• Tidak ada hasil yang ditemukan

Oleh : I Wayan Wiasta, S.H.,M.H. Fakultas Hukum Universitas Mahasaraswati

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Oleh : I Wayan Wiasta, S.H.,M.H. Fakultas Hukum Universitas Mahasaraswati"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

I Wayan Wiasta, S.H.,M.H Polemik …

88

POLEMIK ANTARA PENGUATAN DAN PERUBAHAN PASAL 3 UUD RI TAHUN 1945 PASCA AMANDEMEN DAN IMPLIKASINYA TERHADAP

STRUKTUR DAN SISTEM KETATANEGARAAN INDONESIA Oleh :

I Wayan Wiasta, S.H.,M.H.

Fakultas Hukum Universitas Mahasaraswati

Abstract

National development planning is an absolute necessity of existence, because without starting a plan it will not be possible to provide development in accordance with what is expected. It means that development planning is the spearhead of management in managing the development of a related country in determining accurate and timely action in the future through a priority scale order by taking into account the available resources. In addition, without any directed development, it is impossible for the purpose of the State contained in the fourth paragraph of the Preamble of the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia can be achieved. Given the importance of the meaning of development it is necessary to develop a national development planning system in accordance with the mandate of the Preamble of the 1945 Constitution and adapted to the needs and development of the era.

Key note : Polemic, Strengthening, Structure, Constitution

Abstrak

Perencanaan pembangunan nasional merupakan suatu keniscayaan yang mutlak keberadaannya, karena tanpa diawali suatu perencanaan maka tidak akan mungkin dapat memberikan pembangunan sesuai dengan apa yang diharapkan. Itu artinya perencanaan pembangunan adalah ujung tombak manajemen dalam mengelola pembangunan disuatu Negara terkait dalam menentukan tindakan yang akurat dan tepat di masa depan melalui urutan skala prioritas dengan memperhitungkan sumber daya yang tersdia. Selain itu juga, tanpa adanya pembangunan yang terarah tidak mungkin tujuan Negara yang terkandung dalam alinea ke-4 Pembukaan UUD NRI 1945 dapat tercapai. Mengingat pentingnya arti pembangunan maka diperlukan suatu sistem perencanaan pembangunan nasional yang tepat sesuai dengan amanat Pembukaan UUD RI 1945 dan disesuaikan dengan kebutuhan dan perkembangan jaman.

Kata Kunci : polemik, Penguatan, Struktur, Ketatanegaraan

I . PENDAHULUAN

Negara Indonesia adalah Negara Hukum Kesejahteraan sebagai mana dituangkan dalam Pembukaan UUD RI Tahun 1945. Untuk mewujudkan

amanat Pembukaan UUD RI 1945,

maka dituangkanlah dalam pasal 3

Batang Tubuh UUD 45 sebelum

amandemen yang mana memberikan

kewenangan kepada MPR untuk

(2)

I Wayan Wiasta, S.H.,M.H Polemik …

89

menetapkan GBHN sebagai pola umum pembangunan nasional. Pola umum itu merupakan rangkaian program pembangunan yang menyeluruh terarah dan terpadu yang berlangsung secara terus menerus.

Rangkaian program pembangunan dimaksud untuk mewujudkan tujuan nasional seperti dalam Pembukaan UUD 45. Dalam GBHN terdapat pola dasar pembangunan nasional, serta pola-pola umum untuk pembangunan jangka panjang dan Repelita.

Perencanaan pembangunan nasional merupakan suatu keniscayaan yang mutlak keberadaannya, karena tanpa diawali suatu perencanaan maka tidak akan mungkin dapat memberikan pembangunan sesuai dengan apa yang diharapkan

1

. Itu artinya perencanaan pembangunan adalah ujung tombak manajemen dalam mengelola pembangunan disuatu Negara terkait dalam menentukan tindakan yang akurat dan tepat di masa depan melalui urutan skala

1 Muhammad Hasbi Arbi, “UUD- 1945 dan GBHN. Sebagai Kendali Yuridis Dalam Pembangunan Nasional’, Variasi Vol. 4 No.12, Juni-Juli 2013, h.3.

prioritas dengan memperhitungkan sumber daya yang tersdia

2

. Selain itu juga, tanpa adanya pembangunan yang terarah tidak mungkin tujuan Negara yang terkandung dalam alinea ke-4 Pembukaan UUD NRI 1945 dapat tercapai

3

. Mengingat pentingnya arti pembangunan maka diperlukan suatu sistem perencanaan pembangunan nasional yang tepat sesuai dengan amanat Pembukaan UUD RI 1945 dan disesuaikan dengan kebutuhan dan perkembangan jaman.

Nyatanya sampai saat ini norma hukum yang mengatur perencanaan pembangunan nasional telah mengalami berbagai macam dinamika sesuai dengan perkembangan dan perubahan pada zamannya. Perubahan yang sangat fundamental pernah terjadi pada saat amandemen UUD 1945, dimana pada saat sebelum reformasi perencanaan pembangunan nasional dilakukan berdasarkan Garis-Garis

2 Indonesia, “Undang-Undang Tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, UU No. 25 Tahun 2004, LN No.104 Tahun 2004, TLN N0.4421, pasal 1.

3 Patrialis Akbar,” Arah Pembangunan Nasional Menurut Undang- Undang Dasar”, http:/www.fhumj.org/berita detai/17.

(3)

I Wayan Wiasta, S.H.,M.H Polemik …

90

Besar Hakuan Negara atau yang selanjutnya disebut dengan GBHN

4

. Kemudian memasuki era reformasi pembangunan nasinal kini tidak lagi didasarkan pada GBHN melainkan melalui Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN) yang diejewantahkan lebih lanjut menjadi rencana pembangunan jangka panjang (RPJP), rencana pembangunan jangka menengah (RPJM), dan rencana pembangunan tahunan (RPT)

5

.

Berbagai pertimbangan dilakukannya perubahan tersebut, salah satunya adalah disebabkan karena adanya harapan untuk menghasilkan rencana pembangunan melalui hasil proses politik yang lebih sehat (public choice theory of planning) dan konsekuensi logis dari

MPR yang sudah tidak lagi menjadi lembaga tertinggi negara

6

.

Makalah ini pada intinya akan mengkaji pendapat yang pro

4 M. Solly Lubis, 2000, Politik dan Hukum di Era Reformasi, Jakarta: Mandar Maju, h. 50.

5 Minto Rahayu, 2007, Pendidikan Kewarganegaraan : Perjuangan menghadapi jati diri Bangsa, Jakarta : Grasindo, h. 102.

6 Patty Regina, dkk, 2015,”

Pemberlakuan Kembali GBHN”, Artikel, Universitas Indonesia, h.4.

terhadap perubahan UUD RI 1945 dan implikasinya terhadap struktur dan sistem ketata negaraan Indonesia, maupun yang kontra terhadap perubahan dan implikasinya terhadap struktur dan system ketata negaraan Indonesia.

II. PEMBAHASAN

Dari uraian pendahuluan tersebut di atas terdapat perbedaan yang mendasar antara sistem BGHN dengan SPPN, sehingga perlu kajian yang komprehensip terhadap implikasi yang ditimbulkan oleh masing-masing sistem itu terutama terhadap perubahan stuktur dan system ketata negaraan.

Sebelum masuk ke kajian yang lebih mendalam, maka terlebih dahulu yang mesti dilihat adalah : Pertama; Sejarah GBHN pertama kali diberlakukan melalui Penetapan Presiden No. 1 Tahun 1960 yang melegitimasi konsepsi mengenai Manipol Usdek sebagai arahan pembangunan Indonesia ke depan

7

Alasan bentuk pertama kalinya adalah Penetapan Presiden karena pada saat itu MPR belum terbentuk,

7 Alex Dinuth, 1977, Kewaspadaan Nasional dan Bahaya Laten Komunis, Jakarta : Intermasa, h. 137

(4)

I Wayan Wiasta, S.H.,M.H Polemik …

91

sehingga GBHN yang semula direncanakan dimuat dalam TAP MPR untuk sementara waktu dimuat dalam Penetapan Presiden.

Sedangkan adanya SPPN di Indonesia titujukan untuk mengganti keberadaan GBHN sebagai arah pembangunan nasional yang sudah tidak dibuat lagi, hal ini termuat dalam konsiderans butir A Undang- Undang No. 17 Tahun 2007 sebagai amanat dari Undang-Undang No. 25 Tahun 2004.

Kedua, dar segi difininisi dan konsep, GBHN adalah haluan Negara tentang arah dan tujuan pembangunan nasional yang menjadi pedoman untuk Presiden dalam menjalankan roda pemerintahan serta berisi tentang pernyataan kehendak rakyat yang ditetapkan oleh MPR setiap lima tahun sekali dalam rangka mencapai tujuan negara

8

. Sedangkan SPPN adalah satu kesatuan tata cara perencanaan pembangunan untuk menghasilkan rencana-rencana ditingkat pusat dan

8 Asbi Arbi, op cit. h. 1.

daerah yang dituangkan melalui RPJP,RPJM, RKP

9

.

Ketiga; dari lembaga yang membentuk dan produk pembentukannya, GBHN dibuat oleh MPR sebagai lembaga tertinggi Negara dan produk pembentukannya melalui TAP MPR

10

. Sedangkan SPPN dibuat oleh Presiden selaku kepala pemerintahan dan produk pembentukannya melalui suatu undang-undang yaitu Undang- Undang No. 25 Tahun 2004 dan Undang-Undang Np. 17 Tahun 2007

11

.

II.1 Pandangan yang Pro Pemberlakuan Kembali GBHN, dan Implikasinya terhadap Struktur dan Sistem Ketatanegaraan Indonesia Pandangan yang pro terhadap kembalinya GBHN tentu dilandasi oleh berbagai argumentasi dan jastifikasi mulai dari ketentuan pasal 1 ayat (2) UUD RI Tahun 1945 yang

9 Alfira Salamm, 2007, Prospek dan Tantangan Implementasi recana Pembangunan Jangka Panjang Nasional, 2005-2025, Jakarta : Pusat Kajian Pengolahan Data dan Informasi Sekretariat Jendral DPR RI, h.35.

10 Aim Abdul Karim, 2007, Pendidikan Kewarganegaraan : Membangun Warga Negara yang Demokratis, Jakarta : Grafindo,h.46.

11 Mintro Rahayu, op cit, h.103

(5)

I Wayan Wiasta, S.H.,M.H Polemik …

92

menegaskan bahwa kedaulatan berada ditangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang- Undang Dasar. Menurut Prof. Jimly pasal tersebut harus dikmaknai bahwa rakyatlah yang memegang kekuasaan tertinggi dalam suatu negara

12

. Maka dari itu salah satu bentuk konsekuensi dari paham kedaulatan rakyat yang Indonesia anut adalah mengikut sertakan rakyat atau perwakilannya dalam menetukan arah pembangunan nasional karena pada dasarnya pembangunan itu pada akhirnya ditujukan kepada rakyat juga,

13

sehingga yang mengetahui kebutuhan dasar faktualnya adalah rakyat itu sendiri.

Dari pandangan tersebut di atas bahwa pasal 1 ayat (2) UUD RI 1945 mengamanatkan adanya sinkronisasi dengan pasal 3 UUD RI 1945 sekarang untuk menguatkan kewenangan MPR dalam

12 Jimly Asshidiqie, Gagasan Kedaulatan Lingkungan Demokrasi Versus Ekorasi,

http://www.Jimly.com/makalah/namafile/12 8/Demokrasi dan Ekokrasi,doc,h.6

13 Luhut M. Pangaribuan dan Benny k. Harman, 1989, Hak Rakyat atas pembangunan : 40 Tahun Deklarasi Umum Hak-Hak Asasi Manusia, Jakarta : YBLHI dan PNS, h.104.

Menetapkan GBHN sebagai haluan Negara tentang arah dan tujuan pembangunan nasional yang menjadi pedoman bagi Presiden dalam menjalankan roda pemerintahan.

Dari penguatan kewenangan MPR dalam pasal 3 UUD RI 1945 akan membawa implikasi terutama kepada strutur ketatanegaraan dimana MPR harus dikembalikan sebagai lembaga tertinggi negara yang mana presiden sebagai mandaris MPR dalam menjalankan roda pemerintahan bertanggung jawab kepada MPR, dan manakala presiden melakukan pelanggaran terhadap GBHN dapt dimaksulkan, tidak terjadi pemisahan kekuasaan sehingga kekuasaan terpusat pada MPR dan pembagian kekuasaan ditiga lembaga Eksekutif, Legeslatif dan Yudikatif dapat diterapkan Check and balances.

Kedua, terjadi implikasi

terhadap sistem ketata negaraan yang

mana sistem Pemilu akan

dikembalikan ke sistem demokrasi

tidak langsung, penyelenggaraan

otomi daerah dikembalikan kepada

sistem sentralisasi.

(6)

I Wayan Wiasta, S.H.,M.H Polemik …

93

II. 2. Pandangan yang Kontra Terhadap Pemberlakuan Kembali GBHN dan Implikasinya Terhadap Struktur Ketata negaraan

Dalam proses amandemen UUD 1945 sejak tahun 1999 hingga tahun 2002 terdapat lima komitmen yang disepakati oleh panitia ad-hok MPR RI

14

. Lima komitmen tersebut yakni tidak mengubah pembukaan UUD 1945, tetap mempertahankan NKRI, penjelasan UUD 1945 ditiadakan, perubahan UUD 1945 dilakukan dengan cara adendum, dan yang terakhir mempertegas system presidensil

15

. Kesepakatan tegas untuk mempertahankan sistem presidensil dimaksudkan untuk memperkokoh sistem pemerintahan yang stabil dan demokratis yang dianut oleh Negara Ri agar sesuai dengan apa yang telah dipilih oleh Founding Fathers pada tahun 1945.

Berbicara dalam kontek pemerintahan maka erat kaitannya dengan bagaimana cara

14 Jazim Hamidi dan Mustapa Lutfi,2010, Civik Education : Antara Realitas Politik dan Implementasi Hukumnya, Jakarta : gramedia Pustaka Utama, h. 148

15 Ni Matul Huda, 2007, Lembaga Negara dalam Masa Transisi Demokrasi, Yoyakarta : UII Press, h. 53

pemerintahan di suatu Negara dijalankan. Dalam suatu pemerintahan presidensil menurut Prof Jimly, Abdul Ghoffar dan Duchacck terdapat beberapa karakteristik khusus yang membedakannya dengan sistem pemerintahan parlementer yakni : (1) Presiden dan kabinetnya tidak bertanggungjawab kepada legislatif, akan tetapi langsung kepada rakyat

16

. (2) Presiden memiliki hak prerogratif untuk menentukan arah pembangunan nasional selaku kepala pemerintahan sekaligus kepala negara

17

Dengan pernyataan pendapat seperti tersebut di atas, ini berarti membawa implikasi terhadap struktur ketatanegaraan Indonesia bahwa dengan diamandemennya UUD 1945, Indonesia murni memperkuat Kedudukan presiden

16 Jimly Asshiddiqie, 2009, Pokok- Pokok Hukum Tata Negara , Indonesia Pasca Reformasi, Jakarta : Buana Ilmu Populer, 200, h. 316 dan Abdul Ghoffar, Perbandingan Kekuasaan Presiden Indonesia Setelah perubahan UUD 1945 Dengan Delapan Negara Maju, Jakarta : Kencana, h.49.

17 Dachack dalam Jimly Asshiddiqie,1996,Pergumulan peran Pemerintah dan Parlemen dalam sejarah (telaah Perbandingan Konstitusi Berbagai Negara), Cet, 1, Jakarta : UI-Press, h.82.

(7)

I Wayan Wiasta, S.H.,M.H Polemik …

94

sebagai kepala pemerintahan sekaligus sebagai kepala Negara dan secara structural tidak bertanggung jawab kepada MPR karena MPR tidak lagi sebagai lembaga tertinggi Negara. Kemudian implikasi kedua terhadap system ketatanegaraan Indonesia, bahwa diperkuatnya sistem pemerintahan presidensil sehingga presiden dan kabinetnya tidak lagi bertanggung jawab kepada MPR, Presiden berwewenang menentukan Pembangunan Nasional Semesta Berencana berdasarkan Undang-Undang, ketika presiden mendapat mosi tidak percaya karena dituduh melakukan pelanggaran konstitusi dan undang-undang, harus melalui mekanismen peradilam MK, Pemilu langsung dapt terjaga, dan dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah system desentralisasi tetap terjaga.

III. PENUTUP

Faktanya sampai saat ini telah dirasakan oleh rakyat masih terjadinya stagnasi dan ketimpangan dalam pembangunan , sehingga romantisme kepada GBHN dan legitimasinya MPR sebagai lembaga tertinggi Negara kembali

disemarakan, pasalnya perencanaan pembangunan nasional memegang peranan penting dalam pelaksanaan pembangnan, namun sampai saat ini masih terjadi polemik antara yang pro dan yang kontra untuk kembali kepada GBHN dengan segala alasan serta pertimbangannya, dan masing- masing memiliki implikasi terhadap stuktur dan sistem ketata negaraan Indonesia

Sudah barang tentu setiap

pandangan dan pendapat sudah pasti

memiliki kelebihan dan kelemahan,

marilah kita sebagai bangsa

Indonesia ikut bersama-sama

memikirkan dan mencarikan solusi

melalui FGD ini agar diketemukan

formulasi yang tepat, berguna dan

berkeadilan bagi seluruh bangsa

Indonesia, dan yang lebih penting

lagi diharapkan kepada seluruh

komponen bangsa baik

penyelenggara Negara, aparatur

pemerintahan, organisasi

kemasyarakatan dan anggota

masyarakat melaksanakan

pembangunan secara jujur, beretika,

berbudaya, dan bertanggung jawab

demi kesejahteraan seluruh

masyarakat sesuai dengan

(8)

I Wayan Wiasta, S.H.,M.H Polemik …

95

karakteristik bangsa Indonesia yang

menjunjung tinggi Pancasila, UUD

RI Tahun 1945, Bhineka Tunggal

Ika, dan NKRI.

Referensi

Dokumen terkait

Dari uraian di atas maka dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa (1) PMV mempunyai peranan yang sangat penting dalam mengembangkan UMKM melalui penyertaan modal

17 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional disebutkan bahwa visi pembangunan ekonomi nasional sampai dengan 2025 adalah ”mewujudkan masyarakat Indonesia yang

Dalam kehidupan suatu bangsa, pendidikan mempunyai suatu peranan yang sangat penting (urgen) untuk menjamin perkembangan dan kelangsungan bangsa yang

• RLE-E ini tidak dianggap sebagai fitur utama resort namun sangat penting keberadaannya untuk menciptakan atmosfer yang tepat pada resort, serta menyediakan ragam aktivitas untuk

Dengan demikian, perangkat peraturan perundang-undangan di bidang HaKI di Indonesia sampai saat ini sudah lengkap. Namun, hal tersebut masih belum banyak

Upaya Pemerintah Pusat untuk mencapai target pembangunan nasional di Provinsi Sulawesi Utara melalui pelaksanaan APBN sampai dengan triwulan II Tahun 2018 menunjukkan kinerja

Politik identitas di Indonesia masih terjadi sampai saat ini, tentunya sudah terbukti, di mana etnis jawa menjadi aktor utama dalam perpolitikan tingkat nasional,

■ Di masa Orde Baru dibentuk Kementerian Negara Perencanaan Pembangunan Nasional dan pada 1980 dibentuk Badan. Perencanaan Pembangunan Daerah Tingkat Provinsi dan tingkat