• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN. mempengaruhi, mengubah atau memperbaiki perilaku individu yang lain, atau

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN. mempengaruhi, mengubah atau memperbaiki perilaku individu yang lain, atau"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

6 BAB II

KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN 2.1 Kajian Teoretis

2.1.1 Hakikat Interaksi Sosial

Bonner (dalam Budiningsih, 2008:56) mengemukakan interaksi sosial yaitu hubungan antara dua atau lebih individu manusia, dimana perilaku individu yang satu mempengaruhi, mengubah atau memperbaiki perilaku individu yang lain, atau sebaliknya. Interaksi ini dalam bentuknya yang sederhana merupakan proses yang kompleks, karena didasari oleh beberapa faktor, baik secara sendiri-sendiri maupun gabungan. Faktor-faktor tersebut antara lain adalah faktor imitasi, sugesti, identifikasi dan simpati.

Pada umumnya seseorang berusaha menyesuaikan diri dengan lingkungannya, baik lingkungan fisik, psikis, maupun rohaniah. Menyesuaikan diri berarti mengubah diri sesuai dengan situasi lingkungan (autoplastis), tetapi juga mengubah diri sesuai dengan keadaan (keinginan) dirinya (alopplastis). Di dalam situasi sosial yaitu situasi-situasi di mana terdapat saling hubungan di antara manusia satu dengan lainnya, terdapat tata hubungan – tata hubungan tingkah laku dan sikap di antara anggota-anggotanya.

Sherif (dalam Budiningsih, 2008:57) membedakan situasi sosial ke dalam 2 golongan yaitu, togetherness situation (situasi kebersamaan), dan group situation (situasi kelompok sosial). Situasi kebersamaan adalah situasi dimana berkumpul sejumlah orang yang sebelumnya tidak saling mengenal dan belum mempunyai saling hubungan yang teratur. Mereka kebetulan berada secara bersamaan dalam

(2)

7

suatu tempat karena kepentingan yang sama. Sedangkan situasi kelompok sosial adalah situasi yang terjadi dalam kelompok sosial tempat orang-orang berinteraksi yang merupakan suatu kesatuan, misalnya dalam perkumpulan, partai, organisasi- organisasi, dan lain-lain. Dalam situasi seperti ini para anggotanya sudah mempunyai saling hubungan yang lebih mendalam. Misalnya, suatu kelompok usaha ada ketua, komisaris-komisaris, anggota pimpinan dan anggota-anggota lainnya, masing-masing mempunyai tugasnya sendiri. Kelompok tersebut mempunyai tujuan bersama.

Semakin giat anggota-anggota kelompok tersebut melaksanakan tugasnya, semakin produktif pula usaha kelompok dan semakin kokoh persatuan di antara anggotanya.

Selanjutnya Sherif masih (dalam Budiningsih, 2008:57) menguraikan kelompok sosial sebagai suatu kesatuan sosial yang terdiri dari 2 atau lebih individu yang mengadakan interaksi sosial yang cukup intensif dan teratur, di antara mereka sudah terdapat pembagian tugas, struktur dan norma-norma tertentu yang khas bagi kesatuan sosial tersebut.

Di dalam kelompok primer terdapat interaksi sosial yang lebih intensif dan lebih erat di antara anggotanya. Ada hubungan kekeluargaan dan saling membantu yang berdasarkan simpati. Kelompok primer sangat besar peranannya dalam kehidupan seseorang, karena di dalam kelompok ini pertama kali seseorang berkembang dan dididik sebagai makhluk sosial. Yang termasuk kelompok primer antara lain: keluarga, RT, kelompok sepermainan, kelompok agama, dan sebagainya.

Sedangkan kelompok sekunder, bentuk-bentuk interaksi di antara anggotanya tidak langsung, formal, kurang bersifat kekeluargaan, berdasarkan perhitungan obyektif dan rasional. Contohnya, partai politik, serikat sekerja dan lain-lain.

(3)

8

Terdapat 4 ciri utama dalam interaksi kelompok sosial yang membedakannya dari bentuk interaksi sosial lainnya, yaitu: 1) motif yang sama antara anggota kelompok; 2) reaksi-reaksi dan kecakapan yang berlainan antara anggota kelompok;

3) penegasan struktur kelompok; 4) penegasan norma-norma kelompok.

Aisyah, dkk (2008:9.35) menjelaskan perkembangan sosial adalah proses kemampuan belajar dan tingkah laku yang berhubungan dengan individu untuk hidup sebagai bagian dari kelompoknya. Perkembangan sosial berbeda dengan kemampuan sosial, kemampuan sosial merupakan kecakapan anak untuk merespons dan mengikat perasaan dengan perasaan positif, dan memiliki kemampuan yang tinggi untuk menarik perhatian mereka.

Salah satu tugas perkembangan awal masa kanak-kanak yang penting adalah memperoleh latihan dan pengalaman pendahuluan yang diperlukan untuk menjadi anggota “kelompok” dalam akhir masa kanak-kanak. Jadi awal masa kanak-kanak sering disebut sebagai masa pra kelompok.

Sujiono N. Yuliani (2009:63) menjelaskan bermain memberikan jalan bagi perkembangan sosial anak ketika berbagi dengan anak lain. Bermain adalah sarana yang paling utama bagi pengembangan kemampuan bersosialisasi dan memperluas empati terhadap orang lain serta mengurangi sikap egosentrisme. Bermain dapat menumbuhkan dan meningkatkan rasa sosialisasi anak. Melalui bermain anak dapat belajar perilaku sosial seperti menunggu giliran, kerja sama, saling membantu dan berbagi.

Donar Santi (2009:54) menguraikan untuk mampu bersosialisasi dengan baik dan dapat bermasyarakat (kecerdasan interpersonal) secara menyenangkan,

(4)

9

membutuhkan latihan dan kegiatan tertentu dalam waktu yang cukup lama. Waktu yang lama itu diperlukan, karena sosialisasi menuntut anak untuk mampu saling menghargai, saling menerima, saling memahami.

Guru perlu pendekatan pada anak dengan tegas, bukan kasar, tapi menyenangkan. Anak mulai sekolah diberi pelajaran suka memberi dan tidak pelit, suka menolong yang membutuhkan, mau bermain bersama dengan temannya, mau bergantian dengan alat permainannya, mau membantu ibu guru di sekolah. Anak- anak diberi kesempatan untuk mengelap mejanya sendiri dengan lap basah, menyapu kelas bila kotor, dan guru memberi petunjuk cara menyapunya.

Di rumah, orang tua juga harus memberi pendidikan tentang kegemaran bekerja dan suka membantu pekerjaan orang tua di rumah. Berikan dorongan dan kegembiraan kepada anak atas usahanya, walaupun belum sempurna. Lambat laun akan terus mengembangkan kebiasaan suka bekerja untuk dirinya sendiri.

Perkembangan sosial pada anak itu akan berkembang terus dan faktor pembicaraan akan membantu dalam perkembangannya. Pembiacaraan yang didengarnya di sekolah dan di rumah yang dikemukakan dengan wajar, sehingga anak akan belajar berbicara dengan wajar pula.

Sosialisasi merupakan proses dalam kebersamaan, sehingga memerlukan waktu yang lama. Ada anak yang berhasil dalam bersosialisasi, tetapi juga banyak anak yang gagal. Kegagalan anak dalam bersoalisasi dapat berakibat ringan ataupun berat. Tidak percaya diri, rendah diri, menyendiri, tidak mau bergaul, sukar berbicara, sukar untuk memercayai orang lain, curiga, takut tampil di depan umum, dan frustasi yang kesemuanya itu dapat merupakan akibat yang fatal.

(5)

10

Dari beberapa pendapat para ahli, dapat ditarik kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan interaksi sosial adalah kemampuan yang dimiliki oleh seseorang dalam memahami orang lain dengan berbagai karakteristiknya. Khususnya pada anak TK, interaksi sosial berupa saling menerima, saling berbagi, saling membantu, saling menghargai antaranak pada aktivitas pembelajaran maupun pada kegiatan bermain.

2.1.2 Perkembangan Interaksi Sosial pada Masa Kanak-kanak

Menurut Catron dan Allen (dalam Sujiono, 2009:57) menjelaskan teori naturialisme meyakini bahwa perkembangan fisik, sosial, emosional, dan intelektual mengikuti tahapan perkembangan dari setiap anak yang pada dasarnya berbeda-beda.

Teori ini menjelaskan bahwa setiap anak akan mengembangkan potensi mereka apabila mereka ditempatkan di dalam suatu lingkungan yang optimal, dan perkembangan mereka akan menjadi lambat atau bahkan tertinggal apabila lingkungan yang tidak sesuai.

Siswanto dan Lestari (2012:6) menjelaskan melalui pembelajaran di TK dengan pendekatan yang berpusat pada anak (children oriented), guru berperan sebagai fasilitator dalam pembelajaran anak. Pada pendekatan ini, guru berpegang pada panduan kemampuan yang akan dicapai anak. Di sini guru memberikan kesempatan kepada anak untuk mengutarakan pengalaman dan perasaannya melalui berbagai interaksi antara guru dengan anak, atau antarsesama anak.

Prastiti (2008:12) menyatakan bahwa faktor sosial dan pengalaman mempengaruhi berbagai perubahan yang terjadi. Artinya seseorang anak harus belajar bagaimana berperilaku agar sesuai dengan yang diinginkan. Proses belajar tersebut

(6)

11

bersifat berkesinambungan. Selanjutnya dijelaskan pula oleh Prastiti (2008:38) bahwa teori belajar sosial beranggapan bahwa perilaku, lingkungan dan kognisi merupakan kunci keberhasilan dalam perkembangan. Apabila organisme berada dalam lingkungan sosial, maka ia akan belajar secara cepat melalui proses observasi pada perilaku orang lain. Ketika mengorbservasi perilaku orang lain, maka ia akan melibatkan fungsi kognitif, dan ketika mengulang-ulang perilaku terjadilah penguatan yang luar biasa. Inti dari teori ini adalah membentuk perilaku sosial adanya proses imitasi atau proses meniru. Objek imitasi tidak hanya model yang hidup namun juga model-model simbolik yang diperoleh melalui media massa. Individu akan berperilaku tertentu sebagai hasil dari meniru orang lain yang kemudian diulang- ulang dan akhirnya terintegrasi menjadi bagian dari dirinya.

Dari beberapa penjelasan para ahli, dapat disimpulkan bahwa perkembangan interaksi sosial pada masa kanak-kanak, disebabkan sangat berpengaruh pada aspek- aspek lainnya. Interaksi sosial merupakan kebutuhan bagi anak. Dengan melakukan interaksi sosial, anak dihadapkan pada perbedaan sifat, watak, karakter anak lainnya yang perlu dipahami, dimengerti.

2.1.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Interaksi Sosial

Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi interaksi sosial, antara lain:

a. Pola Asuh Orang Tua

Shochib (2000:15) menjelaskan pola asuh orang tua dalam membantu anak untuk mengembangkan disiplin diri adalah upaya orang tua yang diaktualisasikan terhadap penataan: 1) lingkungan fisik; 2) lingkungan sosial internal dan eksternal;

(7)

12

3) pendidikan internal dan eksternal; 4) dialog dengan anak-anaknya; 5) suasana psikologis; 6) sosiobudaya; 7) perilaku yang ditampilkan pada saat terjadinya

“pertemuan” dengan anak-anak; 8) kontrol terhadap perilaku anak-anak; 9) menentukan nilai-nilai moral sebagai dasar berperilaku dan yang diupayakan kepada anak-anak.

Ahmad (2007:17) mengemukakan anak adalah perwujudan cinta kasih orang dewasa yang siap atau tidak untuk menjadi orang tua. Memiliki anak siap atau tidak, mengubah banyak hal dalam kehidupan kita, dan pada akhirnya mau atau tidak kita dituntut untuk siap menjadi orang tua yang harus dapat mempersiapkan anak-anak kita agar dapat menjalankan kehidupan masa depan mereka dengan baik.

Rich (2008:30) menyatakan ketika anak-anak belajar memperdulikan orang lain, mereka memperoleh perasaan hidup berkomunitas. Peduli meliputi interaksi dengan orang lain, dan merasa dihargai. Tindakan ini meliputi ketertarikan pada orang lain, mendengarkan dan belajar dari orang lain, dan berbagi gagasan dan perasaan. Belajar mempedulikan mulai dengan belajar mengidentifikasi dan mendeskripsikan perasaan seseorang.

Dari beberapa pendapat para ahli, pola asuh orang tua sangat mempengaruhi terbentuknya kemampuan berinteraksi sosial. Bimbingan, pemberian contoh tentang perilaku yang baik perlu diberikan kepada anak secara terus menerus.

b. Karakteristik Pertumbuhan dan Perkembangan Anak

Kemampuan berinteraksi sosial merupakan salah sau aspek karakteristik pertumbuhan dan perkembangan anak. Hal ini ditandai dengan salah satu kecerdasan

(8)

13

yang dibentuk pada anak, yakni kecerdasan interpersonal. Sujiono (2009:192) menyatakan kecerdasan interpersonal adalah berpikir lewat berkomunikasi dengan orang lain. Ini mengacu pada keterampilan manusia; dapat dengan mudah membaca, berkomunikasi, dan berinteraksi dengan orang lain. Adapun kegiatan yang mencakup kecerdasan ini adalah memimpin, mengorganisasi, berinteraksi, berbagi, menyanyangi, permainan kelompok dan kerja sama.

Siti Aisyah (2008:9.40) menguraikan perkembangan sosial pada akhir masa kanak-kanak ditandai adanya minat terhadap aktivitas teman-temannya dan meningkatkan keinginan untuk diterima sebagai anggota suatu kelompok, dan merasa tidak puas bila tidak bersama teman-temannya. Oleh sebab itu masa kanak-kanak akhir sering disebut sebagai “usia berkelompok”.

Di sisi lain, Yusuf (2011:50) mengemukakan karakteristik atau sifat-sifat anak usia dini antara lain; bergairah untuk belajar dan banyak belajar dari pengalaman.

Anak senang melakukan berbagai aktivitas yang menyebabkan terjadinya perubahan tingkah laku pada dirinya. Ia senang mencari tahu tentang berbagai hal mempraktekkan berbagai kemampuan dan keterampilan, serta mengembangkan konsep dan keterampilan baru. Anak cenderung banyak belajar dari pengalaman melalui interaksi dengan berada dan / atau orang lain daripada belajar dari anak.

Selanjutnya Budiningsih menjelaskan kesempatan untuk mengambil peran sosial tampaknya merupakan suatu yang penting dalam perkembangan moral. Anak- anak yang maju dalam perkembangan moral, memiliki orang tua yang juga maju dalam perkembangan moral. Orang tua yang berusaha menyimak pandangan anak, dan yang mendorong terjadinya dialog, mempunyai anak yang secara moral lebih

(9)

14

matang. Di samping di dalam keluarga, pengambilan peran sosial dalam kelompok sebaya di sekolah dan di masyarakat yang lebih luas, akan meningkatkan perkembangan moralnya.

Dari beberapa pendapat para ahli, dapat disimpulkan bahwa karakteristik pertumbuhan dan perkembangan anak dalam hal ini, yakni anak akan mengadakan interaksi sosial apabila pendidik dapat memfasilitasi, memotivasi sesuai dengan taraf kematangannya untuk berinteraksi sosial.

c. Teman Sebaya

Siti Aisyah (2008:9.42) menjelaskan perilaku sosial yang tidak memenuhi harapan sosial dan membahayakan bagi penerimaan sosial oleh kelompok. Hal ini akan menghilangkan kesempatan anak untuk belajar sosial, sehingga sosialisasi mereka semakin jauh lebih rendah dibandingkan dengan teman seusia. Kelompok sosial menilai dan menerima atas dasar kesediaan atau kemampuan memenuhi harapan sosial, tetap anak berusaha menyesuaikan diri secara berlebihan maka: a) teman seusia mereka lemah karena kurang mandiri; b) anak akan dianggap remeh oleh kelompok teman sebaya karena tampak tidak mempunyai apa-apa untuk disumbangkan bagi kelompok; c) anak tidak dapat memiliki pandangan yang baik tentang diri mereka sendiri, jika mereka mengetahui bahwa kelompok mempunyai pandangan yang tidak baik tentang mereka.

Yulianti (2010:11) menyatakan ciri kehidupan sosial pada anak TK adalah menyukai bermain dengan kelompok dan atau sampai lima orang teman, biasanya mempunyai satu atau dua sahabat. Anak usia TK pada umumnya dapat menyesuaikan diri secara sosial. Kadang-kadang sulit menyesuaikan diri dengan sekolah jika

(10)

15

suasana di rumah kurang nyaman. Teman yang dipilih biasanya yang sama jenis kelaminnya, tetapi kemudian berkembang teman yang terdiri dari jenis kelamin yang berbeda.

Interaksi sosial yang dipengaruhi oleh teman sebaya, lebih banyak terjadi pada proses bermain. Hal ini sesuai dengan pendapat Mutiah (2010:113) yang menguraikan bahwa permainan memberikan kesempatan pra latihan untuk mengenal aturan-aturan (sebelum ke masyarakat), mematuhi norma-norma dan larangan- larangan, berlaku jujur, setia (loyal), dan lain sebagainya. Dalam permainan anak akan menggunakan semua fungsi kejiwaan/psikologis dengan sesama yang bervariasi.

2.1.4 Hakikat Teknik Sosiodrama

Hartinah (2009:9) menjelaskan keuntungan menggunakan metode pendekatan kelompok antara lain: a) anak bermasalah dapat mengenal dirinya melalui teman- teman kelompok. Anak dibantu yang lain dalam menemukan dirinya dengan yang lain. Anak dibantu yang lain dalam menemukan dirinya dan sebaliknya, anak dapat membantu kawannya untuk menemukan dirinya. Kecenderungan tersebut akan didorong dengan dasar bahwa anak pada hakikatnya adalah makhluk individu dan sebagai makhluk sosial; b) melalui kelompok, sikap-sikap positif anak dapat dikembangkan seperti toleransi, saling menghargai, kerja sama, tanggung jawab, disiplin, kreativitas, dan sikap-sikap kelompok lainnya lainnya.

Roestiyah (2001:90) melalui sosiodrama, anak dapat menghayati permainan apa yang dimainkan, mampu menempatkan diri dalam situasi orang lain yang

(11)

16

dikehendaki. Anak dapat belajar watak orang lain, cara bergaul dengan orang lain, cara mendekati dan berhubungan dengan orang lain, dalam situasi tersebut mereka bisa memecahkan masalah.

Selanjutnya melalui sosiodrama, diharapkan akan terjadi interaksi sosial, sebagaimana yang diuraikan oleh Hartinah (2009:24) pada pengertian kelompok berdasarkan interaksi, yakni kelompok adalah sekumpulan orang yang terdiri atas dua orang atau lebih yang melakukan interaksi satu dengan yang lainnya dalam suatu aturan yang saling mempengaruhi pada setiap anggotanya. Dengan demikian, pada kelompok akan dijumpai adanya kebutuhan pada setiap anggota, interaksi dan sosialisasi.

Pada intinya dapat dikemukakan sosiodrama yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah: bagaimana anak dapat berinteraksi dengan anak lainnya melalui peran yang dibawakan. Dari peran tersebut, anak akan memahami perilaku-perilaku yang baik, yang diharapkan dapat dilakukan anak. Hal ini sejalan dengan pendapat Rusman (2012:138) bahwa bermain peranan, bertujuan untuk memberikan kesempatan kepada peserta didik menemukan nilai-nilai sosial dan dan pribadi melalui situasi tiruan.

Selanjutnya dijelaskan pula oleh Rusman (2012:138) bahwa tujuan dari pembentukan interaksi sosial adalah untuk mempengaruhi siswa agar menemukan nilai-nilai pribadi dan sosial. Perilaku dan nilai-nilainya diharapkan menjadi sumber bagi penemuan berikutnya.

(12)

17 a. Kebaikan Teknik Sosiodrama

Mansyur (dalam Sagala, 2003:213) mengemukakan kebaikan metode sosiodrama ialah: 1) murid melatih dirinya untuk melatih, memahami, dan mengingat bahan yang akan didramakan. Sebagai pemain harus memahami, menghayati isi cerita secara keseluruhan, terutama untuk materi yang harus diperankannya. Dengan demikian daya ingatan anak harus tajam dan tahan lama; 2) murid akan terlatih untuk berinisiatif dan berkeratif. Pada waktu bermain drama para pemain dituntut untuk mengemukakan pendapatnya sesuai dengan waktu yang tersedia; 3) bakat yang terpendam pada murid dapat dipupuk sehingga dimungkinkan akan muncul atau timbul bibit seni dari sekolah. Jika seni drama mereka dibina dengan baik kemungkinan besar mereka akan jadi pemain yang baik kelak; 4) kerja sama antar pemain dapat ditumbuhkan dan dibina dengan sebaik-baiknya; 5) anak memperoleh kebiasaan untuk menerima dan membagi tanggung jawab dengan sesamanya, dan 6) bahasa lisan murid dapat dibina menjadi bahasa yang baik agar mudah dipahami orang lain.

Selanjutnya Roestiyah (2001:91) menjelaskan teknik sosiodrama agar berhasil dengan efektif, maka perlu mempertimbangkan langkah-langkahnya, sebagai berikut:

1) guru harus menerangkan kepada siswa, untuk memperkenalkan teknik ini, bahwa dengan jalan sosiodrama siswa diharapkan dapat memecahkan masalah hubungan sosial kelak yang aktual ada di masyarakat, maka kemudian guru menunjuk beberapa siswa yang akan berperan; masing-masing akan mencari pemecahan masalah sesuai degan perannya. Dan siswa yang lain jadi penonton dengan tugas-tugas tertentu pula;

2) guru harus memilih masalah yang urgen, sehingga menarik minat anak. Ia mampu

(13)

18

menjelaskan dengan menarik, sehingga siswa terangsang untuk berusaha memecahkan masalah itu; 3) agar siswa memahami peristiwanya, maka guru harus bisa menceritakan sambil mengatur adegan yang pertama; 4) bila ada kesediaan sukarela dari siswa untuk berperan, harap ditanggapi tetapi guru harus mempertimbangkan apakah ia tepat untuk perannya itu. Bila tidak ditunjuk saja siswa yang memiliki kemampuan dan pengetahuan serta pengalaman seperti yang diperankan itu.

Jelaskan pada pemeran-pemeran itu sebaik-baiknya, sehingga mereka tahu tugas peranannya, menguasai masalahnya pandai bermimik maupun berdialog. Siswa yang turut harus menjadi penonton yang aktif, di samping mendengar dan melihat mereka harus bisa memberi saran dan kritik pada apa yang akan dilakukan setelah sosiodrama selesai. Bila siswa belum terbiasa, perlu dibantu guru dalam menimbulkan kalimat pertama dalam dialog.

Setelah sosiodrama itu dalam situasi klimaks, maka harus dihentikan, agar kemungkinan-kemungkinan pemecahan masalah dapat didiskusikan secara umum.

Sehingga para penonton ada kesempatan untuk berpendapat, menilai permainan dan sebagainya. Sosiodrama dapat dihentikan pula bila sedang menemui jalan buntu.

Sebagai tindak lanjut dari hasil diskusi, walau mungkin masalahnya belum terpecahkan, maka perlu dibuka tanya jawab, diskusi atau membuat karangan yang berbentuk sandiwara.

b. Kelemahan Teknik Sosiodrama

Sagala (2003:213) menjelaskan beberapa kelemahan teknik sosiodrama, antara lain: 1) sebagian besar anak yang tidak ikut bermain drama mereka menjadi

(14)

19

kurang aktif; 2) banyak memakan waktu, baik waktu persiapan dalam rangka pemahaman isi bahan pelajaran maupun pada pelaksanaan pertunjukkan; 3) memerlukan tempat yang cukup luas, jika tempat bermain sempit menyebabkan gerak para pemain kurang bebas, dan 4) kelas lain sering terganggu oleh suara pemain dan para penonton yang kadang-kadang bertepuk tangan dan sebagainya.

c. Cara-cara Mengatasi Kelemahan-kelemahan Teknik Sosiodrama

Sagala (2003:214) mengemukakan cara-cara mengatasi kelemahan-kelemahan teknik sosiodrama adalah: 1) guru harus menerangkan kepada siswa, untuk memperkenalkan metode ini, bahwa dengan jalan sosiodrama siswa diharapkan dapat memecahkan masalah hubungan sosial yang aktual ada di masyarakat. Kemudian guru menunjuk beberapa siswa yang berperan, masing-masing akan mencari pemecahan masalah sesuai dengan perannya, dan siswa yang lain menjadi penonton dengan tugas-tugas tertentu pula; 2) guru harus memilih masalah yang urgen sehingga menarik minat anak. Ia dapat menjelaskan dengan baik dan menarik, sehingga siswa terangsang untuk memecahkan masalah itu; 3) agar siswa memahami peristiwanya maka guru harus bisa menceritakan sambil mengatur adegan pertama, dan 4) bobot atau luasnya bahan pelajaran yang akan didramakan harus sesuai dengan waktu yang tersedia. Oleh karena itu harus diusahakan agar para pemain berbicara dan melakukan gerakan jangan sampai banyak variasi yang kurang berguna.

2.1.5 Penerapan Teknik Sosiodrama Dalam Meningkatkan Kemampuan Interaksi Sosial

Dalam rangka meletakkan dasar ke arah pengembangan sikap, pengetahuan, keterampilan dan daya cipta anak didik, guru perlu memahami kemampuan-

(15)

20

kemampuan apa yang harus dikuasai anak didik. Untuk mengantisipasi hal ini teknik yang digunakan dalam pembelajaran hendaknya sesuai dengan tugas perkembangan anak.

Salah satu tugas perkembangan masa kanak-kanak antara lain, menurut Havighurst (dalam Moeslichatoen, 1999:41) belajar bergaul dengan anak lain, adalah belajar mengembangkan berhubungan dengan anak lain yang dapat menghasilkan dampak tanggapan positif dari anak lain dalam lingkungan sekolah yang lebih luas daripada lingkungan keluarga.

Sujiono (2009:121) mengemukakan anak usia dini belajar melalui active learning, metode yang digunakan adalah memberikan pertanyaan pada anak dan

membiarkan berpikir/bertanya pada diri sendiri, sehingga hasil belajar yang didapat merupakan konstruksi anak tersebut. Karena pada dasarnya anak memiliki kemampuan untuk membangun dan mengkreasi pengetahuan sendiri, sehingga sangat penting bagi anak untuk terlibat dalam proses belajar.

Disisi lain peran yang dilakukan oleh anak pada teknik sosiodrama, memberikan pengalaman langsung bagaimana anak berperilaku. Hal ini sesuai pula dengan ciri berpikir anak usia dini yang dikemukakan oleh Semiawan (dalam Marhar, 2011:14) antara lain realisme, yaitu kecenderungan yang kuat untuk menanggapi segala sesuatu dengan hal yang riil atau nyata.

Interaksi sosial pada anak usia TK, sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya lebih mengarah pada pemahaman diri sendiri, pemahaman orang lain dan bagaimana bersikap yang dapat diterima oleh orang lain. Teknik sosiodrama yang dimaksud pula disesuaikan dengan usia anak TK. Tema yang diangkat berupa lingkungan, yakni

(16)

21

peran penjual maupun pedagang, dan tema dokter kecil. Peran penjual di sini bagaimana dapat memotivasi pembeli dengan mengadakan hubunbgan yang baik, selanjutnya sikap baik, menghargai orang lain sudah tersirat pada proses sosiodrama.

Untuk peran dokter kecil, pesan yang dihayati anak, bahwa dalam kehidupan sehari- hari manusia yang satu membutuhkan manusia lainnya. Sikap egois, mau menang sendiri sebaiknya dihilangkan.

Melalui teknik sosiodrama, guru akan berdiskusi dengan anak, perilaku yang perlu ditumbuh-kembangkan pada interaksi sosial. Di samping hal-hal tersebut, dengan teknik sosiodrama anak akan belajar norma-norma kelompok. Gerungan (dalam Budiningsih, 2008:65) menyatakan sesungguhnya individu mematuhi norma- norma kelompok sebagai normanya sendiri sudah dialaminya sejak dini. Pada mulanya seorang anak mengidentifikasi dirinya dengan orang-orang tertentu seperti orang tua, guru maupun kawannya. Perencanaan teknik sosiodrama yang sistematis akan membantu interaksi sosial anak, terutama tema pembelajaran yang sesuai karakteristik anak.

2.2 Hipotesis Tindakan

Adapun hipotesis penelitian adalah: “Jika digunakan teknik sosiodrama, maka kemampuan interaksi sosial anak TK Teratai Jaya Kecamatan Telaga Biru Kabupaten Gorontalo dapat ditingkatkan”.

2.3 Indikator Kinerja

Indikator kinerja ditetapkan yakni 85% anak telah memiliki kemampuan dalam berinteraksi sosial, yaitu terjadi peningkatan dari 10 orang anak atau 50% pada observasi awal menjadi 17 orang anak atau 85% setelah pelaksanaan siklus I dan II

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa (1) strategi yang digunakan oleh penerjemah adalah reduksi 34%, parafrasa 23%, kuplet 23%, perluasan 10%, shift 7%,

Berdasarkan tabel 4 diatas diketahui suhu yang didapatkan dari hasil objek yang sama dan waktu yang sama, hasil di atas merupakan hasil dari dua alat ukur yang berbeda

Peraturan Daerah Kotamadya Daerah Tingkat II Yogyakarta Nomor 4 Tahun 1978 tentang Pelaksanaan Perijinan Perusahaan Penggilingan Padi, Huller dan Penyosohan Beras yang disahkan

Bila cahaya terpolarisasi linier jatuhpada bahan optis aktif, maka cahaya yang keluar bahan akan tetap terpolarisasi linier dengan arah bidang getar terputar terhadap arah

Berdasarkan hasil wawancara dengan guru pamong/informan tentang persepsi guru pamong terhadap keterampilan mengajar maka dapat di simpulkan bahwa mahasiswa PPL khususnya program

Also you don't want to check out, you could directly shut the book soft documents and also open Student Solutions Manual To Accompany Calculus Multivariable By Howard Anton, Irl

mempengaruhi bagaimana mereka mempersepsikan mengenai model pembelajaran blended learning yang mereka jalankan, yang mana persepsi didefinisikan oleh Atkinson (2000)

Proses pembelajaran matematika pada siswa kelas autis berjalan satu arah yaitu guru menggunakan beberapa strategi yang disiapkan dalam RPP sesuai dengan materi yang akan