• Tidak ada hasil yang ditemukan

LeaD BUKU SAKU PANDUAN HR MENGENAI HUKUM KETENAGAKERJAAN. Partner For Your Solution I. SISTEM PENGUPAHAN DAN PERLINDUNGAN UPAH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "LeaD BUKU SAKU PANDUAN HR MENGENAI HUKUM KETENAGAKERJAAN. Partner For Your Solution I. SISTEM PENGUPAHAN DAN PERLINDUNGAN UPAH"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

BUKU SAKU

PANDUAN HR

MENGENAI

HUKUM KETENAGAKERJAAN

I. SISTEM PENGUPAHAN DAN PERLINDUNGAN UPAH PENGANTAR

Hak pekerja/buruh ketika telah memberikan hasil dari kerjanya kepada pengusaha adalah upah. Besarnya upah ditentukan oleh banyak faktor antara lain status kerja, waktu lembur, tunjangan-tunjangan, UMP dan lain-lain. Selain diatur dalam UU 13/ 2003, persoalan pengupahan dan perlindungannya banyak diatur dalam surat Edaran Menaker, Peraturan Mentri, Peraturan Pemerintah dan Keputusan Menaker. Tujuannya agar ada peraturan yang cukup jelas mengenai pengupahan terutama penghitungan upah. Harapannya buruh-pun tahu upah semestinya didapat.

Beberapa pengertian

 Upah adalah : hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada buruh yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan atau peraturan perundang-undangan termasuk tunjangan bagi buruh dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan/atau jasa yang telah atau akan dilakukan (pasal 1 angka (30) UU 13/2003)

 Kebijakan pengupahan yang melindungi buruh (untuk memenuhi penghidupan yang layak pasal 88 ayat (3) UU 13/2003) :

a. Upah minimum; b. Upah kerja lembur;

c. Upah tidak masuk kerja karena berhalangan;

d. Upah tidak masuk kerja karena melakukan kegiatan lain diluar pekerjaan; e. Upah karena menjalankan hak waktu istirahat kerjanya;

f. Hal-hal yang dapat diperhitungkan dengan upah; g. Struktur dan skala pengupahan yang proporsional;

h. Upah untuk pembayaran pesangon; upah untuk penghitungan pajak penghasilan

i. Bentuk dan cara pembayaran upah; j. Denda dan potongan upah.

 Pengaturan pengupahan ditetapkan atas kesepakatan pengusaha dan buruh/serikat buruh serta tidak boleh lebih rendah dari ketentuan pengupahan yang ditetapkan peraturan perundang-undangan yang berlaku (pasal 91 ayat (1) UU 13/2003).

 upah tidak dibayar apabila buruh tidak melakukan pekerjaan kecuali (pasal 93 ayat (1),(2) & (4) UU 13/2003)

a. pekerja/buruh sakit sehingga tidak dapat melakukan pekerjaan .

b. Pekerja/buruh perempuan yang sakit pada hari pertama dan kedua masa haidnya sehingga tidak dapat melakukan pekerjaan.

c. Pekerja/buruh tidak masuk bekerja karena :

o pekerja/buruh menikah (dibayar untuk selama 3 hari) ; o menikahkan anaknya (dibayar untuk selama 2 hari) ; o menghitankan anaknya (dibayar untuk selama 2 hari) ; o membaptiskan anaknya (dibayar untuk selama 2 hari) ;

o istri melahirkan atau gugur kandungan (dibayar untuk selama 2 hari) ;

o suami/istri/anak/menantu/orang tua/mertua atau anggota keluarga dalam satu rumah

(2)

d. buruh tidak dapat melakukan pekerjaannya karena sedang menjalankan kewajiban terhadap Negara (pasal 6 PP 8/1981 Tentang Perlindungan Upah)

 Pengusaha wajib membayar upah jika dalam menjalankan kewajiban Negara tersebut buruh tidak mendapat upah atau tunjangan lainnya dari pemerintah tapi tidak melebihi 1 tahun.  Pengusaha wajib membayar kekurangan upah kepada buruh bilamana jumlah upah yang

diperoleh dari pemerintah kurang dari upah yang biasa diterima dari perusahaan yang bersangkutan tetapi tidak melebihi 1 tahun.

 Pengusaha tidak diwajibkan membayar upah kepada buruh bilamana buruh tersebut telah memperoleh upah serta tunjangan lainnya yang besarnya sama atau lebih dari upah yang biasa diterima dari perusahaan yang bersangkutan.

 buruh tidak dapat melakukan pekerjaannya karena menjalankan ibadah yang diperintahkan agamanya (tidak melebihi dari 3 bulan)

e. Pekerja/buruh bersedia melakukan pekerjaan yang telah di janjikan tetapi pengusaha tidak mempekerjakannya baik karena kesalahan sendiri maupun halangan yang seharusnya dapat dihindari pengusaha

f. Pekerja/buruh melaksanakan hak istirahat

g. Pekerja/buruh melaksanakan tugas serikat buruh atas persetujan pengusaha h. Pekerja/buruh melaksanakan tugas pendidikan dari perusahaan.

i. Upah yang dibayarkan bagi pekerja/buruh bagi buruh yang sakit (pasal 93 UU 13/2003) : Untuk 4 bulan pertama dibayar 100% dari upah

◦ Untuk 4 bulan kedua dibayar 75% dari upah ◦ Untuk 4 bulan ketiga dibayar 50% dari upah

◦ Untuk bulan selanjutnya dibayar 25% dari upah sebelum pemutusan hubungan kerja dilakukan oleh pengusaha.

Komponen upah terdiri dari (SE Menaker No. SE-07/Men/1990):

a. Upah pokok adalah : imbalan dasar yang dibayarkan kepada pekerja menurut tingkat atau jenis

pekerjaan yang besarnya ditetapkan berdasarkan kesepakatan.

b. Tunjangan tetap adalah : suatu pembayaran yang teratur berkaitan dengan pekerjaan yang diberikan secara tetap kepada pekerja dan keluarganya serta dibayarkan dalam satuan waktu yang sama dengan pembayaran upah pokok seperti tunjangan istri, tunjangan anak, tunjangan perumahan, tunjangan kematian, tunjangan jabatan, tunjangan keahlian dan lain-lain. Tunjangan makan dan tunjangan transport dapat dimasukan dalam komponen tunjangan tetap apabila pemberian tunjangan tersebut tidak dikaitkan dengan kehadiran dan diterima secara tetap oleh pekerja menurut satuan waktu, harian atau bulanan.

c. Tunjangan tidak tetap adalah : suatu pembayaran yang secara langsung maupun tidak langsung berkaitan dengan pekerja yang diberikan secara tidak tetap untuk pekerja dan keluarganya serta dibayarkan menurut satuan waktu yang tidak sama dengan waktu pembayaran upah pokok seperti tunjangan transport yang didasarkan pada kehadiran.

 Dalam hal komponen upah terdiri dari upah pokok dan tunjangan tetap maka besarnya upah pokok sedikit-dikitnya 75% dari jumlah upah pokok dan tunjangan tetap (pasal 94 UU 13/2003).  Pendapatan non upah (SE Menaker No.SE-07/Men/1990):

o Fasilitas .

Adalah kenikmatan dalam bentuk nyata yang diberikan perusahaan oleh karena hal-hal yang bersipat khusus atau untuk meningkatkan kesejahtraan pekerja seperti fasilitas kendaraan

(antar jemput atau lainnya), pemberian makan secara Cuma-Cuma, sarana ibadah atau penitipan bayi, koperasi, kanti dan lain-lain.

o Bonus.

Adalah bukan merupakan bagian dari upah melainkan pembayaran yang diterima pekerja dari hasil keuntungan perusahaan atau karena pekerja menghasilkan hasil kerja lebih besar dari target produksi yang normal atau karena peningkatan produktivitas, besarnya pembagian bonus diatur berdasarkan kesepakatan.

o Tunjangan Hari Raya (THR), gratifikasi dan pembagian keuntungan lainnya.

 Dasar penghitungan upah perhari :

o System kerja borongan upah rata-rata sebulan serendah-rendahnya sebesar upah minimum

diperusahaan yang bersangkutan (pasal 14 ayat (1) Kepmen No. 226/Men/2000).

o Sistem kerja harian lepas ditetapkan secara upah bulanan yang dibayarkan berdasarkan jumlah

hari kehadiran dengan perhitungan upah sehari (pasal 14 ayat (2) Kepmen NO. 226/Men/2000)

a. Untuk waktu kerja 5 hari/minggu = upah bulanan dibayar 21 hari b. Untuk waktu kerja 6 hari/minggu = upah bulanan dibagi 25 hari

Status

Pekerjaan Rumus

Harian 3/20 x upah/hari Bulanan 1/173 x upah/bulan

Borongan 1/7 x upah rata-rata perhari

Catatan :

o 3 didapat dari 6 hari kerja 20 40 jam/minggu

Jika disederhanakan menjadi 3 (sama-sama dibagi 2) 20

o 173 didapat dari 1 tahun = 52 minggu x 40 jam/minggu dibagi 12 bulan.

o Upah rata-rata per hari = upah yang diparoleh 3 bulan terakhir dibagi 3.  Dasar penghitungan upah lembur (Kepmen No. kep-72/Men/1984): Contoh penghitungan upah lembur :

a. Upah lembur buruh harian.

Misal : upah per hari (6 hari/minggu) = 550. 750 : 25 hari = Rp 22.030,- upah perjam = 3/20 x 22.030 Rp =

Upah lembur pada hari biasa :

Jam lembur I = 1,5 x Rp 3.305,- = Rp 4.960,

Upah lembur pada hari minggu/hari besar resmi.

7 atau 5 jam I = 7jam x 2 x Rp 3.200,- = Rp 44.800,- (1 hari) Jam ke 8 atau ke 6 (jam lembur I) = 3 x Rp 3.200,- = Rp

(3)

9.600,-Jam ke 9 atau ke 7 (jam lembur ke II) = 4 x Rp 3.200,- = Rp

12.800,-b. Upah lembur buruh borongan.

Misal = upah rata-rata perhari (6 hari/minggu) = 550.750 : 25 = Rp

22.030,-Upah perjamnya = 1/7 x Rp 22.030,- (perhitungan upah lemburnya disesuaikan sama dengan upah lembur harian dan bulanan)

 Pada hari libur resmi semua pekerja yang bekerja pada perusahaan berhak mendapat istirahat dengan upah sebagaimana biasa diterima tanpa membedakan status buruh (pasal 1 Permen No.

Per-03/Men/1987 Tentang Upah Pekerja Pada Hari Libur Resmi).

UPAH MINIMUM (Kepmen No. 226/Men/2000 Tentang Perubahan pasal 1,2,3,4,8,11,20 dan 221 Permen No. Per-01/Men/1999 Tentang Upah Minimum)

 Adalah upah terendah yang terdiri dari upah pokok termasuk tunjangan tetap (pasal 1)

 Besarnya upah minimum diadakan peninjauan selambat-lambatnya 1 (satu) tahun sekali (pasal 4 Kepmen No. 226/Men/2000).

 UMR ditetapkan dengan mempertimbangkan (pasal 6 ayat (1)) :

a. Kebutuhan Hidup Minimum (KHM) b. Indeks Harga Konsumen (IHK)

c. Kemampuan, perkembangan dan kelangsungan perusahaan;

d. Upah pada umumnya yang berlaku didaerah tertentu dan antar daerah; e. Kondisi pasar kerja;

f. Tingkat perkembangan perekonomian dan pendapatan per kapita.

 Upah minimum hanya berlaku bagi pekerja yang mempunyai masa kerja kurang dari 1 (satu) tahun

(pasal 13 ayat (2)).

 Bagi pekerja yang berstatus tetap, tidak tetap dan dalam masa percobaan, upah kesepakatan tertulis dengan Serikat Buruh atau wakil buruh untuk jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan (pasal 2,3 dan 5 Kepmen 231/2003 Tentang Tata Cara Penangguhan Upah Minimum).

 Setelah berakhirnya ijin penangguhan maka pengusaha wajib melaksanakan ketentuan upah minimum yang baru (pasal 5 ayat (2) Kepmen 231/2003).

 Selama permohonan penangguhan masih dalam proses penyelesaian, pengusaha tetap membayar upah sebesar upah yang biasa diterima buruh (pasal 7 ayat (1) Kepmen 231/2003).

 Apabila pengusaha ditolak, maka upah sekurang-kurangnya sama dengan upah minimum yang berlaku terhitung mulai tanggal berlakunya ketentuan upah minimum yang baru (pasal 7 ayat (2) Kepmen 231/2003).

BUNGA ATAS UPAH (pasal 19 PP 8/1981 Tentang Perlindungan Upah) :

 Setiap keterlambatan membayar upah pekerja menurut waktu yang ditetapkan, pengusaha wajib memberikan tambahan upah (bunga) sesuai dengan Peraturan Pemerintah yaitu :

o Upah + 5% untuk tiap hari keterlambatan (mulai hari ke 4 sampai ke 8 terhitung dari hari dimana seharusnya upah dibayar).

o Ditambah lagi 1% /keterlambatan (sesudah hari ke 8) dengan ketentuan bahwa tambahan itu

untuk 1 bulan tidak boleh melebihi 50% dari upah yang seharusnya dibayarkan.

o Apabila masih belum dibayar (sesudah 1 bulan), pengusaha diwajibkan pula membayar bunga sebesar bunga yang ditetapkan oleh bank umtuk kredit perusahaan yang bersangkutan.

DENDA (pasal 20 ayat (1) dan ayat (3) PP 8/1981) :

 Denda karena suatu pelanggaran hanya dapat dilakukan terhadap pekerja jika diatur secara tegas dalam suatu perjanjian tertulis atau peraturan perusahaan. Pengusaha dilarang menuntut ganti rugi terhadap pekerja yang sudah dikenakan denda, pengusaha atau orang yang diberi wewenang untuk menjatuhkan denda darinya.

PEMOTONGAN UPAH (pasal 22 ayat (1) dan ayat (2) PP 8/1981) :

 Pemotongan upah untuk pihak ketiga hanya dapat dilakukan bilamana ada Surat Kuasa dari pekerja kecuali kewajiban pembayaran oleh pekerja terhadap Negara atau pembayaran iuran sosial, jaminan sosial.

GANTI RUGI (pasal 23 PP 8/1981) :

 permintaan ganti rugi akibat kerusakan barang atau kerugian yang lainnya baik milik pengusaha maupun pihak ketiga karena kesengajaan atau kelalaian pekerja harus diatur terlebih dahulu dalam suatu perjanjian tertulis atau peraturan perusahaan dengan ketentuan setiap bulannya tidak boleh melibihi 50% dari upah.

UPAH ADALAH HUTANG YANG HARUS DIDAHULUKAN (pasal 27 PP 8/1981) :

 Apabila pengusaha dinyatakan pailit maka upah pekerja merupakan hutang yang harus didahulukan.

DALUWARSA

Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No.100/PUU-X/2013 membatalkan tentang masa daluarsa pasal 30 PP 8/1981 dan pasal 96 UU 13/2003 sehingga tidak ada masa daluwarsa terkait dengan upah pekerja: Upah dan segala pembayaran yang timbul dari hubungan kerja tidak dapat hapus karena adanya lewat waktu tertentu....Upah dan segala pembayaran yang timbul dari hubungan kerja adalah merupakan hak milik pribadi dan tidak boleh diambil alih secara sewenang-wenang oleh siapapun, baik oleh perseorangan maupun melalui ketentuan perundang-undangan....

TUNJANGAN HARI RAYA (Permen No. 4/1994 Tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan Bagi Pekerja di Perusahaan) :

 Pengusaha wajib memberikan THR kepada pekerja yang telah mempunyai masa kerja 3 (tiga) bulan secara terus menerus atau lebih.

 Besarnya THR :

o Masa kerja 12 bulan secara terus menerus atau lebih = 1 (satu) bulan upah o Masa kerja 3 bulan secara terus menerus tetapi kurang dari 12 bulan =

Masa kerja x 1 (satu) bulan upah atau 12 UMR x masa kerja

12

 Upah satu bulan adalah upah pokok ditambah tunjangan-tunjangan tetap.

 Pembayaran THR wajib dibayarkan oleh pengusaha selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari sebelum Hari Raya Keagamaan.

 Pekerja yang putus hubungan kerjanya terhitung sejak waktu 30 (tiga puluh) hari sebelum jatuh tempo Hari Raya Keagamaan berhak atas THR kecuali bagi pekerja dalam hubungan kerja untuk waktu tertentu yang hubungan kerjanya berakhir sebelum jatu tempo Hari Raya Keagamaan.

(4)

 Dalam hal pekerja dipindahkan keperusahaan lain dengan masa kerja berlanjut maka pekerja berhak atas THR pada perusahaan yang baru

II. HUBUNGAN KERJA, WAKTU KERJA, ISTIRAHAT DAN WAKTU CUTI PENGANTAR

Hubungan kerja antara buruh dan pengusaha terjadi apabila kedua belah pihak sepakat untuk meningkatkan diri satu sama lain yang tertuang dalam perjanjian kerja. Hubungan kerja dalam peraturan perundang-undangan telah jelas diatur sedemikian rupa sehingga dalam pembuat perjanjian kerja, kedua belah pihak harus mengacu kepada peraturan yang berlaku. Demikian juga halnya dengan waktu kerja, waktu istirahat dan waktu cuti, sehingga buruh dan pengusaha mengetahui hak dan kewajibannya.

HUBUNGAN KERJA :

Adalah hubungan antara pengusaha dengan pekerja/buruh berdasarkan perjanjian kerja yang mempunyai unsur pekerjaan, upah dan perintah (pasal 1 UU 13/2003)

Perjanjian kerja adalah: perjanjian antara buruh dengan pengusaha/pemberi kerja yang memuat syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban para pihak (pasal 1 UU 13/2003).

Perjanjian kerja dibuat atas dasar (pasal 52 UU 13/2003) :

 Kesepakatan antara kedua belah pihak .

 Kemampuan atau kecakapan melakukan perbuatan hukum

 Adanya pekerjaan yang diperjanjikan.

 Pekerjaan yang diperjanjikan tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Maca-macam perjanjian kerja : 1. Menurut bentuknya

a. lisan/tidak tertulis (pasal 51 UU 13/2003)

 Perjanjian yang tidak dituangkan dalam bentuk tulisan dalam lembaran kertas

 Konsekuensinya : tidak dapat dipakai sebagai alat bukti bila ada pelanggaran perjanjian, tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat antara buruh dengan pengusaha, rentan untuk dilanggar oleh pengusaha atau buruh .

b. Tertulis (pasal 51 UU 13/2003).

 Perjanjian yang dituangkan dalam tulisan dalam lembaran kertas

 Konsekuensinya : dapat dipakai sebagai alat bukti bila ada pelanggaran perjanjian, mempunyai kekuatan hukum yang kuat dan mengikat antara buruh dan pengusaha

 Sekurang-kurangnya memuat nama, alamat perusahaan dan jenis usaha; nama, jenis kelamin, umur dan alamat buruh; jabatan atau jenis pekerjaan; tempat pekerjaan; besarnya upah dan cara pembayarannya; Syarat-syarat kerja yang memuat hak dan kewajiban pengusaha dan buruh; mulai dan jangka waktu berlakunya perjanjian kerja; tempat dan tanggal perjanjian kerja dibuat; dan tanda tangan para pihak dalam perjanjian kerja (pasal 54 UU 13/2003)

 Contohnya : Perjanjian Kerja Bersama (PKB)

2. Menurut waktu berakhirnya.

a. perjanjian kerja waktu tertentu (pasal 56-59 UU 13/2003).

 Didasarkan atas jangka waktu dan selesainya pekerjaan tertentu (bisa disebut dengan system kontrak)

 Dibuat secara tertulis dalam 3 rangkap untuk buruh, pengusaha dan disnaker (permenaker No. per-02/men/1993)

 Tidak dapat mensyaratkan adanya masa percobaan kerja, bila diisyaratkan maka BATAL DEMI HUKUM.

 Jenis dan sifat pekerjaan yang diperbolehkan adalah pekerjaan yang sekali selesai atau yang sementara sifatnya; pekerjaan yang diperkirakan penyelesaiannya dalam waktu yang tidak telalu lama dan paling lama 3 tahun; pekerjaan yang bersifat musiman; dan pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru atau produk tambahan yang masih dalam percobaan atau penjajakan.

 Tidak dapat dilakukan untuk pekerjaan yang bersifat tetap (terus menerus di produksi) dan dapat diperpanjang atau di perbaharui; pemberitahuan perpanjangan perjanjian paling lama 7 hari

sebelum perjanjian kerja berakhir

 Pembaharuan perjanjian kerja hanya dapat diadakan setelah melebihi masa tenggang waktu 30 hari berakhirnya perjanjian kerja yang lama, pembaharuan hanya boleh dilakukan 1 kali dan paling lama 2 tahun

 Perjanjian kerja waktu tertentu dapat diadakan untuk paling lama 2 tahun dan hanya boleh di perpanjang 1 kali untuk jangka waktu paling lama 1 tahun

b. Perjanjian kerja waktu tidak tertentu (pasal 56 UU 13/2003)

 Dapat mensyaratkan masa percobaan paling lama 3 bulan dimana pengusaha dilarang membayar upah dibawah upah minimum yang berlaku.

 Bila dibuat secara lisan maka pengusaha wajib membuat surat pengangkatan bagi buruh yang bersangkutan, sekurang-kurangnya memuat keterangan: nama dan alamat buruh; tanggal mulai bekerja; jenis pekerjaan; dan besarnya upah.

3. Perjanjian pemborongan (pasal 64-66 UU 13/2003)

 Perusahaan dapat mengarahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lainnya (badan hukum) melalui perjanjian pemborongan pekerjaan atau penyedia tenaga buruh.

 Syaratnya : dilakukan terpisah dari kegiatan utama; dilakukan dengan perintah langsung atau tidak langsung dari pemberi kerja; merupakan kegiatan penunjang perusahaan secara keseluruhan; tidak menghambat proses produksi secara langsung.

 Perlindungan kerja dan syarat-syarat kerja bagi buruh sama dengan perlindungan kerja dan syarat-syarat kerja pada perusahaan pemberi pekerjaan atau peraturan perundangan yang berlaku.

 Apabila perlindungan kerja dan syarat-syarat kerja tidak terpenuhi maka demi hukum status hubungan kerja buruh dengan perusahaan penerima pemborongan atau penyedia tenaga buruh beralih keperusahaan pemberi pekerjaan.

 Hubungan kerja diatur dalam perjanjian kerja secara tertulis antara perusahaan lain dan buruh yang di pekerjakan, didasarkan pada perjanjian kerja waktu tertentu atau waktu tidak tertentu.

Beberapa perbedaan status buruh yang dikenal selama ini : a. Pekerja/Buruh tetap

(5)

 Ada surat pengangkatan (minimal dibuat rangkap dua, untuk buruh dan perusahaan)

 Boleh ada masa percobaan (maksimal 3 bulan)

 Menerima gaji secara berkala : perbulan atau perminggu.

 Memiliki jam kerja yang di tetapkan dalam UU 13/2003

 PHK jika pengusaha jatuh pailit dengan uang pesangon sesuai dengan UU 13/2003.

 Hak-hak yang diterima antara lain upah sesuai UMR, kebebasan berserikat, cuti haid, cuti melahirkan atau gugur kandungan, berhak memperoleh waktu menyusui, jBPJS Ketenagakerjaan dan BPJS Kesehatan, THR, waktu istirahat, upah lembur, kesehatan dan keselamatan kerja.

 Boleh pada semua jenis pekerjaan.

 Bekerja hingga sampai PHK.

b. Pekerja/Buruh kontrak

 Menandatangani surat perjanjian kontrak kerja (minimal dibuat rangkap dua, untuk buruh dan perusahaan)

 Tidak boleh ada masa percobaan

 Jangka waktu kerja di tentukan dalam kontrak

 Menerima gaji sekaligus saat tanda tangan kontrak

 Jam kerja tergantung jenis kerjanya atau seperti jam kerja buruh tetap

 Bekerja tidak lebih dari 2 tahun (maksimal 3 tahun) dapat di perpanjang 1 kali untuk maksimal 1 tahun; selanjutnya menjadi buruh tetap

 Hak-hak yang di terima tidak di kecualikan dari buruh tetap

 Tidak di PHK jika pengusaha jatuh pailit

c. Buruh harian lepas

 Harus mendapat ijin Disnaker

 Tidak boleh ada masa percobaan

 Menerima gaji harian, didasarkan kehadiran setiap hari

 Tidak terikat jam kerja umum seperti di atur dalam UU 13/2003

 Dapat di PHK kapanpun

 Bekerja tidak lebih dari 3 bulan

 Tidak boleh pada pekerjaan yang bersifat rutin, tetap dan berlanjut

d. Buruh outsourcing

 Ada surat perjanjian kerja

 Tidak ada masa percobaan

 Menerima gaji secara berskala; perbulan atau perminggu

 Tidak boleh pada pekerjaan pokok/produksi, hanya untuk pekerjaan penunjang

 Hubungan kerja dengan pemberi jasa

 Boleh kerja kontrak atau kerja tetap

Istilah “pekerja/buruh kontrak” sesungguhnya tidak dikenal dalam hukum, merupakan istilah yng diberikan dalam penggunaan sehari-hari dalam masyarakat untuk menggambarkan kondisi kerja buruh yang

berdasarkan kontrak kerja dalam satu jangka waktu tertentu. Istilah ini di perlawankan dengan

“pekerja/buruh tetap” (pekerja/buruh yang memiliki pekerjaan secara tetap). Meskipun demikian bukan berarti hukum tidak mengatur mengenai buruh kontrak. Secara umum hanya di kenal pembagian antara

“pekerja/buruh tetap” dan “pekerja/buruh tidak tetap/pekerja/nuruhkontrak/buruh untuk waktu tertentu/KKWT” (mencakup juga buruh borongan, buruh harian lepas, buruh sub kontrak dan lain

sebagainya yang tidak termasuk buruh tetap Permenaker No. Per-02/Men/1993). Status apapun seorang

buruh, ia mempunyai hak yang sama tidak terkecuali. Status seorang buruh tidak mengurangi hak-hak yang diperolehnya. Hal ini karena hukum mengatur tidak boleh terjadi diskriminasi atas dasar status.

WAKTU KERJA (pasal 1UU 13/2003) :

 Adalah waktu untuk melakukan pekerjaan, dapat dilaksanakan siang hari dan/atau malam hari

 Siang hari adalah waktu antara pukul 06.00 sampai 18.00

 Malam hari adalah waktu antara pukul 18.00 sampai 06.00

 Seminggu adalah waktu selama 7 hari

 Waktu kerja meliputi (pasal 77 UU 13/2003):

a. 7 jam /hari dan 40 jam/minggu untuk 6 hari kerja dalam 1 minggu

b. 8 jam/hari dan 40 jam/minggu untuk 5 hari kerja dalam 1 minggu

 buruh perempuan yang anaknya masih menyusu harus di beri kesempatan sepatutnya untuk menyusui anaknya jika hal itu harus dilakukan selama waktu kerja (pasal 83 UU 13/2003)

WAKTU LEMBUR (pasal 78 (1) UU 13/2003) :

 Adalah waktu untuk melaksanakan pekerjaan melebihi waktu kerja sebagaimana ditetapkan.

 Syaratnya : ada persetujuan buruh yang bersangkutan (atas dasar suka rela) dan hanya dapat dilakukan paling banyak 3 jam/hari dan 14 jam/minggu.

 Bekerja pada hari-hari libur resmi apabila jenis dan sifat pekerjaan harus dilaksanakan atau dijalankan secara terus menerus atau pada keadaan lain berdasarkan kesepakatan antara buruh dengan pengusaha.

WAKTU ISTIRAHAT

 Adalah waktu untuk pemulihan setelah melakukan pekerjaan untuk waktu tertentu

 Istirahat antara jam kerja sekurang-kurangnya setengah jam setelah bekerja selama 4 jam terus menerus dan waktu istirahat tersebut tidak termasuk jam kerja (pasal 79 UU 13/2003)

 Istirahat mingguan adalah 1 hari untuk 6 hari kerja/minggu atau 2 hari untuk 5 hari kerja/minggu (pasal 79 UU 13/2003)

 Istirahat untuk menjalankan/menunaikan ibadah menurut agama bagi pekerja diberikan kesempatan yang secukupnya (pasal 80 UU 13/2003)

 Buruh perempuan yang dalam masa haid merasakan sakit tidak wajib bekerja pada hari pertama dan kedua pada waktu haid (pasal 81 (1) UU 13/2003)

 Buruh perempuan berhak memperoleh istirahat selama 1,5 bulan sebelum melahirkan dan 1,5 bulan setelah melahirkan menurut perhitungan dokter kandungan atau bidan ( pasal 82 (1) UU 13/2003)

 buruh perempuan yang mengalami keguguran kandungan berhak memperoleh istirahat 1,5 bulan atau sesuai dengan keterangan dokter kandungan atau bidan (pasal 82 (2) UU 13/2003). WAKTU CUTI

Cuti tahunan :

Cuti tahunan sekurang-kurangnya 12 hari kerja setelah buruh yang bersangkutan bekerja selama 12 bulan secara terus menerus (pasal 79 (2) UU 13/2003)

Aturan yang terdapat dalam PeraturanPemerintah No. 21 Tahun 1954 :

(6)

o Buruh berhak atas istirahat tahunan tiap kali setelah ia mempunyai masa kerja 12 bulan berturut-turut pada satu pengusaha/perusahaan atau beberapa pengusaha dari satu organisasi pengusaha.

o Lamanya istirahat tahunan dihitung untuk tiap 23 hari bekerja, satu hari istirahat sampai

paling banyak 12 hari kerja.

o Hak atas istirahat tahunan akan gugur apabila dalam waktu 6 bulan setelah lahirnya hak

tersebut buruh ternyata tidak menggunakan haknya bukan karena alasan yang diberikan pengusaha atau bukan alasan istimewa.

o Selama istirahat tahunan, buruh berhak atas upah penuh.

o Dengan persetujuan antara buruh dengan pengusaha, istirahat tahunan dapat dibagi dalam beberapa bagian.

o Buruh berhak atas suatu pembayaran penggantian istirahat tahunan bila saat di PHK ia sudah

mempunyai masa kerja sedikit-dikitnya 6 bulan terhitung sejak saat ia berhak atas istirahat tahunan yang terakhir.

o Bila perusahaan pindah tangan maka masa kerja pada perusahaan yang lama dianggap sebagai

masa kerja pengusaha yang baru

o Peraturan ini tidak mengurangi perjanjian antara buruh dan pengusaha tentang istirahat tahunan yang lebih menguntungkan buruh dari apa yang ditetapkan disini.

CUTI PANJANG :

Cuti panjang sekurang-kurangnya 2 bulan dan dilaksanakan pada tahun ketujuh dan kedelapan, masing-masing 1 bulan bagi buruh yang telah bekerja selama 6 tahun secara terus menerus pada perusahaan yang sama dengan ketentuan buruh tersebut tidak berhak lagi atas istirahat tahunanya dalam 2 tahun berjalan dan selanjutnya berlaku untuk setiap kelipatan masa kerja 6 tahun (pasal 79 (2) UU

III. PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA (PHK) PENGANTAR

Berbicara mengenai Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) tidak terlepas dari hak-hak, syarat-syarat, unsur-unsur yang termasuk PHK dan prosedur PHK itu sendiri, yang harus dipenuhi oleh pengusaha ketika terjadi pengakhiran hubungan kerja. Hal tersebut jelas diatur dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan. Bagi pembuat Undang-Undang sendiri bermaksud untuk melindungi buruh, meskipun dalam praktek banyak terjadi penyimpangan dan penapsiran Undang-Undang serta jauh dari pelindungan terhadap buruh.

PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA (PHK)

 Adalah pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara buruh dan pengusaha (Pasal 1 UU 13/2003)

 Selama putusan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial (PPHI) yang kita kenal sekarang hakim Ad Hoc yang efektif berlaku mulai tanggal 14 Januari 2006, belum ditetapkan, baik pengusaha maupun buruh harus tetap melaksanakan segala kewajiban atau pengusaha dapat melakukan

penyimpangan berupa tindakan skorsing kepada buruh yang sedang dalam proses PHK dengan tetap wajib membayar upah beserta hak-hak lainnya yang biasanya diterima buruh (Pasal 155 ayat (2) dan ayat (3) UU 13/2003).

 Pengusaha dilarang melakukan PHK dengan alasan (pasal 153 UU 13/2003) :

o Buruh berhalangan masuk kerja karena sakit menurut keterangan dokter selama waktu tidak melampaui 12 (dua belas) bulan secara terus menerus.

o Buruh berhalangan menjalankan pekerjaan nya karena memenuhi kewajibannya terhadap negara sesuai

dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

o Buruh menjalankan ibadah yang di perintahkan agamanya.

o Buruh menikah.

o Buruh perempuan hamil, melahirkan, gugur kandungan atau menyusui bayinya.

o Buruh mendirikan, menjadi anggota dan atau pengurus serikat buruh, buruh melakukan kegiatan

serikat buruh diluar jam kerja atau didalam jam kerja atas kesepakatan pengusaha atau berdasarkasn ketentuan yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama.

o Karena perbedaan paham, agama, aliran politik, suku, warna kulit, golongan, jenis kelamin, kondisi fisik

atau status perkawinan.

o Buruh dalam keadaan cacat tetap, sakit akibat kecelakaan kerja atau sakit akibat hubungan kerja yang

menurut surat keterangan dokter yang jangka waktu penyembuhannya belum dapat dipastikan.  Dalam hal terjadi PHK, pengusaha diwajibkan membayar uang pesangon dan atau uang penghargaan

masa kerja dan uang penggantian hak yang seharusnya diterima (Pasal 156 ayat (1) UU 13/2003). I. Perhitungan uang pesangon paling sedikit sebagai berikut (pasal 156 ayat (2) UU 13/2003)):

o Masa kerja 1 tahun = 1 bulan upah.

o Masa kerja 1 tahun/lebih tetapi kurang dari 2 tahun = 2 bulan upah o Masa kerja 2 tahun/lebih tetapi kurang dari 3 tahun = 3 bulan upah o Masa kerja 3 tahun/lebih tetapi kurang dari 4 tahun = 4 bulan upah

o Masa kerja 4 tahun/lebih tetapi kurang dari 5 tahun = 5 bulan upah

o Masa kerja 5 tahun/lebih tetapi kurang dari 6 tahun = 6 bulan upah o Masa kerja 6 tahun/lebih tetapi kurang dari 7 tahun = 7 bulan upah o Masa kerja 7 tahun/lebih tetapi kurang dari 8 tahun = 8 bulan upah o Masa kerja 8 tahun/lebih = 9 bulan upah.

II. Penghitungan uang penghargaan masa kerja ditetapkan sebagai berikut (Pasal 156 ayat (3) UU 13/2003) :

o Masa kerja 3 tahun/lebih tetapi kurang dari 6 tahun = 2 bulan upah

o Masa kerja 6 tahun/lebih tetapi kurang dari 9 tahun = 3 bulan upah

o Masa kerja 9 tahun/lebih tetapi kurang dari 12 tahun = 4 bulan upah o Masa kerja 12 tahun/lebih tetapi kurang dari 15 tahun = 5 bulan upah o Masa kerja 15 tahun/lebih tetapi kurang dari 18 tahun = 6 bulan upah o Masa kerja 18 tahun/lebih tetapi kurang dari 21 tahun = 7 bulan upah

o Masa kerja 21 tahun/lebih tetapi kurang dari 24 tahun = 8 bulan upah

o Masa kerja 24 tahun/lebih = 10 bulan upah

III. Uang penggantian hak meliputi (pasal 156 ayat (4) UU 13/2003) : o Cuti tahunan yang belum diambil dan belum gugur

o Biaya atau ongkos pulang untuk buruh dan keluarganya ketempat dimana buruh diterima

bekerja

o Penggantian perumahan serta pengobatan dan perawatan ditetapkan sebesar 15 % dari uang

(7)

 Buruh yang mengundurkan diri atas kemauan sendiri memperoleh uang penggantian hak sesuai dengan ketentuan dalam UU 13/2003 dan ditambah dengan uang pisah yang besar dan pelaksanaannya diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan dan PKB (bila tugas dan fungsinya tidak mewakili kepentingan pengusaha secara langsung) Pasal 162 UU 13/2003.

 Pengusaha dapat melakukan PHK terhadap buruh dalam hal terjadi perubahan status, penggabungan, peleburan atau perubahan kepemilikan perusahaan (Pasal 163 UU 13/2003):

 Pengusaha dapat melakukan PHK karena perusahaan tutup yang disebabkan (Pasal 164 UU 13/2003) :

o Perusahaan mengalami kerugian secara terus menerus selama 2 tahun atau keadaan

memaksa

o Perusahaan melakukan efisiensi, buruh berhak mendapat 2 kali ketentuan uang pesangon, 1 kali ketentuan uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak.

o Pengusaha dapat melakukan PHK terhadap buruh karena perusahaan pailit,

Bila hubungan kerja berakhir karena buruh meninggal dunia, ahli waris buruh berhak mendapatkan 2 kali ketentuan uang pesangon, 1 kali ketentuan uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak (pasal 166 UU 13/2003).

IV. HAK AZASI DAN KEBEBASAN BESERIKAT PENGANTAR

Semua orang di muka bumi mempunyai Hak Azasi Manusia (HAM) begitupun rakyat Indonesia, khusus kaum buruh mempunyai hak untuk menentukan nasibnya sendiri termasuk kemerdekaan berserikat, berkumpul, mengeluarkan pikiran baik secara lisan maupun secara tulisan, memperoleh pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan, serta mempunyai kedudukan yang sama dalam hukum merupakan hak setiap warga negara. Dalam rangka mewujudkan kemerdekaan berserikat, buruh berhak membentuk dan

mengembangkan serikat buruh yang bebas, terbuka, mandiri, demokratis. Serikat buruh harus memperjuangkan, melindungi, dan membela kepentingan dan kesejahteraan buruh beserta keluarganya, serta mewujudkan hubungan industrial yang seimbang dan berkeadilan sosial.

Karena itu hak untuk melindungi kepentingan para buruh maka seharusnya membentuk serikat buruh yang mampu melindungi dan memperjuangkan kepentingan kaum buruh itu sendiri. Pemerintah Indonesia sejak orde baru berkuasa tidak pernah membiarkan kaum buruh bebas beserikat dan jika ada yang berani akan berhadapan dengan resiko yang luar biasa, seperti penangkapan, penculikan, memenjarakan bahkan membunuh aktifis yang berani membentuk serikat buruh di luar SPASALI. Akhirnya SPASALI menjadi organisasi tunggal, dibanyak kasus perburuhan membela pengusaha.

Namun, tahun 1998 rakyat Indonesia bersama dengan kekuatan massa mahasiswa, LSM dan serikat buruh memaksa Soeharto berhenti jadi Presiden, sejak itu pula kebebasan berserikat mulai dirasakan dan lahirlah Undang-undang No. 21 Tahun 2000 tentang serikat pekerja/serikat buruh. Dengan maksud UU tersebut dibuat bertujuan untuk melindungi buruh, meskipun dalam praktek banyak terjadi penyimpangan dan penapsiran UU serta jauh dari pelindungan terhadap buruh sendiri. Dasar hukum yang melindungi kaum buruh berserikat selain UU No. 21 tahun 2000 tentang serikat pekerja/serikat buruh diantaranya;

1.

Pasal 5 ayat (1), pasal 20 ayat (2), pasal 27, dan pasal 28 Undang-undang Dasar 1945

sebagaimana telah diubah dengan Perubahan Pertama Tahun 1999;

2.

Undang-undang Nomor 18 Tahun 1956 tentang Persetujuan Konvensi Organisasi Perburuhan Internasional Nomor 98 mengenai Berlakunya Dasar-Dasar daripadanya Hak Untuk Berorganisasi dan untuk Berunding Bersama (Lembaran Negara Tahun 1956 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Nomor 1050) ;

3. Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3886);

4.

Serikat buruh mempunyai sifat bebas, terbuka, mandiri, demokratis, dan bertanggung jawab. (Pasal 3 UU 21/2000)

Tujuan serikat buruh adalah;

1. Bertujuan memberikan perlindungan, pembelaan hak dan kepentingan, serta meningkatkan kesejahteraan yang layak bagi pekerja/buruh dan keluarganya

2. Untuk mencapai tujuan Serikat buruh mempunyai fungsi :

a. sebagai pihak dalam pembuatan perjanjian kerja bersama dan penyelesaian perselisihan industrial;

b. sebagai wakil buruh dalam lembah kerja sama dibidang ketenagakerjaan sesuai dengan tingkatannya;

c. sebagai sarana menciptakan hubungan industrial yang harmonis, dinamis, dan berkeadilan sesuai dengan peraaturan perundang-undangan yang berlaku;

d. sebagai sarana penyalur aspirasi dalam memperjuangkan hak dan kepentingan anggotanya;

e. sebagai perencana, pelaksana, dan penanggung jawab pemogokan pekerja/buruh sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

f. sebagai wakil pekerja/buruh dalam memperjuangkan kepemilikan saham dalam perusahaan. (Pasal 4 UU 21/2000)

Setiap buruh berhak membentuk dan menjadi anggota serikat pekerja/serikat buruh. Dan Serikat serikat buruh dibentuk oleh sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) orang buruh. (Pasal 5 UU 21/2000)

Serikat buruh yang telah mempunyai nomor bukti pencatatan sesuai Pasal 2 Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. : Kep. 16/Men/2001 tentang Tata Cara Pencatatan Serikat Buruh, berkewajiban :

a. melindungi dan membela anggota dari pelanggaran hak-hak dan memperjuangkan kepentingannya; b. memperjuangkan peningkatan kesejahteraan anggota dan keluarganya;

c. mempertanggungjawabkan kegiatan organisasi kepada anggotanya sesuai dengan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga. (Pasal 27 UU 21/2000)

Siapapun dilarang menghalang-halangi atau memaksa buruh untuk membentuk atau tidak membentuk, menjadi pengurus atau tidak menjadi pengurus, menjadi anggota atau tidak menjadi anggota dan/atau menjalankan atau tidak menjalankan kegiatan serikat buruh dengan cara;

a. Melakukan pemutusan hubungan kerja, memberhentikan sementara, menurunkan jabatan, atau melakukan mutasi;

(8)

b. Tidak membayar atau mengurangi upah pekerja/buruh; c. Melakukan intimidasi dalam bentuk apapun;

d. Melakukan kampanye anti pembentukan serikat buruh. (Pasal 28 UU 21/2000)

Pengusaha harus memberikan kesempatan kepada pengurus dan/atau anggota serikat buruh untuk

menjalankan kegiatan serikat buruh dalam jam kerja yang disepakati oleh kedua belah pihak dan/atau yang diatur dalam perjanjian kerja bersama. Dan tetap mendapat upah penuh (Pasal 29 UU 21/2000)

Keuangan Serikat buruh bersumber dari :

a. iuran anggota yang besarnya ditetapkan bersama.

b. usaha yang sah.

c.

bantuan anggota atau pihak lain yang tidak mengikat. (Pasal 30 UU 21/2000)

Barang siapa yang menghalang-halangi atau memaksa buruh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28, dikenakan sanksi pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan tindak pidana kejahatan. (Pasal 43 UU 21/2000)

Selain buruh disektor jasa, industri, pertambangan, perkebunan dan sektor lainnya. Pegawai negeri sipil-pun mempunyai hak istimewa yakni dapat membentuk serikat selain organisasi yang menjadi kuda tunggangan pemerintah. (Pasal 44 UU 21/2000)

Demikian secara singkat penjelasan tentang hak-hak normatif yang diatur dalam

perundang-undangan dan peraturan pemerintah Indonesia. Semoga bisa bermanfaat

Terimakasih

Referensi

Dokumen terkait

Pengawasan merupakan hal yang penting dilakukan untuk memastikan pelayanan dan asuhan keperawatan berjalan sesuai standar mutu yang ditetapkan. Pelayanan tidak diartikan sebagai

Palgunadi, M.Sc selaku Ketua Program Diploma III Teknik Informatika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam yang telah berkenan memberikan izin untuk

takwa yang dulu pasti berwarna hijau tapi kini warnanya pudar menjadi putih. Bekas-bekas warna hijau masih kelihatan di baju itu. Kaus dalamnya berlubang di beberapa bagian

Dari hasil penelitian terhadap 37 responden, menunjukkan bahwa pengetahuan perawat tentang peran perawat UGD yang baik sejumlah 54%, sedangkan yang bersikap

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan limpahan kasih dan sayang-Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi yang

tingkat pendidikan formal, pengetahuan dari tingkat pendidikan profesional berkelanjutan dan pengetahuan dari pengalaman-pengalaman yang diperoleh ketika melakukan

Pengaruh Konflik Kerja Dan Kecerdasan Emosional Terhadap Produktivitas Karyawan Pt Bikasoga Bandung (Studi Kasus Pada Divisi Gedung Pertemuan Dan Sarana Olahraga) Oleh :

Puji Syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan berkah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Tugas Akhir yang berjudul Broken Home