• Tidak ada hasil yang ditemukan

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PEMERINTAH KOTA MAKASSAR DALAM PENGELOLAAN SAMPAH DI TPA TAMANGAPA KECAMATAN MANGGALA. LINA HERLINA Nomor stambuk:

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PEMERINTAH KOTA MAKASSAR DALAM PENGELOLAAN SAMPAH DI TPA TAMANGAPA KECAMATAN MANGGALA. LINA HERLINA Nomor stambuk:"

Copied!
90
0
0

Teks penuh

(1)

LINA HERLINA

Nomor stambuk: 105640099510

PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

(2)

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Pemerintahan

Disusun dan diajukan oleh LINA HERLINA

Nomor stambuk : 105640099510

Kepada

PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

(3)

Tamangapa Kecamatan Manggala. Nama Mahasiswa : Lina Herlina

Nomor Stambuk : 105640099510 Program Studi : Ilmu Pemerintahan

Menyetujui:

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. H. Muhlis Madani, M.Si Dr. Nuryanti Mustari, S.IP, M.Si

Mengetahui:

Dekan Ketua Jurusan

Fisipol Unismuh Makassar Ilmu Pemerintahan

(4)
(5)

Nama mahasiswa : Lina Herlina Nomor Stambuk : 105640099510 Program studi : Ilmu Pemerintahan

Menyatakan bahwa benar karya ilmiah ini adalah penelitian saya sendiri tampa bantuan dari pihak lain atau telah ditulis / publikasikan orang lain atau melakukan plagiat. Pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan apabila dikemudian hari peryataan ini tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik sesuai aturan yang berlaku, sekalipun itu pencabutan gelar akademik.

Makassar, 10 Oktober 2014 Yang Menyatakan,

(6)

Implementasi kebijakan pemerintah merupakan salah satu variabel yang menentukan pencapaian tujuan pemerintahh yang sangat terkait langsung dengan kepada upaya pemerintah dalam melayani dan mengatur masyarakat dan lingkungannya. Seperti yang terjadi di Kota Makassar masalah pengelolaan sampah masih menjadi polemik bagi pemerintah yang disebabkan oleh peningkatan jumlah sampah yang di produksi setiap hari, hal ini membuat pemerintah harus bekerja ekstra untuk menanganinya termasuk pembuatan Perda dan kebijakan-kebijakan. Berdasarkan hal tersebut, peneliti terdorong untuk menggambarkan dan menjelaskan implementasi kebijakan pemerintah Kota Makassar dalam Pengelolaan Sampah di TPA Tamangapa Kecamatan Manggala.

Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif (menjelaskan kondisi objek secara alamiah) dengan informan sebanyak 10 (Sepuluh) orang yang dipilih berdasarkan pandangan bahwa informan memiliki pengetahuan dan informasi mengenai permasalahan yang diteliti yakni Kepala Dinas Pertamanan dan Kebersihan Kota Makassar, Ketua Staf, dan pengelolah Teknis Lapangan TPA. sumber Data yang dikumpulkan dengan menggunakan instrumen berupa; observasi dan dokumentasi serta dikembangkan dengan wawancara terhadap informan.

Hasil penelitian menunjukkan Implementasi Kebijakan Pemerintah Kota Makassar dalam Pengelolaan Sampah di TPA Tamangapa Kecamatan Manggala belum maksimal ini terlihat dari belum mencukupinya jumlah armada yang mengangkut sampah dibandingkan dengan jumlah sampah setiap hari yang dihasilkan oleh masyarakat, serta belum memadainya fasilitas lain seperti infrastruktur jalan menuju lokasi TPA sehingga menyebabkan terganggunya mobilitas pengelolaan sampah.

(7)

rahmat dan karunia-Nya semoga kita senantiasa berada dalam lindungan- Nya. Teriring salam dan salawat pada junjungan Rasulullah SAW dan Keluarga yang dicintainya beserta sahabat-sahabatnya, sehingga skripsi yang berjudul “ Implementasi Kebijakan Pemerintah Kota Makassar Dalam Pengelolaan Sampah di TPA Tamangapa Kecamatan Manggala” dapat penulis selesaikan dengan baik dan tepat waktu. Penulis menyusun skripsi ini sebagai karya ilmiah yang merupakan persyaratan untuk memperoleh gelar serjana pada program studi Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Makassar.

Penulis menyadari bahwa di dalam penyusunan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, baik dari segi teknik penulisan maupun dari segi isinya. Untuk itu, penulis menerima segala bentuk usul, saran ataupun kritikan yang sifatnya membangun demi penyempurnaan berikutnya. Dalam proses penyusunan skripsi ini, penulis tidak terlepas dari berbagai rintangan, mulai dari pengumpulan literatur, pengumpulan data sampai pada pengolahan data maupun dalam tahap penulisan. Namun dengan kesabaran dan ketekunan yang dilandasi dengan rasa tanggung jawab selaku mahasiswa dan juga bantuan dari berbagai pihak, baik material maupun moril, akhirnya skripsi ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Pada kesempatan yang baik ini pula, penulis juga menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan kepada:

(8)

meluangkan waktunya membimbing dan mengarahkan penulis serta memberikan motifasi dan mengarahkan hingga penyelesaian skripsi ini. 3. Bapak DR. H. Muhlis Madani, M.Si, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial

dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Makassar beserta seluruh stafnya.

4. Bapak A. Luhur Prianto, S.IP., M.Si selaku Ketua Jurusan Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Makassar beserta seluruh stafnya.

5. Bapak DR. H. Irwan Akib, M.Pd, selaku Rektor Universitas Muhammadiyah Makassar yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menyelesaikan studi Strata Satu (S1) dan yang telah membina Universitas ini dengan sebaik-baiknya.

6. Pemerintah Kota Makassar, segenap staf Dinas Pertamanan dan Kebersihan Kota dan masyarakat Kota Makassar Terima kasih atas segala kerjasama dan bantuan yang telah diberikan selama penulis melaksanakan penelitian.

7. Untuk kedua orang tuaku yang selama ini selalu membimbing serta mengarahkan kearah yang lebih baik, dan telah memberikan dukungan moril serta pengorbanan materi selama ini dengan sabar mengajariku

(9)

bantuannya kepada penulis untuk menyelesikan studi, terima kasih atas bantuan moril dan materi yang selalu diberikan kepada penulis.

9. Terima kasih buat teman-teman KKP Angkatan VII FISIPOL Unismuh Makassar tahun 2013 yang telah bersama-sama berjuang selama kurang lebih Tiga bulan lamanya.

Selain itu, penulis juga mengucapkan permohonan maaf yang sedalam-dalamnya jika penulis telah banyak melakukan kesalahan dan kekhilafan, baik dalam bentuk ucapan maupun tingkah laku, semenjak penulis menginjakkan kaki pertama kali di Universitas Muhammadiyah Makassar hingga selesainya studi penulis. Semua itu adalah murni dari penulis sebagai manusia biasa yang tak pernah luput dari kesalahan dan kekhilafan.

Akhirnya, penulis berharap bahwa apa yang disajikan dalam skripsi ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan. Semoga semua ini dapat bernilai ibadah di sisi-Nya, Aamiin! Sekian dan terimakasih.

Wassalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Makassar, 10 Oktober 2014

(10)

vi

Kata Pengantar ... v

Daftar Isi ... vi

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 6

C. Tujuan Penelitian... 7

D. Kegunaan Penelitian ... 7

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Konsep dan Teori ... 8

B. Kerangka Pikir... 26

C. Fokus Penelitian ... 26

D. Definisi Fokus Penelitian ... 27

BAB III. METODE PENELIATIAN A. Waktu dan Lokasi Penelitian... 28

B. Jenis dan Tipe Penelitian ... 28

C. Sumber Data ... 29

D. Informan Penelitian ... 29

E. Fokus dan Deskripsi Fokus ... 30

F. Teknik Pengumpulan Data ... 30

G. Teknik Analisis Data ... 30

H. Pengabsahan Data ... 31

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi atau Karakteristik Obyek Penelitian ... 33

B. Implementasi Kebijakan Pemerintah Kota Makassar dalam Pengelolaan Sampah di TPA Tamangap ... 37

C. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Implementasi Kebijakan Pemerintah Kota Makassar Dalam Pengelolaan Sampah Di TPA Tamangapa ... 69

BAB V. PENUTUP A. Kesimpulan... 76

B. Saran-Saran ... 77

(11)

1 A. Latar Belakang

Pembangunan nasional pada hakikatnya adalah pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat yang berlandaskan pada Pancasila dan UUD 1945. Pembangunan tersebut harus menyentuh seluruh aspek kehidupan masyarakat di berbagai bidang. Pembangunan daerah sebagai bagian integral dari pembangunan nasional masa sekarang ini mengalami perkembangan yang cukup pesat terutama dalam pembangunan kota, baik pembangunan kota provinsi, kabupaten, kecamatan, bahkan sampai ke pedesaan yang seiring dengan kemajuan ekonomi dan pertumbuhan penduduk yang ditunjukkan dengan pertumbuhan kegiatan produksi dan konsumsi.

Pertambahan jumlah penduduk, peningkatan konsumsi masyarakat dan aktivitas kehidupan masyarakat di perkotaan, menyebabkan bertambahnya volume dan jenis sampah, serta karakteristik sampah yang semakin beragam. Sampah yang ditimbulkan dari aktivitas dan konsumsi masyarakat perkotaan ini, telah menjadi permasalahan lingkungan yang harus ditangani oleh setiap pemerintah kota dengan dukungan partisipasi aktif dari masyarakat perkotaan itu sendiri.

Pengelolaan sampah di kota-kota di Indonesia sampai saat ini belum mencapai hasil yang optimal. Berbagai kendala masih dihadapi dalam melaksanakan pengelolaan sampah tersebut baik kendala ekonomi, sosial budaya maupun penerapan teknologi.

(12)

Permasalahan pengelolaan persampahan menjadi sangat serius di perkotaan akibat kompleksnya permasalahan yang dihadapi dan kepadatan penduduk yang tinggi, sehingga pengelolaan persampahan sering diprioritaskan penanganannya di daerah perkotaan (Moersid, 2004). Permasalahan dalam pengelolaan sampah yang sering terjadi antara lain perilaku dan pola hidup masyarakat masih cenderung mengarah pada peningkatan laju timbulan sampah yang sangat membebani pengelola kebersihan, keterbatasan sumber daya, anggaran, kendaraan personil sehingga pengelola kebersihan belum mampu melayani seluruh sampah yang dihasilkan. Dalam hal pengelolaan sampah bagi Pemerintah Provinsi dan Kabupaten, melalui UU NO.18/2008 mengenai Pengelolaan Sampah dan Peraturan Daerah Kota Makassar NO.4 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Sampah.

Sampah merupakan salah satu permasalahan yang sampai sekarang masih menjadi masalah di beberapa kota besar yang ada di Indonesia.Masalah utama sampah kota umumya terjadi diTPA (tempat pembuangan akhir) terutama beberapa kota besar yang ada di Indonesia.Secara kimiawi sampah terdiri dari sampah organik yakni sampah yang mudah diuraikan karena meiliki rantai kimia yang pendek, dan sampah anorganik yakni sampah yang sulit di uraikan karena memiliki rantai kimia yang panjang. Sampah organik berupa sayur-sayuran, de daunan dan buah-buahan.Sedangkan sampah anorganik misalnya plastik,kaleng, pecahan kaca, dan lain-lain. Kota Makassar, sama seperti kota lainnya di Indonesia, mengalami ke tidak mampuan dalam mengatasi bangkitan dan buangan sampah.Bangkitan sampah padat perkotaan (MunicipalSolid Waste) diperkirakan

(13)

sekitar 800 ton/hari(0,70 kg/kapita/hari atau 3.800 m3/hari 0,23ton/m3)1 pada tahun 2006, dan diperkirakansekitar 458 ton/hari atau 48% (1.991 m3/hari)pada tahun 2007. Limbah sampah tersebut menjadi permasalahan lingkungan karena kuantitas maupun tingkat bahayanya mengganggu kehidupan makhluk hidup disekitarnya, karena bersifat toksik bagi hewan dan manusia (La Grega 2001 dalam Anonim 2008). TPA Tamangapa Antang yang terletak di wilayah kecamatan Antang merupakan pusat tempat pembuangan akhir bagi seluruh wilayah di Makassar, yang sudah beroperasi sekitar 15tahun dengan luas 14,3 Ha. Dalam operasinya tempat pembuangan akhir Antang melakukan cara Open

Dumping, sehingga berpotensi mencemari air tanah. Berdasarkan data Unit Tata

Ruang dan Unit Kelola Lingkungan Makassar 2006, dari sejak dibukanya TPA Tamangapa Antang diperkirakan sudah 1.240.000 ton limbah sampah organik yang dibuang. Kualitas kompos umumnya ditentukan oleh unsur hara yang ada. Kandungan unsur hara dalam kompos terbilang lengkap tapi jumlahnya sedikit sehingga perlu ditingkatkan kualitasnya dengan menambahkan bahan lain seperti kotoran ternak dan mikroorganisme yang menguntungkan. EM4 merupakan mikroorganisme yang dapat meningkatkan mikroba tanah, memperbaiki kesehatan, dan kualitas tanah serta mempercepat pengomposan. Mikroorganisme ini memberikan pengaruh yang baik terhadap kualitas kompos. Peneliti ingin mengetahui penanganan sampah organik dalam mengelolah menjadi kompos dengan penambahan larutan EM-4 (effectiveMicrooganic).

Kebijakan pemerintah dalam rangka menciptakan masyarakat yang bersih memang sampai saat ini belum dapat berjalan sebagaimana mestinya. Indonesia

(14)

sebagai salah satu negara dengan jumlah penduduk yang besar di dunia dengan populasi jumlah pendudukan berkisar 220 juta jiwa memang sangat berpengaruh pada pola konsumsi masyarakat yang berakibat menimbulkan bertambahnya volume sampah, dengan jenis dan karakteristik sampah spesifik sebagai bagian pola konsumsi.

Sampah telah menjadi masalah klasik dari sebuah daerah perkotaan atau wilayah permukiman yang padat penduduknya dengan lingkungan lahan disekitarnya yang terbatas. Berbicara mengenai persoalan sampah, segera muncul dalam pikiran kita pada umumnya adalah persoalan apa yang terlihat secara visual kasat mata, yaitu sampah yang ada di tong tempat pembuangan sampah, sampah yang berserakan di pinggir jalan, dan sebagainya, bukan apa yang akan ditimbulkan atau yang akan menjadi dampak dari persoalan sampah tersebut. Sehingga dalam mengatasinya hanya dianggap sebagai masalah “kebersihan.”

Tetapi apakah dengan menyingkirkan sampah, kita telah terlepas dari permasalahan sampah Dan sampah tersebut biasanya masih tetap ada, karena yang terjadi adalah pemindahan sampah dan pemindahan permasalahannya. Hal ini terleihat bagaimana pada lingkungan permukiman atau perkotaan telah terbebas dari tumpukan sampah, tapi disisi lain membiarkan lokasi lain (TPS, TPA dan sebagainya) menjadi gunungan sampah dan sumber polusi bagi lingkungan dan masyarakat sekitarnya.

Pada tanggal 7 Mei tahun 2008 yang lalu telah diundangkan oleh pemerintah Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah. Diundangkannya UU Pengelolaan Sampah ini tidak lain dari makin

(15)

ruwetnya pengaturan persampahan secara nasional, sehingga pengelolaan sampah perlu dilakukan secara komprehensif dan terpadu dari hulu ke hilir agar memberikan manfaat yang sebesar-besarnya baik secara ekonomi dalam pengaturannya maupun kesehatan bagi masyarakat, dan juga aman bagi lingkungan, serta dapat mengubah perilaku masyarakat.

Disamping itu pengaturan mengenai pengelolaan sampah juga diperlukan adanya kepastian hukum, kejelasan tanggung jawab baik bagi pemerintah pusat, pemerintah daerah dan masyarakat dan dunia usaha sehingga pengelolaan sampah dapat berjalan secara profesional, efektif dan efisien. Diundangkannya UU Pengelolaan Sampah sebagaimana yang tertulis dalam UU No. 18 Tahun 2008, menjadi landasan bagi pemerintah baik didaerah dan di pusat dalam mengambil kebijakan pengelolaan sampah yang benar dan efektif.

Sejak dikembangkan mazhab pembangunan berkelanjutan, isu lingkungan menjadi sangat penting. Hal ini terlihat pada kewajiban dilakukannya AMDAL (analisis manfaat dan dampak lingkungan) dalam setiap kegiatan investasi, ISO 1400 tentang keamanan lingkungan, sertifikat ekolebel. Hal ini di nilai penting, karena pelestarian lingkungan (fisik) akan sangat menentukan keberlanjutan kegiatan investasi maupun operasi (utamanya yang terkait dengan tersediannya bahan baku).

Selama ini, pengertian lingkungan, seringkali dimaknai sekedar lingkungan fisik, utamanya yang menyangkut pelestarian sumber daya alam dan lingkungan hidup. Tetapi, dalam praktek perlu disadari bahwa lingkungan sosial juga sangat berpengaruh terhadap keberlanjutan bisnis dan kehidupan. Kesadaran

(16)

seperti itulah yang mendorong di terbitkannya Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 tantang Penanaman modal dan Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang perseroan yang didalamnya mencamtumkan tanggung jawab sosial dan lingkungan oleh penanaman modal.

Kita menyadari masih lemahnya pemahaman masyarakat mengenai arti pentingnya pengelolaan sampah yang benar. Selama ini masyarakat masih beranggapan sampah hanya sebatas sisa kegiatan sehari-hari manusia yang tidak perlu diperhatikan. Masyarakat begitu mudahnya membuang sisa-sisa kegiatan sehari-hari mereka baik berupa sisa-sisa makanan, yang berasal dari benda yang padat yang tidak bisa didaur ulang maupun sisa kegiatan sehari-hari yang dapat didaur ulang untuk dibuang disebarang tempat. Ketidak perhatian masyarakat itu bagian pola masyarakat yang lemah untuk memperhatikan arti pentingnya kesehatan masyarakat. Pemerintah juga masih beranggapan pengaturan mengenai pengelolaan sampah yang benar bukanlah suatu perioritas program yang harus diperhatikan. Walaupun disetiap pemerintahan daerah telah memiliki dinas-dinas kebersihan.

Berdasarkan dari latar belakang di atas maka penulis tertarik untuk mengangkat sebagai bahan penelitian dengan judul “Implementasi Kebijakan Pemerintah Kota Makassar Dalam Pengelolaan Sampah di TPA Tamangapa Kecamatan Manggala”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, maka rumusan masalah dalam bentuk pertanyaan penelitian ini adalah sebagai berikut :

(17)

1. Bagaimana Implementasi Kebijakan Pemerintah Kota Makassar dalam Pengelolaan Sampah di TPA Tamangapa ?

2. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi implementasi kebijakan Pemerintah Kota Makassar dalam pengelolaan sampah di TPA Tamangapa ?.

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari pada penelitian ini antara lain :

1. Untuk mengetahui Implementasi Kebijakan Pemerintah Kota Makassar dalam Pengelolaan Sampah di TPA Tamangapa ?

2. Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi implementasi kebijakan Pemerintah Kota Makassar dalam pengelolaan sampah di TPA Tamangapa ?. D. Manfaat penelitian

1. Manfaat akademis, dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikankontribusi positif yang dapat menunjang bagi pengembangan ilmu pengetahuan khususnya Ilmu Pemerintahan, serta dapat memperkaya khasanah kepustakaan mengenai implementasi kebijakan publik di Kota Makassar.

2. Manfaat Praktis, hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat dan dapat berguna bagi Pemerintah Kota Makassar sebagai suatu bahan informasi, masukan (input) dan sebagai komparasi dalam mengimplementasikan Pengelolaan Sampah di Kota Makassar.

(18)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Implementasi

Menurut Wahab dalam Mustari (2013) mengemukakan bahwa Implementasi adalah tindakan-tindakan yang dilakukan baik oleh individu-individu, pejabat-pejabat, atau kelompok-kelompok pemerintah atau swasta yang diarahkan pada tercapainya tujuan-tujuan yang telah digariskan dalam keputusan kebijakan. Implementasi Kebijakan merupakan langkah lanjutan berdasarkan suatu kebijakan formulasi. Menurut Dunn dalam Mustari (2013) menyatakan bahwa akan halnya implementasi kebijakan, lebih bersifat kegiatan praktis termasuk di dalamnya mengeksekusi dan mengarahkan.

Sehubungan dengan sifat praktis yang ada dalam proses implementasi kebijakan di atas, maka hal yang wajar bahwa implementasi ini berkaitan dengan proses politik dan administrasi. Hal tersebut disebabkan karena ini menyangkut tujuan dari diadakannya kebijakan tersebut .

Konteks implementasi demikian baru akan terlihat pengaruhnya setelah kebijakan teresbut dilaksanakan. Hal itulah yang menunjukan bahwa proses pelaksanaan kebijakan merupakan salah satu tahapan penting atau momentum dalam proses perumusan atau pembuatan kebijakan selanjutnya, sebab berhasil atau tidaknya suatu kebijakan dalam mencapai tujuannya ditentukan dalam pelaksanaanya. Oleh karena itu, rumusan kebijakan yang telah dibuat tidak akan mempunyai arti apa-apa atau hanya akan merupakan rangkaian kata-kata indah

(19)

dan baku tersimpan rapi dalam sebuah dokumen kalau tidak di implementasikan. Berkaitan dengan hal itu, dapat dikatakan bahwa salah satu tolok ukur keberhasilan suatau strategi atau kebijakan terletak pada proses implementasinya.

Hal senada dikemukakan Salusu dalam Mustari (2013) bahwa dalam kasus tertentu, proses implementasi dapat terjadi seketika, tetapi kebanyakan harus menunggu karena memerlukan persiapan yang cukup matang. Implementasi dari suatu kebijakan adalah sesuatu yang sangat peka, menuntut kehati-hatian, dan bahkan pada saat penyusunan alternatif kebijakan dilakukan sudah harus dipertanyakan bagaimana melaksanakan setiap alternatif tersebut.

Implementasi adalah perangkat kegiatan yang dilakukan menyusul satu keputusan. Suatu keputusan selalu dimaksudkan untuk mencapai sasaran. Guna merealisasikan pencapaian sasaran tersebut, diperlukan serangkaian aktivitas. Jadi dapat dikatakan bahwa implementasi adalah operasionalisasi dari berbagai aktivitas guna mencapai sasaran tertentu. Masih dalam Salusu dalam Mustari merumuskan implementasi sebagai rangkuman dari berbagai kegiatan yang di dalamnya sumber daya manusia menggunakan sumber daya lain untuk mencapai sasaran dan strategi. Sehingga kegiatan implementasi menyentuh semua jajaran manajemen mulai dari manajemen puncak sampai pada karyawan ini paling bawah.

B. Konsep Kebijakan Pembangunan

Salah satu prasyarat dan faktor pelancar pembangunan adalah, adanya kebijakan pemerintah untuk pembangunan di tingkat nasional, dan penjabarannya oleh aparat pemerintah di tingkat regional dan lokal, serta langkah-langkah

(20)

pelaksanaan yang telah dimusyawarakan oleh warga masyarakat setempat, tentang hal ini harus diingat bahwa kegiatan pemberdayaan masyarakat yang dilaksanakan harus selalu mengacu dan merupakan bagian integral yang tidak boleh terlepas bahkan harus mampu memperlancar pelaksanaan serta tercapainya tujuan-tujuan pembangunan yang telah disepakati di semua aras pelaksanaan pembangunan. Karena itu, setiap penyuluh/fasilitator harus benar-benar memahami semua kebijakan akan hasil-hasil musyawarah masyarakat yang berkaitan dengan pelaksanaan pembangunan.

Tanpa adanya pemahaman yang mendalam tentang kebijakan-kebijakan yang telah di sepakati, penyuluh akan menghadapi kesulitan dalam merumuskan program pemberdayaan masyarakat yang direncanakannya. Di lain pihak, tanpa adanya pemahaman yang baik terhadap kebijakan dan kesepakatan-kesepakatan yang ditetapkan, dikhawatirkan program pemberdayaan masyarakat yang dirumuskan akan kurang bermanfaat, bebeda, atau bahkan mungkin bertentangan dengan kebijakan dan kesepakatan yang ada. Sehubungan dengan itu, beragam kebijakan, peraturan, dan hasil-hasil musyawarah yang harus diperhatikan oleh setiap penyuluh.

C. Faktor Pendukung Implementasi Kebijakan

Implementasi kebijakan bila di pandang dalam pengertian yang luas, merupakan alat administrasi hukum dimana berbagai aktor, organisasi,prosedur, dan teknik yang bekerja bersama-sama untuk menjalankan kebijakan guna meraih dampak atau tujuan yang diinginkan (Winarno dalam Mustari 2013).

(21)

Menurut Teori Implementasi Kebijakan Edward III) yang dikutip oleh Budi winarno, faktor-faktor yang mendukung implementasi kebijakan, yaitu : 1. Komunikasi.

Ada tiga hal penting yang dibahas dalam proses komunikasi kebijakan, yakni transmisi, konsistensi, dan kejelasan (clarity).Faktor pertama yang mendukung implementasi kebijakan adalahtransmisi. Seorang pejabat yang mengimplementasikan keputusan harus menyadari bahwa suatu keputusan telah dibuat dan suatu perintah untuk pelaksanaanya telah dikeluarkan.Faktor kedua yang mendukung implementasi kebijakan adalah kejelasan, yaitu bahwa petunjuk-petunjuk pelaksanaan kebijakan tidak hanya harus diterima oleh para pelaksana kebijakan, tetapi komunikasi tersebut harus jelas.Faktor ketiga yang mendukung implementasi kebijakan adalah konsistensi, yaitu jika implementasi kebijakan ingin berlangsung efektif.

Masih menurut Parsons (2006), model rasional ini berisi gagasan bahwa implementasi adalah menjadikan orang melakukan apa-apa yang diperintahkan dan mengontrol urutan tahapan dalam sebuah sistem.

Mazmanian dan Sabatier (1983) dalam Ratmono (2008), berpendapat bahwa implementasi top down adalah proses pelaksanaan keputusan kebijakan

mendasar. Beberapa ahli yang mengembangkan model implementasi kebijakan dengan perspektif top down adalah sebagai berikut :

a. Van Meter dan Van HornMenurut Meter dan Horn (1975) dalam Nugroho (2008), implementasi kebijakan berjalan secara linear dari kebijakan publik,

(22)

implementor dan kinerja kebijakan publik. Beberapa variable yang mempengaruhi kebijakan public adalah sebagai berikut :

1. Aktifitas implementasi dan komunikasi antar organisasi

2. Karakteristik agen pelaksana/implementor

3. Kondisi ekonomi, social dan politik

4. Kecendrungan (dispotition) pelaksana/implementor

b. Menurut Edward III (1980) dalam Yousa (2007), salah satu pendekatan studi implementasi adalah harus dimulai dengan pernyataan abstrak, seperti yang dikemukakan sebagai berikut, yaitu :

1.Apakah yang menjadi prasyarat bagi implementasi kebijakan ?

2.Apakah yang menjadi faktor penghambat utama bagi keberhasilan implementasi kebijakan?

Sehingga untuk menjawab pertanyaan tersebut di atas, Edward III, mengusulkan 4(empat) variable yang sangat mempengaruhi keberhasilan implementasi kebijakan, yaitu :

1. Communication (komunikasi) ; komunikasi merupakan sarana untuk menyebarluaskan informasi, baik dari atas ke bawah maupun dari bawah ke atas. Untuk menghindari terjadinya distorsi informasi yang disampaikan atasan ke bawahan, perlu adanya ketetapan waktu dalam penyampaian informasi, harus jelas

(23)

informasi yang disampaikan, serta memerlukan ketelitian dan konsistensi dalam menyampaikan informasi

2. Resourcess (sumber-sumber) ; sumber-sumber dalam implementasi kebijakan memegang peranan penting, karena implementasi kebijakan tidak akan efektif bilamana sumber pendukungnya tidak tersedia. Yang termasuk sumber-sumber dimaksud adalah :

a. staf yang relatif cukup jumlahnya dan mempunyai keahlian dan keterampilan untukmelaksanakan kebijakan

b. informasi yang memadai atau relevan untuk keperluan implementasi

c. dukungan dari lingkungan untuk mensukseskan implementasi kebijakan

d. wewenang yang dimiliki implementor untuk melaksanakan kebijakan.

3.Dispotition or Attitude (sikap) ; berkaitan dengan bagaimana sikap implementor dalam mendukung suatu implementasi kebijakan. Seringkali para implementor bersedia untuk mengambil insiatif dalam rangka mencapai kebijakan, tergantung dengan sejauh mana wewenang yang dimilikinya .

4.Bureaucratic structure (struktur birokrasi) ; suatu kebijakan seringkali melibatkan beberapa lembaga atau organisasi dalam proses implementasinya, sehingga diperlukan koordinasi yang efektif antar lembaga-lembaga terkait dalam mendukung keberhasilan implementasi.

(24)

3. Mazmanian dan Sabatier Mazmanian dan Sabatier (1983), mendefinisikan implementasi sebagai upaya melaksanakan keputusan kebijakan, sebagaimana pendapat mereka :

“Implementation is the carrying out of basic policy decision, usually incorporated

in a statute but wich can also take the form of important executives orders or court decision. Ideally, that decision identifies the problem(s) to be pursued, and,

in a vaiety of ways, ‘structures’ the implementation process”.

Menurut model ini, implementasi kebijakan dapat diklasifikan ke dalam tiga variable, yaitu (Nugroho, 2008) :

a. Variabel independen : yaitu mudah-tidaknya masalah dikendalikan yang berkenaan dengan indicator masalah teori dan teknis pelaksanaan, keragaman objek dan perubahan seperti apa yang dikehendaki.

b. Variabel intervening : yaitu variabel kemampuan kebijakan untuk menstrukturkan proses implementasi dengan indikator kejelasan dan konsistensi tujuan

c. Varaibel dependen : yaitu variabel-variabel yang mempengaruhi proses implementasi yang berkenaan dengan indikator kondisi sosial ekonomi dan teknologi, dukungan publik, sikap dan risorsis konstituen, dukungan pejabat yang lebih tinggi dan komitmen dan kualitas kepemimpinan dari pejabat pelaksana.

(25)

5. Model Grindle Menurut Grindle (1980) dalam Wibawa (1994), implementasi kebijakan ditentukan oleh isi kebijakan dan konteks implementasinya. Ide dasarnya adalah bahwa setelah kebijakan ditransformasikan, barulah implementasi kebijakan dilakukan. Keberhasilannya ditentukan oleh derajat implementability dari kebijakan tersebut.

Isi kebijakan, mencakup hal-hal sebagai berikut :

1. Kepentingan yang terpengaruh oleh kebijakan

2. Jenis manfaat yang akan dihasilkan

3. Derajat perubahan yang diinginkan

4. Kedudukan pembuat kebijakan

5. Pelaksana program

6. Sumber daya yang dikerahkan

Sementara itu, konteks implementasinya adalah :

1. Kekuasaan, kepentingan dan strategi aktor yang terlibat

2. Karakteristik lembaga dan penguasa

3. Kepatuhan dan daya tanggap

Model Grindle ini lebih menitik beratkan pada konteks kebijakan, khususnya yang menyangkut dengan implementor, sasaran dan arena konflik yang

(26)

mungkin terjadi di antara para aktor implementasi serta kondisi-kondisi sumber daya implementasi yang diperlukan.

Implementasi Kebijakan Bottom UpModel implementasi dengan pendekatan bottom up muncul sebagai kritik terhadap model pendekatan rasional (top down). Parsons (2006), mengemukakan bahwa yang benar-benar penting dalam implementasi adalah hubungan antara pembuat kebijakan dengan pelaksana kebijakan. Model bottom up adalah model yang memandang proses sebagai sebuah negosiasi dan pembentukan consensus. Masih menurut Parsons (2006), model pendekatan bottom up menekankan pada fakta bahwa implementasi di lapangan memberikan keleluasaan dalam penerapan kebijakan.

Ahli kebijakan yang lebih memfokuskan model implementasi kebijakan dalam persfektif bottom up adalah Adam Smith. Menurut Smith (1973) dalam Islamy (2001), implementasi kebijakan dipandang sebagai suatu proses atau alur. Model Smith ini memamndang proses implementasi kebijakan dari proses kebijakan dari persfekti perubahan social dan politik, dimana kebijakan yang dibuat oleh pemerintah bertujuan untuk mengadakan perbaikan atau perubahan dalam masyarakat sebagai kelompok sasaran.

Menurut Smith dalam Islamy (2001), implementasi kebijakan dipengaruhi oleh empat variable, yaitu :

1. Idealized policy : yaitu pola interaksi yang digagas oleh perumus kebijakan dengan tujuan untuk mendorong, mempengaruhi dan merangsang target group untuk melaksanakannya

(27)

2. Target groups : yaitu bagian dari policy stake holders yang diharapkan dapat mengadopsi pola-pola interaksi sebagaimana yang diharapkan oleh perumus kebijakan. Karena kelompok ini menjadi sasaran dari implementasi kebijakan, maka diharapkan dapat menyesuaikan pola-pola perilakukan dengan kebijakan yang telah dirumuskan

3. Implementing organization : yaitu badan-badan pelaksana yang bertanggung jawab dalam implementasi kebijakan.

4. Environmental factors : unsur-unsur di dalam lingkungan yang mempengaruhi implementasi kebijakan seperti aspek budaya, sosial, ekonomi dan politik.

D. Konsep Pemerintah

Pemerintahan daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah Daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam UUD 1945. Pemerintahan Daerah Provinsi terdiri atas Pemerintah Daerah Provinsi dan DPRD Provinsi. Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota terdiri atas Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dan DPRD Kabupaten Kota. Pemerintah daerah adalah Gubernur, Bupati, atau Walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disebut DPRD adalah lembaga perwakilan rakyat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah, ( UU RI No. 32 Tahun 2004 ).

(28)

Menurut Siswanto ( 2008:54 ), Tujuan pembentukan daerah pada dasarnya dimaksudkan untuk meningkatkan pelayanan publik guna mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat disamping sebagai sarana pendidikan politik di tingkat lokal.

Konsep pemikiran tentang otonomi daerah mengandung pemaknaan terhadap eksistensi otonomi tersebut terhadap penyelenggaraan pemerintahan daerah, pemikiran-pemikiran tersebut antara lain :

Pemikiran pertama, bahwa prinsip otonomi daerah dengan menggunakan prinsip otonomi seluas-luasnya. Arti seluas-luasnya ini mengandung makna bahwa daerah diberikan kewenangan membuat kebijakan daerah, untuk memberi pelayanan, peningkatan peran serta, prakarsa, dan pemberdayaan masyarakat yang bertujuan untuk peningkatan kesejahteraan rakyat. Pemikiran kedua, bahwa prinsip otonomi daerah dengan menggunakan prinsip otonomi yang nyata dan bertanggung jawab. Prinsip otonomi nyata adalah suatu prinsip bahwa untuk menangani urusan pemerintahan dilaksanakan berdasarkan tugas, wewenang, dan kewajiban yang senyatanya telah ada, serta berpotensi untuk tumbuh, hidup dan berkembang sesuai dengan potensi dan kekhasan daerah. Dengan demikian, isi dan jenis otonomi yang bertanggung jawab adalah otonomi yang dalam penyelenggaraannya harus benar-benar sejalan dengan tujuan dan maksud pemberian otonomi, yang pada dasarnya untuk memberdayakan daerah termasuk meningkatkan kesejahteraan rakyat yang merupakan bagian utama dari tujuan nasional.

(29)

Seiring dengan prinsip di atas, dan tujuan serta cita-cita yang terkandung dalam undang-undang yang terkait penyelenggaraan otonomi daerah harus selalu berorientasi pada peningkatan kesejahteraan masyarakat dengan selalu memperhatikan kepentingan dan aspirasi yang tumbuh dalam masyarakat. Di samping itu, penyelenggaraan otonomi daerah juga harus menjamin keserasian hubungan antara daerah yang satu dengan daerah yang lainnya. Artinya, mampu membangun kerja sama antar daerah untuk meningkatkan kesejahteraan bersama dan mencegah ketimpangan antar daerah. Hal yang tidak kalah pentingnya bahwa otonomi daerah juga harus mampu menjamin hubungan yang serasi antar daerah dengan pemerintah. Artinya, harus mampu memelihara dan menjaga keutuhan wilayah negara dan tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam rangka mewujudkan tujuan Negara, ( Sunarso, 2009:8 ).

Pemerintah atau Government dalam bahasa inggris di artikan sebagai “

The authoritative direction and administration of the affairs of men/ women in a

nation, stake, city, etc” atau dalam bahasa Indonesia berarti “Pengarahan dan administrasi yang berwenang atas kegiatan orang-orang dalam sebuah Negara, Negara bagian, kota dan sebagainya. “Governance” lebih merupakan serangkaian proses interaksi sosial politik antara pemerintahan dengan masyarakat dalam berbagai bidang yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat dan intervensi pemerintah atas kepentingan-kepentingan tersebut” Kooiman (1993). Setiap daerah dipimpin oleh kepala pemerintah daerah yang disebut kepala daerah. Kepala Daerah untuk Provinsi disebut Gubernur, untuk Kabupaten disebut Bupati dan untuk Kota adalah Wali Kota. Kepala Daerah dibantu oleh satu orang

(30)

Wakil Kepala Daerah, untuk Provinsi disebut Wakil Gubernur, untuk Kabupaten disebut Wakil Bupati dan untuk Kota disebut Wakil Wali Kota. Kepala dan Wakil Kepala Daerah memiliki tugas, wewenang dan kewajiban serta larangan. Kepala Daerah juga mempunyai kewajiban untuk memberikan laporan penyelenggaraan Pemerintahan Daerah kepada Pemerintah, dan memberikan laporan keterangan pertanggung jawaban kepada DPRD, serta menginformasikan laporan penyelenggaraan Pemerintahan Daerah kepada masyarakat. Gubernur yang karena jabatannya berkedudukan juga sebagai Wakil Pemerintah Pusat di wilayah Provinsi yang bersangkutan, dalam pengertian untuk menjembatani dan memperpendek rentang kendali pelaksanaan tugas dan fungsi Pemerintah termasuk dalam pembinaan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan urusan Pemerintahan pada strata Pemerintahan Kabupaten dan Kota. Dalam kedudukannya sebagai Wakil Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud, Gubernur bertanggung jawab kepada Presiden.

Dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah disusun perencanaan pembangunan daerah sebagai satu kesatuan dalam sistem perencanaan pembangunan nasional. Perencanaan pembangunan daerah disusun oleh Pemerintahan Daerah Provinsi, Daerah Kabupaten atau Daerah Kota sesuai dengan kewenangannya yang dilaksanakan oleh Badan Perencanaan Pembangunan Daerah.

1. Rencana pembangunan jangka panjang daerah (RPJP Daerah) untuk jangka waktu 20 (dua puluh) tahun yang ditetapkan dengan Perda.

(31)

2. Rencana pembangunan jangka menengah daerah (RPJM Daerah) untuk jangka waktu 5 (lima) tahun yang ditetapkan dengan Perda.

3. Rencana kerja pembangunan daerah (RKPD) merupakan penjabaran dari RPJM daerah untuk jangka waktu 1 (satu) tahun dengan mengacu kepada rencana kerja Pemerintah pusat.

Penyelenggaraan fungsi Pemerintahan daerah akan terlaksana secara optimal apabila penyelenggaraan urusan pemerintahan diikuti dengan pemberian sumber-sumber penerimaan yang cukup kepada Daerah, dengan mengacu kepada Undang-Undang yang mengatur Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, dimana besarnya disesuaikan dan diselaraskan dengan pembagian kewenangan antara Pemerintah dan Daerah. Semua sumber keuangan yang melekat pada setiap urusan Pemerintah yang diserahkan kepada Daerah menjadi sumber keuangan daerah. Daerah diberikan hak untuk mendapatkan sumber keuangan yang antara lain berupa kepastian,tersedianya pendanaan dari Pemerintah sesuai dengan urusan pemerintah yang diserahkan.

E. Sampah Menurut Para Ahli 1. Defenisi Sampah

Tanjung (2014), Sampah adalah sesuatu yang tidak berguna lagi, di buang oleh pemiliknya atau pemakai semula. Basriyanta (2006), Sampah merupakan barang yang dianggap sudah tidak terpakai dan dibuang oleh pemilik / pemakai sebelumnya, tetapi masih bisa dipakai atau dikelola dengan prosedur yang benar

(32)

Sampah adalah bahan yang tidak mempunyai nilai atau tidak berharga untuk maksud biasa atau utama dalam pembikinan atau pemakaian barang rusak atau bercacat dalam pembikinan manufaktur atau materi berkelebihan atau ditolak atau buangan. Sampah adalah suatu bahan yang terbuang atau dibuang dari sumber hasil aktivitas manusia maupun proses alam yang belum memiliki nilai ekonomis. Berangkat dari pandangan tersebut sehingga sampah dapat dirumuskan sebagai bahan sisa dari kehidupan sehari-hari masyarakat.

Sampah yang harus dikelola tersebut meliputi sampah yang dihasilkan dari: 1. Rumah tangga

2. kegiatan komersial: pusat perdagangan, pasar, pertokoan, hotel, restoran, tempat hiburan.

3. fasilitas sosial: rumah ibadah, asrama, rumah tahanan/penjara, rumah sakit, klinik, puskesmas

4. fasilitas umum: terminal, pelabuhan, bandara, halte kendaraan umum, taman, jalan,

5. Industri

6. hasil pembersihan saluran terbuka umum, seperti sungai, danau, pantai.

Sampah padat pada umumnya dapat di bagi menjadi dua bagian : Sampah Organik sampah organik (biasa disebut sampah basah) dan sampah anorganik (sampah kering).

Sampah Organik terdiri dari bahan-bahan penyusun tumbuhan dan hewan yang diambil dari alam atau dihasilkan dari kegiatan pertanian, perikanan atau yang lain. Sampah ini dengan mudah diuraikan dalam proses alami. Sampah

(33)

rumah tangga sebagian besar merupakan bahan organik, misalnya sampah dari dapur, sisa tepung, sayuran dll. Sampah Anorganik Sampah Anorganik berasal dari sumber daya alam tak terbarui seperti mineral dan minyak bumi, atau dari proses industri.

Beberapa dari bahan ini tidak terdapat di alam seperti plastik dan aluminium. Sebagian zat anorganik secara keseluruhan tidak dapat diuraikan oleh alam, sedang sebagian lainnya hanya dapat diuraikan dalam waktu yang sangat lama. Sampah jenis ini pada tingkat rumah tangga, misalnya berupa botol, botol, tas plsti. Dan botol kaleng Kertas, koran, dan karton merupakan pengecualian.

Berdasarkan asalnya, kertas, koran, dan karton termasuk sampah organik. Tetapi karena kertas, koran, dan karton dapat didaur ulang seperti sampah anorganik lain (misalnya gelas, kaleng, dan plastik), maka dimasukkan ke dalam kelompok sampah anorganik.

2. Dampak Sampah bagi Manusia dan Lingkungan

Sudah kita sadari bahwa pencemaran lingkungan akibat perindustrian maupun rumah tangga sangat merugikan manusia, baik secara langsung maupun tidak langsung. Melalui kegiatan perindustrian dan teknologi diharapkan kualitas kehidupan dapat lebih ditingkatkan.

Namun seringkali peningkatan teknologi juga menyebabkan dampak negatif yang tidak sedikit. Dampak bagi kesehatan Lokasi dan pengelolaan sampah yang kurang memadai (pembuangan sampah yang tidak terkontrol) merupakan tempat yang cocok bagi beberapa organisme dan menarik bagi berbagai binatang seperti lalat dan anjing yang dapat menimbulkan penyakit.

(34)

Potensi bahaya kesehatan yang dapat ditimbulkan adalah sebagai berikut:

a. Penyakit diare, kolera, tifus menyebar dengan cepat karena virus yang berasal dari sampah dengan pengelolaan tidak tepat dapat bercampur air minum. Penyakit demam berdarah (haemorhagic fever) dapat juga meningkat dengan cepat di daerah yang pengelolaan sampahnya kurang memadai.

b. Penyakit jamur dapat juga menyebar (misalnya jamur kulit).

c. Penyakit yang dapat menyebar melalui rantai makanan. Salah satu contohnya adalah suatu penyakit yang dijangkitkan oleh cacing pita (taenia). Cacing ini sebelumnya masuk ke dalam pencernakan binatang ternak melalui makanannya yang berupa sisa makanan/sampah.

d. Sampah beracun:

Telah dilaporkan bahwa di Jepang kira-kira 40.000 orang meninggal akibat mengkonsumsi ikan yang telah terkontaminasi oleh raksa (Hg). Raksa ini berasal dari sampah yang dibuang ke laut oleh pabrik yang memproduksi baterai dan akumulator.

Dampak Terhadap Lingkungan Cairan rembesan sampah yang masuk ke dalam drainase atau sungai akan mencemari air. Berbagai organisme termasuk ikan dapat mati sehingga beberapa spesies akan lenyap, hal ini mengakibatkan berubahnya ekosistem perairan biologis. Penguraian sampah yang dibuang ke dalam air akan menghasilkan asam organik dan gas-cair organik, seperti metana. Selain berbau kurang sedap, gas ini dalam konsentrasi tinggi dapat meledak. Dampak terhadap keadaan social dan ekonomi :

(35)

1. Pengelolaan sampah yang kurang baik akan membentuk lingkungan yang kurang menyenangkan bagi masyarakat: bau yang tidak sedap dan pemandangan yang buruk karena sampah bertebaran dimana-mana.

2. Memberikan dampak negatif terhadap kepariwisataan.

3. Pengelolaan sampah yang tidak memadai menyebabkan rendahnya tingkat kesehatan masyarakat.

4. Hal penting di sini adalah meningkatnya pembiayaan secara langsung (untuk mengobati orang sakit) dan pembiayaan secara tidak langsung (tidak masuk kerja, rendahnya produktivitas).

5. Pembuangan sampah padat ke badan air dapat menyebabkan banjir dan akan memberikan dampak bagi fasilitas pelayanan umum seperti jalan, jembatan, drainase, dan lain-lain.

6. Infrastruktur lain dapat juga dipengaruhi oleh pengelolaan sampah yang tidak memadai, seperti tingginya biaya yang diperlukan untuk pengolahan air. Jika sarana penampungan sampah kurang atau tidak efisien, orang akan cenderung membuang sampahnya di jalan. Hal ini mengakibatkan jalan perlu lebih sering dibersihkan dan diperbaiki.

F. KerangkaPikir

Dewasa ini sering kita menemui adanya penumpukan sampah dimana-mana dari pusat perkotaan dan daerah pemukiman sehingga banyak menimbulkan permasalahan di daerah tersebut inilah yang menjadi pertanyaan bagi kita dimana Pemerintah dan bagaimana perhatian pemerintah terhadap masyarakatnya. Khususnya di Daerah Kota Makassar sendiri implementasi dan pelaksanaan

(36)

kebijakan perlu untuk di perhatikan, maka dari dasar latar belakang itulah penulis melakukan penelitian dengan berdasar kepada kerangka berpikir sebagai berikut :

Gambar 2.1 Bagan Kerangka Pikir G. Fokus Penelitian.

1. Perencanaan Penanganan dan Pengurangan Sampah di Kota Makassar. 2. Penyediaan Sarana dan Prasarana

3. Pengembangan dan Pemanfaatan Teknologi

4. Faktor Pendukung Yang Mempengaruhi Implementasi Kebijakan Pemerintah Kota Makassar Dalam Pengelolaan Sampah Di TPA Tamangapa Kecamatan Manggala.

5. Faktor Penghambat Pemerintah Kota Makassar Dalam Mengimplementasikan Kebijakan Dalam Masalah Pengelolaan Sampah di Kota Makassar

Implementasi Kebijakan Pengelolaan Sampah Di TPA Tamangapa Kecamatan Manggala Kota Makassar

1.Faktor Pendukung a. Tingginya Kemitraan DiperlihatkanPemerintah Tentang Perda Pengelolaan Sampah b. Koordinasi Yang

Terjalin Baik dari Lembaga Pemerintah Dengan Pekerja di TPA C. Dukungan Dan

Kerjasama Dari Pihak Swasta

1. Perencanaan Penanganan dan Pengurangan Sampah 2. Penyediaan Sarana dan

Prasarana 3. Pengembangan dan Pemanfaatan Teknologi 2.Faktor Penghambat a Lemahnya pengawasan b. kurangnya Tenaga Termapil dibidang Pengelolaan Sampah c. kurangnya kesadaran masyarakat Efektifitas Implementasi Kebijakan

(37)

H. Deskripsi Fokus Penelitian

1. Implementasi Kebijakan Pemerintah Kota Makassar Dalam Pengelolaan Sampah Di TPA Tamangapa Kecamatan Manggala.Implementasi merupakan salah satu tahap dalam proses kebijakan publik. Biasanya implementasi dilaksanakan setelah sebuah kebijakan dirumusskan dengan tujuan yang jelas. Implementasi adalah suatu rangkaian aktifitas dalam rangka menghantarkan kebijakan kepada masyarakat sehingga kebijakan tersebut dapat membawa hasil sebagaimana yang diharapkan.

2. Perencanaan Penanganan dan Pengurangan Sampah. Dari pemahaman yang mendalam tentang kebijakan-kebijakan yang telah disepakati, maka semua pelaksanaan harus mengacu kepada semua aras pelaksanaan dan hasil-hasil dari perencanaan tersebut tentang bagaimana pengimplimentasiannya.

3. Penyediaan Sarana dan Prasarana, prasarana merupakan faktor pendukung dalam menunjang percepatan pertumbuhan ekonomi dalam sebuah daerah. 4. Pengembangan dan pemanfaatan teknologi merupakan salah satu wujud

untuk mendapatkan hasil yang lebih baik, mengingat selama ini dalam mengelola sampah masih menggunakan cara tradisonal atau manual. Sehingga kurang efektif dalam penangannya

5. Faktor penghambat merupakan adalah salah satu yang menyebabkan tidak berjalannya suatu perencanaan secara maksimal disebabkan karena kurangnya dukungan untuk mencapai sasaran yang telah dicangkan.

6. Faktor pendukung dalam penanganan masalah sampah seperti, pembuatan Perda masalah sampah, kerjasama antara pemerintah, masyarakat, dan swasta.

(38)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Waktu dan lokasi penelitian

Penelitian ini berlokasi di Dinas Pertamanan dan Kebersihan Kota Makassar, dan masyarakat sekitar Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Tamangapa Kecamatan Manggala, Kota Makassar. Dengan pertimbangan bahwa Kebijakan yang dibuat oleh pemerintahtidak hanya ditujukan dan dilaksanakan untuk interen pemerintah saja, akan tetapi ditujukan dan harus dilaksanakan pula oleh seluruh masyarakat yang berada di lingkungannya.Dan alasan lain dipilih sebagai tempat penelitian di TPA Tamangapa tersebut mudah dijangkau oleh peneliti.

B. Jenis Dan Tipe Penelitian

1. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif. Tujuan penelitian dari kualitatif adalah untuk menggambarkan atau melukiskan secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang di selidiki, khusus pada sejauh mana implementasi kebijakan Pemerintah Kota Makassar dalam pengelolaan sampah TPA Tamangapa Kecamatan Manggala.

2. Tipe penelitian ini adalah tipe fenomenologi yang dimaksudkan untuk memberi gambaran mengenai masalah-masalah yang diteliti berdasarkan pengalaman oleh informan.

(39)

C. Sumber Data

1. Data Primer, yaitu data empiris yang diperoleh oleh peneliti dari informan berdasarkan hasil wawancara. Data yang ingin diperoleh adalah mengenai strategi pemerintah daerah dalam pengembangan penndapatan asli daerah serta data-data lain yang dibutuhkan untuk melengkapi penyusunan proposal.

2. Data Sekunder, yaitu data yang dikumpulkan peneliti dari berbagai laporan-laporan atau dokumen yang bersifat informasi tertulis yang digunakan dalam penelitian.

D. Informan Penelitian

Adapun informan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah orang-orang yang terlibat baik secara langsung maupun tidak langsung dan dianggap memiliki informasi penting dan pengetahuan tenatang apa yang berkaitan dengan tujuan dan harapan penulis yang antara lain :

1. Kepala Dinas Pertamanan dan Kebersihan Kota Makassar 1 orang 2. Staff Dinas Pertamanan dan Kebersihan Kota Makassar 4 orang 3. Pengelola Teknis lapangan TPA Tamangapa 5 Orang

10 orang Penentuan sumber data didasarkan pada asumsi bahwa subyek yang menjadi sumber informasi diatas adalah betul-betul orang yang dianggap memiliki pengetahuan dan sumber informasi yang mendukung kelancaran penelitian.

E. Teknik Pengumpulan Data

1. Observasi, yaitu pengumpulan data yang dilakukan secara langsung dengan cara melakukan pengamatan langsung di lokasi obyek penelitian.

(40)

2. Wawancara, yaitu merupakan percakapan antara dua orang atau lebih dengan tujuan untuk memperoleh informasi secara langsung dari pihak-pihak yang berwenang dan untuk mengetahui strategi pemerintah daerah dalam masalah implementasi kebijakan pemerintah Kota Makassar .

3. Dokumen yang diperlukan dalam penelitian ini meliputi tahapan dalam pelaksanaan pengembangan implementasi kebijakan pemerintah Kota Makassar tentang pengelolaan sampah di TPA Tamangapa.

F. Teknik Analisis Data

Menurut Miles dan Huberman dalam Sugiono 2012: 92-95) Untuk memperoleh data yang relevan dengan tujuan penelitian, maka digunakan teknik analisis data sebagai berikut:

1. Reduksi data, yaitu proses pemilihan, perumusan, atau perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data kasar yang muncul dari catatan tertulis di lapangan dimana proses ini berlangsung secara terus menerus selama penelitian berlangsung.

2. Penyajian data, merupakan sekumpulan informasi yang telah tersusun secara terpadu dan mudah dipahami dan memberikan kemungkinan dilakukannya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan, penyajian data ini menuntut soerang peneliti untuk mampu mentransformasikan data kasar menjadi bentuk tulisan.

3. Verifikasi atau penarikan kesimpulan merupakan sebagian dari seluruh konfigurasi kegiatan penelitian yang utuh dan dapat dilakukan selama penelitian berlangsung, verifikasi ini mungkin sesingkatnya saja. Kemudian

(41)

pemikiran yang kembali melintas dalam pikiran peneliti selama ini adalah menulis dan meninjau ulang catatan-catatan lapangan, dimana memakan waktu dan tenaga yang lebih besar. Analisis data dilakukan berdasrkan pada pendekatan kualitatif yang menitikberatkan pada penelitian yang bersifat deskriptif terhadap data-data yang berasal dari hasil wawancara dan observasi (pengamatan). Dari keabsahan data yang telah didapatkan tersebut maka dilakukan pemeriksanaan dan diverifikasi sesuai dengan keperluan penelitian. Untuk memeriksa keabsahan data dilakukan triangulasi yang memanfaatkan sesuatu yang lain diluar data untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu. Triangulasi dengan sumber berarti membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam metode kualitatif. G. Keabsahan Data

Triangulasi bermakna silang yakni mengadakan pengecekan akan kebenaran data yang akan dikumpulkan dari berbagai sumber data, dengan menggunakan teknik pengumpulan data yang lain, serta pengecekan pada waktu yang berbeda. 1. Triangulasi Sumber.

Triangulasi sumber dilakukan dengan cara mengecek pada sumber lain keabsahan data yang telah diperoleh sebelumnya.

2. Triangulasi Metode.

Dimaksudkan untuk memperoleh data dari satu sumber dengan menggunakan metode atau teknik tertentu, diuji keakuratan atau ketidak akuratannya.

(42)

3. Triangulasi Waktu.

(43)

33 1. Tugas Pokok Dan Fungsi Dinas Pertamanan Dan Kebersihan Kota

Makassar a. Tugas Pokok

Dinas Pertamanan Dan Kebersihan Kota Makassar mempunyai tugas pokok merumuskan, membina dan mengendalikan kebijakan di bidang pertamanan, penghijauan, tata keindahan (dekorasi) kota, penyelenggaraan kebersihan/persampahan, pengelolaan pemakaman dan Tempat Pengelolaan Akhir Sampah (TPA).

b. Fungsi

1. Penyusunan rumusan kebijakan teknis pembinaan umum dibidang pertamanan, penghijauan, tata keindahan (dekorasi) kota, penyelenggaraan kebersihan/persampahan, pengelolaan pemakaman dan Tempat Pengelolaan Akhir (TPA).

2. Penyusunan rencana dan program pembinaan, pengembangan di bidang pertamanan, penghijauan, tata keindahan (dekorasi) kota, penyelenggaraan kebersihan/persampahan, pengelolaan pemakaman dan Tempat Pengelolaan Akhir (TPA).

3. Penyusunan rencana dan program pengkoordinasian dan kerjasama dengan pihak terkait di bidang pertamanan, penghijauan, tata keindahan (dekorasi)

(44)

kota, penyelenggaraan kebersihan/persampahan, pengelolaan pemakaman dan Tempat Pengelolaan Akhir (TPA).

4. Penyusunan rencana dan program penertiban, peningkatan peran serta masyarakat di bidang pertamanan, penghijauan, tata keindahan (dekorasi) kota, penyelenggaraan kebersihan/persampahan, pengelolaan pemakaman dan Tempat Pengelolaan Akhir (TPA).

5. Pelayanan perizinan pemakaman.

6. Pelaksanaan perencanaan dan pengendalian teknis operasional pengelolaan keuangan, kepegawaian dan pengurusan barang milik daerah yang berada dalam penguasaannya.

7. Pelaksanaan kesekretariatan dinas.

2. Visi Dan Misi Dinas Pertamanan Dan Kebersihan (Peraturan Walikota

Makassar Nomor 109 Tahun 2009 Tentang Renstra Dinas Pertamanan Dan Kebersihan Kota Makassar 2009-2014).

a. VISI

“Kota Makassar Nyaman, Hijau, Bersih Dan Asri 2014” b. MISI

1. Mengurangi timbulan sampah dalam rangka pengelolaan persampahan/kebersihan yang berkelanjutan.

2. Meningkatkan jangkauan dan kualitas pelayanan sistem pengolahan persampahan/kebersihan dan pengelolaan Ruang Terbuka Hijau (RTH). 3. Memberdayakan masyarakat dan meningkatkan peran aktif dunia

usaha/swasta dalam pengelolahan persampahan/kebersihan dan pengelolaan Ruang Terbuka Hijau (RTH).

(45)

4. Meningkatkan kemampuan manajemen dan kelembagaan dalam sistem pengelolaan persampahan/kebersihan dan pengelolaan Ruang Terbuka Hijau (RTH).

5. Meningkatkan pengawasan dan pengendalian penyelenggaraan persampahan/kebersihan dan pengelolaan Ruang Terbuka Hijau (RTH). 3. Potensi Pegawai

1. Pimpinan = 24 Orang

2. Staff = 93 Orang

= 117 Orang 3. Bidang Penataan Kebersihan Kota

a. Pengemudi = 129 Orang b. Pekerja/kru = 292 Orang c. Operator alat berat = 10 Orang

= 431 Orang 4. Bidang Penghijuan Kota

a. Pekerja/kru = 29 Orang b. Pengawas = 2 Orang

= 31 Orang 5. Bidang Penataan Taman

a. Pengemudi = 12 Orang

b. Pekerja/kru = 73 Orang

c. Pengawas = 3 Orang

(46)

6. Montir/Mekanik = 17 Orang = 98 Orang 7. UPTD Pemakaman = 46 Orang 4. Sarana Penunjang

a. Armada Pengangkutan Sampah:

1. Dump truck 6 m3 = 76 Unit 2. Arm roll truck 6 m3 = 63 Unit 3. Arm roll 10 m3 = 5 Unit 4. Compactor truck 6 M3 = 2 Unit 5. Compactor truck 8 M3 = 2 Unit

6. Kijang = 3 Unit

b. Kendaraan Operasional Staf = 10 Unit c. Sarana Pengumpulan Sampah:

- Motor Tiga Roda = 11 Unit - Gerobak Tarik = 172 Unit d. Kontainer:

- Kontainer 6 M3 = 187 Unit - Kontainer 10 M3 = 12 Unit e. Alat Berat

- Loader = 1 Unit

- Bachoe Loader = 4 Unit - Buldozer Kecil = 2 Unit - Buldozer Besar = 2 Unit

(47)

- Excavator = 2 Unit f. Pelayanan Dekorasi Kota

- Mobil Tangki = 3 Unit - Mobil Tangga = 1 Unit - Mower (Cutting Grow) = 2 Unit

- Pick Up Inspeksi Taman = 1 Unit 5. Peraturan Perundang-Undangan

a. Undang-Undang No. 18 Tahun 2008 Tentang Persampahan

b. Peraturan Pemerintah No. 81 Tahun 2012 Tentang Sampah Rumah Tangga Dan Sejenis Sampah Rumah Tangga.

c. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup RI No. 13 Tahun 2012 Tentang Pedoman Pelaksanaan 3R Melalui Bank Sampah

d. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 3 Tahun 2013 Tentang Penyediaan Sarana Dan Prasarana Persampahan Sampah Rumah Tangga Dan Sampah Sejenis Rumah Tangga.

e. Peraturan Daerah Kota Makassar No, 4 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Persampahan.

B. Implementasi Kebijakan Pemerintah Kota Makassar Dalam Pengelolaan Sampah Di TPA Tamangapa.

Berbicara masalah kebijakan berarti berbicara tentang pemerintahan, dalam hal ini kebijakan-kebijakan mengenai aturan yang diterapkan dalam kegiatan masyarakat dikehidupan sehri-hari, termasuk dalam pengelolaan sampah di Kota Makassar sendiri mengenai impelementasi kebijakan tentang pengelolaan sampah terdapat hal-hal pokok di dalamnya antara lain sebagai berikut:

(48)

1. Perencanaan penanganan dan pengurangan sampah

Masalah penanganan dan pengurangan sampah di dalam Kota perlu adanya rencana yang sangat mendalam untuk menangani sampah-sampah yang berskala besar tersebut, perlunya tinjauan ke lokasi serta musyawarah dengan masyarakat sangat mendukung terlaksananya suatu program perencanaan penanganan sampah tersebut.

Berbicara masalah upaya pengolaan sampah di Kota Makassar berikut wawancara dengan pengelola UPTD Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Tamangapa Kota Makassar Sebagai berikut:

“Sebenarnya berbagai upaya telah di bentuk oleh pemerintah, salah-satunya adalah perumusan Perda dan telah di realisasikan dari tahun 2009, tetapi masyarakat sendiri banyak yang tidak mengindahkannya (wawancara dengan informan SSL tanggal 19 September 2014).”Hasil Berdasarkan pernyataan informan tersebut di atas memberikan informasi bahwa salah satu upaya yang dilakukan dalam mengawasi pengelolaan sampah di Kota Makassar adalah membentuk sebuah Perda, Perda merupakan salah satu alat untuk mempermudah langkah pemerintah untuk mengambil keputusan masalah penanganan sampah, karena berlandaskan legalitas hukum maka pembentukan suatu Perda akan sangat berpengaruh dalam masyarakat. Peraturan Daerah mengenai masalah sampah tentunya sangat dibutuhkan pemerintah saat ini mengingat masih kurangnya pemahaman masyarakat tentang kebersihan lingkungan dan pada akhirnya jika dibiarkan terus-menerus akan berdampak bagi masyarakat itu sendiri.

Meskipun Peraturan Daerah masalah penanganan sampah di Kota Makassar telah disahkan akan tetapi masyarakat yang ada di Kota Makassar tidak terlalu memperhatikan hal tersebut sehingga menyebabkan sampah-sampah yang

(49)

ada di dalam Kota tetap banyak dan menyebabkan kesemrautan yang berdampak negatif bagi lingkungan sekitar.

Berdasarkan perkembangan kehidupan masyarakat dapat disimpulkan bahwa penanganan masalah sampah tidak dapat semata-mata ditangani oleh Pemerintah Daerah (Pemerintah Kabupaten/Kota). Pada tingkat perkembangan kehidupan masyarakat dewasa ini memerlukan pergeseran pendekatan ke pendekatan sumber dan perubahan paradigma yang pada gilirannya memerlukan adanya campur tangan dari Pemerintah. Pengelolaan sampah meliputi kegiatan pengurangan, pemilahan, pengumpulan, pemanfaatan, pengangkutan, pengolahan.

Berangkat dari pengertian pengelolaan sampah dapat disimpulkan adanya dua aspek, yaitu penetapan kebijakan (beleid, policy) pengelolaan sampah, dan pelaksanaan pengelolaan sampah. Kebijakan pengelolaan sampah harus dilakukan oleh Pemerintah Pusat karena mempunyai cakupan nasional.

Kebijakan pengelolaan sampah ini meliputi : Penetapan instrumen kebijakan: instrumen regulasi: penetapan aturan kebijakan (beleidregels), undang-undang dan hukum yang jelas tentang sampah dan perusakan lingkungan instrumen ekonomik: penetapan instrumen ekonomi untuk mengurangi beban penanganan akhir sampah (sistem insentif dan disinsentif) dan pemberlakuan pajak bagi perusahaan yang menghasilkan sampah, serta melakukan uji dampak lingkungan Mendorong pengembangan upaya mengurangi (reduce), memakai kembali (re-use), dan mendaur-ulang (recycling) sampah, dan mengganti (replace); Pengembangan produk dan kemasan ramah lingkungan; Pengembangan teknologi, standar dan prosedur penanganan sampah: Penetapan kriteria dan

(50)

standar minimal penentuan lokasi penanganan akhir sampah; penetapan lokasi pengolahan akhir sampah; luas minimal lahan untuk lokasi pengolahan akhir sampah; penetapan lahan penyangga.

Mengenai perencanaan pengurangan sampah berarti berbicara masalah suatu program dan visi suatu pemerintahan untuk mewujudkan lingkungan yang bersih dalam waktu yang berjangka panjang. Kemudian selanjutnya di kemukakan oleh salah satu staff Dinas Pertamanan Dan Kebersihan Kota Makassar berbicara masalah rencana pemerintah kota makassar tentang pengurangan dan penanganan sampah mengenai program 3R sebagai berikut

“Pengurangan sampah sebenarnya pemerintah disini Cuma membuat program. disini mengurangi sampah di kota mestinya harus dari sumbernya, kenapa dari sumbernya karena dari sumbernyalah itu untuk mengurangi sampah ke TPA ini kita harus lakukan,rancangan membuat bank-bank sampah di sumbernya dimana sumbernya itu dikeluran dan warga dengan cara 3R. Reduce, reuse dan recycling (wawancara dengan informan HDN tanggal 09 September 2014).”Hasil

Berdasarkan hasil wawancara dengan informan tersebut di atas memberikan informasi mengenai upaya-upaya yang dilakukan oleh pemerintah melalui program pengurangan sampah dari sumbernya yaitu dari masyarakat sendiri sehingga memberikan dampak secara langsung bagi lingkungan. Karena tanpa adanya kesadaran sendiri dari masyarakat maka apapun upaya yang akan dilakukan oleh pemerintah tidak akan berhasil tanpa melakukan pembinaan kepada masyarakat langsung, seperti salah satu upaya yang akan dilakukan adalah pembuatan Bank sampah dengan cara melakukan mendirikan di setiap kecamatan atau kelurahan. Dengan program andalan yaitu 3R mengurangi (Reduce) memakai kembali (Reuse) dan mendaur ulang (Recycling).

(51)

Sampah merupakan material sisa yang tidak diinginkan setelah berakhirnya suatu proses. Sampah merupakan konsep buatan manusia, dalam proses-proses alam tidak ada sampah, yang ada hanya produk-produk yang tak bergerak. Sampah dapat berada pada setiap fase materi: padat, cair, atau gas. Ketika dilepaskan dalam dua fase yang disebutkan terakhir, terutama gas, sampah dapat dikatakan sebagai emisi. Emisi biasa dikaitkan dengan polusi. Dalam kehidupan manusia, sampah dalam jumlah besar datang dari aktivitas industri (dikenal juga dengan sebutan limbah), misalnya pertambangan, manufaktur, dan konsumsi. Hampir semua produk industri akan menjadi sampah pada suatu waktu, dengan jumlah sampah yang kira-kira mirip dengan jumlah konsumsi.

Upaya yang dilakukan pemerintah dalam usaha mengatasi masalah sampah yang saat ini mendapatkan tanggapan pro dan kontra dari masyarakat adalah pemberian pajak lingkungan yang dikenakan pada setiap produk industri yang akhirnya akan menjadi sampah.

Solusi yang diterapkan dalam hal sistem penanganan sampah sangat memerlukan dukungan dan komitmen pemerintah. Tanpa kedua hal tersebut, sistem penanganan sampah tidak akan lagi berkesinambungan. Tetapi dalam pelaksanaannya banyak terdapat benturan, di satu sisi, pemerintah memiliki keterbatasan pembiayaan dalam sistem penanganan sampah.

Lebih lanjut wawancara dengan staf seksi pengembangan partisipasi Dinas Pertamanan dan Kebersihan Kota mengenai keterlibatan dari berbagai pihak seperti masyarakat dan pihak swasta lainnya sebagai berikut:

“iya, Pemkot Makassar sendiri telah membuat program-program yang mengajak langsung kepada masyarakat, seperti gerakan Makassar Bersih

(52)

dan Makassar Green And Clean, yang sejak Tahun 2004 telah dicanangkan dengan tujuan merubah pola pikir masyarakat Kota Makassar untuk hidup bersih (wawancara dengan informan ADL tanggal 08 September 2014).”Hasil

Berdasarkan hasil wawancara dengan informan diatas memberikan pernyataan bahwa dalam mengembangkan aturan-aturan yang telah di bentuk, maka pemerintah sendiri mengembangkan kerja sama dengan pihak-pihak yang dapat mendukung program pemerintah seperti contohnya kerjasama dengan perusahaan swasta, ini merupakan salah satu bentuk usaha pengembangan pemberdayaan untuk masyarakat agar mereka mengetahui akan pentingnya menjaga lingkungan hidup.

Berdasarkan beberapa pendapat ahli yang mengatakan bahwa, Sebagian besar masyarakat memandang sampah sebagai barang sisa yang tidak berguna, bukan sebagai sumber daya yang perlu dimanfaatkan. Masyarakat dalam mengelola sampah masih bertumpu pada pendekatan akhir (end-of-pipe), yaitu sampah dikumpulkan, diangkut, dan dibuang ke tempat pemrosesan akhir sampah. Padahal, timbunan sampah dengan volume yang besar di lokasi tempat pemrosesan akhir sampah berpotensi melepas gas metan (CH4) yang dapat meningkatkan emisi gas rumah kaca dan memberikan kontribusi terhadap pemanasan global. Agar timbunan sampah dapat terurai melalui proses alam diperlukan jangka waktu yang lama dan diperlukan penanganan dengan biaya yang besar.

Berikut wawancara dengan staf dinas pertamanan dan kebersihan kota sebagai berikut:

(53)

“Dalam mengatasi persoalan sampah di Kota Makassar sesuai amanat Perda no.4 tahun 2011, maka dilakukan berbagai upaya seperti, membentuk Usaha Kecil Menengah (UKM) daur ulang sampah an-organik serta perwujudan program-program 3R agar dapat mewujudkan masyarakat yang lebih bersih dan sadar akan pentingnya perwujudan program bersih lingkungan hidup (wawancara dengan informan HDN tanggal 08 September 2014).”Hasil

Berdasarkan hasil wawancara tersebut di atas memberikan informasi mengenai upaya pemerintah mengimplementasi kebijakan yang menyangkut masalah penanganan sampah, tentang upaya memberikan kesadaran kepada masyarakat bahwa sesungguhnya sampah-sampah yang ada dapat dimanfaat kembali melalui pendauran ulang dengan mengelompokkan dan memilah sampah-sampah dari masyarakat kemudian mengolah kembali agar dapat dijadikan sebagai industri rumahan melalui beberapa program pemerintah. Seperti, Bank Sampah yang merupakan suatu tahap untuk mengupayakan dalam memanfaatkan limbah menajdi bernilai ekonomi, selain itu berdampak bagi lingkungan. Karena berkat adanya upaya-upaya tersebut maka lingkungan masyarakat menjadi lebih bersih.

Bersih adalah prinsip-prinsip yang juga bisa diterapkan dalam keseharian, misalnya, dengan menerapkan Prinsip 3R, yaitu: Reduce (Mengurangi); sebisa mungkin lakukan minimalisasi barang atau material yang kita pergunakan. Semakin banyak kita menggunakan material, semakin banyak sampah yang dihasilkan. Re-use (Memakai kembali); sebisa mungkin pilihlah barang-barang yang bisa dipakai kembali. Recycling mendaur ulang dan Hindari pemakaian barang-barang yang disposable (sekali pakai, buang).

(54)

Selain itu, untuk menunjang pembangunan yang berkelanjutan (sustainable development), saat ini mulai dikembangkan penggunaan pupuk organik yang diharapkan dapat mengurangi penggunaan pupuk kimia yang harganya kian melambung. Penggunaan kompos telah terbukti mampu mempertahankan kualitas unsur hara tanah, meningkatkan waktu retensi air dalam tanah, serta mampu memelihara mikroorganisme alami tanah yang ikut berperan dalam proses pertumbuhan oleh tanaman.

Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa informan tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa dalam perencanaan penanganan pengurangan sampah di Kota Makassar telah banyak upaya yang dilakukan seperti program reduce (mengurangi), reuse (memakai kembali), dan recycling ( mendaur ulang) yang telah di terapkan mulai pada tahun 2004. Hal ini juga diperkuat dengan diberlakukannya Perda tentang masalah penanganan sampah pada Tahun 2009 dan telah di implentasikan sampai saat ini, namun belum maksimal karena kurangnya sosialisasi dan kesadaran masyarakat untuk hidup bersih.

2. Penyediaan sarana dan prasarana

Penyediaan sarana dan prasana merupakan salah satu faktor pendukung yang sangat berpengaruh dalam setiap pelaksanaan kegiatan program kerja, oleh karena itu setiap pelaksanaan kegiatan apapun perlu memperhatikan dan mempersiapkan sarana dan prasarana penunjang yang akan digunakan.

Selanjutnya berbicara mengenai upaya pemerintah dalam menanggulangi sampah dengan melakukan penyediaan sarana dan prasarana di dalam Kota

Gambar

Gambar 2.1 Bagan Kerangka Pikir G. Fokus Penelitian.

Referensi

Dokumen terkait

Dalam rangka pencapaian sasaran peningkatan kesejahteraan petani melalui pembangunan, pengelolaan dan perbaikan irigasi, salah satu upaya yang harus dilakukan oleh

Menyatakan bahwa karya ilmiah (Skripsi) dengan Judul: Implementasi kebijakan Pemerintah Daerah dalam pengelolaan sampah mandiri (Studi Pada Dinas Kebersihan Kota Malang) adalah

Dengan menganalisis kondisi diatas, maka beberapa upaya yang perlu dilakukan untuk mengatasi masalah yang dihadapi yaitu agar pemerintah daerah dalam hal ini DKPP Kabupaten

Salah satu bentuk konsistensi dalam pelaksanaan program bedah rumah adalah apabila tingkat kepuasan dari masyarakat yang menjadi sasaran program dari pemerintah

Pemerintah pusat sebagai induk pemerintahan diharapkan mendukung upaya pengelolaan sumber daya laut oleh Pemerintah Daerah Provinsi Kepulauan Riau dengan mengeluarkan

Demikian pula dengan program pemberdayaan masyarakat miskin melalui program kelompok usaha bersama fakir miskin (KUBE-FM) yang menjadi salah satu upaya pemerintah

Salah satu upaya yang dilakukan Humas Pemerintah Daerah Kabupaten Sragen dalam menjalankan communications relations dengan masyarakat adalah dengan ikut mengelola isi informasi

Kelangkaan minyak goreng yang terjadi di masyarakat tidak begitu saja dibiarkan oleh pemerintah berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah salah satunya dengan membuat kebijakan,