2.1 Filtrasi
Proses yang terjadi pada unit filter adalah penyaringan (filtrasi). Filtrasi merupakan proses alami yang terjadi di dalam tanah, yaitu air tanah melewati media berbutir dalam tanah dan terjadi proses penyaringan. Dengan meniru proses alam ini, dikembangkan rekayasa dalam bentuk unit filter. Tujuan filtrasi adalah untuk menghilangkan partikel yang tersuspensi dan koloidal dengan cara menyaringnya dengan media filter (Scott dan Hughes 1996). Selain itu, filtrasi dapat menghilangkan bakteri secara efektif dan juga membantu penyisihan warna, rasa, bau, besi dan mangan.
Berbagai jenis mekanisme filtrasi, antara lain filtrasi tradisional menggunakan filter pasir cepat. Mekanismenya adalah mechanical straining, yaitu tertangkapnya partikel oleh media filter karena ukuran partikel lebih besar daripada ukuran pori-pori media, sedangkan mekanisme filtrasi dalam filter pasir lambat adalah proses biologis. Filtrasi dengan membran ditujukan untuk menyaring bahan berukuran molekuler dan ionik. Proses yang terjadi selama penyaringan pada filtrasi ini memerlukan driving force, seperti perbedaan konsentrasi, potensial listrik, perbedaan tekanan, dan sebagainya. TiO2 merupakan
nanomaterial yang resisten terhadap bakteri.
2.2 Membran
Penggunaan membran dalam pengolahan air bertujuan untuk pemisahan substansi dari larutan. Membran mampu menyaring partikel dalam larutan yang tidak nampak oleh mata telanjang, bahkan membran mikrofiltrasi dapat menahan yeast (3 hingga 12 mikron) dan mikrofiltrasi yang lebih kecil dapat menahan bakteri terkecil (Mulder 1996).
Membran dapat didefinisikan sebagai suatu lapisan tipis semipermeabel diantara dua fasa yang berbeda karakter, fasa pertama adalah feed atau larutan pengumpan dan fasa kedua adalah permeate atau hasil pemisahan, disamping itu juga menghasilkan retentat sebagai hasil residu dala proses filtrasi (Mallevialle et al. 1996). Operasi membran dapat diartikan sebagai proses pemisahan dua atau
sebagai penghalang (Barrier) tipis yang sangat selektif diantara dua fasa, hanya dapat melewatkan komponen tertentu dan menahan komponen lain dari suatu aliran fluida yang dilewatkan melalui membran (Mulder 1996).
Berbagai jenis membran telah banyak dikembangkan untuk berbagai kebutuhan industri dan bidang lainnya, terutama membran sintetik. Keunggulan yang diperoleh dengan teknologi membran antara lain energi yang dibutuhkan cukup rendah, penggunaannya dapat kontinue, perangkatnya dapat digabungkan dengan peralatan lain, serta mampu memisahkan zat-zat yang sensitif terhadap perubahan temperatur.
Berdasarkan eksistensinya membran terdiri dari membran alami dan membran sintetik. Membran alami adalah membran pada sistem dan proses kehidupan makhluk hidup. Komponen utama membran alami adalah lemak dan protein. Sedangkan membran sintetik adalah membran buatan, yang dapat terbuat dari bahan alami (biomembran) atau bahan non alami. Membran buatan digunakan untuk kepentingan penelitian dan pengujian sifat-sifat membran biologi dan juga untuk kepentingan industri. Teknologi membran buatan banyak dimanfaatkan untuk industri kimia dan bahan makanan.
Berdasarkan bentuk membrannya terdiri dari membran simetri dan asimetri. Membran simetri memiliki struktur pori yang homogan dan relatif sama, ketebalannya antara 10-200 µm. Sedangkan membran asimetri memiliki ukuran dan kerapatan yang tidak sama. Membran jenis ini memiliki dua lapis yaitu lapisan kulit yang tipis dan rapat (skin lover) dengan ketebalan < 0,5 µm serta lapisan pendukung yang berpori dengan ketebalan 50-200 µm (Mallevialle et al. 1996).
Berdasarkan kelistrikannya membran terdiri atas membran bermuatan tetap dan membran bermuatan netral. Membran bermuatan tetap dapat dilalui oleh ion-ion tertentu. Membran bermuatan tetap yang hanya dapat dilalui oleh kation saja disebut membran penukar kation (MPK), sedangkan jika hanya dilalui anion saja disebut membran penukar anion (MPA). Selain kedua membran tersebut ada juga membran yang merupakan gabungan keduanya yang disebut Double Fixed Charge Membrane. Membran bermuatan tetap ini dapat digunakan dalam proses
industri, seperti proses elektrolisis, fuel sell, dan berbagai proses filtrasi. Membran bermuatan netral banyak digunakan dalam aplikasi bidang-bidang sains dan teknologi. Membran netral terdiri dari polimer yang tidak mengikat ion-ion tetap. Membran netral juga dapat bersifat selektif terhadap larutan-larutan kimiawi. Selektivitas membran ditentukan oleh unsur-unsur penyusun (monomer), ukuran kimia, ukuran pori-pori, daya tahan terhadap tekanan dan suhu, resistivitas dan konduktivitas serta karakteristik kelistrikan yang lainnya (Baker 2004).
Berdasarkan gradien tekanan sebagai daya dorongnya dan permeabilitasnya, Mulder (1996) membran dapat dibedakan menjadi beberapa jenis yaitu:
a. Mikrofiltrasi (MF). Membran jenis ini beroperasi pada tekanan berkisar 0,1-2 bar dan batasan permeabilitasnya lebih besar dari 50 L/m2.jam.bar. b. Ultrafiltrasi (UF). Membran jenis ini beroperasi pada tekanan antara 1-5
bar dan batasan permeabilitasnya adalah 10-50 L/m2.jam.bar.
c. Nanofiltrasi. Membran jenis ini beroperasi pada tekanan antara 5-20 bar dan batasan permeabilitasnya mencapai 1,4-12 L//m2.jam.bar
d. Reverse osmosis (RO). Membran jenis ini beroperasi pada tekanan antara 10-100 bar dan batasan permeabilitasnya mencapai 0,005-1,4 L/m2.jam.bar
Tabel 1 Perbandingan berbagai teknik membran
Teknik Membran
Air umpan Ukuran Pori Gaya Dorong Tujuan Penyisihan
Mikrofiltrasi Dari filter 0.1-2 µ (umumnya 0.45µ)
Tekanan > 10 psi (> 0.7 kg/cm2)
Bakteri menyerupai partikel tak larut , bahan koloid Ultrafiltrasi Dari filter 0.002-0.1µ
(umumnya 0.01µ) Tekanan > 20 psi (> 1.4 kg/cm2) Senyawa berukuran molekuler, termasuk mikroorganisme Elektrodialisis TDS 500 – 8000 mg/l < 1 nm Arus DC 0.27-0.36 kW/lb garam) Ion garam Reverse Osmosis TDS 100-36000 mg/l < 1 nm Tekanan > 200 psi (> 14 kg/cm2)
Ion garam dan bahan koloid
Gambar 1 Rentang teknik pemisahan dengan membran dibandingkan dengan teknik lain (Reynold 1996).
Berdasarkan struktur dan prinsip pemisahan membran dapat dibedakan menjadi tiga jenis yaitu membran berpori (porous membrane), membran tidak berpori (non porous membrane) dan membran cair (carrier membrane) Mulder (1996).
Membran berpori
Prinsip pemisahan membran berpori adalah didasarkan pada perbedaan ukuran partikel dan ukuran pori membran. Ukuran pori membran berperan penting dalam pemisahan. Membran jenis ini biasanya digunakan untuk mikrofiltrasi, ultrafiltrasi dan nanofiltrasi.
Membran tidak berpori
Pada membran tidak berpori prinsip pemisahannya didasarkan apda perbedaaan kelarutan dan kemampuan berdifusi. Sifat intrinsik polimer membran mempengaruhi tingkat selektifitas dan permeabilitas. Membran jenis ini digunakan untuk proses pemisahan gas, pervaporasi dan diálisis.
Membran Carrier
Pada membran ini prinsip pemisahannya tidak ditentukan oleh membran itu sendiri, tetapi ditentukan oleh sifat molekul pembawa spesifik. Molekul pembawa (carrier) berada di dalam membran dan dapat bergerak jika dilarutkan dalam cairan. Carrier harus menunjukan afinitas yang Sangat spesifik terhadap statu komponen pada umpan sehingga diperoleh selektifitas tinggi. Selain itu permselektifitas komponen sangat tergantung pada spesifikasi bahan pembawa tersebut. Komponen yang dapat dipisahkan dapat berupa cair atau gas, ionik dan non ionik.
2.3 Polisulfon
Polisulfon merupakan polimer yang mengandung sulfur yang dihasilkan dari sintesa subtitusi aromatik nukleofilik antara aromatik halida dengan garam bisfenol. Polimer ini bersifat hidrofobik karena mempunyai gugus aromatik pada struktur kimianya dan memiliki kelarutan yang rendah dalam larutan alifatik rendah namun masih bisa larut dalam beberapa pelarut polar (Kesting 1993) . Kekuatan dan stabilitas polisulfon dipengaruhi oleh grup sulfon dan struktur sikloliniernya.
Polisulfon merupakan polimer yang banyak dipakai pada membran ultrafiltrasi. Unit pengulangannya adalah difenil sulfon. Gugus –SO2 dalam
polimer polisulfon (PSf) cukup stabil disebabkan gaya tarik elektronik teresonansi antar gugus-gugus aromatik. Molekul-molekul oksigen dengan 2 pasang elektron tak berpasangan didonorkan untuk membentuk ikatan hidrogen yang kuat dengan solut atau pelarut (Wenten 1999).
Ulangan cincin fenilena menciptakan halangan sterik terhadap rotasi molekul dalam molekul dan gaya tarik sistem elektron teresonansi antara molekul yang berdekatan. Keduanya memberi kontribusi terhadap derajat mobilitas molekul tinggi, rigiditas yang tinggi, creep resistance (ketahanan melar), stabilitas dimensional dan temperatur defleksi termal. Gugus fenil eter dan fenil sulfon mempunyai stabilitas termal dan oksidatif yang tinggi, menghasilkan stabilitas temperatur tinggi yang tahan lama selama penggunaan (Cheryan 1986).
Gambar 2 Struktur kimia polisulfon (Seader dan Ernest 1998)
Menurut Muhammad Romli, Suprihatin dan Nastiti Siswi Indrasti (2008) menyatakan bahwa polimer polisulfon sebagai material dasar memiliki gugus sulfon yang merupakan sink untuk elektron-elektron, sehingga menjadikannya tahan terhadap pengaruh termal maupun oksidasi. Gugus eter pada tulang belakangnya yang memberikan sifat fleksibel, serta gugus alkil yang dapat menaikkan permeabilitas.
Dasar pemilihan polisulfon sebagai membran ultrafiltrasi adalah sebagai berikut:
a. Resistansi kimia tinggi, tidak diserang oleh asam mineral, alkali dan garam. b. Batasan temperatur lebar, khususnya temperatur sampai 75oC - 125oC dapat
digunakan.
c. Toleransi pH yang lebar, PSf dapat secara kontinu dilakukan pada pH 1-13, hal ini memberikan keuntungan untuk tujuan pembersihan.
d. Tahan terhadap klorin, kebanyakan perusahaan menggunakan klorin sampai konsentrasi 20 ppm untuk tujuan sanitasi jangka pendek dan biasanya sampai 50 ppm untuk sanitasi jangka panjang.
e. Membrannya mudah difabrikasi dengan berbagai konfigurasi.
f. Kisaran pori-pori yang luas yang biasa dipakai untuk aplikasi UF, kisaran antara 10A-200A atau dengan MWCO 100-500 kD.
Kelemahan utama PSf hanya terbatas pada tekanan yang rendah 100 psi untuk membran flat dan 25 psi (1,7 atm) untuk membran hollow fiber dan tendensi fouling yang lebih tinggi dibanding membran hidrofilik.
Menurut Radiman (2002), polisulfon merupakan salah satu jenis polimer yang banyak digunakan dalam teknologi membran karena memiliki kestabilan kimia dan termal yang cukup baik. Polisulfon cenderung bersifat hidrofobik sehingga permeabilitasnya untuk sistem larutan air tidak terlalu baik. Polisulfon bersifat hidrofobik karena mempunyai gugus aromatik pada struktur kimianya dan
memiliki kelarutan yang rendah dalam larutan alifatik rendah tetapi masih bisa larut dalam pelarut polar. Keuntungan dari penggunaan polisulfon, diantaranya tahan terhadap panas, kaku dan transparan, stabil antara pH 1.5 – 13.0, tidak larut atau rusak oleh asam-asam encer atau alkali, dan mempunyai kekuatan tarik yang baik (Sembiring 2005).
2.4 Titanium dioksida (TiO2)
Titanium dioksida merupakan senyawa yang tersusun atas ion Ti4+ dan O2
dala konfigurasi oktahedron. Tiga acam bentuk kristalnya yang telah dikenal yaitu anatase, rutil dan brokit. Akan tetapi hanya bentuk anatase dan rutil yang dapat diamati di alam, sedangkan brokit sulit diamati karea tidak stabil. Bentuk kristal anatase diamati terjasi pada pemanasan bubuk TiO2 mulai dari suhu 1200C dan
sempurna pada 5000C. Pada suhu 7000C mulai terbentuk kristal rutil (Prihasa
2009).
Titanium dioksida juga merupakan bahan material aktif dengan ukuran nano yang memiliki beberapa keunggulan yakni resistasi terhadap bakteri yang tinggi dan bersifat sangat hidrofilik. Penambahan TiO2 dilakukan dala bentuk
serbuk. Penambahan TiO2 tersebut meningkatkan kekuatan fisik membran
sehingga membran tidak mudah terdekomposisi, meningkatkan hidrofilisitas sehingga fluks meningkat.
Titanium oksida merupakan bentuk oksida dari senyawa titanium, titanium murni tidak terdapat di alam, tetapi berasal dari biji ilmette. Senyawa ini dapat digunakan sebagai alat treatment air dengan cara melewatkan air yang tercemar pada permukaan yang dilapisi dengan senyawa ini. Disamping itu titanium dapat digunakan sebagai sensor oksigen dan anti mikrobiologi (pembunuh kuman) dengan bantuan sinar UV (Chang 1994). Manfaat TiO2 banyak sekali, diantaranya
sebagai pigmen, sunscreen, cat tembok, obat salep, pasta gigi dan lain lain.
2.5 Permeabilitas
Brocks (1983) menjelaskan tentang kinerja (performance) membran dipengaruhi oleh bahan dasar membran dan bagaimana proses pembuatannya.
adalah fluks atau koefisien permeabilitas dan rejeksi atau perselektivitas.
Permeabilitas suatu membran merupakan ukuran kecepatan dari suatu spesi atau konstituen menembus membran. Secara kuantitas, permeabilitas membran sering dinyatakan sebagai fluks atau koefisien permeabilitas. Definisi dari fluks adalah jumlah volum permeat yang melewati satuan luas membran dalam waktu tertentu dengan adanya gaya dorong, dalam hal ini berupa tekanan. Secara sistimatis fluks dirumuskan sebagai berikut:
t A V J × = dimana: J = Fluks (L/m2.jam) V = Volum permeat (ml)
A = Luas permukaan membran (m2) t = Waktu (jam)
Suatu membran dikatakan efektif dan efisien jika membran tersebut mempunyai nilai fluks yang tinggi. Masalah yang timbul ketika membran digunakan adalah adanya penurunan nilai fluks terhadap waktu. Hal itu ditunjukkan pada gambar 3.
Fluks
Waktu Gambar 3 Kurva perubahan fluks membran terhadap waktu (Mulder 1991)
Faktor-faktor yang mempengaruhi fluks antara lain, konsentrasi umpan, tekanan transmembran, laju alir, dan turbulensi dalam saluran umpan. Konsentrasi umpan yang semakin tinggi menyebabkan penurunan fluks hingga nol, sedangkan tekanan transmembran menurut Henry (1988) tidak selalu berbanding lurus dengan fluks, semakin tinggi tekanan transmembran awalnya akan meningkat,
hingga flu dan turbul Pe fouling. F membran. permukaan dalamnya Fo terjadi ak membran fouling da dan lain se 2.6 Pemb Me dengan be Metode s keramik, film. Pros temperatu disebut po
uks akan rel lesi umpan enurunan n Fouling pa Fouling te n membran . ouling pada kibat adany dan mene apat diketah ebagainya. uatan Mem enurut Bro erbagai cara sintering ad gelas, sehi ses penggab ur tinggi, s ori-pori. latif konstan akan mengh ilai fluks ada membra rjadi akibat n dan me membran s ya moleku empati pori hui dari pen
Gam mbran ocks (1983) a, diantarany dalah prose ingga partik bungan dila sehingga ak n pada peni hasilkan flu dalam pro an sangat t adanya mo nempati po sangat ulit ul-molekul i-pori mem nurunan nila mbar 4 Geja ) pembuata ya sintering es penggab kel secara akukan deng kan terbent ingkatan tek uks yang tin
ses filtrasi sulit dihin olekul-mole ori-pori m dihindari da yang terak mbran dan ai fluks, per ala fouling an membran g, inversi fa bungan part bersama-sa gan bantuan tuk ruang-kanan. Peni ggi pula dipengaru ndari dalam ekul yang te embran da alam proses kumulasi p menyumbat rubahan nil n sintesis asa, strechin tikel-partike am bergabu n penambah ruang anta ingkatan laj uhi oleh ad m proses fi erakumulasi an tersumb s filtrasi. H pada permu tnya. Feno ai kondukti dapat dilak ng, dan leac el kaku, se ung memb han tekanan ar partikel ju alir danya filtrasi i pada bat di Hal ini ukaan omena ivitas, kukan ching. eperti entuk n dan yang
pembuatan membran. Proses pembuatanannya dengan cara, menyebarkan larutan yang berisi zat terlarut dan pelarut sehingga membentuk lapisan tipis. Selanjutnya dilakukan proses koagulasi sehingga pelarut menguap dan terbentuklah pori-pori. Metode streching atau peregangan cocok dilakukan pada bahan baku berupa plastik tak berpori, seperti tefflon dan lembaran polipropilen. Prose peregangan dilakukan ke segala arah sehingga terbentuk pori-pori pada film. Sedangkan metode leaching dilakukan pada campuran dua jenis bahan diman salah satu bahan dibuat membran dengan inversi fasa sedangan bahan yang lain dibuat dengan metode peregangan.
2.7 Konduktansi Membran
Konduktansi merupakan ukuran yang menggambarkan kemampuan suatu bahan untuk membawa arus listrik. Sifat ini muncul karena adanya interaksi antara ion dengan membran. Konduktansi sangat penting dalam proses pemisahan pada membran karena dapat menentukan geometri dan dimensi pori. Besarnya konduktansi membran (G) dapat diperoleh dengan pendekatan persamaan:
G = n Gp (1)
dengan n adalah jumlah pori membran, dan Gp adalah konduktansi tiap pori (asumsi pori-pori identik). Terdapat beberapa hal yang mempengaruhi nilai Gp, di antaranya faktor geometri pori, konsentrasi pori, dan mobilitas ionnya. Dengan asumsi bahwa ion di dalam suatu medium dielektrik akan mengalami interaksi elektrostatik dengan membran.
Sebuah ion dengan radius d dan muatan zq (di mana z adalah bilangan valensi ion dan q adalah muatan ion), dalam suatu medium yang luasnya tak berhingga dengan konstanta dielektrik ε, akan memiliki energi diri U yang besarnya adalah:
U = z2 q2 / 8 π εo εm d (2) Nilai energi diri ion akan berubah bagi ion yang mediumnya memiliki konstanta dielektrik tak seragam. Energi diri ion tersebut pun akan berubah tergantung kepada di mana ion tersebut berada. Oleha karena itu nilai ini sangat
bergantung pada konstanta dielektrik (ε). Nilai U akan naik secara teratur sesuai dengan banyaknya ion yang melewati suatu daerah dengan konstanta dielektrik ε lebih rendah. Konstanta dielektrik membran lebih kecil (biasanya εm = 3) dibanding konstanta dielektrik pelarut (air, εs = 78.5).
Ion yang melewati membran dapat menyebabkan adanya perubahan energi diri sebesar ΔU, sebagai akibat interaksi medan listrik dengan konstanta dielektrik membran (εm), yang tergantung pada seberapa dekatnya ion pada membran. Perubahan energi diri ΔU dapat ditentukan melalui :
ΔU = z2 q2 α / 4 π εo εm b (3)
Dengan z adalah bilangan valensi ion, q adalah muatan ion, α merupakan nilai yang bergantung pada konstanta geometri dan dielektrik, εo adalah konstanta resapan, dan b adalah jari-jari pori membran.
Peningkatan energi diri ΔU akan mempengaruhi konsentrasi ionik yang ada di dalam membran. Secara energetika, kenaikan energi diri kurang baik untuk ion yang berada dalam pori-pori membran yang rapat, dengan konstanta dielektrik rendah. Jika C adalah konsentrasi ion di pusat membran, Co adalah konsentrasi ion pada jarak yang jauh dari membran, G adalah konduktansi di pusat membran, Go adalah konduktansi yang berjarak jauh dari membran, dengan konstanta
Boltzman k dan suhu T, maka koefisien partisi γ dapat dihitung dengan menggunakan statistik Boltzman:
γ = C/ Co = G/ Go = exp (-ΔU / k T) (4) Pada elektrolit dengan konsentrasi kation P dan anion N, serta valensi zp dan zn,
dan dengan co adalah kekuatan ionik larutan, maka:
zp P = zn N = co (5) Untuk membran dengan ukuran pori lebih besar dari panjang Debye dan dengan medan listrik konstan, maka besarnya nilai konduktansi untuk tiap pori Gp terhadap ion yang mengalir adalah:
L T k b D z D z C q Gp p p p n n n 2 0 2 ( γ + γ )π = (6) dengan :
(
zp q mbRT)
p α πε ε γ =exp − 2 2 4 0 (7)(
zn q mbRT)
n α πε ε
γ =exp − 4 0 (8)
Di mana b adalah jari-jari pori membran, L adalah ketebalan membran, K adalah konstanta Boltzman (1.38662 x 10-23 J/K), T merupakan suhu dalam Kelvin, dan R adalah konstanta molar gas (8.314 J/mol K).
Dari persamaan (6) dapat diamati bahwa ada kebergantungan dari Gp terhadap temperatur, dan menunjukkan hubungan yang linear. Pada suhu yang tinggi, nilai G akan semakin besar, ini berarti pula bahwa pergerakan ion juga lebih besar. Di samping itu, koefisien partisi γ juga akan membesar, dengan demikian energi diri ΔU akibat interaksi medan magnet juga meningkat. Dengan menganggap konduktansi untuk tiap pori (Gp) adalah sama, maka jumlah pori n dapat diketahui melalui persamaan (1), dan mekanisme transpor pun dapat diketahui (Smith et al. 1992).