• Tidak ada hasil yang ditemukan

Governors Climate & Forests Task Force. Provinsi Papua Barat West Papua Province Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Governors Climate & Forests Task Force. Provinsi Papua Barat West Papua Province Indonesia"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

Provinsi Papua Barat West Papua Province

Indonesia

Governors’ Climate & Forests Task Force

(2)

Kata pengantar Gubernur Papua Barat - Abraham Octavianus Atururi West Papua Governor Preface - Abraham Octavianus Atururi

Segala puja dan puji bagi Tuhan Semesta Alam. Marilah bersyukur, karena berkat rahmat- Nya, penyusunan Dokumen Strategi dan Rencana Aksi Provinsi (SRAP) REDD+ Papua Barat dapat diselesaikan. Ucapan terima kasih dan apresiasi tinggi layak diberikan kepada Tim SRAP SRAP REDD+ Papua dan Satuan Tugas (Satgas) REDD+ dari Unit Kerja Presiden bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4). Begitu pula bagi UNDP (United Nation for Development Program) yang berkenan membantu dari sisi pendanaan.

Semenjak berdiri sebagai provinsi tersendiri pada 2003, Papua Barat langsung dihadapkan pada pekerjaan besar. Yaitu, bagaimana mengelola hutan yang luasnya meliputi 92 % wilayah daratan. Tahun 2011, luas hutan Papua Barat berkurang menjadi 90 %. Artinya, selama kurun waktu satu dekade terjadi deforestasi dan degra- dasi hutan sebanyak 2 %.

Deretan problem terbesar yang menyebabkan berkurangnya wilayah hutan Papua Barat adalah pembalakan liar, alih fungsi lahan jadi pertambangan dan perkebunan, serta pembangunan infrastruktur. Di sisi lain denyut ekonomi daerah masih didominasi industri pengolahan yang tidak padat karya. Akibatnya, tingkat kesejahter- aan masyarakat belum sesuai harapan. Ketimpangan ini diyakini bisa diminalisir dengan program REDD+ yang salah mengedepankan Pembangunan Ekonomi Rendah Karbon.

Untuk menjamin pelaksanaan program tersebut, Pemprov Papua Barat melakukan dua pendekatan. Pertama, melalui penegakan hukum dan penyadaran lingkungan dengan melibatkan kepolisian dan kejaksaan dibantu masyarakat adat, akademisi, dan organisasi nonpolitik. Kedua, pengembangan ekonomi berbasis lahan yang dilaksanakan oleh lintas-instansi mulai dari Bappeda, Bappedalda, Dinas Pertanian, Dinas Peternakan, Dinas Kehutanan dan Perkebunan, Dinas UKM, hingga Dinas Perindustrian.

Kedua pendekatan itu dibarengi dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) secara baik supaya harapan pengurangan emisi dapat dicapai sesuai target pada tahun 2021. Tentu saja, upaya ini akan berhasil bila kita semua berpartisipasi.

Salam Sejahtera bagi kita semua

(3)

Dengan luas tutupan hutan yang mencapai 90%

dari luas wilayahnya, tipe vegetasi Provinsi Papua Barat terdiri atas (1) Hutan Lahan Kering Primer, (2) Hutan Lahan Kering Sekunder, (3) Hutan Mangrove Primer, (4) Hutan Mangrove Sekunder, (5) Hutan Rawa Primer, dan (6) Hutan Rawa Sekunder. Selama 5 tahun (2006-2011), degradasi yang terjadi mencapai hampir 600 ribu hektar. Perhitungan stok karbon di atas tanah pada tahun 2009 sebesar 1.514,79 juta ton dan dilakukan menggunakan metodologi Tier-1 berdasarkan IPCC.

Isu-isu strategis yang diangkat dalam dokumen SRAP (Strategi dan Rencana Aksi Provinsi) antara lain (1) Kebijakan provinsi konservasi; (2) Akselerasi pem- bentukan dan operasionalisasi KPH; (3) Ketidakpas- tian hak masyarakat hukum adat; (4) Implementasi paradigma pengelolaan hutan berbasis masyarakat;

dan (5) Kebijakan pembatasan penjualan kayu log ke luar Papua Barat.

Tujuan implementasi Strategi dan Rencana Aksi di Provinsi Papua Barat antara lain (1) Mengurangi degradasi dan deforestasi akibat konversi lahan hu- tan dan alih fungsi kawasan hutan; (2) Meningkatkan upaya-upaya rehabilitasi lahan kritis dan pengemban-

Dengan luas tutupan hutan yang mencapai 90% dari luas wilayahnya, tipe vegetasi Provinsi Papua Barat terdiri atas (1) Hutan Lahan Kering Primer, (2) Hutan Lahan Kering Sekunder, (3) Hutan Mangrove Primer, (4) Hutan Mangrove Sekunder, (5) Hutan Rawa Primer, dan (6) Hutan Rawa Sekunder. Selama 5 tahun (2006-2011), degradasi yang terjadi mencapai hampir 600 ribu hektar. Perhitungan stok karbon di atas tanah pada tahun 2009 sebesar 1.514,79 juta ton dan dilakukan menggunakan metodologi Tier-1 berdasarkan IPCC.

Isu-isu strategis yang diangkat dalam dokumen SRAP (Strategi dan Rencana Aksi Provinsi) antara lain (1) Kebijakan provinsi konservasi; (2) Akselerasi pem- bentukan dan operasionalisasi KPH; (3) Ketidakpas- tian hak masyarakat hukum adat; (4) Implementasi paradigma pengelolaan hutan berbasis masyarakat;

dan (5) Kebijakan pembatasan penjualan kayu log ke luar Papua Barat.

Tujuan implementasi Strategi dan Rencana Aksi di Provinsi Papua Barat antara lain (1) Mengurangi degradasi dan deforestasi akibat konversi lahan hu- tan dan alih fungsi kawasan hutan; (2) Meningkatkan upaya-upaya rehabilitasi lahan kritis dan pengemban-

Overview

(4)

gan hutan tanaman rakyat; dan (3) Meningkatkan tata kelola dan kepengurusan hutan dan lahan melalui implementasi pembangunan Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH).

Selanjutnya pada dokumen ini akan dipaparkan infor- masi berupa infografis yang menggambarkan : 1. Kondisi Hutan di Papua Barat

2. Perhitungan Karbon pada Hutan Papua Barat 3. Strategi REDD+ Pemerintah Daerah

Overview

gan hutan tanaman rakyat; dan (3) Meningkatkan tata kelola dan kepengurusan hutan dan lahan mela- lui implementasi pembangunan Kesatuan Pengelo- laan Hutan (KPH).

Selanjutnya pada dokumen ini akan dipaparkan infor- masi berupa infografis yang menggambarkan : 1. Kondisi Hutan di Papua Barat

2. Perhitungan Karbon pada Hutan Papua Barat 3. Strategi REDD+ Pemerintah Daerah

(5)

Peta posisi wilayah Papua Barat

Demographics

Economy

GDP Breakdown

9.894.603

ha

789,013 0.33

%

IDR

36.17

trilion IDR

45,842,083 5,15

%

Luas Indonesia

Luas Wilayah

Population of State/Province of National Population

State/Province GDP Per Capita Income

Demographics

Industri Pengolahan Pertanian Pertambangan dan Penggalian Jasa-jasa Bangunan Perdagangan, Hotel dan Restoran Pengangkutan dan Komunikasi Keuangan, Persewaan dan jasa Perusahaan Listrik dan Air Bersih

18.69 4.98

2.62 2.58 2.48 2.35 1.70 0.66 0.11

(6)

Kondisi Hutan / Forest Condition

Luas Tutupan Hutan / Forest Cover

Deforestasi Hutan

Degradasi Hutan

Penyebab Utama Deforestasi Main Deforestation Drivers

Penyebab Utama Degradasi Main Degradation Drivers

Luas Tutupan Hutan / Forest Cover Luas Tutupan Hutan / Forest Cover

1. Kegiatan extractive industri pertambangan 2. Perkebunan

3. Pembangunan infrastruktur 4. Penebangan liar

dan aktivitas logging concession

1. Pembalakan sistem tebang pilih, kebakaran dan perambahan hutan skala luas

2. Alih Guna hutan alam menjadi pertanian/

perkebunan

3. Perubahan tipe hutan, misalnya Hutan Lahan Kering Primer menjadi Hutan Lahan Kering Sekunder

1. Pembalakan sistem tebang pilih, kebakaran dan perambahan hutan skala luas 2. Alih Guna hutan

alam menjadi pertanian/

perkebunan 3. Perubahan tipe

hutan.

1. Kegiatan

extractive industri pertambangan 2. Perkebunan 3. Pembangunan

infrastruktur 4. Penebangan liar

dan aktivitas logging concession

Laju Deforestasi / Deforestation Rate

Laju Degradasi / Degradation Rate

92.5

%

Deforestasi/Deforestation

Luas Wilayah

Land Cover Luas Wilayah

Land Cover

90.1

%

9.1 8.9

?

120

? %

1.31%

?

133,2

per tahun

per tahun per year

per year

?

0.60

Tahun 2000 / Year 2000 Tahun 2011 / Year 2011

juta ha million ha

juta ha million ha

juta ha million ha ribu ha/tahun

million ha/year ribu

million

ributhousand

ribu ha/tahun thousand ha/yr

juta ha million ha Luas Tutupan Hutan

Forest Cover Luas Tutupan Hutan

Forest Cover

Forest Deforestation

Forest Degradation 2000-2009

2006-2011

lapangan sepak bola football field

lapangan sepak bola football field

(7)

Kondisi Hutan / Forest Condition

Tipe Vegetasi Utama / The main vegetation types

70.52

%

29.48

%

Hutan Primer

Primary forest Hutan Sekunder

Logged over forest juta ha

million ha

juta ha million ha

juta ha million ha

juta ha million ha

juta ha million ha juta ha

million ha

juta ha million ha juta ha

million ha

6.29 2.63

Hutan Lahan Kering Primer

Dry forest

Hutan Lahan Kering Sekunder

Dry forest

1.243

0.67

0.38 0.11

4.587

0.07

Hutan Mangrove Primer

Mangrove forest Hutan Mangrove

Sekunder Mangrove forest

Hutan Rawa Sekunder Swamp forest

Hutan Rawa Primer Swamp forest

(8)

Kondisi Hutan / Forest Condition

Manajemen Hutan / Forest Management Hutan Produksi Terbatas Limited Production forest

Kawasan Suaka Alam Protected forest

Area Penggunaan lain Other Area

Perairan Perairan Hutan Produksi Konversi

Other Areas Hutan Produksi

Production Forest

16.60

%

18.69

%

18.68

% Hutan Lindung

Protected forest

17.62

%

22.15

%

4.49

%

1.68

%

juta ha million ha

juta ha million ha

juta ha million ha

juta ha million ha juta ha

million ha

juta ha million ha

juta ha million ha

1.7 1.7

1.8

2.2 1.8

0.4

0.2

(9)

C

C

C C

C

C

Perhitungan Karbon / Carbon Accounting

Stok Karbon/Carbon Stock Rata-rata Stok Karbon/Average Carbon Stock

juta tC million tC

Stok Karbon (ton/ha) berdasarkan Tipe Vegetasi Carbon Stock (tonnes / ha) by vegetation type:

Rata-rata Stok Karbon (ton/ha) berdasarkan Tipe Vegetasi Average Carbon Stock (tonnes / ha) by vegetation type:

C C

C

169,8

tC/ha C

954.36

juta tC 343.37

juta tC

64.21

juta tC 12.78

juta tC

133.72

juta tC 6.36

juta tC

1.514

182.00 139.90 170.00 120.00 200.23 92.34

Hutan Lahan Kering Sekunder Secondary dry forest

Hutan Mangrove Primer Primary mangrove forest

Hutan Mangrove Sekunder Secondary mangrove forest

Hutan Rawa Primer

Primary swamp forest

Hutan Rawa Sekunder

Secondary swamp forest Hutan lahan

Kering Primer Primary dry forest

(10)

RT/RW PROVINSI RT/RW KAB/KOTA

Target Penurunan Emisi / Emission reduction targets

41

%

200 juta

180 juta

160 juta

140 juta

120 juta

100 juta

80 juta

60 juta

40 juta

20 juta

2006 - 2011 2011-2016 2016-2021

Net Emission (ton CO2-eq)

Tahun

HISTORIS

(11)

Kebijakan dan Peraturan

Kerangka Institusi Kerangka Institusi

PROGRAM-PROGRAM LAINNYA PROGRAM-PROGRAM LAINNYA

Kebijakan dan Peraturan

STRATEGI REDD/REDD Strategic

Gubernur Papua Barat telah mengeluarkan kebijakan- kebijakan yang terkait REDD+, diantaranya:

Gubernur Papua Barat telah mengeluarkan kebijakan- kebijakan yang terkait REDD+, diantaranya:

Pemerintah Daerah Provinsi Papua Barat telah membentuk Satuan Tugas Pembangunan Ekonomi Rendah Karbon Provinsi Papua Barat. Satuan Tugas ini mengambil fungsi koordinasi di fase preparedness.

Sekretariat dari Satuan Tugas ini di kantor Bappeda Provinsi Papua Barat dikoordinir langsung oleh Kepala Bappeda Provinsi Papua Barat.

Satuan tugas ini terbagi menjadi 4 kelompok kerja (working group) berdasarkan fungsi dan tugas yang dibutuhkan di daerah. Salah satu working group yang secara langsung bertanggung jawab untuk urusan REDD+ adalah Kelompok kerja (Pokja) mitigasi sektor kehutanan dan lahan yang diketuai oleh kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan Provinsi Papua Barat.

Pemerintah Daerah Provinsi Papua Barat telah membentuk Satuan Tugas Pembangunan Ekonomi Rendah Karbon Provinsi Papua Barat. Satuan Tugas ini mengambil fungsi koordinasi di fase preparedness.

Sekretariat dari Satuan Tugas ini di kantor Bappeda Provinsi Papua Barat dikoordinir langsung oleh Kepala Bappeda Provinsi Papua Barat.

Satuan tugas ini terbagi menjadi 4 kelompok kerja (working group) berdasarkan fungsi dan tugas yang dibutuhkan di daerah. Salah satu working group yang secara langsung bertanggung jawab untuk urusan REDD+ adalah Kelompok kerja (Pokja) mitigasi sektor kehutanan dan lahan yang diketuai oleh kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan Provinsi Papua Barat.

Keterlibatan Pemangku Kepentingan Keterlibatan Pemangku Kepentingan Peraturan Gubernur Papua Barat Nomor

2 Tahun 2008 tentang Pemanfaatan Kayu Log.

Peraturan Gubernur Papua Barat Nomor 2 Tahun 2008 tentang Pemanfaatan Kayu Log.

1 1

Institusi daerah tingkat provinsi yang tupoksinya terkait dengan bidang pengembangan ekonomi berbasis lahan adalah Bappeda Provinsi Papua Barat, Bappedalda Provinsi Papua Barat, Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Papua Barat, Dinas perhubungan Provinsi Papua Barat, Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Papua Barat, Dinas Pertanian, Peternakan dan Ketahanan Pangan Provinsi Papua Barat , Dinas Perindustrian, Koperasi dan Perdagangan Provinsi Papua Barat dan Dinas Kehutanan dan Perkebunan Provinsi Papua Barat.

Masyarakat Adat, LSM, Akademisi, Kepolisian dan Kejaksanaan secara parsial juga terkait dengan pengurangan gas rumah kaca. Karena masing-masing mempunyai peran dam pembangunan di Provinsi Papua Barat.

Institusi daerah tingkat provinsi yang tupoksinya terkait dengan bidang pengembangan ekonomi berbasis lahan adalah Bappeda Provinsi Papua Barat, Bappedalda Provinsi Papua Barat, Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Papua Barat, Dinas perhubungan Provinsi Papua Barat, Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Papua Barat, Dinas Pertanian, Peternakan dan Ketahanan Pangan Provinsi Papua Barat , Dinas Perindustrian, Koperasi dan Perdagangan Provinsi Papua Barat dan Dinas Kehutanan dan Perkebunan Provinsi Papua Barat.

Masyarakat Adat, LSM, Akademisi, Kepolisian dan Kejaksanaan secara parsial juga terkait dengan pengurangan gas rumah kaca. Karena masing- masing mempunyai peran dam pembangunan di Provinsi Papua Barat.

Referensi

Dokumen terkait

Makalah ini merupakan langkah awal untuk menemukan dan mengenali potensi pusaka budaya kawasan pesisir yang ada di Kepulauan Maluku dari sudut pandang studi arkeologi

Sesuai dengan penelitian yaitu mengenai hubungan antara resolusi konflik dan kesiapan menikah pada emerging adult, maka karakteristik subjek yang akan digunakan pada penelitian ini

Dalam inisiatif oleh komputer, pengguna memberikan tanggapan atas prompt yang diberikan oleh komputer untuk memasukkan perintah atau parameter perintah, biasanya

Dari perencanaan ini dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut:  Unit pengolahan yang diperlukan untuk mengolah air banjir di Surabaya menjadi air minum adalah unit

Tile baru GRANITO The New Salsa dengan 4 pilihan warna yang berbeda, cocok sekali bila dipadukan dengan koleksi Mosaic, misalnya Grafitti.. Stone

Tingginya rendemen ekstrak nonpolar andaliman menunjukkan bahwa komponen yang dapat larut dalam heksana lebih banyak dibandingkan komponen semipolar (etilasetat) maupun

Bahwa dalil Pemohon sebagaimana dalam permohonannya tentang telah terjadi pelanggaran-pelanggaran secara terstruktur, sistematis, dan masif pada proses Pemilihan

Penelitian ini menggunakan instrumen SGRQ versi Indonesia sebagai alat pengumpul data untuk mengukur kualitas hidup pada pasien yang sedang mengalami kontrol PPOK di