• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. yang menyimpang tersebut adalah manajemen laba. keuntungan ekonomis (economic advantage) yang sesungguhnya tidak dialami

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. yang menyimpang tersebut adalah manajemen laba. keuntungan ekonomis (economic advantage) yang sesungguhnya tidak dialami"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

Laporan keuangan merupakan bentuk pertanggung jawaban pihak manajemen perusahaan atas tanggung jawab yang telah dilaksanakan. Informasi laba merupakan perhatian utama dalam mengukur keberhasilan atau kegagalan bisnis dalam mencapai tujuan operasi yang telah ditetapkan (Siallagan dan Machfoeds, 2006). Oleh karena itu, manajemen melakukan tindakan yang dapat membuat laporan keuangan terlihat baik. Tindakan tersebut kadang bertentangan dengan tujuan perusahaan. Tindakan yang menyimpang tersebut adalah manajemen laba.

Merchan dan Rockness (dalam Hwianus dan Qurba, 2010) menyatakan bahwa manajemen laba adalah tindakan yang dilakukan oleh manajemen perusahaan untuk mempengaruhi laba yang dilaporkan yang bisa memberikan informasi mengenai keuntungan ekonomis (economic advantage) yang sesungguhnya tidak dialami perusahaan, yang dalam jangka panjang tindakan tersebut bisa merugikan perusahaan. Kasus kecurangan akuntansi di dunia bisnis terkait laporan keuangan semakin berkembang terutama pada perusahaan-perusahaan go public baik di dalam maupun luar negeri, sehingga menarik perhatian serius dari para stakeholder.Pada tahun 2000 – 2011 tercatat telah terjadi banyak praktek manajemen laba yang tercatat, berikut tabel praktek manajemen laba yang terjadi di tahun 2000 – 2011 di Indonesia.

Tabel 1.1

(2)

No Tahun Perusahaan Ringkasan Kejadian

1 2001 PT.Kimia

Farma

Manajemen Kimia Farma melaporkan adanya laba bersih sebesar 132 miliar rupiah dan laporan tersebut di audit oleh Hans Tuanakotta & Mustofa (HTM).Kementerian Bumn dan Bapepam menilai bahwa laba bersih tersebut terlalu besar dan mengandung unsur rekayasa.setelah di audit ulang laba bersih PT.Kimia Farma adalah sebesar 99.56 miliar rupiah

2 2005 PT.KAI Terjadi manipulasi data dalam laporan keuangan PT.KAI tahun 2005,perusahaan BUMN itu dicatat meraih keuntungan sebesar 6,9 miliar rupiah.Perusahaan seharusnya menderita kerugian 63 miliar rupiah

3 2002 PT.Great River

International PT.Great River International Tbk membukukan laba bersih sebesar1,023 triliyun per September 2002,melonjak dari periode yang sama di tahun yang sebelumnya perusahaan masih mengalami kerugian 11,298 miliar

4 2002 PT.Bank Lippo

Tbk Ada dua laporan keuangan.satu laporan keuangan ke publik yangmenyampaikantotal aktiva perseroan Rp 24 triliun dan laba bersih Rp 98 miliar.Namun dalam laporan ke BEJ pada 27 Desember 2002 total aktiva perusahaan berubah menjadi Rp 22,8 triliun rupiah (turun Rp 1,2 triliun) dan perusahaan merugi bersih Rp1,3 triliun.

5 2008 PT.Bank

Century pihak manajemen mengubah jumlah tambahan modal yang dibutuhkanyakni sebesar Rp 1,77 triliun namun ditulis sebesar Rp 632 miliar agar memperoleh persetujuan tambahan modal dari Menteri Keuangan

6 2009 PT.KATRINA

UTAMA Tbk PT Katarina Utama Tbk diduga telah memanipulasi laporan keuangansebagaimana dituduhkan oleh salah satu pemegang sahamnya yaitu PT Media Intertel Graha (MIG). Adapun tentang laporan keuangan tahun 2009 yang mencantumkan adanya piutang usaha dari MIG sebesar Rp 8,606 miliar dan pendapatan dari MIG Rp 6,773 miliar. Selain itu PT Katarina diduga telah melakukan penggelembungan aktiva dengan memasukkan sejumlah proyek fiktif senilai Rp 29,6 miliar dalam laporan perseroan, dengan rincian dari PT Bahtiar Mastura Omar (BMO) Rp 10,1 miliar, PT Ejey Indonesia Rp 10 miliar dan PT Inti Bahana Mandiri 9,5 miliar.

7 2010 PT.Bakrie & Brothers Tbk

terkait adanya dana selisih yang cukup besar dalam penempatan investasi tersebut di PT Bank Capital Tbk (BACA). Kecurigaan atas manipulasi informasi itu muncul berdasarkan laporan keuangan kuartal I 2010, PT Bakrie & Brothers tercatat menyimpan dana investasi di BACA senilai Rp 3,75 triliun UNSP sebesar Rp 3,50 triliun, sementara dana investasi ENRG mencapai Rp 1,34 triliun dan beberapa anak usaha lainnya dengan total mencapai Rp 9,05 triliun sedangkan laporan keuangan Bank Capital di periode yang sama, jumlah simpanan nasabah dalam bentuk deposito tercatat senilai total Rp 2,17 triliun

(3)

Tabel 1.1

Praktek Manajemen Laba Yang Terjadi di Tahun 2000-2011 di Indonesia

No Tahun Perusahaan Ringkasan Kejadian

8 2010 PT Bakrie

Sumatera Plantions

terkait adanya dana selisih yang cukup besar dalam penempatan investasi tersebut di PT Bank Capital Tbk (BACA). Kecurigaan atas manipulasi informasi itu muncul berdasarkan laporan keuangan kuartal I 2010, BNBR tercatat menyimpan dana investasi di BACA senilai Rp 3,75 triliun PT Bakrie Sumatera Plantions sebesar Rp 3,50 triliun, sementara dana investasi ENRG mencapai Rp 1,34 triliun dan beberapa anak usaha lainnya dengan total mencapai Rp 9,05 triliun sedangkan laporan keuangan Bank Capital di periode yang sama, jumlah simpanan nasabah dalam bentuk deposito tercatat senilai total Rp 2,17 triliun 9 2011 PT Elnusa Pada tahun 2011 cadangan dana perusahaan yang mencapai Rp111

milyar disalahgunakan oleh pihak manajemen sehingga tampak luar perusahaan memiliki potensi meraih keuntungan yang cukup tinggi, namun sebenarnya perusahaan dalam keadaan kritis

Sumber data : www.Google.com

Industri perbankan merupakan industri “kepercayaan”, jika investor berkurang kepercayaannya karena laporan keuangan yang bias akibat praktik manajemen laba, maka mereka akan melakukan penarikan dana bersama-sama sehingga akan menimbulkan rush (Nasution, 2007). Dampak dari kejadian-kejadian ini adalah berkurangnya kepercayaan investor terhadap keandalan informasi keuangan yang diterbitkan oleh perusahaan. Hal tersebut membuat industri perbankan menarik untuk diteliti karena industri perbankan mempunyai regulasi yang lebih ketat dibandingkan dengan industri lain.

Untuk mengurangi kemungkinan dilakukannya praktek manajemen laba perusahaan-perusahaan mulai menerapkan Good corporate governance. Good corporate governance dapat didefinisikan sebagai susunan aturan yang menentukan hubungan antara pemegang saham, manajer, kreditor, pemerintah, karyawan, dan stakeholder serta menempatkannya sesuai dengan hak dan tanggung jawabnya atau

(4)

dengan kata lain suatu sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan sehingga dapat meningkatkan perlindungan terhadap orang-orang berkepentingan terhadap perusahaan (FCGI, 2001). Dalam karya tulis ini peneliti hanya melihat

Good corporate governance dari mekanisme internalnya saja. Yaitu kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial dan proporsi dewan komisaris

Kepemilikan institusional merupakan kepemilikan saham perusahaan oleh institusi keuangan seperti perusahaan asuransi, bank, dana pensiun, dan investment banking (Siregar dan Utama, 2005). praktik manajemen laba dapat diminimumkan dengan memperbesar kepemilikan saham oleh institusional yang dianggap sebagai

sophisticated investor dengan jumlah kepemilikan yang cukup signifikan dapat memonitor manajemen yang berdampak mengurangi motivasi manajer untuk melakukan manajemen laba (Herawaty, 2008).

Struktur kepemilikan lain yang dapat mengurangi tindak manajemen laba adalah kepemilikan manajerial. Semakin banyak saham yang dimiliki oleh pihak manajemen maka praktik manajemen laba akan semakin rendah (Jensen and Meckling, 1976).

Proporsi dewan komisaris independen juga berperan penting dalam mekanisme monitoring, namun Jika dewan komisaris independen terlalu banyak maka pengontrolan perusahaan oleh dewan komisaris dianggap kurang optimal karena adanya perbedaan pandangan dalam perusahaan (Boediono, 2005).

Beberapa penyebab terjadinya praktek manajemen laba adalah financial distress dan leverage.Seperti pada tahun 2014 PT.Bank J Trust Indonesia Tbk (dahulu PT Bank Mutiara Tbk) mengalami kerugian sebesar 663 miliar rupiah dan di tahun

(5)

2015 kerugian PT.Bank J Trust Indonesia Tbk (dahulu PT Bank Mutiara Tbk) menjadi 676 miliar rupiah. Keadaan PT.Bank J Trust Indonesia Tbk (dahulu PT Bank Mutiara Tbk) ini termasuk financial distress.

Financial distress terjadi sebelum kebangkrutan, yaitu keadaan dimana hasil operasi perusahaan tidak cukup untuk memenuhi kewajiban perusahaan (insolvency).

Insolvency dapat dibedakan dalam 2 kategori (Altman dan Hotchkiss, 2006: 6), yaitu: 1) Technical Insolvency dimana pada kategori ini insolvency bersifat sementara dan terjadi karena perusahaan tidak mampu memenuhi kewajiban-kewajiban pendeknya; 2) Bankruptcy Insolvency dimana insolvency pada kategori ini lebih serius dan muncul ketika total hutang lebih besar dari nilai total asset perusahaan atau ekuitas perusahaan bernilai negatif Adam S.Koch (2002) mengemukakan bahwa perilaku

earnings management meningkat seiring meningkatkannya financial distress

perusahaan.

Untuk mencegah kasus manajemen laba yang terjadi pada tahun 2008 Otoritas Jasa Keuangan mengeluarkan peraturan baru tentang leverage ratio. Krisis keuangan global pada tahun 2008 silam merupakan dampak dari kondisi ketika sektor perbankan di berbagai negara memiliki tingkat leverage yang tinggi, baik di on balance sheet maupun off balance sheet yang kemudian menggerus kualitas modal bank. Leverage yang berlebihan ini akan mempengaruhi harga aset, ketahanan modal bank, menimbulkan kontraksi kredit yang pada gilirannya akan menimbulkan kerugian bagi bank dan perekonomian secara keseluruhan.

(6)

Dalam rangka membatasi pembentukan leverage yang berlebihan di sistem perbankan, Basel Committee on Banking Supervision memperkenalkan rasio tambahan yaitu leverage ratio sebagai non-risk based approach sebagai pelengkap dari rasio permodalan sesuai profil risiko yang telah berlaku. Pengenalan terhadap leverage ratio tersebut dimaksudkan sebagai backstop dari rasio permodalan sesuai profil risiko untuk mencegah terjadinya proses deleveraging yang dapat merusak sistem keuangan dan perekonomian.

Leverage adalah penggunaan sumber dana yang memiliki beban tetap dengan harapan bahwa akan memberikan tambahan keuntungan yang lebih besar daripada beban tetapnya sehingga akan meningkatkan keuntungan yang tersedia bagi pemegang saham (Sartono, 2012: 263). Leverage dihitung melalui perbandingan total hutang dan total asset perusahaan dimana dalam laporan keuangan perusahaan disebut leverage ratio (Sartono, 2012:121).

Perusahaan dengan tingkat leverage yang lebih kecil dari nilai asetnya adalah perusahaan yang solvable. Perusahaan yang memiliki hutang besar, memiliki kecenderungan melanggar perjanjian hutang jika dibandingkan dengan perusahaan yang memiliki hutang lebih kecil (Nurwahyudi & Mardiyah, 2005). Perusahaan yang melanggar hutang secara potensial menghadapi berbagai kemungkinan seperti, kemungkinan percepatan jatuh tempo, peningkatan tingkat bunga, dan negosiasi ulang masa hutang. Watts dan Zimmerman (1986) dalam Belkaoui, (2006: 189), menyatakan bahwa semakin tinggi utang/ekuitas perusahaan, yaitu sama dengan semakin dekatnya (semakin ketat) perusahaan terhadap batasan-batasan yang terdapat

(7)

pada perjanjian utang dan semakin besar kesempatan atas pelanggaran perjanjian dan terjadinya biaya kegagalan teknis, maka semakin besar kemungkinan para manajer menggunkan metode-metode akuntansi yang dapat meningkatkan laba. Selain itu, perusahaan dengan leverage yang lebih tinggi akan menghadapi risiko yang lebih tinggi sehingga para investor akan menginginkan return yang semakin besar.

Penulis juga melakukan percobaan perhitungan manajemen laba pada beberapa perusahaan perbankan. Untuk membuktikan praktek manajemen laba masih di lakukan. Peneliti memakai rasio akrual modal kerja dengan penjualan menurut model Nelson. Perusahaan perbankan yang menjadi contoh perhitungan ini adalah Bank Jabar Banten, Bank BCA, Bank BRI, Bank Mandiri, Bank BTN. Berikut gambaran manajemen labanya

Tabel 1.2

Gambaran Praktek Manajemen Laba

Nama Perusahaan Manajemen Laba Income maximitization > 0.075 Income Minimization < - 0.075 Tidak melakukan manajemen laba 2013 2014

PT Bank Jabar dan Banten 0.219 0.250  -

-PT Bank Rakyat Indonesia -0.038

-0.004 - - 

PT Bank Central Asia 0.572 0.162  -

-PT Bank Mandiri 0.034 -0.050 - - 

PT Bank Tabungan

Negara 0.290 0.451

 -

-Sumber : Laporan keuangan diolah (2016)

Berdasarkan Tabel 1.2 dapat diketahui bahwa ada tiga perusahaan yang terindikasi melakukan praktek memaksimumkan laba (income maximization) yaitu PT Bank Jabar dan Banten, PT Bank Central Asia dan PT Bank Tabungan Negara. Sedangkan PT Bank Rakyat Indonesia dan PT Bank Mandiri tidak terindikasi

(8)

melakukan manajemen laba. Dengan interval melebihi 0.075 perusahaan terindikasi melakukan praktek memaksimumkan laba (income maximization) dan kurang dari -0.075 perusahaan terindikasi melakukan praktek mengurangi laba (income minimization) Beaver, McNicholas dan Nelson (2000), (Roychowdhury, 2014). Perubahan nilai manajemen laba paling signifikan terjadi di PT Bank Centarl Asia, pada tahun 2013 nilai manajemen labanya 0.572 kemudian turun drastis di tahun 2014 menjadi 0.162. Sedangkan perubahan nilai manajemen laba paling sedikit adalah PT Bank Rakyat Indonesia, pada tahun 2013 nilai manajemen labanya - 0.038 menjadi -.0.004 di tahun 2014.

Tabel 1.3

Perkembangan financial distress dan leverage

Nama Perusahaan Altman Z Score Leverage

2013 2014 2013 2014

PT Bank Jabar dan Banten 2.158 2.152 9.56 % 9.02 %

PT Bank Rakyat Indonesia 7.758 8.860 6.89 % 7.21 %

PT Bank Central Asia 3.993 6.997 6.76 % 6.06 %

PT Bank Mandiri 5.759 7.728 7.26 % 7.16 %

PT Bank Tabungan Negara 2.404 4.380 10.35 % 10.80 %

Sumber : Laporan keuangan diolah (2016)

Berdasarkan Tabel 1.3 nilai altman Z score PT Bank Tabungan Negara mengalami kenaikan dari 2.404 menjadi 4.380. Berarti keadaan PT Bank Tabungan Negara lebih baik di tahun 2014 di bandingkan tahun 2013. Sedangkan nilai manajemen labanya mengalami kenaikan juga dari 0.290 menjadi 0.451. Berarti indikasi PT Bank Tabungan Negara melakukan praktek manajemen laba semakin besar. Hal ini berbeda dengan penelitian Adam S.koch (2002) semakin rendah nilai

(9)

Alt man Z score financial distress semakin tinggi kemungkinan terjadinya manajemen laba.

Terjadinya penurunan leverage PT Bank Jabar Banten dari 9.56 % menjadi 9.02 % tidak di ikuti turunnya nilai manajemen laba dari 0.219 menjadi 0.250. Berarti turunnya nilai leverage PT Bank Jabar Banten pada tahun 2014 tidak menurunkan indikasi praktek manajemen laba pada tahun 2014. Hal ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Guna dan Herawaty (2010) yang menunjukan leverage

berpengaruh positif pada manajemen laba.

Dari uraian latar belakang masalah, maka penulis akan melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Leverage dan Financial Distress Terhadap Manajemen Laba Dengan Good Corporate Governance Sebagai Variabel Moderating di Perusahaan Perbankan di Bursa Efek Indonesia”

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut

1. Apakah leverage dan financial distress berpengaruh terhadap manajemen laba perusahaan perbankan di Bursa Efek Indonesia periode 2011-2014 secara simultan dan parsial ?

2. Apakah kepemilikan manajerial dapat memoderasi hubungan antara leverage

dan financial distress terhadap manajemen laba perusahaan perbankan di Bursa Efek Indonesia periode 2011-2014 ?

(10)

3. Apakah kepemilikan institusional dapat memoderasi hubungan antara leverage

dan financial distress terhadap manajemen laba perusahaan perbankan di Bursa Efek Indonesia periode 2011-2014 ?

4. Apakah dewan komisaris independen dapat memoderasi hubungan antara leverage

dan financial distress terhadap manajemen laba perusahaan perbankan di Bursa Efek Indonesia periode 2011-2014 ?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang telah disampaikan di atas maka tujuan penelitian yang ingin dicapai adalah :

1. Untuk menganalisis pengaruh leverage dan financial distress terhadap manajemen laba perusahaan perbankan di Bursa Efek Indonesia periode 2011-2014 secara simultan dan parsial.

2. Untuk menganalisis apakah kepemilikan manajerial dapat memoderasi hubungan antara leverage dan financial distress terhadap manajemen laba perusahaan perbankan di Bursa Efek Indonesia periode 2011-2014.

3. Untuk menganalisis apakah kepemilikan institusional dapat memoderasi hubungan antara leverage dan financial distress terhadap manajemen laba perusahaan perbankan di Bursa Efek Indonesia periode 2011-2014.

4. Untuk menganalisis apakah dewan komisaris dapat memoderasi hubungan antara leverage dan financial distress terhadap manajemen laba perusahaan perbankan di Bursa Efek Indonesia periode 2011-2014.

(11)

Adapun manfaat dari penelitian ini antara lain : 1. Investor dan Calon Investor

Memberikan kontribusi bagi investor dan calon investor terutama sebagai pertimbangan dalam pengambilan keputusan. Mencermati laporan keuangan yang terdapat dalam perusahaan go publik, terutama yang berkaitan dengan pengaruh penerapan Good Corporate Governance, Leverage dan financial distress dalam kaitannya dengan kecenderungan manajer untuk melakukan manajemen laba terhadap laporan keuangan untuk mempercantik laporan keuangan.

2. Perusahaan (Emiten)

Memberikan masukan dalam mencermati perilaku manajemen dalam aktivitas manajemen laba yang berkaitan dengan pencapaian kepentingan manajemen 3. Peneliti

Sebagai tambahan pengetahuan, wawasan, serta informasi mengenai praktek manajemen laba, khususnya mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi manajemen laba.

4. Peneliti Selanjutnya

Sebagai bahan acuan untuk penelitian-penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan praktek manajemen laba.

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan persamaan regresi diperoleh bahwa terdapat pengaruh positif dan signifikan budaya organisasi secara parsial terhadap kinerja dosen STMIK/AMIK Royal Kisaran

Sehingga tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan, pembinaan kader dan lamanya menjadi kader dengan keaktifan kader Desa

Pelatihan ini diharapkan dapat memberi pengetahuan mengenai pentingnya pemahaman lintas budaya dan penguasaan bahasa Inggris bagi pelaku usaha yang menjadi target

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh metode edukasi yang dilakukan dengan cara ceramah, leaflet, dan ceramah yang dilanjutkan dengan pemberian leaflet

2) Mengetahui  waktu  yang  dibutuhkan  untuk  menyelesaikan  suatu  bagian 

Kesimpulan dari penelitian ini adalah penerapan model pembelajaran Project Based Learning dapat meningkatkan motivasi dan hasil belajar matematika pada siswa kelas

AUDIT FEE TERHADAP AUDITOR SWITCHING DENGAN REPUTASI KANTOR AKUNTAN PUBLIK SEBAGAI VARIABEL MODERASI (Studi empiris pada Perusahaan Manufaktur yang terdaftar di Bursa

Berdasarkan latar belakang di atas dapat dirumuskan melalui layanan orientasi dengan teknik simulasi dapat dirumuskan permasalahan dalam penelitian ini yaitu