• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERAN AGAMA DALAM TINDAKAN SOSIAL DARI MASYARAKAT TERHADAP PELAKU BUNUH DIRI DI DESA TALAWAAN KABUPATEN MINAHASA UTARA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERAN AGAMA DALAM TINDAKAN SOSIAL DARI MASYARAKAT TERHADAP PELAKU BUNUH DIRI DI DESA TALAWAAN KABUPATEN MINAHASA UTARA"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

i

PERAN AGAMA DALAM TINDAKAN SOSIAL DARI

MASYARAKAT TERHADAP PELAKU BUNUH DIRI DI DESA

TALAWAAN KABUPATEN MINAHASA UTARA

Oleh,

Aditya Paschal Pantow 712015043

TUGAS AKHIR

Diajukan kepada Program Studi: Teologi, Fakultas Teologi guna memenuhi sebagian dari persyaratan untuk mencapai gelar Sarjana Sains Teologi

(S.Si Teol)

Program Studi Teologi

Fakultas Teologi

Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

vi

MOTO:

SURGA DAN NERAKAKU ITU URUSANKU DENGAN

ALLAHKU BUKAN URUSANMU APALAGI AGAMAMU,

I AM WHO I AM.

*Aditya Paschal Pantow

KERJAKAN APA YANG MENJADI TUGASMU, DAN

BIARLAH TUHAN MENGERJAKAN TUGAS-NYA

UNTUKMU DAN APAPUN YANG KAMU LAKUKAN

BIARLAH ITU SEMUA UNTUK TUHAN.

MATIUS 25 AYAT 40:

SESUNGGUHNYA SEGALA SESUATU YANG KAMU

LAKUKAN UNTUK SALAH SEORANG DARI SAUDARA-KU

YANG PALING HINA INI, KAMU TELAH MELAKUKANNYA

(7)

vii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Kuasa atas segala berkat, hikmat dan rahmat-Nya sehingga penulis bisa menyelesaikan tugas akhir ini dengan segala baik. Penulis sangat menyadari bahwa kerena campur tangan Tuhan sehingga penulis dapat menyelesaikannya. Tugas Akhir ini disusun sebagai pemenuhan salah satu syarat untuk menyelesaikan perkuliahan di Fakultas Teologi Program Studi Ilmu Teologi, Universitas Kristen Satya Wacana.

Pada kesempatan ini pun penulis menyampaikan terima kasih kepada mereka yang selama ini sudah membantu penulis dalam memberikan dorongan, motivasi, doa, dan juga yang membantu secara langsung ketika penulis mengerjakan tulisan ini. Karena penulis sadari tanpa bantuan dari mereka tugas akhir ini tidak akan selesai tepat waktu dan dengan segalanya baik. Dengan segala kerendahan hati penulis menyampaikan terimah kasih kepada :

1. Kepada keluargaku tercinta, Papa Djoni Pantow, Mama Yeni Yusni Umboh, Kakak Linda dan Indro. Ponakan Levrand. Terima kasih karena cinta kasihnya, kesabaran, doa serta dorongan yang selama ini diberikan dan tak hentinya mendoakan saya yang berada jauh.

2. Kepada Oma Lidya, Opa Lepa, Oma Femmy, Oma Enci, Opa Ile, Mami Dewi, Om Iwan, Tua Tenden, Tua Keke, Om Jet, Tua Rodi serta Seluruh Keluarga Besar Pantow-Umboh, Pantow-Sumampow, dan Umboh-Pongoh. Terima kasih atas doa, dukungan dan dana yang akan selalu saya ingat dan kiranya Tuhan membalas semua kebaikan yang keluarga berikan.

3. Kepada Pdt. Dr. Rama Tulus Pilakoannu dan Pdt. Gunawan Yuli Agung Suprabowo DTh selaku pembimbing yang sudah dengan sabar membimbing saya dan tidak pernah bosan memberikan masukan dan saran untuk penulisan tugas akhir ini.

4. Kepada Mama Budi, Pdt Handry, Pdt. Fidelis dan seluruh dosen dan staff TU yang berada di Fakultas Teologi UKSW.

5. Kepada Hukum Tua dan Masyarakat Desa Talawaan yang dengan senang hati menerima saya ketika melakukan penelitian.

(8)

viii

6. Kepada jemaat, majelis dan pendeta GPIB Tamansari Salatiga Pdt. Miss Paletimmu Sono Bogar dan Pdt. Erika Mataheru-Tataung yang telah menerima dan memberikan saya ijin untuk melakukan pelayanan dari tahun 2015 sampai dengan sekarang ini.

7. Kepada Panti Asuhan Salib Putih yang telah mengijinkan saya melakukan pelayanan dan mengijinkan saya belajar disana selama 1 semester.

8. Kepada jemaat, majelis dan pendeta GMIM Sion Raanan Baru, yang sudah mengijinkan saya berpelayanan dan berbagi ilmu pada PPL akhir. Keluarga Pdt. Ineke Jetty Tengor-Akay M.Th dan Keluarga Pdt. Sammy Marentek dan keluarga Bella-Marentek.

9. Kepada Dean, Ferro, Ngaung, Vano, Wily, (Kos Cimon) Bram, Keber, Patrik, Bungsu, Pat, Cres, Risky, Agung, Rivo, Reney, Erik, Didon, Joy, Fab, Joe, Andri, Axel, Nimo, Kokoh, Dino, Adolp yang sudah setia menemani segala kegiatan dan kegalauan selama kuliah dan penulisan tugas akhir.

10. Kepada Chindy Bulamei, Julio Nendissa dan Dimitri Bawole yang dengan setia menemani dan mendukung saya dari awal kuliah sampai pada akhir kuliah saya. Kamang, Samy yang menemani saat PPL Akhir. Chelle Yang dengan senang menemani saat pengurusan wisuda Februari yang cerah. 11. Kepada anggota Rukun Pinaesaan Salatiga yang boleh mempercayakan

saya untuk memimpin organisasi selama satu periode.

12. Kepada seluruh teman-tema Kaki saribu manado 2015 yang menemani kehidupan saya dari awal masuk sampai sekarang ini.

13. Kepada Teologi angkatan 2015 yang telah sama-sama berjuang sampai akhir ini.

14. Kepada panitia Paskah dan Natal GPIB Tahun 2019 yang sudah menjadi keluarga dan memotivasi dan mendoakan saya dalam mengerjakan tugas akhir ini.

15. Kepada Perwalian Wali studi Ayah Rama yang selalu memotivasi, mendoakan dan mengingatkan agar cepat lulus. Tuhan memberkati kalian.

(9)

ix

16. Kepada teman-teman dan sahabat di Manado, Dio, Hardi, Audy, Somba, Elia, Rey, Tombeg, Fany, Buts, Daud, Marko, Eto yang selalu mendukung walau dari jauh.

17. Kepada mereka yang pernah menghiasi kehidupan saya selama berada di salatiga entah pacar, gebetan dan teman dekat yang tidak bisa saya sebutkan nama-nama kalian.

18. Kepada mereka yang dermawan yang tidak bisa saya sebutkan satu per satu. Terimakasih atas doa, dukungan dan bantuan dari kalian semua. 19. Terima kasih juga saya ucapkan buat mereka para pembaca yang

meluangkan waktunya untuk membaca Tugas Akhir ini. Kurang atau lebihnya kiranya Tuhan memberkati kita semua.

Salatiga, Januari 2020 Penulis,

(10)

1 Latar Belakang

Kematian selain tidak dapat diramalkan juga berada di luar kekuasaan manusia meskipun manusia mengetahui bahwa pasti akan mati tapi hampir semua

orang tidak tau dengan pasti kapan kematian akan terjadi.1 Berarti kematian

merupakan otoritas dari sang pemilik kehidupan, dan kenyataan hidup yang harus dihadapi oleh setiap manusia. Meskipun, manusia takut akan kematian karena mereka tidak mengetahui dengan jelas kapan kematian itu datang. Tak seorangpun, selain barangkali orang yang bunuh diri, dapat merencanakan

kematiannya, apalagi mengaturnya.2 Pada kenyataannya kematian juga bisa dilihat

sebagai suatu pilihan bagi manusia dengan cara bunuh diri. Namun dalam kehidupan sosial bermasyarakat, kematian yang diakibatkan oleh keinginan sendiri merupakan sesuatu peristiwa yang rendah dan dipandang sebagai hal yang tabu dan tidak bisa diterima.

Perlakuan ini ditemukan di Desa Talawaan Kabupaten Minahasa Utara, ketika didapati orang mati akibat bunuh diri, mereka tidak diperbolehkan dimakamkan layaknya orang mati pada umumnya. Pada umumnya orang mati di sana sebelum dimakamkan diibadahkan, diupacarakan dengan selayaknya. Sementera itu, jenazah orang mati bunuh diri dilakukan seperti binatang dan juga ketika mau dibawa ke pemakaman tidak boleh keluar dari pintu utama rumah (pintu depan) atau harus lewat pintu samping, pintu belakang (dapur) atau jendela seakan-akan tidak dianggap sebagai manusia lagi. Perlakuan seperti ini dilakukan atau didasari dengan mengatasnamakan budaya yang sudah berlaku di Desa

Talawaan Kabupaten Minahasa Utara sejak zaman dulu.3

Dalam kehidupan sosial hak merupakan hal yang sangat penting dalam kehidupan setiap individu dalam masyarakat. Hak untuk mendapatkan penguburan yang layak tentunya menjadi hak setiap orang yang sudah meninggal. Tanggung jawab pun terletak pada masyararakat dan lingkungan sosial sekitar dalam memberikan pelayanan penguburan agar tertibnya interaksi masyarakat di lingkungan sosial itu sendiri. Adapun hal ini merupakan hal yang manusiawi

1

Elizabeth K. Nottingham, Agama dan Masyarakat (Jakarta: Rajawali Pers, 1990), 77.

2

Nottingham, Agama dan Masyarakat, 77.

3

(11)

2

dalam kehidupan sosial bermasyarakat. Hubungan antara manusia ditertibkan

untuk mencapai solidaritas, kerjasama, saling menghargai dan cinta kasih.4

Mengingat aspek formal dari kebudayaan terletak dalam karya budi yang mentransformasikan data, fakta, situasi dan kejadian alam yang dihadapinya itu

menjadi nilai bagi manusia.5 Dengan melihat kembali budaya di Desa Talawaan

Kabupaten Minahasa Utara berkaitan dengan orang mati bunuh diri tentunya jauh dari tujuan manusiawi dan bertentangan dengan filosofi masyarakat Minahasa yaitu “si tou timou tumou tou” (yang artinya manusia hidup untuk memanusiakan manusia lain). Melalui filosofi tersebut masyarakat seharusnya memberikan pelayanan penguburan yang manusiawi terhadap pelaku bunuh diri dan juga teruntuk keluarga pelaku bunuh diri masyarakat berkewajiban untuk ambil bagian dalam pendampingan sosial agar supaya keluarga bisa menerima peristiwa tersebut. Namun pada kenyataanya masyarakat di sana mulai bergeser dari cara hidup sosial yang baik melalui filosofi masyarakat Minahasa, sehingga budaya tersebut dilihat sebagai suatu hal yang tidak manusiawi atau tidak bernilai.

Pergeseran hidup yang baik dari filosofi masyarakan minahasa berimbas juga dalam kehidupan gereja. Desa Talawaan Kabupaten Minahasa Utara terdapat

tujuh denominasi gereja,6 didapati apabila ada anggota dari jemaat yang menjadi

pelaku bunuh diri, gereja tidak bisa melayani ibadah pemakaman karena budaya tersebut. Jadi melihat kembali perlakuan yang mengatasnamakan budaya di Desa Talawaan Kabupaten Minahasa Utara dapat dilihat tidak adanya keadilan dalam perlakuan sosial di sana, dalam hal ini perlakuan dari pemerintah dan masyarakat terhadap pelaku bunuh diri dan keluarga dari pelaku bunuh diri. Perlakuan seperti itu dapat saja menyinggung perasaan dari keluarga pelaku bunuh diri dan apalagi hal ini diduga mendapat dukungan dari pemerintah dan masyarakat. Pastinya hal ini akan berdampak sangat fatal pada relasi dan interaksi keluarga pelaku bunuh diri dengan pemerintah dan masyarakat karena merusak salah satu sendi perlakuan

4

J.W.M. Bakker SJ, Filsafat Kebudayaan: Sebuah Pengantar, (Yogyakarta: Kanisius, 1984), 17.

5

Bakker, Strategi Kebudayaan, 18.

6

Tujuh denominasi gereja di Desa Talawaan Kabupaten Minahasa Utara: 1). GMIM Imanuel Talawaan. 2). GPdI Victory Talawaan. 3). Gereja Katolik St. Nikolaus Talawaan. 4). Gereja Advent Hari ke Tujuh Talawaan. 5). GKR Talawaan. 6). GESBA Efrata Talawaan. 7). GKP Talawaan.

(12)

3

sosial terhadap masayarat yang membeda-bedakan perlakuan bagi orang mati akibat bunuh diri dengan orang yang mati pada umumnya.

Kebudayaan juga bagian dari tradisi atau sebagai pewarisan, norma-norma, adat istiadat, dan kaidah -kaidah, akan tetapi tradisi tersebut bukan berarti

tidak dapat diubah.7 Pemahaman mengenai budaya dan perlakuan bagi pelaku

bunuh diri dan keluarga dari pelaku bunuh diri di Desa Talawaan Kabupaten Minahasa Utara sudah harus dievaluasi kembali. Karena begitu banyak pertanyaan bermunculan mengenai budaya yang di temukan di Desa Talawaan Kabupaten Minahasa Utara seperti; masih relevankah tindakan pemerintah terhadap pelaku bunuh diri? Apa yang dirasakan keluarga ketikan perlakukan itu terjadi? Bagaimana perlakukan sosial dari pemerintah dan masyarakat bagi keluarga? Apa peran agama dalam menyikapi hal tersebut? Apakah masih ada keadilan perlakuan sosial di Desa Talawaan Kabupaten Minahasa Utara atas budaya tersebut?

Roscoe Hinkle dalam buku Sosiologi Ilmu Pengetahuan berparadigma ganda mengatakan bahwa setiap tindakan manusia harus berdasarkan pada ketentuan norma dan nilai-nilai dari beberapa asumsi fundamental yang merujuk pada karya Mac Iver, Znaniecki dan Parsons bahwa tindakan sosial merupakan tindakan manusia yang dimulai dari kesadaran diri sendiri sebagai subjek, dalam artian mampu menyesuaikan diri dari situasi eksternal dalam posisi sebagai objek. Sebagai subjek mampu bertindak atau berperilaku menggunakan cara teknik, prosedur, metode, serta perangkat yang cocok untuk mencapai tujuan. Dengan demikian sikap menghargai dan kerukunan tercipta antara kelompok-kelompok

dalam masyarakat itu sendiri.8

Berdasarkan latar belakang tersebut maka yang menjadi rumusan masalah dari tulisan ini adalah bagaimana peran agama dalam tindakan sosial dari masyarakat terhadap pelaku bunuh diri di Desa Talawaan Kabupaten Minahasa Utara. Oleh karena itu yang menjadi tujuan dari penelitian ini ialah mendeskripsikan dan menganalisis peran agama dalam tindakan sosial dari

7

C.A. Van Peursen, Strategi Kebudayaan (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1976), 11.

8

George Ritzer, Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda, ( Depok: PT Raja Grafindo Persada,2018), 46.

(13)

4

masyarakat terhadap pelaku bunuh diri di Desa Talawaan Kabupaten Minahasa Utara.

Ada pun manfaat dari penelitian ini setidaknya memberikan sumbangsih dan informasi bagi masyarakat luas teristimewa warga Kristen terhadap peran agama dalam tindakan sosial dari masyarakat terhadap pelaku bunuh diri di Desa Talawaan Kabupaten Minahasa. Di samping itu juga tulisan ini dapat memberikan referensi dalam bidang akademik mahasiswa teologi dalam bidang sosiologi agama yang melaksanakan studi serta menyikapi persoalan-persoalan sosial yang terjadi dalam dunia pelayanan baik di gereja dan masyarakat.

Metode penelitian yang dilakukan oleh penulis adalah metode deskriptif dengan cara penulis mendeskripsikan masalah-masalah yang berkaitan dengan

masalah yang akan diteliti oleh penulis.9 Teknik yang digunakan adalah

wawancara, dengan tujuan mendapatkan data-data tentang masalah yang diteliti oleh penulis dari sumber yang akan diwawancarai oleh penulis melalui percakapan dengan bertatap muka secara langsung. Penulis akan melakukan observasi terlebih dahulu untuk menambah data-data tentang apa yang diteliti. Wawancara akan dilakukan dengan beberapa narasumber yang ada di Desa Talawaan Kabupaten Minahasa Utara. Teknik yang dipakai oleh penulis adalah Purposive Sampling sampel akan dilakukan secara sengaja yang ditentukan oleh

peneliti.10 Penulis juga akan membaca buku – buku, jurnal serta apa saja yang

dapat mendukung penulisan tugas akhir, khususnya yang berkaitan dengan topik penulis.

Dalam mengerjakan tulisan ini, penulis membagi dalam lima bagian. Pada bagian pertama, penulis akan memaparkan latar belakang permasalahan, rumusan masalahan, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian, serta sistematika penulisan yang menjadi kerangka umum penulisan tugas akhir ini. Bagian kedua, penulis akan memaparkan landasan teori yang berkaitan dengan teori tindakan sosial. Bagian ketiga, penulis akan memaparkan hasil penelitian dan penjelasan umum mengenai Desa Talawaan Kabupaten Minahasa Utara. Bagian

9

J. D. Engel, Metode Penelitian Sosial dan Teologgi Kristen, (Salatiga: Widya Sari Press, 2005) 24.

10

SARMANU, Dasar Metodologi Kuantitatif, Kualitatif dan statiska. (Surabaya: Airlangga University Press,2017), 5.

(14)

5

keempat, penulis akan menganalisis dari hasil penemuan pada bagian ketiga. Bagian kelima, penulis akan memaparkan kesimpulan penelitian tugas akhir, serta saran-saran yang dapat membangun serta dipergunakan oleh berbagai pihak yang berkaitan.

Pemahaman Tindakan Sosial dan Peran Agama Manusia dan Tindakan Sosial

Dalam menjalankan kehidupan setiap hari sebagai makhluk sosial, manusia selalu terlibat dalam pusaran hubungan sosial di lingkungan sekitar atau dalam masyarakat. Hubungan antara individu dengan kelompok, kelompok dengan kelompok atau pun individu dengan kelompok pasti menimbulkan interaksi yang akan menciptakan hubungan sosial yang menimbulkan suatu sistem sosial dalam masyarakat. Tindakan sosial ialah tindakan yang penuh arti dari setiap individu, yang semua tindakannya itu memiliki makna atau arti yang subjektif bagi dirinya dan diarahkan kepada tindakan orang lain. Ketika tindakan diarahkan kepada benda mati maka itu bukan merupakan tindakan sosial. Tindakan sosial juga merupakan tindakan yang nyata-nyata diarahkan kepada

orang lain.11 Weber membagi menjadi empat bagian tentang tindakan sosial,12

yakni:

1. Zwerk Rational

Yakni tindakan sosial murni dalam tindakan ini individu dan kelompok dalam masyarakat tidak hanya sekadar menilai cara yang baik untuk mencapai tujuannya tapi juga menentukan nilai dari tujuan itu sendiri. 2. Werktrational Action

Tindakan ini antara individu dan masyarakat tidak dapat menilai apakah cara-cara yang dipilihnya itu merupakan tindakan yang paling tepat ataukah lebih tepat untuk mencapai tujuannya yang lain.

11

George, Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda, 38.

12

(15)

6 3. Affectual Action

Tindakan yang sengaja dibuat-buat dan dipengaruhi oleh perasaan emosi dan kepura-puraan dari individu atau pun kelompok dalam masyarakat.

4. Traditional Action

Tindakan yang didasarkan atas kebiasaan dalam mengerjakan sesuatu di masa lalu sehingga menjadi suatu budaya dalam masyarakat itu

sendiri.13

Menurut Gillin dan Gillin ada dua macam proses sosial yang timbul sebagai

akibat dari interaksi sosial,14 yakni:

a. Asosiatif yang merupakan proses sosial yang mendekatkan atau mempersatukan, dan di dalamnya meliputi: kerja sama, antara individu dan kelompok karena memiliki tujuan yang sama. Akomodasi, diperlukan juga untuk penyusuaian agar tidak terjadi kekacauan antara individu dan kelompok. Asimilasi, diperlukan untuk mengurangi perbedaan antara individu dengan kelompok sehingga terjadi kesamaan agar tujuan yang sama tercapai, dan akulturasi, sehingga ketika kelompok masyarakat diperhadapkan dengan budaya asing dapat menerima budaya tersebut dan diolah kedalam budaya sendri tanpa menghilangkan identitas dari budaya itu sendiri.

b. Disosiatif, proses sosial yang menjauhkan atau mempertentangkan seperti, persaingan atau kompetisi, perjuangan yang dilakukan secara sengaja oleh kelompok atau individu tertentu untuk meraih kemenangan yang kompetitif tanpa menimbulkan konflik atau ancaman. Kontravensi, sikap ini bisa membuat individu atau kelompok menjadi benci akan tetapi tidak sampai pada pertentangan dan konflik, karena proses ini berada di tengah-tengah pertentangan dan konflik, wujudnya adalah adanya sikap ketidaksenangan baik yang disembunyikan atau pun yang terang-terangan seperti sikap

13

George Ritzer, Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda, 40-41.

14

(16)

7

menghasut, menfitnah dan mengintimidasi serta ditujukan kepada individu atau kelompok terhadap unsur-unsur kebudayaan tertentu, dan konflik proses sosial ini antara individu dan kelompok terjadi perbedaan yang sangat mendasar sehingga terjadi pemisah dalam

berinteraksi sosial di masyarakat. 15

Tindakan sosial berarti tindakan yang tidak terlepas dari kegiatan manusia, individu atau pun kelompok sebagai mahkluk sosial dalam kehidupannya setiap hari. Hal ini dibutuhkan individu dan kelompok dalam masyarakat sebagai peran atas tindakan itu sendiri.

Hinkle berasumsi bahwa, setiap tindakan yang muncul dari manusia itu merupakan suatu kesadaran sebagai subjek dan dari situasi eksternal dalam posisinya sebagai obyek. Sebagai objek, manusia individu atau kelompok bertindak dan berperilaku untuk mencapai tujuan tertentu sehingga sehingga tindakan dari manusia itu pasti memiliki tujuan. Dengan adaya tindakan tersebut manusia memiliki cara atau teknik serta perangkat yang sudah diperkirakannya cocok untuk meraih tujuannya karena setiap tindakan yang dilakukannya hanya dibatasi dengan kondisi yang tidak dapat diubah dengan sendirinya. Manusia juga melakukan penilaian dan mengevaluasi terhadap tindakan yang akan dilakukan, sedang dilakukan bahkan apa yang sudah dilakukan sebelumnya. Ukuran dan aturan serta prinsip diharapkan timbul dalam setiap tindakan untuk mengambil keputusan karena hubungan sosial memerlukan penggunaan teknik penemuan

yang bersifat subjektif.16

Parsons menyusun skema unit-unit dasar atas tindakan sosial,17 sebagai

berikut:

a. Harus adanya individu atau kelompok dalam masyarakat selaku aktor. b. Individu atau kelompok dalam masyarakat yang dipandang sebagai

pemburu tujuan-tujuan tertentu.

c. Setiap individu atau kelompok mempunyai alternatif cara, alat serta tenik untuk mencapai tujuannya.

15

Fredian, Sosiologi Umum, 45-55.

16

George, Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda, 46.

17

(17)

8

d. Individu atau kelompok pasti berhadapan dengan sejumlah kondisi situasional yang dapat membatasi tindakannya dalam mencapai tujuan. e. Individu atau kelompok berada dibawa kendala dari nila-nilai,

norma-norma dan berbagai ide abstrak yang mempengaruhinya.18

Sesuai apa yang sudah dipaparkan di atas, tindakan sosial adalah proses individu atau kelompok sebagai aktor sangat penting dalam pengambilan keputusan-keputusan yang subjektif atas semua sarana dan cara-cara untuk mencapai suatu tujuan tertentu yang dipilih, tetapi semuanya itu dibatasi oleh kemungkinan tertentu atas sistem kebudayaan dalam bentuk norma-norma,

ide-ide, serta nilai-nilai sosial yang ada di dalam masyarakat itu sendiri.19

Peran dan Fungsi Agama

Menurut KBBI, agama adalah ajaran, sistem yang mengatur tata keimanan, kepercayaan dan peribadatan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa serta tata kaidah yang berhubungan dengan pergaulan manusia dengan manusia serta

lingkungannya.20 Agama juga merupakan gejala yang begitu sering ditemukan di

mana-mana. Agama sangat berkaitan dengan usaha manusia untuk mengukur dalamnya makna atas keberadaannya sendiri dan keberadaan alam semesta ini. Agama juga telah menimbulkan khayalan yang paling luas serta dipakai juga untuk mengiakan kekejaman orang terhadap orang lain. Agama juga dapat membangkitkan kebahagiaan batin yang sempurna tetapi juga perasaan takut dan

ngeri.21 Dalam masyarakat yang dewasa ini, agama merupakan salah satu struktur

institusional yang penting sehingga melengkapi seluruh sistem sosial. Agama sudah dipahami sebagai pemersatu aspirasi manusia yang sangat sublim; sebagai sejumlah besar moralitas, tatanan masyarakat dan perdamaian batin individu dan

juga yang memuliakan maunsia dan membuat manusia itu beradab.22

Menurut Nikolas Luhmann aspek yang harus diperhatikan dalam definisi dari agama itu sendiri ialah aspek fungsionalnya. Ia mengatakan bahwa agama

18

George, Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda, 48-49.

19

George, Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda, 49.

20

https://kbbi.web.id/agama akses Desember 2019.

21

Nottingham, Agama dan Masyarakat, 3.

22

Thomas F. Dea, Sosiologi Agama: Suatu Pengetahuan Awal (Jakarta: Rajawali Pers, 1987), 1-2.

(18)

9

terutama sebagai suatu cara dengan mana suatu fungsi khas dimainkan dalam

situasi evolusioner yang berubah terus-menerus.23 Pemahaman tentang fungsi

agama tidak terlepas dari tantangan yang selalu dihadapi oleh manusia dan

masyarakatnya. Fungsi agama24 dibagi menjadi empat, yakni:

a. Fungsi edukatif

Agama sebagai pemberi didikan dan membimbing. Agama dianggap sanggup serta mampu memberikan pengajaran yang otoritatif bahkan dalam hal yang sakral.

b. Fungsi penyelamatan

Agama dipercayakan untuk menjamin keselamatan baik dalam kehidupan sekarang maupun ketika manti nanti. Itu semua timbul dari naluri manusia itu sendiri dan tidak boleh dipandang ringan.

c. Fungsi pengawasan sosial (social control)

Agama merasa harus ikut mengontrol berdasarkan adanya norma-norma susila yang baik yang diberlakukan atas masyarakat manusia umumnya. Kaidah-kaidah moral yang tercantum dalam hukum adat, yang merupakan cetusan hati nurani masyarakat yang dinilai sebagai pusaka suci yang berasal dari pada leluhur yang menerimanya dari Tuhan.

d. Fungsi memupuk persaudaraan

Semua manusia mendambakan persaudaraan dan perdamaian. Adanya kesatuan sosiologis, kesatuan berdasarkan ideologi bersama, persatuan berdasarkan sistem politik yang sama, kesatuan atas dasar pragmatis dan juga kesatuan iman keagamaan.

e. Fungsi transformatif

Fungsi yang akan dilakukan kepada agama, mengubah seluruh bentuk kehidupan masyarakat yang lama menuju ke dalam bentuk kehidupan yang baru, termasuk di dalamnya mengganti nilai-nilai yang sudah

23

D. Hondropuspito, Sosiologi Agama, (Yogyakarta: Kanisius,1983), 35.

24

(19)

10

lama dengan menanamkan suatu nilai-nilai yang baru dalam

masyarakat itu sendiri.25

Agama dilihat sebagai pemersatu aspirasi dari manusia/masyarakat, sehingga agama diharapkan memberikan perdamaian bagi setiap batin pemeluknya dan juga membuat pemeluknya beradab. Meskipun dalam dalam beberapa catatan agama dituduh sebagai penghabat kemajuan manusia/masyarakat akan tetapi agama mampu memperlihatkan kecenderungan yang revolusioner. Menurut Durkheim yang merupakan seorang pelopor dari sosiologi agama berpendapat bahwa agama merupakan akar dari semua kebudayaan yang sangat

tinggi.26 Agama merupakan suatu bentuk berperilaku manusia/masyarakat yang

sudah terorganisir dengan baik, kerena kehadirannya memberikan atau menjawab semua persoalan serta memberikan sumbangsi terhadap tatanan kelembagaan dan mempertahankan sistem sosial dalam masyarakat.

Agama diharapkan mengidentifikasikan individu dengan kelompok atau masyarakat sehingga menolong pemeluknya dalam ketidak pastiannya, menghibur ketika dalam keterpurukan serta mengingatkan akan tujuan dari masyarakat dan memperkuat moral dari pemeluknya. Agama dijadikan sebagai lembaga pengembangan tugas agar masyarakat dapat memperhatikan fungsi agama dalam menciptakan keadilan, kesejukan, kesejahteraan dan kedamaian sehingga kerohanian setiap pemeluknya dapat terwujud serta menguatkan kesatuan dan stabilitas masyarakat dengan menjunjung pengendalian sosial, menopang nilai-nilai dan tujuan yang baik untuk mengatasi kesalahan dan keterasingan dalam

masyarakat.27

Agama juga hadir atas sebuah kesadaran dari masyarakat atas ketidakmampuannya dan ketidakpastiannya sehingga agama sangat diharapkan untuk membantu masyarakat agar tidak mengandalkan kemampuan manusiawi, tetapi sadar akan keterbatasan sebagai manusia sehingga mengakui bahwa ada kekuatan yang mereka dapatkan berdasarkan pengalaman fundamental dengan

25

D. Hondropuspito, Sosiologi Agama, 38-57.

26

Thomas F. Dea, Sosiologi Agama: Suatu Pengetahuan Awal, 3.

27

(20)

11

peribadatan. Dengan demikian maka agama dapat membantu masyarakat untuk mencapai kelesamatan.

Kesimpulan: tindakan sosial merupakan strategi penting yang dapat digunakan untuk mengendalikan semua tantangan yang dialami oleh masyarakat. Tindakan sosial juga memberikan pandangan kepada masyarakat bahwa setiap orang mampu untuk menghargai dan menyadari setiap kesempatan. Ketika adanya kesadaran itu maka kesadaran itulah yang dijadikan sebagai bagian dari penyesuaian atau menyesuaikan diri walau dalam situasi dan kondisi yang tidak menyenangkan dengan kelompok yang berbeda, karena hanya melalui tindakan sosial setiap orang mendapatkan pintu masuk dalam memahami realitas sosial dalam masyarakat. Melalui tindakan sosial juga peran dari agama juga bisa masuk sebagai pemersatu, pemupuk persaudaraan, pemberi didikan dan melaksanakan pengawasan. Tindakan sosial sangat berkaitan dengan tindakan individu atau kelompok untuk mempertimbangkan dengan sangat adil tentang interpretatif dari situasi, interaksi dan hubungan sosial dalam masyarakat yang dikaitkan dengan adanya preferensi dari nilai, kepercayaan, emosi, otoritas, kesempatan dan kebiasan. Ini merupakan bagian terpenting ketika individu atau kelompok sebagai makhluk sosial dalam bermasyarakat ketika menghadapi berbagai tantangan. HASIL PENELITIAN

Lokasi dan Gambaran Umum

Desa Talawaan merupakan salah satu desa yang berada di daerah Minahasa Utara. Letak geografis Kabupaten Minahasa Utara antara 124° 40’ 38,39’’ – 125° 15’ 15,53’’ BT dan 1° 17’ 51,93’’ – 1° 56’ 41,03’’ LU. Dengan batas Wilayah Minahasa Utara sebagai berikut: Utara: Kabupaten Kepulauan Sangihe dan Laut Sulawesi, Timur: Kota Bitung dan Laut Maluku,

Barat : Kota Manado dan Laut Sulawesi, dan Selatan: Kabupaten Minahasa.28

Menurut data yang didapat jumlah penduduk Desa 3106 Jiwa dengan persentase: laki-laki berjumlah 1575 Jiwa, dan Perempuan 1531 Jiwa. Penggolongan penduduk menurut pekerjaan di Desa Talawaan: Petani/Pekebun: 773 jiwa, PNS: 218 jiwa, karyawan swasta: 129 jiwa, wiraswasta: 74 Jiwa, TNI/POLRI: 12 jiwa,

28

(21)

12

pelaut: 102 jiwa, pelajar dan mahasiswa: 662 Jiwa, pekerjaan lainnya: 647 Jiwa, dan yang berkerja: 493 Jiwa. Terdapat tujuh unit gereja dan mayoritas agama di

Desa Talawaan Kabupaten Minahasa Utara beragama Kristen Protestan.29

Pandangan Masyarakat tentang Bunuh Diri

Pandangan secara umum di masyarakat Desa Talawaan bunuh diri merupakan perilaku yang bodoh sehingga menjadi momok di masyarakat bahwa orang yang mati akibat membunuh dirinya sendiri bahwa pelaku melampaui kehendak Tuhan. Pelaku tidak mau bergaul dekat dan berkomunikasi dengan Tuhan sehingga ia mengikuti kata hatinya sendiri. akibatnya yang datang melayat untuk pelaku bunuh diri saat mau dimakamkan itu sangat sedikit karena masyarakat juga ingin memperlihatkan kepada keluarga bahwa masyarakat tidak

menyetujui bunuh diri itu. 30 Lebih jauh lagi, leluhur orang Minahasa sudah

mengetahui dengan pasti tentang kematian sehingga mereka sudah menyediakan peti mati sebelum kematian itu datang dan juga ada satu kelompok khusus untuk membuat peti mati bagi mereka yang meninggal. Namun demikian, mereka tidak menyediakan untuk mereka yang mati akibat bunuh diri. Leluhur tidak menyetujui kematian atas kehendak sendiri karena mereka beranggapan bahwa mati bunuh diri itu dilarang oleh Tuhan, membunuh diri sendiri juga termasuk mengambil hak

dari pada Tuhan.31

Bunuh diri juga merupakan tindakan dari orang yang tidak dapat lagi mengatasi masalah dalam kehidupannya bisa dikarenakan faktor ekonomi, keluarga dan pasangan (untuk anak muda) sehingga pelaku berpikir untuk mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri. Bunuh diri bisa dikategorikan menjadi empat; pertama, pelaku menggantungkan dirinya. Kedua, meminum racun. Ketiga, lompat dari gedung atau tempat yang tinggi dan keempat, menabrakkan

diri ke mobil, motor atau kendaraan lainnya yang sedang berjalan.32 Dengan

adanya peristiwa bunuh diri timbulah penilaian buruk dari masyarakat. Masyarakat beranggapan bahwa pelaku sangat bodoh dan buruk karena

29

Sumber: Data asli dari pemerintah Desa Talawaan Kabupaten Minahasa Utara

30

Wawancara dengan Bpk. Ferdy Sambiran (Hukum Tua Desa Talawaan) 06 November 2019.

31

Wawancara dengan Bpk. Adrian Lensun. 05 November 2019.

32

(22)

13

melakukan hal itu dan juga mempermalukan keluarga besar, kasihan isteri, suami,

anak-anak atau kakak beradik yang ditinggalkan karena menanggung malu.33

Ketika dikaji berdasarkan Alkitab, bunuh diri adalah kekejian bagi Allah, itu sangat dilarang karena melawan kehendak Tuhan. Di daerah Kristen, bunuh diri merupakan aib bagi jemaat dan gereja. Memang perlu dilihat sisi penyebabnya sehingga pelaku memutuskan untuk mengakhiri hidupnya. Tidak boleh seseorang menghakimi karena penghakiman itu otoritas Allah karena Firman Tuhan mengajurkan agar seseorang untuk tidak boleh bunuh diri karena

bertentangan dengan Firman Tuhan.34

Perlakuan di Desa Talawaan Kabupaten Minahasa Utara

Tuntutan adat yang berlaku di Desa Talawaan ketika didapati orang mati bunuh diri pelaku tidak boleh diupacarakan seperti kebiasaan dalam kedukaan. Pelaku bunuh diri tidak boleh diibadahkan, bahkan jenazahnya walaupun sudah dalam peti mati tidak boleh dikeluarkan melalui pintu depan rumah dan harus dikeluarkan melalui jendela dan tidak diperlakukan seperti manusia lagi. Ini merupakan hukum ada yang berlaku di Desa Talawaan dan juga merupakan kearifan lokal yang ada di Desa ini. Perlakuan seperti itu mau mengingatkan pada masyarakat bahwa pelaku mati dengan tidak wajar sehingga dengan adanya hukum ada seperti itu ingin memperlihatkan dan mempertontonkan kepada

masyarakat supaya masyarakat tidak mengikuti apa yang pelaku lakukan.35

Ada yang sangat menyetujui ketika orang yang mati bunuh diri diperlakukan demikian supaya tidak ada lagi yang mengikuti apa yang dilakukan pelaku. Sebagian masyarakat sangat tidak senang dengan mereka yang mati bunuh diri itu karena sangat memalukan. Berlakunya tradisi ini sudah sangat lama umur Desa Talawaan sudah tiga ratus enam puluhan jadi, sudah sejak lama tradisi itu dilaksanakan. Pada masa lampau jika didapati ada yang mati bunuh diri pelaku

hanya dibungkus dengan kain dan ditarik di jalan menuju pemakaman.36 Ada juga

33

Wawancara dengan Ibu. Anna Mandagi. 06 November 2019.

34

Wawancara dengan Pdt. Steven Pelle. (Gembala GPDI Victory Talawaan) 05 November 2019.

35

Wawancara dengan Bpk. Ferdy Sambiran. 06 November 2019.

36

(23)

14

yang mengatakan kalau ada yang mati bunuh diri pada zaman dulu tidak menggunakan peti mati tetapi hanya dibungkus dengan sinengking (bambu yang dibelah kecil-kecil) dan tidak boleh lewat jalan raya tapi kase tengkol (lewat jalan pintas) sampai ke tempat pemakaman. Mungkin para leluhur dahulu belum mampu membahasakannya dengan kata-kata sehingga mereka membahasakannya

lewat tindakan nyata sehingga mereka sepakat atas perlakuan itu.37 Tidak bisa

dipungkiri atas tradasi yang masih dilaksanakan di Desa Talawaan ini banyak yang mendukung dan tidak mendukung atas perlakuan yang pemerintah laksanakan sebagai tuntutan adat, hukuman adat dan yang mereka sebut sebagai kearifan lokal.

Tanggapan Gereja dan Masyarakat

Tradisi, perlakuan atau tuntutan adat yang ada di Desa Talawaan yang sampai sekarang ini masih dipegang dan diberlakukan oleh pemerintah Desa sudah sangat tidak relevan lagi. Bagi keluarga pelaku apa yang mereka perlakukan kepada pelaku sama halnya dengan membawa seekor ajing kudis ke pemakaman. Keluarga pelaku juga sampai sekarang masih sangat mengingat perlakuan yang dilakukan pemerintah terhadap mereka. Mereka mengatakan bahwa sudah tidak ada keseimbangan sosial lagi di masyarakat atas perlakuan itu karena yang meninggal merupakan manusia jadi apa salahnya jika diperlakukan selayaknya

manusia.38

Keluarga juga sangat kecewa atas perlakuan yang mereka alami. Mereka mengatakan walaupun mati bunuh diri harus diibadahkan karena itu adalah hak atas mereka yang memeluk agama sehingga diperlakukan sama dengan mereka yang meninggal pada umumnya. Namun demikian, keluarga tetap menerima apa yang menjadi keputusan dari pemerintah, mereka tidak bisa berbuat apa-apa atas keputusan pemerintah. Penolakan dari keluarga pasti ada akan tetapi keluarga tidak bisa berbuat apa-apa selain mengikuti apa yang sudah menjadi tradisi atau

adat di Desa Talawaan.39

37

Wawancara dengan Bpk. Adrian Lensun. 05 November 2019.

38

Wawancara dengan Ibu. Amben Wentuk. (keluarga) 04 November 2019.

39

(24)

15

Menurut sebagian masyarakat bahwa perlakuan seperti itu sudah sangat tidak manusiawi lagi dan tidak wajar lagi untuk dilakukan, akan tetapi perlakuan ini mau mengingatkan kepada masyarakat agar hal seperti itu tidak boleh dicontoh. Menurut mereka pemerintah dan gerejalah yang harus berdiskusi untuk

mencarikan jalan tengah atas tradisi tersebut.40 Bisa jadi hal itu dilakukan dengan

menghapus atau menghilangkan tradisi atau adat yang dianggap tidak relevan lagi dikalangan tokoh agama, tokoh pemerintah, tokoh pendidikan dan tokoh masyarakat. Itu menjadi tugas mereka untuk membicarakannya sehingga mereka jugalah yang memutuskan untuk tetap melanjutkan tradisi ini atau tidak. Jika kita meninjau kembali tradisi tersebut, tampaknya sudah tidak adanya keseimbangan perlakuan sosial di masyarakat. Bagi keluarga dari pelaku bunuh diri juga merasa

ada perlakuan yang tidak adil akibat tuntutan adat tersebut.41

Gereja perlu hadir dalam keluarga yang berduka untuk memberikan penguatan dan menghibur bagi mereka yang berduka. Tetapi dengan adanya tuntutan adat bagi pelaku bunuh diri yang harus dilaksanakan dalam masyarakat

gereja tidak dapat menolak dan tidak bisa berbuat apa-apa. 42 Gereja hadir akan

tetapi tidak bisa berbuat apa-apa bagi pelaku bunuh diri untuk diibadahkan pemakaman karena tradisi tersebut sudah merupakan keputusan bersama dalam masyarakat. Gereja hadir hanya bagi keluarga untuk memberikan pendampingan dan penguatan sehingga keluarga kuat dalam menghadapi setiap pergumulan mereka. Walaupun gereja tidak menerima atas apa yang sudah pelaku buat, gereja tetap melayani keluarga pelaku karena biar bagaimanapun keluarga merupakan jemaat yang sudah menjadi tugas panggilan gereja untuk tetap memberikan

pelayanan tanpa memandang buluh.43

Berdasarkan penelitian yang sudah penulis laksanakan dan jabarkan di atas maka penulis menyimpulkan adanya perlakuan atas tindakan dari pemerintah yang tidak seimbang kepada keluarga pelaku dan pelaku bunuh diri dengan masyarakat yang mati tidak dikarenakan bunuh diri di Desa Talawaan Kabupaten

40

Wawancara dengan Bpk. Adrian Lensun. 05 November 2019.

41

Wawancara dengan Bpk. Agustinus Tambani. 04 November 2019.

42

Wawancara dengan Pdt. Ester Engkol. (Pendeta GMIM Imanuel Talawaan) 05 November 2019.

43

Wawancara dengan Pdt. Steven Pelle. (Gembala GPDI Victory Talawaan) 05 November 2019.

(25)

16

Minahasa Utara. Begitu juga dengan tradisi atau adat di Desa Talawaan sudah harus dievaluasi kembali karena membuat keluarga pelaku bunuh diri tersudut dan merasa dinomorduakan dalam masyarakat. Menyadari peran agama tersebut, maka gereja perlu mengevaluasi kembali peran serta tugas panggilan gereja itu sendiri.

Peran Agama dalam Tindakan Sosial dari Masyarakat terhadap Pelaku Bunuh Diri di Desa Talawaan Kabupaten Minahasa Utara

Kesadaran tentang Konteks

Masyarakat di Desa Talawaan Kabupaten Minahasa Utara sangat menyadari pentingnya kehidupan yang berinteraksi langsung dengan masyarakat. Masyarakat di sana tidak mementingkan kepentingan individu melainkan kepentingan bersama karena mereka mengetahui dalam kebersamaan dan kerja sama dapat mencapai tujuan mereka bersama. Dengan penduduk yang mayoritas beragama Kristen di Desa Talawaan Kabupaten Minahasa Utara, masyarakat memercayai bahwa lewat agamalah mereka bisa mendapatkan didikan, pengertian akan hal yang baik dan yang tidak baik. Karenanya, seluruh aktivitas kebersamaan, kerja sama dan tindakan yang masyarakat lakukan untuk mencapai kemaslahatan bersama tersebut, masyarakat selalu berpatokan pada nilai-nilai agama. Hal ini sesuai dengan pendapat Hinkel bahwa tindakan sosial itu timbul

akibat proses sosial yang dilakukan oleh manusia secara sadar.44

Kesadaran Akan Agama

Agama dipercayai mampu memberikan rasa damai dan kebahagiaan karena agamalah yang mengatur proses peribadatan untuk meluapkan emosi keimanan dari setiap manusia yang bertujuan menyembah Tuhan yang maha kuasa. Agama jugalah yang menjadi pemicu utama relasi yang baik di masyarakat antara individu dengan kelompok. Malalui agama manusia menemukan nilai-nilai luhur yang baik untuk dijadikan identitas dalam pergaulan di masyarakat.

Agama juga menjadi pemersatu dalam masyarakat terlebih dalam masyarakat yang dominan mayoritas satu agama. Masyarakat Desa Talawaan

44

(26)

17

Kabupaten Minahasa Utara sangat menjunjung tinggi nilai-nilai agama dilihat dari kehidupan sosial mereka yang sangat mempercayai bahwa didikan, keselamatan, dan memupuk persaudaraan haruslah dilakukan sebagai pemersatu. Agama perlu dijadikan sebagai pengawas untuk mengontrol setiap aktivitas dan tindakan yang mereka lakukan dalam bermasyarakat sehingga hukum adat harus menyesuaikan

dengan nilai-nilai dari agama itu sendri.45

Bentuk Keterikatan dengan Adat

Kesadaran tentang adat istiadat di suatu tempat harus menjadi kepedulian dari setiap masyarakat dan harus disadari sebagai sikap untuk menghargai tampat di mana mereka tinggal. Tuntutan adat yang berlaku di Desa Talawaan Kabupaten Minahasa Utara untuk pelaku bunuh diri, tidak diperlakukan seperti pada umumnya. Penolakan untuk dilaksanakan perlakuan yang sama sangat dikecam oleh masyarakat karena, mereka menganggap bahwa bunuh diri merupakan tindakan yang salah atau keliru. Masyarakat setuju bahwa tindakan untuk tidak diperlakukan sama, agar supaya tidak ada lagi masyarakat yang mencontohi

perlakukan seperti itu.46 Siapa pun yang datang dan tinggal di suatu daerah harus

memiliki kepekaan terhadap budaya dalam hal ini adat istiadat dan patut dihargai oleh setiap masyarakat sebagai bentuk kesadaran terhadap norma-norma yang berlaku secara umum di suatu daerah. Perlakuan atau tindakan seperti ini sudah diberlakukan sejak lama dan didasarkan atas kebiasaan yang ada di Desa

Talawaan Kabupaten Minahasa Utara.47

Pemahaman tentang Pokok Persoalan

Adat istiadat sebenarnya tidak menjadi persoalan dalam kehidupan masyarakat. Namun demikian, sebagai masyarakat yang ada di Desa Talawaan Kabupaten Minahasa Utara, mereka juga harus menyadari bahwa adat istiadat yang sampai sekarang mereka pertahankan menimbulkan penolakan dari sebagian masyarakat yang di dalamnya adalah keluarga dari pelaku bunuh diri karena mereka menganggap terdiskriminasi di masyarakat itu sendri. Tidak boleh di

45

Lihat Landasan Teori, 7.

46

Lihat Landasan Teori, 7.

47

(27)

18

upacarakan adat, tidak boleh diibadahkan oleh gereja, bahkan diperlakukan seperti binatang untuk dimakamkan. Perlakuan seperti ini dinilai tidak manusiawi lagi. Walaupun tujuan dari perlakuan itu supaya tidak ada lagi individu dalam masyarakat yang mengikuti perilaku yang tidak terpuji tersebut akan tetapi diperlukan cara-cara yang lebih menusiawi lagi, sehingga tidak menimbulkan konflik dalam masyarakat. Konflik yang terjadi akibat penolakan dari masyarakat dalam hal ini adalah keluarga pelaku. Mereka tidak menyetujui untuk diberlakukan perlakuan seperti itu sehingga ada penolakan berupa adu mulut antara keluarga dengan pemerintah yang merupakan perpanjangan tangan dari masyarakat. Hal ini merupakan proses sosial antara keluarga pelaku dan kelompok masyarakat lain karena terjadi perbedaan yang sangat mendasar akibat perlakuan tersebut sehingga menimbulkan jurang pemisah diantara masyarakat

dalam berinteraksi.48

Kehadiran agama dalam hal ini gereja sebagai pemersatu aspirasi dari manusia atau masyarakat sebagai pemeluknya sangatlah penting dan diharapkan dapat

memberikan ketenangan, perdamaian bagi setiap pemeluknya.49 Namun demikian,

agama tidak dapat berbuat apa-apa. Agama kehilangan tugas dan tanggungjawabnya sebagai pemberi didikan, dan pengawasan sosial dalam hal ini gereja tidak bisa memberikan penjelasan kepada masyarakat tentang adat atau perlakuan yang terjadi di Desa Talawaan Kabupaten Minahasa Utara. Agama dalam hal ini gereja hanya melakukan fungsinya terhadap keluarga pelaku dengan melaksanakan perkunjungan, doa dan penguatan. Gereja tidak mampu menjelaskan pandanganya tentang mati bunuh diri yang tidak boleh dilayani itu, sehingga keberadaan agama sebenarnya sebagai agen-agen perubahan yang membawa nilai-nilai positif dan perubahan hilang karena agama hanya fokus pada

pemberitaan keselamatan dan mengesampingkan fungsi yang lain.50

Kehadiran dan peran agama sangatlah diperlukan karena merupakan strategi dari tindakan sosial yang dapat digunakan sebagai bentuk dari kesadaran manusia sebagai makhluk sosial yang mampu menyikapi persoalan yang berlaku.

48

Lihat Landasan Teori, 7.

49

Lihat Landasan Teori, 10.

50

(28)

19

Masyarakat di Desa Talawaan Kabupaten Minahasa Utara sadar bahwa agama sangat penting dalam mengatur tata keimanan dan peribadatan kepada Tuhan yang Maha Kuasa serta mewujudkannya lewat relasi dengan sesama dan lingkungannya. Karena itu, tindakan sosial menjadi penting karena apa yang dilakukan tidak akan terlepas dari kegiatan manusia sebagai suatu kesadaran yang

mutlak.51

Kesimpulan:

Berdasarkan hasil analisis, Desa Talawaan Kabupaten Minahasa Utara menyadari akan pentingnya kesadaran atas tindakan dan nilai-nilai luhur dari agama dan kehidupan sosial dalam berinteraksi di masyarakat dan juga kesadaran akan pentingnya peran agama sebagai pemersatu, sehingga masyarakat harus menyesuaikan diri, menerima perkembangan dan memiliki sikap keterbukaan untuk mengevaluasi kembali adat istiadat yang sampai sekarang mereka laksanakan. Agama dalam hal ini gereja harus menyuarakan suara kenabiannya atas tindakan-tindakan dalam masyarakat yang sudah bergeser dari tujuan agama. Gereja berperan untuk mencarikan solusi yang dapat dipertanggung jawabkan untuk mengganti atau menghilangkan perlakuan penolakan itu sehingga masyarakat mengerti dan merasakan peranan gereja dalam masyarakat.

Dalam masyarakat yang beragama seharusnya menciptakan sikap saling menghargai dan menghormati satu dengan yang lain, baik yang masih hidup dan yang sudah meninggal sehingga perlakuan yang sama juga diharapkan bisa menjadi bagian dari mereka yang mati akibat bunuh diri tanpa meninggalkan nilai-nilai atau norma-norma dalam masyarakat dan agama yang sudah tertanam dalam kehidupan masyarakat sejak dahulu. Falsafah hidup orang minahasa “Si tou timou tumou tou” sebagai salah satu dasar untuk memperkokoh kesadaran masyarakat merupakan acuan dalam mengambil sebuah tindakan dalam masyarakat. Bahwa manusia hidup untuk memanusiakan manusia lain juga dapat terlihat dalam upacara kematian dan perlakuan terhadap mereka yang mati akibat bunuh diri, sehingga mereka atau pelaku bunuh diri juga diperlakukan selayaknya manusia bukan binatang dan terhindar dari konfik di dalam masyarakat itu sendiri.

51

(29)

20 Saran:

1. Agama dalam hal ini gereja sebagai tubuh Kristus dan sebagai lembaga harus berperan penting dalam masyarakat, sehingga masyarakat dapat merasakan peranan dan kehadiran dari gereja itu sendiri serta dapat mengontrol segala tindakan sosial yang ada di masyarakat.

2. Gereja diharapkan menerapkan nilai-nilai agama, budaya, sesuai dengan perkembangan yang ada tanpa meninggalkan nilai-nilai dan budaya yang masih relevan dengan masyarakat yang tidak tergolong dalam diskriminasi.

3. Sebagai gereja harus menjadi pembawa perubahan dan menjadi lembaga yang membentuk karakter masyarakat dalam pertumbuhan iman, sehingga masyarakat sadar akan pentingnya membangun strategi dan tindakan sosial dalam berinteraksi di tengah-tengah masyarakat.

4. Masyarakat harus selalu siap dalam perubahan, perkembangan zaman sehingga ketika adat yang sudah tidak relevan dihilangkan atau diganti masyarakat pada umumnya sudah bisa menerima dan melaksanakannya. 5. Pemerintah, tokoh agama, tokoh pendidikan, tokoh masyarakat,

disarankan untuk duduk bersama dan membicarakan tentang adat yang masih relevan atau yang sudah tidak relevan dan memutuskan untuk dihilangkan atau tetap dilanjutkan. Dalam hal ini perlakuan terhadap mereka yang mati akibat bunuh diri.

(30)

21

Daftar Pustaka

Bakker, J.W.M. Filsafat Kebudayaan: Sebuah Pengantar. Yogyakarta: Kanisius, 1984.

Engel, Jacob D. Metode Penelitian Sosial dan Teologi Kristen. Salatiga: Widya Sari Press, 2005.

Greertz, Clifford. Kebudayaan dan Agama. Yogyakarta: Kanisius, 1992. Gulo, W. Metodologi Penelitian. Jakarta: Gramedia, 2002.

Hasdian, Fredian Tonny. Sosiologi Umum. Yogyakarta: Yayasan Pustaka Obor, 2015.

Liliweri, Alo. Pengantar Studi Kebudayaan. Bandung: Nusa Media, 2014.

M.S, Kaelan. Metode Penelitian Kualitatif Interdisipliner Bidang Sosial, Budaya, Filsafat, Seni, Agama dan Humaniora. Yogyakarta: Paradigma, 2012. Nottingham, Elizabeth. K. Agama dan Masyarakat: Suatu Pengantar Sosiologi

Agama. Jakarta: Rajawali Pers, 1990.

Peursen, C.A Van. Strategi Kebudayaan. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1976. Ray, David R. Gereja yang Hidup: Ide-ide Segar Menjadikan Ibadah Lebih

Indah. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2009.

Ritzer, George. Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda. Depok: PT Raja Grafindo Persada, 2018.

Thomas, F. Dea. Sosiologi Agama: Suatu Pengetahuan Awal. Jakarta: Rajawali Pers, 1987.

Wirawan, I.B. Teori-Teori Sosial dalam Tiga Paradigma: Fakta Sosial, Definisi Sosial, dan Perilaku Sosial. Jakarta: Prenada Media Group, 2012.

Yawangoe, A.A. Agama dan Kerukunan. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2006.

Jurnal

Pradipta Nemesius. “Belas kasih Allah dalam Kematian Kristiani Menurut Karl

Rahner.” Jurnal Teologi (2019) 47-64. Diakses 23 September 2019.

Referensi

Dokumen terkait

gonorrhoeae pada far- ing, banyak dijumpai pada kelompok homoseksual, seperti yang dilaporkan oleh Noble dikk., yaitu 21 dari 27 gonoko- kus pada faring berasal

Hasil penelitian dan pengembangan menunjukkan bahwa uji kelompok kecil, uji kelompok besar dan uji ahli menyatakan bahwa produk “papan berpeluang” menarik dan layak

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai ujian kompetensi keahlian kejuruan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam POS UN yang ditetapkan oleh BSNP. Kepala Sekolah

Sesuai dasar teori pada program keselamatan kerja yang baik adalah program yang didasarkan pada prinsip close the loop atau prinsip penindaklanjutan hingga tuntas, karena

Kedua kebijakan ini menyangkut masalah pengelolaan permintaan dengan tujuan untuk mempertahankan produksi nasional suatu perekonomian atau suatu negara yang mendekati kesempatan

Observasi yang dilakukan oleh peneliti harus berdasarkan apa yang dia lihat pada saat proses pembelajaran, peneliti yang ikut serta dan terlibat melakukan apa

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa terdapat terdapat perbedaan pengaruh yang signifikan antara penerapan pendekatan saintifik melalui model pembelajaran

Hal ini dikarenakan para penikmat musik dari para pengamen jalanan yang mereka sajikan tidak akan pernah mengusir mereka dengan sikap yang kasar, dan di tempat ini mereka