• Tidak ada hasil yang ditemukan

Evaluasi Dana Desa (Studi Peran Badan Permusyawaratan Desa Dalam Pengawasan Pengelolaan Dana Desa Di Desa Garung Kecamatan Sambeng Kabupaten Lamongan)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Evaluasi Dana Desa (Studi Peran Badan Permusyawaratan Desa Dalam Pengawasan Pengelolaan Dana Desa Di Desa Garung Kecamatan Sambeng Kabupaten Lamongan)"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

25

Evaluasi Dana Desa

(Studi Peran Badan Permusyawaratan Desa Dalam Pengawasan Pengelolaan Dana Desa Di Desa Garung Kecamatan Sambeng Kabupaten Lamongan)

Yohanes Fritantus¹

Email: yfritantus@gmail.com

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik,Universitas Timor ABSTRACT

This study aims to analyze the role of the Village Consultative Body (BPD) in overseeing village fund management and analyze the constraints faced by the Village Consultative Body in Garung Village, Sambeng District, Lamongan Regency. The research method used is a descriptive qualitative research method. A qualitative descriptive study was used to obtain data on the role of the BPD in overseeing village fund management and also the constraints faced in implementing the supervisory role. Data collection uses in-depth interview techniques, observation and documentation. The results of the study show that the role of the Village Consultative Body in overseeing village fund management is divided into each process, namely the planning, implementation and reporting stages. Constraints faced include the absence of a work program, inadequate performance measurement, no corrective action taken to prevent irregularities repeatedly. In addition to the three aspects above, the findings in this study, there are aspects that most contribute to the role of BPD in overseeing village fund management, namely human competence (HR), budget, facilities and infrastructure, and organizational work methods.

Keywords: Oversight, Village Consultative Body, Village Fund ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan menganalisis peran Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dalam pengawasan pengelolaan dana desa dan menganalisis kendala-kendala yang dihadapi Badan Permusyawaratan Desa di Desa Garung Kecamatan Sambeng Kabupaten Lamongan. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian deskriptif kualitatif. Penelitian deskriptif kualitatif digunakan untuk memperoleh data peran BPD dalam pengawasan pengelolaan dana desa dan juga kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan peran pengawasan. Pengumpulan data menggunakan teknik wawancara mendalam, observasi dan dokumentasi. Hasil penelitian bahwa peran Badan Permusyawaratan Desa dalam pengawasan pengelolaan dana desa terbagi dalam setiap proses yaitu tahap perencanaan, pelaksanaan, dan pelaporan. Kendala yang dihadapi diantaranya, tidak adanya program kerja, pengukuran kinerja yang belum memadai, tidak dilakukannya tindakan koreksi dalam pencegahan penyimpangan secara berulang. Selain ketiga aspek diatas, temuan dalam penelitian ini, terdapat aspek yang paling berkontribusi terhadap peran BPD dalam pengawasan pengelolaan dana desa, yaitu kompetensi manusia (SDM), anggaran, sarana dan prasarana, serta metode kerja organisasi.

(2)

26 Pendahuluan

Kebijakan Dana Desa, merupakan salah satu bentuk kebijakan pemerintah dalam rangka mendukung otonomi desa dalam bidang keuangan yang saat ini dilaksanakan dengan menggunakan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014, yang menyebabkan transfer dana ke pemerintah desa meningkat dengan tujuan agar Pemerintah Desa dapat semakin mandiri menyelenggarakan pelayanan publik kepada masyarakat dan akses pemerataan kesejahteraan masyarakat desa menjadi lebih baik.

Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2014 tentang Dana Desa yang bersumber dari APBN, dijelaskan bahwa, Dana Desa adalah dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang diperuntukkan bagi desa yang ditransfer melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah kabupaten/kota dan digunakan untuk mendanai penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, pembinaan kemasyarakatan, dan pemberdayaan masyarakat. Dana Desa tersebut ditransfer melalui APBD kabupaten/kota untuk selanjutnya ditransfer ke APBDesa. Penggunaan Dana Desa mengacu pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa dan Rencana Kerja Pemerintah Desa.

Masing-masing desa akan mendapatkan alokasi lebih dalam penganggaran yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Nasional, untuk dapat melakukan pembangunan diberbagai sektor kehidupan masyarakat desa. Harapannya, dengan adanya alokasi dana desa tersebut desa menjadi maju dan mandiri.Oleh karena itu, demi meminimalisir penyalahgunaan dana desa, maka sangat dibutuhkan peran serta masyarakat, secara khusus Badan Permusyawaratan Desa (BPD) untuk melakukan pengawasan terhadap penggunaan dana desa demi pembangunan kesejahteraan masyarakat desa.

Adapun tujuan dari penelitian ini yaitu menganalisis peran Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dan kendala-kendala yang dihadapi Badan Permusyawaratan Desa Garung dalam pengawasan pengelolaan Dana Desa di Desa Garung Kecamatan Sambeng Kabupaten Lamongan.

(3)

27 Metode

Secara umum data yang yang telah diperoleh dari penelitian dapat digunakan untuk memahami, memecahkan dan mengantisipasi masalah. Berdasarkan topik penelitian, maka dalam usaha untuk mencapai jawaban dari pertanyaan atau permasalahan di depan, maka jenis penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian deskriptif kualitatif. Penelitian deskriptif kualitatif digunakan untuk memperoleh data–data mengenai peran Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dalam pengawasan pengelolaan danadesa di Desa Garung Kecamatan Sambeng Kabupaten Lamongan. Dalam penelitian kualitatif ini, teknik pengumpulan data yang digunakanyaitu: Teknik Wawancara Mendalam, Studi Dokumentasi, Observasi

Pelaksanaan penelitian dimulai dengan tahapan-tahapan sebagai berikut:

1. Tahapan persiapan sebelum dilapangan, yaitu analisis dilakukan terhadap data hasil studi pendahuluan, atau data sekunder, dan penyusunan landasan teori yang akan digunakan untuk menentukan fokus penelitian.

2. Tahap pelaksanaan, yaitu pengumpulan data dan informasi peran Badan Permusyawaratan Desa dalam pengawasan pengelolaan dana desa melalui teknik wawancara mendalam, dokumentasi dan observasi dengan maksud mendapatkan informasi mengenai peran Badan Permusyawaratan Desa dalam pengawasan pengelolaan dana desa di Desa Garung Kecamatan Sambeng Kabupaten Lamongan.

3. Tahapan analisis data di lapangan

Menurut Miles and Huberman (1984) (dalam Sugiyono, 2012), mengemukan bahwa aktifitas analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung terus menerus sampai tuntas.Aktifitas dalam analisis data yaitu reduksi data (merangkum, memilih hal-hal yang pokok dari data dan informasi yang dikumpulkan), penyajian data dalam bentuk uraian singkat, bagan, atau grafik dan conclusion drawing/verification hasil kajian perumusan yang mengungkapkan temuan dilapangan dibuat dalam bentuk laporan tertulis.

(4)

28 Hasil dan Pembahasan

Perencanaan

Peran Badan Permusyawaratan Desa Garung dalam pengawasan pengelolaan dana desa yaitu terlibat dalam pembahasan pengelolaan dana desa yang terintegrasi dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa. Pengawasan pada tahap perencanaan ini oleh Wasistino Sadu disebut sebagai

Preliminary Control, yaitu

pengawasan anggota legislative pada saat pembahasan anggaran.Dalam pengawasan pendahuluan ini, anggota legislative berperan dalam meneliti usulan anggaran, khususnya penyedia layanan publik, baik dari sisi biaya layanan, output maupun outcomes dari setiap jenis layanan.Anggota legislative melakukan pengawasan sejak tahap perencanaan yang dibuat oleh eksekutif.Alokasi anggaran untuk pelayanan publik juga dapat diketahui apakah pemerintah daerah akan memberikan pelayanan publik kepada masyarakat secara memadai atau tidak.

Sistem perencanaan desa adalah merupakan satu kesatuan tata cara perencanaan pembangunan untuk menghasilkan rencana pembangunan dalam jangka menengah dan tahunan yang dilaksanakan oleh unsur penyelenggaraan pemerintah di desa dengan melibatkan masyarakat.Aspirasi masyarakat tersebut kemudian dijadikan sebagai salah satu bahan pertimbangan dalam menyusun perencanaan pembangunan baik jangka menengah, maupun jangka pendek. Rencana pembangunan tersebut yang kemudian disebut dengan RPJM Desa (5 Tahun) dan RKP Desa (1 Tahun), kemudian dijadikan sebagai pedoman oleh Pemerintah Desa dalam menyusun Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa Tahun Berkenaan. Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa tersebut kemudian dibahas bersama Badan Permusyawaratan Desa untuk kemudian disepakati dalam bentuk peraturan desa tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa.

Dalam penyusunan rencana pembangunan dan rencana anggaran keuangan desa, selalu memperhatikan aspirasi masyarakat desa, baik dalam forum-forum musyawarah desa maupun non-formal. Proses penjaringan aspirasi masyarakat dalam musyawarah desa tersebut menjadi penting karena dapat dijadikan sebagai salah satu bahan pertimbangan dalam menyusun rencana

(5)

29 pembangunan desa, baik dalam bentuk dokumen rencana pembangunan yaitu Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDes), Rencana Kerja Pembangunan Tahunan Desa (RKP Desa), maupun dalam bentuk rencana keuangan yaitu Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa.

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Pemerintah Desa yang selanjutnya disingkat RPJMDes merupakan dokumen perencanaan strategis untuk periode 5 tahun dan merupakan penjabaran visi-misi dan arah pembangunan desa yang penyusunannya memperhatikan pada sistem perencanaan daerah dan nasional. Rencana Pembangunan Jangka Menengah memuat arak kebijakan keuangan desa, strategi pembangunan desa, kebijakan umum, dan program satuan kerja perangkat desa, disertai dengan rencana-rencana kerja dalam kerangka Regulasi dan kerangka pendanaan yang bersifat indikatif.

Yang dimaksud dengan “bersifat indikatif” adalah bahwa informasi, baik tentang sumber daya yang diperlukan maupun hasil dan dampak yang tercantum didalam dokumen rencana ini hanya merupakan indikasi yang hendak dicapai dan bersifat tidak kaku. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa ditetapkan dengan Peraturan Desa.Selanjutnya, Pemerintah Desa menyusun Rencana Kerja Pemerintah Dea (RKP Desa). Rencana Kerja Pemerintah Desa merupakan penjabaran dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa untuk waktu 1 (satu) tahun yang ditetapkan dengan Peraturan Desa paling lambat akhir bulan september tahun berjalan. Rencana Kerja Pembangunan Desa ini menjadi dasar dalam penetapan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa. Penyusunan RPJM Desa dan Rencana Kerja Pemerintah Desa (RKP Desa) tahunan sudah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, diantaranya adalah melalui tahapan sebagai berikut: a) Penyusunan dan perumusan rancangan pembangunan jangka menengah maupun

rencana kerja tahunan dengan memperhatikan aspirasi masyarakat oleh tim penyusun

b) Pelaksanaan musyawarah desa untuk mendengarkan penjelasan kepala desa tentang perencanaan pembangunan desa

(6)

30 c) Pelaksanaan rapat paripurna yang dihadiri oleh BPD dan pemerintah desa serta LPM/LKMD dan lembaga kemasyarakatan dalam rangka penetapan persetujuan BPD atas rancangan pembangunan desa baik 5 tahun maupun 1 tahun yang dituangkan dalam bentuk Peraturan Desa.

Rencana Kerja Pembangunan tahunan pemerintah desa ini kemudian dijadikan sebagai dasar untuk menyusun Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa.Selanjutnya, pengawasan BPD adalah pada saat penyusunan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa.

Peran Badan Permusyawaratan Desa dalam pengawasan pengelolaan dana desa di Desa Garung yaitu bersama Kepala Desa menentukan standar pelaksanaan kerja dengan cara merancang peraturan desa tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa. selain itu, pengawasan juga dilakukan dengan keterlibatan dalam penyusunan dan pembahasan rencana pembangunan jangka menengah maupun jangka pendek (tahunan). Pembahasan dan penetapan peraturan desa tentang Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa dan rencana pembangunan dilaksanakan dalam forum musyawarah desa.Fungsi pembahasan dan penetapan peraturan desa tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa ini sudah dijalankan sesuai dengan amanat peraturan perundang-undangan.Fungsi pembahasan dan penetapan peraturan desa tentang APB Desa ini, dimaksudkan untuk mendorong pengelolaan Dana Desa agar sesuai dengan asas-asas pengelolaan keuangan desa, yaitu transparan, akuntabel, partisipatif, dan tertib administrasi.

APB Desa yang dihasilkan ini dijadikan sebagai pedoman atau tolok ukur untuk mengawasi dalam pelaksanaan dan pelaporan. Menurut Saragih, menetapkan tolok ukur yang diperlukan untuk dapat membandingkan dan menilai apakah kegiatan-kegiatan yang telah dilaksanakan sesuai dengan rencana, pedoman, kebijaksanaan serta peraturan perundang-undangan. Tolok ukur tersebut merupakan landasan hukum atau pedoman yang dapat berupa: Undang-undang, PP, Keppres, Inpres, Keputusan Menteri, Keputusan Kepala Daerah atau petunjuk pelaksanaan/teknis yang telah ditetapkan pemerintah dan masih berlaku.

(7)

31 Arah kebijakan umum yang digunakan sebagai dasar penyusunan rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa memuat komponen-komponen pelayanan dan tingkat pencapaian yang diharapkan setiap bidang kewenangan Kepala Desa dalam satu tahun anggaran. Komponen-komponen yang terdapat dalam alokasi anggaran disusun berdasarkan aspirasi masyarakat dengan mempertimbangkan kemampuan keuangan dan kondisi yang tersedia di desa tersebut. Dengan demikian, pengalokasian selayaknya lebih akomodatif dan aspiratif karena dilaksanakan melalui penjaringan aspirasi masyarakat dan mempertimbangkan kemampuan desa.

Kronologis pembahasan dan penetapan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa dapat dijelaskan sebagai berikut.Kepala desa menyiapkan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa kemudian dibahas bersama Badan Permusyawaratan Desa dan ditetapkan dalam Peraturan Desa. Rancangan Peraturan Desa yang sudah dibahas dan disepakati oleh Pemerintah Desa dan Badan Permusyawaratan Desa tersebut, kemudian dilaporkan kepada Bupati melalui Camat untuk dievaluasi. Dari hasil evalusi tersebut, apabila tidak ada perbaikan maka rancangan anggaran (RAPBDes)tersebut kemudian ditetapkan menjadi peraturan desa oleh Kepala Desa. Faktor yang paling utama dalam perencanaan adalah penganggaran karena adanya pengaruh kepentingan politik baik didalam pembahasannya maupun penetapannya agar anggaran sebagai alat untuk merealisasikan perencanaan dan pengendalian yang dilakukan dalam sector publik dalam hal ini pemerintah, dapat secara optimal mencapai tujuan yaitu menciptkan masyarakat desa yang sejahtera.

Selain menjalankan fungsi pembahasan dan penetapan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa, BPD juga melaksanakan fungui menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat demi terciptanya tranparansi dan partisipatif dari masyarakat.Penjaringan aspirasi masyarakat di Desa Garung menggunakan dua jenis pendekatan dalam menampung aspirasi, yakni

top down

dan

bottom-up.

Untuk

bottom-up

tersedia mekanisme penjaringan pendapat dari bawah melalui forum-forum seperti koordinasi dengan organisasi-organisasi yang terdapat di desa. Dalam perjalanannya ide-ide masyarakat ini kemudian harus dipadukan dengan berbagai dokumen seperti pola dasar (poldas) pembangunan yang

(8)

32 berkarakter

top down.

Dalam prakteknya, pendekatan

top down

lebih sering terjadi atas ide yang berasal dari atas mengatasnamakan masyarakat desa.

Aspirasi masyarakat pada umumnya melibatkan level bawah dalam menyuarakan aspirasi kepada Badan Permusyawaratan Desa. Aspirasi digunakan dalam pengambilan keputusan Badan Permusyawaratan Desa disesuaikan dengan kondisi masyarakat.Pengambilan keputusan dilakukan melalui pertemuan yang melibatkan masyarakat, kepala desa dan Badan Permusyawaratan Desa. Hal ini menandakan bahwa partisipasi masyarakat merupakan hal mendasar dalam proses pembahasan perencanaan pembangunan desa. Adapun dimensi partisipasi masyarakat di desa Garung terdiri atas dua dimensi, yaitu dimensi keluar dan dimensi kedalam.Dimensi keluar berkaitan dengan pelibatan desa dalam pembuatan keputusan tentang desa. Mulai level pemerintahan yang lebih tinggi sampai level pemerintah Kecamatan Sambeng. Sementara dimensi kedalam menyangkut partisipasi masyarakat Desa Garung terhadap pengelolaan dana desa.

Secara umum, peran BPD dalam pengawasan pengelolaan dana desa diawal sudah cukup baik, dibuktikan dengan BPD bersama Kepala Desa menentukan standar pelaksanaan yaitu melaluipenyusunan rencana pembangunan dan rencana anggaran maupun keterlibatan aktif dalam pembahasan dan penetapannya melalui forum Musyawarah Desa. Melalui forum musyawarah desa ini, Badan Permusyawaratan Desa sebagai wakil masyarakat desamenyalurkan aspirasi masyarakat sekaligus mendorong pengkajian kondisi sosial dan pembangunan.Hal ini dimaksudkan untuk menemukan dan mengenali potensi dan peluang pendayahgunaan sumber daya desa, serta masalah yang dihadapi desa.

2. Pelaksanaan

Badan Permusyawaratan Desa selalu melaksanakan fungsi pengawasan dengan datang langsung kelapangan maupun mengawasi dari hasil laporan keterangan baik lisan maupun tertulis tentang perkembangan pelaksanaan dalam rapar-rapat konsultasi. Pengawasan model ini, mencerminkan fleksibilitas dalam pelaksanaan, yaitu dapat menyesuaikan dengan situasi yang dihadapi,

(9)

33 sehingga tidak harus membuat sebuah sistem baru bila terjadi perubahan kondisi.

Pengawasan pada saat pelaksanaan atau

Interim Control

dimaksudkan untuk memastikan layanan publik berjalan sesuai standar yang ditetapkan dan memenuhi harapan masyarakat selama pelayanan dilakukan dalam jangka waktu tertentu.Pengawasan juga bisa diarahkan terhadap pelaksanaan anggaran atas layanan public atau masa berjalannya sebuah peraturan.

Menurut Saragih, menetapkan Metode, waktu dan frekuensi yang diperlukan untuk melaksanakan pengukuran hasil kerja. Metode yang digunakan biasanya berupa pengamatan langsung dan mengumpulkan data/informasi, sedangkan waktu dan frekuensi dapat dilakukan sesuai tahapan-tahapan pelaksanaan kegiatan (awal, pertengahan, dan akhir) atau dapat dilakukan secara insidentil jika diperlukan, dan jika pelaksanaan kegiatannya dalam kurun waktu setahun, maka dapat dilakukan pertriwulan atau semester.

Namun, pada praktiknya bahwa, Badan Permusyawaratan Desa belum memiliki metode pengawasan yang jelas, digunakan sebagai pedoman dalam melaksanakan fungsi pengawasan. Metode ini diantaranya berkaitan dengan cara yang digunakan untuk mengawasi proses pelaksanaan. Badan Permusyawaratan Desa Garung memiliki kecenderungan untuk melaksanakan metode pengawasan melalui pengamatan-pengamatan langsung dilapangan, namun, jarang melaksanakan rapat-rapat konsultasi yang di inisiasi oleh BPD sendiri. Badan Permusyawaratan Desa Garung hanya bersikap pasif dalam melaksanakan pengawasan-pengawasan formal melalui rapat-rapat.

Kurang proaktifnya Badan Permusyawaratan Desa Garung untuk melaksanakan fungsi pengawasan pelaksanaan Dana Desa melalui komunikasi-komunikasi formal merupakan salah satu signal bahwa pemahaman yang masih kurang. Salah satunya adalah Badan Permusyawaratan Desa Garung selalu menunggu undangan dari Pemerintah Desa untuk melaksanakan musyawarah desa ataupun rapat-rapat konsultasi. Kondisi ini terjadi diantaranya karena Badan Permusyawaratan Desa tidak memiliki acuan tata tertib organisasi maupun program kerja dalam setahun. Badan Permusyawararatan Desa Garung

(10)

34 hanya menjalankan tugas rutinitasnya setiap tahun yaitu melaksanakan musyawarah desa untuk pembahasan anggaran diawal dan akhir tahun.

Ketiadaannya program kerja atau agenda kerja tahunan dan tata tertib dari Badan Permusyawaratan Desa memiliki kemiripan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Triwahyuni, bahwa implementasi tugas dan fungsi Badan Permusyawaratan Desa yang meliputi tugas perencanaan dan menetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa bersama dengan Kepala Desa secara umum kurang optimal.

Gambaran diatas, menunjukkan bahwa pelaksanaan tugas dan fungsi Badan Permusyawaratan Desa belum sesuai dengan amanat Undang-Undang dan peraturan yang ada.Hal ini juga menandakan bahwa penyelenggaraan Badan Permusyawaratan Desa tidak mencerminkan penyelenggaraan organisasi yang efektif dan efisien. Hal ini apabila dibiarkan tanpa adanya pembinaan dari Pemerintah Kabupaten/Kota, maka, akan sangat mempengaruhi peran Badan Permusyawaratan Desa dalam melaksanakan fungsi pengawasan Dana Desa. Peran Ini berkaitan dengan responsivitas dan sikap anggota Badan Permusyawaratan Desa dalam menjalankan tugasnya.

3. Pelaporan

Menurut Saragih, BPD Garung dapat melaksanakan pengukuran dan perbandingan, yaitu kegiatan penilaian terhadap hasil-hasil yang dibandingkan dengan hasil yang seharusnya dicapai sesuai tolok ukur yang telah ditentukan melalui indikator-indikator yang dapat diamati baik secara kuantitatif maupun kualitatif.Dan juga tindak lanjut, yaitu merupakan upaya pembenahan terhadap penilaian yang dapat berupa penyesuaian rencana, perubahan kebijakan, pemberian bimbingan, pemberian penghargaan atau sanksi.

Di akhir tahun anggaran, Badan Permusyawaratan Desa menerima laporan pertanggungjawaban Kepala Desa.Laporan Pertanggungjawaban Kepala Desa ini dijadikan sebagai dasar untuk menilai dan memberikan masukan dalam perencanaan pembangunan tahun anggaran selanjutnya. BPD didalam kapasitasnya sebagai lembaga legislative desa, memiliki peran untuk membahas laporan pertanggung jawaban realisasi pelaksanaan APB Desa kemudian

(11)

35 ditetapkannya dalam bentuk peraturan desa, selanjutnya dilaporkan kepada Bupati melalui Camat.

Peran pengawasan BPD diakhir pelaksanaan kegiatan melalui laporan pertanggung jawaban realisasi pelaksanaan APBDes dilaksanakan melalu forum musyawarah desa, sekaligus mengkaji keberhasilan dan identifikasi prioritas masalah yang terjadi pada tahun anggaran sebelumnya, evaluasi terhadap target yang direncanakan.Pengawasan dilaksanakan untuk menghasilkan rekomendasi mempertahankan, memperbaiki atau meningkatkan kualitas layanan.

Berdasarkan hasil penelitian bahwa, peran pengawasan BPD dalam pelaporan sudah cukup baik ditandai dengan, laporan pelaksanaan Dana Desa yang sudah diterima oleh Bupati melalui kecamatan.Laporan realisasi pelaksanaan Dana Desa baik fisik maupun progress keuangan sudah 100%.Sehingga peran Badan Permusyawaratan Desa Garung pada tahap pelaporan ini sudah sangat baik.

Selain menilai keberhasilan realisasi anggaran dan fisik yang sumbernya dari dana desa dalam laporan realisasi pelakanaan APB Desa, peran Badan Permusyawaratan Desa juga yaitu menyepaktinya dalam bentuk peraturan desa.Dalam pembahasan dan penetapan peraturan desa tentang laporan realisasi pelaksanaan APB Desa, partisipasi BPD sangat baik.Namun, peran BPD pada tahap pelaporan ini, masih belum maksimal, oleh karena belum maksimalnya tindakan koreksi dalam pencegahan penyimpangan secara berulang.Hal ini dikarenakan kapabilitas dan kemampuan pemahaman anggota Badan Permusyawaratan Desa masih sangat kurang.

Walaupun BPD melaksanakan fungsi pengawasan, namun pengawasan yang dilakukan tersebut berbeda dengan yang dilakukan oleh Inspektorat ataupun Camat. Tindakan BPD dalam pengawasan pengelolaan Dana Desa yang adalah sebagai mitra pemerintah desa tidak memberikan opini terhadap pengelolaan Dana Desa oleh Pemerintah Desa.Badan Permusyawaratan Desa tidak memiliki kewenangan untuk memberikan penolakan laporan pertanggung jawaban yang diberikan oleh Kepala Desa.Kewenangan BPD hanya dalam kerangka untuk mendorong agar pengelolaan dana desa sesuai dengan asas-asas pengelolaan keuangan desa dan tepat sasaran.

(12)

36 A. Hambatan Pengawasan Dana Desa oleh Badan Permusyawaratan Desa Garung

Menurut Hidayat dkk.(2005) kendala dalam pengawasan terjadi ketika adanya pejabat yang salah menangkap makna dan esensi sesungguhnya terhadap tugas-tugas pengawasan dan adanya persepsi beberapa pihak bahwa pengawasan dimaksudkan hanya untuk mencari-cari kesalahan. Ada kesamaan antara penemuan peneliti dengan teori yang dikemukakan peneliti bahwa dalam pengawasan juga terdapat hambatan baik internal ataupun eksternal.

Ada lima kendala yang dialami oleh Badan Permusyawaratan Desa Garung, Kecamatan Sambeng, Kabupaten Lamongan. Kelima hambatan itu adalah

man

,

money

,

material

,

machine

, dan

method

. Hambatan yang terjadi dalam pengawasan pengelolaan dana desa oleh BPD sebagai berikut.

Pertama, Sumber Daya Manusia (SDM). Banyak sekali hambatan pengawasan Dana Desa dan pembangunan yang terjadi selama ini, salah satunya adalah Sumber Daya Manusia (SDM). SDM merupakan faktor utama dalam pengawasan karena jika tidak ada SDM yang terjadi adalah tidak akan ada proses pengawasan. Masalah yang muncul dari SDM ini terjadi biasanya karena minimnya kesadaran SDM terhadap pengawasan itu sendiri, termasuk pula SDM yang ada di Badan Permusyawaratan Desa Garung. Minimnya kesadaran ini akan mempengaruhi perilaku dan kinerja anggota Badan Permusyawaratan Desa.

Hambatan SDM lain yang mempengaruhi dalam peran BPD dalam pengawasan pengelolaan Dana Desa, yaitu perilaku. Perilaku di BPD ini disebabkan

reward atau upah

yang didambakan anggota BPD sangat kecil dan diterimanya tidak setiap bulan. Hal ini yang sangat mempengaruhi pengawai khususnya etos kerja yang rendah dan penyimpangan yang dilakukan oleh anggota BPD.

Pemahaman peran Badan Permusyawaratan Desa oleh sebagian anggota Badan Permusyawaratan Desa Garung bahwa tugasnya adalah hanya sebagai mitra kerja Pemerintah Desa. Hal Ini akan mempengaruhi sikap anggota Badan Permusyawaratan Desa Garung yang kurang proaktif, tidak adanya inisiatif dari anggota Badan Permusyawaratan Desa Garung untuk melaksanakan tugas dan

(13)

37 fungsinya terkait pengawasan pengelolaan dana desa. Kurang proaktifnya anggota Badan Permusyawaratan Desa tersebut akan mempengaruhi kinerja organisasi secara keseluruhan. Organisasi akan terlihat seperti tidak mempunyai responsivitas atau disposisi yang baik dalam memberikan pengawasan terhadap pengelolaan dana desa. Disposisi atau sikap tersebut yaitu berkaitan dengan kepekaan staff organisasi dalam menanggapi kebutuhan konsumen (Masyarakat). Hambatan Sumber Daya Manusiajuga berkaitan dengan kemampuan dan kapabilitas SDM yang melakukan pengawasan.SDM di Badan Permusyawaratan Desa Garung belum seluruhnya memiliki kualifikasi yang memadai dalam memahami tugas dan fungsi Badan Permusyawaratan Desa itu sendiri.SDM yang sebagian besar memiliki latar belakang pendidikan SLTP dan SMA/Sederajat membuat pengawasan kurang dikuasai oleh anggota BPD.Hal ini membuat pengawasan yang dilakukan oleh anggota BPD hanya terbatas pada pelaksanaan siklus tahunan yaitu bersama Pemerintah Desa membahas dan menyepakati Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa.

Dalam melakukan pengawasan, SDM yang dimiliki BPD Garung berdasarkan strata pendidikan yang didapatkan dari Pemerintahan Desa 2016, sebanyak 1orang berpendidikan S1, sebanyak 2 orang berpendidikan SLTA, sebanyak 4 orang berpendidikan SLTP.kemampuan SDM manusia dari tingkat pendidikan cukup memberikan pengaruh sehingga perlu pembinaan dan pengawasan yang intens dari pemerintah diatasnya. Selain itu, profesi atau pekerjaan dari setiap anggota BPD Garung juga memberikan pengaruh terhadap ketidakmaksimalan dalam melaksanakan peran pengawasan.

Kedua, Anggaran menjadi faktor penentu dalam kegiatan atau aktivitas pengawasan.Walaupun bukan semata-mata faktor utama yang menjadi ukuran keberhasilan kegiatan pengawasan, tetapi faktor ini menjadi penting manakala lembaga-lembaga pengawas ingin melakukan kegiatannya serta menyukseskan kegiatan pengawasan.Hal ini disebabkan anggaran merupakan modal untuk membiayai seluruh kegiatan pengawasan, mulai dari biaya yang dikeluarkan untuk melakukan pengawasan,

salary

atas aparat-aparat yang melakukan pengawasan, pengadaan barang dan jasa di bidang pengawasan, hingga peningkatan kinerja bagi aparat-aparat pengawas itu sendiri.

(14)

38 Hambatan anggaran ini terjadi karena BPD sebagai lembaga legislative desa yang memiliki fungsi pengawasan ingin melakukan kegiatan pengawasan namun anggaran yang diberikan tidak cukup memadai untuk melaksanakan kegiatan tersebut.Kendala anggaran menjadi penentu untuk disediakannya sarana dan prasarana pendukung kegiatan pengawasan, sehingga kadangkala kebutuhan tersebut tidak terpenuhi diakibatkan anggaran yang ada tidak mencukupi.

Dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya, dana operasional Badan Permusyawaratan Desa dibiayai oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa selama satu tahun anggaran sebesar Rp. 2.962.000. Dana ini cukup bagi pelaksanaan tugas dan fungsi Badan Permusyawaratan Desa Garung, namun belum signifikan berpengaruh pada peran Badan Permusyawaratan Desa dalam pengawasan pengelolaan dana desa.

Ketiga

,

Sarana dan prasarana. Hambatan lain yang menjadi masalah dalam pengawasanadalah sarana dan prasarana untuk mendukung pengawasan sangat minim, dimana sarana dan prasarana ini dibutuhkan sebagai upaya mendukung pengawasan yang dilakukan oleh BPD. Pengawasan pengelolaan dana desa yang dilakukan oleh BPD mengalami kekurangan dalam alat pendukung seperti

Personal Computer

(PC),

notebook

, internet, alat tulis kantor (ATK), dan lain-lain. Kendala kekurangan ini harus segera dipenuhi seiring dengan makin berkembangnya pengawasan yang dilakukan oleh BPD.

Selain itu, kendala sarana dan prasaran yang sangat dibutuhkan sekarang adalah kantor.Dari hasil pengamatan dilapangan, Badan Permusyawaratan Desa Garung tidak memiliki kantor, sehingga praktis Badan Permusyawaratan Desa Garung tidak bekerja secara efektif. Berkas-berkas dan dokumen dibawah dan simpan dirumah ketua Badan Permusyawaratan Desa.Secara organisasi, kondisi ini tidaklah efektif dalam bekerja untuk mencapai tujuan-tujuan organisasi. Hal ini, jika dibiarkan terus tanpa diperhatikan oleh segenap unsur di desa dan kecamatan, maka akan sangat berpengaruh pada optimalnya peran Badan Permusyawaratan Desa.

Keempat, Metode kerja juga menjadi salah satu faktor penghambat maupun menjadi faktor keberhasilan dalam pelaksanaan tugas dan fungsi suatu

(15)

39 lembaga pemerintahan. Metode kerja ini yakni berkaitan dengan prosedur-prosedur kerja ukuran-ukuran dasar atau sering disebut

Standard Operating

Procedure

(SOP).

SOP atau prosedur-prosedur dapat menanggulangi keadaan-keadaan umum digunakan dalam organisasi-organisasi publik maupun swasta. Dengan menggunakan SOP, dapat menyeragamkan tindakan-tindakan dari para pejabat dalam organisasi-organisasi yang kompleks dan tersebar luas, yang pada gilirannya dapat menimbulkan fleksibilitas yang besar. SOP ini diantaranya berkaitan dengan program kerja tahunan dan juga tata tertib organisasi.

Tuntutan masyarakat dan organisasi diatasnya terhadap BPD sangatlah tinggi, tanggung jawab Badan Permusyawaratan Desa cukuplah strategis, namun minimnya pemahaman anggota akan tugas dan fungsinya, minimnya pengetahuan akan pengelolaan anggaran, dan juga pedoman penyelenggaraan organisasi yang tidak ada, akan sangat mempengaruhi kinerja organisasi tersebut.

Kesimpulan

Dari hasil penelitian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa Peran Badan Permusyawaratan Desa dalam pengawasan pengelolaan Dana Desa di Desa Garung, Kecamatan Sambeng, Kabupaten Lamongan, belum optimal dilaksanakan. Hal ini disebabkan karena masih banyaknya kendala yang dihadapi diantaranya berkaitandengan

man

,

money

,

material

,

machine

, dan

method.

Daftar Pustaka

Budiono (2010).

Evaluasi peranan BPD ( Badan Permusyawaratan Desa )

Desa Grudo, Kecamatan Ngawi, Kabupaten Ngawi dalam era otonomi

daerah

. MEDIA SOERJO Vol. 6 No. 1 April 2010

Fahmi Irfan. (2012).

Manajemen kepemimpinan teori dan aplikasi,

cetakan pertama, Penerbit : Alfabeta, Bandung

(16)

40 Hendri. (2010).

Pelaksanaan prinsip tata kelola pemerintahan yang baik pada

Badan Permusyawaratan Desa di Desa Bina Baru Kecamatan Kampar

Kiri Tengah Kabupaten Kampar.

Tesis. Universitas Islam Riau

Jatmoko, Dwi. (2006).

Kedudukan dan Peran Badan Permusyawaratan Desa

(BPD) Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Desa di Kabupaten

Sukoharjo.

Tesis.Universitas Muhamadiyah Surakarta.

Makmur (2011).

Efektifitas kebijakan kelembagaan pengawasan.

Bandung: PT. Refika Aditama

Sugiyono. (2014).

Metode penelitian kuantitatif, kualitatif dan R&D.

Bandung: Alfabeta

Tansala, F. (2014).

Efektivitas pengawasan Badan Permusyawaratan Desa

(BPD) dalam penggunaan Alokasi Dana Desa Di Desa Beteleme

Kabupaten Morowali Sulawesi Tengah

. Jurnal Eksekutif Vol 1, No 3 (2014)

Publisher:

Sam Ratulangi University

Widjaja, H. (2012).

Otonomi desa merupakan otonomi yang asli, bulat dan

utuh.

Jakarta:PT. Rajagravindo Persada.

Winarni.(2000).

Manajer dan manajemen.

Bandung: Citra Adhitya Bakti Winarno B. (2014).

Kebijakan publik: teori, proses, dan studi kasus

.

Yogyakarta: CAPS (Center of Academic Publishing Service) Dokumen-Dokumen

Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa

Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 9Tahun 2015 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 60 Tahun 2014 Tentang Dana Desa Yang Bersumber Dari Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2014 Tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa

(17)

41 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 47 Tahun 2015 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 Tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-UndangNomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa

Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, Dan Transmigrasi Nomor 5 Tahun 2015 Tentang Penetapan Prioritas Penggunaan Dana Desa Tahun 2015

Referensi

Dokumen terkait

Sehubungan ItU, untuk menguJI keberkesanan proses Interpretasl makna uJaran antara penutur dengan pendengar, pendengar harus meruJuk kepada tltlk permulaan

Laporan keuangan pada dasarnya adalah hasil dari proses akuntansi yang dapat digunakan sebagai alat untuk berkomunikasi antara data keuangan atau aktivitas suatu

a. Sumber primer adalah sumber data yang memiliki otoritas, artinya bersifat mengikat, meliputi peraturan perundang-undangan, Putusan hakim. 12 Dalam penelitian ini sumber

Faktor kedua latar belakang pendidikan akan berpengaruh terhadap terbentuknya persepsi atau pemahaman nazhir, karena nazhir yang berpendidikan akan memiliki sikap

SNP adalah kriteria minimal tentang sistem pendidikan diseluruh wilayah NKRI, yang meliputi 8 (delapan) muatan standar, yaitu: 1) Standar Isi (SI), mencakup lingkup

Penilaian pembelajaran yang dilakukan dengan RPP dengan menggunakan pendekatan kooperatif tipe TGT pada pembelajaran PKN sudah mengalami peningkatan bila dibandingkan

a) Kuantitas dari bahan aspal yang diukur untuk pembayaran adalah nilai terkecil di antara berikut ini : jumlah liter residu pada 15 ºC menurut takaran yang diperlukan