• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. dan didukung dengan kondisi kesuburan tanah dan iklim tropis yang dapat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. dan didukung dengan kondisi kesuburan tanah dan iklim tropis yang dapat"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

1

Pertanian merupakan salah satu sektor kehidupan masyarakat Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari mayoritas penduduk yang bermata pencaharian sebagai petani dan didukung dengan kondisi kesuburan tanah dan iklim tropis yang dapat menumbuhkan berbagai jenis tanaman. Pertanian di Indonesia terbagi dua yaitu pertanian tanaman keras dan pertanian tanaman pangan. Pertanian tanaman keras seperti tanaman kakao, sawit, dan lainnya sedangkan pertanian tanaman pangan seperti jagung, padi, sayur mayur, buah-buahan dan lainnya. Pada bidang pertanian maupun perkebunan yang dikelola dalam skala besar, selalu menggunakan pestisida golongan organofosfat, karena golongan ini lebih mudah terurai di alam.

Menurut The United States Enviromental Control Act, pestisida merupakan semua zat atau campuran zat yang khusus digunakan untuk mengendalikan, mencegah, atau menangkis gangguan serangga, binatang pengerat nematode, gulma, virus, bakteri atau jasad renik yang dianggap hama, kecuali virus, bakteri, atau jasad renik lain yang terdapat pada hewan dan manusia. Pestisida digunakan karena kemampuannya memberantas hama sangat efektif (Handojo, 2009). Penyemprotan pestisida yang tidak memenuhi aturan akan mengakibatkan banyak dampak, di antaranya dampak kesehatan bagi manusia yaitu timbulnya keracunan pada petani itu sendiri (Djafaruddin, 2008). Keracunan pestisida yang sering tidak terasa dan akibat yang sulit diprediksi mendorong mereka untuk tetap

(2)

mengaplikasikan pestisida dengan cara mereka sendiri. Pestisida berupa cairan yang disemprotkan secara langsung akan menyebabkan percikannya mengenai seluruh badan, baik itu kulit, pakaian, masuk kedalam saluran pernapasan dan juga saluran pencernaan. Hal-hal tersebut dapat menyebabkan keracunan, baik itu keracunan jangka panjang maupun keracunan jangka pendek.

Menurut World Health Organization (WHO) (2007), paling tidak ditemukan 20.000 orang meninggal akibat keracunan pestisida dan sekitar 5.000-10.000 mengalami dampak yang sangat berbahaya seperti kanker, cacat, mandul, dan hepatitis setiap tahunnya. Total jumlah pestisida yang beredar di 9 kabupaten di Bali meningkat dari tahun 2001 (28.663.90 kg/lt) ke tahun 2005 (31.568.21). Jumlah yang cukup besar ini dan terdistribusi di seluruh wilayah Bali ini tentunya perlu mendapat perhatian khusus dari pemerintah. Hasil pengujian dampak pestisida oleh Balai Hiperkes dan Keselamatan Kerja di Bali bekerja sama dengan Dinas Pertanian Tanaman Pangan di delapan Kabupaten di Bali pada tahun 1998 menemukan bahwa dari 551 orang yang diperiksa terdapat 20,32% keracunan ringan, 4,25% sedang, dan 0,18% berat. Data tahun 2004 menunjukkan 394 sample dari 9 kabupaten yang diperiksa: 19 orang dengan tingkat keracunan ringan dan 3 orang tingkat sedang.

Pada tahun 2005 didapatkan data, 207 sample dari 9 kabupaten yang diperiksa, 5 orang mengalami keracunan ringan dan 2 orang keracunan sedang. Sutarga meneliti hal yang sama pada tahun 2006 di Desa Buahan Kintamani Bangli, menemukan, dari 39 petani yang diperiksa kadar enzim cholinesterase (ChE) dari sample darah petani menunjukkan 9 orang (23%) termasuk dalam kategori

(3)

intoksikasi ringan (kadar ChE >50-75%) dan sebagian besar mempunyai lama kontak dengan pestisida antara 5-10 tahun (Sutarga, 2007).

Menurut Djojosumarto (2008) para petani dalam melakukan penyemprotan hama harus menggunakan alat pelindung diri agar terhindar dari paparan pestisida. Petani pengguna pestisida cenderung menganggap remeh bahaya pestisida sehingga mereka tidak mematuhi syarat-syarat keselamatan dalam penggunaan pestisida termasuk petunjuk penggunaan alat pelindung diri. Salah satu penyebab terjadinya keracunan akibat pestisida adalah kurangnya perhatian petani terhadap kepatuhan penggunaan alat pelindung diri (APD) dalam melakukan penyemprotan dengan menggunakan pestisida. Selain kepatuhan, pengetahuan mengenai APD dan keuntungan menggunakan APD juga sangat penting diketahui oleh para petani.

Menurut Suma’mur (2009) APD adalah kelengkapan yang wajib digunakan saat bekerja sesuai bahaya dan risiko kerja untuk menjaga keselamatan pekerja itu sendiri dan orang di sekitarnya. Peralatan pelindung diri tidak menghilangkan atau pun mengurangi bahaya yang ada. Peralatan ini hanya mengurangi jumlah kontak dengan bahaya dengan cara penempatan penghalang antara tenaga kerja dengan bahaya. Penggunaan APD oleh pekerja saat bekerja merupakan suatu upaya untuk menghindari paparan risiko bahaya di tempat kerja. Walaupun upaya ini berada pada tingkat pencegahan terakhir, namun penerapan alat pelindung diri ini sangat dianjurkan (Tarwaka, 2008).

(4)

Selain itu terdapat faktor-faktor lainnya yang dapat mempengaruhi sikap penggunaan APD oleh pekerja berdasarkan teori perilaku Lawrence Green yaitu faktor predisposisi (pengetahuan, persepsi, motivasi, sikap, dll), faktor enabling (fasilitas pendukung) dan faktor reinforcing (kebijakan, pengawasan, peraturan, dll). Salah satu faktor pencetus yang menyebabkan seorang petani tidak mematuhi aturan dalam menggunakan APD yang sesuai dalam mengaplikasikan pestisida adalah faktor pengetahuan (Notoatmodjo, 2010).

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu yang terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui panca indra yang meliputi indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Faktor pencetus lainnya yaitu kepatuhan, dimana kepatuhan merupakan suatu bentuk perilaku yang timbul akibat adanya interaksi antara petugas kesehatan dan pasien sehingga pasien mengerti rencana dengan segala konsekwensinya dan menyetujui rencana tersebut serta melaksanakannya (Kemenkes R.I.,2011). Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tidakan seseorang (Notoatmodjo, 2007).

Dari penelitian sebelumnya terbukti bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan, kesadaran dan sikap yang positif akan bersifat langgeng, sebaliknya apabila perilaku itu tidak didasari oleh pengetahuan dan kesadaran maka tidak berlangsung lama. Sehingga diperlukan kesadaran pekerja sendiri untuk dapat menciptakan perilaku kerja yang sehat dan selamat. Terdapat 6 tingkatan pengetahuan, yaitu tahu, memahami, aplikasi, analisis, sintesis dan evaluasi. Kaitan pengetahuan dengan perilaku responden sudah tepat bahwa pekerja yang

(5)

mempunyai pengetahuan kurang tentang penggunaan APD dapat berpengaruh terhadap kepatuhan penggunaan APD. Hubungan antara pengetahuan mengenai alat pelindung diri terhadap sikap menggunakan alat pelindung diri adalah jika pengetahuan tinggi dan petani bersikap positif terhadap alat pelindung diri maka penerapan dalam penggunaan alat pelindung diri akan maksimal yang pada akhirnya petani akan terhindar dari risiko pemaparan pestisida (Notoatmodjo, 2007).

Bali yang sebagian besar penduduknya bekerja di sektor pertanian juga mempunyai tujuan peningkatan jumlah dan kualitas produksi yang secara tidak langsung berarti peningkatan keuntungan. Tuntutan akan peningkatan keuntungan dan penyelamatan hasil produksi di industri pertanian yang setinggi-tingginya berakibat penggunaan pestisida tidak dapat dihindari. Besarnya persentase pekerja yang bekerja di sektor pertanian dan meluasnya penggunaan pestisida yang tidak terkontrol mengakibatkan masalah atau risiko intoksikasi (keracunan) pestisida di masyarakat menjadi masalah yang serius. Sehingga dinas kesehatan dan dinas pertanian bekerja sama untuk meningkatkan upaya pencegahan keracunan dan pengawasan dalam penggunaan pestisida maupun alat pelindung diri melalui pelaksanaan penyuluhan pertanian ke setiap desa.

Muliarta (2007) melakukan penelitian penggunaan pestisida di daerah Tabanan. Dari hasil penelitian observasi yang dilakukan menunjukkan bahwa perilaku petani saat bekerja dan kontak dengan pestisida masih tergolong low safety standard. Hasil observasi secara rinci adalah petani sering menyimpan pestisida di tempat dekat hewan piaraannya, petani sering tidak mengindahkan aturan-aturan

(6)

yang ada (misalnya masih tampak anak-anak di area dekat penyemprotan pestisida, mencampur pestisida tanpa pelindung (masker, safety glasses, sarung tangan), saat melakukan pekerjaan menyemprotkan pestisida tidak memakai alat pelindung diri yang adekuat dan kaleng bekas tempat pestisida dibuang sembarangan (Muliarta, 2007). Menurut Sutarga (2007) sebagian besar frekuensi penyemprotan pestisida oleh petani adalah 2-3 kali seminggu dengan lama waktu yang dibutuhkan untuk sekali penyemprotan adalah 3 jam, sebagian besar petani pernah merasakan gejala keracunan sehabis melakukan penyemprotan seperti sakit kepala, mual, iritasi selaput bening mata dan tremor (Sutarga, 2007 ).

Penelitian mengenai hubungan tingkat pengetahuan petani dengan kepatuhan penggunaan alat pelindung diri ini dilakukan di Desa Kenderan. Peneliti memilih Desa Kenderan sebagai tempat penelitian karena faktor luas wilayah persawahan yaitu 377 hektare. Dengan wilayah persawahan yang cukup luas menyebabkan pemakaian pestisida juga semakin meningkat. Selain faktor luas wilayah dan populasi, ada faktor lain yang menjadikan Desa Kenderan sebagai tempat penelitian yaitu karena adanya permasalahan mengenai pengetahuan alat pelindung diri dengan kepatuhan penggunaannya. Berdasarkan hasil obervasi pada 7 petani pada tanggal 5 Oktober 2014, saat mengaplikasikan pestisida petani padi di desa kenderan terlihat tidak memakai APD yang sesuai seperti misalnya masker, pakaian lengan panjang, celana panjang, topi maupun boots. Dari hasil wawancara dengan 5 petani pada tanggal 3 Oktober 2014, 3 dari 5 petani cenderung tidak memakai APD seperti kaca mata, masker, pakaian lengan panjang, celana panjang, topi dan sepatu boots karena mereka tidak mengetahui

(7)

pentingnya menggunakan APD, sedangkan 2 lainnya memakai alat pelindung diri tetapi tidak lengkap dan sempurna. Pada tahun 1980 pernah terjadi kejadian keracunan akibat pestisida dan hingga saat ini petani sebenarnya merasakan gejala keracunan seperti misalnya pusing, mual dan gangguan kulit lainnya tetapi hal ini tidak membuat para petani pengguna pestisida pergi ke pusat pelayanan kesehatan untuk mengobati tanda dan gejala keracunan yang timbul akibat oleh pestisida. Total keseluruhan jumlah petani padi yang termasuk kedalam anggota subak sebanyak 583 orang dengan strata pendidikan yang berbeda dari SD, SMP, SMA, hingga perguruan tinggi. Dari besarnya jumlah populasi memberikan peneliti kesempatan untuk mendapatkan sampel yang sesuai dengan tujuan penelitian.

Berdasarkan hal tersebut peneliti tertarik melakukan penelitian di Desa Kenderan, karena dari hasil studi pendahuluan memperlihatkan adanya masalah pengetahuan mengenai alat pelindung diri sehingga menyebabkan ketidakpatuhan pemakaian alat pelindung diri pada petani pengguna pestisida di wilayah Subak Desa Kenderan untuk mencegah terjadinya keracunan pestisida yang diawali dengan perilaku ketidakpatuhan penggunaan alat pelindung diri yang sesuai.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat dikemukakan bahwa akibat dari ketidakpatuhan dalam penggunaan alat pelindung diri pada petani di Bali, khususnya di wilayah Subak Desa Kenderan akan menimbulkan berbagai macam dampak. Oleh karena itu rumusan masalah yang dapat diangkat yaitu “apakah ada

(8)

hubungan antara tingkat pengetahuan dengan tingkat kepatuhannya dalam menggunakan alat pelindung diri pada petani pengguna pestisida?”.

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan tingkat pengetahuan petani pengguna pestisida dalam mematuhi aturan untuk menggunakan alat pelindung diri di Wilayah Subak Desa Kenderan.

1.3.2 Tujuan Khusus

1) Untuk mengetahui tentang gambaran tingkat pengetahuan petani mengenai alat pelindung diri pada petani yang bekerja sebagai operator pestisida di wilayah Subak Desa Kenderan.

2) Untuk mengetahui gambaran tingkat kepatuhan penggunaan alat pelindung diri pada petani yang bekerja sebagai operator pestisida di wilayah Subak Desa Kenderan.

3) Untuk mengetahui hubungan antara tingkat pengetahuan petani mengenai APD terhadap kepatuhan dalam menggunakan alat pelindung diri pada petani di wilayah Subak Desa Kenderan.

1.4 Manfaat Penelitian 1.4.2 Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan menjadi bahan informasi sebagai prinsip penyuluhan bagi petugas penyuluh pertanian serta sumbangan pemikiran kepada dinas terkait untuk membuat kebijakan dalam penggunaan pestisida maupun alat

(9)

pelindung diri. Selain itu juga hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi tenaga kesehatan dan dinas kesehatan untuk dijadikan sebagai bahan petunjuk untuk melaksanakan pelayanan kesehatan, pemberian pendidikan kesehatan dan penyuluhan terkait pentingnya penggunaan alat pelindung diri bagi petani dan bagi pekerja lain yang mengharuskan untuk bekerja menggunakan alat pelindung diri serta sebagai upaya pencegahan keracunan dan pengawasan dalam penggunaan pestisida maupun alat pelindung diri.

1.4.3 Manfaat Teoritis

1) Hasil penelitian ini dapat menjadi referensi bagi petani, masyarakat dan dinas terkait dan dapat sebagai bahan informasi pembanding bagi peneliti selanjutnya.

2) Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi tambahan bagi tenaga kesehatan khususnya perawat agar dapat memberikan pendidikan kesehatan untuk petani secara umum dan profesi lain, agar petani dan profesi lain mengetahui tentang kesehatan dan keselamatan dalam bekerja dan menggunakan alat serta bahan yang berbahaya dan berisiko bagi kesehatan . 3) Merupakan pengalaman yang berharga serta dapat menambah wawasan dan

pengetahuan peneliti tentang hubungan antara tingkat pengetahuan petani mengenai APD terhadap tingkat kepatuhan petani dalam menggunakan alat pelindung diri pada petani pengguna pestisida.

Referensi

Dokumen terkait

Didapat representasi hasil maturity level seluruh klausul pada Gambar 2 dan terlihat bahwa Manajemen Aset dan Kejadian Keamanan Informasi memiliki nilai yang belum baik,

Hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa Strategi Promosi dan Saluran Distribusi berpengaruh secara simultan terhadap Kinerja Sirkulasi Pada Surat Kabar

Pelaksanaan pembangunan nasional yang dilaksanakan secara menyeluruh dalam konteks wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia terhadap segala aspek kehidupan

Pada contoh pertama dan kedua perbuatan hukum para pihak untuk melakukan perjanjian jual beli hak atas tanah berikut rumah kiranya sudah jelas bahwa akta otentik yang dibuat dihadapan

[r]

Net B/C 1,24; BEP Rp 391.161.287 dan PBP 1,12 tahun yang berarti usaha ini sudah dapat menutup biaya investasi awalnya sebelum umur usaha berakhir.Hasil analisis

Bahan penolong adalah bahan yang digunakan dalam rangka untuk memperlancar proses produksi, tetapi tidak menjadi bagian dari produk akhir.. Pembuatan bata

(1) Instrumen pengumpulan data profil desa dan kelurahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 huruf a terdiri dari daftar isian data dasar keluarga, daftar isian