• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gaya Hidup Musisi Lokal di Medan. (Studi Deskriptif Pada Anak Band di Medan) SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "Gaya Hidup Musisi Lokal di Medan. (Studi Deskriptif Pada Anak Band di Medan) SKRIPSI"

Copied!
128
0
0

Teks penuh

(1)

Gaya Hidup Musisi Lokal di Medan (Studi Deskriptif Pada Anak Band di Medan)

SKRIPSI

Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

DIAJUKAN OLEH:

ASIMA TUPAULI PANGGABEAN 120901058

DEPARTEMEN SOSIOLOGI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Medan

2017

(2)

ABSTRAK

Gaya hidup merupakan bagian dari kebutuhan sekunder masyarakat postmodern dan selalu mengalami perubahan, salah satunya pada perkembangan musik yang mempengaruhi munculnya musisi lokal atau band-band lokal di Medan.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis gaya hidup dan strategi musisi lokal untuk menjaga eksistensi serta makna barang branded untuk mereka. Adapun teori yang digunakan yaitu fungsi sosial selera dalam struktur kelas oleh Pierre Bourdieu.

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan studi deskriptif.

Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah dengan menggunakan data primer, dengan observasi partisipatif serta wawancara mendalam dan data sekunder dari artikel yang terkait. Informan terdiri atas musisi yang tergabung dalam Band Event dan musisi Band Reguler yang dipilih dengan teknik snowball sampling dengan memanfaatkan jaringan kekerabatan antar musisi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa musisi melakukan beberapa strategi untuk tetap eksis dan menaikkan status kelas hingga menjadi musisi yang mendominasi dunia hiburan di Medan. Selain memberikan penampilan suara dan musik yang terbaik, mereka juga memilih untuk selalu tampil dengan style terbaik pula, yaitu dengan menggunakan pakaian branded untuk menaikkan kelas mereka.

Ada perbedaaan pemilihan style antara musisi band event dan regular, dimana genre musiklah yang menjadi alasan utamanya. Musisi band event lebih selektif memilih pakaian dan lebih populer dibandingkan band reguler. Namun dibandingkan musisi band event, musisi band reguler lebih mengarah pada gaya hidup konsumtif. Selain itu, agar tetap eksis musisi juga selektif memilih tempat nongkrong dan menerima tawaran manggung, melakukan perawatan diri serta menggunakan media sosial sebagai wadah untuk meningkatkan eksistensi.

Kata Kunci: Gaya Hidup, Musisi Lokal, Branded

(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya ucapkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas kasih dan karunia-Nya yang sangat luar biasa sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi ini.

Penulisan skripsi ini diajukan untuk memenuhi syarat memperoleh gelar sarjana S-1 pada Departemen Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara. Judul yang penulis ajukan adalah “Gaya Hidup Musisi Lokal di Medan”.

Dalam penyusunan dan penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan banyak pihak, dari Keluarga, Dosen Pembimbing, Sahabat dan teman-teman lainnya.

Bantuan dari keluarga saya, terutama bagi Mamak saya tercinta, D. J Pangaribuan.

Sungguh berkat terbesar yang saya terima telah dilahirkan di keluarga saya dengan mamak saya sebagai kepala keluarga terhebat. Untuk ayah saya, Alm. S. M Panggabean, Ayah seorang pribadi yang beruntung memiliki istri sekuat mamak selalu mendoakan, mendukung, merawat serta mendidik saya dengan sepenuh hati, memberikan cinta dan kasih sayang yang mungkin tidak dapat saya balas hingga kapan pun. Semoga Tuhan memberikan umur yang panjang, kesehatan, kemurah rezeki dan segala macam hal yang baik-baik untuk Mamak. Mudah-mudahan anak yang tidak lagi manja ini benar-benar dapat menjadi kebanggaan keluarga nantinya.

Serta penulis juga mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada seluruh pihak yang telah membantu dengan sepenuh hati, baik berupa ide, kritikan, saran, dukungan semangat, doa, bantuan moril maupun material sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan tepat waktu. Dalam kesempatan ini, penulis dengan senang

(4)

hati menyampaikan penghargaan yang tulus dan ucapan terimakasih yang sebesar- besarnya kepada pihak-pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Yaitu kepada:

1. Bapak Dr. Muryanto Amin, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Dra. Lina Sudarwati, M.Si selaku Ketua Departemen Sosiologi

3. Ibu Dra. Linda Elida, M.Si selaku Dosen Pembimbing dalam penulisan skripsi saya. Terimakasih atas saran, masukan, kritikan, waktu dan tenaga yang diberikan serta sumbangan pemikiran khususnya tentang Sosiologi Postmodern yang memang sama sekali tidak saya pahami sebelumnya, untuk kelancaran dalam pengerjaan skripsi saya. Semoga Tuhan membalas kebaikan hati ibu dan ibu dan keluarga bisa sehat selalu dan selalu di dalam perlindungan-Nya.

4. Ibu Dra. Ria Manurung, M.Si selaku Dosen Pembimbing Akademik selama saya menjadi mahasiswa Sosiologi selama 4 tahun ini.

Terimakasih yang sebesar-besarnya atas kebaikan ibu, evaluasi pembelajaran, ilmu pengetahuan, dan nasehat dalam persoalan mata kuliah, juga sebagai Ketua Penguji dalam ujian komprehensif skripsi saya. Terimakasih atas waktu yang telah diberikan sehingga bersedia hadir dan memberikan masukan, kritik, dan saran terhadap skripsi saya. Semoga dilain waktu kita bisa satu panggung lagi. Tuhan memberkati ya, bu.

5. Terimakasih kepada Uda saya, Binsar Hutapea dan Tante Rittar

(5)

semasa kuliah. Untuk adek-adek kesayangan, Arbie dan Kenzie, terimakasih sudah memperkeruh suasana di kamar kakak, memberi hiburan karena kalian lucu. Nanti beli permen kita ya, bang mbie. Juga kepada Opung saya yang mentel, Br. Gurning. Tuhan berkati pung.

6. Terimakasih kepada abang tertua saya Bang Ronney, Bang Dedy dan Bang Indot serta tulang dan adek sepupu (Jesi Peank yang sering nemanin begadang). Saya sungguh terberkati memeliki keluarga seperti ini.

7. Kepada yang terkasih Grotyo Arlinton Sihombing dan Keluarga, terimakasih banyak sudah selalu ada dan memberikan semangat serta sabar mendengar keluh kesah selama mengerjakan skripsi ini. Saya selalu ingat nasehatmu “Jangan cengeng! Itu ajapun sedih, gak suka aku cewek cepat menyerah!”. Jujur, niat sekali saya memukul kepala orang ini.

Terimakasih ya kenlap.

8. Terimakasih banyak kepada teman-teman seperjuangan terkhususnya buat The Bocors Family yang terdiri dari Feby A. Ginting (mak tiri karo), Yayang A. Siregar (duduk-duduk lante), Joy Samuel S (Krimos leplep), Endy Temana T (Pancur Sekale), Bram Simorangkir S.Sos (Omm Gemez), Fernando Sembiring (Biseks Marz), Zultia Safitri S.Sos(Mamak Mie Goreng), Dedy Roy Hutagalung S.Sos (Pokoknya Gaib), Agita Widia Nora Barus S.Sos (Agita Jamil Lemang), Andrie S.Sos (Si Kapitalis), Ridho Kurnia Adillah S.Sos (Mas kodokku), Binsar Pirngadi S.Sos (Barbara Sang Miss Universe Caemca), Florensisca N.N (lemangkah tidakkah), Monica A Pratiwi S.Sos (kebab dahsyat), Paskah Wani

(6)

Manurung S Sos (Mak Horace Par Cabe), dan personil teraneh Walber Prakevin S.Sos (walberak). Walaupun awalnya kita tidak saling kenal, akhirnya bisa kompak, dan begitu banyak permasalahan yang muncul, sedih susah, senang kita lewati bersama, hingga kita menyebut pertemanan ini sebagai the second family. Semua kenangan yang sudah kita lewati bersama akan selalu membekas dihati, ingin rasanya menuliskan tentang diri kalian satu-persatu namun halaman Kata Pengantar ini akan lebih banyak ketimbang isi nya haha, bercanda.

Terimakasih banyak kenlap-kenlap!

9. Juga tidak lupa untuk seluruh Kawan Sosiologi 2012 terutama kawan seper-doping-an Sri Taqwa S.Sos, juga Sosiologi 2013 (Grace Bodat, Lusi-fer, Sabet-besar, Arif Cotok dan lainnya) yang buat emosi pas nanya kapan wisuda.

10. Untuk sahabat saya dari SMA Hydes Cluster, Medica Cuy yang sudah terlebih dahulu wisuda ketimbang saya, kalian selalu menyemangati untuk segera menyelesaikan skripsi saya, baik itu berupa sindiran atau ancaman.

Semoga kita bisa terus kompak seperti ini, walau jarak memisahkan.

11. Akhirnya untuk semua pihak yang mendukung yang tidak dapat saya tuliskan satu persatu. Terimakasih.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan dan keterbatasan, untuk itu penulis mengharapkan masukan dan saran- saran yang sifarnya membangun demi kebaikan tulisan ini. Demikianlah yang dapat

(7)

akhirnya kata dengan kerendahan hari, penulis mengucapkan terimakasih banyak kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan Skripsi ini.

Medan, Januari 2017 Penulis

Asima Tupauli Panggabean

(8)

DAFTAR ISI

Abstrak ... i

Kata Pengantar ... ii

Daftar Isi ... v

Daftar Tabel ... ix

Daftar Gambar ... x

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 8

1.3 Tujuan Penelitian ... 8

1.4 Manfaat Penelitian ... 9

1.4.1 Manfaat Teroritis ... 9

1.4.2 Manfaat Praktis ... 9

1.5 Definisi Konsep ... 10

1.5.1 Musisi Lokal ... 10

1.5.2 Gaya Hidup Masyarakat Postmodern ... 11

1.5.3 Mode ... 12

1.5.4 Modal ... 14

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Fungsi Sosial Selera Dalam Struktur Kelas-Pierre Bordieu ... 16

2.2 Hiperrealitas Dan Dominasi Kode-Jean Baudrillard ... 24

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian ... 27

3.2 Lokasi Penelitian ... 28

3.3 Unit Analisis dan Informan ... 29

3.3.1 Unit Analisis ... 29

3.3.2 Informan ... 29

(9)

3.4 Teknik Pengumpulan Data ... 30

3.4.1 Data Primer ... 30

3.4.2 Data Sekunder ... 32

3.5 Interpretasi Data ... 32

3.6 Jadwal Kegiatan ... 33

3.7 Keterbatasan Penelitian ... 33

BAB IV HASIL TEMUAN DAN INTERPRETASI DATA PENELITIAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 35

4.1.1 Sejarah Kota Medan ... 35

4.1.2 Geografis ... 38

4.1.3 Keadaan Penduduk ... 39

4.2 Perkembangan Musik di Indonesia ... 40

4.3 Profil Informan ... 51

4.4 Gaya Hidup Musisi ... 68

BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan…..………..………..………....105

5.2 Saran……….107

Daftar Pustaka………...109

Lampiran…….………..111

(10)

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Jadwal Kegiatan ... 33 Tabel 2 Biodata Informan ... 91

(11)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 ... 39

Gambar 1.2 ... 63

Gambar 1.3 ... 65

Gambar 1.4 ... 68

Gambar 1.5 ... 97

Gambar 1.6 ... 99

Gambar 1.7….………100

(12)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dunia industri hiburan di Indonesia saat ini berkembang dengan sangat baik, seperti dunia seni peran dan musik. Dunia industri musik khususnya sudah sangat berkembang dari tahun ke tahun sejak era 70-an. Perkembangan budaya musik populer ini berjalan selaras dengan perkembangan kebudayaan manusia. Hal ini ditandai dengan banyaknya bermunculan grup band dan aliran-aliran musik baru di tanah air. Produksi musik sudah menjadi tujuan utama bagi para “anak band” atau yang sering kita kenal dengan musisi. Kemajuan industri musik Indonesia ini menjadi daya tarik bagi para anak muda dan tak heran bahwa banyak musisi dari berbagai daerah berlomba-lomba untuk masuk “dapur rekaman”. (www.liputan6.com diakses pada 12 Januari 2016 pukul 16.00 WIB).

Musik merupakan media yang sulit mendapatkan kekangan dari pihak tertentu. Musik dapat mudah tersebar bahkan melampaui batas negara. Maka dari itu industri musik tersebut di atas bermunculan seiring dengan perkembangan teknologi.

Terlebih muncul pandangan bahwa musik merupakan bahasa universal. Dengan demikian dapat dinikmati oleh khalayak luas yang bahkan tidak mengerti bahasa dalam lirik lagu. Meski demikian dalam hal penggunaan musik rekaman lebih banyak secara personal. Maka dari itu lebih memiliki potensi dalam hal keberagaman pemaknaan.

(13)

Perkembangan industri musik Indonesia tak hanya menghasilkan sebuah kemajuan dari dunia hiburan entertainment. Kemajuan teknologi yang semakin pesat, musik masa kini dapat didengar oleh semua kalangan, dari anak kecil hingga dewasa.

Begitu pula dengan musisi itu sendiri, dari anak kecil sampai orang tua memiliki kemampuan musikalitas untuk menghibur masyarakat. Permintaan pasar sebagai kebutuhan musik masyarakat didominasi oleh kaum muda, mulai dari siswa/i SMP sampai Mahasiswa/i. Persepsi masyarakat terhadap musik yang tadinya hanya sebagai hiburan semata kini berubah. Mereka menjadikan musik sebagai pengusung gaya hidup. Tentu hal ini berpengaruh pada gaya hidup sehari-hari (http://dokumen.tips/

diakses 23 Januari 2016 pukul 10.00 WIB).

Gaya hidup adalah pola hidup seseorang di dunia. Individu yang hidup dalam masyarakat modern menggunakan gagasan tentang gaya hidup untuk menggambarkan tindakannya sendiri maupun orang lain. Hal ini adalah suatu pola tindakan yang membedakan antara satu individu dengan invidu lain. Gaya hidup menggambarkan keseluruhan diri seseorang dalam berinteraksi dengan lingkungannya yang diekspresikan dalam aktivitas, minat, dan opininya.

Status seseorang memegang peranan penting sebagai citra mereka dalam pandangan orang lain. Status pada dasarnya mengarah pada posisi yang dimiliki seseorang di dalam sejumlah kelompok atau organisasi dan prestise melekat pada posisi tersebut. Misalnya, status ‘anak band’ atau musisi dengan predikat populer. Sebagai seorang public figure, mereka dituntut untuk selalu terlihat menarik, stylish dan up to date dalam dunia sosialnya. Mereka juga harus terlihat

(14)

ramah dan cenderung meninggalkan kesan sebagai sosok sempurna di mata para penggemarnya.

Gaya hidup sering dihubungkan dengan kelas sosial ekonomi dan menunjukkan citra seorang musisi. Gaya hidup ini akan menentukan mobil apa yang akan digunakan sang musisi, arloji apa yang dikenakan, sepatu merk apa yang dibeli, olahraga apa yang akan ditekuni dan lain-lain. Gambaran kehidupan mereka nantinya akan memberikan pengaruh positif atau negatif bagi penggemar fanatik yang membudayakannya. Namun, tak sedikit dari pada musisi ini cenderung melakukan pencitraan secara berlebihan. Gaya hidup musisi saat ini cenderung mengarah ke kehidupan hedonisme atau pandangan hidup untuk fokus mencari kesenangan.

Saat ini, media mendorong banyak orang memiliki suatu barang atau dalam bentuk kepuasan dimana suatu barang dan kepuasan tersebut bukanlah keperluan utama dalam kehidupan. Media mampu menciptakan budaya konsumtif dan hedonis didalam masyarakat. Melalui media sosial, kita sering melihat iklan promosi barang bermerek dengan diskon besar. Media mempengaruhi budaya belanja setiap individu, untuk mengeksiskan diri didalam keseharian dan nantinya akan menjadi gaya hidup individu itu sendiri.

Meskipun masih dalam lingkup band lokal, musisi harus menunjukkan sikap totalitas sebagai bagian dari dunia hiburan. Karena menjadi musisi jauh lebih dari sekedar memainkan nada pada satu alat musik atau menyanyikan satu tangga nada.

Berdasarkan pra-observasi peneliti dilapangan, untuk dapat mempertahankan

(15)

popularitas dan tetap berkarya, berbagai tuntutan diarahkan kepada musisi. Mulai dari musik yang ramah ditelinga, lirik-lirik lagu yang dapat diterima pendengar serta gaya berpakaian atau outfit sehari-hari maupun saat mereka sedang tampil di atas panggung. Ketika berada dipanggung atau melakukan live performance, musisi harus bersikap semenarik mungkin agar mendapatkan perhatian dari penonton. Penampilan yang energik, kualitas suara dan perpaduan musik harus benar-benar diperhatikan.

Selain itu untuk menunjang eksistensi musisi lokal ini, mereka juga menggunakan media sosial sebagai wadah menunjukkan eksistensi, seperti instagram, facebook, twitter, line dan website fanpage mereka. Mereka meng-upload model busana, foto live performance, mem-posting kegiatan apa yang mereka lakukan dan lainnya. Melalui media sosial pula mereka meng-up date gaya berbusana. Media lain yaitu Soundcloud, menjadi wadah bagi mereka untuk berbagi rekaman lagu yang mereka ciptakan sekaligus memanjakan telinga para penggemarnya. Media elektronik inilah yang berperan besar untuk menjaring penggemar mereka dan pembentukan selera musik anak muda kota ini. Adapun band- band lokal yang cukup memiliki popularitas dan dikenal sebagian besar masyarakat melalui performance dan media, antara lain yaitu Candles And The Moonlight, W.I.N.A, Menthuda Band, The Fortis Band, Relix, Sunrise, Selat Malaka dan lain-lain. (detik.forum.com diakses tanggal 12 April 2016 pukul 12.45 WIB)

Semakin berkembangnya teknologi, gaya hidup musisi juga semakin berubah ke arah konsumtif dan bebas, tidak terkecuali pada musisi lokal. Musisi lokal kini juga suka dengan “dunia gemerlap”, budaya belanja, bahkan narkoba dan pesta

(16)

perayaan untuk eksistensi semata. Tidak ada batasan dalam bermusik, mereka menganut kebebasan berkarya yang tercermin melalui perilaku mereka. Sebagai sosok yang diidolakan para penikmat musik lokal, wajar bila gaya hidup mereka ditiru. Misalnya saja gaya pakaian. Gaya berpakaian menjadi salah satu daya jual mereka. Industri fashion memang sangat erat kaitannya dengan musisi. Gaya berpakaian sangat penting bagi para musisi untuk menancapkan image mereka sebagai idola atau dengan kata lain berupa ekspose berlebihan yang cenderung kearah bebas nilai. Pakaian yang mereka gunakan dalam keseharian mereka merupakan keluaran brand ternama dan pastinya sesuai dengan perkembangan trend fashion saat ini.

Awalnya para musisi ini bergabung untuk membentuk sebuah band hanya karena ‘iseng’. Padahal sudah cukup banyak modal yang mereka keluarkan untuk mengikuti pagelaran atau festival musik, recording bahkan membuat video clip.

Awalnya setiap personil melakukan promosi lagu melalui media sosial hingga memanfaatkan jaringan pertemanan antar sesama musisi. Berbagai tawaran manggung di sekolah-sekolah menengah baik negeri maupun swasta, seperti menjadi bintang tamu di acara Pentas Seni.

Ini merupakan tahap awal mereka untuk mulai memperhatikan penampilan.

Terjadi perubahan yang tidak terlalu signifikan pada gaya berpakaian. Perubahan tersebut mereka lakukan dengan alasan setiap personil memiliki tanggung jawab untuk branding dan menjaga nama baik band. Dengan kerja keras dari setiap personil, band mereka mulai diperhitungkan keberadaaannya di kancah musik lokal ditandai

(17)

dengan tawaran wawancara dari berbagai media massa, seperti detik.forum.com dan kompas. Tidak itu saja, band mereka juga sering diundang untuk wawancara on air di stasiun radio Medan seperti Boss Fm, Kiss Fm hingga Prambors Radio.

Ketika peneliti melakukan observasi dan wawancara kepada personil band yang terpilih sebagai informan, peneliti menemukan bahwa band-band ini terbagi menjadi dua bagian yaitu Band Event dan Band Reguler. Band yang melakukan aksi panggung ketika ada acara-acara musik tertentu saja disebut sebagai band event, sementara band yang melakukan aksi panggung dari kafe ke kafe, baik pula itu pub ke pub dinamakan band reguler. Peneliti mengambil masing-masing satu personil dari tiga band event dan tiga band regular untuk dijadikan informan dalam penelitian ini.

Peneliti juga melakukan observasi langsung ke lokasi tempat ‘manggung’

band-band ini. Adapun lokasi para musisi ketika peneliti melakukan wawancara yaitu Kong Box Café, Don Burgero, Travern Pub, Barcelona Pub dan rumah dari dua orang personil. Masing-masing band memiliki gaya ber musik yang berbeda-beda.

Misalnya informan dari band event mengusung gaya bermusik Musik Jazz atau memperkenalkan identitas mereka sebagai Musisi Jazz. Sementara untuk informan dari band regular memiliki gaya bermusik cenderung bebas. Maksudnya ialah mereka mengusung berbagai gaya bermusik seperti pop, pop rock, jazz, hip-hop hingga dangdut karena mereka termasuk band yang menyanyikan lagu milik penyanyi lain dan dinikmati secara umum. Hal itu berkaitan dengan lokasi ‘manggung’ yaitu kafe dan termasuk tempat untuk umum.

(18)

Berbeda genre, maka berbeda pula atribut yang digunakan tiap-tiap informan.

Bagi informan yang beraliran Jazz, atribut yang biasa dipakai yaitu syal, topi hingga kaca mata bergaya klasik. Informan dari band regular biasanya menggunakan kemeja, kaos dan aksesoris sesuai dengan apa tema yang mereka usung ketika tampil.

Popularitas mereka yang semakin meningkat juga membawa band-band lokal ini diundang untuk menjadi band pembuka pada konser band nasional di Medan.

Pada tahapan popularitas ini, ada perubahan yang signifikan dari gaya mereka.

Awalnya mereka menjaga penampilan pada pakaian saja, kini mereka juga harus lebih menjaga pola makan agar bentuk badan tetap proporsional demi hasil yang bagus dikamera, dan dimana tempat mereka makanpun ikut berubah. Selain itu gadget apa yang mereka gunakan menjadi salah satu pertimbangan meski hanya sebagai prestise. Ketika on stage, musisi berubah dari sosok normal menjadi sosok yang super. Bukan hal yang mudah ketika mereka harus bisa mengontrol ratusan hingga ribuan penonton agar atensi para penikmat musik hanya tertuju pada band.

Bahkan diperlukan juga sedikit acting, untuk meninggalkan kesan ramah agar komunikasi kepada penonton berjalan sesuai yang mereka inginkan.

Peningkatan popularitas secara sadar membawa kehidupan musisi menjadi bebas tanpa batas sesuai dengan musik yang mereka yakini, tidak akan lekang oleh zaman. Hal inilah menjadi awal musisi dengan segala kepopulerannya yang masih dalam lingkup kecil, bukan lagi menganggap perubahan mereka sebagai tuntutan karir tapi manjadi gaya hidup baru. Peningkatan dari segi keuangan misalnya, menuntun mereka konsumtif dan menjadi keharusan untuk mengikuti tren fashion

(19)

saat ini. Ada pula informan yang melakukan pengiklanan suatu produk fashion dan kosmetik merek tertentu di akun media sosialnya atau biasa disebut endorsement.

Musisi lokal yang menjadi informan dari penelitian memang tidak sepopuler musisi terkenal dunia. Pendapatan yang mereka peroleh dari hasil manggung juga tidak sebanyak musisi besar lainnya. Musisi lokal adalah musisi yang memiliki popularitas dalam lingkup kecil. Mereka menjadikan pakaian dan barang pribadi untuk menunjukkan level kelas dalam kesehariannya. Adapun pada pembahasan selanjutya, peneliti sudah melakukan analisis dari kegiatan observasi serta wawancara mengenai gaya hidup konsumtif seperti belanja barang-barang branded, strategi personil-personil band ini untuk meraih popularitas di kalangan penikmat musik di Kota Medan.

1. 2 Rumusan Masalah

Berdasarkan pemaparan latar belakang dari masalah diatas, adapun hal yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

Bagaimana gaya hidup Musisi Band Event dan Musisi Band Reguler dan memaknai diri dalam menggunakan barang branded?

1. 3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian merupakan hal-hal yang menjadi bukti akan adanya suatu hal yang diperoleh peneliti setelah penelitian dilakukan. Berdasarkan adanya upaya

(20)

peneliti untuk memperoleh data guna menjawab rumusan masalah diatas, maka yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah:

Untuk mengetahui dan menganalisis gaya hidup Musisi Band Event dan Musisi Band Reguler dan memaknai diri dalam menggunakan barang branded milik mereka, khususnya pada Anak Band yang berdomisili di kota Medan.

1. 4 Manfaat Penelitian

Setiap penelitian diharapkan mampu memberikan manfaat yang baik untuk penulis sendiri ataupun orang lain. Adapun manfaat yang diharapkan dan dapat diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1.4.1 Manfaat Teoritis

Penelitian ini memiliki manfaat secara teoritis yaitu diharapkan dapat memperkaya penelitian-penelitian mengenai hedonism terdahulu dan dijadikan perbandingan untuk penelitian-penelitian selanjutnya serta memberikan kontribusi yang baik untuk kajian Sosiologi Posmodernisme dan terkait pada gaya hidup musisi.

1.4.2 Manfaat Praktis

Adapun manfaat praktis dari penelitian ini yaitu, diharapkan penelitian ini dapat menjadi tinjauan bagi para musisi di Kota Medan agar lebih baik menciptakan karya bermusik serta menentukan gaya hidupnya, serta menambah wawasan bagi masyarakat agar dapat memahami kehidupan musisi, terkhusus anak muda yang ingin mengambil bagian dalam mewarnai kehidupan bermusik dan menjadi seorang musisi.

(21)

1.5 Definisi Konsep 1.5.1 Musisi Lokal

Musisi lokal merupakan individu yang memainkan ataupun menulis musik, serta memiliki kemampuan dalam salah satu atau lebih alat musik menghabiskan sejumlah waktu untuk mempelajari hal-hal yang berkaitan dengan musik dan mendengarkan musik dengan seksama dan memiliki lingkup kecil yang ada disuatu wilayah (Fredrickson, 2000). Musisi dapat bersifat amatir maupun professional.

Musisi memiliki level aktivitas dan ambisi dalam bermusik, yang sering kali membuat musik sebagai hobby ataupun profesi. Musisi profesional menganggap kegiatan bermusik sebagai suatu hal yang bersifat ‘menyatu’ dengan musik, yang menggambarkan hubungan yang berkelanjutan dan aktif, terutama setelah menyelesaikan pendidikan formal. Band merupakan sekelompok musisi yang terdiri dari 2 individu atau lebih yang menampilkan pertunjukan musik maupun vokal.

Dalam setiap gaya musik yang berbeda, dibangun aliran bermusik yang merupakan ciri khas dan menentukan jenis komposisi alat musik yang digunakan (http://www.landasanteori.com. diakses pada 13 Maret 2016 pukul 16.30).

Dalam penelitian ini, band-band di Medan terbagi menjadi dua bagian yaitu Band Event dan Band Reguler. Band yang melakukan aksi panggung ketika ada acara-acara musik tertentu saja disebut sebagai band event, sementara band yang melakukan aksi panggung dari kafe ke kafe, baik pula itu pub ke pub dinamakan band reguler. Peneliti mengambil masing-masing satu personil dari tiga band event dan tiga band regular untuk dijadikan informan dalam penelitian.

(22)

Band Event dan Band Reguler memiliki selera musik yang berbeda. Band event biasanya mengusung satu aliran musik yang mereka jadikan identitas mereka sebagai band. Seperti, band beraliran jazz maka lagu-lagu yang mereka nyanyikan, baik itu ciptaan atau hasil karya mereka sendiri maupun lagu milik musisi lain ditampilkan dengan cita rasa jazz. Band yang beraliran pop rock, maka musik dan cara performance mereka diatas panggung juga khas musik rock. Identitas yang dimunculkan dari sebuah band event biasanya terlihat lebih jelas disbanding band regular.

Band regular adalah band yang cenderung membawakan lagu-lagu yang terdengar lebih umum ditelinga para penikmat musik. Ini yang menjadi tuntutan bagi para personil untuk dapat memainkan hampir semua jenis aliran musik. Meskipun begitu, mereka dapat memainkan sebuah lagu dengan cara mereka sendiri.

1.5.2 Gaya Hidup Masyarakat Postmodern

Gaya hidup merupakan pola-pola yang membedakan individu yang satu dengan yang lainnya. Gaya hidup merujuk pada perilaku seseorang yang ditunjukkan dalam aktivitas minat dan opini khususnya yang berkaitan dengan citra diri seseorang untuk merefleksikan status sosialnya. Gaya hidup mampu memahami, dimana mampu menjelaskan tapi bukan membenarkan apa yang dilakukan seseorang,

mengapa mereka melakukannya dan apakah yang mereka

lakukan bermakna bagi diri mereka dan orang lain. (sosiologibudaya.wordpress.com diakses pada 29 Mei 2016 pukul 16.00 WIB)

(23)

Era postmodernisme adalah era dimana berbagai perspektif media baru cenderung mengaburkan antara realitas dan fantasi serta meruntuhkan suatu keyakinan pada suatu objek yang real atau nyata. Postmodern juga menempatkan bahasa, gaya, atribut dan lainnya pada pusat bersifat konotatif. (Akhyar Yusuf Lubis, 2014:20). Di dalam era globalisasi saat ini, adapun yang berperan besar dalam membentuk budaya citra (image culture) dan budaya cita rasa (taste culture) adalah media yang menawarkan melalui visualisasi yang mampu memesona setiap individu.

Media menyajikan gaya hidup yang menanamkan arti pentingnya citra diri untuk tampil dihadapan publik. Begitu pula iklan yang perlahan mempengaruhi pilihan cita rasa yang kita buat. Iklan dianggap sebagai penentu kecenderungan, tren, mode, dan bahkan dianggap pembentuk kesadaran manusia modern (www.scribd.com diakses tanggal 30 Mei 2016 pukul 18.00 WIB). Wujud etos postmodern yang sederhana misalnya cara berpakaian. Model pakaian postmodern mempunyai kecenderungan yang mirip dengan budaya pop. Kita melihat yang ditonjolkan adalah merek dan label produk. Ini melenyapkan perbedaan antara pakaian dan iklan pakaian.

1.5.3 Mode

Mode merupakan bentuk nomina yang bermakna ragam cara atau bentuk terbaru pada suatu waktu tertentu (tata pakaian, potongan rambut, corak hiasan, dan sebagainya). Gaya dapat berubah dengan cepat. Mode yang dikenakan oleh seseorang mampu mencerminkan siapa si pengguna tersebut. Mode bersifat temporer atau hanya waktu tertentu. Suatu mode akan hilang sendirinya seiring munculnya mode baru.

Mode dapat dijadikan sebagai simbol status sosial, mode dapat tampil karena adanya

(24)

berbagai tingkatan sosial yang disadari dan diterima sebagai suatu hirarki yang mendominasi. Khalayak yang siap menerima dan mengikuti adanya gelombang perubahan mode adalah mempunyai kecenderungan dan kemantapan secara finansial.

Mereka yang mampu secara ekonomi memang belum tentu akan selalu mengikuti tren mode apabila tidak diikuti dengan keterbukaan dan pola pikir yang modern.

Mode itu adalah suatu bentuk kebebasan untuk mengungkapkan pikiran, isi hati dan juga merupakan bahasa isyarat dan symbol yang secara non-verbal

mengkomunikasikan tentang suatu individu maupun kelompok.

Pada mulanya, suatu tren mode harus mendapat respon positif dari

masyarakat, kemudian tren mode tersebut dapat mewabah dan ditiru semua orang karena kompetisi yang secara tidak langsung telah dimunculkan oleh mode tersebut.

Kemudian, pada akhirnya suatu trend mode akan tergantikan oleh tren yang lebih baru karena tren mode tersebut telah menjadi suatu hal yang terlalu biasa di kalangan masyarakat dan sudah tidak dapat lagi memenuhi posisinya sebagai sesuatu yang unik.

Sesuai dengan artinya, mode itu akan terus berubah. Mode merupakan hal yang paling cepat berubah dibandingkan unsur kegiatan lainnya yang dilakukan manusia seperti bahasa, budaya,dan sebagainya. Karena perubahan yang cepat itulah dapat memicu unsur negatif bagi manusia, yakni salah satunya dengan mengeluarkan uang secara berlebihan hanya untuk mengikuti tren yang terus berubah, padahal barang-barang yang dibeli belum tentu sama sekali berguna.

(25)

1.5.4 Modal

Lingkungan atau arena adalah sepotong kecil dunia sosial, sebuah dunia penuh kesepakatan yang bekerja secara otonom dengan hukum-hukumnya sendiri.

Bourdieu melihat arena sebagai sebuah arena pertarungan dan juga lingkungan perjuangan, arena adu kekuatan, sebuah medan dominasi dan konflik antar individu, antarkelompok demi mendapatkan posisinya. Posisi-posisi ini ditentukan oleh banyaknya kapital atau modal yang mereka miliki. Semakin banyak jumlah dan jenis modal yang mereka miliki, maka ia akan mendapatkan posisi terbaik dalam arena tersebut, atau menduduki posisi yang dominan dalam suatu arena. Dalam penelitian ini, arena yang dimaksud adalah dunia hiburan atau entertain.

Dalam sebuah arena dibutuhkan modal dari Bourdieu menganggap modal memainkan peranan yang penting untuk mengendalikan diri sendiri maupun orang lain. Modal merupakan aset yang dimiliki individu dalam lingkungan sosialnya yang digunakan untuk menentukan posisi dalam suatu ranah. Modal itu harus selalu di produksi dan direproduksi kembali. Menurut Bourdieu terdapat empat jenis modal, yaitu modal ekonomi, modal sosial, modal kultural, dan modal simbolik (Bourdieu, 1990:67).

1) Modal ekonomi: segala bentuk modal yang dimiliki yang berupa materi, dalam hhal ini yaitu semua barang-barang kepemilikan musisi misalnya uang, sepeda motor, mobil, gadget, dan lain-lain.

2) Modal sosial: terdiri dari hubungan sosial yang bernilai antara individu, atau hubungan-hubungan dan jaringan hubungan-hubungan yang merupakan

(26)

sumberdaya yang berguna dalam penentuan dan reproduksi kedudukan-kedudukan sosial. Misalnya musisi memiliki pertemanan yang baik dengan pemilik kafe atau pub, penyelenggara acara event-event tertentu untuk menjalin kerja sama yang berkesinambungan dalam mendapatkan tawaran ‘manggung’.

3) Modal kultural: meliputi berbagai pengetahuan yang sah. Misalnya bakat yang dimiliki musisi, cara berbicara, cara bergaul, cara pembawaan diri (sopan santun) dan mampu memberikan suasana yang menyenangkan kepada para penikmat music di Medan.

4) Modal simbolik: berasal dari kehormatan dan prestise seseorang, misalnya seorang musisi yang aktif dalam menyuarakan kegiatan-kegiatan sosial dan amal.

(27)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Fungsi Sosial Selera dalam Struktur Kelas – Pierre Bourdieu

Fungsi sosial selera dalam struktur objektif kelas dimungkinkan karena sebagai pertarungan simbolik, apa yang dipertaruhkan di dalam arena pertarungan simbolik tersebut sejatinya adalah struktur objektif kelas itu sendiri. Lebih tepatnya, modal-modal yang menstruktur struktur objektif kelas itu sendiri. Namun fungsi sosial selera ini mensyaratkan suatu kondisi di mana selera itu sendiri secara objektif berfungsi sebagai modal tertentu. Seperti tercermin dalam temuan mengenai homologi struktural, secara empiris selera berelasi dengan sumber-sumber reproduksi sosial yang paling dikuasai yaitu antara modal ekonomi dan modal budaya. Hal tersebut terutama diperlihatkan oleh homologi struktural berbasis komposisi modal ekonomi dan modal budaya (Bourdieu, 1984: 291 dalam Y. M Savio. Struktur Kelas.

vol 1. e-journal.uajy.ac.id diakses tanggal 15 April 2016 pukul 19.00 WIB)

Dunia sosial digambarkan dalam bentuk ruang dengan beberapa dimensi yang mendasarkan pada prinsip diferensiasi dan distribusi. Para pelaku dan kelompok pelaku dengan demikian didefinisikan oleh posisi-posisi mereka dalam ruang tersebut. Setiap pelaku ditempatkan pada suatu posisi atau kelas tertentu yang terdekat, yang riil dapat ditempati. Para pelaku menempati posisi-posisi masing- masing yang ditentukan oleh dua dirnensi: pertama, menurut besarnya modal yang dimiliki, dan kedua sesuai dengan bobot komposisi keseluruhan modal mereka.

(28)

Posisi pelaku di dalam lingkup kelas-kelas sosial tergantung pada kepemilikan jumlah besarnya dan struktur modal mereka. "Menurut bidangnya, konfigurasi khas sistem kepemilikan yang melekat pada kelas terkonstruksi, yang didefinisikan secara teoretis oleh keseluruhan faktor yang bekerja dalam bidang praktik, besarnya modal dan struktur modal yang didefinisikan pada waktu tertentu dan perkembangannya, jenis kelamin, umur, status keluarga, tempat tinggal, yang mempunyai pengaruh."

Dengan kriteria ini, Bourdieu menyusun masyarakat, pertama, dalam dimensi vertikal; dalam hal ini dapat dipertentangkan antara para pelaku antara yang punya modal besar - dalam hal ekonomi dan budaya - dengan mereka yang miskin. Penataan secara hierarkis ini sangat menentukan. Para industrialis, bankir, dokter, insinyur, dosen berada pada hierarki tertinggi. Sedangkan yang paling tidak punya apa-apa dalam hal modal ekonomi dan modal budaya adalah buruh pabrik dan buruh tani yang berada pada tangga paling bawah. Kedua, susunan masyarakat menurut struktur modal, maksudnya pentingnya kedua modal tersebut dalam besarnya secara keseluruhan.

Modal ekonomi, budaya, sosial, dan simbolik memungkinkan untuk membentuk struktur lingkup sosial. Di antara berbagai macam modal tersebut, modal ekonomi dan modal budaya adalah yang menentukan di dalam memberi kriteria diferensiasi yang paling relevan bagi lingkup masyarakat yang sudah maju. Inilah yang dimaksud dengan struktur modal.

Berdasarkan dua pembedaan tersebut, dapat dijelaskan kekhasan masing- masing kelas sosial yang terkait dengan kategori sosio-profesional. Yang pertama,

(29)

kelas dominan ditandai dengan besarnya kepemilikan modal. Kelas ini mengakumulasi berbagai modal. Kelompok kedua ialah kaum borjuasi kecil. Mereka dianggap masuk ke dalam kelompok borjuasi karena memiliki kesamaan sifat dengan kaum borjuasi, yaitu keinginan untuk menaiki tangga sosial. Tetapi mereka masuk ke dalam posisi kelas menengah dalam lingkup sosial, ada karyawan, wiraswasta, atau pengusaha.Kelompok ketiga adalah kelas populer. Kelas ini ditandai dengan tiadanya kepemilikan modal. Mereka hampir tidak memiliki keempat jenis modal yang disebut di atas. Nilai yang menyatukan mereka ialah sejumlah praktik dan representasi yang menemukan makna dalam keunggulan fisik dan penerimaan dominasi. Mereka adalah para buruh pabrik dan buruh tani, pekerja dengan upah kecil.

Pola perilaku kelas dominan biasanya membedakan diri dari kelas borjuasi kecil dan kelas populer. Dan di antara kelas dominan terdapat perbedaan lagi antara bos industri, dokter insinyur, dan dosen. Salah satu cara untuk membedakan diri dari dua kelas yang lain ialah melalui tiga struktur konsumsi: makanan, budaya dan penampilan.Ketiga struktur konsumsi itu mempunyai makna dalam hubungan kekuasaan. Pilihan jenis makanan, jumlahnya, dan cara makan menentukan untuk menunjukkan diri berasal dari kelas sosial yang mana. Cara penampilan, cara memilih bahan yang dipakai juga memberi ciri khas perilaku, rasa percaya diri dan menentukan pergaulan.Upaya membedakan diri dari kelas-kelas sosial lain merupakan bagian dari strategi kekuasaan. Tujuannya untuk mempertahankan kekuasaan. Maka kecenderungan kelas yang didominasi adalah mengikuti budaya kelas dominan dan pola-pola pilihan mereka.

(30)

Selera dengan demikian tidak netral. "Selera merupakan suatu disposisi yang diperoleh untuk bisa membedakan dan mengapresiasi". Selera menjamin pengakuan objek tanpa hams menuntut pengetahuan khas yang mendefinisikan secara khusus.

Sebagai habitus, selera mengarahkan praktii-praktik kehidupan seakan-akan dapat membebaskan diri dari nilai-nilai. Padahal selera tidak lepas dari prinsip-prinsip dasar konstruksi dan evaluasi dunia sosial, seperti halnya habitus laimya yang sangat berperan di dalam pembagian kerja (antar kelas, umur, seks).

Pierre Bourdieu mengusulkan pengelompokan masyarakat melalui pendekatan dalam kerangka lingkup social dan medan perjuangan sosial (champ). Medan (arena) pada dasarnya adalah tempat persaingan dan perjuangan. Pelaku yang masuk dalam suatu lingkungan (politik, seni, intelektual) harus menguasai kode-kode dan aturan- aturan permainannya Tanpa penguasaan kode-kode dan aturan-aturan tersebut orang dengan rnudah akan terlempar keluar dari permainan.

Medan perjuangan kekuasaan merupakan lingkup hubungan-hubungan kekuatan antara berbagai jenis modal, atau lebih tepatnya antara para pelaku yang memiliki jenis-jenis modal tertentu sehingga mampu mendominasi medan perjuangan yang terkait, dan yang perjuangannya semakin intensif, meskipun nilai yang terkait dengan modal tersebut dipertanyakanartinya ketika keseimbangan yang sudah ditetapkan dalam medan perjuangan yang khas untuk reproduksi kekuasaan terancam.

Strategi yang diterapkan para pelaku sangat tergantung pada besarnya modal yang dimiliki dan juga struktur modal dalam posisinya di lingkup sosial. Biasanya mereka yang dalam posisi dominan cenderung memilih strategi mempertahankan. Para

(31)

pelaku demi keuntungan perjuangannya akan berusaha mengubah aturan main, bisa dengan mendiskreditkan bentuk-bentuk modal yang menjadi tumpuan kekuatan lawan atau subversi, strategi ini terutama dipakai oleh mereka yang didominasi..

1

1Bourdieu, 1984: 291 dalam Y. M Savio. Struktur Kelas. Vol 1, e-journal.uajy.ac.id diakses tanggal 15 April 2016 pukul 19.00 WIB

Keseimbangan relatif antara modal ekonomi dan modal budaya yang dimiliki fraksi dominan di dalam kelas dominan membuat sumber-sumber reproduksi sosialnya terintegrasi, karena itu cakupan praktik kulturalnya lebih luas meliputi wilayah seni dan konsumsi yang mewah di luar wilayah seni. Sumber- sumber reproduksi sosial yang terintegrasi tersebut membuat anggota fraksi dominan mampu mentransformasikan secara efektif investasi modal budaya ya ng mahal menjadi keuntungan ekonomi yang tinggi, disamping mengembangkagaya hidup intelektual yang membuat mereka memperoleh kehormatan (modal simbolik) yang diperlukan untuk mempertahankan posisi mereka. Misalnya berfungsi sebagai akuisisi reputasi dan kompetensi dan citra yang penuh penghargaan dan penghormatan yang dengan mudah dapat dikonversi untuk memperoleh posisi politik.

Sementara itu pada fraksi terdominasi di dalam kelas dominan, komposisi modal budaya lebih tinggi daripada modal ekonomi. Artinya bahwa sumber reproduksi sosial yang paling dikuasai adalah modal budaya. Oleh karena itu, seperti tercermin dalam preferensi selera dan cakupan praktik kulturalnya, fraksi ini lebih menginvestasikan pada arena seni itu sendiri dan meminimalisir praktik kultural di luar arena seni. Bourdieu memandang praktik kultural kelas terdominasi ini sebagai

(32)

strategi untuk memaksimalkan keuntungan yang diperoleh dari modal budayanya, atau tepatnya modal pendidikan untuk mempertahankan posisi kelasnya.

Seperti dikemukakan sebelumnya, Bourdieu juga menemukan prinsip pengorganisasian selera yang sama pada kelas dan fraksi kelas menengah, sedangkan gaya hidup kelas bawah merupakan implikasi langsung dari kemiskinan modal ekonomi dan modal budaya.

2

2Akhyar Yusuf Lubis, 2014. Postmodernisme Teori dan Metode(Jakarta: Rajawali Press, 2014), hlm. 100.

Keterkaitan erat antara selera dengan sumber reproduksi sosial yang paling di kuasai tersebut memperlihatkan secara empiris bahwa selera merupakan bagian dari s trategi strategi umum reproduksi yang dilakukan oleh agen sosial untuk mempertahan kan posisi kelasnya dengan memaksimalkan sumber daya modal yang paling dikuasainya.

Bourdieu menyebut strategi reproduksi tersebut sebagai strategi rekonversi (re convension strategies), yaitu suatu strategi reproduksi di mana agen-agensosial cenderung melakukan praktik-praktik yang disadari atau tidak, berusaha mempertahankan atau meningkatkan aset-aset yang mereka miliki dan konsekuensinya adalah mempertahankan posisi mereka di dalam struktur kelas.

Dimana praktik-praktik tersebut dimediasi oleh disposisi yang mengarah ke masa depan, dan disposisi itu sendiri ditentukan oleh kemungkinan-kemungkinan objektif atau sumber daya yang tersedia. Karena itu, menurut Bourdieu, strategi reproduksi bergantung pada dua hal.

(33)

3

Munurut Bourdieu homologi struktural tidak terjadi secara natural, tetapi muncul sebagai konsekuensi habitus estetis berbeda-beda yang dihasilkan dalam kondisi objektif kelas sebagai kebutuhan untuk menciptakan efek pembedaan kultural (distinction), yaitu strategi perjuangan yang dengannya agen-agen sosial secara aktif mempertahankan posisi sosialnya masing-masing. Bourdieu mengidentifikasi tiga bentuk habitus yang berkorespondensi dengan kelas sosial. Pertama, sens of distinction, merupakan habitus kelas dominan yang berusaha membedakan dirinya dengan anggota kelas sosial lain melalui monopoli atas selera yang baik (good taste), Pertama, volume modal dan komposisi modal yang hendak direproduksi.

Kedua, adalah instrumen reproduksi (seperti hukum waris dan kebiasaan (inheritance law and costume), pasar tenaga kerja, sistem pendidikan dan seterusnya) yang semuanya bergantung pada relasi-relasi kekuasaan antara kelas (Bourdieu, 1984:

291).

Homologi struktural yaitu korespondensi struktural antara kelas sosial

(social space) dan selera (symbolic space) yang diperantarai oleh habitus kelas. Pada arena musik, misalnya, Bourdieu memetakan tiga zona selera yang homolog dengan kelas sosial. Pertama, letigimate taste, yaitu selera atas karya-karya legitim seperti musik klasik dan opera dimiliki oleh fraksi kelas atas. Kedua, middle-brow taste, yaitu selera atas karya-karya yang tergolong minor dimiliki oleh fraksi kelas menengah. Ketiga, popular taste, yaitu selera atas karya-karya yang disebut ligth music (musik ringan atau pop) dimiliki oleh fraksi kelas bawah.

3 Y. M Savio. Struktur Kelas. vol 1, e-journal.uajy.ac.id diakses tanggal 15 April 2016 pukul 19.00 WIB

(34)

yang diekspresikan dengan pilihan terhadap karya-karya legitim (seni dan musik konvensional) (Bourdieu, 1984: 267).

4

Secara konkret dalam strategi-strategi reproduksi tersebut agen-agen sosial mengkonversi sumberdaya modal yang dimiliknya dari satu bentuk modal ke bentuk modal yang lain untuk mereproduksi atau meningkatkan sumber- sumber modal yang dimilikinya.

Kedua cultural goodwill, merupakan habitus kelas menengah yang berusaha membedakan dirinya dengan anggota kelas bawah melalui rasa hormat terhadap budaya, yang diekspresikan dengan selera atas hiburan yang mendidik dan instruktif (Bourdieu, 1984: 321). Ketiga, choice of necessity, merupakan habitus kelas bawah yang oleh tuntutan-tuntutan objektif kelas menjatuhkan pilihan pada fungsi daripada estetika (Bourdieu, 1984: 379).

5

Pada konteks selera, dalam proses strategi-strategi reproduksi tersebut, seperti diperlihatkan dalam homologi struktural dalam komposisi modal ekonomi dan modal budaya, secara spesifik selera berfungsi sebagai investasi modal budaya yang dapat ditransformasikan menjadi modal ekonomi dan sebaliknya modal ekonomi juga dapat Misalnya, dengan mengkonversi modal ekonomi menjadi modal pendidikan bagi anak-anaknya adalah salah satu strategi yang memungkinkan kaum borjuis mempertahankan posisi para pewarisnya sehungga memungkinkan mereka memperoleh keuntungan dari dunia industri dan bisnis dalam bentuk gaji yang besar (Bourdieu, 1984: 291).

4 Y. M Savio. Struktur Kelas. vol 2, e-journal.uajy.ac.id diakses tanggal 15 April 2016 pukul 19.00 WIB

5 Y. M Savio. Struktur Kelas. vol 1, e-journal.uajy.ac.id diakses tanggal 15 April 2016 pukul

(35)

dikonversi ke dalam selera atau praktik kultural yang tinggi yang menghasilkan modal budaya yang tinggi.

Dalam fungsinya secara objektif sebagai investasi modal budaya inilah, maka akuisisi terhadap selera yang baik (good taste), yaitu selera atas karya-karya legitim yang secara legitim berfungsi, atau diakui mempunyai kekuasaan yang sah, sebagai modal budaya yang tinggi menjadi sarana reproduktif yang bersifat struktural manakala tidak semua kelas mempunyai akses yang sama terhadap selera yang baik tersebut.

Dalam kaitan itu homologis struktural antara selera dan kelas sosial menunjukkan selera tidak bersifat arbitrer, tetapi diproduksi dan direproduksi secara tertutup di dalam kondisi eksistensi kelas yang partikular. Artinya bahwa akuisisi atas selera yang baik dilakukan secara tertutup, tepatnya dimonopoli oleh kelas dominan. Ketertutupan ini juga menjelaskan bahwa selera sejatinya merupakan modal budaya yang menubuh (embodied cultural capital) yang tidak selalu berkaitan dengan objek-objek kultural (Bourdieu, 1984: 291 dalam Y. M Savio. Struktur Kelas).

2.2 Hiperrealitas dan Dominasi Kode - Jean Baudrillard

Baudrillard menaruh perhatian pada persoalan realitas yang baginya uang saat ini telah mampu berbicara lebih dan apapun itu adalah gambaran (image) serta hiper- realitas. Kritik Baudrillard ini terutama bisa dilihat dari pengaruh media, khususnya media penyiaran di mana berlangsung secara kontinyu proses diseminasi budaya secara global mulai dari gaya hidup (lifestyle), perkembangan dunia fashion, sampai pada perkembangan masyarakat jejaring lewat medium internet yang didahului oleh

(36)

perkembangan komputerisasi. 6

6, 7Akhyar Yusuf Lubis, 2014. Postmodernisme Teori dan Metode(Jakarta: Rajawali Press, Baudrillard sejatinya menyorot fenomena budaya postmodernisme dari konsep hiperrealitas, yaitu di mana segala sesuatunya menjadi rujukan, sementara yang dirujuk belum tentu gambaran akan kenyataan yang sesungguhnya (reality), karena yang dirujuk tersebut merupakan hasil konstruksi, terutama oleh peran media.

Untuk contoh hiperrealitas, ia memberikan beberapa contoh dan salah satunya mengenai pornografi, dimana menurutnya pornografi sekarang lebih seksual daripada seks yang sebenarnya. Seksualitas pornografi adalah hiperseksualitas (Baudrillard, 1993). Contoh yang dikemukakan diatas, menggambarkan sukarnya membedakan antara yang asli dan yang tiruan, dan inilah yang dimaksudkan Baudrillard ketika ia mengatakan “yang real telah mati dan digantikan oleh simulasi yang bersifat hiperrealitas”. Pada era sekarang ini yang imajiner, yang tiruan, dan yang asli saling bercampur baur.

Baudrillard memandang objek konsumsi sebagai sesuatu “yang diorganisir oleh tatanan produksi” atau dalam arti lain kebutuhan dan konsumsi adalah perluasan kekuatan produktif yang diorganisir. Dia memandang sistem objek konsumen dan sistem komunikasi pada dasar periklanan sebagai pembentuk “sebuah kode signifikansi” yang mengontrol objek dan individu di tengah masyarakat. Seperti yang dipahami Genosko (1994: xiii dalam Ritzer, 2010: 137), “klaim sentral Baudrillard adalah bahwa objek menjadi tanda (sign) dan nilainya ditentukan oleh sebuah aturan kode.

(37)

Ketika kita mengonsumsi objek, maka kita mengonsumsi tanda, dan dalam prosesnya kita mendefinisikan diri kita. Sama halnya dengan gaya hidup yang menjadi sebuah simbol dari masyarakat. Kaum kapitalis menciptakan sebuah ruang belanja serba guna (mall) dimana bangunan ini memberi tanda pada orang di dalamnya. Shopaholic, hedonis, instant, elit adalah nilai-nilai yang dikonstruk oleh tanda. Etalase merk (seperti Matahari dan Gosh) membedakan kelas konsumennya, dilihat dari varian produk, nama, model, harga, dan interior ruang.

Baudrillard menyelidiki dunia fashion sebagai sebuah paradigma dominasi kode. Modernitas adalah sebuah kode, dan fashion adalah lambangnya. Menurutnya, yang kita lihat di dunia fashion adalah “permainan penanda-penanda” yang pada akhirnya menghilangkan rujukan pada dunia nyata, bahkan tidak menggiring kemanapun.

Fashion hanya menciptakan kode-kode, artinya, fashion diciptakan bukan berdasarkan determinasinya sendiri, tapi dari model itu sendiri. Karena itu ia tidak

“diciptakan”, akan tetapi selalu mereproduksi dirinya sendiri. 7Model menjadi satu- satunya sistem rujukan. Model adalah satu bentuk budaya yang cepat menyebar seperti virus kanker ganas yang dengan cepat menyelinap keseluruh tubuh. Fashion mengikuti cara yang disebut oleh postmodern dengan pastiche, yaitu menciptakan fashion baru dengan memperluas dan mengkombinasikan dari fashion-fashion yang sudah ada sebelumnya.

7 Akhyar Yusuf Lubis, 2014. Postmodernisme Teori dan Metode(Jakarta: Rajawali Press, 2014), hlm. 193.

(38)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Metode merupakan cara yang digunakan agar mencapai suatu tujuan untuk memecahkan suatu masalah. Metode Penelitian adalah cara-cara ilmiah untuk mendapatkan data yang valid, dengan tujuan untuk dapat ditemukan, dikembangkan dan dibuktikan, suatu pengetahuan tertentu sehingga dapat digunakan untuk memahami, memecahkan dan mengantisipasi masalah (Sugiyono:2009).

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan melakukan pendekatan deskriptif. Penelitian deskriptif merupakan jenis penelitian yang memberikan gambaran atau uraian atas suatu keadaan sejernih mungkin tanpa ada perlakuan terhadap obyek yang diteliti (Ronny Kountur, 2003:105). Peneliti pengembangan konsep dan menghimpun fakta tetapi tidak melakukan pengujian hipotesa. Metode penelitian kualitatif menurut Bogdan dan Taylor dalam Maleong (1993:3) merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dari perilaku yang dapat diamati.

Penelitian kualitatif memiliki karakteristik fleksibilitas dalam perolehan data.

Pendekatan kualitatif memungkinkan spontanitas dan adaptasi dalam interaksi antara peneliti dengan partisipan. Hubungan antara peneliti dan informan menjadi lebih informal jika dibandingkan dengan penelitian kuantitatif. Peneliti dapat

(39)

mengembangkan pertanyaan sesuai dengan jalannya penelitian. Dengan demikian tujuan untuk mendapatkan hasil penelitian secara mendalam menjadi lebih memungkinkan untuk terpenuhi.

Penelitian kualitatif sendiri merupakan penelitian yang tidak menggunakan model-model matematik, statistik atau komputer. Proses penelitian dimulai dengan menyusun asumsi dasar dan aturan berfikir yang akan digunakan dalam penelitian.

Karena pendapat diatas sesuai dengan yang diinginkan peneliti untuk mengetahui dan memaparkan potret gaya hidup hedonisme dikalangan mahasiswa maka tipe penelitian kualitatif tepat digunakan sebagai tipe di penelitian ini. Oleh karena itu penelitian ini akan difokuskan pada: gaya hidup dari musisi lokal saja.

Sebelum melakukan penelitian secara langsung, peneliti terlebih dahulu mempersiapkan hal-hal yang dibutuhkan untuk berlangsungnya proses penelitian, seperti halnya mengumpulkan data yang terkait seperti jurnal, penelitian mengenai hedonis terdahulu, hasil skripsi, dan tulisan-tulisan di media lainnya.

3.2 Lokasi Penelitian

Dalam penelitian ini, peneliti memilih lokasi penelitian di kota Medan, tepatnya di basecamp band lokal yang diteliti, café (Kong Box,Don Burgero, Champion), pub( Travern, Barcelona, Delta) atau tempat hiburan lainnya serta di tempat tinggal personil band lokal yang menjadi informan. Adapun yang menjadi alasan peneliti memilih lokasi tersebut adalah agar lebih mudah dilakukan proses wawancara dikarenakan jadwal yang padat dan tempat manggung dari band lokal selalu berpindah-pindah, tanpa mengganggu kegiatan informan itu sendiri.

(40)

3.3 Unit analisis dan informan 3.3.1 Unit Analisis

Unit analisis adalah satuan tertentu yang digunakan sebagai subjek penelitian (Arikunto, 2006). Salah satu ciri atau karakteristik dari sebuah penelitian sosial adalah menggunakan “Unit Of Analysis”. Ada dua jumlah unit analisis yang lazim digunakan dalam penelitian sosial yaitu individu, kelompok dan sosial.Tujuan analisis data yaitu untuk menyederhanakan sehingga mudah ditafsirkan. Adapun yang menjadi unit analisis dan objek kajian dari penelitian ini adalah personil band lokal di kota Medan.

3.3.2 Informan

Informan merupakan subyek memahami permasalahan penelitian sebagai pelaku maupun yang memahami permasalahan penelitian (Bungin, 2007;76). Peneliti memilih informan dengan teknik snowball smpling (samplin bola salju). Teknik ini di definisikan sebagai teknik untuk memperoleh beberapa informan dalam organisasi atau kelompok yang terbatas dan yang dikenal sebagai teman terdekat atau kerabat, yang nantinya informan tersebut bersedia menunjukkan informan lainnya. (Bungin, 2007: 138).

a. Informan Kunci

Informan kunci adalah orang-orang yang sangat memahami permasalahan yang diteliti. Informan kunci adalah orang-orang yang dianggap mengetahui dan memiliki informasi pokok yang diperlukan dalam penelitian. Informan kunci dalam penelitian ini adalah musisi atau personil band dari band lokal di Kota Medan.

(41)

Kriteria Informan Kunci adalah sebagai berikut:

1. Berkarir minimal tiga tahun (Band Event/Band Reguler) 2. Memiliki lebih dari satu band

3. Bermusisi menjadi second job/main job b. Informan biasa

Informan biasa adalah mereka yang terlibat dalam penelitian yang diteliti.

Informan ini ditujukan untuk mengetahui dan menggali informasi mengenai gaya hidup hedonis oleh musisi dari band lokal tersebut. Adapun informan biasa dalam penelitian ini adalah manager, saudara seperti kakak ataupun adik, teman terdekat atau sahabat, masyarakat yang sering menyaksikan pertunjukan live music dari musisi yang menjadi informan kunci.

3.4 Teknik Pengumpulan Data

Dalam proses pengumpulan data, peneliti akan menggunakan beberapa teknik pengumpulan data agar dapat mendapatkan kesesuaian peneliti dengan fokus dan kebutuhan peneliti dalam mengolah data dan informasi yang diperoleh nantinya.

Adapun teknik pengumpulan data penelitian ini adalah:

3.4.1 Teknik Pengumpulan Data Primer

Teknik pengumpulan data primer adalah peneliti melakukan kegiatan langsung ke lokasi penelitian untuk mencari data-data yang lengkap dan berkaitan dengan masalah yang akan diteliti.

3.4.1.1 Observasi Partisipatif

Observasi atau pengamatan adalah kegiatan keseharian manusia dengan menggunakan panca indra nata sebagai alat bantu utamanya selain pancaindra lainnya

(42)

seperti telinga, penciuman, mulut serta kulit. Observasi merupakan suatu bentuk pengamatan yang dilakukan secara langsung terhadap objek yang diteliti untuk mendapatkan gambaran yang tepat mengenai objek penelitian serta terhadap benda , keadaan, kondisi, situasi, kegiatan, proses, dan penampilan tingkah laku seseorang (Faisal ; 2001). Dalam observasi ini, peneliti terlibat dengan kegiatan sehari-hari orang yang sedang diamati atau yang digunakan sebagai sumber data penelitian.

Peneliti ikut melakukan apa yang dikerjakan oleh sumber data dan ikut merasakan suka dukanya.

Dengan observasi partisipan ini, data yang diperoleh akan lebih lengkap, tajam, dan sampai mengetahui pada tingkat makna dari setiap perilaku yang tampak.

Dalam penelitian ini, peneliti melakukan partisipasi moderat

3.4.1.2 Wawancara Mendalam

yang mana dalam mengumpulkan data ikut observasi partisipatif dalam beberapa kegiatan tetapi tidak semuanya (ada keseimbangan antara peneliti menjadi orang dalam dan menjadi orang luar). Dalam penelitian ini, peneliti turun langsung ke cafe, basecamp atau tempat perkumpulan personil band yang terpilih sebagai narasumber di kota Medan.

Teknik selanjutnya adalah teknik wawancara mendalam. Wawancara mendalam adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap secara langsung antara pewawancara dengan informan terlibat dalam kehidupan informan (Bungin, 2007). Meski wawancara ini tanpa menggunakan pedoman, namun dibutuhkan urutan-urutan daftar pertanyaan sebagai acuan bagi peneliti untuk memperoleh data yang dibutuhkan. Adapun tujuannya yaitu

(43)

3.4.2 Teknik Pengumpulan Data Sekunder

Teknik pengumpulan data sekunder adalah pengumpulan data yang dilakukan melalui penelitian studi kepustakaan yang diperlukan untuk mendukung data diperoleh dari buku-buku ilmiah, tulisan ilmiah, laporan penelitian yang berkaitan dengan topik penelitian yang dianggap relevan dan keabsahan dengan masalah yang diteliti.

Data sekunder dalam penelitian diperoleh dari:

a. Skripsi yang berkaitan dengan tema, yaitu gaya hidup dan komunitas anak band

b. Artikel-artikel surat kabar, jurnal, majalah, dan media elektronik (Televisi, radio, dan internet)

3.5 Interpretasi Data

Interpretasi data merupakan suatu tahap pengolahan data, baik itu data primer dan sekunder yang telah didapatakan dari catatan lapangan. Analisis data merupakan proses mengaalisis suatu fenomena sosial dan memperoleh gambaran yang tuntas terhadap fenomena yang diteliti dan kemudian menganalisis makna yang ada dibalik informasi dan proses suatu fenomena sosial. Analisis data ditandai dengan pengolahan dan penafsiran data yang diprolah dari setiap informasi baik secara pengamatan, wawancara ataupun catatan-catatan lapangan dipelajari dan ditelaah kemudian selanjutnya adalah mereduksi data yaitu melalui pembuatan abstraksi yang merupakan usaha membuat rangkuman inti.

(44)

3.6 Jadwal Kegiatan

Tabel 1

No Kegiatan Bulan ke-

1 2 3 4 5 6 7 8 9

1 Pra Proposal √

2 ACC Judul √

3 Penyusunan Proposal Penelitia n

√ √ √ 4 Seminar Proposal Penelitian √ 5 Revisi Proposal Penelitian √

6 Penelitian Kelapangan √ √ √

7 Pengumpulan Data dan

Analisis Data

√ √

8 Bimbingan Skripsi √ √ √

9 Penulisan Laporan Akhir √ √ √ √ √ √

10 Sidang Meja Hijau √

3.7 Keterbatasan Penelitian

Dalam proses penyelesaian penelitian, peneliti mendapatkan beberapa kendala dan hambatan yang menjadi keterbatasan dalam penelitian ini. yang mana kendala tersebut dapat datang dari faktor internal dan faktor eksternal.

Faktor internalnya adalah peneliti sendiri yang melakukan wawancara kepada informan laki-laki pada waktu mereka perform di pub hingga pukul 01.00 WIB.

Suasana di lokasi penelitian yang riuh sehingga wawancara tidak terlalu kondusif.

Beberapa subyek penelitian tidak begitu terbuka dalam menyampaikan bagaimana proses ia mulai bermusik, bersikap acuh dan bahkan informan wanita sedikit takut.

Faktor eksternal lainnya adalah berhubungan dengan persetujuan waktu untuk melakukan wawancara yang selalu berubah-ubah disetiap informannya.

(45)

Sehingga diperlukan usaha lebih seperti membuat suasana lebih santai dengan meminta agar informan pada saat wawancara ditemani oleh salah seorang temannya dan penggunaan bahasa yang tidak terlalu baku oleh peneliti (menggunakan bahasa sehari-hari) agar poin-poin yang ingin peneliti ketahui bisa didapatkan.

Ada sebanyak tiga orang dari informan yang merasa canggung untuk memberikan informasi. Hal ini dikarenakan mereka takut apabila penelitian ini dipublikasikan dan dapat mencoreng nama baik band mereka. Misalnya, informan berjenis kelamin perempuan yang mengkonsumsi alkohol, merokok, dan memakai pakaian sexy setiap kali tampil di pub. Sementara informan berjenis kelamin laki-laki yang bekerja di salah satu instansi pemerintahan juga takut kalau fakta bahwa dia adalah seorang musisi dan perform antar pub tersebar dan diketahui oleh atasan di tempat ia bekerja.

Kendala lain yang dialami peneliti adalah ketika para informan dan peneliti melakukan janji untuk melakukan sesi wawancara, selalu pada malam hari. Ada lima orang informan yang bekerja pada pagi hingga sore hari. Ketika melakukan wawancara, informan kurang konsentrasi mendengar serta menjawab pertanyaan dari peneliti dikarenakan mereka kelelahan bekerja. Sehingga wawancara terlalu banyak memakan waktu atau kurang efisien.

(46)

BAB IV

HASIL TEMUAN DAN INTERPRETASI DATA PENELITIAN

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian

4.1.1 Sejarah Kota Medan

Kehadiran Kota Medan sebagai satu bentuk kota memiliki suatu proses perjalanan sejarah yang panjang dan kompleks, hal ini dibuktikan dengan berkembangnya daerah yang dinamakan sebagai “Medan” ini menuju pada bentuk kota metropolitan. Sebagai hari lahir Kota Medan adalah 1 Juli 1590, sampai saat ini usia Kota Medan telah mencapai 418 tahun. Keberadaan Kota Medan saat ini tidak terlepas dari dimensi histori yang panjang, dimulai dari dibangunnya Kampung Medan Puteri pada tahun 1590 oleh Guru Patimpus. Guru patimpus adalah seorang putra Karo bermarga Sembiring Pelawi dan beristrikan seorang puteri Datuk Pulo Brayan. Dalam bahasa Karo, kata “Guru” berarti “Tabib” ataupun “Orang Pintar”, kemudian kata “Pa” merupakan sebutan untuk seorang Bapak berdasarkan sifat atau keadaan seseorang, sedangkan kata “Timpus” berarti “Bundelan, Bungkus atau Balut”. Dengan demikian maka nama Guru Patimpus bermakna sebagai seorang tabib yang memiliki kebiasaan membungkus sesuatu dalam kain yang diselempangkan di badan untuk membawa barang bawaannya. Hal ini dapat diperhatikan pada monumen guru Patimpus yang didirikan di sekitar Balai Kota Medan

Berkembangnya menjadi Kesultanan Deli pada tahun 1669 yang diproklamirkan oleh Tuanku Perungit yang memisahkan diri dari Kesultanan Aceh.

(47)

Perkembangan Kota Medan selanjutnya ditandai dengan perpindahan Ibu Kota Residen Sumatera Timur dari Bengkalis menuju Medan, pada tahun 1887, sebelum akhirnya statusnya diubah menjadi Gubernemen yang dipimpin oleh Gubernur pada tahun 1915.

Secara historis, perkembangan Kota Medan sejak awal memposisikannya menjadi jalur lalu lintas perdagangan. Posisinya yang terletak di dekat Sungai Deli dan Babura, serta adanya kebijakan Sultan Deli yang mengembangkan perkebunan tembakau dalam awal perkembangannya, telah mendorong berkembangnya Kota Medan sebagai pusat perdagangan (ekspor-impor) sejak masa lalu. Keterangan yang menguatkan bahwa adanya Kampung Medan ini sala

h satunya adalahketerangan H.Muhammad Said yang mengutip melalui buku Deli In Woord en Beeld ditulis oleh N. Ten Cate. Keterangan tersebut mengatakan bahwa dahulu kala Kampung Medan ini merupakan Benteng dan sisanya masih ada terdiri dari dinding dua lapis berbentuk bundaran yang terdapat di pertemuan antara dua sungai, yakni Sungai Deli dan Sungai Babura.

Keberadaan Kota Medan juga tidak terlepas dari peranan para pendatang asing yang datang ke Medan sebagai pedagang maupun dengan tujuan yang lainnya. Salah satu contoh yang sangat jelas adalah tahun 1866, Jannsen, P. W. Clemen, Cremer dan Nienhuys mendirikan de Deli Maatscapij, Sunggal (1869), Sungai Beras dan Klumpang (1875), sehingga jumlahnya mencapai 22 perusahaan pe rkebunan pada tahun 1874.

Pada proses perkembangan awal Medan menjadi suatu bentuk kota tidak terle pas dari usaha usaha komite dagang Belanda (VOC) yang melakukan ekpansi usaha

(48)

rempah-rempah di Sumatera Timur (Sumatera Utara). Usaha rempah-rempah pada awalnya berkembang dan terpusat didaerah Maryland dan Labuhan dimana kedua lokasi tersebut merupakan daerah yang pesisir.

Mengingat kegiatan perdagangan tembakau yang sudah sangat luas dan berke mbang, Nienhuys memindahkan kantor perusahaannya dari Labuhan ke Kampung Medan Puteri. Dengan demikian Kampung Medan Puteri yang pada saat sekarang ini terkenal dengan kawasan Gaharu menjadi semakin ramai dan selanjutnya berkembang dengan nama yang dikenal sebagai Kota Medan. Proses pemindahan ini telah dapat menciptakan perkembangan cikal-bakal Kota Medan seperti sekarang ini.

Perkembangan Medan Puteri menjadi pusat perdagangan telah mendorongnya menjadi pusat pemerintahan. Tahun 1879, Ibu Kota Asisten Residen Deli dipindahkan dari Labuhan ke Medan, 1 Maret 1887, Ibu Kota Residen Sumatera Timur dipindahkan pula dari Bengkalis ke Medan. Istana Kesultanan Deli yang semula berada di Kampung Bahari (Labuhan) juga pindah bersamaan dengan selesainya pembangunan Istana Maimoon pada tanggal 18 Mei 1891, dan dengan demikian Ibu Kota Deli telah resmi pindah ke Medan.

Medan yang sedang dijadikan sebagai Ibu Kota Deli juga telah mendorong Medan berkembang menjadi pusat pemerintahan. Sampai pada saat sekarang ini, di samping merupakan salah satu daerah kota, juga sekaligus merupakan Ibu Kota dari Sumatera Utara. Selanjutnya, penulis menampilkan salah satu dari peninggalan sejarah di Kota Medan, yaitu: Istana Maimun yang merupakan peninggalan dari Kesultanan Deli dan Mesjid Raya al-Maksun. Dengan tidak memandang ini sebagai

(49)

Islam. Tetapi lebih melihat ini sebagai suatu keberagaman yang ada ditengah-tengah kehidupan bermasyarakat di Kota medan khususnya.

Gambaran umum Kota Medan merupakan sekilas penjelasan mengenai keberadaan Kota Medan sebagai kawasan yang menjadi fokus lokasi penelitian ini. Sebagai pusat pemerintahan Kota Medan memiliki 21 daerah Ke camatan dan 151 daerah Kelurahan (http://id.wikipedia.org/wiki/Medan, diakses pada 23 Oktober 2016). Kepadatan penduduk Kota Medan mencapai 2.036.018, dengan tingkat kepadatan 7. 681 jiwa/km2.

4.1.2 Geografis

Koordinat geografis Kota Medan adalah 3º30' - 3º 43' LU dan 98º 35' - 98º 44' BT. Permukaan tanahnya cenderung miring ke utara dan berada pada ketinggian 2,5 – 37,5 m di atas permukaan laut. Kota Medan berbatasan dengan selat Malaka di sebelah utara, sedangkan di sebelah barat, selatan dan timur berbatasandengan Kabupaten Deli Serdang. Kota medan sendiri menjadi kota induk dari beberapa kota satelit di sekitarnya seperti Kota Binjai, Lubuk Pakam, Deli tua, dan Tebing Tinggi.

Luas Kota Medan saat ini adalah 265, 10 km. sebelumnya hingga 1973 medan hanya mempunyai luas sebesar 51, 32 km. Dan jhon Anderson seorang Inggris melakukan kunjungan ke Kampung Medan tahun 1823 dan mencatat dalam bukunya Mission to the East Coast of Sumatera bahwa penduduk kampung Medan pada waktu itu masih berjumlah 200 orang, tapi hanya dia yang melihat penduduk yang berdiam di pertemuan antara dua sungai tersebut. Namun kemudian diedarkan Peraturan Pemerintah No. 22 Tahun 1973 yang memperluas wilayah Kota Medan dengan mengintegrasikan sebagian wilayah Kabupaten Deli Serdang.

(50)

Gambar 1.1 Bundaran SIP, salah satu landmark Kota Medan 4.1.3 Keadaan Penduduk

Penduduk Kota medan dapat di golongkan dalam kategori masyarakat heterogen, yaitu masyarakat yang terdiri dari berbagai jenis suku, agama, ras, dan golongan. Komposisi masyarakat Kota Medan terdiri atas Melayu, Batak (Mandailing, Toba, Karo, Pak-pak, Simalungun, dan Angkola) Jawa, Aceh, Tionghoa, India (Tamil, Sikh). Komposisi masyarakat Kota Medan yang heterogen terbagi-bagi atas beberapa lokasi. Hal ini di sebabkan karena pada awal tumbuh dan berkembangnya suku tersebut di Kota Medan. Perbedaan lokasi tersebut bukan merupakan gambaran penduduk yang terpecah-pecah, melainkan sebagai wujud persatuan etnisitas yang di miliki setiap masyarakat di Kota Medan.

(Sumber : Letak Geografis. http://medankota.pemkomedan.go.id/geografi/ diakses tanggal 23 Oktober 2016 pukul 14.33 WIB).

Gambar

Gambar 1.1 Bundaran SIP, salah satu landmark Kota Medan  4.1.3  Keadaan Penduduk
Gambar 1.3 Nirwana ketika perform bersama band-nya
Gambar 1.4 Ronney di Barcelona Pub
Gambar 1.5 Salah satu postingan Veby di akun Instagram miliknya
+4

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini adalah suatu studi tentang komunitas Karo di kawasan relokasi Siosar yang tetap memilih untuk mempertahankan kedekatan sosial-kultural mereka dalam suatu

NO.94/KMK.01/1994 tanggal 29 maret 1994 tentang susunan organisasi Departemen Keuangan , maka tipe A terdiri dari Kepala Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Timur, membawahi satu

1) Pengetahuan pasien Tuberculosis tentang penyakit Tuberculosis menunjukkan bahwa hampir separuh dari responden yaitu sebanyak 9 (45%) responden dari total

Undang Nomor 32 Tahun 2004 yang sudah direvisi menjadi Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Pemerintahan Daerah; (3) Peraturan perundang-undangan.. yang terkait dengan

Aplikasi pembersih file sampah ini mampu memeriksa setiap file yang terdapat pada tiap folder/subfolder dari suatu drive dan dapat membedakan dengan tepat file-file mana saja

Hasil dari pengujian menunjukan bahwa nilai kekerasan pada tiap variasi suhu. berbeda-beda grafik tersebut naik

Pada Penulisan Ilmiah ini penulis mencoba untuk membuat suatu program aplikasi sebagai sarana belajar guna menumbuhkan minat akan ilmu fisika. Program aplikasi ini dibuat

“ Analisis Sifat Fisik Dan Mekanik Poros Berulir (Screw) Untuk Pengupas Kulit Ari Kedelai Berbahan Dasar. Aluminium Bekas Dan Piston