1
KONFLIK GADAI TANAH ULAYAT
STUDI: PADA MASYARAKAT MELAKUKAN PRAKTEK GADAI TANAH ULAYAT KAUM DI JORONG KAJAI NAGARI LADANG PANJANG KECAMATAN TIGO NAGARI
KABUPATEN PASAMAN
Eti Siska Putri1, Firdaus2, Rio Tutri2 1
Mahasiswa Program Studi Pendidikan Sosiologi STKIP PGRI Sumatera Barat 2
Dosen Program Studi Pendidikan Sosiologi STKIP PGRI Sumatera Barat etisiskaputri13@gmail.com
ABSTRACT
Pagang-gadai is makes a thing valuable as couateral for the debt as loag as there are two possibilities to return the money or take some of these objecks. If it happens pagang-gadai land that are social (please help) to overcome the difficalties and urgent needs (the needs of the economy) but on the contrary lead to conflict in society the practice of pagang-gadai ulayat kaum Jorong Kajai. The purpose of this research was to describe the process of pagang-gadai, the form of conflict and causes of conflict in pagang-gadai tanah ulayat kaum. the data were analyzed uzing conflict occur with how to look at the material conditions proposed by Collins. This reseach used descriptive gualitative research. The results of this resarch is the conflict that occurred in Jorong Kajai. Such as the dosed and open conflict the closed conflict form are not mutually scolds and a sease of mutual suspition, but open confilct such as: tig in the community roughly speaking and endless violenoe, it is caused by several factors. Mamak kepala waris does not know the procces of transsactions in pagang-gadai, which happened in a conflict occurs starting from a condition of the economy. Such as land the violations community by one party that do practice pagang-gadai. A sence of disappointment caused by the praties involved in the parties of pagang-gadai tanah ulayat kaum and the presence of one of the parties which do practice of pagang-gadai that violates of the provisions of the agreement letter.
Keywords: Conflict, Pagang-Gadai, Tanah Ulayat
PENDAHULUAN
Minangkabau merupakan etnik terbesar nomor empat di Indonesia, hanya dikalahkan dalam jumlah oleh orang Jawa 47%, Sunda 15%, Madura 7%. Tempat tinggal utama Minangkabau yaitu Provinsi Sumatra Barat, (Kato, 2005: 1-2).
Bagi orang Minangkabau, duduk dan berdiri selalu beradat. Berbicara beradat, berjalan beradat, makan dan minum beradat, bertamu beradat, bahkan menguappun bagi orang Minangkabau beradat, ini merupakan adat sopan santun dalam pergaulan sehari-hari. Hal-hal yang sangat
2
mendasar dalam adat Minangkabau seperti: landasan berfikir, nilai-nilai dalam kehidupan, norma-norma dalam pergaulan, falsafah hidup, dan hukum-hukum yang harus dipatuhi (Amir, 2011: 1).
Berbicara mengenai masalah adat Minangkabau berarti membicarakan pula masalah tanah di Minangkabau.Masalah tanah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari hukum adatMinangkabau. Tanah memiliki peran yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat karena sifat dan faktanya. Tanah merupakan satu-satunya harta benda kekayaan yang meski mengalami massa yang bagaimanapun namun tetap tidak berubah, bahkan semakinmemberikan keuntungan. Masyarakat Minangkabau tanah dikenal dengan tanah ulayat (Piliang dan Nasrun, 2013: 273-274).
Tanah ulayat di Minangkabau merupakan bagian dari harta pusaka, yang terdiri dari tanah perbukitan (hutan rendah), tanah padang pengembalaan, dan hutan tinggi (hutan lindung). Tanah ulayat adalah
cagar alam kaum yang biasanya terdiri dari hutan yang jauh dari perkampungan dan semak belukar yang dekat dari perkampungan, biasanya di kaki bukit,
Tiga jenis tanah ulayat di Minangkabau yaitu: pertama, tanah ulayat nagari merupakan tanah hutan diluar kawasan hutan lindung (cagar alam) atau hutan negara dan tidak termasuk kawasan yang telah menjadi ulayat suku atau ulayat kaum, pemegang hak ulayatnya Kerapat Adat Nagari (KAN) . Kedua, tanah ulayat suku merupakan tanah hutan yang dibuat kawasan hutan negara dan ulayat nagari, belum menjadi ulayat suatu kaum, pemegang hak ulayatnya adalah (Penghulu Suku). Ketiga, tanah ulayat kaum merupakan hutan yang sudah lepas dari kekuasaan ulayat nagari, ulayat suku, dan belum termasuk sebagai tanah milik perorangan (invidual), pemegang hak ulayatnya adalah (Mamak Kepala Waris). Dengan demikian penggunaan tanah ulayat digunakan untuk kesejahteraan anggota kaum ataupun suku dan nagari yang
3
bersangkutan, dalam pelaksanaannya sehari-hari berada dibawah pengawasan dan penguasaan para ninik mamak, penghulu suku dan Karapat Adat Nagari (Panuh, 2012: 201-204).
Fungsi tanah ulayat dapat dibagi dari tiga aspek, yaitu: pertama, aspek sosial budaya sebagai unsur perekat antarwarga masyarakat hukum adat dan antarwarga masyarakat hukum adat dengan pimpinannya. Kedua, aspek sosial ekonomi untuk menjadikan warganya hidup sejahtera lahir dan bathin. Ketiga, aspek jaminan sosial sebagai representasi dari sebuah model jaminan sosial tradisonal (Panuh, 2012: 205).
Kedudukan tanah ulayat di Minangkabau sama tuanya dengan masyarakat hukum adat Minangkabau. Hubungan antara keduanya adalah hubungan yang tidak bisa dipisahkan, karena tanah salah satu faktor yang mempersatukan orang Minangkabau. (dalam Navis, 1984: 167).
Minangkabau tidak ada orang yang mau mengadaikan serta
menjual hartanya terutama harta pusaka tinggi seperti: tanah atau sawah, karena selain harta pusaka tinggi merupakan milik bersama, hukum adatpun tidak membenarkan. Minangkabau mengatakan: dijua tak
dimakan bali, digadai tak dimakan sando (dijual tidak dimakan beli,
digadai tidak dimakan sandera). Apabila harta pusaka hendak dipindah tangankan untuk mengatasi kesulitan, ia hanya dapat digadaikan (melakukan praktek pagang-gadai) harus atas kesepakatan anggota kaum (Navis, 1984: 167-168).
Gadai adalah menjadikan suatu benda berharga sebagai jaminan atas utang selama ada dua kemungkinan, untuk mengembalikan uang itu atau mengambil sebagian benda itu.
Pagang-gadai tanah merupakansuatu
transaksi dimana seseorang menyerahkan sebidang tanah kepada orang lain dengan menerima sejumlah uang tertentu dengan ketentuan bahwa tanah tersebut akan kembali kepada pihak pemilik tanah, denganmengembalikan jumlah uang yangditerimanya dari pihak kedua(Setyandhini, 2012: 38).
4
Menurut adat Minangkabau memindah tangankan tanah itu baru boleh dilaksanakan apabila ada keadaan yang mendesak, yaitu dalam hal membahayakan ataumendatangkan aib bagi keluarga matrilinealnya. Hal-hal tersebut diantaranya: Rumah gadang ketirisan (rumah gadang bocor karena atapnya), Gadih gadang atau gadi
yang indak balaki (gadis yang telah
dewasa atau jando yang tidak bersuami), Mayik tabujua di tangah
rumah (mayat terbaring di muka
rumah karena tidak ada kain kafan),
Managakkan batang tarandam
(menegakkan adat yang tidak berdiri) (Hasneni, 2015: 76).
Berdasarkan hal di atas, maka sekali-kali tidak boleh sawah, ladang digadaikan atau dijual. Tetapi, dalam kenyataan yang terlihat sekarang, masyarakat di Minangkabau ada yang menggadaikan tanahnya bukan karena keadaan mendesak yang sesuai dengan ketentuan adat Minangkabau mengenai memindah tangankan tanah melainkan, sebagai berikut: a) untuk menutupi ketekoran dagang. b) untuk keperluan biaya
pengobatan. c) untuk biaya pendidikan anak. d) karena kaumnya telah punah atau hampir punah (Hasneni, 2015: 76).
Perubahan penguasaan tanah ulayat yang telah digadaikan membuat masyarakat terpuruk dalam artian segi ekonomi karena tanah yang biasanya dijadikan untuk memenuhi kebutuhan ekonominya sekarang sudah beralih tangan. Tanah yang merupakan milik bersama, namun ada pihak yang mengadaikan tanpa sepengetahuan dari salah satu kaumnya. Hal ini menimbulkan konflik dalam praktek
pagang-gadai tanah ulayat kaum
yang sudah berbentuk perkebunan kelapa sawit. Pihak yang terlibat konflik adalah 1) pihak pengadai dengan dunsanak (keluarga sekaum), 2) pihak pengadai dengan pemagang, 3) anggota kaum dengan pemagang.
Berdasarkan peryataan di atas penulis merasa perlu untuk melakukan penelitian dan membahas lebih lanjut tentang konflik gadai tanah ulayat (studi pada masyarakat yang melakukan praktek
5
Kajai, Nagari Ladang Panjang, Kecamatan Tigo Nagari, Kabupaten Pasaman).
METODOLOGI PENELITIAN
Pendekatan dalam penelitian ini adalah pendekatan penelitian Kualitiatif dengan tipe penelitian deskriptif. Pemilihan informan penelitian dilakukan dengan cara
purposive sampling yaitu teknik
penentuan informan penelitian berdasarkan kriteria tertentu. Dalam penelitian ini menggunakan dua jenis data yaitu data primer dan data sekunder. Adapun teknikpengumpulan data dilakukan dengan tiga cara yaitu observasi non partisipan, wawancara dan studi dokumen. Unit analisis yaitu kelompok. Analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis data model interaktif Milles Huberman. Penelitian ini dilakukan di Jorong Kajai Nagari Ladang Panjang Kabupaten Pasaman.
HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Sejarah Kemunculan Pagang
Gadai Tanah di Jorong Kajai
Sejarah muncul praktek
pagang-gadai di Jorong Kajai sejak
zaman nenek moyang dahulu sekitar tahun 1957. Pada saat itu praktek
pagang-gadai yang dilakukan oleh
masyarakat Jorong Kajai hanya berbentuk pagang-gadai sawah.
Pagang-gadai itu dilakukan
karena kebutuhan yang mendesak yang harus dipenuhi masyarakat Jorong Kajai yaitu biaya untuk pernikahan kemenakan dari anggota kaum apabila kedua orang tuanya tidak sanggup untuk membiayainya dan itu harus dilakukan kalau tidak dinikahkan maka akan mendatangkan aib bagi keluarga, biaya untuk rumah sakit apabila ada mamak yang mengalami sakit dan ketika ada anggota kaum laki-laki yang tidak mempunyai istri ketika dia meninggal jika tidak ada anggota kaum untuk sukarela membantu biaya pengurusannya maka di Jorong Kajai baru boleh melakukan
pagang-gadai. Kalau tidak karena hal
6
tidak akan melakukan praktek
pagang-gadai.
2. Proses dan Sistem
Pagang-Gadai di Jorong Kajai
Pada umumnya proses awal orang yang melakukan praktek
pagang-gadai selalu disebabkan
karena adanya keperluan mendesak untuk mendapatkan uang, maka jalan yang ditempuh dengan melakukan gadai tanah. Sama halnya juga di temukan di Jorong Kajai bahwa penyebab masyarakat melakukan praktek pagang-gadai disebabkan karena adanya kebutuhan ekonomi yang mendesak, seperti biaya rumah sakit, ketekoran dagang, biaya untuk pernikahan, biaya untuk anak sekolah.
Langkah-langkah atau cara masyarakat Jorong Kajai dalam melakukan proses praktek pagang-gadai atas sepengetahuan mamak kepala waris sebai berikut: 1) adanya dari salah satu anggota kaum yang mengalami kebutuhan ekonomi 2) mendiskusikan atau musyawarah dengan anggota kaum 3) memutuskan tanah ulayat kaum yang akan digadaikan 4) mencari orang
yang mampu mengambil gadai tanah 5) apabila pihak pemagang sudah setuju mengambil gadai tanah 6) membuat surat perjanjian dalm praktek pagang-gadai atas kesepakatan antara pemagang dan anggota kaum si pegadai 7) melakukan transaksi pertukaran. Masyarakat Jorong Kajai dalam melakukan praktek pagang-gadai ada juga dari masyarakat dalam melakukan praktek pagang-gadai tanah ulayat kaum tanpa sepengetahuan mamak kepala waris beserta anggota kaum. langkah atau proses yang ia lakukan sebagai berikut: 1) peminjam uang kepada orang lain 2) tidak mampu untuk membayar 3) menjadikan tanah ulayat kaum dari pihak istri sebagai jaminannya 4) memalsukan tanda tangan 5) melakukan transaski pertukaran. Untuk lebih jelasnya berikut penjelasan secara rinci mengenai proses praktek
pagang-gadai di Jorong Kajai. Proses awal
mulanya transaksi pagang-gadai di Jorong Kajai di awali dari seseorang yang membutuhkan sejumlah uang untuk keperluan pribadi seperti: biaya rumah sakit, ketekoran dagang,
7
biaya untuk pernikahan, biaya untuk anak sekolah dan modal usaha. Hal tersebut yang mendorong masyarakat dalam anggota kaum di Jorong Kajai untuk melakukan praktek
pagang-gadai tanah ulayat kaum. mengenai
transaksi pagang-gadai dimulai dari pihak pemilik tanah yang membutuhkan sejumlah uang, sehingga mereka mendekati seseorang yang mungkin bersedia meminjamkan sejumlah uang kepada mereka dan mengambil tanah sebagai jaminan sampai pinjaman dikembalikan.
Proses pagang-gadai yang dilakukan oleh masyarakat Jorong kajai ada dua tipe yang dilakukan yaitu:1). Atas sepengetahuan mamak kepala waris 2).Tidak sepengetahuan mamak kepala waris. Kelompok yang melakukan pagang-gadai di Jorong Kajai berjumlah17 kelompok, dimana 4 kelompok yang tidak mengetahui mamak kepala waris dalam satu kaumnya. dilihat dari syarat pagang-gadai itu sendiri bahwa dalam melakukan praktek
pagang-gadai harus memenuhi
beberapa syarat, seperti: dalam
melakukan praktek pagang-gadai tanah ulayat kaum harus mengetahui mamak kepala waris dan anggota kaum yang lainnya namun kenyataan yang ditemukan di lapangan adanya masyarakat yang melakukan praktek
pagang-gadai tidak sepengetahuan
mamak kelapa waris dan anggota kaum. tanah ulayat kaum merupakan milik bersama jadi ketika melakukan pemindahan hak untuk pemindahan atas tanah maka harus atas sepengetahuan mamak kelapa waris. Jika adanya praktek pagang-gadai yang berlangsung tidak atas sepengetahuan mamak kepala waris dan anggota kaum sehingga memunculkan konflik dalam masyarakat Jorong Kajai dan tidak hanya hal tersebut yang menjadi faktor terjadinya konflik dalam masyarakat Jorong Kajai akan ada hal lain yang menjadi faktor terjadinya konflik.
3. Tipologi Konflik Dalam
Pagang-Gadai
Soekanto menyebutkan konflik sebagai suatu proses sosial individu atau kelompok yang berusaha memenuhi tujuannya dengan jalan
8
menetang pihak lawan, yang disertai dengan ancaman atau kekerasan. Collins mendefenisikan bahwa konflik terjadi dengan cara melihat pada kondisi-kondisi material. Konflik ini bersumber dalam bentuk memperebutkan sumber daya ekonomi merupakan ciri yang berdasarkan dari kehidupan sosial (Nazsir, 2008: 19).Sama halnya dengan konflik yang terjadi di Jorong Kajai, yang meyebabkan terjadinya konflik yang diawali dengan kondisi material (ekonomi) berupa tanah ulayat kaum.
Konflik yang terjadi di Jorong Kajai yang merupakan konflik dalam kondisi ekonomi karena adanya masyarakat yang melakukan praktek pagang-gadai tanah ulayat kaum yang memunculkan konflik dalam masyarakat, konflik yang terjadi di Jorong Kajai dapat dipetakan sebagai berikut,
Gambar 5.1: pola konflik yang terjadi di Jorong Kajai.
Ket:
= Konflik
(Sumber: informan penelitian di Jorong Kajai 2017)
Berdasarkan pola di atas, bahwa pihak berkonflik dalam
pagang-gadai tanah ulayat kaum bukan
hanya pihak pegadai dengan pemagang melainkan juga melibatkan anggota kaum antar kelompok yang melakukan
pagang-gadai tanah ulayat kaum di Jorong
Kajai. Pihak yang terlibat dalam
pagang-gadai tanah ulayat kaum di
Jorong Kajai terdapat 3 pola kelompok yang terlibat konflik, yaitu: 1). pegadai dengan anggota kaum, 2). Anggota kaum dengan pemagang, 3). Pemagang dengan pegadai. Berikut uraian bentuk konflik yang terjadi di Jorong Kajai dengan adanya pagang-gadai tanah ulayat kaum:
Konflik Tertutup
Konflik tertutup (laten) adalah suatu keadaan yang di dalamnya banyak terdapat persoalan, sifatnya tersembunyi dan perlu diangkat kepermukaan agar bisa ditangani (Susan, 2009: 100-101).Berikut ini
Pemagang
Anggota Kaum Pegadai
9
bentuk konflik tertutup yang terjadi dalam kelompok masyarakat yang melakukan praktek pagang-gadai yang terlibat konflik di Jorong Kajai.
Tidak Saling Tegur Sapa
Pihak pegadai dan pihak pemagang merupakan orang yang melakukan transaksi pagang-gadai. Pegadai (pihak I) sebagai orang yang melakukan penyerahan sebidang tanah kepada pihak II dengan menerima sejumlah uang, sedangkan pihak pemagang sebagai orang yang menerima sebidang tanah dengan memberikan sejumlah uang kepada pihak pegadai (pihak I). Sebelum terjadi konflik, hubungan antar kelompok yang melakukan
pagang-gadai yaitu pegadai dengan
pemagang terdapat persoalan-persoalan namun sifatnya masih tersembunyi, karena kelompok yang melakukan praktek pagang-gadai di Jorong Kajai merupakan saudara dan mereka pun adanya rasa segan antar kelompok yang melakukan
pagang-gadai, sehingga apabila terdapat
kesal dan kecewa maka antar kelompok lebih memilih sabar dalam menghadapi persoalan yang terjadi
dalam praktek pagang-gadai
tersebut, karena pada dasarnya bersifat sosial (saling tolong menolong).
Masyarakat Jorong Kajai yaitu masyarakat yang selalu rukun antar kaum dalam masyarakat tidak terdapat permusuhan ataupun konflik karena tanah. Namun semenjak adanya pagang-gadai di dalam masyarakat Jorong kajai adanya sikap yang tersembunyi berupa kekecewaan yang dialami oleh masyarakat, kelompok yang mengalami kekecewaan yaitu kelompok anggota kaum, hal itu disebabkan adanya tingkah atau tindakan yang dilakukan oleh pihak anggota kaum yaitu pihak pegadai dalam mengadaikan tanah ulayat kaum. Dengan adanya tindakan salah satu pihak dalam kaum yang mengadaikan tanah maka anggota kaum merasa kecewa. Namun kekecewaan yang dialami oleh pihak anggota kaum lain tidak langsung diungkapan karena mereka merasa segan dan takut untuk membicarakan langsung rasa kekecewaanya.
10
Tumbuh rasa saling curiga ini terjadi pada kelompok yang melakukan praktek pagang-gadai antar pemagang dan pengadai. rasa saling curiga yang ditimbulkan oleh kedua pihak tersebut karena adanya prasangka yang ditimbulkan oleh mereka. pada saat itu pemagang tidak senang terhadap pengadai yang mengambil sawit yang sudah digadaikan oleh pengadai namun ada salah satu anggota kaum dari pihak pengadai tetap mengambil hasil dari lahan yang sudah digadaikan tersebut. namun pihak pengadai hanya mendiamkan saja masalah tersebut tanpa di tegur langsung ke pihak pegadai. Akibatnya tumbuh rasa saling tidak percaya antara pegadai dengan pemangang karena rasa tidak senang yang dialami oleh pihak pemagang ke pihak pengadai. Pada saat pemangang merasa kecewa, pemagang tersebut hanya memendam kemarahannya saja tanpa mengungkapkan langsung ke pihak pengadai tersebut.
Konflik Terbuka
Konflik terbuka adalah situasi konflik sosial telah muncul kepermukaan yang berakar dalam
dan sangat nyata. Konflik yang terjadi dalam praktek pagang-gadai di Jorong Kajai, Nagari Ladang Panjang, Kecamatan Tigo Nagari, Kabupaten Pasaman merupakan konflik terbuka karena diwujudkan dengan interaksi yang berisikan permusuhan disertai kekerasaan yang tidak dapat terkendalikan akibat adanya praktek pagang-gadai tanah ulayat kaum dalam masyarakat.
Mengeluarkan Ucapan yang Tidak Pantas (Kasar)
Konflik yang terjadi antara pihak pengadai dengan anggota kaum merupakan bentuk konflik yang sudah termasuk terbuka karena konflik yang terjadi memang terlihat dan memang langsung terjadi. Konflik yang terjadi dalam anggota kaum ini karena adanya dari salah satu anggota kaum melakukan
pagang-gadai tanah ulayat kaum.
tanah ulayat kaum merupakan tanah milik bersama namun yang di dapat keterangan di lapangan bahwa yang mengadai tidak memenuhi syarat dari pagang-gadai tersebut. sehingga anggota kaum lainnya dalam satu kaum merasa kecewa dengan apa
11
yang dilakukan oleh pihak pengadai. pihak pengadai itu sendiri adalah mamak kelapa waris yang mana tugasnya hanya sebagai pengawasan dari tanah ulayat kaum tersebut namun kenyataannya malahan dia yang melakukan gadai tanah tersebut.
Dari hasil wawancara penelitian menjelaskan bahwa konflik antara pengadai dengan anggota kaum pernah terjadi. Bentuk yang terjadi dalam anggota kaum sampai mengeluarkan kata-kata kasar berupa mati bisuak sia yang ka manyalamaik’an tubuh busuak tu pasti kamanakan jo nyoh tapo kalau tanah tu digadai’an, yo ndak nio kami do mayalamaik’an doh mati jo lah (pada saat meninggal besok yang menyelamatkan mayat tersebut pasti keluarga anggota kaum juga tapi kalau tanah digadaikan pasti ngak sudi kami, mati aja lah).
Konflik yang Berbentuk Kekerasaan
Konflik antar kelompok si pegadai dengan anggota kaum di Jorong Kajai merupakan konflik yang terbuka karena selalu
mewujudkan dengan adanya interaksi yang menimbulkan perlawanan maupun kekerasan yang tidak dapat terkendali terhadap oleh diri anggota kaum kepada sipegadai. Dua kelompok yang saling memperebutkan hak untuk mengolah tanah ulayat kaum, kelompok anggota kaum yang akan memintak kepada si pegadai untuk bisa memberikan penjelasan kenapa dia mengadai tanah ulayat kaum yang merupakan milik bersama dalam satu kaum, sehingga hak atas tanah tersebut bisa di bagi menjadi rata, jika tidak di bagi menjadi rata maka akan menimbulkan kekecewaan dari anggota kaum dalam satu kaum tersebut.
4. Faktor Penyebab Terjadinya Konflik Gadai Tanah Ulayat Kaum
Hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti bahwa faktor penyebab terjadinya konflik gadai tanah ulayat khususnya tanah ulayat kaum. bahwa Pihak yang terlibat konflik dalam praktek pagang-gadai di Jorong Kajai yaitu: 1) antara pegadai dengan anggota kaum, 2) pegadai dengan pemagang, 3)
12
anggota kaum dengan pemagang. Hal yang sama diungkap oleh pihak yang mengalami konflik dalam praktek pagang-gadai. Berikut faktor penyebab terjadinya konflik gadai tanah ulayat pada masyarakat yang melakukan praktek pagang-gadai tanah ulayat kaum di Jorong Kajai, Nagari Ladang Panjang, Kecamatan Tigo Nagari, Kabupaten Pasaman:
Penyimpangan Dalam Melakukan Praktek Pagang-Gadai
a. Pihak pegadai dengan anggota kaum
Praktek pagang-gadai di Jorong Kajai ada beberapa ketentuan ketika melakukan praktek gadai tanah berdasarkan hukum adat mengenai pemindahan tanah. Dalam pemindahan tanah beberapa syarat dalam gadai tanah yang harus dipenuhi oleh penggadai dan pemegang gadai, yaitu: a) gadai baru sah apabila disetujui oleh segenap ahli waris, satu orang saja tidak menyetujui gadai, maka gadai menjadi batal demi hukum. b) gadai tidak ada kadaluarsanya. c) pihak penggadai punya hak pertama untuk menggarap tanah gadaian, kecuali
jika dia mau menyerahkan garapan pada orang lain. d) pemegang gadai tidak boleh menggadaikan lagi tanah yang dipegangnya pada orang lain tanpa seizin pemilik tanah. pihak anggota kaum dengan pemagang
konflik yang terjadi di Jorong kajai yang pada mula di dsebabkan karena ada salah satu pihak dari anggota kaum yang mengadaikan tanah ulayat kaum yang merupakan milik bersama dalam anggota kaum sehingga menimbulkan konflik dalam satu kaum tersebut. konflik yang terjadi tidak hanya melibatkan antara anggota kaum dengan pihak pegadai yang merupakan salah satu dari anggota kaum saja melainkan konflik antara anggota kaum dengan pihak pemangang.
Konflik yang terjadi antara pihak pemagang dengan anggota kaum kaum tersebut terjadi karena ketidaktahuan pihak anggota kaum mengenai transaksi yang dilakukan oleh pihak pengadai dari anggota kaum tersebut dengan pihak pemagang. Anggota kaum kecewa dengan pihak pemagang bahwa pihak pemagang sudah mengetahui
13
bahwa tanah pagang itu merupakan tanah ulayat kaum akan tetapi si pemagang tetap melanjutkan pagang-gadai tanah ulayat kaum tersebut. hal itu yang membuat anggota kaum dari si pegadai marah kepada si pemagang.
Hal ini sangat berkaitan dengan teori konflik Collins bahwa dia lebih menyukai gaya analisis material marxian ketimbang gaya abstraksi fungsionalisme struktural, karena collins mendesak manusia untuk memikirkan manusia seperti binatang, yang tindakannya di motivasi oleh kepentingan diri sendiri, yang terlihat sebagai muslihat untuk mencapai keuntungan sehingga mereka dapat mencapai kepuasan dan menghindarkan ketidakpuasanan.
Masa Gadai Terlalu Lama dan Uang Gadai Terlalu Tinggi
Pihak Pengadai Dengan Anggota Kaum, Pagang-gadai tanah ulayat kaum di Jorong Kajai dilakukan oleh mamak kepala waris dalam satu kaum. tanah ulayat kaum merupakan harta pusaka dalam satu kaum yang di dapat berdasarkan secara turun
temurun dari nenek moyangnya terdahulu yang dijadikan sebagai hak milik bersama dalam satu kaum. pengawasan tanah ulayat kaum berada pada mamak kepala waris yaitu anggota kaum tertua laki-laki yang ada dalam satu kaum, tugasnya mengatur dan menjaga harta pusaka dari nenek moyangnya untuk cucu kemenakannya yang akan datang.
Pelanggaran Dari Kententuan Surat Perjanjian Pagang-Gadai
a. pihak pegadai dengan pihak pemagang
Perubahan penguasaan tanah ulayat yang telah digadaikan membuat masyarakat terpuruk dalam artian segi ekonomi karena tanah yang biasanya dijadikan untuk memenuhi kebutuhan ekonominya sekarang sudah beralih tangan. Hal ini yang menyebabkan terjadinya konflik dalam pagang-gadai di jorong kajai. Berdasarkan dari hasil wawancara dan observasi yang di dapat di lapangan bahwa salah satu penyebab konflik antara pihak pegadai dengan pihak pemagang. Berdasarkan observasi awal yang peneliti lakukan terlihat, karena
14
masyarakatJorong Kajai sangat bergantung pada hasil perkebunan sawitnya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, seperti yang peneliti lihat bahwa di Jorong Kajai masyarakat rata-rata petani.
Pada awalnya masyarakat yang melakukan pagang-gadai ini hanya dilakukan oleh ibu-ibu yang hanya bertujuan untuk memenuhi kebutuhan terdesaknya saja, namun setelah saya lihat dilapangan semangkin tinggi kebutuhan keluarga, maka masyarakat yang memiliki perkebunan kelapa sawit mau tidak mau harus mengadaikan perkebunan kelapa sawitnya demi memenuhi kebutuhan hidupnya yang mendesak pada saat itu, awalnya uang yang di mintak oleh pihak megadai hanya sekedarnya saja, tapi semangkin lama ibu mengadaikan ini mintak tambah lagi. Tanpa harus menerima uang setiap dua kali seminggu sacara yang tidak menentukan dengan relatif kecil, tetapi dengan pagang gadai masyarakat Kampung Muntia memperoleh uang secara besar hanya
sekali tanpa harus menunggu setiap dua kali seminggu.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil permasalahan di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa awal terjadinya konflik di Jorong Kajai disebabkan adanya masyarakat yang melakukan praktek pagang-gadai tanah ulayat kaum. Proses praktek pagang-gadai yang dilakukan oleh masyarakat Jorong Kajai tidak memenuhi syarat dari ketentuan yang sudah disepekati dalam masyarakat mengenai pemindahan hak atas tanah
(pagang-gadai). Ada dua bentuk proses pagang-gadai yang dilakukan oleh
masyarakat Jorong Kajai yaitu atas sepengetahuan mamak kepala waris dan tidak mengetahui mamak kepala waris karena adanya masyarakat yang melanggar dari ketentuan yang sudah disepakati tersebut sehingga terjadi konflik dalam pagang-gadai.
Bentuk konflik yang terjadi di Jorong Kajai adalah konflik tertutup dan konflik terbuka, konflik tertutup berupa tidak saling tegur sapa dan adanya rasa saling curiga sedangkan
15
konflik terbuka berupa: cekcok dalam masyarakat, mengeluarkan kata-kata yang tidak pantas (kasar) dan berujung kekerasaan (batinju). Hal itu disebabkan oleh beberapa Faktor yaitu: ketidaktahuan mamak kepala waris dalam proses transaksi
pagang-gadai yang terjadi di Jorong
Kajai, konflik terjadi yang berawal dari kondisi-kondisi ekonomi yaitu tanah, adanya pelanggaran yang dilakukan oleh salah satu pihak yang melakukan praktek pagang-gadai. Adanya rasa kekecewaan yang ditimbulkan oleh pihak yang tersangkut dalam praktek
pagang-gadai tanah ulayat kaum dan adanya
salah satu pihak yang melakukan praktek pagang-gadai yang melanggar dari ketentuan surat perjanjian, jadi memang yang dikatakan oleh teori konflik yaitu Randall Colli bahwa terjadi konflik dalam kehidupan sosial masyarakat itu bisa di lihat dari kondisi-kondisi ekonomi (material). Terjadi konflik di tengah-tengah masyarakat karena adanya sumber daya ekonomi yang diperebutkan. Masyarakat Jorong Kajai terjadi nya konflik karena pada
kondisi-kondisi ekonomi (material) yaitu tanah.
DAFTAR PUSTAKA
Amir. 2011. Adat Minangkabau Pola
dan Tujuan Hidup Orang Minang. Jakarta: Citra
Harta Prima.
Harsono, Boedi. 2002. Hukum
Anggraria Indonesia.
Jakarta: Jilid 1 jambatan. Kato, Tsuyoshi. Adat Minangkabau
dan merantau dalam
Perspektis Sejarah. Jakarta:
Balai Pustaka.
Piliang, Edison dan Nasrun. 2013.
Budaya dan Hukum Adat Minangkabau. Bukittinggi:
Kristal Multimedia. Panuh, Helmy. 2012. Pengelolaan
Tanah Ulayat Nagari Pada Era Desentralisasi
Pemerintahan Di Sumatra Barat. Jakarta: PT. Raja