tersebut. Penelitian yang dilakukan oleh Dian menjabarkan adanya proses diplomasi yang digunakan oleh pemerintah Timor Leste. Literatur ini memberikan kontribusi yang positif terhadap topik penelitian yang akan dilakukan sehingga penulis dapat melihat upaya yang dilakukan Timor Leste terkait status keanggotaannya di ASEAN.

Literatur selanjutnya diambil dari penelitian Ibnu Mashud Alkatiri yang berjudul “Hambatan Timor Leste Mendapatkan Status Keanggotaan Penuh ASEAN”.7 Penelitian yang dilakukan oleh Ibnu menjelaskan mengenai faktor-faktor yang menjadi hambatan Timor Leste diterima menjadi anggota ASEAN. Hal tersebut berkaitan dengan kondisi ekonomi dan politik keamanan di Timor Leste. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa kondisi ekonomi dan politik keamanan di Timor Leste masih menjadi perhatian khusus untuk negara-negara anggota ASEAN yang lainnya.

Selain itu sumber daya manusia yang ada di Timor Leste juga dianggap sebagai penghambat atas kemampuan Timor Leste untuk beradaptasi dengan banyaknya jumlah kegiatan yang dijalankan oleh ASEAN. Dalam hal ini, penelitian yang dilakukan oleh Ibnu Mashud Alkatiri berkontribusi positif bagi penulis karena melalui penelitian tersebut penulis dapat melihat hambatan yang

6 Dian Ayu Rohani, (2014). “Posisi Tawar Timor Leste Untuk Memperoleh Status Keanggotaan Penuh di ASEAN”. Universitas Jember. Jember

7 Ibnu Mashud Alkatiri, (2012). “Hambatan Timor Leste Mendapatkan Status Keanggotaan Penuh ASEAN”. Universitas Pembangunan Nasional. Yogyakarta

(11)

dilalui oleh Timor Leste untuk menjadi anggota ASEAN dimana segi ekonomi dan politik menjadi hambatan utamanya yang dibahas pada penelitian tersebut. Penjelasan tersebut relevan dengan topik penelitian ini.

Penelitian yang dilakukan oleh Syifa Ayunda Swastia yang berjudul “Diplomasi Timor Leste Bergabung Dalam Keanggotaan Tetap ASEAN”8 juga menjelaskan mengenai upaya yang dilakukan oleh Timor Leste untuk menjadi anggota tetap ASEAN dengan melakukan diplomasi dan juga membahas mengenai hambatan Timor Leste dengan melihat dinamika politik keamanan yang masih sangat rentan sehingga dikhawatirkan akan menghambat target perwujudan

ASEAN Community 2015. Penelitian ini sesuai dengan topik pembahasan dimana penulis mengangkat topik mengenai hambatan Timor Leste menjadi anggota ASEAN.

Berdasarkan tinjauan pustaka yang telah peneliti dapatkan, dapat disimpulkan bahwa sedikit sekali penelitian yang berbicara mengenai penyebab mengenai belum tercapainya konsensus diantara anggota-anggota ASEAN terkait keanggotaan Timor Leste. Tidak banyak juga yang membahas mengenai perluasan anggota di dalam sebuah organisasi regional. Peneliti berargumen suatu penelitian akan menarik ketika fokus diberikan pada penyebab belum adanya konsensus di suatu organisasi regional dalam hal ini yang dibahas oleh peneliti adalah ASEAN. Kebanyakan artikel yang ada membahas mengenai faktor terhambatnya Timor Leste menjadi anggota ASEAN yang melihat dari sisi ekonomi dan situasi politik keamanannya saja.

Sepanjang pengetahuan peneliti belum ada penelitian seperti ini, namun peneliti menganggap bahwa ASEAN memiliki pertimbangan tersendiri terkait belum adanya konsensus untuk menetapkan bahwa Timor Leste diterima menjadi anggota ASEAN hingga saat ini. Hal tersebut memerlukan pertimbangan yang mendalam bagi sebuah organisasi regional sekelas ASEAN untuk menerima anggota baru ketika organisasi tersebut telah memiliki program baru yang sedang berjalan. Kekhawatiran dari negara-negara anggota ASEAN terhadap hadirnya

8 “Diplomasi Timor Leste Bergabung Dalam Keanggotaan Tetap ASEAN”, Syifa Ayunda Swastia, <http://jom.unri.ac.id/index.php/JOMFSIP/article/viewFile/11409/11057> diakses pada 23 Agustus 2016.

(12)

Timor Leste merupakan hal yang wajar dimana kondisi Timor Leste juga belum dapat memenuhi standar dari ASEAN.

1.4. Kerangka Pemikiran

Untuk menjawab rumusan masalah pada penelitian ini, penulis menggunakan penjelasan mengenai organisasi internasional dan konsep regionalisme. Dalam melihat hambatan yang didapat Timor Leste untuk menjadi anggota ASEAN, peneliti menggunakan penjelasan mengenai organisasi regional. Hal ini didasari pemikiran bahwa dalam organisasi regional seperti ASEAN tentu sudah memiliki syarat tersendiri untuk menerima anggota baru, maka pada konsep organisasi regional ini peneliti meyakini dapat membuktikan hambatan dalam proses diterimanya Timor Leste menjadi anggota ASEAN. Organisasi regional adalah bentuk dari regionalisme dimana dengan menjadi anggota organisasi regional, negara-negara tersebut telah menggalang bentuk kerjasama intra-regional. Dengan kata lain, negara-negara dalam suatu kawasan telah melakukan distribusi kekuasaan mereka untuk mencapai tujuan bersama.

Belum tercapainya konsensus diantara anggota ASEAN menjadi hambatan untuk tercapainya cita-cita Timor Leste menjadi anggota organisasi tersebut. Melihat dari letak Timor Leste secara geografis yang sudah berada di wilayah Asia Tenggara dan berbatasan langsung dengan Indonesia, seharusnya mempermudah Timor Leste menjadi anggota ASEAN. Dengan konsep regionalisme, penulis mencoba menjelaskan mengenai posisi Timor Leste di ASEAN. Menurut Stephen C. Calleya, konsep regionalisme memiliki lima karakteristis. Pertama, negara-negara yang tergabung dalam suatu kawasan memiliki kedekatan geografis. Kedua, mereka memiliki pula kemiripan sosiokultural. Ketiga, terdapatnya kemiripan sikap dan tindakan politik seperti yang tercermin dalam organisasi internasional. Dan terakhir, adanya ketergantungan ekonomi yang diukur dari perdagangan luar negeri sebagai bagian dari proporsi pendapatan nasional.

1.4.1. Organisasi Internasional

(13)

pengaturan bentuk kerjasama internasional yang melembaga antara negara-negara, umumnya berlandaskan suatu persetujuan dasar, untuk melaksanakan fungsi-fungsi yang memberi manfaat timbal-balik yang dituangkan melalui pertemuan-pertemuan serta kegiatan-kegiatan staf secara berkala.9 Organisasi internasional mencakup adanya tiga unsur, yaitu:

− Keterlibatan Negara dalam suatu pola kerjasama; − Adanya pertemuan-pertemuan secara berkala;

− Adanya staf yang bekerja sebagai “pegawai sipil internasiona”

(international civil servant).

Bowett D.W dalam bukunya yang berjudul “Hukum organisasi internasional” memberikan batasan definisi organisasi internasional, bahwa: “tidak ada suatu batasan mengenai organisasi publik internasional yang dapat diterima secara umum. Pada umumnya organisasi ini merupakan organisasi permanen yang didirikan berdasarkan perjanjian internasional yang kebanyakan merupakan perjanjian multilateral daripada bilateral yang disertai beberapa kriteria tertentu mengenai tujuannya”.

Organisasi internasional atau organisasi antar pemerintah merupakan subjek hukum internasional setelah negara. Negara-negaralah sebagai subjek asli hukum internasional yang mendirikan organisasi-organisasi internasional. Walaupun organisasi-organisasi ini baru lahir pada akhir abad ke-19, akan tetapi perkembangannya sangat cepat setelah berakhirnya Perang Dunia II. Fenomena ini berkembang bukan saja pada tingkat universal tetapi juga pada tingkat regional. Kehadiran organisasi internasional, memiliki kaitan yang sangat erat dengan hukum internasional yang diterapkan di era modern saat ini. Status organisasi internasional sebagai subjek hukum internasional yang membantu proses pembentukan hukum internasional itu sendiri, dapat dikatakan sebagai alat untuk memaksakan agar kaidah hukum internasional ditaati. Hukum internasional secara umum dapat didefinisikan sebagai keseluruhan hukum yang sebagian besar terdiri dari prinsip-prinsip dan kaidah-kaidah perilaku yang terhadapnya negara-

9 “Organizing For Peace: International Organization in World Affair's”, Daniel S. Cheever & H. Field havinland Jr, Houghton Mifflin Co., Boston, New York, 1966.

(14)

negara merasa dirinya terikat untuk menaati, dan karenanya, benar-benar ditaati secara umum dalam hubungan negara satu sama lain.10

Adapun beberapa syarat sebuah organisasi disebut sebagai organisasi internasional adalah sebagai berikut11;

1. Tujuannya haruslah merupakan tujuan internasional;

2. Harus mempunyai anggota, dimana setiap anggota mempunyai hak suara; 3. Didirikan berdasarkan pada anggaran dasar dan harus mempunyai markas

besar (headquarters) demi kelangsungan organisasi,

4. Pejabat/pegawai yang mempunyai tugas menjalankan pekerjaan organisasi harus terdiri dari berbagai bangsa/negara.;

5. Organisasi harus dibiayai oleh anggota yang berasal dari berbagai negara/bangsa. Organisasi harus berdiri sendiri (independent) dan harus masih aktif. Organisasi yang tidak aktif lebih dari lima tahun tidak diakui lagi.

1.4.1.1. Karakteristik Organisasi Internasional

Secara sederhana pengertian organisasi internasional mencakup unsur- unsur sebagai berikut, yaitu:

1. Keterlibatan negara dalam suatu pola kerjasama 2. Adanya pertemuan-pertemuan secara berkala

3. Adanya staf yang bekerja sebagai ”pegawai sipil internasional” 4. Kerjasama yang ruang-lingkupnya melintasi batas negara 5. Mencapai tujuan-tujuan yang disepakati bersama

6. Struktur organisasi yang jelas dan lengkap

10 “Pengantar Hukum Internasional”, J.G. Starke, Sinar Grafika, Jakarta, 1989, hal.1.

11 “International Organizations; Third Edition”, Clive Archer, Routledge, New York, 2001, hal. 24.

(15)

7. Melaksanakan fungsi secara berkesinambungan.

Sementara itu organisasi juga memiliki ciri-ciri sebagai berikut (A. Leroy Bennet):

1. Organisasi yang tetap untuk melaksanakan fungsi yang berkelanjutan 2. keanggotaan yang bersifat sukarela dari peserta yang memenuhi syarat 3. Instrumen dasar yang menyatakan tujuan, struktur dan metode operasional 4. badan pertemuan perwakilan konsultatif yang luas

5. sekretariat tetap untuk melanjutkan fungsi administrasi, penelitian dan informasi secara berkelanjutan.

LL. Leonard memberikan karakteristik yang lebih luas lagi, yaitu sebagai berikut:

1. piagam dasar/konstitusi biasanya dalam bentuk perjanjian multilateral dikhususkan untuk kewajiban-kewajiban negara anggota, batasan kekuasaan dan tanggung jawab organisasi menghasilkan struktur dan menyediakan prosedur untuk organisasi yang akan berfungsi.

2. keanggotaan diberitahukan kepada negara peserta penandatanganan yang berpartisipasi melalui pertemuan delegasi oleh pemerintah mereka.

3. strukturnya termasuk badan pembuat kebijakan terdiri atas perwakilan semua anggota pemerintah dan pertemuan dengan jangka tetap dari 1 sampai 5 tahun.

4. kadang-kadang badan pembuat kebijakan dan badan eksekutif cadangan telah disediakan yang terdiri atas keanggotaan terbatas, mempunyai kekuasaan yang ditegaskan dengan jelas dan pertemuan yang lebih sering. 5. prosedur pengambilan suara umumnya disediakan satu suara untuk

masing-masing anggota, memerlukan pengambilan suara bulat untuk keputusan penting.

(16)

6. strukturnya juga termasuk sekretariat yang dikepalai oleh seorang sekretaris jenderal atau direktur dan biasanya terdiri atas pegawai sipil organisasi internasional yang dipekerjakan oleh organisasi untuk menjalankan aktivitas sehari-hari.

7. anggota-anggotanya dibutuhkan untuk membuat kontribusi untuk memenuhi badan-badan dari organisasi tersebut.

1.4.1.2. Klasifikasi Organisasi Internasional

Klasifikasi organisasi internasional adalah upaya untuk melihat apa yang seharusnya dilakukan, klasifikasi organisasi internasional berdasarkan pada tujuan dan aktivitasnya, dapat kita lihat dalam beberapa hubungan sebagai berikut:

1. Organisasi yang bertujuan mendorong hubungan co-operative diantara anggotanya yang tidak sedang dalam konflik negara.

2. Organisasi yang bertujuan untuk menurunkan tingkat conflict diantara negara anggota dengan jalan management konflik atau prevention conflict. 3. Organisasi dengan tujuan menciptakan/memproduksi confrontation

diantara anggota yang berbeda pendapat.

Klasifikasi dari Perserikatan Bangsa-Bangsa memiliki beberapa macam. Metode yang paling mudah untuk melakukan klasifikasi terhadap organisasi internasional antar pemerintah adalah klasifikasi organisasi internasional berdasarkan tujuan organisasi dan keanggotaan organisasi tersebut. Secara keanggotaan, terdapat organisasi internasional universal. Tujuan organisasi general, salah satu contohnya adalah Perserikatan Bangsa-Bangsa, dan organisasi dengan tujuan spesifik adalah organisasi-organisasi seperti IAEA (International Atomic Energy Agency) dan WHO (World Health Organization).12 Sedangkan klasifikasi organisasi internasional berdasarkan keanggotaan lainnya adalah organisasi internasional regional. Klasifikasi organisasi ini secara general

12 “Introduction to International Relations; Theories and Approaches 3rd edition”, Robert Jackson dan Georg Sorensen, Oxford University Press, New York, 2007, hal. 109.

(17)

misalnya Uni Afrika (African Union), Uni Eropa (European Union), dan ASEAN (Association of Southeast Asian Nations). Klasifikasi organisasi internasional regional berdasarkan tujuan yang spesifik adalah organisasi- organisasi seperti NATO (North Atlantic Treaty Organization), NAFTA (North American Free Trade Agreement) dan organisasi bersifat spesifik dan regional lainnya.13

1.4.2. Organisasi Regional

Organisasi regional adalah organisasi yang luas wilayahnya meliputi beberapa negara tertentu saja. Organisasi regional memiliki wilayah kegiatan yang bersifat regional dan keanggotaannya hanya diberikan bagi negara-negara kawasan tertentu saja. Kerjasama antar negara-negara yang berada dalam suatu kawasan untuk mencapai tujuan regional bersama merupakan penjelasan lain mengenai organisasi regional. Salah satu organisasi regional adalah ASEAN. Peran yang dimainkan oleh organisasi-organisasi regional sangat berbeda tergantung pada karakteristik organisasi tersebut. Karakteristik ini dipengaruhi oleh faktor geografis, ketersediaan sumber-sumber dan struktur organisasi. Perbedaan faktor-faktor ini akan mempengaruhi bentuk organisasi regional dan organ-organ yang menopangnya. Perbedaan karakter ini juga nantinya akan berpengaruh pada mekanisme dan prosedur penyelesaian konflik yang ditempuh untuk menyelesaikan sengketa antar anggota dalam sebuah organisasi regional. 1.4.3. ASEAN

ASEAN adalah singkatan dari Association of Southeast Asian Nation yang berarti Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara. ASEAN merupakan organisasi regional yang dibentuk pemerintahan lima negara pendiri utama di kawasan Asia Tenggara yaitu Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura dan Thailand dengan penandatanganan Deklarasi Bangkok pada tanggal 8 Agustus 1967 di Bangkok. Tujuan ASEAN ialah menciptakan pemeliharaan dan peningkatan perdamaian, keamanan, ketahanan dan kawasan bebas senjata nuklir dan senjata pemusnah massal. Selain itu, ASEAN menciptakan kerja sama di

(18)

bidang perdagangan, penanaman modal, ketenagakerjaan, pengentasan masyarakat dari kemiskinan, dan pengurangan kesenjangan pembangunan di kawasan. ASEAN juga ingin menciptakan penguatan demokrasi, pemajuan dan pelindungan hak asasi manusia, dan lingkungan hidup, serta penciptaan lingkungan yang aman dari narkoba. Selain itu, ASEAN mengembangkan sumber daya manusia, meningkatkan partisipasi masyarakat dan kesejahteraan rakyat. Selanjutnya, ASEAN juga memajukan identitasnya dengan meningkatkan kesadaran yang lebih tinggi akan keanekaragaman budaya dan warisan kawasan, serta meneruskan peran proaktif ASEAN dalam kerja sama dengan negara mitra wicara, yaitu negara dan organisasi internasional yang menjadi mitra kerja sama ASEAN di berbagai bidang.

Dalam menjalin hubungan antarnegara anggota, ASEAN memiliki prinsip sebagaimana yang dimuat pada Piagam ASEAN, antara lain, menghormati kemerdekaan, kedaulatan, kesetaraan, integritas wilayah, dan identitas nasional seluruh negara- anggota ASEAN; komitmen bersama dan tanggung jawab kolektif dalam meningkatkan perdamaian, keamanan dan kemakmuran di kawasan;serta menolak agresi, ancaman, penggunaan kekuatan, atau tindakan lainnya dalam bentuk apa pun yang bertentangan dengan hukum internasional; Selain itu, ASEAN mengedepankan penyelesaian sengketa secara damai, tidak mencampuri urusan dalam negeri negara anggota ASEAN, dan menghormati kebebasan yang mendasar, pemajuan dan pelindungan hak asasi manusia, serta pemajuan keadilan sosial.

1.4.4. Konsep Regionalisme

Konsep regionalisme sering digunakan secara silih berganti dengan konsep kawasan (region) dan sub kawasan (sebregion) atau subsistem. Beberapa teoritisi mengklasifikasikan suatu kawAsan dalam lima karakteristik. Pertama, negara-negara yang tergabung dalam suatu kawsan memiliki kedekatan geografis. Kedua, mereka memiliki pula kemiripan sosiokultural. Ketiga terdapatnya kemiripan sikap dan tindakan politik seperti yang tercermin dalam organisasi internasional.

(19)

ketergantungan ekonomi yang diukur dari perdagangan luar negeri sebagai bagian dari proporsi pendapatan nasional. Kerja sama antar negara-negara yang berada dalam suatu kawasan untuk mencapai tujuan regional bersama adalah salah satu tujuan utama mengemukanya regionalisme. Dengan membentuk organisasi regional dan menjadi anggota organisasi regional, negara-negara tersebut telah menggalang bentuk kerja sama intra-regional. Dengan kata lain, negara-negara dalam satu kawasan telah melakukan distribusi kekuasaan di antara mereka untuk mencapai tujuan bersama.

Regionalisme dalam studi Hubungan Internasional memiliki irisan studi yang sangat erat dengan studi kawasan. Oleh karena itu, definisi tentang regionalisme akan banyak mengambil dari definisi-definisi yang berkembang dari studi kawasan. Beberapa pengertian regional dalam hubungan internasional terdiri atas berbagai macam interaksi antar aktor-aktor di dalamnya, baik itu aktor negara maupun non-negara. Interaksi yang timbul dapat berupa kerjasama ataupun konflik. Kerjasama antar negara dapat mengarah pada suatu fenomena yang disebut regionalisme. Menurut Mansbaach, pengelompokan regional diidentifikasi dari basis kedekatan geografis, budaya, perdagangan dan saling ketergantungan ekonomi yang saling menguntungkan, komunikasi serta keikutsertaan dalam organisasi internasional merupakan penjelasan mengenai konsep regionalisme.

R. Stubbs dan G. Underhill14 menyebutkan bahwa regionalisme memiliki karakteristik yang dapat diuraikan menjadi tiga elemen utama regionalisme. Elemen pertama adalah pengalaman kesejarahan masalah-masalah bersama yang dihadapi sekelompok negara dalam sebuah lingkungan geografis. Elemen ini akan mempengaruhi derajat interaksi antar aktor negara di suatu kawasan. Semakin tinggi kesamaan sejarah dan masalah yang mereka hadai akan semakin tinggi pula derajat interaksinya. Hal ini dikarenakan kesamaan pengalaman sejarah dan masalah yang akan dihadapi akan mendorong terciptanya kesadaran regional dan identitas yang sama. Kedua, terdapat pula sebuah batas kawasan dalam interaksi. Definisi kawasan lebih merupakan konstruksi sosial dan oleh karenanya secara politis dapat terus diperdebatkan. Elemen ketiga adalah terdapatnya kebutuhan

14 “Political Economy and the Changing Global Order”, R. Stubbs & G. Underhill, Oxford University Press, Oxford, 2006.

(20)

untuk menciptakan organisasi yang dapat membentuk kerangka legal dan institusional untuk mengatur interaksi dan menyediakan aturan main dalam kawasan. Elemen ini pula yang akan mendorong terciptanya derajat institusionalisasi di sebuah kawasan.

Edward D. Mansfield dan Helen V. Milner membagi regionalisme menjadi dua jenis. Pertama, regionalisme yang berdasarkan kedekatan geografis yang dapat diartikan sebagai adanya koordinasi atau kerja sama dalam bidang ekonomi dan politik oleh negara-negara yang secara geografis berdekatan. Kedua, berdasarkan faktor non-geografis yang dapat diartikan sebagai aktivitas

government dan non-government. Kegiatannya berupa peningkatan level ekonomi dan aktivitas politik diantara negara-negara yang tidak berdekatan secara geografis.15

1.5. Hipotesa

Hipotesa dalam penelitian ini melihat bahwa hambatan Timor Leste menjadi anggota ASEAN karena belum tercapainya konsensus diantara anggota ASEAN. Hal tersebut disebabkan karena adanya penolakan dari beberapa negara anggota ASEAN, pandangan ASEAN terhadap Timor Leste yang dianggap dapat mengganggu integrasi yang ada di ASEAN serta masih adanya negative mindset

dari ASEAN terhadap Timor Leste. 1.6. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat dan menganalisis hambatan yang diterima oleh Timor Leste dalam prosesnya menjadi anggota ASEAN. Sejak merdeka tahun 2002, Timor Leste ingin membawa negaranya menjadi lebih baik dengan berusaha menjadi anggota organisasi tersebut. Pada tahun 2011 akhirnya Timor Leste mengajukan diri untuk menjadi anggota ASEAN, namun tidak semudah yang dibayangkan. Timor Leste tidak begitu saja diijinkan bergabung menjadi anggota ASEAN. Banyak hal yang masih terus dijadikan pertimbangan oleh anggota-anggota ASEAN yang sehingga sampai saat ini belum tercapai

15 “International Organization”, Edward D. Mansfield dan Helen V. Milner, New Wave Regionalis 53 (1999). Hlm 589-627.

(21)

konsensus diantara anggotanya untuk menerima Timor Leste menjadi anggota ASEAN.

Jika dilihat dari usaha pemerintah Timor Leste memperbaiki keadaan negaranya, mengajukan diri sesuai dengan prosedur yang ada dan tentu saja melihat letak geografis Timor Leste di wilayah ASEAN sudahlah memenuhi kriteria untuk menjadi anggota ASEAN. Namun, peneliti melihat adanya hambatan lain yang diterima Timor Leste dalam prosesnya menjadi anggota ASEAN sehingga membuat peneliti ingin mengkaji lebih dalam mengapa Timor Leste mendapatkan hambatan tersebut.

1.7. Metode Penelitian

Metode penelitian berfungsi sebagai kerangka berpikir dan sejumlah data yang diperlukan bertujuan agar suatu karya ilmiah menjadi sistematis. Menurut Liang Gie metode adalah cara atau langkah berulang-ulang sehingga menjadi pola yang menggali pengetahuan tentang suatu gejala. Pada ujung awalnya ini merupakan langkah-langkah untuk mengumpulkan data-data, sedangkan pada ujung akhirnya merupakan langkah untuk memeriksa kebenaran dari pertanyaan-pertanyaan yang dibuat mengenai suatu gejala tersebut.16

Berdasarkan definisi tersebut, metode merupakan suatu kerangka dalam penelitian ilmiah dimulai dari proses pengumpulan data sampai dengan analisis data sesuai tujuan penelitian yang ingin dicapai. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif yang menggunakan pendekatan kualitatif. Penelitian deskriptif kualitatif adalah penelitian yang mendeskripsikan data apa adanya dan menjelaskan data atau kejadian dengan kalimat-kalimat penjelasan yang kualitatif.

Teknik pengumpulan data yang akan digunakan dalam penulisan ini adalah telaah pustaka (library research) yaitu dengan mengumpulkan berbagai data dari literatur-literatur seperti jurnal, buku, artikel, dan bahan tertulis lainnya, serta pemberitaan dari media elektronik dan cetak yang berhubungan dengan permasalahan yang akan dibahas. Data-data yang didapat dari berbagai literatur

16 “Ilmu Politik: Suatu Pembahasan Tentang Pengertian, Kedudukan, dan Metodologi”, The Liang Gie, (1984), Hlm. 81.

(22)

ini dikonstruksikan penulis sesuai judul yaitu hambatan Timor Leste menjadi anggota ASEAN. Dalam penyusunannya, penulis memisahkan buku dan literatur tentang analisis hambatan Timor Leste menjadi anggota ASEAN. Langkah ini diambil untuk memudahkan penulis dalam menyusun penelitian ini. Kegunaan bagi penulisan ini, ada yang bersifat sebagai sumber data, sebagai inspirasi menulis dan menjadi data pendukung yang memperkuat argumen dalam meneliti topik ini. Setalah data terkumpul, peneliti akan mengelolah data tersebut secara induksi yaitu mengumpulkan data-data yang bersifat khusus kemudian di tarik kesimpulan secara umum.

1.8. Sistematika Penulisan

Penelitian ini terdiri dari empat bab dimana setiap bab menjelaskan mengenai pokok-pokok pemikiran yang telah disusun menjadi satu kesatuan yang sistematis.

Bab I akan diuraikan tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tinjauan pustaka, landasan konseptual, hipotesa, metode penelitian, dan sistematika penulisan mengenai hambatan Timor Leste menjadi anggota ASEAN.

Bab II berisi tentang Timor Leste dan ASEAN. Pada bab kedua ini penulis menguraikan mengenai ASEAN Charter (Piagam ASEAN), mekanisme pengambilan keputusan terkait keanggotaan baru ASEAN, ASEAN Charter terkait perluasan anggota, posisi Timor Leste di ASEAN, proses Timor Leste menjadi anggota ASEAN serta upaya untuk menjadi anggota ASEAN dan yang terakhir adalah hubungan diplomatik Timor Leste dengan negara-negara anggota ASEAN.

Bab III penulis akan menjelaskan lebih rinci mengenai hal yang membuat belum tercapainya konsensus diantara negara-negara anggota ASEAN terkait keanggotaan Timor Leste yang merupakan jawaban atas penelitian yang dilakukan.

Bab IV merupakan bab penutup yang berisi tentang kesimpulan yang merupakan gabungan dari penjelasan dari bab-bab sebelumnya.

Referensi

Dokumen terkait

1 M.. Hal ini me nunjukkan adanya peningkatan keaktifan belajar siswa yang signifikan dibandingkan dengan siklus I. Pertukaran keanggotaan kelompok belajar

Adapun hasil yang diperoleh yaitu (1) pada aspek kognitif Ho ditolak dan Ha diterima, sehingga metode pembelajaran pair check memberikan pengaruh terhadap hasil

Puji syukur kehadirat Allah SWT, atas rahmat dan Karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Pengaruh Kepemilikan Manajerial, Leverage,

Dari tabel di atas dan hasil wawancara peneliti dengan pengurus BAZNAS Kota Palangka Raya dapat disimpulkan bahwa BAZNAS Kota Palangka Raya untuk tahun 2019

PSEKP selain merupakan institusi penelitian dan kebijakan di Indonesia yang sangat responsif dalam melakukan kajian sosial ekonomi dan kebijakan pertanian dan telah banyak

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Ekstrak Etanolik Herba Ciplukan memberi- kan efek sitotoksik dan mampu meng- induksi apoptosis pada sel kanker payudara MCF-7

BILLY TANG ENTERPRISE PT 15944, BATU 7, JALAN BESAR KEPONG 52100 KUALA LUMPUR WILAYAH PERSEKUTUAN CENTRAL EZ JET STATION LOT PT 6559, SECTOR C7/R13, BANDAR BARU WANGSA MAJU 51750

Penelitian ini difokuskan pada karakteristik berupa lirik, laras/ tangganada, lagu serta dongkari/ ornamentasi yang digunakan dalam pupuh Kinanti Kawali dengan pendekatan