• Tidak ada hasil yang ditemukan

OPERASI DAN PEMELIHARAAN JARINGAN IRIGASI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "OPERASI DAN PEMELIHARAAN JARINGAN IRIGASI"

Copied!
85
0
0

Teks penuh

(1)

MODUL

OPERASI DAN PEMELIHARAAN JARINGAN IRIGASI

SEBAGAI BUKU SAKU JURU

OUTPUT KEGIATAN

TEKNOLOGI PENGEMBANGAN INSTRUMENTASI DAN PRASARANA IRIGASI

DESEMBER 2012

(2)

Pusat Litbang Sumber Daya Air i

KATA PENGANTAR

Sistem pemberian air irigasi pada suatu daerah irigasi (DI) menuntut kinerja sumber daya manusia (juru pengairan) dan infrastruktur bangunan pembagi (pintu irigasi) harus dalam kondisi yang baik. Namun kenyataan menunjukkan bahwa hampir sebagian besar kondisi pintu air irigasi dalam keadaan sudah rusak dan tidak berfungsi dengan baik maupun dicuri oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Selain itu, masih kurangnya sumber daya manusia (juru pengairan) dan kualitas kinerja yang perlu ditingkatkan.

Untuk meningkatkan kinerja sumber daya manusia, perlu adanya suatu petunjuk atau buku saku yang dapat menjadi acuan pada saat melaksanakan operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi.

Buku ini membahas mengenai pedoman operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi untuk Juru Pengairan yang mengacu kepada Permen PU nomor 32 / PRT / M / 2007.

Terima kasih kepada Dinas PSDA Kabupaten Cianjur yang telah mempelopori penyusunan buku saku ini serta semua pihak yang terkait dalam penyusunan buku ini.

Semoga buku ini dapat menjadi salah satu referensi, informasi atau manfaat lainnya bagi pihak-pihak yang membutuhkan.

Bandung, Desember 2012 Kelapa Pusat Litbang Sumber Daya Air

Ir. Bambang Hargono, Dipl. HE, M.Eng NIP. 19540425 198012 1 002

(3)

Pusat Litbang Sumber Daya Air ii

TIM PENYUSUN

Indri Swatini Setianingwulan, ST Hanhan Ahmad Sofiyuddin, STP

Widya Utaminingsih, ST

(4)

Pusat Litbang Sumber Daya Air iii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR... i

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR GAMBAR ... v

DAFTAR TABEL... vi

BAB 1 PENDAHULUAN... 1

1.1. KEGIATAN OPERASI DAN PEMELIHARAAN JARINGAN IRIGASI CURAH ... 1

1.2. PENGERTIAN... 1

BAB 2 KELEMBAGAAN DAN SUMBER DAYA MANUSIA ... 5

2.1 BAGAN ORGANISASI PENGELOLA SUMBER DAYA AIR ... 5

2.2 TUGAS POKOK DAN FUNGSI... 6

2.2.1 Kepala UPTD ... 6

2.2.2 Juru ... 6

2.2.3 Petugas Operasi Bendung... 7

2.2.4 Petugas Pintu Air ... 7

2.2.5 Pekerja/Perekayasa saluran ... 8

2.3 KEBUTUHAN TENAGA PELAKSANA OPERASI DAN PEMELIHARAAN... 8

2.4 PERSYARATAN PETUGAS OPERASI DAN PEMELIHARAAN ... 8

2.5 PERKUMPULAN PETANI PEMAKAI AIR (P3A)... 9

BAB 3 PELAKSANAAN OPERASI JARINGAN IRIGASI UNTUK JURU ... 12

3.1. PEMBAGIAN AIR ... 12

3.2. PENGATURAN PINTU... 13

3.3. PENGUKURAN DEBIT ... 13

3.3.1 Pengukuran Debit Secara langsung ... 13

3.3.2 Pengukuran Debit Secara Tidak langsung ... 28

3.4. PENGATURAN GOLONGAN ... 29

3.5. KEKURANGAN AIR DAN PENGATURAN GILIRAN ... 30

3.6. PENGISIAN PAPAN OPERASI ... 31

3.7. PEMBUATAN LAPORAN OPERASI ... 31

3.7.1. Pengumpulan data debit ... 31

3.7.2. Pengumpulan data tanaman dan kerusakan tanaman ... 32

(5)

Pusat Litbang Sumber Daya Air iv

3.7.3. Pengumpulan data hujan... 32

3.7.4. Mengumpulkan data usulan rencana tata tanam ... 32

3.7.5. Melaporkan kejadian banjir kepada balai/UPTD ... 32

3.7.6. Melaporkan terjadi kekurangan air yang kritis kepada balai/UPTD ... 32

BAB 4 PELAKSANAAN PEMELIHARAAN JARINGAN IRIGASI ... 33

4.1. PENGAMANAN JARINGAN IRIGASI ... 33

4.2. PEMELIHARAAN RUTIN... 34

4.3. PEMELIHARAAN BERKALA ... 34

4.4. PENANGGULANGAN/PERBAIKAN DARURAT ... 35

BAB 5 PENGAMANAN SUMBER AIR, JARINGAN DAN LAHAN IRIGASI SERTA SANKSI PELANGGARANNYA ... 36

5.1. SEMPADAN MATA AIR DAN DANAU PAPARAN BANJIR... 36

5.2. SEMPADAN SITU , DANAU. WADUK DAN RAWA ... 36

5.3. SEMPADAN SUNGAI ... 37

5.4. SEMPADAN IRIGASI ... 38

5.5. GAMBAR-GAMBAR RUANG SEMPADAN IRIGASI... 39

5.6. LARANGAN ... 40

5.7. SANKSI DAN ANCAMAN PIDANA ... 42 LAMPIRAN

(6)

Pusat Litbang Sumber Daya Air v

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Bagan organisasi pengelola sumber daya air ...5

Gambar 2. Struktur P3A ( sederhana dan Kompleks) ...9

Gambar 3. Bagan Pembinaan P3A Mitra Cai ...10

Gambar 4. Sketsa Isometris Alat ukur Romijn ...15

Gambar 5. Dimensi alat Ukur Romijn dengan pintu bawah ...16

Gambar 6. Alat Ukur Cipolleti...17

Gambar 7. Perhitungan dengan pintu sorong ...18

Gambar 8. Perhitungan dengan mercu bendung ...19

Gambar 9. Potongan melintang pada bangunan ukur ambang lebar ...20

Gambar 10. Bangunan ukur ambang lebar ...21

Gambar 11. Bangunan ukur Parshall Flume (Tenggorokan panjang) ...22

Gambar 12. Diagram untuk aliran tenggelam (submergence) pada Parshal Flume W = 6 inci (diubah menjadi satuan metrik (mis. cm) ...25

Gambar 13 Diagram untuk aliran tenggelam (submergence) pada Parshal Flume W = 9 inci ...26

Gambar 14 Diagram untuk aliran tenggelam (submergence) pada Parshal Flume W = 12 inci (1 ft)...27

Gambar 15. Lokasi penempatan AWLR ...28

Gambar 16. Sempadan saluran irigasi tak bertanggul...39

Gambar 17. Sempadan saluran irigasi bertanggul ...40

Gambar 18. Sempadan saluran irigasi di lereng ...40

Gambar 19. Perubahan fungsi jalan inspeksi ...40

(7)

Pusat Litbang Sumber Daya Air vi

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Kebutuhan Tenaga pelaksana O & P...8

Tabel 2. Persyaratan Petugas O & P ...8

Tabel 3. Indikator Peringkat P3A ...9

Tabel 4. kebutuhan air untuk Tanaman. ...12

Tabel 5. Faktor Pengganda M untuk W > 1 ft...24

Tabel 6 Faktor koreksi untuk berbagai keadaan ...29

Tabel 7. Keuntungan dan kerugian dari sistem golongan ...30

Tabel 8. Proses pengisian papan operasi ...31

(8)

Puslitbang Sumber Daya Air 1

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. TUJUAN PEMBELAJARAN

Setelah mempelajari pokok bahasan ini para juru diharapkan mampu:

1. Memahami dan mengerti tugas seorang juru tentang pengoperasian jaringan irigasi 2. Memahami dan mengerti tugas seorang juru tentang pemeliharaan jaringan irigasi

1.2. KEGIATAN OPERASI DAN PEMELIHARAAN JARINGAN IRIGASI

Kegiatan operasi jaringan irigasi secara rinci meliputi:

1. Pekerjaan pengumpulan data (data debit, data curah hujan, data luas tanam,dll ) 2. Pekerjaan kalibrasi alat pengukur debit

3. Pekerjaan membuat rencana penyediaan air tahunan, Pembagian dan Pemberian Air Tahunan, Rencana Tata Tanam Tahunan, Rencana Pengeringan, dll.

4. Pekerjaan melaksanakan pembagian dan pemberian air (termasuk pekerjaan:

membuat laporan permintaan air, mengisi papan operasi, mengatur bukaan pintu) 5. Pekerjaan mengatur pintu-pintu air pada bendung berkaitan dengan datangnya debit

sungai banjir

6. Pekerjaan mengatur pintu kantong lumpur untuk menguras endapan lumpur 7. Koordinasi antar instansi terkait

8. Monitoring dan Evaluasi kegiatan Operasi Jaringan Irigasi

Pemeliharaan jaringan irigasi adalah upaya menjaga dan mengamankan jaringan irigasi agar selalu dapat berfungsi dengan baik guna memperlancar pelaksanaan operasi dan mempertahankan kelestariannya melalui kegiatan perawatan, perbaikan, pencegahan dan pengamanan yang harus dilakukan secara terus menerus.

1.3. PENGERTIAN

1. Air adalah semua air yang terdapat pada, di atas, ataupun di bawah permukaan tanah, termasuk dalam pengertian ini air permukaan, air tanah, a ir hujan, dan air laut yang berada di darat.

2. Sumber air adalah tempat atau wadah air alami dan/atau buatan yang terdapat pada, di atas, ataupun di bawah permukaan tanah.

3. Irigasi adalah usaha penyediaan, pengaturan, dan pembuangan air irigasi untuk menunjang pertanian yang jenisnya meliputi irigasi permukaan, irigasi rawa, irigasi air bawah tanah, irigasi pompa, dan irigasi tambak.

4. Daerah irigasi adalah kesatuan lahan yang mendapat air dari satu jaringan irigasi.

5. Jaringan irigasi adalah saluran, bangunan, dan bangunan pelengkap yang merupakan satu kesatuan yang diperlukan untuk penyediaan, pembagian, pemberian, penggunaan, dan pembuangan air irigasi.

(9)

Puslitbang Sumber Daya Air 2 6. Jaringan irigasi primer adalah bagian dari jaringan irigasi yang terdiri atas bangunan utama, saluran induk/primer, saluran pembuangannya, bangunan bagi, bangunan bagi-sadap, bangunan sadap, dan bangunan pelengkapnya.

7. Jaringan irigasi sekunder adalah bagian dari jaringan irigasi yang terdiri atas saluran sekunder, saluran pembuangannya, bangunan bagi, bangunan bagi-sadap, bangunan sadap, dan bangunan pelengkapnya.

8. Jaringan irigasi tersier adalah jaringan irigasi yang berfungsi sebagai prasarana pelayanan air irigasi dalam petak tersier yang terdiri atas saluran tersier, saluran kuarter dan saluran pembuang, boks tersier, boks kuarter, serta bangunan pelengkapnya.

9. Petak irigasi adalah petak lahan yang memperoleh air irigasi.

10. Petak tersier adalah kumpulan petak irigasi yang merupakan satu kesatuan dan mendapatkan air irigasi melalui saluran tersier yang sama.

11. Penyediaan air irigasi adalah penentuan volume air per satuan waktu yang dialokasikan dari suatu sumber air untuk suatu daerah irigasi yang didasarkan waktu, jumlah, dan mutu sesuai dengan kebutuhan untuk menunjang pertanian dan keperluan lainnya.

12. Pembagian air irigasi adalah kegiatan membagi air di bangunan bagi dalam jaringan primer dan/atau jaringan sekunder.

13. Pemberian air irigasi adalah kegiatan menyalurkan air dengan jumlah tertentu dari jaringan primer atau jaringan sekunder ke petak tersier.

14. Penggunaan air irigasi adalah kegiatan memanfaatkan air dari petak tersier untuk mengairi lahan pertanian pada saat diperlukan.

15. Pembuangan air irigasi selanjutnya disebut drainase adalah pengaliran kelebihan air yang sudah tidak dipergunakan lagi pada suatu daerah irigasi tertentu.

16. Perkumpulan petani pemakai air (P3A) adalah kelembagaan pengelolaan irigasi yang menjadi wadah petani pemakai air dalam suatu daerah layanan/petak tersier atau desa yang dibentuk secara demokratis oleh petani pemakai air termasuk lembaga lokal pengelola irigasi.

17. Gabungan perkumpulan petani pemakai air (GP3A) adalah kelembagaan sejumlah P3A yang bersepakat bekerja sama memanfaatkan air irigasi dan jaringan irigasi pada daerah layanan blok sekunder, gabungan beberapa blok sekunder, atau satu daerah irigasi.

18. Induk perkumpulan petani pemakai air (IP3A) adalah kelembagaan sejumlah GP3A yang bersepakat bekerja sama untuk memanfaatkan air irigasi dan jaringan irigasi pada daerah layanan blok primer, gabungan beberapa blok primer, atau satu daerah irigasi.

19. Komisi irigasi kabupaten/kota adalah lembaga koordinasi dan komunikasi antara wakil pemerintah kabupaten/kota, wakil perkumpulan petani pemakai air tingkat daerah irigasi, dan wakil pengguna jaringan irigasi pada kabupaten/kota.

(10)

Puslitbang Sumber Daya Air 3 20. Komisi irigasi provinsi adalah lembaga koordinasi dan komunikasi antara wakil pemerintah provinsi, wakil perkumpulan petani pemakai air tingkat daerah irigasi, wakil pengguna jaringan irigasi pada provinsi, dan wakil komisi irigasi kabupaten/kota yang terkait.

21. Komisi irigasi antarprovinsi adalah lembaga koordinasi dan komunikasi antara wakil pemerintah kabupaten/kota yang terkait, wakil komisi irigasi provinsi yang terkait, wakil perkumpulan petani pemakai air, dan wakil pengguna jaringan irigasi di suatu daerah irigasi lintas provinsi.

22. Pengelolaan jaringan irigasi adalah kegiatan yang meliputi operasi, pemeliharaan, dan rehabilitasi jaringan irigasi di daerah irigasi.

23. Operasi jaringan irigasi adalah upaya pengaturan air irigasi dan pembuangannya, termasuk kegiatan membuka-menutup pintu bangunan irigasi, menyusun rencana tata tanam, menyusun sistem golongan, menyusun rencana pembagian air, melaksanakan kalibrasi pintu/bangunan, mengumpulkan data, memantau, dan mengevaluasi.

24. Hak guna air untuk irigasi adalah hak untuk memperoleh dan memakai atau mengusahakan air dari sumber air untuk kepentingan pertanian.

25. Rencana tata tanam detail (RTTD) adalah rencana tata tanam yang menggambarkan rencana luas tanam pada suatu daerah irigasi dan terperinci per petak tersier.

26. Rencana tata tanam global (RTTG) adalah rencana tata tanam yang menggambarkan rencana luas tanam pada suatu daerah irigasi, belum terperinci per petak tersier sehingga yang terlihat hanya total rencana luas tanam per daerah irigasi.

27. Debit andalan adalah debit perhitungan ketersediaan air berdasarkan probabilitas 80% terjadinya debit sungai.

28. Golongan vertikal adalah cara penentuan waktu awal pemberian air (awal tanam) secara bersamaan pada petak tersier dari hulu ke hilir dalam suatu saluran sekunder dengan tenggang waktu pemberian air antargolongan, biasanya antara 10 sampai dengan 15 hari.

29. Golongan horisontal adalah cara penentuan waktu pemberian air (awal tanam) secara bersamaan pada petak tersier yang berada di bagian hulu dari saluran sekunder yang berlainan dan diteruskan pada periode berikutnya ke petak tersier yang berada di bagian hilirnya dengan tenggang waktu pemberian air antargolongan, biasanya antara 10 sampai dengan 15 hari.

30. Golongan tersebar adalah cara penentuan waktu awal pemberian air (awal tanam) secara bersamaan pada petak tersier yang telah ditentukan dan tersebar pada satu daerah irigasi dengan tenggang waktu pemberian air antargolongan, biasanya antara 10 sampai dengan 15 hari.

(11)

Puslitbang Sumber Daya Air 4 31. Pemeliharaan jaringan irigasi adalah upaya menjaga dan mengamankan jaringan irigasi agar selalu dapat berfungsi dengan baik guna memperlancar pelaksanaan operasi dan mempertahankan kelestariannya.

32. Pengamanan jaringan irigasi adalah upaya menjaga kondisi dan fungsi jaringan irigasi serta mencegah terjadinya hal-hal yang merugikan terhadap jaringan dan fasilitas jaringan, baik yang diakibatkan oleh ulah manusia, hewan, maupun proses alami.

33. Pemeliharaan rutin adalah usaha untuk mempertahankan kondisi dan fungsi jaringan yang dilaksanakan setiap waktu.

34. Pemeliharaan berkala adalah usaha untuk mempertahankan kondisi dan fungsi jaringan yang dilaksanakan secara berkala.

35. Perbaikan adalah usaha untuk mengembalikan kondisi dan fungsi saluran dan/atau bangunan irigasi secara parsial.

36. Perbaikan darurat adalah kegiatan penanggulangan yang berupa perbaikan dan bersifat darurat akibat suatu bencana agar saluran dan/atau bangunan dapat segera berfungsi.

37. Penggantian adalah usaha untuk mengganti seluruh atau sebagian komponen prasarana fisik, fasilitas, dan peralatan jaringan irigasi.

38. Inventarisasi jaringan irigasi adalah kegiatan untuk mendapatkan data jumlah, dimensi, jenis, kondisi, dan fungsi seluruh aset irigasi serta data ketersediaan air, nilai aset jaringan irigasi, dan areal pelayanan pada setiap daerah irigasi.

39. Perencanaan pemeliharaan adalah suatu proses perancangan pemeliharaan jaringan irigasi sebelum pelaksanaan pemeliharaan dimulai yang meliputi inspeksi, survei, desain, dan penyusunan program.

40. Inspeksi rutin adalah pemeriksaan jaringan irigasi yang dilakukan secara rutin setiap periode tertentu (10 atau 15 hari sekali) untuk mengetahui kondisi jaringan irigasi.

41. Penelusuran jaringan adalah kegiatan pemeriksaan bersama dengan P3A dari hulu sampai ke hilir untuk mengamati kondisi dan fungsi jaringan irigasi dengan periode 6 bulanan pada saat pengeringan dan awal musim hujan atau sesuai dengan kebutuhan

(12)

Puslitbang Sumber Daya Air 5

BAB 2

KELEMBAGAAN DAN SUMBER DAYA MANUSIA

2.1 BAGAN ORGANISASI PENGELOLA SUMBER DAYA AIR

Keterangan:

Garis Komando Garis Pembinaan

Gambar 1. Bagan organisasi pengelola sumber daya air KEPALA

UPTD

KASUBAG TU

PELAKSANA BAG.

OPERASI &

PEMELIHARAAN JAR. IRIGASI

PELAKSANA BAG.

PEMBANGUNAN &

KONSERVASI SUMBER DAYA AIR

JURU JURU

PETUGAS PINTU AIR

PETUGAS PINTU AIR PETUGAS

OPERASI BENDUNG

PETUGAS OPERASI BENDUNG

Dinas Pengairan Kabupaten/Kota Dinas Pengairan

Provinsi TKPSDA

PETUGAS PINTU AIR JURU

PETUGAS OPERASI BENDUNG

(13)

Puslitbang Sumber Daya Air 6

2.2 TUGAS POKOK DAN FUNGSI

2.2.1 Kepala UPTD

Operasi

o Mempersiapkan penyusunan RTTG dan RTTD sesuai usulan petani P3A/GP3A/IP3A

o Menetapkan factor-k untuk pembagian air jika debit sungai menurun

o Rapat di kantor UPTD/Balai setiap minggu untuk mengetahui permasalahan operasi, hadir para mantri/juru pengairan, petugas pintu air(PPA), petugas operasi bendung (POB) serta P3A/GP3A/IP3A

o Menghadiri rapat di kecamatan dan dinas PSDA&P Kabupaten Cianjur o Membina P3A/GP3A/IP3A untuk ikut berpartisipasi dalam kegiatan operasi o Membantu proses pengajuan bantuan biaya operasi yang diajukan

P3A/GP3A/IP3A

o Membuat laporan kegiatan operasi ke Dinas PSDA&P

Pemeliharaan

o Rapat di kantor UPTD/Balai setiap bulan untuk mengetahui permasalahan pemeliharaan, hadir para mantri/juru pengairan, petugas pintu air(PPA), petugas operasi bendung (POB) serta P3A/GP3A/IP3A

o Menghadiri rapat di kecamatan dan dinas PSDA&P Kabupaten Cianjur dalam kegiatan pemeliharaan

o Membina P3A/GP3A/IP3A untuk ikut berpartisipasi dalam kegiatan pemeliharaan

o Membantu proses pengajuan bantuan biaya pemeliharaan yang diajukan P3A/GP3A/IP3A

o Membuat laporan kegiatan pemeliharaan ke Dinas PSDA&P 2.2.2 Juru

Operasi

o Membantu kepala Balai/UPTD untuk tugas-tugas yang berkaitan dengan operasi

Melaksanakan intruksi dari Balai/UPTD tentang pemberian air pada tiap bangunan pengatur

Memberi intruksi kepada PPA untuk mengatur pintu air sesuai debit yang ditetapkan

Member saran kepada P3A/GP3A/IP3A tentang awal tanam & jenis tanaman

Pengaturan giliran

Mengisi papan operasi/eksploitasi

o Membuat laporan Operasi (mengikuti bagan alir blanko operasi)

Pengumpulan data debit

Pengumpulan data Tanaman & Kerusakan tanaman

Pengumpulan data curah hujan

Menyusun data mutasi baku sawah

(14)

Puslitbang Sumber Daya Air 7

Mengumpulkan data usulan rencana tata tanam

Melaporkan kejadian banjir kepada balai/UPTD

Melaporkan terjadi kekurangan air yang kritis kepada balai/UPTD

Pemeliharaan

o Membantu kepala Balai/UPTD untuk tugas-tugas yang berkaitan dengan pemeliharaan

o Mengawasi pekerjaan pemeliharaan rutin yang dikerjakan oleh pekerja saluran (PS) dan petugas pintu air (PPA)

o Mengawasi pekerjaan pemeliharaan berkala yang dikerjakan oleh pemborong atau swakelola/ pekerja saluran (PS) dan petugas pintu air (PPA) serta P3A/GP3A/IP3A

o Membuat laporan pemeliharaan mengenai :

Kerusakan saluran dan bangunan air

Realisasi pelaksanaan pemeliharaan rutin maupun berkala

Menaksir biaya pemeliharaan berkala

o Bersama P3A/GP3A/IP3A melakukan penelusuran jaringan untuk mengetahui kerusakan jaringan yang perlu segera diatasi

o Menyusun /memilih secara bersama kebutuhan biaya pada kerusakan yang dipilh atau disepakati

2.2.3 Petugas Operasi Bendung

Operasi

o Melaksanakan pengaturan pintu penguran bendung terhadap banjir yang datang

o Melaksanakan pengurasan kantong lumpur

o Membuka/menutup pintu pengambilan utama,sesuai debit dan jadwal yang direncanakan

o Mencatat besarnya debit yang mengalir /atau masuk ke saluran induk pada blanko operasi

o Mencatat elevasi muka air banjir

Pemeliharaan

o Melaksanakan pengurasan kantong lumpur o Memberi minyak pelumas pada pintu-pintu air

o Melaksanakan pengecatan pintu dan rumah pintu secara periodik o Mencatat kerusakan bangunan dan pintu air pada blanko pemeliharaan o Membersihkan semak belukar di sekitar bendung

2.2.4 Petugas Pintu Air

Operasi

o Membuka dan menutup pintu air sehingga debit yang mengalir sesuai perintah Juru pengairan

Pemeliharaan

(15)

Puslitbang Sumber Daya Air 8 o Memberi minyak pelumas pada pintu air

o Melaksanakan pengecatan pintu dan rumah pintu secara period ic

o Membersihkan endapan sampah di sekitar bangunan sadap/bagi-sadap dan disekitar alat pengukur debit

o Mencatat kerusakan bangunan air dan pintu air pada blanko pemeliharaan o Memelihara saluran sepanjang 50 meter di sebelah hilir bangunan sadap

tersier

2.2.5 Pekerja/Perekayasa saluran

Membersihkan saluran dari gangguan rumput, sampah dan lain-lain (misal hewan ,ternak dan manusia)

Membersihkan endapan di sekitar bangunan penting (bangunan bagi, siphon, talang dll)

Menutup bocoran kecil di sepanjang saluran termasuk pengambilan air tanpa ijin (liar)

Merapikan kemiringan talud saluran

Menghalau ternak supaya tidak masuk dan merusak saluran

Melaporkan kalau ada kerusakan saluran yang cukup parah

2.3 KEBUTUHAN TENAGA PELAKSANA OPERASI DAN PEMELIHARAAN

Kebutuhan tenaga pelaksana operasi dan pemeliharaan dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1. Kebutuhan Tenaga pelaksana O & P

Jabatan Jml (org)

Staf (org)

Areal layanan (ha)

Bangunan (bh)

Saluran (km) Kepala Balai 1 5 5.000 –

7.500 - -

Juru 1 - 750 – 1.500 - -

POB 1 - - 1

(bendung) -

PPA 1 - 150 – 500

3 – 5 (sadap/ba

gi)

2 - 3

Pek.Sal 1 - - - 2 - 3

2.4 PERSYARATAN PETUGAS OPERASI DAN PEMELIHARAAN

Petugas operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi sebaiknya memenuhi persyaratan seperti tabel 2 dibawah ini.

Tabel 2. Persyaratan Petugas O & P

Jabatan Kompetensi Pendidikan

Minimal

Fasilitas

Kepala Balai Mampu melaksanakan Tupoksi untuk areal

Sarjana Muda/ D3

- Mobil pick up - Rumah dinas

(16)

Puslitbang Sumber Daya Air 9 5.000 – 7.500 Ha Teknik Sipil - Alat Komunikasi Juru

Mampu melaksanakan Tupoksi untuk areal 750 – 1.500 Ha

STM Bangunan

- Sepeda Motor - Alat Komunikasi

POB Mampu melaksanakan

Tupoksi

ST, SMP - Sepeda - Alat Komunikasi

PPA Mampu melaksanakan

Tupoksi

ST, SMP - Sepeda - Alat Komunikasi Pek.Sal Mampu melaksanakan

Tupoksi

SD Alat kerja pokok

2.5 PERKUMPULAN PETANI PEMAKAI AIR (P3A)

Perkumpulan Petani pemakai air (P3A) merupakan wadah perkumpulan petani yang mengelola air irigasi di petak tersier atau daerah irigasi. Contoh struktur Organisasi P3A dapat dilihat pada gambar 1.

Rapat Anggota

Ketua

Bendahara Sekretaris

Ulu-Ulu

Ketua Blok Ketua Blok Ketua Blok Ketua Blok

Anggota

Rapat Anggota

Ketua Induk

Bendahara Sekretaris

Bag. OP Irigasi

GP3A GP3A GP3A GP3A

Anggota Unit P3A MC

Wakil Ketua

Bag. Usaha Tani Bag. Pola Tanam

Gambar 2. Struktur P3A ( sederhana dan Kompleks) Tabel 3. Indikator Peringkat P3A

Peringkat P3A/GP3A/

IP3A

Pemikiran Awal Pengambilan Keputusan

Kontribusi oleh P3A/GP3A/I P3A

SDM Pelaksana Kegiatan

Kemampuan Teknis

I Pemula

II Madya

III Maju IV Mandiri

Usulan Konkrit layak

Alternatif 50 % AKNPI Mantap Pemeliharaan dan Rehabilitasi Memberi masukan Konsensus 20 % AKNPI Sedang Pemeliharaan Rutin

dan Berkala Usulan Konkret Kerjasama 30 % AKNPI Cukup Pemeliharaan, Rutin,

Berkala dan Darurat Indikator / Parameter

Mendengar pasif Menolak 10 % AKNPI Kurang Pemeliharaan Rutin

(17)

Puslitbang Sumber Daya Air 10 Gambar 3. Bagan Pembinaan P3A Mitra Cai

Kontribusi Pemerintah dalam Pengelolaan Jaringan Irigasi adalah sebagai berikut :

Pemula : 15 % AKNPI diserahkan ke P3A, 75 % dikelola oleh Dinas PSDAP

Madya : 25 % AKNPI diserahkan ke P3A, 55 % dikelola oleh Dinas PSDAP

Maju : 35 % AKNPI diserahkan ke P3A, 35 % dikelola oleh Dinas PSDAP

Mandiri : 50 % AKNPI diserahkan ke P3A, 0 % dikelola oleh Dinas PSDAP Dalam Kegiatan Operasi Jaringan Irigasi Kemampuan P3A adalah sebagai berikut :

Pemula : Menyetujui rencana tata tanam dan rencana pembagian air tahunan

Madya : Menyetujui dan mengajukan rencana tata tanam tahunan dan rencana penyediaan, pembagian air tahunan dan berkala

Kementrian PU

Kementrian Dalam Negeri

Kementrian Pertanian

Dinas PSDA Provinsi

Gubernur Dinas Pertanian Provinsi

Dinas PSDAP Kabupaten

Bupati Dinas Pertanian Kabupaten

UPTD di Kabupaten

Camat Balai /UPTD

Pertanian

Juru Pengairan

Kepala Desa/ Lurah

Penyuluh Pertanian

PERKUMPULAN PETANI PEMAKAI AIR (P3A)

(18)

Puslitbang Sumber Daya Air 11

Maju : Menyetujui dan mengajukan rencana tata tanam tahunan , rencana penyediaan, pembagian air tahunan dan berkala, dan rencana pembagian air ke petak tersier.

Mandiri : Menyetujui dan mengajukan rencana tata tanam tahunan , rencana penyediaan, pembagian air tahunan dan berkala, rencana pembagian air ke petak tersier, dan melaksanakan pembagian air tahunan, berkala ke pet ak tersier.

(19)

Puslitbang Sumber Daya Air 12

BAB 3

PELAKSANAAN OPERASI JARINGAN IRIGASI UNTUK JURU

3.1. PEMBAGIAN AIR

Kepala Balai memberikan instruksi kepada juru mengenai pembagian air pada saluran, pada tiap awal periode 15 harian . Instruksi tersebut akan menentukan dan memerinci debit untuk tiap-tiap saluran. Perubahan debit yang mencolok (besar) selama periode 10 harian , harus segera dilaporkan kepada Kepala balai PSDA sehingga rencana pembagian air dapat dihitung.

Tabel 4. kebutuhan air untuk Tanaman.

Sumber: KP – 01, Kriteria Perencanaan Bagian Jaringan Irigasi

Untuk menghitung debit yang dibutuhkan beberapa rumusan digunakan yaitu : a. Pada saluran Petak Tersier (Petak Sawah

Q = A x a x 1,25 x k

b. Pada saluran sekunder (di pintu sekunder) Q = A x a x 1,15 x k

c. Pada saluran induk Q = A x a x 1,05 x k

d. Totalnya (di pintu intake bendung) Q = A x a

Keterangan :

Q = debit yang dibutuhkan (liter/detik)

A = luas masing-masing tanaman dan atau garapan tanah (ha) a = satuan kebutuhan air untuk jenis tanaman dan atau garapan

k = faktor ‘k’ perbandingan antara debit yang tersedia di bendung dengan debit yang dibutuhkan

Musim Kemarau

(20)

Puslitbang Sumber Daya Air 13

3.2. PENGATURAN PINTU

Jika debit untuk tiap saluran telah dihitung, maka pintu pengatur hendaklah diatur/distel seperti yang sudah direncanakan.Pengaturan pintu hendaklah dibuka dulu secara penuh baru diturunkan sedikit demi sedikit dampai tercapai H (tinggi) yang dibutuhkan. Papan Operasi diisi oleh juru secara akurat pada waktu membaca debit.

3.3. PENGUKURAN DEBIT

Tujuan dilaksanakannya pengukuran dan pengaturan debit adalah agar pembagian air dapat dilakukan secara adil dan merata menurut kebutuhannya. Apabila belum ada bangunan ukur maka pintu sorong dan balok sekat(skotbalk) dapat digunakan untuk mengukur debit bila diketahui hal-hal sebagai berikut :

Selisih elevasi muka air di hulu dan hilir lubang pintu

Lebar bukaan pintu, atau lebar skotbalk

Pengukuran debit dapat dilaksanakan dengan 2(dua) cara, yaitu : a. Pengukuran debit secara langsung

Dengan menggunakan bangunan ukur/media sebagai berikut:

Bangunan ukur Romijn

Bangunan ukur Cipoletti (SNI 03-6381-2000)

pintu Sorong

mercu bendung

Ambang Lebar

Phascaal Flume (Tenggorokan panjang) b. Pengukuran debit secara tidak langsung

Dengan menggunakan bangunan ukur/media sebagai berikut:

AWLR ( Automatic Water Level Recording)

Current Meter dan Pelampungan

3.3.1 Pengukuran Debit Secara langsung 3.3.1.1 Bangunan ukur Romijn

Bangunan ukur Romijn berfungsi sebagai pintu pengatur air maupun sebagai alat pengukur debit maka disebut pula Pintu Romijn . Bagian yang digunakan untuk mengukur debit adalah ambang. Prinsip pintu romijn sama dengan bangunan ukur ambang lebar hanya saja pintu romijn dibuat dari baja.

Bangunan ukur Romijn digunakan untuk mengukur debit antara 6 sampai 860 l/dtk, tergantung dari lebar ambang. Lebar maksimum (b max) dari pintu Romijn adalah 1,50 m.

Kehilangan tinggi tekan (Hd) diatas ambang adalah 0,10 dan 0,20 meter untuk ketelitian pengukurannya, bangunan ukur Romijn dibuat dengan ketentuan sebagai berikut :

(21)

Puslitbang Sumber Daya Air 14

Ambang dasar tidak boleh terlalu dekat dengan saluran, minimum 0,30 meter diatas dasar saluran ukur.

Meja ambang harus miring 1 : 25 dengan arah aliran. Bagian hulu pelat ambang dilengkungkan kebawah dengan baik untuk mencegah adanya gejolak air.

Panjang ambang = 1/3 h

Lebar saluran ukur sama dengan lebar pengukur tembok samping dan harus tegak menjalur ke depan sepanjang 5h maksimal disebelah udik.

Posisi papan duga harus berjarak 2 – 3 H1 max di udik ambang.

Jika Romijn digunakan sebagai alat pengukur debit , berikut adalah hal -hal khusus yang harus diperhatikan yang berpengaruh terhadap ketepatan hasil pengukuran yaitu :

Ambang harus halus tidak terdapat gejolak air diatasnya.

Terdapat kehilangan tinggi tekan (Hd) yang cukup di atas ambang.

Kehilangan tinggi tekan harus lebih besar dari 1/3 h , minimum antara 0.10 – 0,20 m.

Pintu sorong bawah harus tertutup.

1. Pintu Romijn dengan Peilskal dan Literskal

Lihat peilskal saluran. Baca ketinggian air (h) di peilskal tersebut missal (h) = 20

lihat peilskal dan literskal kusen pintu. Baca pada peilskal, ketinggian garis datar yang ditarik dari angka 20 peilskal. Misalnya 60.

Jadi untuk Romijn pada kedudukan ini didapat debit Q=60 l/dtk.

2. Pintu Romijn tanpa Peilskal dan Literskal

Ukur lebar Romijn, misalnya (b) = 50 cm

Ukur jarak dari ambang Romijn sampai ke dekserk, misalnya (T) = 67 cm

Ukur jarak dari muka air di atas ambang Romijn sampai ke dekserk, misalnya (D) = 50 cm

Jadi tinggi air (h) di hulu ambang Romijn, (h) = T – D → 67 – 50 = 17 cm

Lihat table Romijn. Cari angka 17 pada kolom dibawah (h). baca angka disamping 17 tersebut di bawah kolom (b)= 50 maka didapat angka 60.

Jadi untuk Romijn dengan lebar (b) = 50 cm dan tinggi air hulu (h) = 17 cm didapat debit Q=60 l/dtk.

(22)

Puslitbang Sumber Daya Air 15 Gambar 4. Sketsa Isometris Alat ukur Romijn

(23)

Puslitbang Sumber Daya Air 16 Gambar 5. Dimensi alat Ukur Romijn dengan pintu bawah

(24)

Puslitbang Sumber Daya Air 17 3.3.1.2. Bangunan Ukur Cipolleti

Bangunan ukur cipolleti berbentuk trapezium, ambang pengukur dibuat dari plat baja (besi siku) sisi tajam dan tergolong bangunan ukur yang berambang tajam.

Bangunan ukur cipolleti cocok digunakan di saluran yang mengalirkan debit sampai dengan 2.500 (lt/det). Kehilangan tinggi tekanan (hd) yang disebabkan rintangan adalah 0,15 – 0,45 m. bangunan ukur cipolleti tidak cocok dipakai pada saluran yang kemiringan dasarnya landai.

Untuk ketelitian hasil pengukuran bangunan ukur tersebut harus memenuhi ketentuan sebagai berikut :

Pisau alat ukur tidak boleh terlalu dekat dengan dasar maupun sisi pasangan samping saluran ukur minimum dengan jarak 0,30m. Kedalaman dari pisau ambang sampai dasar saluran ukur harus >2h max. Jarak dari pisau ambang ke talud samping saluran ukur harus 2h max.

Kedua sisi samping pisau ukur harus membentuk kemiringan 4 : 1 dan ambang harus datar (water pass).

Ambang harus cukup tajam dengan tebal 1 – 2 mm, dan tidak berkarat.

Kehilangan tinggi tekan (hd) diatas ambang cukup, duga air di hilir ambang harus paling tidak 0,05m di bawah pisau ambang.

Harus ada ruang udara di bawah maupun di samping terjunan air mel alui ambang.

Aliran air di udik bangunan ukur tidak bergejolak.

Cara pengukuran sebagai berikut :

Ukur lebar ambang cipolleti, misal (b) = 50 cm

Lihat peliskal di hulu ambang, baca ketinggian air (misal tinggi air 20cm)

Lihat table, cari angka 20 pada kolom di bawah (h) (tinggi air). Baca angka disamping kanan angka 20 tersebut dibawah kolom (b) = 50. Angka tersebut adalah 83.

Jadi untuk ambang cipolleti dengan lebar (b) = 50cm dan tinggi air (h) = 20cm didapat debit (Q) = 83 (lt/det).

Gambar 6. Alat Ukur Cipolleti 3.3.1.3. Pintu Sorong

Pintu sorong adalah bangunan yang cocok untuk mengatur tinggi muka air di saluran.

Harga pintunya mahal tetapi bisa lebih ekonomis karena ketelitian berfungsinya mudah dioperasikan, mengontrol muka air dengan lebih baik dan dapat dikunci ditempat agar setelannya tidak diubah oleh orang-orang yang tidak berwenang.

Sebagai bahan bangunan pengatur muka air, tipe bangunan ini dianjurkan pemakaiannya karena tahan lama dan operasinya mudah

(25)

Puslitbang Sumber Daya Air 18 Cara mengukur debit melalui pintu sorong :

Baca tinggi bukaan pintu sorong (h).

Tentukan selisih tinggi muka air di udik pintu dengan muka air di hilir pintu (z).

Masukan nilai (h) dan nilai (z) kedalam rumus aliran sebagai berikut :

Dimana :

Q = Debit sungai yang masuk ke pintu sorong (m3/dtk)

= Koefisien aliran = 0.61 b = Lebar pintu sorong (m) h = Tinggi bukaan pintu (m) g = gravitasi =9.81

z = selisih tinggi muka air di udik dengan hilir pintu (m)

Untuk memudahkan petugas operasi bendung (POB) di lapangan dalam menentukan besarnya debit, pada bangunan bersangkutan dibuatkan tabel pintu sorong.

Gambar 7. Perhitungan dengan pintu sorong 3.3.1.4. Mercu Bendung

Pertama-tama membaca tinggi air yang melimpas di atas mercu bendung (H) melalui papan duga muka air yang dipasang pada tembok tegak di dekat mercu

Nilai H tersebut dimasukan dalam rumus debit yaitu :

Dimana :

Q = Debit sungai yang masuk Bendung (Liter/dtk) = Koefisien aliran = 2.21

Beff = B-b – 0.2 c c = lebar pintu penguras

B = Tinggi air yang melimpas diatas mercu bendung

(26)

Puslitbang Sumber Daya Air 19

Untuk memudahkan petugas operasi bendung (POB) dilapangan dalam menentukan besarnya debit, pada bendung yang bersangkutan dibuatkan tabel debit bendung.

Gambar 8. Potongan Memanjang Mercu Bendung 3.3.1.6. Ambang Lebar

Ambang lebar yang sering digunakan di Indonesia adalah ambang lebar-datar- hidung bundar (round-nose horizontal broad-crested weir). Bentuk ambang bagian depan ujung atasnya dibundarkan dengan radius tertentu. Bentuk bagian hilirnya dapat berbentuk vertikal dan membentuk slope. Bangunan ukur ini dapat dipakai pada saluran dimana headloss kecil walaupun memerlukan kondisi aliran bebas (free-flow).

Persamaan debitnya pada kondisi free flow adalah sebagai berikut,

Dimana :

Q = debit m3/det;

B = lebar ambang (m)

H = tinggi muka air dari ambang di bagian hulu (m).

Beberapa keuntungan dari alat ukur ini adalah:

(a) Sederhana dan cukup kuat;

(b) Berfungsi dengan head loss cukup kecil, (c) Kotoran/sampah akan mudah melewati alat ini, (d) Pengukuran debit mudah (hanya satu lokasi ukur), (e) Kondisi modular flow dapat sampai dengan 0,9.

Kerugiannya adalah:

(a) Memerlukan kondisi aliran bebas, (b) Tidak ada pengatur debit

(27)

Puslitbang Sumber Daya Air 20 Gambar 9. Potongan Memanjang pada Bangunan Ukur Ambang Lebar

(28)

Puslitbang Sumber Daya Air 21 Gambar 10. Bangunan ukur ambang lebar

(29)

Puslitbang Sumber Daya Air 22 3.3.1.7. Parshall Flume (Tenggorokan panjang)

Parshall Flume adalah suatu alat ukur berdasarkan kedalaman yang dapat dipasang di suatu saluran atau alur (furrow) untuk mengukur debit. Terdiri dari tiga bagian utama yakni:

(a) bagian penyempitan (converging or contracting section),

(b) bagian tenggorokan (throat section),

(c) bagian pelebaran (diverging atau expanding section).

Kondisi pengukuran terdiri dari 2 kondisi yakni (a) kondisi aliran bebas (free-flow) 13 dan (b) kondisi tenggelam (submergence). Alat ukur tipe ini ditentukan oleh lebar dari bagian penyempitan,yang artinya debit air diukur berdasarkan mengalirnya air melalui bagian yang menyempit (tenggorokan) dengan bagian dasar yang direndahkan

Kriteria aliran bebas dan tenggelam pada Parshall Flume adalah sebagai berikut:

Lebar tenggorokan (W) Batas aliran bebas (Hb/Ha)14 15 ~ 23 cm (6 ~ 9 inchi) = 60%

30 ~ 244 cm (1 ~ 8 feet) = 70%

Gambar 11. Bangunan ukur Parshall Flume (Tenggorokan panjang)

(30)

Puslitbang Sumber Daya Air 23 Batas atas dari kondisi tenggelam adalah Hb/Ha = 95%. Rumus-rumus yang digunakan adalah:

Kondisi Aliran Bebas (Free Flow):

(31)

Puslitbang Sumber Daya Air 24 Contoh Pengukuran Debit :

(a) Kondisi aliran bebas

Hb/Ha = 40/67 = 60%; Dari Tabel: Ha = 67 cm; W = 61 CM/2 ft, maka Q = 768 lt/dt.

(b) Kondisi tenggelam (submerged)

Untuk W ≤ 1 ft langsung menggunakan debit sesuai tabel 10 dan dikurangi debit pada gambar 9, 10, dan 11 sesuai W nya

untuk W > 1 ft menggunakan faktor pengganda M seperti pada Tabel 5.

Tabel 5. Faktor Pengganda M untuk W > 1 ft

Contoh:

· W = 3 ft; Ha = 64 cm; Hb = 61 cm; Hb/Ha = 0,95 > 0,70, kondisi tenggelam.

· Dari Gambar : Faktor Koreksi untuk W = 1 ft adalah 5,75 cfs (163 lt/det).

· Faktor Pengganda untuk W = 3 ft, M = 2,4. Koreksi untuk W = 3 ft : 5,75 x 2,4 = 390 lt/det

· Dari Tabel 10 untuk kondisi aliran bebas pada W = 3 ft dan Ha = 64 cm, maka Q aliran bebas = 1.086 lt/det.

· Maka Qsubmergence = 1086 – 390 = 696 lt/det

(32)

Puslitbang Sumber Daya Air 25 Gambar 12. Diagram untuk aliran tenggelam (submergence) pada Parshal Flume W = 6 inci

(diubah menjadi satuan metrik (mis. cm)

(33)

Puslitbang Sumber Daya Air 26 Gambar 13 Diagram untuk aliran tenggelam (submergence) pada Parshal Flume W = 9 inci

(34)

Puslitbang Sumber Daya Air 27 Gambar 14 Diagram untuk aliran tenggelam (submergence) pada Parshal Flume W = 12 inci

(1 ft)

(35)

Puslitbang Sumber Daya Air 28 3.3.2 Pengukuran Debit Secara Tidak langsung

Pengukuran debit secara tidak langsung adalah upaya untuk mengetahui besarnya debit melalui pengukuran kecepatan air dan luas penampang basah dimana air itu mengalir.

Setelah kecepatan dan penampang basah diketahui maka besaran dapat ditentukan dengan rumus :

Dimana :

Q= Debit (m3/dtk) V= Kecepatan air (m/dtk) A= Luas penampang Basah (m2)

Untuk mengetahui penampang basah, factor yang utama adalah elevasi muka air atau tinggi air melalui dasar saluran/sungai . untuk itu diperlukan AWLR, atau yang manual.

Sedangkan untuk kecepatan aliran bisa menggunakan Current meter atau pakai cara pelampungan.

3.3.2.1. Dengan Current meter dan AWLR

AWLR adalah alat perekam tinggi muka air secara kontinyu, dengan menggunakan rating curve yang sesuai akan dengan mudah diketahui debit serta volume dari air yang melewati alat ini.

AWLR hanya dipasang pada daerah irigasi yang mempunya areal lebih besar atau sama dengan 1000 ha, dan dipasang di saluran induk setelah air masuk pintu intake dan melewati kantong lumpur (jika direncanakan dengan kantong lumpur)

Gambar 15. Lokasi penempatan AWLR Langkah pengukuran adalah :

Tentukan penampang basah saluran yang akan diukur dan selanjutnya pena mpang tersebut dibuat menjadi beberapa bagian (Ax)

Masing-masing penampang basah diukur kecepatan alirannya dengan menggunakan current meter (Vx)

(36)

Puslitbang Sumber Daya Air 29

Debit pembagian penampang basah dihitung ; Qx=(Vx)x(Ax)

Debit total adalah penjumlahan seluruh debit bagian pe nampang basah.

3.3.2.2. Dengan Pelampung Langkah pengukuran adalah :

Tentukan ruas saluran (usahakan lurus dan lebar yang sama (panjang minimal L= 10 x lebar saluran(b)).

Tentukan penampang basah awal(A1) dan penampang basah akhir(A2)(berikan patok di awal (kiri dan kanan saluran) dan di akhir (kiri dan kanan saluran))

Tentukan penampang basah rata-rata (A1 + A2)/2 = Art(m2)

Hanyutkan pelampung, catat waktu tempuh mulai dari A1 sampai A2 (T= detik)

Ulangi minimal 3 kali dan hitung waktu tempuh rata-rata (Trt)

Hitung kecepatan rata-rata (Vrt = L x Trt)

Hitung debitnya Q = C x Vrt x Art dimana C = factor koreksi

Factor koreksi ( C ) adalah upaya untuk memperoleh perkiraan yang baik dari kecepatan aliran. Hal ini disebabkan karena kecepatan pelampung lebih cepat dari kecepatan aliran rata-rata.

Tabel 6 Faktor koreksi untuk berbagai keadaan

No Keadaan Pelampung C

1 Terapung diatas permukaan air 0.7

2 Melayang 5 cm dibawah permukaan air 0.8

3 Saluran yang pasangan baik 0.85

4 Pelampung yang panjangnya lebih dari 2/3 kedalaman sal

0.9

3.4. PENGATURAN GOLONGAN

Jika pada awal musim penghujan seluruh areal mulai tanam pada waktu bersamaan, kebutuhan maksimum akan irigasi akan jauh melebihi ketersediaan air maupaun kapasitas saluran, maka untuk itu perlu adanya pengaturan awal tanam secara bergilir (golongan).

Dengan adanya rencana golongan, memungkinkan terciptanya pemanfaatan air yang efisien terhadap persediaan air yang terbatas pada awal musim penghujan.

Juru akan menerima intruksi dari Balai PSDA tentang pemberian batas maupun pelaksanaan golongan tersebut. Juru harus konsisten tentang pemberian air dan berkoordinasi dengan IP3A/GP3A/P3A.

Contoh : golongan yang dibuat oleh Ir.TH.D.Van Manen dalam bukunya “Irrigatie in West Indies”

 Misalnya suatu daerah irigasi dengan luas A Ha dibagi menjadi 4 golongan, maka setiap golongan adalah ¼ A Ha.

(37)

Puslitbang Sumber Daya Air 30

 Pemberian air penuh adalah 1,2 l/dt/Ha dan waktu-waktu pemberian air antar golongan dihitung dalam periode tengah bulan.

 Kebutuhan air untuk tanaman padi adalah:

½ bulan pertama : 1,0 l/dt/Ha

1½ bulan berikutnya : 1,2 l/dt/Ha 2½ bulan berikutnya : 0,8 l/dt/Ha

½ bulan berikutnya : 0,4 l/dt/Ha

 Dengan demikian tiap-tiap golongan membutuhkan air:

½ bulan pertama : ¼ A Ha x 11dt/Ha = 0,25 A l/dt

1½ bulan berikutnya : ¼ A Ha x 1,2 l/dt/Ha = 0,30 A l/dt 2½ bulan berikutnya : ¼ A Ha x 0,8 l/dt/Ha = 0,20 A l/dt

½ bulan berikutnya : ¼ A Ha x 0,4 l/dt/Ha = 0,10 A l/d

Rencana Golongan mana yang dipilih pada suatu daerah Irigasi, tergantung kondisi daerah irigasinya, antara lain :

1. Keadaan personil yang melaksanakan kegiatan Operasi dan Pemeliharaan (Balai PSDA, Juru Pengairan, Penjaga Pintu, dan lain-lain)

2. Keadaan P3A yaitu kepatuhan petani terhadap Rencana Tata Tanam 3. Keadaan pintu/alat pengukur debit.

Kalau hal tersebut dipenuhi, maka pilihan jatuh pada rencana golongan tersebar. Kalau hal tersebut tidak dipenuhi, maka pilihan jatuh pada rencana golongan vertikal dan horizontal Keuntungan dan kerugian dari sistem golongan adalah sebagai berikut:

Tabel 7. Keuntungan dan kerugian dari sistem golongan

3.5. KEKURANGAN AIR DAN PENGATURAN GILIRAN

Selama periode kekurangan air , perlu dilakukan pemberian air secara bergiliran . Juru menerima jadwal pemberian giliran air dari Balai PSDA mengenai jadwal yang harus dilaksanakannya.

Juru harus memahami periode giliran pemberian air yang harus dilaksanakan.

Juru harus mensosialisasikan periode giliran kepada IP3A/GP3A/P3A, untuk menentukan kapan mereka mendapat giliran.

Juru harus segera lapor ke Balai PSDA, kapan dan daerah mana yang kekurangan air.

(38)

Puslitbang Sumber Daya Air 31

3.6. PENGISIAN PAPAN OPERASI

Untuk mengisi data papan operasi/ papan pasten diperlukan data rencana tata tanam dan rencana pembagian air dengan urutan tertuang pada tabel 8.

Tabel 8. Proses pengisian papan operasi

Blangko Operasi Jaringan Irigasi Proses Pengisian Kegiatan

Nomor Nama Irigasi Teknis

RTT (Rencana

Tata Tanam)

01 – O

02 – O

03 - O

Usulan luas tanam per daerah irigasi dan kutipan kptsgubernur / bupati /walikota.

Rencanatanam per coordinator balai/uptd/cabang dinas per MT masa tanam.

Kutipan kpts

gub/bupati/walikota mengenai

Pengisian per petak tersier

Pengisian per tersier

Pengisian dari 02-O diisi per tersier

RPA (Rencana Pembagia n Air)

04 – O 05 – O 06 – O 07 – O

08 – O 09 - O

Laporan keadaan air dan tanaman per petak tersier Rencana kebutuhan air di pintu tersier

Pencatatan debit saluran Rencana kebutuhan air di jaringan utama dan pengusulan penetapan pemberian air Pencatatan debit air di

bangunan pengambilan/sungai Perhitungan factor K

Pengisian per tersier Pengisian dari lap 04 – O diisi per tersier.

Pengisian setiap hari Pengisian setiap tengah bulanan

Dilakukan setiap harian di tiap bending

Pengisian dan perhitungan oleh staf ppk/uptd/cab dinas

3.7. PEMBUATAN LAPORAN OPERASI

3.7.1. Pengumpulan data debit

Pengisian blangko O-6 (Pencatatan Debit Saluran) adalah sebagai berikut:

1. Blangko ini dibuat tiap tanggal 13 dan tanggal 28

2. Pencatatan debit dilakukan setiap hari, jam 08.00 WIB, Angka debit dibulatkan dalam satuan 1/det

3. Cara pengukuran debit :

a. Dengan alat pengukur debit standar (Romijn, Cipoletti dll) b. Dengan cara lain (pelampung dll)

4. Jika debit masuk, tetapi tidak diketahui besarnya (berhubung alat ukur rusak, petugas sakit, dll) agar diberi tanda TD = tidak diukur

5. Jika pintu ditutup, debit tidak mengalir (misalnya waktu terjadi giliran) supaya diberi tanda 0 (nol)

(39)

Puslitbang Sumber Daya Air 32 6. Dari data ini dapat dihitung berapa besarnya kehilangan air disetia p ruas saluran --->

dengan memakai blangko (14) kemudian dibuat evaluasi :

a. berapa debit masuk dan berapa debit keluar ---> sehingga diperoleh b. berapa besarnya debit hilang (operation + conveyance losses)

3.7.2. Pengumpulan data tanaman dan kerusakan tanaman

Pengumpulan data tanaman dan kerusakan tanaman dicatat dalam blangko O -4 (Laporan Keadaan Air dan Tanaman Pada Wilayah Mantri / Juru) dengan petunjuk pengisian sebagai berikut:

1. Blangko ini dibuat tiap dua mingguan / tengah bulanan.

2. Butir (1) (Keputusan Target Areal Tanam) diisi oleh Pembantu Pelaksana OP datanya disalin dari blangko ( 03 - O )

3. Butir (2) (Usulan dan Realisasi Luas Tanam) diisi berdasarkan data dari IP3A/ GP3A, 4. Angka-angka areal pada Butir (2) tidak boleh melampaui angka-angka areal pada Butir

(1). Bila melampaui maka Pembantu Pelaksana OP mengoreksi angka-angka pada Butir (2) dengan mengurangi angka-angka areal pada Butir (2).

5. Bila IP3A / GP3A belum ada atau belum aktif, maka data diambil dari Kepala Desa.

6. Distribusi Blangko ( 04 - 0 ) : dibuat oleh Pembantu Pelaksana OP dikirim ke Pelaksana OP, Kasubdin/Ka Dinas Pengairan Kabupaten, Koordinator OP Irigasi Wilayah Sungai dan ke Bagian Pelaksana Kegiatan Irigasi Wilayah.

3.7.3. Pengumpulan data hujan

Pengumpulan data hujan dicatat pada blangko O -10 pada kolom 22 keadaan air. Curah hujan dicatat dari stasiun hujan terdekat.

3.7.4. Mengumpulkan data usulan rencana tata tanam

Data usulan rencana tata tanam dikumpulkan pada blangko O -2, dengan petunjuk pengisian sebagai berikut:

1. Blangko ini untuk 2 keperluan yaitu Usulan dari IP3A / GP3A dan Keputusan Komisi Irigasi per Musim Tanam (MT)

2. Periode Musim Tanam = Di silang (X) yang tidak dipergunakan.

3. Usulan P3A = Dibuat 1 bulan sebelum dimulainya MT. 1.

4. Keputusan = Disalin dari Blanko ( 03 - O ) dan ini menjadi pedoman P3A , berapa luas tanam yang diizinkan

3.7.5. Melaporkan kejadian banjir kepada balai/UPTD

Kejadian banjir dicatat pada blangko O-12 pada kolom 30, 31 dan 32 3.7.6. Melaporkan terjadi kekurangan air yang kritis kepada balai/UPTD Kekurangan air dicatat pula pada blangko O-12 pada kolom 27, 28 dan 29.

Referensi

Dokumen terkait

Strategi kegiatan pemeliharaan jaringan irigasi Daerah Irigasi Blimbing dengan batasan anggaran Rp.100.000.000 dengan memaksimumkan nilai prioritas juga mempunyai

24 Program Pengembangan dan Pengelolaan Jaringan Irigasi, Rawa dan Jaringan Pengairan Lainnya KEGIATAN : 1.03.. 10 Rehabilitasi/Pemeliharaan

Evaluasi kinerja operasi dan pemeliharaan sistem irigasi didasarkan pada beberapa parameter, diantaranya : kinerja fungsioanl infrastruktur jaringan irigasi

Strategi kegiatan pemeliharaan jaringan irigasi Daerah Irigasi Blimbing dengan batasan anggaran Rp.100.000.000 dengan memaksimumkan nilai prioritas juga mempunyai

Efisiensi pengairan yang pada umumnya terjadi di jaringan utama dan efisiensi di jaringan sekunder yaitu dari bangunan pembagi sampai petak sawah, Efisiensi

Pengelolaan rawa, baik pasang surut maupun lebak dilandasi pada prinsip keseimbangan antara upaya konservasi dan pendayagunaan rawa dengan memperhatikan daya rusak

PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN SUMBER DAYA AIR DAN KONSTRUKSI 49 Gabungan Perkumpulan Petani Pemakai Air GP3A dapat berperan serta dalam operasi jaringan irigasi primer dan sekunder

 Jaringan Irigasi Primer Adalah bagian dari jaringan irigasi yang terdiri dari bangunan utama saluran induk/primer, saluran pembuangnya, bangunan bagi, bangunan bagi sadap,