• Tidak ada hasil yang ditemukan

Referat Gangguan Cemas

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Referat Gangguan Cemas"

Copied!
77
0
0

Teks penuh

(1)

Gangguan Cemas 1

Referat

Gangguan Cemas

Pembimbing:

dr. Lydia Esther Nurcahaya, Sp.KJ Disusun oleh: Tjen Funny (11.2011.101) Steffi (11.2011.071) William (11.2011.225) Tiara Nugraeni (11.2011.103) Kurniawati Hesli Pratiwi (11.2012.195)

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran Jiwa Universitas Kristen Krida Wacana Rumah Sakit Jiwa Povinsi Jawa Barat

Cisarua

(2)

Gangguan Cemas 2

Kata Pengantar

Puji Syukur penyusun haturkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan karuniaNya sehingga referat ini dapat diselesaikan. Penyusun juga ingin mengucapkan terima kasih kepada dr. Lydia E. Nurcahaya sebagai pembimbing yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini.

Penyusunan makalah ini bertujuan untuk memenuhi Referat ini disusun sebagai sarana diskusi dan pembelajaran mengenai gangguan cemas, serta diajukan guna memenuhi tugas Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran Jiwa di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jawa Barat. Dalam makalah ini penyusun membahas gangguan cemas. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca sehingga dapat memberi informasi kepada para pembaca.

Penyusun menyadari dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, penyusun sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak sehingga lebih baik pada penyusunan makalah berikutnya. Terima kasih.

Cisarua, Juli 2013

(3)

Gangguan Cemas 3

Daftar Isi

Kata Pengantar ... 2 Daftar Isi ... 3 Bab 1 ... 6 Pendahuluan ... 6 Bab 2 ... 7 Isi ... 7

2.1. Gangguan Panik dan Agorafobia ... 12

2.1.1. Definisi ... 12

2.1.2. Epidemiologi ... 12

2.1.3. Etiopatogenesis ... 13

2.1.4. Tanda dan Gejala ... 17

2.1.5. Pedoman Diagnostik ... 19

2.1.6. Diagnosis Banding ... 24

2.1.7. Penatalaksanaan ... 26

2.1.8. Perjalanan Gangguan dan Prognosis ... 31

2.1.9. Pencegahan ... 33

2.2. Fobia Spesifik dan Fobia Sosial ... 33

2.2.1. Definisi ... 33

2.2.2. Epidemiologi ... 34

2.2.3. Etiopatogenesis ... 35

2.2.4. Tanda dan Gejala ... 36

2.2.5. Pedoman Diagnostik ... 37

2.2.6. Diagnosis Banding ... 40

2.2.7. Penatalaksanaan ... 41

2.2.8. Prognosis ... 42

2.3. Gangguan Obsesif Kompulsif ... 43

2.3.1. Definisi ... 43

(4)

Gangguan Cemas 4

2.3.3. Etiopatogenesis ... 44

2.3.4. Tanda dan Gejala ... 44

2.3.5. Pedoman Diagnostik ... 45

2.3.6. Diagnosis Banding ... 46

2.3.7. Penatalaksanaan ... 46

2.3.8. Perjalanan Penyakit dan Prognosis ... 47

2.4. Gangguan Stress Postraumatik (Post Traumatic Stress Disorder) ... 47

2.4.1. Definisi ... 47

2.4.2. Epidemiologi ... 48

2.4.3. Etiopatogenesis ... 49

. ... Error! Bookmark not defined. 2.4.4. Tanda dan Gejala ... 51

2.4.5. Pedoman Diagnostik ... 53

2.4.6. Penatalaksanaan ... 55

2.5. Gangguna Cemas Menyeluruh ... 57

2.5.1. Definisi ... 57

2.5.2. Epidemiologi ... 58

2.5.3. Etiopatogenesis ... 58

2.5.4. Tanda dan Gejala ... 59

2.5.5. Pedoman Diagnostik ... 60

2.5.6. Diagnosis Banding ... 61

2.5.7. Penatalaksanaan ... 62

2.5.8. Perjalanan Penyakit dan Prognosis ... 62

2.6. Gangguan Cemas Lainnya ... 63

2.6.1. Gangguan ansietas akibat keadaan medis umum ... 63

2.6.1.1 Epidemiologi ... 64

2.6.1.2 Etiologi ... 64

2.6.1.3 Diagnosis ... 64

2.6.1.4. Gambaran Klinis ... 65

2.6.1.5. Diagnosis Banding ... 66

2.6.1.6. Perjalanan Penyakit dan Prognosis ... 66

(5)

Gangguan Cemas 5

2.6.2. Gangguan Ansietas yang Dicetuskan Zat ... 67

2.6.2.1. Definisi ... 67 2.6.2.2. Epidemiologi ... 67 2.6.2.3. Etiopatogenesis ... 67 2.6.2.4. Diagnosis ... 68 2.6.2.5. Gambaran Klinis ... 69 2.6.2.6. Diagnosis Banding ... 70

2.6.2.7. Perjalanan Penyakit dan Prognosis ... 70

2.6.2.8. Terapi ... 70

2.6.3. Gangguan Ansietas yang tak Tergolongkan ... 70

2.6.4. Gangguan Campuran Ansietas Depresif ... 72

2.6.4.1. Definisi ... 72 2.6.4.2. Epidemiologi ... 72 2.6.4.3. Etiopatogenis ... 72 2.6.4.4. Diagnosis ... 73 2.6.4.5. Gambaran Klinis ... 74 2.6.4.6. Diagnosis Banding ... 74

2.6.4.7. Perjalanan Penyakit dan Prognosis ... 75

2.6.4.8. Terapi ... 75

Bab III ... 76

Penutup ... 76

(6)

Gangguan Cemas 6

Bab 1

Pendahuluan

Cemas didefinisikan sebagai suatu sinyal yang menyadarkan; ia memperingatkan adanya bahaya yang mengancam dan memungkinkan seseorang mengambil tindakan untuk mengatasi ancaman. Rasa tersebut ditandai dengan gejala otonom seperti nyeri kepala, berkeringat, palpitasi, rasa sesak di dada, tidak nyaman pada perut, dan gelisah.

Rasa cemas dapat datang dari eksternal atau internal. Masalah eksternal umumnya terkait dengan hubungan antara seseorang dengan komunitas, teman, atau keluarga. Masalah internal umumnya terkait dengan pikiran seseorang sendiri. Dari beberapa jenis gangguan cemas, gangguan panic adalah yang seringkali dijumpai di masyarakat.

Rasa cemas dapat dikonsepkan sebagai respon normal dan adaptif terhadap ancaman yang megharuskan seseorang untuk lari ataupun melawan. Orang yang tampak cemas patologis mengenai hampir semua hal cenderung di golongkan memiliki gangguan cemas.

Dalam referat ini penyusun akan membahas beberapa penggolongan dari gangguan cemas, yakni gangguan panik dan agoraphobia, fobia spesifik dan fobia social, gangguan obsesif kompulsifm gangguan stress post traumatik, gangguan cemas menyeluruh, dan gangguan cemas lainnnya. Dalam setiap sub bab akan dibahas mengenai definisi, epidemiologi, etiopatogenesis, tanda dan gejala, pedoman diagnosis, penatalaksanaan, perjalanan gangguan serta prognosis dari masing-masing gangguan cemas.

(7)

Gangguan Cemas 7

Bab 2

Isi

DEFINISI GANGGUAN CEMAS

Cemas didefinisikan sebagai suatu sinyal yang menyadarkan; ia memperingatkan adanya bahaya yang mengancam dan memungkinkan seseorang mengambil tindakan untuk mengatasi ancaman. Rasa tersebut ditandai dengan gejala otonom seperti nyeri kepala, berkeringat, palpitasi, rasa sesak di dada, tidak nyaman pada perut, dan gelisah.

Rasa cemas dapat datang dari eksternal atau internal. Masalah eksternal umumnya terkait dengan hubungan antara seseorang dengan komunitas, teman, atau keluarga. Masalah internal umumnya terkait dengan pikiran seseorang sendiri1,2

TANDA DAN GEJALA GANGGUAN CEMAS

Gejala-gejala cemas pada dasarnya terdiri dari dua komponen yakni, kesadaran terhadap sensasi fisiologis ( palpitasi atau berkeringat ) dan kesadaran terhadap rasa gugup atau takut. Selain dari gejala motorik dan viseral, rasa cemas juga mempengaruhi kemampuan berpikir, persepsi, dan belajar. Umumnya hal tersebut menyebabkan rasa bingung dan distorsi persepsi. Distorsi ini dapat menganggu belajar dengan menurunkan kemampuan memusatkan perhatian, menurunkan daya ingat dan menganggu kemampuan untuk menghubungkan satu hal dengan lainnya.

Aspek yang penting pada rasa cemas, umumnya orang dengan rasa cemas akan melakukan seleksi terhadap hal-hal disekitar mereka yang dapat membenarkan persepsi mereka mengenai suatu hal yang menimbulkan rasa cemas.2

PATOFISIOLOGI GANGGUAN CEMAS

Teori Psikoanalitik

Sigmeun Freud menyatakan dalam bukunya “ 1926 Inhibitons, Symptoms, Anxiety” bahwa kecemasan adalah suatu sinyal kepada ego bahwa suatu dorongan yang tidak dapat diterima menekan untuk mendapatkan perwakilan dan pelepasan sadar. Sebagai suatu sinyal,

(8)

Gangguan Cemas 8 kecemasan menyadarkan ego untuk mengambil tindakan defensif terhadap tekanan dari dalam. Jika kecemasan naik di atas tingkatan rendah intensitas karakter fungsinya sebagai suatu sinyal, ia akan timbul sebagai serangan panik.2

Teori Perilaku

Rasa cemas dianggap timbul sebagai respon dari stimulus lingkungan yang spesifik. Contohnya, seorang anak laki-laki yang dibesarkan oleh ibunya yang memperlakukannya semena-mena, akan segera merasa cemas bila ia bertemu ibunya. Melalui proses generalisasi, ia akan menjadi tidak percaya dengan wanita. Bahkan seorang anak dapat meniru sifat orang tuanya yang cemas.2

Teori Eksistensi

Pada gangguan cemas menyeluruh, tidak didapatkan stimulus rasa cemas yang bersifat kronis. Inti dari teori eksistensi adalah seseorang merasa hidup di dalam dunia yang tidak bertujuan. Rasa cemas adalah respon mereka terhadap rasa kekosongan eksistensi dan arti.

Berdasarkan aspek biologis, didapatkan beberapa teori yang mendasari timbulnya cemas yang patologis antara lain:

 Sistem saraf otonom

 Neurotransmiter2 Neurotransmiter

1. Norepinephrine

Gejala kronis yang ditunjukan oleh pasien dengan gangguan cemas berupa serangan panik, insomnia, terkejut, dan autonomic hyperarousal, merupakan karakteristik dari peningkatan fungsi noradrenergik. Teori umum dari keterlibatan norepinephrine pada gangguan cemas, adalah pasien tersebut memiliki kemampuan regulasi sistem noradrenergik yang buruk terkait dengan peningkatan aktivitas yang mendadak. Sel-sel dari sistem noradrenergik terlokalisasi secara primer pada locus ceruleus pada rostral pons, dan memiliki akson yang menjurus pada korteks serebri, sistem limbik, medula oblongata, dan medula spinalis. Percobaan pada primata menunjukan bila diberi stimulus pada daerah tersebut menimbulkan rasa takut dan

(9)

Gangguan Cemas 9 bila dilakukan inhibisi, primata tersebut tidak menunjukan adanya rasa takut. Studi pada manusia, didapatkan pasien dengan gangguan serangan panik, bila diberikan agonis reseptor β-adrenergik ( Isoproterenol ) dan antagonis reseptor α-2 adrenergik dapat mencetuskan serangan panik secara lebih sering dan lebih berat. Kebalikannya, clonidine, agonis reseptor α-2 menunjukan pengurangan gejala cemas.2

2. Serotonin

Ditemukannya banyak reseptor serotonin telah mencetuskan pencarian peran serotonin dalam gangguan cemas. Berbagai stress dapat menimbulkan peningkatan 5-hydroxytryptamine pada prefrontal korteks, nukleus accumbens, amygdala, dan hipotalamus lateral. Penelitian tersebut juga dilakukan berdasarkan penggunaan obat-obatan serotonergik seperti clomipramine pada gangguan obsesif kompulsif. Efektivitas pada penggunaan obat buspirone juga menunjukkan kemungkinan relasi antara serotonin dan rasa cemas. Sel-sel tubuh yang memiliki reseptor serotonergik ditemukan dominan pada raphe nuclei pada rostral brainstem dan menuju pada korteks serebri, sistem limbik, dan hipotalamus.2

3. GABA

Peran GABA pada gangguan cemas sangat terlihat dari efektivitas obat-obatan benzodiazepine, yang meningkatkan aktivitas GABA pada reseptor GABA tipe A. Walaupun benzodiazepine potensi rendah paling efektif terhadap gejala gangguan cemas menyeluruh, benzodiazepine potensi tinggi seperti alprazolam dan clonazepam ditemukan efektif pada terapi gangguan serangan panik

Pada suatu studi struktur dengan CT scan dan MRI menunjukan peningkatan ukuran ventrikel otak terkait dengan lamanya pasien mengkonsumsi obat benzodiazepine. Pada satu studi MRI, sebuah defek spesifik pada lobus temporal kanan ditemukan pada pasien dengan gangguan serangan panik. Beberapa studi pencitraan otak lainnya juga menunjukan adanya penemuan abnormal pada hemisfer kanan otak, tapi tidak ada pada hemisfer kiri. fMRI, SPECT, dan EEG menunjukan penemuan abnormal pada korteks frontal pasien dengan gangguan cemas, yang ditemukan juga pada area oksipital, temporal, dan girus hippocampal. Pada gangguan

(10)

Gangguan Cemas 10 obsesif kompulsif diduga terdapat kelainan pada nukleus kaudatus. Pada PTSD, fMRI menunjukan pengingkatan aktivitas pada amygdala. 2

Sistem Saraf Otonom

Gejala-gejala yang ditimbulkan akibat stimulus terhadap sistem saraf otonom adalah:

 sistem kardiovaskuler (palpitasi)

 muskuloskeletal (nyeri kepala)

 gastrointestinal (diare)

 respirasi (takipneu)

Sistem saraf otonom pada pasien dengan gangguan cemas, terutama pada pasien dengan gangguan serangan panik, mempertunjukan peningkatan tonus simpatetik, yang beradaptasi lambat pada stimuli repetitif dan berlebih pada stimuli yang sedang.

Berdasarkan pertimbangan neuroanatomis, daerah sistem limbik dan korteks serebri dianggap memegang peran penting dalam proses terjadinya cemas.2

Korteks Serebri

Korteks serebri bagian frontal berhubungan dengan regio parahippocampal, cingulate gyrus, dan hipotalamus, sehingga diduga berkaitan dengan gangguan cemas. Korteks temporal juga dikaitkan dengan gangguan cemas. Hal ini diduga karena adanya kemiripan antara presentasi klinis dan EEG pada pasien dengan epilepsy lobus temporal dan gangguan obsesif kompulsif.

Sistem Limbik

Selain menerima inervasi dari noradrenergik dan serotonergik, sistem limbik juga memiliki reseptor GABA dalam jumlah yang banyak. Ablasi dan stimulasi pada primata juga menunjukan jikalau sistem limbik berpengaruh pada respon cemas dan takut. Dua area pada sistem limbik menarik perhatian peneliti, yakni peningkatan aktivitas pada septohippocampal, yang diduga berkaitan dengan rasa cemas, dan cingulate gyrus, yang diduga berkaitan dengan gangguan obsesif kompulsif.

(11)

Gangguan Cemas 11

KLASIFIKASI GANGGUAN CEMAS

Berdasarkan Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders ( DSM-IV), gangguan cemas terdiri dari :

(1) Serangan panik dengan atau tanpa agoraphobia; (2) Agoraphobia dengan atau tanpa Serangan panik; (3) Fobia spesifik;

(4) Fobia sosial;

(5) Gangguan Obsesif-Kompulsif;

(6) Post Traumatic Stress Disorder ( PTSD ); (7) Gangguan Stress Akut;

(8) Gangguan Cemas Menyeluruh (Generalized Anxiety Disorder).

Berdasarkan Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III, gangguan cemas dikaitkan dalam gangguan neurotik, gangguan somatoform dan gangguan yang berkaitan dengan stress (F40-48).

F40–F48 GANGGUAN NEUROTIK, GANGGUAN SOMATOFORM DAN GANGGUAN YANG BERKAITAN DENGAN STRES

F40 Gangguan Anxieta Fobik

F40.0 Agorafobia

.00 Tanpa gangguan panik .01 Dengan gangguan panik F40.1 Fobia sosial

F40.2 Fobia khas (terisolasi)

F40.8 Gangguan anxietas fobik lainnya F40.9 Gangguan anxietas fobik YTT

F41 Gangguan Anxietas Lainnya

F41.0 Gangguan panik (anxietas paroksismal episodik) F41.1 Gangguan anxietas menyeluruh

(12)

Gangguan Cemas 12 F41.2 Gangguan campuran anxietas dan depresif

F41.3 Gangguan anxietas campuran lainnya F41.8 Gangguan anxietas lainnya YDT F41.9 Gangguan anxietas YTT

F42 Gangguan Obsesif-Kompulsif

F42.0 Predominan pikiran obsesional atau pengulangan F42.1 Predominan tindakan kompulsif (obsesional ritual) F42.2 Campuran tindakan dan pikiran obsesional

F42.8 Gangguan obsesif kompulsif lainnya F42.9 Gangguan obsesif kompulsif YTT

F43 Reaksi Terhadap Stres Berat dan Gangguan Penyesuaian (F43.0-F43.9) F44 Gangguan Disosiatif (Konversi) (F44.0-F44.9)

F45 Gangguan Somatoform (F45.0-F45.9) F48 Gangguan Neurotik Lainnya (F48.0-F48.9)

2.1. Gangguan Panik dan Agorafobia

2.1.1. Definisi

Gangguan panik ditandai dengan adanya serangan panik yang tidak diduga dan spontan yang terdiri atas periode rasa takut intens yang hati-hati dan bervariasi dari sejumlah serangan sepanjang hari sampai hanya sedikit serangan selama satu tahun. Gangguan panik sering disertai agorafobia, yaitu rasa takut sendirian di tempat umum (seperti supermarket), terutama tempat yang sulit untuk keluar dengan cepat saat terjadi serangan panik.1

2.1.2. Epidemiologi

Di antara beberapa gangguan cemas yang dikenal, gangguan panik merupakan gangguan yang lebih sering dijumpai akhir-akhir ini. Studi epidemiologis melaporkan angka prevalensi seumur hidup 1,5 sampai 5 persen untuk gangguan panik dan 3 hingga 5,6 persen untuk serangan panik. Perempuan lebih mudah

(13)

Gangguan Cemas 13 terkena dua hingga tiga kali daripada laki-laki walaupun pengabaian diagnosis gangguan panik pada laki-laki dapat berperan dalam distribusi yang tidak sebenarnya.

Ada sedikit perbedaan antara Hispanik, orang kulit putih, dan orang kulit hitam. Satu-satunya faktor sosial yang diidentifikasi turut berperan dalam timbulnya gangguan panik adalah riwayat perceraian atau perpisahan baru terjadi. Gangguan panik paling lama timbul pada dewasa muda (usia rerata timbulnya gangguan sekitar 25 tahun) tetapi gangguan panik dan agorafobia dapat timbul pada usia berapapun. Gangguan panik dilaporkan terjadi pada anak dan remaja, serta diagnosis gangguan ini mungkin kurang terdiagnosis pada kelompok usia tersebut. Prevalensi seumur hidup agorafobia dilaporkan berkisar antara 0,6 persen sampai setinggi 6 persen. Di banyak kasus, awitan agorafobia mengikuti peristiwa traumatik.2

2.1.3. Etiopatogenesis

Faktor Biologis

Sebagian besar penelitian dilakukan di area dengan penggunaan stimulan biologis untuk mencetuskan serangan panik pada pasien dengan gangguan panik. Sangat banyak penelitian yang telah dilakukan dengan menggunakan stimulan untuk menginduksi serangan panik pada pasien dengan gangguan panik. Studi ini dan studi lainnnya menghasilkan hipotesis yang melibatkan disregulasi sistem saraf perifer dan pusat dalam patofisiologi gangguan panik. Sistem saraf otonom pada sejumlah pasien dengan gangguan panik dilaporkan menunjukkan peningkatan tonus simpatik, beradaptasi lambat terhadap stimulus berulang, dan berespons berlebihan terhadap stimulus sedang. Studi status neuroendokrin pada pasien ini menunjukkan beberapa abnormalitas, walaupun studi-studi ini menghasilkan temuan yang tidak konsisten.1

Sistem neurotransmiter utama yang terlibat adalah. norepinefrin, serotonin, dan asam gamma-aminobutirat (GABA). Halinididukungoleh fakta bahwa Serotonin

Reuptake Inhibitors (SSRIs) efektif pada terapi pasien-pasien dengangangguan

cemas,termasuk gangguan panik.1

Disfungsi serotonergik cukup terlihat pada gangguan panik dan berbagai studi dengan obat campuran agonis-antagonis serotonin menunjukkan peningkatan angka

(14)

Gangguan Cemas 14 ansietas. Respon tersebut dapat disebabkan oleh hipersensitivitas serotonin pascasinaps pada gangguan panik. Terdapat bukti praklinis bahwa melemahnya transmisi inhibisi lokai GABA-nergik di amigdala basolateral, otak tengah dan hipotalamus dapat mencetuskan respons fisiologis mirin ansietas.1

Serangan panik merupakan respons terhadap rasa takut yang terkondisi yang ditampilkan oleh fear network yang terlalu sensitif, yaitu amígdala, korteks prefrontal dan hipokampus, yang berperan terhadap timbulnya panik. Dalam model ini, seseorang dengan gangguan panik menjadi takut akan terjadinya serangan panik.2

Keseluruhan data biologis mengarahkan pada suatu fokus di batang otak (terutama neuron noreadrenergik pada Locus ceruleus dan neuron serotonergik pada raphe nucleus media), sistem limbik (mungkin bertanggungjawab dalam pembentukan ansietas amisipatorik), dan korteks prafrontal (mungkin bertanggung jawab dalam pembentukan penghindaran fobik). Di antara berbagai neurotransmiter yang terlibat, sistem noradrenergik juga menarik banyak perhatian, terutama reseptor alpha 2-prasinaps yang memegang peran yang signifikan. Reseptor ini diidentifikasi melalui percobaan farmakologis dengan agonis reseptor-alpha, klonidin (Catapres) dan antagonis reseptor-alpha2 yohimbin, yang merangsang letupan pada locus ceruleus dan menimbulkan tingkat aktivitas mirip panik yang tinggi pada pasien dengan gangguan panik.2

Substansi yang Mencetuskan Panik.

Substansi yang mencetuskan panik (panikogen) menginduksi serangan panik pada mayoritas pasien dengan gangguan panik dan pada proprosi yang jauh lebih kecil pada orang tanpa gangguan panik atau dengan riwayat serangan panik. (Penggunaan zat yang menginduksi panik sangat terbatas pada lingkungan penelitian; tidak ada alasan indikasi klinis untuk merangsang serangan panik pada pasien). Zat yang disebut penginduksi panik pernapasan menyebabkan rangsangan pernapasan dan pergeseran keseimbangan asam basa. Zat ini mencakup karbon dioksida (5 sampai 35 % campuran), natrium laktat, dan bikarbonat. Zat penginduksi panik neurokimia, yang bekerja melalui sistem neurotransmiter

(15)

Gangguan Cemas 15 spesifik, mencakup yohimbin (Yocon), suatu antagonis reseptor-alpha 2, adrenergik; fenfluramin (Pondimin), agen pelepas serotonin; m-klorofenilpiperazin (mCPP), suatu agen dengan berbagai efek serotonorgik; obat mikro-karbolin; agonis kebalikan reseptor GABAB; flumazenil, suatu antagonis reseptor GABAB; kolesistokinin; dan kafein. Isoproterenol (Isuprel) juga merupakan zat penginduksi panik walaupun mekanisme kerjanya dalam mencetuskan serangan panik tidak diketahui dengan baik. Zat penginduksi panik pernapasan awalnya dapat bekerja di baroreseptor kardio-vaskular perifer dan mengirim sinyalnya melalui aferen vagus ke nukleus traktussolitarii dan kemudian ke nukleus paragigantoselularis medula. Hiperventilasi pada pasien gangguan panik dapat disebabkan oleh sistem alarm kekurangan udara hipersensitif, sementara peningkatan konsentrasi PC02 dan laktat otak secara prematur mengaktifkan monitor asfiksik fisiologis. Zat penginduksi panik neurokimia dianggap terutama memengaruhi reseptor noradrenergik, serotonergik, GABA di sistem saraf pusat secara langsung.

Pencitraan Otak

Studi pencitraan struktur otak, contohnya magnetic resonance imaging (MRI), pada pasien dengan ganguan panik melibatkan keterlibatan patologis lobus temporalis, terutama hipokampus. Satu studi MRI melaporkan abnormalitas, terutama atrofi korteks, di lobus temporalis kanan pasien-pasien ini. Studi pencitraan otak fungsional, contohnya positronemission tomography (PET), melibatkan adanya disregulasi aliran darah otak. Khususnya, gangguan ansietas dan serangan panik disertai vasokonstriksi serebral, yang dapat menimbulkan gejala sistem saraf pusat seperti pusing dan gejala sistem saraf perifer yang dapat dicetuskan oleh hiperventilasi dan hipokapnia. Sebagian besar studi pencitraan otak fungsional menggunakan zat penginduksi panik spesifik (contohnya laktat, kafein, atau yohimbin) dikombinasi dengan PET atau single photon emission computed

tomography (SPECT) untuk mengkaji efek zat penginduksi panik dan serangan

panik yang diinduksi pada aliran darah otak.1

(16)

Gangguan Cemas 16 Walaupun studi yang terkontrol baik mengenai dasar genetik gangguan panik dan agorafobia jumlahnya sedikit, data saat ini mendukung kesimpulan bahwa gangguan ini memiliki komponen genetik yang khas. Di samping itu, sejumlah data menunjukkan bahwa gangguan panik dengan agorafobia adalah bentuk parah gangguan panik sehingga lebih mungkin diturunkan. Berbagai studi menemukan peningkatan risiko empat hingga delapan kali untuk gangguan panik di antara kerabat derajat pertama pasien dengan gangguan panik dibandingkan kerabat derajat pertama pasien psikiatri lain. Studi kembar yang telah dilakukan hingga saat ini umumnya melaporkan bahwa kedua kembar monozigot lebih mudah terkena bersamaan daripada kembar dizigot.Saat ini, tidak ada data yang menunjukkan hubungan antara lokasi kromosom spesifik atau cara transmisi dan gangguan ini.1

Pada keturunan pertama penderita gangguan panik dengan agorafobia mempunyai resiko 4 sampai 8 kali mendapatkan serangan yang sama.2

Faktor Psikososial

Teori perilaku kognitif dan psikoanalitik telah dikembangkan untuk menerangkan patogenesis gangguan panik dan agorafobia. Keberhasilan metode kognitif perilaku untuk terapi gangguan ini dapat menambahkan kepercayaan pada teori perilaku kognitif.

Analisis penelitian mendapatkan bahwa terdapat pola ansietas akan sosialisasi saat masa kanak, hubungan dengan orang tua yang tidak mendukung serta perasaan terperangkap atau terjebak. Pada kebanyakan pasien, rasa marah dan agrevitas sulit dikendalikan.Pada pasien-pasien dengan gangguan panik, terdapat kesulitan dalam mengendalikan rasa marah dan fantasi-fantasi nirsadar yang terkait.Misalnya harapan dapat melakukan balas dendam terhadap orang tertentu.Harapan ini merupakan suatu ancaman terdapat figur yang melekat.

Teori Perilaku Kognitif

Teori perilaku menyatakan bahwa ansietas adalah respons yang dipelajari baik dari menirukan perilaku orang tua maupun melalui proses pembelajaran klasik. Di dalam metode pembelajaran klasik pada gangguan panik dan agorafobia, stimulus

(17)

Gangguan Cemas 17 berbahaya (seperti serangan panik) yang timbul bersama stimulus netral (seperti naik bus) dapat mengakibatkan penghindaran stimulus netral. Teori perilaku lain menyatakan hubungan antara sensasi gejala somatik ringan (seperti palpitasi) dan timbulnya serangan panik.2

Analisis penelitian mendapatkan bahwa terdapat pola ansietas akan sosialisasi saat masa kanak, hubungan dengan orangtua yang tidak mendukung serta perasaan terperangkap atau terjebak. Pada kebanyakan pasien, rasa marah dan agresivitas sulit dikendalikan. Pada pasien-pasien dengan gangguan panik, terdapat kesulitan dalam mengendalikan rasa marah dan fantasi-fantasi nirsadar yang terkait. Misalnya pasien mempunyai harapan dapat melakukan balas dendam terhadap orang tertentu. Harapan ini merupakan suatu ancaman terhadap figur yang melekat.1

Teori Psikoanalitik.

Teori psikoanalitik mengonseptualisasi serangan panik sebagai serangan yang timbul dari pertahanan yang tidak berhasil terhadap impuls yang mencetuskan ansietas. Hal yang sebelumnya merupakan sinyal ansietas ringan menjadi perasaan antisipasi cemas yang berlebihan, lengkap dengan gejala somatik. Untuk menjelaskan agorafobia, teori psikoanalitik menekankan hilangnya orang tua di masa kanak dan riwayat ansietas perpisahan. Berada sendirian di tempat umum membangkitkan kembali ansietas saat diabaikan di masa kanak. Mekanisme defens yang digunakan mencakup represi, displacement, penghindaran, dan simbolisasi. Perpisahan traumatik pada masa kanak dapat mempengaruhi sistem saraf anak yang sedang berkembang sedemikian rupa sehingga mereka menjadi rentan terhadap ansietas di masa dewasa.2

2.1.4. Tanda dan Gejala

Gangguan Panik

Serangan panik yang pertama sering benar-benar spontan, walaupun seringkali terjadi setelah luapan kegembiraan, kelelahan fisik, aktivitas seksual, atau trauma emosional sedang. DSM IV menekankan bahwa sekurangnya serangan pertama harus tidak diperkirakan untuk memenuhi kriteria diagnosis untuk

(18)

Gangguan Cemas 18 gangguan panik. Oleh karena itu harus diketahui kebiasaan atau situasi yang sering mendahului suatu serangan panik pasien. Klinisi harus berupaya mendapatkan setiap kebiasaan atau situasi yang biasanya mendahului serangan panik pasien. Aktivitas tersebut dapat mencakup penggunaan kafein, nikotik, alkohol, atau zat lain, pola tidur atau makanan yang tidak biasa, dan situasi lingkungan tertentu, seperti pencahayaan yang berlebih di tempat kerja.

Serangan sering dimulai dengan periode gejala yang meningkat dengan cepat selama 10 menit. Gejala mental utama adalah ketakutan yang kuat dan suatu perasaan ancaman kematian dan kiamat. Pasien biasanya tidak mampu untuk menyebutkan sumber ketakutannya. Pasien mungkin merasa kebingungan dan mengalami kesulitan dalam memusatkan perhatian. Tanda fisik adalah takikardia, palpitasi, sesak napas, dan berkeringat. Pasien seringkali mencoba untuk meninggalkan situasi dimana ia berada untuk mencari bantuan. Serangan biasanya berlangsung 20 sampai 30 menit dan jarang lebih lama dari satu jam. Pemeriksaan status mental formal selama suatu serangan panic dapat mengungkapkan perenungan (rumination), kesulitan berbicara, dan gangguan daya ingat. Pasien dapat mengalami depresi atau depersonalisasi selama serangan. Gejala mungkin menghilang dengan cepat atau secara bertahap. Antara serangan, pasien mungkin memiliki kecemasan yang lebih dahulu tentang mengalami serangan lain. Selain itu dapat disertai permasalahan somatic berupa keluhan gangguan jantung dan pernapasan merupakan perhatian utama pasien saat serangan panic.2

Kehawatiran somatik akan kematian akibat masalah jantung atau pernapasan dapat menjadi fokus utama perhatian pasien selama serangan panik. Pasien dapat meyakini bahwa palpitasi dan nyeri dada menunjukan bahwa mereka akan mati. Sebanyak 20 persen pasien seperti itu benar-benar mengalami episode sinkop selama serangan panik. Pasien dapat ditemukan di ruang gawat darurat sebagai orang yang berusia muda (20 tahun) yang secara fisik sehat dan bersikeras bahwa mereka akan mati akibat serangan jantung. Daripada segera mendiagnosis hipokondriasis, dokter di ruang gawat darurat sebaiknya mempertimbangkan diagnosis ganguan panik. Hiperventilasi dapat menimbulkan alkalosis respiratoris

(19)

Gangguan Cemas 19 dan gejala lain. Terapi jaman dahulu yaitu bernapas dalam kantong udara kadang-kadang membantu. 2

Agorafobia

Pasien agorafobia secara kaku menghindari situasi di mana akan sulit untuk mendapatkan bantuan. Mereka lebih suka disertai oleh seorang teman atau anggota keluarga di tempat-tempat tertentu seperti jalanan yang sibuk, toko yang padat, ruang yang tertutup (seperti di terowongan, jembatan, dan elevator), dan kendaraan tertutup (seperti kereta bawah tanah, bus, dan pesawat udara). Pasien mungkin memaksa bahwa mereka harus ditemani tiap kali mereka keluar rumah. Perilaku tersebut dapat menyebabkan pertengkaran dalam perkawinan, yang dapat keliru didiagnosis sebagai masalah utama. Pasien yang mengalami gangguan parah dapat menolak meninggalkan rumah. Khususnya sebelum diagnosis yang benar ditegakan, pasien dapat menjadi ketakutan bahwa mereka akan menjadi gila. 2

Gejala Penyerta

Gejala depresi sering terdapat pada gangguan panik dan agorafobia, dan pada sejumlah pasien, gangguan depresi ada persamaannya dengan gangguan panik. Penelitian telah menemukan bahwa risiko bunuh diri pada orang dengan gangguan panic lebih tinggi dibandingkan dengan pada orang tanpa gangguan mental. Selain agoraphobia, gangguan obsesif kompulsif juga dapat menyertai gangguan panik. Akibat psikososial, gangguan panik dan agrofobia, di samping masalah perkawinan, dapat mencakup hilangnya waktu dari pekerjaan, kesulitan finansial karena hilangnya pekerjaan, dan penyalahgunaan alkohol serta zat lain.2

2.1.5. Pedoman Diagnostik

Kriteria diagnostik untuk gangguan panik (Anxietas Paroksismal Episodik) menurut PPDGJ III5

Menurut PPDGJ-III gangguan panik baru ditegakkan sebagai diagnosis utama bila tidak ditemukan adanya gangguan anxietas fobik. Untuk diagnosis pasti, harus ditemukan adanya beberapa kali serangan anxietas berat dalam masa kira-kira

(20)

Gangguan Cemas 20 satu bulan:

a) Pada keadaan-keadaan dimana sebenarnya secara objektif tidak ada bahaya b) Tidak terbatas pada situasi yang telah diketahui atau yang dapat diduga

sebelumnya (unpredictable situation)

c) Dengan keadaan yang relatif dari gejala-gejala anxietas pada periode di antara serangan-serangan panik (meskipun demikian umumnya dapat terjadi juga “anxietas antisipatorik” yaitu anxietas yang terjadi setelah membayangkan sesuatu yang mengkhawatirkan akan terjadi.

Kriteria diagnostik untuk serangan panik menurut DSM IV 2,5

Suatu periode tertentu adanya rasa takut atau tidak nyaman, di mana empat (atau lebih) gejala berikut ini terjadi secara tiba-tiba dan mencapai puncaknya dalam 10 menit:

(1) Jantung berdebar-debar (palpitasi) (2) Berkeringat

(3) Gemetar atau bergoncang (4) Rasa sesak nafas atau tertelan (5) Perasaan tercekik

(6) Nyeri dada atau perasaan tidak nyaman (7) Mual atau gangguan perut

(8) Pusing, bergoyang, melayang, pingsan (9) Derealisasi atau depersonalisasi

(10) Takut kehilangan kendali atau menjadi gila (11) Rasa takut mati

(12) Parestesia

(13) Menggigil atau perasaan panas.

Agorafobia

Agorafobia adalah rasa takut yang hebat pada suatu tempat. Agoraphobia adalah bentuk parah dari penghindaran fobia dan dapat menyebabkan orang-orang dengan gangguan panik untuk menghindari tempat-tempat umum, orang banyak, atau

(21)

Gangguan Cemas 21 bepergian dengan bis atau pesawat. Pola ini dapat berlanjut ke titik bahwa penderita tidak akan meninggalkan rumah.3

Kriteria untuk agorafobia menurut DSM IV 2,5

A. Kecemasan berada di dalam suatu tempat atau situasi dari mana kemungkinan sulit meloloskan diri (atau merasa malu) atau di mana mungkin tidak mendapat pertolongan jika mendapatkan serangan panik atau gejala mirip panik yang tidak diharapkan atau disebabkan oleh situasi. Rasa takut agorafobik biasanya mengenai kumpulan situasi karakteristik seperti di luar rumah sendirian; berada di tempat ramai atau berdiri di sebuah barisan; berada di atas jembatan; atau bepergian dengan bis, kereta, atau mobil.

Catatan: pikirkan diagnosis fobia spesifik jika penghindaran adalah terbatas pada satu atau hanya beberapa situasi spesifik, atau fobia sosial jika penghindaran terbatas pada situasi sosial.

B. Situasi dihindari (misalnya jarang bepergian) atau jika dilakukan adalah dilakukan dengan penderitaan yang jelas atau dengan kecemasan akan mendapatkan serangan panik atau gejala mirip panik, atau perlu didampingi teman.

C. Kecemasan atau penghindaran fobik tidak lebih baik diterangkan oleh gangguan mental lain, seperti fobia sosial (misalnya penghindaran terbatas pada situasi sosial karena rasa takut terhadap situasi tertentu seperti di elevator), gangguan obsesif kompulsif (misalnya menghindari kotoran pada seseorang dengan obsesi tentang kontaminasi), gangguan stres pasca traumatik (misalnya menghindari stimuli yang berhubungan dengan stresor yang berat), atau gangguan cemas perpisahan (misalnya, menghindari meninggalkan rumah atau sanak saudara).

Kriteria diagnostik untuk gangguan panik tanpa agorafobia menurut DSM IV 2,5 A. Baik (1) dan (2)

(1) Serangan panik rekuren yang tidak diharapkan

(2) Sekurangnya satu serangan telah diikuti oleh sekurangnya 1 bulan atau lebih: (a) Kekawatiran yang menetap akan mengalami serangan tambahan

(22)

Gangguan Cemas 22 (b) Ketakutan tentang arti serangan atau akibatnya (misalnya, kehilangan

kendali, menderita serangan jantung, ”menjadi gila”)

(c) Perubahan perilaku bermakna berhubungan dengan serangan B. Tidak terdapat agorafobia

C. Serangan panik bukan karena efek fisiologis langsung dari zat (misalnya, obat yang disalahgunakan, medikasi) atau suatu kondisi medis umum (misalnya hipertiroidisme).

D. Serangan panik tidak lebih baik diterangkan oleh gangguan mental lain, seperti fobia sosial (misalnya terjadi saat mengalami situasi sosial yang ditakuti), fobia spesifik (misalnya mengalami situasi fobik tertentu), gangguan obsesif-kompulsif (misalnya terpapar kotoran pada seseorang dengan obsesi tentang kontaminasi), gangguan stres pasca traumatik (misalnya sebagai respon terhadap stimuli yang berhubungan dengan stresor parah, atau gangguan cemas perpisahan (misalnya sebagai respon jauh dari rumah atau sanak saudara dekat).

Kriteria diagnostik untuk gangguan panik dengan agorafobia menurut DSM IV 5 A. Baik (1) atau (2)

(1) Serangan panik rekuren yang tidak diharapkan

(2) Sekurangnya satu serangan telah diikuti oleh serkurangnya 1 bulan atau lebih: (a) Kekawatiran yang menetap akan mengalami serangan tambahan

(b) Ketakutan tentang arti serngan atau akibatnya (misalnya kehilangan kendali, menderita serangan jantung, ”menjadi gila”)

(c) Perubahan perilaku bermakna berhubungan dengan serangan B. Terdapat agorafobia

C. Serangan panik bukan karena efek fisiologis langsung dari zat (misalnya obat yang disalahgunakan, medikasi) atau suatu kondisi medis umum (misalnya hipertiroidisme)

D. Serangan panik tidak lebih baik diterangkan oleh gangguan mental lain, seperti fobia sosial (misalnya terjadi saat mengalami situasi sosial yang ditakuti), fobia

(23)

Gangguan Cemas 23 spesifik (misalnya mengalami situasi fobik tertentu), gangguan obsesif-kompulsif (misalnya terpapar kotoran pada seseorang dengan obsesi tentang kontaminasi), gangguan stres pasca traumatik (misalnya sebagai respon terhadap stimuli yang berhubungan dengan stresor parah, atau gangguan cemas perpisahan (misalnya sebagai respon jauh dari rumah atau sanak saudara dekat).

Kriteria diagnostik untuk agorafobia tanpa riwayat panik 2,5

A. Adanya agorafobia berhubungan dengan rasa takut mengalami gejala mirip panik (misalnya pusing atau diare)

B. Tidak pernah memenuhi kriteria untuk gangguan panik

C. Gangguan bukan karena efek fisiologis langsung dari suatu zat (misalnya, obat yang disalahgunakan, medikasi) atau suatu kondisi umum

D. Jika ditemukan suatu kondisi medis umum yang berhubungan, rasa takut yang dijelaskan dalam kriteria A jelas melebihi dari apa yang biasanya berhubungan dengan kondisi.

Agorafobia

Semua kriteria ini harus dipenuhi untuk :

a. Gejala psikologis/otonomik yang timbul harus merupakan manifestasi primer dari anxietas dan bukan merupakan gejala lain yang sekunder seperti waham atau b. pikiran obsesif.

c. Anxietas yang timbul harus terutama terjadi dalam sekurang-kurangnya dua dari situasi berikut :

• Banyak orang

• Tempat-tempat umum • Bepergian keluar rumah • Bepergian sendiri

(24)

Gangguan Cemas 24

2.1.6. Diagnosis Banding

Serangan panik yang terjadi sebagai bagian dari gangguan fobik, serangan panik sekunder dari gangguan depresi, terutama pada laki-laki. Bila pada saat yang sama kriteria depresi dipenuhi, maka gangguan panik bukan merupakan diagnosis utama.1

Diagnosis banding pasien dengan gangguan panik mencakup sejumlah besar gangguan medis dan banyak gangguan jiwa.2

Gangguan medis

Kapanpun seorang pasien, tanpa memandang usia atau faktor resiko, melaporkan ke ruang gawat darurat dengan gejala keadaanyangberpotensi fatal(contohnya infark miokardium), anamnesis medik yang lengkap harus didapatkan dan pemeriksaan fisik harus dilakukan. Prosedur laboratorium standart mencakup hitung darah lengkap; studi elektrolit, glukosa puasa, konsentrasi kalsium, fungsi hati, urea, kreatinin, dan tiroid; urinalisis; uji tapis obat; dan elektrokardiogram. Ketika adanya keadaan yang mengancam jiwa telah disingkirkan, kecurigaan klinisnya adalah gangguan panik.1,2

Kemungkinan bahwa tambahan prosedur diagnosis medis akan mengungkapkan keadaan medis yang harus dipertimbangkan terhadap adanya potensi efek samping prosedur tersebut di dalam membantu pasien menerima diagnosis gangguan panik. Meskipun demikian, adanya gejala atipikal (seperti vertigo, hilangnya kendali kandung kemih, dan tidak sadar) atau awitan serangan panik pertama yang lambat (diatas 45 tahun) harus membuat klinisi mempertimbangkan adanya keadaan medis non psikiatri yang mnedasari.

Pemeriksaan standart membantu klinisi dalam mengevaluasi pasien akan adanya penyebab serangan panik dari tiroid, paratidorid, adrenal, penyebab terkait zat. Gejala nyeri dada, terutama pada pasien yang memiliki faktor resiko jantung (misalnya obesitas dan hipertensi), dapat memerlukan pemeriksaan jantung lebih lanjut, termasuk elektrokardiogram 24 jam, uji stres, rontgen dada, dan pengukuran enzim jantung. Adanya gejala neurologis atipikal mungkin memerlukan elektroensefalogram atau MRI untuk menilai kemungkinan pasien memiliki epilepsi lobus temporalis, skelosis, multipel, atau lesi desak ruang di otak. Kemungkinan

(25)

Gangguan Cemas 25 yang jarang bahwa pasien memiliki sindrom karsinoid dan feokromositoma paling baik diperiksa dengan mengukur sample urin 24 jam untuk metabolik seratonin dan ketakolamin.

Walaupun hipogikemia pernah dianggap berkaitan dengan gangguan panik, terutama di literatur, data yang tersedia saat ini saat ini menunjukan bahwa hipoglikemik jarang menyebabkan serangan panik tanpa adanya gejala lain yang menunjukan ke arah hipogikemik.2

Tabel 8. Diagnosis Banding Organik untuk Gangguan Panik 2 Diagnosis Banding Organik untuk Gangguan Panik

Kardiovaskular Anemia, Angina, Gagal Jantung, hipertensi, prolapsus katup mitral, infark miokardium, takikardi atrium paradoksikal.

Pulmonal Asma, hiperventilasi, embolus paru-paru.

Neurologis Penyakit serebrovaskular, epilepsi, penyakit huntington, infeksi, migrain, tumor.

Endokrin Penyakit addison, sindrom cushing, diabetes, hipertiroid, hipogikemik, hipoparatiroid.

Intoksikasi Obat

Amfetamin, antikolergik, kokain.

Halusinasi Marijuana, nikotin, theophilin.

Putus Obat Alkohol, antihipertensi, opiat dan opioid, sedasi hipnotik.

Kondisi lain Anafilaksis, defisiensi B12, gangguan elektrolit, keracunan logam berat, infeksi sistemik,uremia.

Agorafobia tanpa riwayat gangguan panik

Diagnosis banding agorafobia tanpa riwayat gangguan panik mencakup semua gangguan medis yang dapat menyebabkan fungsi ansietas atau depresi. Diagnosis banding psikiatri mencakup gangguan depresi berat, skizofrenia, gangguan kepribadian paranoid, gangguan kepribadian menghindar, dan gangguan kepribadian dependent. 2

(26)

Gangguan Cemas 26

2.1.7. Penatalaksanaan

Dengan terapi, sebagain besar pasien mengalami perbaikan dramatis gejala gangguan panik dan agrofobia. Dua terapi yang paling efektif adalah farmakoterapi dan terapi kognitif perilaku. Terapi keluarga dan kelompok dapat membantu penderita dankeluarganya menyesuaikan diri dengan kenyataan bahwa pasiesn memiliki gangguan dan penyesuaian diri dengan kesulitan pasikososial yang dapat dicetuskan gangguan tersebut.2,3

Farmakoterapi

Alprazolam (Xanax) dan paroksetin (Paxil) adalah dua obat yang disctujui U.S. Food and Drug Administration (FDA) untuk terapi gangguan panik. Umumnya, pengalaman menunjukkan keunggulan selective serotonin reuptake inhibitor (SSRI) dan clomipramine(Anafrani I) daripada benzodiazepin, monoamine oxidase inhibitor

(MAOI), dan obat trisiklik serta tetrasiklik dalam efektivitas dan toleransi efek yang

merugikan. Sejumlah kecil laporan mengajukan peranan nefazodon (Serzonc) dan venlafaksin (feffexor).serta buspiron (BuSpar) diusulkan sebagai obat tambahan pada sejumlah kasus.Antagonis reseptor Beta-adrenergik belum terbukti berguna untuk gangguan panik.Suatu pendekatan konservatif adalah memulai dengan paroksetin, sertralin (Zoloft) atau fiuvoxamin (Luvox) pada gangguan panik terisolasi.Jika diinginkan kendali yang cepat terhadap gejala yang parah.Pemberian singkat alprazolam harus dimulai bersamaan dengan SSRI; diikuti penurunan dosis benzodiazepin secara perlahan. Pada penggunaan jangka panjang, fluoxetine (Prozac) adalah obat efektif untuk panik yang bersamaan dengan depresi walaupun sifat aklivasi awalnya dapat menyerupai gejala panik selama beberapa minggu sehingga mungkin tidak dapat ditoleransi dengan baik.2

Obat Trisiklik dan Tetrasiklik.

Data yang paling kuat menunjukkan bahwa di antara obat-obat trisiklik, clomipramine dan imipramin (Tofranil) adalah obat yang paling efektif untuk terapi gangguan panik.Pengalaman klinis menunjukkan bahwa dosis harus dinaikkan perlahan untuk menghindari stimulasi berlebihan dan bahwa seluruh manfaat klinis

(27)

Gangguan Cemas 27 membutuhkan dosis utuh dan mungkin belum dicapai selama 8 hingga 12 minggu. Sejumlah data menyokong efisiensi desipramin (Norpramin) dan bukti yang lebih sedikit mengesankan adanya peran maprotilin (Ludiomil), trazodon (Desyrel), nortriptilin (Pamelor), amitriptilin (Elavil), dan doksepin (Adapin). Obat-obattrisiklik lebih sedikit digunakan daripada SSRI karena obat trisiklik umumnya memiIiki efek simpang lebih berat pada dosis lebih tinggi yang dipelukan untuk terapi yang efektif bagi gangguan panik.2

Benzodiazepin.

Benzodiazepin memiliki awitan kerja untuk panik yang paling cepat, sering dalam minggu pertama, dan dapat digunakan untuk periode waktu yang lama tanpa timbul toleransi terhadap efek antipanik. Alprazolam adalah benzodiazepin yang paling luas digunakan untuk gangguan panik tetapi studi terkontroI menunjukkan efisiensi yang sama untuk lorazepam (Ativan), dan laporan kasus juga menunjukkan bahwa klonazepam (Klonopin) dapat efektif. Sejumlah pasien menggunakan benzodiazepin bila perlu ketika menghadapi stimulus fobik.Benzodiazepin dapat di-gunakan secara masuk akal sebagai agen awal untuk gangguan panik sementara obat serotonergik dititrasi secara perlahan hingga dosis terapeutik.Setelah 4 hingga 12 minggu, dosis benzodiazepinesecara perlahan dapat diturunkan (selama 4 hingga 10 minggu) sementara obat serotonergik diteruskan.Keberatan utama di antara para klinisi mengenai penggunaan benzodiazepin untuk gangguan panik adalah potensi ketergantungannya, gangguan kognitif, dan penyalahgunaan, terutama setelah penggunaan jangka panjang.Pasien harus diperingatkan untuk tidak menyetir atau mengoperasikan peralatan yang berbahaya selama mengonsumsi benzodiazepin.Benzodiazepin menimbulkan rasa sejahtera sedangkan penghentiannya dapat menimbulkan sindrom putus zat yang tidak menyenangkan dan telah banyak dilaporkan.Laporan yang tidak resmi serta serangkaian kasus kecil menunjukkan bahwa kecanduan alprazolam adalah salah satu hal yang paling sulit ditangani dan dapat memerlukan program komprehensif untuk detoksifikasi. Dosis benzodiazepin harus diturunkan secara perlahan dan semua efek samping yang dapat diantisipasi harus dijelaskan secara menyeluruh kepada pasien.2

(28)

Gangguan Cemas 28 Benzodiazepin yang sering digunakan untuk memberikan jangka pendek meringankan gejala panik. Benzodiazepin cenderung efektif dalam penurunan serangan panik hingga 70% -75% segera, namun mereka kadang-kadang memerlukan mengambil hingga empat kali per hari untuk menjadi efektif. Kelemahan tambahan termasuk sedasi, kehilangan memori, dan setelah beberapa minggu, toleransi terhadap efek dan gejala penarikan dapat terjadi. 6

Monoamine Oxidase Inhibitors.

Data terkuat menyokong efektivitas fenelzin (Nardil) dan sejumlah data juga menyokong penggunaan tranilsipromin (Parnate). Kemungkinan MAOI untuk menyebabkan stimulasi berlebihan tampak lebih kecil daripada obat SSRI atau trisiklik tetapi obat ini memerlukan dosis penuh selama sedikitnya 8 sampai 12 minggu agar efektif.

Selective Serotonin Reuptake Inhibitors(SSRI),

Semua SSRIefektif untuk gangguan panik.Paroksetin memiliki efek sedatif dan cenderung segera membuat pasien tenang sehingga menimbulkan kepatuhan yang lebih besar serta putus minum obat yang lebih sedikit. Fluoksamin dan sertralin adalah obat berikutnya yang paling baik ditoleransi. Beberapa pasien dapat mengalami peningkatan sedasi. Satu pendekatan bagi pasien dengan gangguan panik adalah dengan memulai paroksetin 5 sampai 10 mg per hari selama 1 sampai 2 minggu kemudian dosisnya ditingkatkan 10 mg per hari setiap 1 sampai 2 minggu hingga maksimum 60 mg. Jika sedasi tidak dapat ditoleransi, dosis paroksetin diturunkan bertahap hingga 10 mg per hari dan diganti menjadi fluoxetine pada 10 mg per hari dan dititrasi meningkat dengan perlahan. Strategi lain dapat digunakan berdasarkan pengalaman klinisi.2

Durasi Farmakoterapi. Ketika efektif, terapi farmakologis umumnya harus

diteruskan selama 8 sampai 12 bulan.Data menunjukkan bahwa gangguan panik adalah keadaan kronis, mungkin seumur hidup, dan kambuh jika terapi dihentikan.Studimelaporkan bahwa dari 30 hingga 90 persen pasien gangguan panik yang mengalami keberhasilan terapi mengalami kekambuhan ketika obataya

(29)

Gangguan Cemas 29 dihentikan. Pasien cenderung kambuh jika mereka telah diberikan benzodiazepin dan terapi benzodiazepin diakhiri sedemikian rupa sehingga menimbulkan gejala putus zat.2

Tidak Respons terhadap Terapi. Jika pasien gagal memberikan respons

terhadap salah satu golongan obat, golongan obat lain harus dicoba. Data terkini menyokong efektivitas nefazodon dan venlafaksin.Kombinasi SSRI atau obat trisiklik dan benzodiazepin atau SSRI dan litium atau obat trisiklik dapat dicoba.Laporan kasus mengesankan efektivitas karbamazepin (Tegretol), valproat (Depakote), dan inhibitor saluran kalsium. Buspiron dapat memiliki peran dalam memperkuat obat lain tetapi memiliki efektivitas yang kecil. Klinisi harus mengkaji ulang pasien terutama untuk menentukan adanya keadaan komorbid seperti depresi, penggunaan alkohol, atau penggunaan zat.2

Mekanisme Kerja

Hipotesis : Sindrom panik berkaitan dengan hipersensitivitas dari “seratonergic receptors” di SSP.

Mekanisme kerja obat anti panic adalah menghambat reuptake serotonin pada celah sinaptik antar neuron sehingga pada awalnya terjadi peningkatan serotonin dan sensitivitas reseptor (timbul gejala efek samping anxietas, agitasi, insomnia), sekitar 2 sampai 4 minggu kemudian seiring dengan peningkatan serotonin terjadi penurunan sensitivitas reseptor tersebut berkaitan dengan penurunan serangan panic (adrenergic overactivity) dan juga gejala depresi yang menyertai akan berkurang pula. Penurunan hipersensitivitas melalui dua fase tersebut disebut juga “efek bifasik”.7

Efek Samping

Efek samping obat anti panik golongan trisiklik dapat berupa:

 Efek anti histaminergik (sedasi, rasa mengantuk, kewaspadaan berkurang, kinerja psikomotor menurun, kemampuan kognitif menurun).

 Efek anti kolinergik (mulut kering, retensi urin, penglihatan kabur, konstipasi, sinus takikardia)

(30)

Gangguan Cemas 30

 Efek anti adrenergic alfa (perubahan, EKG, hipotensi ortostatik)

 Efek neurotoksis (tremor halus, kejang, agitasi, insomnia).

Oleh karena itu, sebelum penggunaan obat perlu dilakukan pemeriksaan fisik dan laboratorium yang teliti, terutama fungsi hati dan ginjal serta pemeriksaan EKG dan EEG untuk mencegah pengaruh buruk dari efek samping obat tersebut (khususnya pada penderita usia lanjut, anak-anak dengan riwayat kejang.7

Tabel 9. Sediaan Obat Anti Panik dan Dosis Anjuran 7

No. Nama Genetik Nama Dagang Sediaan Dosis Anjuran 1. Imipramine Tofranil (Novartis) Tab. 25 mg 75-150 mg/h 2. Clomipramine Anafranil (Novartis) Tab. 25 mg 75-150 mg/h 3. Alprazolam Xanax (Upjohn) Tab.0,25 mg

Tab. 0,50 mg Tab. 1,00 mg

2-4 mg/h

4. Moclobemide Aurorix (Roche) Tab. 150 mg 300-600 mg/h 5. Sertraline Zoloft (Pfizer) Tab. 50 mg 50-100 mg/h 6. Fluoxetine Prozac (Eli Lily)

Elizac (Mersifarma) Ansi (Bernofarma) Cap. 20mg Cap. 20 mg Cap.10-20 mg 20-40 mg/h

7. Paraxetine Seroxat (Glaxo Smith-Kline)

Tab. 20 mg 20-40 mg/h

8. Fluvoxamine Luvol (Solvay Pharma)

Tab. 50 mg 50-100 mg/h

9. Citalopram Cipram (Lundbeck) Tab. 20 mg 20-40 mg/h

Terapi kognitif dan Perilaku

Terapi kognitif dan perilaku adalah terapi yang efektif untuk gangguan panik. Beberapa penelitian telah melibatkan follow up jangka panjang terhadap pasien yang diobati dengan terapi kognitif dan perilaku telah menemukan bahwa terapi adalah efektif dalam menghasilkan remisi gejala yang berlangsung lama.2

(31)

Gangguan Cemas 31

Terapi kognitif. Dua pusat utama terapi kognitif untuk gangguan panik

adalah instruksi tentang kepercayaan salah dari pasien dan informasi tentang serangan panik. Instruksi tentang kepercayaan yang salah berpusat pada kecenderungan pasien untuk keliru menginterpretasikan sensasi tubuh yang ringan sebagai tanda untuk ancaman serangan panik, kiamat atau kematian. Informasi tentang serangan panik adalah termasuk penjelasan bahwa serangan panik jika terjadi tidak mengancam kehidupan.2

Penerapan Relaksasi. Tujuan penerapan relaksasi (contoh latihan

relaksasi Herbert Benson) adalah untuk memasukkan suatu rasa pengendalian pada pasien tentang kecemasan dan relaksasinya. Melalui penggunaan teknik yang dilakukan untuk relaksasi otot dan membayangkan situasi yang menimbulkan relaksasi, pasienbelajar teknik yang dapat membantu mereka melewati serangan panik. 2

Latihan pernapasan. Karena hiperventilasi yang bersamaan dengan

serangan panik kemungkinan disertai dengan beberapa gejala, seperti rasa pening dan pingsan, satu pendekatan langsung untuk mengendalikan serangan panik adalah melatih pasien bagaimana mengendalikan dorongannya untuk melakukan hiperventilasi. Setelah latihan tersebut, pasien dapat menggunakan teknik untuk membantu mengendalikan hiperventilasi selama suatu serangan panik.2

Terapi psikososial lain

Terapi keluarga. Keluarga pasien dengan gangguan panik dan agorafobia

mungkin menjadi terganggu selama perjalanan gangguan. Terapi keluarga yang diarahkan untuk mendidik dan mendukung seringkali bermanfaat.2

2.1.8. Perjalanan Gangguan dan Prognosis

Gangguan Panik

Gangguan panik biasanya awitannya pada masa remaja akhir atau masa dewasa awal walaupun awitan saat masa kanak, masa remaja awal, dan usia pertengahan juga terjadi. Sesuai jumlah data melibatkan adanya peningkatan stresor psikososial

(32)

Gangguan Cemas 32 dengan awitan gangguan panik walaupun tidak ada stresor psikososial yang dapat diidentifikasi dengan tepat pada sebagian besar kasus.

Gangguan panik, umumnya adalah gangguan yang kronis walaupun perjalanan gangguannya bervariasi diantara sesama pasien maupun pada seorang pasien. Studi pengamatan lanjutan jangka panjang gangguan panik sulit diartikan karena studi tersebut tidak dikontrol untuk efek terapi. Meskipun demikian sekitar 30-40 % pasien tampak bebas gejala pada pengamatan jangka panjang; sekitar 50% memiliki gejala yang cukup ringan sehingga tidak mengganggu kehidupan secara signifikan; dan sekitar 10-20% terus mengalami gejala yang bermakna.

Setelah satu atau dua serangan panik yang pertama, pasien mungkin tidak khawatir mengenai keadaan mereka; meskipun demikian, dengan berulangnya serangan, gejala tersebut dapat menjadi perhatian utama. Pasien dapat berupaya merahasiakan serangan paniknya sehingga menyebabkan keluarga dan temannya khawatir akan perubahan perilaku pasien yang tidak dapat dijelaskan. Frekuensi dan keparahan serangan dapat berfluktuasi. Serangan panik dapat terjadi beberapa kali dalam sehari atau kurang dari sekali dalam sebulan. Asupan kafein dalam nikotin yang berlebihan dapat memperberat gejala.

Depresi dapat mempersulit gambaran gejala pada 40-80% pasien, seperti yang diperkirakan berbagai studi. Walaupun pasien tidak cenderung membicarakan gagasan bunuh diri, mereka memiliki peningkatan resiko melakukan bunuh diri. Ketergantungan alkohol dan zat lain terdapat pada sekitar 20-40% pasien dan gangguan obsesif kompulsif juga dapat timbul. Interaksi keluarga dan kinerja di sekolah serta di temapat kerja biasanya terganggu. Pasien dengan fungsi pramorbit baik dan durasi gejala singkat cenderung memiliki prognosis baik. 1,2

Agorafobia

Sebagian besar kasus agorafobia dianggap disebabkan gangguan panik. Ketika gangguan panik diobati, agorafobia sering membaik seiring waktu. Untuk memperbaiki agorafobia yang cepat dan sempurna, kadang-kadang diindikasikan terapi perilaku. Agorafobia tanpa riwayat gangguan panik sering menimbulkan

(33)

Gangguan Cemas 33 ketidakmampuan dan bersifat kronis, serta gangguan depresifdan ketergantungan alkohol sering mempersulit perjalanan gangguan.2

2.1.9. Pencegahan

Prevensi dan rehabilitasi

Pencegahan primer (yaitu bagi yang belum pernah mengalami gangguan panik), maka harus waspada bila dalam keluarganya ada yang mengalami. Juga, menurut penelitian, biia seseorang pernah mengalami cemas perpisahan {separation anxiety) ketika pertama kali masuk sekolah, maka bisa jadi ketika dewasa mungkin akan mengalami gangguan panik.

Pencegahan sekunder bila individu pernah mengalami serangan panik satu kali dan telah berobat ke dokter, maka pencegahan yang dapat dilakukan agar tidak terjadi kekambuhan adalah dengan melakukan latihan relaksasi secara teratur dan terus menerus, datang konsultasi sampai dinyatakan sembuh oleh dokter.1

1. Memberi edukasi kepada pasien mengenai gangguan panik, dan pengobatan yang dijalani.

2. Anjurkan pasien untuk menghindari zat anxiogenic, seperti kafein, minuman energi, dan lainnya OTC stimulan.

3. Hindari konsumsi alkohol dan penggunaan narkoba.

Memberi edukasi pada keluarga pasien mengenai kepatuhan terapi pengobatan gangguan panik dan membantu pasien mencapai kesembuhannya.4,6

2.2. Fobia Spesifik dan Fobia Sosial

2.2.1. Definisi

Bentuk fobia mengacu kepada ketakutan yang berlebihan terhadap benda, lingkungan, atau situasi yang spesifik. Fobia spesifik adalah ketakutan yang kuat dan menetap terhadap benda atau situasi, sedangkan fobia social adalah ketakutan yang kuat dan menetap terhadap situasi yang memalukan dapat terjadi. Diagnosis baik fobia spesifik maupun sosial memerlukan peningkatan intensitas cemas, bahkan sampai pada titik panik, saat dihadapkan pada objek maupun situasi yang menakutkan.

(34)

Gangguan Cemas 34 Orang-orang dengan fobia yang spesifik dapat mengantisipasi bahaya, seperti digigit anjing, atau mungkin dapat menjadi panik pada saat berpikiran kehilangan control; contohnya, jika mereka takut berada dalam elevator, mereka dapat menjadi khawatir ataupun pingsan setelah pintu tertutup. Orang dengan fobia social (dikenal dengan social anxiety disorder) memiliki ketakutan berlebihan akan dipermalukan di depan umum, seperti berbicara di hadapan public, buang air kecil di toilet umum (shy bladder), dan berbicara kepada teman kencan. Fobia sosial umum, yang sering kali kronik dan meniadakan kondisi yang dikarakteristikan dengan penghindaran fobia dari situasi yang lebih sering, dapat sulit dibedakan dari avoidant personality

disorder.2

2.2.2. Epidemiologi

Diperkirakan 5 – 10 % dari seluruh populasi mengalami gangguan ini. Gangguan yang ditimbulkan dari fobia, apabila tidak dihiraukan, dapat menyebabkan munculnya gangguan cemas lainnya, gangguan depresi, dan gangguan yang berhubungan dengan penggunaan obat terlarang dan alkhohol.1,2

Fobia spesifik lebih sering dijumpai dibandingkan dengan fobia sosial. Prevalensi 6 bulan fobia spesifik berkisar antara 5 – 10 / 100 orang. Rasio wanita berbanding laki – laki adalah 2 : 1, walaupun rasio untuk fobia terhadap darah, injeksi dan cedera berkisar antara 1 : 1. Puncak onset fobia spesifik darah-suntikan-sakit berkisar antara 5 – 9 tahun. Sedangkan puncak onset fobia situasional berkisar pada umur 20. Umumnya objek penyebab rasa takut adalah hewan, badai, ketinggian, penyakit, cedera, dan kematian.2

Prevalensi untuk fobia sosial berkisar antara 3 – 13 %. Untuk prevalensi 6 bulannya berkisar antara 2 – 3 / 100 orang dimana kaum perempuan lebih sering mengalami fobia sosial dibandingkan pria, namun pada studi klinis seringkali ditemukan kebalikannya. Puncak onset fobia sosial adalah pada masa remaja, namun berkisar antara usia 5 hingga 35 tahun.2

(35)

Gangguan Cemas 35

2.2.3. Etiopatogenesis

Prinsip-prinsip umum pada fobia terdiri dari faktor psikoanalitik dan faktor perilaku.1

Faktor Psikoanalitik

Teori Sigmund Freud menyatakan neurosis fobik, merupakan penjelasan analitik untuk fobia spesifik dan fobia sosial. Rasa cemas adalah sinyal untuk menyadarkan ego, bahwa dorongan terlarang di alam bawah sadar yang akan memuncak dan untuk menyadarkan ego untuk melakukan mekanisme pertahanan melawan daya insting yang mengancam. Fobia merupakan hasil konflik yang terpusat pada masalah masa kanak-kanak yang tidak terselesaikan. Jika tindakan represi untuk mencegah cemas gagal, sistem ego seseorang akan mengaktifkan mekanisme pertahanan yang berupa “mengalihkan” (displacement), dimana masalah yang tidak selesai dari masa kanak-kanak akan dialihkan kepada objek atau situasi yang memiliki kemampuan untuk membangkitkan rasa cemas. Objek atau situasi tersebut menjadi simbol dari masalah yang dahulu dialaminya (Symbolization).2

Mekanisme pertahanan ego terhadap rasa cemas terdiri dari tiga hal, yakni

represion, displacement, dan symbolization. Sehingga rasa cemas tersebut teratasi

dengan membentuk phobic neurosis.2

Pada agoraphobia atau erythrophobia, rasa cemas diduga datang dari rasa malu yang mempengaruhi superego. Setiap orang dilahirkan dengan tingkat temperamen yang berbeda yang menyebabkan mereka dapat menangani stimuli stress dari luar dengan cara yang berbeda. Dalam memunculkan fobia, diperlukan tingkat stress yang cukup, seperti kekerasan dalam rumah tangga, terkucilkan dari kehidupan sosial sampai kehilangan orang yang dicintai.2

Faktor Perilaku

John B. Watson memiliki hipotesis mengenai fobia, dimana fobia muncul dari rasa cemas dari stimuli yang menakutkan yang muncul bersamaan dengan stimuli kedua yang bersifat netral. Jika dua stimuli dihubungkan bersamaan, stimuli netral

(36)

Gangguan Cemas 36 tersebut bisa membangkitkan kecemasan oleh dirinya sendiri. Contohnya pada seseorang yang fobia dengan kucing, dahulu ia pernah dicakar oleh kucing, dimana cakaran tersebut merupakan stimuli yang menakutkan, sedangkan kucing tersebut merupakan stimuli yang netral, namun karena stimuli tersebut muncul secara bersamaan, sehingga kucing tersebut juga menjadi stimuli yang menakutkan.

Teori pembebasan perilaku menyatakan , kecemasan adalah dorongan yang memotivasi organisme melakukan perilaku tertentu untuk menghilangkan pengaruh yang menyakitkan. Teori ini dapat diaplikasikan pada fobia spesifik terhadap situasi tertentu atau fobia sosial, dengan contoh dimana seseorang dapat menghindari berbicara didepan khayalak ramai. Organisme belajar, dengan tindakan tertentu dapat menghilangkan stimulus yang mendatangkan kecemasan Penghindaran tersebut menjadi gejala yang stabil karena efektif dalam melindungi seseorang dari kecemasan fobik.2

2.2.4. Tanda dan Gejala

Fobia ditandai oleh kesadaran akan kecemasan yang berat ketika pasien terpapar situasi atau objek spesifik. DSM-IV-TR menyatakan bila serangan panik dapat terjadi pada pasien dengan fobia spesifik atau fobia sosial, namun mereka sudah mengetahui kemungkinan terjadinya serangan panik tersebut. Paparan terhadap stimulan tertentu dapat mencetuskan terjadinya serangan panik.

Seseorang yang memiliki fobia akan menghindari stimulus fobianya, bahkan sampai pada taraf yang berlebihan. Contohnya seorang pasien fobia mungkin menggunakan bus untuk bepergian jarak jauh daripada pesawat terbang. Seringkali, pasien dengan gangguan fobia juga memiliki masalah dengan gangguan penggunaan zat-zat terlarang sebagai upaya pelarian mereka dari rasa cemas tersebut. Selain itu, diperkirakan sepertiga dari seluruh pasien fobia juga memiliki keadaan depresif yang berat.

Pada pemeriksaan status mental ditandai dengan adanya ketakutan yang irasional dan ego-distonik terhadap situasi, aktifitas atau objek tertentu. Pasien umumnya menceritakan bagaimana cara mereka menghindari stimulus tersebut. Umumnya pasien dengan fobia juga memiliki gejala depresi.1,2

(37)

Gangguan Cemas 37

2.2.5. Pedoman Diagnostik

Menurut Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders IV ( DSM-IV-TR)

Fobia Spesifik

Revisi keempat dari Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders ( DSM-IV-TR ), menggunakan isitilah fobia spesifik untuk dicocokkan dengan hasil revisi kesepuluh dari International Statistical Classification of Diseases and Related

Health Problems ( ICD-10 ). 5

DSM-IV-TR 300.29 FOBIA SPESIFIK

A. Ketakutan yang jelas dan menetap yang berlebihan atau tidak beralasan, ditandai oleh adanya atau antisipasi dari suatu obyek atau situasi spesifik (misalnya, naik pesawat terbang, ketinggian, binatang, mendapat suntikkan, melihat darah).

B. Pemaparan stimulus fobik hampir selalu mencetuskan respon kecemasan segera, dapat berupa serangan panik yang berhubungan dengan situasi atau predisposisi oleh situasi. Catatan : pada anak-anak, kecemasan dapat diekspresikan dengan menangis, tantrum, diam

membeku, atau melekat erat menggendong.

C. Orang menyadari bahwa ketakutan adalah berlebihan atau tidak beralasan . Catatan : pada anak-anak, gambaran ini mungkin tidak ditemukan

D. Situasi fobik dihindari atau kalau dihadapi adalah dengan kecemasan atau dengan penderitaan yang jelas.

E. Penghindaran, kecemasan antisipasi, atau penderitaan dalam situasi yang ditakuti secara bermakna mengganggu rutinitas normal, fungsi pekerjaan (atau akademik), atau aktivitas sosial atau hubungan dengan orang lain, atau terdapat penderitaan yang jelas karena menderita fobia.

F. Pada individu yang berusia dibawah 18 tahun, durasi paling sedikit 6 bulan.

G. Kecemasan, serangan panik, atau penghindaran fobik dihubungkan dengan objek atau situasi spesifik tidak lebih baik dijelaskan oleh gangguan mental lain, seperti Gangguan Obsesif-Kompulsif (misalnya,seseorang takut kotoran dengan obsesi tentang kontaminasi), Gangguan Stres pascatrauma (misalnya,penghindaran stimulus yang berhubungan dengan stresor yang berat0, Gangguan Cemas Perpisahan (misalnya,menghindari sekolah), Fobia Sosial (misalnya,menghindari situasi sosial

(38)

Gangguan Cemas 38

karena takut merasa malu), Gangguan Panik dengan Agorafobia, atau Agorafobia Tanpa Riwayat Gangguan Panik.

Sebutkan tipe :

 Tipe Binatang

 Tipe Lingkungan Alam (misalanya, ketinggan, badai, air)

 Tipe Darah, Injeksi, Cedera

 Tipe Situasional (misalnya, pesawat udara, elevator, tempat tertutup)

 Tipe Lainnya (misalnya, ketakutan tersedak, muntah, atau mengidap penyakit ; pada anak-anak, ketakutan pada suara keras atau karakter bertopeng).

Dalam table ini, kriteria A dan B telah disebutkan didalam DSM-IV-TR untuk memberikan kemungkinan jika suatu pajanan terhadap stimulus fobia dapat mencetuskan serangan panik. Kontras dengan gangguan serangan panik, serangan panik pada fobia spesifik sangat terikat dengan stimulus penyebabnya. Fobia darah-suntikan-sakit dibedakan dari fobia yang lain karena didapatkan respon yang berbeda dari fobia tersebut, yaitu hipotensi yang disusul dengan bradikardi. Penegakan diagnosa fobia spesifik juga harus difokuskan pada benda yang menjadi stimulus fobia. Berikut di bawah ini adalah contoh fobia spesifik yakni :

Acrophobia Takut akan ketinggian Agoraphobia Takut akan tempat terbuka Ailurophobia Takut akan kucing

Hydrophobia Takut akan air

Claustrophobia Takut akan tempat tertutup Cynophobia Takut akan anjing

Mysophobia Takut akan kotoran dan kuman Pyrophobia Takut akan api

Xenophobia Takut akan orang yang asing Zoophobia Takut akan hewan

(39)

Gangguan Cemas 39 Menurut DSM-IV-TR untuk fobia sosial dinyatakan bahwa fobia sosial dapat diikuti dengan serangan panik. DSM-IV-TR juga menyertakan untuk fobia sosial yang bersifat menyeluruh yang berguna untuk menentukan terapi, prognosis, dan respon terhadap terapi. DSM-IV-TR menyingkirkan diagnosa fobia sosial bila gejala yang timbul merupakan akibat dari penghindaran sosialisasi karena rasa malu dari kelainan mental atau non-mental.5

DSM-IV-TR Diagnostic Criteria for Social Phobia

A. Ketakutan yang jelas dan menetap terhadap satu atau lebih situasi sosial atau memperlihatkan perilaku dimana orang bertemu dengan orang asing atau kemungkinan diperiksa oleh orang lain. Ketakutan bahwa ia akan bertindak dengan cara (atau menunjukkan gejala kecemasan) yang akan menghinakan atau memalukan.

Catatan : pada anak-anak, harus terbukti adanya kemampuan sesuai usianya untuk melakukan hubungan sosial dengan orang yang telah dikenalnya dan kecemasan hanya terjadi dalam lingkungan teman sebaya, bukan dalam interaksi dengan orang dewasa.

B. Pemaparan dengan situasi sosial yang ditakuti hampir selalu mencetuskan kecemasan, dapat berupa seragan panik yang berhubungan dengan situasi atai dipredisposisi oleh situasi.

Catatan : pada anak-anak, kecemasan dapat diekspresikan dengan menangism tantrumm diam membeku, atau bersembunyi dari situasi sosial dengan orang asing.

C. Orang menyadari bahwa ketakutan adalah berlebihan atau tidak beralasan. Catatan : pada anak-anak, gambaran ini mungkin tidak ditemukan

D. Situasi sosial atau memperlihatkan perilaku dihindari atau kalau dihadapi adalah dengan kecemasan atau dengan penderitaan yang jelas

E. Penghindaran, kecemasan antisipasi, atau penderitaan dalam situasi yang ditakuti secara bermakna mengganggu rutinitas normal, fungsi pekerjaan (atau akademik), atau aktivitas sosial atau hubungan dengan orang lain, atau terdapat penderitaan yang jelas karena menderita fobia.

Gambar

Tabel 8. Diagnosis Banding Organik untuk Gangguan Panik  2  Diagnosis Banding Organik untuk Gangguan Panik
Tabel 9. Sediaan Obat Anti Panik dan Dosis Anjuran  7

Referensi

Dokumen terkait

Gangguan cemas menyeluruh (Generalized Anxiety Disorder, GAD) merupakan kondisi gangguan yang ditandai dengan kecemasan dan kekhawatiran yang berlebihan dan tidak rasional

Mengingat gangguan panik merupakan suatu penyakit yang bersifat kronik, sering berulang, serta dapat menyertai berbagai gangguan mental dan somatik lain,

Mengingat gangguan panik merupakan suatu penyakit yang bersifat kronik, sering berulang, serta dapat menyertai berbagai gangguan mental dan somatik lain,

Kecemasan, serangan panik, atau penghindaran fobik dihubungkan dengan objek atau situasi spesifik tidak lebih baik dijelaskan oleh gangguan mental lain, seperti

Gangguan panik ditandai dengan adanya serangan panik yang tidak diduga dan spontan yang terdiri atas periode rasa takut intens yang hati-hati dan bervariasi dari sejumlah

Laki-laki 39 Tahun dengan Gangguan Cemas Menyeluruh Anityo Nugroho Faculty of Medicine, Lampung University Abstrak Serangan panik adalah suatu episode ansietas yang

Gangguan panik adalah gangguan jiwa yang ditandai dengan adanya beberapa kali serangan anxietas berat dalam masa kira-kira satu bulan: (1)dengan keadaan

Kecemasan, Serangan Panik, atau fobia penghindaran yang berhubungan dengan objek atau situasi tertentu tidak dapat diberi keterangan yang memuaskan oleh gangguan mental lain,