• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

Bab II Tinjauan Pustaka II- 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 UMUM

Seperti yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya bahwa Gempa bumi, adalah guncangan di permukaan bumi disebabkan oleh pergerakan yang cepat pada lapisan batuan terluar bumi. Gempa bumi terjadi ketika energi yang tersimpan dalam bumi, biasanya dalam bentuk tegangan pada batuan, secara tiba-tiba terlepas. Energi ini disalurkan ke permukaan bumi oleh gelombang gempa. Atau gempa bumi adalah gerakan tiba-tiba atau suatu rentetan gerakan tiba-tiba dari tanah dan bersifat transient yang berasal dari suatu daerah terbatas dan meneyebar dari titik tersebut ke segala arah (M.T. Zeinn).

Berdasarkan penyebabnya gempa bumi diklasifikasikan menjadi menjadi 3 (tiga) jenis, yaitu:

a. Gempa Bumi Runtuhan

Gempa bumi ini terjadi karena adanya keruntuhan yang terjadi baik di atas mapun di bawah permukaan tanah, Contohnya: tanah longsor, salju longsor, jatuhan batu dal lain-lain.

b. Gempa Bumi Vukanik

Gempa bumi ini terjadi akibat adanya aktivitas dari gunung berapi, baik sebelum mapun saat meletusnya gunung berapi

c. Gempa Bumi Tektonik

Gempa bumi ini terjadi akibat adanya pergeseran bumi (lithosphere) yang umumnya terjadi di daerah patahan kulit bumi

Berdasarkan waktunya gempa bumi diklasifikasikan menjadi 3 (tiga) jenis, yaitu: a. Gempa Bumi utama (main shock)

Gempa bumi utama yaitu gempa bumi yang terjadi pada goncangan awal akibat deformasi yang di akibatkan oleh adanya interaksi antar lempeng

b. Gempa susulan

Gempa susulan merupakan gempa yang terjadi setelah datangnya gempa bumi utama. Susulan bererti yang kedua, ketiga, dan seterusnya. Ia berlaku di

(2)

Bab II Tinjauan Pustaka II- 2 kawasan yang sama dengan gempa bumi pertama, dan berlaku kerana batu-batuan yang baru berubah masih belum tetap kedudukannya

Istilah-istilah yang di gunakan dalam rekayasa gempa bumi: a. Fokus

Fokus adalah suatu titik di bawah permukaan tanah dimana pertamakali energi gempa tersebar

b. Hiposenter

Hiposenter adalah jarak terdekat antara fokus dengan suatu site yang ditinjau c. Focal Depth

Focal Depth adalah kedalaman gempa (jarak vertikal dari titik dipermukaan tanah ke fokus)

d. Epicenter

Epicenter adalah titik di permukaan tanah tepat di atas fokus e. Jarak Epicenter

Jarak Epicenter adalah jarak mendatar dari epicenter ke suatu site yang ditinjau

Gambar 2. 1Ilustrasi Pusat Gempa Dalam Tanah Atau Batuan (www.usgs.gov; 2007)

Yang akan di bahas dalam tugas akhir ini adalah gempa bumi tektonik yang terjadi di Indonesia bagian timur. Dan dalam menentukan parameter-parameter gempa dalam tugas akhir ini digunakan gempa utama (main shock) kerena merupakan titik dimana terjadi goncangan awal terjadinya gempa.

(3)

Bab II Tinjauan Pustaka II- 3 2.2 LEMPENG TEKTONIK

Lapisan dalam bumi terdiri dari lapisan kerak, mantel, dan inti. Seperti gambar berikut ini:

Gambar 2. 2 Struktur Lapisan Dalam Bumi (Encarta 2006)

Mantel adalah lapisan dalam bumi yang terletak antara kerak bumi paling luar dengan inti bumi. Sedangkan inti bumi adalah pusat bumi yang berjari-jari sekitar 3500 km. Inti bumi terdiri dari batuan cair yang bersuhu antara 4000oC – 5000oC. Mantel dan inti adalah bagian terbesar penyusun massa bumi. Jarak dari kerak bumi sampai ke inti bumi sekitar 6400 km. Mantel terdiri dari 3 (tiga) bagian:

1. Bagian terbawah dari litosfer

2. Lapisan astenosfer yang berbentuk cair 3. Mantel bawah

Litosfer yang merupakan tempat dimana kita berpijak, mengapung di atas lapisan astenosfer. Sifat astenosfer yang lunak ini menyebabkan litosfer yang berada di atasnya saling bergerak dan bergesekan satu sama lain. Pergerakan litosfer ini menjadi sumber terbanyak dalam akitivitas tektonik. Astenosfer juga merupakan sumber magma yang merupakan penyusun kerak samudera dan menjulang ke atas membentuk gunung laut.

Lempeng tektonik adalah sebuah penggabungan dari berbagai teori dalam geologi. Diperkenalkkan tahun 1960-an., membuat penemuan itu sebagai sebuah revolusi paling baru dalam ilmu pengetahuan. Teori itu menyebutkan bahwa litosfer adalah sebuah kumpulan lempeng kaku yang saling bergerak satu sama lain di atas sebuah lapisan batuan cair yang bernama astenosfer. Teori lempeng tektonik sangat

(4)

Bab II Tinjauan Pustaka II- 4 membantu dalam ilmu geologi karena dapat menjelaskan tentang berbagai kejadian di alam mengenai gempa, terjadinya gunung dan segala akitivitasnya.

2.2.1 Pergerakan Lempeng

Lempeng dan pergerakannya menurut teori tektonik lempeng kerakbumi (lithosfer) dapat diterangkan ibarat suatu rakit yang sangat kuat dan relatif dingin yang mengapung di atas mantel astenosfer yang liat dan sangat panas, atau bisa juga disamakan dengan pulau es yang mengapung di atas air laut. Ada dua kjenis kerak bumi yakni kerak samudera yang tersusun oleh batuan bersifat basa dan sangat basa, yang dijumpai di samudera sangat dalam, dan kerak benua tersusun oleh batuan asam dan lebih tebal dari kerak samudera. Kerakbumi menutupi seluruh permukaan bumi, namun akibat adanya aliran panas yang mengalir di dalam astenofer menyebabkan kerakbumi ini pecah menjadi beberapa bagian yang lebih kecil yang disebut lempeng kerakbumi. Dengan demikian lempeng dapat terdiri dari kerak benua, kerak samudera atau keduanya. Arus konvensi tersebut merupakan sumber kekuatan utama yang menyebabkan terjadinya pergerakan lempeng.

Lempeng-lempeng yang saling berinteraksi (bergerak) tersebut terbagi menjadi 3 (tiga) mekanisme, yaitu:

• Saling mendekat (konvergen)

Pergerakan lempeng saling mendekati akan menyebabkan tumbukan dimana salah satu dari lempeng akan menunjam ke bawah yang lain. Daerah penunjaman membentuk suatu palung yang dalam, yang biasanya merupakan jalur gempa bumi yang kuat. Dibelakang jalur penunjaman akan terbentuk rangkaian kegiatan magmatik dan gunungapi serta berbagai cekungan pengendapan. Salah satu contohnya terjadi di Indonesia, pertemuan antara lempeng Indo-Australia dan Lempeng Eurasia menghasilkan jalur penunjaman di selatan Pulau Jawa dan jalur gunung api Sumatera, Jawa dan Nusatenggara dan berbagai cekungan seperti Cekungan Sumatera Utara, Sumatera Tengah, Sumatera Selatan dan Cekungan Jawa Utara.

• Saling menjauh (divergen)

Pergerakan lempeng saling menjauh akan menyebabkan penipisan dan peregangan kerakbumi dan akhirnya terjadi pengeluaran material baru dari

(5)

Bab II Tinjauan Pustaka II- 5 mantel membentuk jalur magmatik atau gunungapi. Contoh pembentukan gunungapi di Pematang Tengah Samudera di Lautan Pasific dan Benua Afrika. • Saling berpapasan (Transform)

Pergerakan saling berpapasan dicirikan oleh adanya sesar mendatar yang besar seperti misalnya Sesar Besar San Andreas di Amerika.

Gambar 2. 3 Ilustrasi Interaksi Lempeng Tektonik (Wikipedia 2007)

(6)

Bab II Tinjauan Pustaka II- 6 Gempa bumi yang terjadi di Indonesia terbagi menjadi beberapa zona, yaitu; zona subduksi, zona transformasi, dan zona difusi

2.2.2 Zona Gempa Subduksi

Zona subduksi terjadi ketika suatu lempeng bertabrakan dengan lempeng yang lain, dan menujamnya lempeng yang satu tersebut ke bawah lempeng yang lain. Yang termasuk pada salah satu zona subduksi yaitu Lempeng Indo-Australia yang menunjam ke bawah Lempeng Eurasia (Eropa dan Asia). Di Indonesia terlihat di sepanjang pesisir selatan Sumatra, Jawa, Bali, Nusa Tenggata,Timor, Kepulauan Maluku .

Zona gempa subduksi menurut Crouse (1992) terbagi menjadi 2, yaitu: 1. Zona Megathrust/interface

Zona ini merupakan zona subduksi yang terjadi di sepanjang daerah awal dari penujaman lempeng tektonik

2. Zona Benioff/Interslab

Zona benioff merupakan kelanjutan dari megathrust yang menujam lebih curam mulai dari batas bawah megathrust sampai kedalaman tertentu.

Oceanic / Continental

(7)

Bab II Tinjauan Pustaka II- 7 Oceanic / Oceanic

Gambar 2. 5 Ilustrasi Zona Gempa Subduksi (Wikipedia 2007)

2.2.3 Zona Gempa Transformasi

Zona gempa transformasi terjadi karena gempa kerak dangkal. Gempa kerak dangkal (shallow crustal fault) adalah gempa bumi yang terjadi akibat tekanan yang disebabkan pergerakan lempeng-lempeng patahan melebihi kekuatan batuan. Kedalaman titik gempa pada gempa kerak dangkal ini biasanya tergolong ke dalam gempa dangkal. Bidang patahan ini biasanya tidak beraturan tergantung pada jenis batuan dengan berbagai macam sifat fisiknya.

Gambar 2. 6 Ilustrasi Patahan/Fault (www.usgs.gov; 2007)

2.2.4 Zona Gempa Difusi

Zona gempa difusi terjadi karena kejadian gempa yang titik epicenternya menyebar. Zona gempa difusi tidak termasuk zona gempa subduksi maupun zona gempa transformasi.

(8)

Bab II Tinjauan Pustaka II- 8 2.3 TATANAN TEKTONIK INDONESIA

Sopaheluwakan (1999) mengemukakan bahwa sebenarnya tektonik Indonesia hanya dikontrol dua masa kontinen besar, yaitu lempeng Eurasia di sebelah barat dan lempeng Asia di sebelah timur. Di bagian tengah terjadi dinamika lempeng mikro Tersier. Dalam prespektif basement geology produk dinamika itu berupa tiga tipe orogen utama di Indonesia, yaitu orogen tipe Sunda, tipe Makassar dan tipe Banda. Tipe Sunda, berupa orogen berumur Mesozoikum Akhir memanjang dari Meratus sampai Karangsambung, serta orogen berumur Neogen membujur sepanjang Sumatera, Jawa dan Nusa Tenggara. Tipe Makassar, terletak di bagian luar orogen Meratus – Karangsambung merupakan hasil subduksi dan obduksi lengan timur Sulawesi dengan beberapa mikro kontinen yang didorong ke arah Sulawesi. Tipe Banda yang mencirikan hasil perulangan tumbukan obduksi.

Simanjuntak (2000) memperjelas keberadaan jalur-jalur orogen Neogen di Indonesia sebagai model struktur yang bisa diterapkan untuk menjelaskan fenomena jalur orogen di kawasan lain. Terdapat tujuh jalur orogen di Indonesia, yaitu jalur-jalur orogen: Sunda, Barisan, Talaud, Sulawesi, Banda, Melanisia dan Dayak. Orogen Sunda di Jawa dan Nusa Tenggara, sebagai produk konvergen normal seperti jalur orogen tipe Andean. Orogen Barisan di Sumatera, berasosiasi dengan konvergen miring dan sesar mendatar geser kanan. Orogen Talaud di Maluku Utara yang merupakan tipe hasil bentukan penunjaman kopel busur ganda dengan sesar mendatar geser kiri. Orogen Sulawesi merupakan bentuk penunjaman kontinen mikro dengan sistem subduksi dan sesar mendatar geser kiri. Orogen Banda merupakan hasil penunjaman busur kontinen antara Australia dan sistem subduksi bagian selatan busur Banda. Orogen Melanisia di Papua dicirikan oleh pertemuan konvergen miring (oblique) kopel dengan pergerakan pelan. Orogen Dayak di Borneo dibentuk oleh proses tektonik ekstensional yang menghasilkan hot spots.

2.3.1 Perkembangan Tatanan Teknonik Indonesia

Pada 50 juta tahun yang lalu (Awal Eosen), setelah benua kecil India bertubrukan dengan Himalaya, ujung tenggara benua Eurasia tersesarkan lebih jauh ke arah tenggara dan membentuk kawasan Indonesia bagian barat. Saat itu kawasan Indonesia bagian timur masih berupa laut (laut Filipina dan Samudra Pasifik). Lajur penunjaman yang bergiat sejak akhir Mesozoikum di sebelah barat Sumatera, menyambung ke

(9)

Bab II Tinjauan Pustaka II- 9 selatan Jawa dan melingkar ke tenggara - timur Kalimantan - Sulawesi Barat, mulai melemah pada Paleosen dan berhenti pada kala Eosen. Pada 45 juta tahun lalu. Lengan Utara Sulawesi terbentuk bersamaan dengan jalur Ofiolit Jamboles. Sedangkan jalur Ofiolit Sulawesi Timur masih berada di belahan selatan bumi. Pada 20 juta tahun lalu benua-benua mikro bertubrukan dengan jalur Ofiloit Sulawesi Timur, dan Laut Maluku terbentuk sebagai bagian dari Lut pilipina. Laut Cina Selatan mulai membuka dan jalur tunjaman di utara Serawak - Sabah mulai aktif. Pada 10 juta tahun lalu, benua mikro Tukang Besi - Buton bertubrukan dengan jalur Ofiolit di Sulawesi Tenggara, tunjaman ganda terjadi di kawasan Laut Maluku, dan Laut Serawak terbentuk di Utara Kalimantan. Pada 5 juta tahun lalu, benua mikro Banggai-Sula bertubrukan dengan jalur ofiolit Banggai-Sulawesi Timur, dan mulai aktif tunjangan miring di utara Irian Jaya-Papua Nugini.

Indonesia 50 juta tahun yang lalu Indonesia 40 juta tahun yang lalu

(10)

Bab II Tinjauan Pustaka II- 10

Indonesia 10 juta tahun yang lalu Indonesia sekarang

Gambar 2. 7 Peta Perkembangan Tektonik Indonesia (www.usgs.gov; 2007)

2.4 PRODUK TUMBUKAN LEMPENG INDONESIA

Berdasarkan pengukuran Very-long Baseline Interferometry, VLBI (Pratt, 2001) diketahui bahwa saat ini lempeng samudera Indo-australia, yang bergeser ke barat-laut dengan kecepatan rata-rata 5,5-7 cm/tahun; lempeng samudera Pasifik yang bergeser ke barat-lautdengan kecepatan rata-rata lebih dari 7 cm/tahun dan lempeng benua asia Tenggara yang bergeser kea rah barat daya dengan kecepatan rata-rata 2,6 samapi 4,1 cm/tahun.

• Busur Sunda

Sistem penunjaman Sunda berawal dari sebelah barat Sumba, ke Bali, Jawa, dan Sumatera sepanjang 3.700 km, serta berlanjut ke Andaman-Nicobar dan Burma. Busur ini menunjukkan morfologi berupa palung, punggungan muka busur, cekungan muka busur, dan busur vulkanik. Arah penunjaman menunjukkan beberapa variasi, yaitu relatif menunjam tegak lurus di Sumba dan Jawa serta menunjam miring di sepanjang Sumatera, kepulauan Andaman dan Burma. Kemiringan ini terjadi karena adanya perbedaan arah gerak dengan arah tunjaman yang tidak 90o. Sistem penunjaman Sunda ini merupakan tipe busur tepi kontinen

sekaligus busur kepulauan, yang berlangsung selama Kenozoikum Tengah – Akhir (Katili, 1989; Hamilton, 1989)

Menurut Hamilton (1989) Palung Sunda bukan menunjukkan batas litosfer samudera India, tetapi merupakan salah satu jejak sistem penunjaman busur

(11)

Bab II Tinjauan Pustaka II- 11 Sunda. Penunjaman mempunyai kemiringan sekitar 7°. Sedimen dalam palung terdiri dari sedimen klastik turbidit longitudinal, serta menunjukkan pembentuk lantai samudera dan asal turbidit. Sedimen klastik tersebut terutama berasal dari Sungai Gangga dan Brahmaputra di India, yang berjarak 3.000 km dari palung. Kerangka tektonik utama antara Jawa dan Sumatera secara umum dipotong oleh selat Sunda yang dianggap sebagai zona diskontinyuitas. Selat Sunda adalah unsur utama pemisah propinsi Jawa dan Sumatera busur Sunda. Selat ini diasumsikan batas sebagai batas tenggara lempeng Burma. Namun apabila dicermati dari data geofisika tang ada, batas Jawa dan Sumatera terletak di sekitar Banten dan Jawa Barat.

• Sesar Sumatera

Pulau Sumatera tersusun atas dua bagian utama, sebelah barat didominasi oleh keberadaan lempeng samudera, sedang sebelah timur didominasi oleh keberadaan lempeng benua. Berdasarkan gaya gravitasi, magnetisme dan seismik ketebalan lempeng samudera sekitar 20 kilometer, dan ketebalan lempeng benua sekitar 40 kilometer (Hamilton, 1979).

Sejarah tektonik Pulau Sumatera berhubungan erat dengan dimulainya peristiwa pertumbukan antara lempeng India-Australia dan Asia Tenggara, sekitar 45,6 juta tahun lalu, yang mengakibatkan rangkaian perubahan sistematis dari pergerakan relatif lempeng-lempeng disertai dengan perubahan kecepatan relatif antar lempengnya berikut kegiatan ekstrusi yang terjadi padanya. Gerak lempeng India-Australia yang semula mempunyai kecepatan 86 milimeter / tahun menurun secara drastis menjadi 40 milimeter/tahun karena terjadi proses tumbukan tersebut. Penurunan kecepatan terus terjadi sehingga tinggal 30 milimeter/tahun pada awal proses konfigurasi tektonik yang baru (Char-shin Liu et al, 1983 dalam Natawidjaja, 1994). Setelah itu kecepatan mengalami kenaikan yang mencolok sampai sekitar 76 milimeter/tahun (Sieh, 1993 dalam Natawidjaja, 1994). Proses tumbukan ini, menurut teori “indentasi” pada akhirnya mengakibatkan terbentuknya banyak sistem sesar geser di bagian sebelah timur India, untuk mengakomodasikan perpindahan massa secara tektonik (Tapponier dkk, 1982).

(12)

Bab II Tinjauan Pustaka II- 12 Keadaan Pulau Sumatera menunjukkan bahwa kemiringan penunjaman, punggungan busur muka dan cekungan busur muka telah terfragmentasi akibat proses yang terjadi. Kenyataan menunjukkan bahwa adanya transtensi (trans-tension) Paleosoikum tektonik Sumatera menjadikan tatanan tektonik Sumatera menunjukkan adanya tiga bagian pola (Sieh, 2000).

• Tektonik Indonesia Barat dan Timur

Pembahasan tatanan teknonik Indonesia menggunakan pendekatan tektonik lempeng telah lama dilakukan. Aplikasi teori ini untuk menerangkan gejala geologi regional di Indonesia dilakukan oleh Hamilton (1970, 1973, 1978), Dickinson (1971), dan Katili (1975, 1978, 1980). Secara setempat-setempat Audley-Charles (1974) menerapkan teori ini untuk menjelaskan gejala geologi kawasan Pulau Timor, Rab Sukamto (1975) dan Simanjuntak (1986) menerapkannya untuk memahami keruwetan Sulawesi. Sartono (1990) mengemukakan bahwa tatanan tektonik Indoenesia selama Neogen yang dipengaruhi oleh tatanan geosinklin pasca Larami. Busur-busur geosiklin ini merupakan zona akibat proses tumbukan kerak benua dan samudra. Kerak benua yang bekerja pada waktu itu terdiri dari kerak benua Australia, kerak benua Cina bagian selatan, benua mikro Sunda, kerak samudra Pasifik, dan kerak samudra Sunda. Tumbukan Larami tersebut membentuk busur-busur geosinklin Sunda, Banda, Kalimantan utara dan Halmahera-Papua. Peta anomali gaya berat dapat menunjukkan dengan baik pola hasil tektonik ini.

Tatanan tektonik Indonesia bagian barat menunjukkan pola yang relatif lebih sederhana dibanding Indonesia timur. Kesederhanaan tatanan tektonik tersebut dipengaruhi oleh keberadaan Paparan Sunda yang relatif stabil. Pergerakan dinamis menyolok hanya terjadi pada perputaran Kalimantan serta peregangan selat Makassar. Hal ini terlihat pada pola sebaran jalur subduksi Indonesia Barat (Katili dan Hartono, 1983, dan Katili, 1986; dalam Katili 1989). Sementara keberadaan benua mikro yang dinamis karena dipisahkan oleh banyak sistem sesar (Katili, 1973 dan Pigram dkk., 1984 dalam Sartono, 1990) sangat mempengaruhi bentuk kerumitan tektonik Indonesia bagian timur.

(13)

Bab II Tinjauan Pustaka II- 13 Gambar 2. 8 Tatanan Tektonik Indonesia (www.usgs.gov; 2007)

Gambar 2. 9 Tatanan Tektonik Indonesia (Bolt, 1999)

2.5 AKTIVITAS KEGEMPAAN INDONESIA

Indonesia berada pada wilayah yang memiliki aktivitas kegempaan yang tinggi. Aktivitas kegempaan Indonesia dapat dilihat dari sebaran episenter (yang telah dilakukan analisis dependency) pada gambar 2.9 sebagai berikut:

(14)

Bab II Tinjauan Pustaka II- 14 Gambar 2. 10 Aktivitas Kegempaan Indonesia Bagian Timur 1899-2006

(Hasil Analisis)

2.6 PERAMBATAN GELOMBANG GEMPA KE BATUAN DASAR

Gelombang gempa (seismic wave) yang dihasilkan pada saat terjadi gempa terdiri atas: gelombang badan (body waves) dan gelombang permukaan (surface waves). Gelombang badan terdiri atas : p-waves((compression) yang arah perpindahan partikelnya searah dengan arah perambatan gelombang (gelombang longitudinal) dan s- waves (shear/geser) yang arah perpindahan partkelnya tegak lurus terhadap arah perambatan gelombang (gelombang transversal). S-waves ini dapat mengakibatkan terjadinya deformasi geser pada material atau media perambatnya.. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar berikut ini:

(15)

Bab II Tinjauan Pustaka II- 15 Gelombang permukaan terdiri atas Rayleigh-waves dan Love-Waves. Rayleigh-waves terjadi akibat adanya interaksi antara p-waves dan s-waves vertical dengan permukaan bumi. Sehingga hasil interaksi ini megakibatkan adnya perpindahan partikel dalam arah vertical dan horizontal (searh rambatan gelombang). Love-waves terjadi akibat adanya interaksi antara s-waves horizontal dan permukaan tanah. Perpindahan partikel aakibat Love-waves hanya ada pada arah horizontal saja.

Gambar 2. 11 Perambatan Gelombang Badan (www.usgs.gov; 2007)

(16)

Bab II Tinjauan Pustaka II- 16 Dari semua jenis gelombang yang telah disebutkan sebelumnya, gelombang P mempunyai cepat rambat yang paling tinggi namun mengandung energi yang paling rendah. Gelombang Rayleigh mengandung energi terbesar yaitu kurang lebih 67% dari total energi.

2.7 UKURAN GEMPA

Besaran yang digunakan untuk menukur sutu gempa ada 2 (dua) yaitu intensitas dan magnitude.

2.7.1 Intensitas Gempa

Intensitas gempa merupakan ukuran gempa yang pertama kali sebelum manusia dapat mengukur “besarnya” gempa bumi denga alat. Ukuran ini dapat diketahui dengan cara melakukan pengamatan pada kejadian gempa di suatu lokasi. Ukuran ini bersifat subjektif, karena :

1. Bergantung pada jarak epicenter sampai tempat terjadinya kerusakan. 2. Bergantung pada keadaan geologi setempat.

3. Bergantung pada macam dan mutu dari bangunan-bangunan setempat.

4. Pengamatan manusia sangat dipengaruhi oleh keadaan panik akibat kekacauan dan kekagetan yang biasanya terjadi pada suatu gempa.

Beberapa para ahli menciptakan beberapa tingkatan dalam ukuran intensitas ini. Diantanyanya, yaitu:

• Modified Mercalli Intensity (MMI), dibuat berdasarkan pengamatan efek gempa yang terjadi di Amerika Utara dan terdapat 12 tingkatan

• Japan Meteorological Agency Scale (JMA), dibuat berdasarkan pengamatan gempa di Jepang, terdapat 8 tingkatan.

• Ross-Forel Scale (RF) dan Mercalli-Cancani- Sieberg Scale, dibuat berdasarkan pengamatan gempa di negara-negara Eropa Barat.

• Medvedev-Spoonheuer-Karnik Scale (MSK), dibuat berdasarkan gempa-gempa di Russia dan dipakai di negara-negara Eropa Tengah dan Eropa Timur.

(17)

Bab II Tinjauan Pustaka II- 17 Salah satu ukuran Intensitas gempa adalah Skala Mercalli. Skala Mercalli mengukur kekuatan gempa bumi melalui tahap kerosakan yang berlaku disebabkan oleh gempa bumi itu. Skala Intensiti Mercalli:

I Tidak terasa

II Terasa oleh orang yang berada di bangunan tinggi III Getaran dirasakan seperti ada lori yang berat melintas.

IV Getaran dirasakan seperti ada benda berat yang melanggar dinding rumah, benda tergantung bergoyang.

V Dapat dirasakan di luar rumah, hiasan dinding bergerak, benda kecil di atas rak mampu jatuh.

VI Terasa oleh hampir semua orang, dinding rumah rosak.

VII Dinding pagar yang tidak kuat pecah, orang tidak dapat berjalan/berdiri. VIII Bangunan yang tidak kuat akan mengalami kerosakan.

IX Bangunan yang tidak kuat akan mengalami kerosakan teruk. X Jembatan, empangan dan tangga rosak, terjadi tanah runtuh. XI Rel kereta api musnah.

XII Seluruh bangunan hancur dan hancur lebur. 2.7.2 Magnitude Gempa

Magnitudo gempa adalah parameter gempa yang berhubungan dengan besarnya kekuatan gempa di sumbernya. Jadi pengukuran magnitudo yang dilakukan di tempat yang berbeda, harus menghasilkan harga yang sama walaupun gempa yang dirasakan di tempat-tempat tersebut tentu berbeda. Skala magnitude gempa pertama kali diperkenalkan oleh Charles F.Richter pada 1935 untuk gempa bumi lokal di California Selatan. Pada saat ini, para ahli menggunakan beberapa skala magnitude gempa yang lain selain skala Richter.Berikut ini akan dipaparkan satu-persatu tentang skala magnitude yang ada:

1. Richter Local Magnitude

Pengukuran dengan menggunakan seismometer Wood-Anderson yang biasanya dilakukan untuk gempa dangkal dan jarak epicenter kurang dari 600 km. Besaran ini disimbolkan dengan ML. Alat ini tidak membedakan jenis

(18)

Bab II Tinjauan Pustaka II- 18 2. Surface wave Magnitude

Skala magnitude yang lain mulai dikembangkan berdasarkan amplitude gelombang tertentu yang dihasilkan akibat adanya gempa. Pada jarak episenter tertentu yang dihasilkan akibat adanya gempa. Pada jarak episenter yang besar, gelombang badan (body waves) biasanya mengalami pelemahan dan menyebar sehingga menghasilkan gerakan atau motion yang didominasi oleh gelombang permukaan (surface waves). Magnitude gelombang permukaaan (Gutenberg and Richter, 1936) didapat berdasarkan amplitudo perpindahan tanah maksimum akibat gelombang permukaan Rayleigh dengan periode 20 detik. Besaran ini disimbolkan dengan MS. Magnitude gelombang permukaan

didapat melalui persamaan sebagai berikut:

MS = log A + 1.66 log D + 2 (2.1)

Dimana:

A = Amplitudo (perpindahan tanah maksimum) dalam mikrometer D = Jarak episenter terhadap seismometer

Magnitude gelombang permukaan ini biasanya digunkan untuk mendeskripsikan besarnya gempa dangkal (kedalaman fokus kurang dari 70 km), gempa jarak menengah sampai jauh (lebih dari 1000 km).

3. Body Wave Magnitude

Untuk gempa dengan kedalaman fokus yang dalam, gelombang permukaan memberikan hasil yang lebih kecil daripada yang disyaratkan untuk melakukan pengukuran dengan magnitude gelombang permukaan. Magnitude gelombang badan (Guttenberg, 1945) merupakan skala magnitude yang didasarkan pada amplitudo beberapa cycles pertama dari gelombang P, dimana tidak terlalu dipengaruhi oleh kedalaman fokus (Bolt, 1989). Besaran ini disimbolkan dengan Mb.

Mb = log A – log T + 0.01 D + 5.9 (2.2)

Dimana:

A = amplitdo (dalam mikrometer) T = periode dari gelombang P

(19)

Bab II Tinjauan Pustaka II- 19 4. Moment Magnitude

Untuk gempa yang sangat besar, suatu skala magnitude yang tidak hanya bergantung pada tingkat goncangan tanah (ground shaking level) akan lebih baik. Skala magnitude tersebut ialah magnitude momen (Kanamori, 1977; Hanks and Kanamori, 1979), yang didasarkan pada momen gempa (seismic moment), dimana merupakan pengukuran langsung dari faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya keruntuhan di sepanjang patahan. Magnituda ini disimbolkan dengan MW. Magnitude momen ini didapat dari persamaan

berikut:

MW = (log Mo / 1.5) – 10.7 (2.3)

Dimana: Mo adalah seismic moment (dalam dyne-cm) dan diberikan oleh

persamaan:

Mo= µ A D (2.4)

Dimana:

µ = kekuatan runtuh material sepanjang patahan A = area keruntuhan

D = nilai rata-rata pergerakan lempeng

Magnitude Richter (ML) bersifat lokal karena digunakan hanya pada jarak episenter

maksimal 600 km sehingga memiliki keterbatasan jarak. Magnitude Richter (ML),

magnitude badan (Mb) dan magnitude permukaan (MS) memiliki nilai batasan

dikarenakan pada suatu nilai magnitude yang terlalu besar, besaran-besaran ini tidak memiliki nilai sensitivitas tidak akurat lagi. ML dan Mb memiliki nilai batasan pada

magnitude 6 sampai 7, sedangkan Ms memiliki nilai batasan pada magnitude 8. Untuk menggambarkan magnitude gempa yang lebih besar maka digunakan skala momen magnitude MW.Dalam perkembangan zaman, lebih sering digunakan skala MW

dikarenakan tidak memiliki batasan dan lebih stabil dibandingkan skala magnitude yang lainnya. Keempat skala magnitude tersebut memiliki hubungan yang dapat digambarkan sebagai berikut:

(20)

Bab II Tinjauan Pustaka II- 20 Gambar 2. 13 Hubungan Skala Magnitude (Campbell, K.W,1985)

2.8 FUNGSI ATENUASI

Fungsi atenuasi merupakan hal yang sangat penting dalam analisis resiko gempa dengan metode probabilitas. Fungsi atenuasi dapat digambarkan sebagai suatu proses peluruhan atau pelemahan dari kekuatan gempa yang terjadi dengan magnitude M danjarak M dri suatu lokasi yang ditinjau terhadap pusat gempa.Fungsi atenuasi diturunkan berdasarkan data rekaman kejadian gempa. Ada banyak macam fungsi atenuasi yang dikemukakan oleh para ahli. Pemilihan fungsi harus disesuaikan dengan kondisi tektoniknya (mialnya zona subduksi atau shallow crustal). Selain itu, harus diperhatikan standar error dari masing-masing fungsi atenuasi. Fungsi dengan standar error terkecil adalah yang terbaik.

Untuk gempa-gempa yang terjadi pada zona subduksi beberapa fungsi atenuasi yang sudah dikenal antara lain adalah:

1. Woodward – Clyde (1982)

Ln (PGA) = 5.347 + 0.5 M – 0.85 ln (R + 0.864 e0.463M). (2.5) R = jarak terdekat ke sumber (km)

Gambar

Gambar 2. 1 Ilustrasi Pusat Gempa Dalam Tanah Atau Batuan (www.usgs.gov;
Gambar 2. 2 Struktur Lapisan Dalam Bumi (Encarta 2006)
Gambar 2. 3 Ilustrasi Interaksi Lempeng Tektonik (Wikipedia 2007)
Gambar 2. 5 Ilustrasi Zona Gempa Subduksi (Wikipedia 2007)
+4

Referensi

Dokumen terkait

Pelepasan energi ini diakibatkan karena adanya deformasi lempeng tektonik yang terjadi pada kerak bumi (Hartuti, 2009). Gempa yang terjadi selalu diiringi dengan

deformasi lateral akibat gempa sehingga kerusakan struktur dapat dihindari. Pemasangan dinding geser pada struktur utama sebaiknya

Pada analisis menggunakan Software struktur SAP2000 rekaman gempa yang sudah dicocokkan (Matching) dengan respons spektrum akan dilakukan peningkatan Aog (percepatan

Gempa bumi tahun 2000 diestimasikan hampir keseluruhan daerah Gading Cempaka dan Ratu Agung berpotensi mengalami goncangan akibat gelombang dan getaran akibat

Jenis gempa vulkanik ini memiliki gelombang P dan S yang terlihat jelas perbedaannya, dengan frekuensi 5-8 Hz dan biasanya terjadi pada awal erupsi dengan hiposenter

sumbu dari struktur, bila terjadi gempa besar damper akan rusak dengan deformasi plastis. yang besar, struktur utama tetap elastis, walaupun keadaan struktur pasca gempa

Kerusakan akibat gempa bumi dapat lebih parah akibat goncangan tanah, yaitu proses yang terjadi pada lapisan batuan dengan ukuran butir halus dan jenuh air, proses tersebut

Homoseista adalah garis pada peta yang menghubungkan tempat-tempat di permukaan bumi yang mencatat getaran gempa bumi pertama dalam waktu yang