• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit Ginjal Kronis (PGK) merupakan penyakit yang menyebabkan kerusakan ginjal secara struktural atau fungsional yang masih menjadi masalah kesehatan global dan angka kejadiannya diperkirakan oleh Persatuan Nefrologi Indonesia (PERNEFRI) terdapat 70.000 penderita gagal ginjal di Indonesia, yang angkanya akan terus meningkat sekitar 10% setiap tahunnya (Haruman, et al., 2015). Untuk bertahan hidup, seorang penderita gagal ginjal harus melakukan terapi dialisis atau melakukan transplantasi dengan ginjal yang sehat (Anon., 2014). Terapi dialisis sendiri adalah pemisahan zat-zat sisa metabolisme dari darah menggunakan alat bantu yang dioperasikan di luar tubuh sebagai pengganti fungsi ginjal dalam menyaring darah (Pendse, et al., 2008). Terapi ini memang sangat berkembang dan banyak dilakukan, namun pasien harus menjalani terapi ini selama empat jam sebanyak tiga kali dalam seminggu (To, et al., 2015). Sebagai gambaran, di Jepang, jumlah pasien hemodialisis dengan dialisis jangka panjang telah meningkat secara pesat setiap tahun, hingga mencapai hampir 290.675; pada akhir tahun 2009, 3,7% dari pasien tersebut telah menjalani dialisis selama lebih dari 25 tahun; dan diketahui pada tahun yang sama, durasi dialisis terpanjang yang tercatat adalah 41,8 tahun (Saito, et al., 2011). Inilah yang menggambarkan kelemahan dari terapi dialisis, bahwa terapi tersebut menghabiskan waktu dan biaya yang cukup banyak serta mengurangi kualitas hidup penderita penyakit gagal ginjal tersebut.

Untuk mengurangi frekuensi terapi dialisis di rumah sakit, dikembangkanlah

Wearable Artificial Kidney (WAK). WAK lebih fleksibel dan portable

dibandingkan dengan mesin terapi dialisis konvensional (Gu & Miki, 2009). Dengan demikian pasien pengguna WAK tidak perlu mendatangi rumah sakit dan diam di atas tempat tidur ketika proses dialisis berlangsung dan secara drastis akan

(2)

2

mengurangi intensitas dialisis itu sendiri dan menekan biaya yang harus dikeluarkan seorang pasien gagal ginjal untuk bertahan hidup. Pada akhirnya, diharapkan WAK dapat secara drastis meningkatkan kualitas hidup pasien gagal ginjal.

WAK terdiri dari dua komponen utama: unit dialisis (dialyzer) adalah salah satu komponen pada sistem dialisis yang menentukan performa dan efektivitas dari proses filtrasi darah; dan penyaring cairan dialisis yang berfungsi memisahkan cairan dialisis dengan zat sisa metabolisme agar cairan dialisis dapat digunakan kembali dalam proses filtrasi darah (Gu & Miki, 2009).

Filtrasi menggunakan membran berpori sudah dikembangkan dan disebarluaskan selama dua dekade. Berdasarkan ukuran dari pori-pori membran, penyaringan melalui membran dapat dibagi menjadi microfiltration, ultrafiltration, nanofiltration, dan reverse osmosis (Gu & Miki, 2007). Salah satu pengembangan WAK adalah pada microfilter yang digunakan sebagai dialyzer (Gu & Miki, 2009). Microfilter tersebut terdiri dari dua bagian utama: pertama, struktur layer yang terbuat dari metal, berfungsi sebagai ruang mikro (micro chamber) yang digunakan sebagai tempat aliran darah dan atau aliran cairan pemisah zat sisa (dialysate). Bagian kedua yaitu membran yang terbuat dari Polyethersulfone (PES). Membran ini berfungsi sebagai pemisah zat sisa dan nutrisi dalam darah. Membran merupakan komponen kritikal yang menentukan performa dialisis. Sehingga, meningkatkan performa membran dapat meningkatkan performa dialisis, dimana pada prakteknya dapat diperoleh efisiensi sebaik ginjal sehat.

Membran dengan bahan PES masih mempunyai kekurangan yaitu tidak bersifat water permeable. Untuk meningkatkan permeabilitas dari membran PES, dapat disesuaikan ukuran dan densitas dari membran PES, sehingga diperoleh komposisi yang optimal (Gu & Miki, 2007). Untuk menyesuaikan ukuran dan densitas membran PES dapat dengan mengatur kondisi pada saat pembentukan membran, seperti ketebalan membran, media gelatinisasi dan zat-zat penyusun larutan membran.

(3)

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang, maka dapat dirumuskan suatu permasalahan yang harus diselesaikan pada pembuatan membran mikrofilter, yaitu meningkatkan permeabilitas membran Polyethersulfone (PES) dengan mengatur parameter pembentukan membran. Penelitian ini membahas tentang mikrofilter yang digunakan untuk pengujian membran PES. Parameter yang diteliti untuk mengetahui sifat-sifat membran PES adalah suhu media gelatinisasi dan ketebalan membran.

1.3 Batasan Masalah

Dalam penelitian ini ditetapkan beberapa batasan masalah, agar penyelesaian masalah dalam penelitian ini menjadi lebih fokus. Berikut batasan-batasan masalah dalam penelitian ini:

1. Ukuran partikel diasumsikan sama dengan ukuran partikel pada larutan akuades dan sodium chloride (NaCl).

2. Membran dibuat dari campuran 20 wt% Polyethersulfone (PES), 60 wt% N-methyl-2-pyrrolidone (NMP), dan 20 wt% Polyvinylpirrolidone (PVP) (Gu & Miki, 2007).

3. Efektifitas difusi membran ditentukan berdasarkan perbedaan konduktifitas larutan sebelum dan sesudah dialirkan pada mikrofilter.

4. Untuk mengalirkan cairan ke dalam mikrofilter digunakan syringe pump

5. Untuk mengetahui konduktifitas dari larutan digunakan Conductivity Meter.

6. Untuk mengetahui sudut kontak yang dibentuk pada pengamatan water contact angle adalah Dino Lyte.

(4)

4

7. Media gelatinisasi dibuat dengan campuran Akuades dengan konsentrasi 2,5 wt% N-methyl-2-pyrrolidone (NMP), dan 0,2 wt% Dodecyl Sulfate Sodium (DSS).

1.4Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian yang dilakukan adalah:

1. Mendapatkan grafik hubungan ketebalan dan suhu media gelatinisasi terhadap koefisien difusi dari membran.

2. Mendapatkan grafik hubungan ketebalan dan suhu media gelatinisasi terhadap waterflux dari membran.

3. Mendapatkan sudut kontak tetesan pada membran.

1.5 Manfaat Penelitian

Diharapkan penelitian ini dapat bermanfaat untuk memberikan kontribusi khususnya dalam perkembangan riset teknologi membran pada Wearable Artificial Kidney (WAK) di Indonesia dan memperluas pandangan tentang teknik mesin sehingga dapat memberikan gambaran nyata dan jelas tentang pengaplikasian ilmu pengetahuan yang diperoleh selama bangku kuliah.

(5)

5 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Permeabilitas dari membran berpori biasanya dideskripsikan dengan model difusi pori-pori kapiler (Singh, et al., 1998). Aliran pada saluran mikro dan saluran yang dipenuhi dengan material kapiler, diilustrasikan seperti pada Gambar 2.1.

Gambar 2. 1. Aliran atau difusi pada saluran mikro dan material kapiler (Gu & Miki, 2007)

Dimana, D merupakan difusifitas pada air, DC merupakan difusifitas pada material kapiler dan C1 atau C2 merupakan konsentrasi larutan pada luasan satu atau dua.

Wearable Artificial Kidney (WAK) dibutuhkan untuk terapi dialisis dalam jangka waktu yang panjang. Untuk alasan itu, membran Polyethersulfone (PES) dipilih sebagai membran pembatas dalam wearable artificial kidney (WAK) karena sifat kekuatan mekanisnya yang baik, stabilitas termal, dan ketahanan kimianya.

(6)

6

Akan tetapi, membran PES mempunyai kesesuaian yang rendah dengan darah seperti adhesi, penumpukan dan penggumpalan darah sehingga membatasi penerapan membran PES. Untuk meningkatkan biokompatibilitas dari membran PES telah dilakukan berbagai penelitian berupa pelapisan (Prihandana, et al., 2015), pencampuran.

Pengembangan mikrofilter juga dilakukan pada pembuatan Structural layer pada unit difusi yang didesain memiliki channel dengan total panjang 72 mm dan lebar 2 mm membentuk chamber dengan luas area difusi 144 mm2 dan tebal 0,2 mm pada tiap lapisnya. Bentuk geometri dari structural layer ditunjukkan pada Gambar 2.2 (Gu & Miki, 2009).

Gambar 2. 2. Desain structural layer persegi

Pada pengembangannya, dilakukan juga eksperimen pada proses pemesinan structural layer dengan metode electropolishing. Sebelumnya, terlebih dahulu dibuat modifikasi desain structural layer untuk mengoptimalkan kerja unit microfilter dengan memperluas daerah penyerapan (diffusion area). Gambar 2.3 menunjukkan desain structural layer tersebut, dengan luas daerah penyerapan mencapai 192 mm2. Stuctural layer tersebut kemudian dibuat dengan plat stainless steel 316L dengan tebal 0,2 mm dengan metode electropolishing. Didapatkan parameter yang sesuai untuk melakukan pemesinan dengan electropolishing pada penelitian ini, yaitu dengan tegangan listrik 7 Volt, konsentrasil larutan elektrolit

(7)

berupa natrium klorida (NaCl) 15%, machining gap antara tool dan benda kerja 20 mm, dan dalam waktu 7 menit (Setyawan, 2016)

Gambar 2. 3. Desain structural layer lingkaran

Sementara itu, pengembangan mikrofilter pada bagian membran PES masih mempunyai kekurangan yaitu belum bersifat water permeable. Dengan mengatur kondisi pada saat pembentukan membran, seperti ketebalan membran, media gelatinisasi dan zat-zat penyusun larutan membran, maka ukuran dan densitas pori-pori membran dapat disesuaikan. Penelitian saat ini mengacu pada mikrofilter yang digunakan untuk pemisahan elektrolit dari biomolekul besar. Mikrofilter ini difabrikasi dengan menggunakan PDMS dan membran berpori Polyethersulfone (PES), yang mana memungkinkan biokompatibilitasnya diaplikasikan pada bioteknologi. Hasil yang sangat baik dan konsisten dari mikrofilter tersebut menunjukkan potensi untuk digunakan dalam penelitian biomedical engineering. (Gu & Miki, 2007).

Morfologi membran yang terbentuk berantung pada parameter dalam pembuatan membran seperti casting solution (jenis polimer dan pelarut dan perbandingan dari polimer dengan pelarut), kondisi penyiapan membrannya (suhu dan metode) dan additif. Polimer yang hidrofilik biokompatibel, seperti polyethylene glycol (PEG), ethylene glycol (OEG), dan polyvinilpirrolidone (PVP)

(8)

8

merupakan yang banyak digunakan untuk meningkatkan hidrofilisitas hemodialisis membran (Ostuni, et al., 2001). Dengan meningkatkan berat molekul dari PVP yang digunakan dapat menghasilkan struktur yang rapat dengan macrovoid yang sedikit, porositas yang tinggi, dan permukaan membran yang lebih halus, yang mana hal itu juga diperoleh dalam penggunaan PEG (Chou, et al., 2007).

Gambar

Gambar 2. 1. Aliran atau difusi pada saluran mikro dan material kapiler (Gu &  Miki, 2007)
Gambar 2. 2. Desain structural layer persegi
Gambar 2. 3. Desain structural layer lingkaran

Referensi

Dokumen terkait

Tingkat risiko bencana banjir di Desa Tangguh Bencana Kecamatan Mojolaban terdapat variasi kelas yaitu: Desa Tegalmade adalah rendah, di Desa Laban tergolong sedang, dan

untuk liabilitas keuangan non-derivatif dengan periode pembayaran yang disepakati Grup. Tabel telah dibuat berdasarkan arus kas yang didiskontokan dari liabilitas

Suku bunga efektif adalah suku bunga yang secara tepat mendiskontokan estimasi penerimaan atau pembayaran kas di masa datang (mencakup seluruh komisi dan bentuk

Emisi surat utang korporasi di pasar domestik selama Januari 2018 mencapai Rp7,67 triliun atau naik 2,84 kali dibandingkan dengan Januari 2018, berdasarkan data oleh

Tinea pedis adalah infeksi dermatofita pada kaki terutama mengenai sela jari kaki dan telapak kaki, dengan lesi terdiri dari beberapa tipe, bervariasi dari ringan, kronis

algoritma kompresi LZW akan membentuk dictionary selama proses kompresinya belangsung kemudian setelah selesai maka dictionary tersebut tidak ikut disimpan dalam file yang

Setelah itu teller akan memanggil dan nasabah akan memberikan sejumlah uang dan buku tabungan untuk meminta pencetakan transaksi setor tunai ke bank..

Sumber data yang digunakan adalah teori yang berkaitan dengan kasus tindak pidana Narkotika, Psikotropika yang diatur sesuai dengan UU RI No.35 tahun 2009