• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis teknik dan kualitas terjemahan unsur pre-modifier dalam kelompok nomina dalam novel The da Vinci Code Diyah Raina

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis teknik dan kualitas terjemahan unsur pre-modifier dalam kelompok nomina dalam novel The da Vinci Code Diyah Raina"

Copied!
161
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS TEKNIK DAN KUALITAS TERJEMAHAN UNSUR

PRE-MODIFIER DALAM KELOMPOK NOMINA DALAM NOVEL THE DA VINCI CODE

Disusun Oleh: Dyah Raina Purwaningsih

S130908003

PROGRAM MAGISTER LINGUISTIK

PASCASARJANA

UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

(2)

PENGESAHAN PEMBIMBING

ANALISIS TEKNIK DAN KUALITAS TERJEMAHAN UNSUR

PRE-MODIFIER DALAM KELOMPOK NOMINA DALAM NOVEL THE DA VINCI CODE

Disusun Oleh: Dyah Raina Purwaningsih

S130908003

Telah Disetujui oleh Tim Pembimbing Pada Juli 2010

Pembimbing I Pembimbing II

Prof. Dr. Sri Samiati Tarjana Dr. Tri Wiratno, MA NIP 1944 0602 1965 112 001 NIP 1961 0914 1987 031 001

Mengetahui,

Ketua Program Studi S2 Linguistik

(3)

PENGESAHAN TESIS

ANALISIS TEKNIK DAN KUALITAS TERJEMAHAN UNSUR

PRE-MODIFIER DALAM KELOMPOK NOMINA DALAM NOVEL THE DA VINCI CODE

Disusun oleh: Dyah Raina Purwaningsih

S130908003

Telah Disetujui oleh Tim Penguji Pada Juli 2010 Tim Penguji:

Jabatan Nama Tanda Tangan Ketua Prof. Drs. M.R. Nababan, M.Ed, MA, Ph.D ………

NIP. 1963 0328 1992 011 001

Sekretaris Drs. Riyadi Santosa, M.Ed, Ph.D ………. NIP. 1960 0328 1986 011 001

Anggota Prof. Dr. Sri Samiati Tarjana ………. NIP. 1944 0602 1965 112 001

Dr. Tri Wiratno, MA. ………. NIP. 1961 0914 1987 031 001

Surakarta, Agustus 2010 Mengetahui,

Direktur Program Pascasarjana Ketua Program Studi S2 Linguistik Universitas Sebelas Maret Universitas Sebelas Maret

(4)

PERNYATAAN

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya: Nama : Dyah Raina Purwaningsih NIM : S130908003

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tesis dengan judul Analisis Teknik dan Kualitas Terjemahan Unsur Pre-Modifier dalam Kelompok Nomina dalam Novel The Da Vinci Code adalah betul-betul karya saya sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya dalam tesis ini diberi tanda citasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka.

Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan tesis dan gelar yang saya peroleh dari tesis tersebut.

Surakarta, Juli 2010 Yang membuat pernyataan

(5)

MOTO

There is no happiness except in the

realization that we have accomplished

something.

(6)

PERSEMBAHAN

Tesis ini dipersembahkan untuk:

Keluarga dan teman-teman

(7)

KATA PENGANTAR Alhamdulillahhirabbil‘alamin,

Segala puji penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas rahmatNya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan lancar. Penulis juga ingin menyampaikan terimakasih kepada pihak-pihak yang selama ini membantu penulis dalam menyusun tesis, yaitu:

1. Drs. Suranto, MSc, Ph.D selaku Direktur Pasca Sarjana Universitas Sebeles Maret Surakarta atas izin yang diberikan kepada peneliti.

2. Prof. Drs. M.R. Nababan, M.Ed, MA, Ph.D, selaku Ketua Program Studi Linguistik Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret, atas izin yang diberikan kepada penulis untuk menyusun tesis ini.

3. Prof. Dr. Sri Samiati Tarjana, selaku pembimbing I atas bimbingan dan arahan yang diberikan kepada penulis.

4. Dr. Tri Wiratno, MA, selaku pembimbing II atas bimbingan dan masukan yang diberikan kepada penulis.

5. Drs. Riyadi Santosa, M.Ed, Ph.D, selaku salah satu tim penguji tesis, atas masukan yang bermanfaat bagi penulis.

6. Para dosen yang telah membagikan ilmu pengetahuan yang sangat bermanfaat kepada penulis.

(8)

8. Para staf administrasi Program Pascasarjana atas bantuan yang diberikan kepada penulis.

9. Kedua orang tua penulis beserta seluruh keluarga atas doa dan dukungannya.

10. Afin, Lusi, Nova, Nian, Ima, Bu Endry, Janna, Pak Johnny, Havid, Abe, Yuli, Miko, atas kebahagiaan, keceriaan, dan inspirasi yang telah kita bagi bersama.

11. Desti Hayu Puspa Negara, untuk doa, semangat, dan hari-hari penuh keceriaan.

12. Rekan-rekan dosen di Program D3 Bahasa Inggris jurusan Ilmu Budaya Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto atas dukungan yang diberikan.

13. Para sahabat penulis, atas doa dan dukungan yang diberikan.

(9)

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING ... i

LEMBAR PENGESAHAN TESIS ... ii

PERNYATAAN ... iii

MOTO ... iv

PERSEMBAHAN ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR SINGKATAN ... xiii

ABSTRAK ... xiv

ABSTRACT ... xv

BAB I PANDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Pembatasan Masalah ... 8

C. Rumusan Masalah ... 8

D. Tujuan Penelitian ... 9

E. . Manfaat Penelitian ... 10

(10)

1.1. Definisi Penerjemahan ... 11

1.2. Proses Penerjemahan ... 13

1.3. Teknik dan Strategi Penerjemahan... 15

1.4. Metode Penerjemahan ... 18

1.5. Ideologi Penerjemahan ... 20

1.6. Penilaian Kualitas Terjemahan ... 21

1.6.1. Keakuratan (Accuracy)... 22

1.6.2. Keberterimaan (Acceptability) ... 22

1.6.3. Keterbacaan (Readability) ... 22

1.8.Penerjemahan Karya Sastra... 23

2. Kelompok Nomina Bahasa Inggris ... 26

2.1. Posisi dan Fungsi Pre-modifier dalam Kelompok NominaBahasa Inggris ... 26

2.2. Posisi dan Fungsi Pre-modifier dalam Kelompok Nomina dalam Bahasa Indonesia ... 31

B. Kerangka Pikir Penelitian ... 36

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 38

B. Data dan Sumber Data ... 39

C. Teknik Pengumpulan Data dan Cuplikan ... 40

D. Teknik Pengembangan Validitas Data ... 43

E. Teknik Analisis Data ... 45

(11)

BAB IV

ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

A. Pendahuluan ... 50 B. Analisis Data ... 50 C. Pembahasan ... 89 BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

(12)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Proses Penerjemahan menurut Nida dan Taber ... 13

Gambar 2. Proses Penerjemahan menurut Larson ... 15

Gambar 3. Metode Penerjemahan Newmark ... 19

Gambar 4. Konfigurasi Kelompok Nomina Bahasa Inggris ... 27

Gambar 5. Bagan Kerangka Pikir Penelitian ... 36

Gambar 6. Model Analisis Etnografi ... 47

(13)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Teknik Penerjemahan Molina dan Albir ... 16

Tabel 2. Skala Keakuratan Terjemahan ... 41

Tabel 3. Skala Keberterimaan Terjemahan ... 42

Table 4. Klasifikasi Data ... 50

Tabel 5. Teknik Penerjemahan Pre-modifier dalam TDVC ... 65

Tabel 6. Tingkat Keakuratan Terjemahan Pre-modifier dalam TDVC... 78

(14)

DAFTAR SINGKATAN

(15)

ABSTRAK

Dyah Raina Purwaningsih. S130809003. 2010. Analisis Teknik dan Kualitas Terjemahan Unsur Pre-Modifier dalam Kelompok Nomina dalam Novel The Da Vinci Code. Tesis, Surakarta. Program Pasca Sarjana Program Studi Linguistik Penerjemahan.

Penelitian ini terfokus pada teknik dan kualitas terrjemahan unsur pre-modifier pada novel yang berjudul The Da Vinci Code karya Dan Brown yang diterjemahkan oleh Ima B. Koesalamwardi.

Penelitian ini bertujuan untuk: a) mengetahui fungsi-fungsi pre-modifier

dalam kelompok nomina dalam novel TDVC, b) mengetahui teknik-teknik yang diterapkan oleh penerjemah dalam menerjemahkan pre-modifier pada novel TDVC, c) mengetahui tingkat keakuratan terjemahan pre-modifier dalam novel TDVC, dan d) mengetahui tingkat keberterimaan terjemahan tersebut. Dari penelitian tersebut diharapkan akan diperoleh pengetahuan tambahan tentang bentuk dan fungsi pre-modifier dan terjemahannya dalam Bahasa Indonesia; apakah dalam terjemahan pre-modifier tersebut masih memiliki bentuk dan fungsi yang sama dalam sebuah kelompok nomina.

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif deskriptif dengan teknik

total sampling. Terdapat 152 jumlah data dalam penelitian ini. Data tersebut adalah kalimat yang mengandung unsur pre-modifier dalam novel TDVC, versi bahasa Inggris dan Bahasa Indonesia. Data pre-modifier tersebut diklasifikasikan berdasarkan fungsinya dalam kelompok nomina yaitu describing dan classifying.

Dari data tersebut peneliti menganalisis teknik yang diterapkan oleh penerjemah dalam menerjemahkan pre-modifier. Data tersebut kemudian disusun menjadi kuseioner untuk dinilai tingkat keakuratan dan keberterimaannya. Dalam menentukan penilai, peneliti menerapkan criterion-based selection sampling technique.

Berdasarkan hasil penelitian, 129 data tergolong ke dalam describing pre-modifier dan 23 data tergolong dalam classifying pre-modifier. Terdapat delapan teknik penerjemahan yang muncul. Kedelapan teknik tersebut adalah sebagai berikut: a) teknik padanan tetap (96 data atau 63%), b) teknik transposisi (13 data atau 8%), c) teknik reduksi/ penghilangan (23 data atau 15%), d) teknik amplifikasi (16 data atau 10%), e) teknik modulasi (1 data atau 0,1%), f) teknik peminjaman (3 data atau 2%), g) teknik literal (7 data atau 5%), dan h) teknik

calque (2 data atau 1%). Dari 152 data, sebanyak 107 data atau 70% dari keseluruhan, diterjemahkan dengan akurat, dengan skor 1 sebagai indikator keakuratan. Sedangkan sebanyak 34 data atau 22% data diterjemahkan dengan kurang akurat dengan skor 2. Sementara itu, data yang diterjemahkan dengan tidak akurat, dengan skor 3, adalah sebanyak 11 data atau sekitar 7%. Mengenai tingkat keberterimaan, sebanyak 126 data atau sekitar 83%, dinilai sebagai terjemahan yang berterima dengan skor 1. Sedangkan 24 data atau 16% data dinilai kurang berterima dengan skor 2. Sisanya, sebanyak 2 data atau 1% dinilai tidak akurat dengan skor 3.

(16)

ABSTRACT

Dyah Raina Purwaningsih. S130809003. 2010. An Analysis of Translation Techniques and Quality of Noun Group’s Pre-modifier in The Da Vinci Code Novel. Thesis. Surakarta. Graduate Program on Translation Study.

This research focuses on translation techniques and quality of pre-modifiers in Dan Brown‘s The Da Vinci Code translated by Ima B. Koesalamwardi. This research is aimed at: a) finding out the functions of pre-modifier in a noun group, b) finding out translation techniques applied by the translator in translating pre-modifiers in TDVC, c) finding out the accuracy of the translation of pre-modifiers in TDVC, and d) finding out the acceptability of the translation of pre-modifiers in TDVC. This research is expected to be resourceful in accordance with additional knowledge about the forms and functions of English pre-modifiers when they are translated into Bahasa Indonesia; whether the forms and the functions change or not.

This descriptive-qualitative research applied total sampling technique. There were 152 data to analyze. The data were sentences containing pre-modifier, which were taken from both English and Indonesian versions. The data are classified based on their function in noun groups, i.e. describing and classifying. The researcher analyzed the techniques used in the translation of pre-modifier in the novel. To obtain the second data, the researcher arranged the data into two kinds of questionnaire to measure the translation quality; translation accuracy and acceptability. In measuring the translation quality, the researcher chose three key informants (raters) based on the so-called criterion-based selection sampling technique.

Based on the research, there are 129 data that belong to describing pre-modifier and 23 data that belong to classifying pre-pre-modifier. There are eight translation techniques found in the data. Those techniques are: a) established equivalent (96 data or 63%), b) transposition (13 data or 8%), c) reduction/ omission (23 data or 15%), d) amplification (16 data or 10%), e) modulation (1 datum or 0, 1%), f) borrowing (data or 2%), g) literal (7 data or 5%), and h) calque (2 data or 1%).

Out of those 152 data, 107 data (70%) are accurately translated, indicated by score 1. There are 34 data (22%) which are translated quite accurately but still need some corrections, and they are indicated by score 2. Meanwhile, there are 11 data (7%) which are not accurately translated, indicated by score 3.

(17)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Saat ini penerjemahan merupakan kegiatan yang sedang berkembang pesat. Kegiatan penerjemahan mencakup penerjemahan buku-buku ilmu pengetahuan, teknologi dan seni yang ditulis dalam bahasa asing. Kegiatan penerjemahan berkembang seiring dengan perkembangan dunia informasi global yang mau tidak mau harus diterima oleh seluruh masyarakat dunia, termasuk masyarakat Indonesia. Sumber-sumber informasi global dan pengetahuan modern yang masuk ke Indonesia tersaji dalam berbagai bentuk, seperti buku, surat kabar, majalah, tayangan berita televisi, dan bahkan film-film impor. Tidak hanya informasi dan pengetahuan, masyarakat sekarang ini juga butuh akan sarana hiburan yang bervariasi. Lagi-lagi, produk impor sumber hiburan menyerbu masuk Indonesia, menyediakan alternatif yang lebih luas. Semua sumber informasi, pengetahuan, dan hiburan yang masuk dari luar negeri tersebut tentu saja disajikan dalam bahasa asing, dalam hal ini terutama adalah bahasa Inggris sebagai bahasa internasional. Berbanding terbalik dengan derasnya informasi asing tersebut, akses masyarakat Indonesia terhadap bahasa asing amatlah terbatas. Sebagian besar masyarakat Indonesia tidak menguasai bahasa asing sehingga timbul kendala dalam memahami sumber-sumber informasi, pengetahuan, dan hiburan tersebut.

(18)

penerjemah. Seorang penerjemah berkewajiban menghasilkan terjemahan yang akurat, terbaca, dan berterima. Dalam penerjemahan, terdapat tiga hal untuk menentukan suatu terjemahan adalah terjemahan yang berkualitas atau tidak. Ketiga hal tersebut adalah keakuratan (accuracy), keterbacaan (readability), dan keberterimaan (acceptability). Jika ketiga unsur itu terpenuhi maka terjemahan tersebut dikatakan berkualitas. Namun, tidak mudah bagi seorang penerjemah untuk menghasilkan ketiga hal tersebut. Ada kecenderungan bagi sebuah teks terjemahan kehilangan salah satu dari ketiga unsur tersebut. Suatu terjemahan bisa jadi sangat akurat dan berterima namun memiliki tingkat keterbacaan yang rendah. Atau sebaliknya, suatu terjemahan bisa jadi sangat enak untuk dibaca dan dipahami, namun tingkat keakuratannya rendah karena mungkin penerjemah terlalu berimprovisasi (melakukan penambahan atau pengurangan secara berlebihan terhadap teks sasaran) dalam kegiatannya.

(19)

tersembunyi di balik susunan kalimatnya dan penerjemah harus peka terhadap unsur-unsur tersembunyi tersebut untuk menghasilkan terjemahan yang akurat, terbaca, dan berterima. Karena sifatnya yang tidak faktual, teks sastra atau fiksi dianggap lebih ringan tidak berdampak signifikan terhadap pembacanya.

Walaupun tidak beresiko, dalam menerjemahkan teks sastra seorang penerjemah harus tetap mempertahankan keaslian isi teks tersebut. Keakuratan teks harus tetap tercapai. Menerjemahkan teks sastra tidak bisa dikatakan mudah karena teks sastra mengandung unsur budaya di dalamnya. Seperti yang dikemukakan oleh Newmark dalam Suryawinata dan Hariyanto (2003) bahwa dalam menerjemahkan fiksi penerjemah dihadang oleh masalah-masalah yang berkaitan dengan budaya Bahasa sumber (Bsu) dan pesan moral yang ingin disampaikan oleh penulisnya. Latar belakang budaya penulis berkaitan erat dengan tema yang mewarnai isi tulisan dan pesan moral yang terkandung di dalamnya. Di sinilah peran penerjemah terlihat lebih mencolok, karena penerjemah harus sebisa mungkin mentransfer unsur-unsur budaya dalam teks tersebut termasuk pesan moral yang mungkin ada di dalamnya yang kemungkinan besar berbeda dengan budaya Bahasa sasaran (Bsa).

(20)

menerbitkan novel-novel asing ke dalam bahasa Indonesia sehingga para pembaca sasaran dapat dengan mudah memahami isi novel tersebut.

(21)

dihasilkan akan kehilangan dimensi, kedalaman, dan keluasan makna yang ingin disampaikan oleh penulis aslinya.

Seorang penerjemah, yang berperan pula sebagai komunikator, menurut T. Bell (1989: 41) harus memiliki kompetensi komunikatif (communicative competence) yang mencakup grammatical competence, sociolinguistic competence, discourse competence, dan strategic competence. Dalam menerjemahkan pre-modifier penerjemah harus memiliki paling tidak salah satu komponen kompetensi tersebut, yaitu grammatical competence atau kompetensi gramatikal. Penerjemah harus mampu mengalihkan pre-modifier dalam Bsu ke dalam Bsa menjadi bentuk dan fungsi yang serupa; yaitu apakah berfungsi untuk mendeskripsikan (describing) ataukah mengklasifikasikan (classifying). Tesis ini akan mengangkat terjemahan unsur pre-modifier dalam kelompok nomina dalam novel karya Dan Brown yang berjudul The Da Vinci Code (TDVC). Dalam sebuah novel, kalimat deskriptif memiliki peranan penting untuk memperjelas dan memberikan detail tentang tokoh, benda, tempat, dan situasi yang sedang digambarkan untuk mendukung alur cerita yang sedang berlangsung. Dalam bahasa Inggris, pre-modifier merupakan unsur penjelas yang terdapat dalam kelompok nomina yang di dalamnya terkandung bentuk adjective atau kata sifat.

Pre-modifier merupakan unsur kalimat yang kompleks/ rumit untuk diterjemahkan ke dalam Bsa karena perbedaan sistem bahasa dan kekayaan kosakata kedua bahasa. Karena alasan tersebut maka peneliti memilih terjemahan

(22)

terfokus pada tingkat keakuratan dan keberterimaannya. Peneliti mengambil novel tersebut sebagai objek kajian dengan beberapa alasan: novel tersebut mengandung data yang dibutuhkan oleh peneliti yaitu pre-modifier; novel tersebut juga merupakan salah satu novel best seller dan fenomenal di Amerika, negara asal pengarang, dan di berbagai negara yang menerjemahkannya termasuk Indonesia.

Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, dalam suatu novel, sering kali dijumpai kalimat-kalimat deskriptif yang mendeskripsikan suatu objek hidup maupun mati. Dalam bahasa Inggris, keadaan atau penampilan suatu objek dideskripsikan dalam sebuah struktur kelompok nomina yang merupakan bagian dari sebuah klausa. Dalam kelompok nomina tersebut terdapat unsur pre-modifier

yang merupakan unsur penjelas sebuah Thing (sesuatu yang merupakan inti dalam kelompok nomina tersebut). Unsure pre-modifier dibagi ke dalam dua fungsi yaitu describing (mendeskripsikan Thing) dan classifying (mengklasifikasikan

Thing). Unsur pre-modifier dapat direalisasikan salah satunya ke dalam kata sifat. Dalam bahasa Indonesia kita juga mengenal pre-modifier yang berfungsi sebagau unsure penjelas atau untuk mendeskripsikan sebuah objek. Dalam novel TDVC, pre-modifier diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia dengan berbagai teknik penerjemahan. Sebagai contoh dalam data

18-TDVC/18/29,

Across the staggeringly expansive plaza, the imposing façade of the Louvre rose like a citadel against the Paris sky.

(23)

staggeringly expansive plaza diterjemahkan menjadi plaza yang sangat luas menggunakan teknik yang oleh Molina dan Albir disebut sebagai teknik

established equivalent (padanan tetap), yaitu menggunakan istilah atau ekspresi yang sudah tercakup dalam kamus, atau yang sudah lazim dalam penggunaan bahasa. Dalam data tersebut staggeringly expansive merupakan pre-modifier yang bersifat mendeskripsikan kata benda plaza. Describing pre-modifier tersebut tersusun atas intensifier (staggeringly) dan kata sifat expansive. Secara literal,

staggeringly berarti ―secara mencengangkan atau mengejutkan‖, namun dalam Bsa penerjemah menggeneralisasi kata staggeringly menjadi ―sangat‖.

Sebenarnya menurut peneliti penggeneralisasian tersebut sedikit menghilangkan unsur dramatis dalam penggambaran objek tersebut. Ketika pembaca membaca teks aslinya, yang terbayang akan plaza itu adalah sebuah plaza yang luasnya mencengangkan, atau luar biasa luas. Sedangkan dalam Bsa, plaza tersebut hanya dideskripsikan sebagai plaza yang sangat luas, tanpa unsur dramatis. Namum peneliti bersimpulan bahwa hal tersebut dikarenakan bahasa Inggris memiliki kosakata yang lebih kaya untuk menggambarkan sebuah objek dibandingkan dengan bahasa Indonesia. Contoh lain diambil dari data 040-TDVC/55/75:

Dressed casually in a knee-length, cream-colored Irish sweater over black leggings, she was attractive and looked to be about thirty.

Berbusana santai, dalam sweter Irlandia sepanjang lutut di atas

leggings hitam, dia menarik dan tampak berusia sekitar tiga puluhan.

(24)

yang dimaksud. Pre-modifier dalam kalimat tersebut diterjemahkan dengan teknik yang sama dengan contoh pertama, yaitu established equivalent, namun terjadi juga reduction atau pengurangan dengan adanya penghilangan kata sifat cream-colored dalam Bsa. Karena penelitian ini berorientasi pada produk, maka peneliti tidak menelusuri lebih jauh alasan penghilangan tersebut. Penghilangan frasa

cream-colored dalam Bsa bagaimanapun memengaruhi deskripsi objek, dalam hal ini sebuah sweter yang dikenakan oleh tokoh dalam novel tersebut. Jika dalam Bsa frasa cream-colored dipertahankan, sehingga menjadi ―sweter Irlandia

sepanjang lutut yang berwarna krem…‖ maka deskripsi penampilan tokoh

tersebut menjadi lebih lengkap dan pembaca dapat membayangkan bahwa pakaian yang dikenakan oleh wanita tersebut menambah kesan menarik dan cantik tokoh wanita tersebut. Analisis lebih mendalam tentang terjemahan pre-modifier dalam novel TDVCakan diulas dalam bab IV tesis ini.

B. Pembatasan Masalah

(25)

C. Rumusan Masalah

Sesuai dengan pembatasan masalah, maka penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:

1. Apa saja fungsi pre-modifier dalam kelompok nomina dalam novel TDVC?

2. Teknik-teknik penerjemahan apa saja yang diterapkan dalam terjemahan pre-modifier dalam novel TDVC karya Dan Brown?

3. Bagaimana tingkat keakuratan terjemahan pre-modifier dalam novel TDVC?

4. Bagaimana tingkat keberterimaan terjemahan pre-modifier

dalam novel tersebut?

D. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mengklasifikasikan unsur pre-modifier dalam kelompok nomina berdasarkan fungsinya,

2. mengidentifikasi dan mendeskripsikan teknik-teknik yang diterapkan oleh penerjemah dalam menerjemahkan pre-modifier pada kalimat- kalimat dalam novel TDVC,

3. menilai tingkat keakuratan terjemahan pre-modifier dalam novel TDVC, dan

(26)

E. Manfaat Penelitian

1. Bagi mahasiswa penerjemahan, penalitian ini diharapkan dapat menjadi bahan tambahan referensi tentang salah satu struktur gramatika bahasa Inggris yaitu pre-modifier dan fungsinya.

(27)

BAB II

KAJIAN TEORI DAN KERANGKA PIKIR

A. KAJIAN TEORI

1. Hakikat Penerjemahan

1.1. Definisi Penerjemahan

Penerjemahan, suatu kegiatan pengalihan pesan dari Bsu ke Bsa diuraikan oleh para pakar penerjemahan ke dalam berbagai definisi. Larson (1998: 3) menjelaskan penerjemahan adalah suatu proses pengalihan makna dari Bsu ke dalam bahasa penerima dimulai dari pengalihan bentuk Bsu ke dalam bentuk bahasa paenerima dengan mempertimbangkan struktur semantisnya. Bentuk dapat diubah sedemikian rupa, namun makna yang disampaikan haruslah konstan.

(28)

kesepadanan bentuk, dalam hal ini gaya, kedua teks. Sebagai contoh, sebuah teks puisi harus diterjemahkan ke dalam behasa sasaran dalam bentuk atau gaya sebuah puisi.

Newmark (1981) menggambarkan penerjemahan sebagai suatu keahlian yang di dalamnya mencakup upaya untuk menggantikan pesan tertulis dalam suatu bahasa (dalam hal ini adalah Bsu) dengan pesan yang sama dalam bahasa lain (Bsa). Hakikatnya, sebuah terjemahan haruslah menggambarkan pesan teks sumber dengan utuh tanpa adanya distorsi, namun menurut Newmark dalam praktiknya, sebuah proses penerjemahan akan sedikit banyak menimbulkan hilangnya salah satu unsur dalam teks Bsa yang disebabkan oleh banyak faktor. Hilangnya unsur tersebut dapat ditelusuri dalam sebuah rangkaian antara overtranslation dan undertranslation.

(29)

1.2. Proses Penerjemahan

Proses penerjemahan dapat dikatakan sebagai serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh penerjemah dalam menerjemahkan suatu teks yang berlangsung di dalam benaknya dan kemudian akan tercermin di dalam terjemahnnya. Nida dan Taber (1982) menggambarkan proses penerjemahan sebagai berikut:

A (source) B (receptor)

(analysis) (restructuring)

X (Transfer) Y

Gambar 1. Proses Penerjemahan menurut Nida dan Taber (1982: 33)

(30)

orang sebagai proses satu arah, yaitu hanya mengalihkan teks dari Bsu ke dalam Bsa tanpa disertai proses analisis dan restrukturisasi kedua teks.

(31)

SOURCE LANGUAGE RECEPTOR LANGUAGE

Gambar 2. Proses Penerjemahan menurut Larson (1998: 4)

Dalam diagram tersebut, Larson menggambarkan proses penerjemahan yang terdiri dari tahap analisis gramatikal, leksikal dan konsep budaya yang terkandung dalam teks sumber, kemudian makna yang telah didapat tersebut diungkapkan kembali dalam bahasa penerima (Bsa). Proses pengungkapan kembali tersebut secara otomatis menghasilkan teks terjemahan yang oleh Larson tidak digambarkan secara terpisah, melainkan menyatu dalam proses re-express the meaning. Jika dilihat secara sekilas gambar proses penerjemahan Larson terlihat lebih sederhana, namun sebenarnya proses penerjemahan tersebut terdiri atas tahapan yang sama dengan proses yang dikemukakan oleh Nida dan Taber.

1.3. Teknik dan Strategi Penerjemahan

Istilah teknik, strategi, metode, dan prosedur penerjemahan selama ini terlihat

rancu karena beberapa ahli penerjemahan menggunakan istilah-istilah tersebut Translation

Text to be translated

MEANING Discover the

meaning

(32)

untuk menjelaskan maksud yang sama, yaitu cara mengatasi masalah dalam penerjemahan. Molina dan Albir (2002) membedakan strategi dan teknik penerjemahan berdasarkan logika bahwa strategi berlangsung dalam benak penerjemah, ketika seorang penerjemah memikirkan cara untuk mengatasi masalah dalam penerjemahan. Dalam hal ini, strategi berorientasi pada proses penerjemahan. Sedangkan teknik penerjemahan adalah cara yang dilakukan oleh penerjemah dalam mengatasi masalah penerjemahan yang dilihat dari produk penerjemahannya (teks terjemahan). Teknik penerjemahan berorientasi pada hasil, dan berlangsung pada tataran mikro teks. Berikut adalah teknik penerjemahan yang direkomendasikan oleh Molina dan Albir (2002):

Tabel 1. Teknik Penerjemahan Molina dan Albir (2002)

No Nama Teknik Keterangan 1 Adaptasi

(adaptation)

Mengganti unsur budaya Bsu dengan unsur budaya Bsa

2 Amplifikasi (amplification)

Menyertakan detail yang tidak tercantum dalam Bsu, dalam bentuk informasi dan/ atau parafrase eksplisit.

3 Peminjaman (borrowing)

Mempertahankan istilah dalam Bsu. Teknik peminjaman dapat berupa peminjaman murni ataupun peminjaman dengan penyesuaian (naturalisasi).

4 Calque (calque)

Teknik ini merupakan bentuk penerjemahan literal sebuah kata atau frasa asing. Calque dapat bersifat leksikal maupun structural.

5 Kompensasi (compensation)

Konsep ini hampir sama dengan konsep amplifikasi, yaitu menambahkan unsur informasi ke dalam teks Bsa karena unsur tersebut hilang dalam Bsa yang disebabkan oleh perbedaan struktur sintaksis maupun budaya kedua bahasa. 6 Deskripsi

(description)

Menggantikan suatu istilah dalam Bsu dengan deskripsi dalam Bsa.

7 Kreasi Diskursif (discursive creation)

Membuat padanan sementara yang sangat tidak sesuai dengan konteks.

(33)

(established equivalent)

dikenal oleh kamus, atau sudah lazim dalam Bsa. 9 Generalisasi

(generalization)

Menggunakan istilah yang lebih netral dan umum 10 Amplifikasi

Linguistik (linguistic amplification)

Menambahkan unsur- unsur linguistic. Teknik ini sering dipakai dalam penerjemahan lisan konsekutif dan sulih suara (dubbing).

11 Kompresi Linguistik (linguistic compression)

Teknik ini berkebalikan dengan teknik amplifikasi linguistik. Teknik ini memadatkan elemen- elemen linguistik, dan diterapkan dalam penerjemahan lisan simultan dan penerjemahan film (subtitling). 12 Penerjemahan

Teknik ini diterapkan dengan cara mengubah sudut pandang penerjemah terhadap teks yang dihadapinya baik secara leksikal maupun struktural.

14 Partikularisasi (particularization)

Menggunakan istilah yang lebih khusus/ spesifik dan konkret. implisitasi (implicitation) yang dikemukakan oleh Delisle dan teknik penghilangan (omission) yang dikemukakan oleh Ayora. Teknik ini adalah kebalikan dari teknik amplifikasi.

16 Substitusi

Dalam teknik ini, unsur linguistik diubah menjadi unsur paralinguistic (intonasi, gerak tubuh/

gesture), atau sebaliknya.

17 Transposisi (transposition)

Dengan teknik ini, penerjemah mengubah struktur kalimat Bsu dalam Bsa agar diperoleh terjemahan yang logis.

18 Variasi (variation)

(34)

Sementara itu, strategi penerjemahan adalah cara yang dilakukan oleh penerjemah untuk mengatasi masalah dalam proses penerjemahan. Strategi itu kemudian akan menghasilkan teknik penerjemahan yang dapat terlihat dalam produk atau teks terjemahan. Hurtado Albir dalam Molina dan Albir (2002) mengatakan bahwa strategi penerjemahan adalah prosedur (secara sadar maupun tidak, secara verbal maupun non-verbal) yang ditempuh oleh penerjemah untuk mengatasi masalah dalam proses penerjemahan dengan tujuan tertentu. Ada beberapa mekanisme atau konsep dalam penerjemahan yang dapat berfungsi sebagai strategi maupun teknik. Sebagaimana parafrase, dapat digunakan untuk mengatasi masalah dalam tataran proses, yaitu strategi reformulasi dan dapat pula dilihat sebagai sebuah teknik amplifikasi ketika parafrase tersebut berfungsi menjelaskan memparafrasekan sebuah istilah agar dapat dipahami oleh pembaca sasaran. Namun hal tersebut tidak berarti parafrase akan selalu menghasilkan teknik amplifikasi. Teknik-teknik lain seperti kreasi diskursif, kesepadanan tetap, adaptasi, dan sebagainya bisa muncul sebagai hasil dari strategi parafrase.

1.4. Metode Penerjemahan

Metode, atau method dalam bahasa Inggris didefinisikan di dalam

Oxford English Dictionary sebagai a particular way of doing something.

(35)

terjemahan itu ditujukan, atau untuk keperluan apa terjemahan itu dihasilkan. Metode penerjemahan bersifat makro karena nantinya akan menghasilkan jenis terjemahan. Newmark (1988:45) menggambarkan delapan metode penerjemahan dalam sebuah diagram yang dikenal dengan diagram V ( V-diagram). Diagram tersebut digambarkan sebagai berikut:

SL Emphasis TL Emphasis

word-for-word translation adaptation

literal Translation free translation

faithful translation idiomatic translation semantic trans communicative trans

Gambar 3. Metode Penerjemahan Newmark (1988:45)

(36)

1.5. Ideologi Penerjemahan

Ideologi secara umum diartikan sebagai suatu kepercayaan atau prinsip

yang dianut oleh seseorang atau suatu komunitas masyarakat sebagai panduan atau acuan dalam melakukan suatu tindakan. Dalam penerjemahan, istilah ideologi diartikan sebagai prinsip atau keyakinan tentang ―betul-salah‖ atau ―baik-buruk‖, yakni terjemahan seperti apa yang terbaik bagi masyarakat pembaca Bsa atau terjemahan seperti apa yang cocok dan disukai oleh masyarakat. (Hoed, 2006: 83).

Venuti dalam Hoed, 2006 mengemukakan tentang adanya dua jenis ideologi dalam penerjemahan, yaitu ideologi yang berorientasi pada Bsa (domestication) dan ideologi yang berorientasi pada Bsu (foreignization). Ideologi domestikasi yang berorientasi pada Bsa menuntut terjemahan yang berterima sesuai dengan cita rasa masyarakat pembaca Bsa. Terjemahan yang baik dalam ideologi domestikasi adalah terjemahan yang tidak terlihat seperti terjemahan. Ideologi ini cenderung sesuai untuk diterapkan dalam teks-teks yang mempunyai nuansa budaya seperti teks sastra, politik, keagamaan, dan juga teks filologi. Dalam ideologi penerjemahan ini, penerjemah menerapkan metode penerjemahan yang berorientasi pada Bsa, yaitu adaptasi, penerjemahan bebas, penerjemahan idiomatik, dan penerjemahan komunikatif. Nida dan Taber adalah pakar- pakar penerjemahan yang menganut ideologi ini.

(37)

bagi pembaca sasaran. Berkebalikan dengan ideologi domestikasi, dalam ideologi forenisasi metode yang diterapkan adalah metode penerjemahan yang berorientasi pada Bsu, terutama penerjemahan setia dan penerjemahan semantik. (Hoed, 2006). Namun demikian, seperti yang dikatakan oleh Nababan, seorang penerjemah tidak mungkin secara total menganut salah stu dari dua ideologi tersebut. Yang dapat terjadi adalah kecenderungan ke arah mana penerjemah berpihak, kea rah Bsu, atau ke arah Bsa. Dengan kata lain, penerjemah akan secara sadar maupun tidak sadar menganut kedua ideologi tersebut, tentu saja dengan prosentase atau tingkat kecenderungan yang berbeda.

1.6. Penilaian Kualitas Terjemahan

(38)

1.6.1. Keakuratan (accuracy)

Keakuratan terkait dengan tepat atau tidaknya terjemahan yang dihasilkan. Keakuratan terkait erat dengan kesepadanan makna antara Bsu dengan Bsa. Informasi dalam Bsu yang disampaikan kembali dalam Bsa haruslah dapat diterima oleh pembaca Bsa. Larson (1998: 530) mengatakan bahwa keakuratan sebuah teks terjemahan harus diukur karena hal tersebut berkaitan dengan informasi yang disampaikan dari Bsu ke dalam Bsa.

1.6.2. Keberterimaan (acceptability)

Keberterimaan ini terkait erat dengan sesuai tidaknya tata bahasa yang digunakan penerjemah dengan tata Bsa. Penerjemah harus menerjemahkan sebuah teks ke dalam Bsa sesuai dengan kaidah yang berlaku dalam Bsa. Hal tersebut antara lain juga berkaitan dengan pemilihan kata dan istilah dalam Bsa. Jika penerjemah menggunakan kata- kata yang kurang lazim dibaca atau didengar oleh pembaca sasaran maka terjemahan tersebut tidak memenuhi konsep keberterimaan suatu terjemahan. Keberterimaan dalam ibid dijelaskan dengan istilah naturalness yang mengacu pada kealamiahan terjemahan.

1.6.3. Keterbacaan (readability)

(39)

kalimat-kalimat kompleks, dan alur pikiran yang tidak logis dapat mengurangi tingkat keterbacaan teks. Selain faktor kebahasaan, faktor kemampuan membaca dan memahami isi teks pembaca juga menentukan tingkat keterbacaan teks.

1.7. Penerjemahan Karya Sastra

Menurut Belloc, dalam Basnett-McGuire dalam Suryawinata dan Hariyanto (2003:156-159), ada enam aturan umum bagi penerjemah naskah prosa fiksi:

a. Penerjemah tidak boleh menentukan langkahnya hanya untuk menerjemahkan kata per kata atau kalimat per kalimat saja tetapi dia harus selalu mempertimbangkan keseluruhan karya, baik karya aslinya maupun karya terjemahannya. Penerjemah harus menganggap naskah aslinya sebagai satu kesatuan unit yang integral, meskipun saat menerjemahkannya ia mengerjakan bagian per bagian saja. Peraturan pertama ini berbicara tentang unit terjemahan terkecil dalam cerpen atau novel.

(40)

dangkal, dan kehilangan dimensinya, padahal dimensi inilah yang membuat sebuah cerita menjadi berbobot.

b. Penerjemah hendaknya menerjemahkan idiom menjadi idiom pula. Idiom dalam Bsu mungkin memiliki padanan idiom dalam Bsa, meskipun kata-kata yang digunakan tidak sama persis. Namun terkadang karena perbedaan budaya, ada idiom-idiom Bsu yang tidak ada padanannya dalam Bsa sehingga penerjemah harus menerjemahkannya atau memparafrasekannya (lihat dalam Baker 2002 tentang strategi penerjemahan idiom).

c. Penerjemah harus menerjemahkan ―maksud‖ menjadi ―maksud‖ juga. Kata ―maksud‖ di sini menurut berarti muatan emosi atau perasaan yang dikandung oleh ekspresi tertentu. Muatan emosi dalam ekspresi Bsu bisa jadi lebih kuat daripada muatan emosi dari padanannya dalam Bsa, atau ekspresi tertentu terasa pas dalam Bsu tetapi menjadi janggal dalam Bsa jika diterjemahkan secara literal. Oleh karena itu, sering kali penerjemah fiksi terpaksa menambahkan kata-kata yang sebenarnya tidak ada dalam teks asli untuk menyesuaikan ―maksud‖nya di dalam Bsa. Akan tetapi,

bagaimanapun, sebisa mungkin penerjemah tidak terlalu cepat menambah atau mengurangi hal-hal dalam teks aslinya. Untuk itulah penerjemahan ―maksud‖ ini perlu diperhatikan.

(41)

berbeda. Sebagai contoh kalimat “I won’t be long” dalam bahasa Inggris sekilas sama dengan kalimat ―Saya tidak akan panjang‖

dalam Bahasa Indonesia. Setelah disimak lagi ternyata padanannya adalah ―Saya tidak akan lama.‖ Contoh lain adalah kata “fabric” yang berarti ―serat kain‖, bukannya ―pabrik.‖

e. Penerjemah hendaknya berani mengubah segala sesuatu yang perlu diubah dari Bsu ke dalam Bsa dengan tegas. Hal ini mengacu pada tujuan penerjemahan cerita fiksi yaitu membangkitkan kembali ―jiwa asing‖ dalam tubuh ―pribumi‖. Yang dimaksud sebagai ―jiwa asing‖ di sini adalah makna cerita sedangkan ―tubuh pribumi‖

adalah Bsanya. Penerjemah harus memindahkan isi atau cerita Bsu ke dalam Bsa tanpa menghilangkan unsur intrinsik dan keaslian yang terkandung dalam teks sumber ke dalam Bsa dengan akurat. f. Meskipun penerjemah harus mengubah segala yang perlu diubah,

penerjemah tidak boleh membubuhi cerita aslinya dengan ―hiasan- hiasan‖ yang bisa membuat cerita dalam Bsa lebih buruk atau lebih

indah sekalipun.

(42)

dalam penerjemahan, khususnya penerjemahan fiksi (cerpen/ novel), penerjemah harus mementingkan makna, pesan, dan gaya.

2. Kelompok Nomina Bahasa Inggris

2.1. Posisi dan Fungsi Pre-Modifier dalam Kelompok Nomina dalam Bahasa Inggris

Dalam Santosa (2003) dijelaskan bahwa kelompok nomina adalah kelompok kata yang mempunyai unsur inti kata benda. Dalam Bahasa Inggris kelompok nomina terdiri dari unsur makna inti (head) dan unsur penjelasnya

(43)

Pre-Modifier Post-modifier D ^ Num ^ E ^ C ^ T [ Qualifier ]

Art car adj N N Relative Clause

Poss ord PrPart adj pr present participle phrase PsPart ger ger past participle phrase Inf. Phr inf. Phrase

N. Clau Adj phrase

Prep phrase

Cardinal/ordinal

Gambar 4. Konfigurasi Kelompok Nomina Bahasa Inggris

(Santosa, 2003)

Penjelasan mengenai gambar tersebut adalah sebagai berikut:

D (deiktik) menjelaskan unsur makna dan bentuk yang menunjukkan apakah sesuatu yang dijelaskan (thing) merupakan sesuatu yang sudah teridentifikasi atau belum (definite/indefinite). Deiktik dalam bahasa Inggris dapat direalisasikan ke dalam artikel ‘a atau the‘ atau artikel lain. Deiktik dapat pula direalisasikan dalam possessive adjctive.

(44)

E (epitet) adalah unsur penjelas awal yang bersifat mendeskripsikan kualitas Thing dengan cara menggambarkan bentuk, ukuran, warna, kondisi (fisik, psikologis). Epitet dalam bahasa Inggris dapat direalisasikan ke dalam kata sifat, present participle, dan past participle.

C (classifier) merupakan unsur penjelas awal yang mengklasifikasikan

thing berdasarkan tipe atau macam. Classifier dalam bahasa Inggris dapat direalisasikan ke dalam kata benda, kata sifat, dan gerund.

T (thing) adalah inti dari kelompok nomina. Thing tersebut berupa entitas baik abstrak maupun konkret, proses atau logika, serta keadaan yang sudah dinominalisasikan. Thing dapat direalisasikan ke dalam kata benda, pronomina, frasa infinitive, gerund, atau klausa benda.

Q (qualifier) adalah post-modifier yang bersifat menambahkan informasi ke dalam thing di luar D, Num, E, dan C. Qualifier pada umumnya bersifat

embedded ke dalam thing dan direalisasikan ke dalam klausa sifat, frasa

present participle, frasa past participle, dan sebagainya.

Sebagai tambahan bagi penjelasan Santosa (2003) mengenai fungsi

pre-modifier dalam sebuah kelompok nomina, dalam Halliday (1994) dijelaskan struktur kelompok nomina dengan struktur eksperiensial

(45)

yang oleh Santosa (2003) dijabarkan menjadi fungsi describing dan

classifying. Martin dan Rose (2003) memberikan keterangan yang lebih lugas tentang perbedaan mendasar antara unsur penjelas yang bersifat describing

dan classifying. Ketika sebuah pre-modifier mendeskripsikan sesuatu, maka pre-modifier tersebut dapat diberi tambahan keterangan seperti intensifier

untuk lebih menguatkan deskripsi kualitas Thing atau sesuatu tersebut. Di sisi lain, intensifier tidak dapat digunakan dalam sebuah klasifikasi sesuatu.

Agar lebih jelas, berikut ini adalah contoh komposisi sebuah kelompok nomina yang diambil dari Eggins (2004): the three hairy redback spiders over there. Komposisi tersebut terdiri atas Deictic (the), Numerative (three), Ephitet (hairy), Classifier (redback), Qualifier (over there). Pada contoh tersebut pre-modifier hairy redback menjelaskan Thing (spiders) sebagai

spiders yang termasuk ke dalam kelas redback dengan unsur hairy sebagai deskripsi Thing tersebut.

Dalam ibid, unsur pre-modifier dapat dikonfigurasikan sebagai berikut: D ^ Num ^ E ^ C ^ T

Penjelasan untuk konfigurasi di atas adalah bahwa D (deiktik, contoh : artikel dan possessive) mendahului Num (Numerative yang direalisasikan dalam

ordinal dan cardinal number), mendahului E (epitet yaitu unsur penjelas awal yang bersifat mendeskripsikan kualitas T dalam hal bentuk, ukuran, warna, kondisi fisik/ nonfisik yang direalisasikan dalam kata sifat, present participle,

(46)

direalisasikan dalam kata benda, kata sifat, dan gerund), dan mendahului T (Thing yaitu sesuatu yang menjadi inti dalam sebuah kelompok nomina). Sebagai contoh:

059-TDVC/1 26/164

She hung on the northwest wall of the Salle des Etats behind a

two-inch-thick pane of protective Plexiglas.

Lukisan it tergantung pada dinding sebelah barat laut ruang Salle des Etats di balik kaca pelindung Plexi, setebal dua inci.

Dalam Bsu, two-inch-thick merupakan pre-modifier dalam kelompok nomina tersebut dan berfungsi mendeskripsikan pane berdasarkan kondisinya sehingga termasuk dalam describing pre-modifier. Sedangkan contoh berikut merupakan fungsi pre-modifier untuk mengklasifikasikan Thing.

033a-TDVC/3 0/44

Only those with a keen eye would notice his 14-karat gold bishop‘s ring with purple amethyst, large diamonds, and hand-tooled mitre-crozier appliqué.

Hanya orang bermata jeli yang akan dapat melihat cincin emas keuskupan 14 karat yang dipakainya, dengan batu permata ametis ungu, berlian besar, dan songkok mitre-crozier appliqué buatan tangan.

Pre-modifier 14-karat mengklasifikasikan thing yang berupa gold berdasarkan kelasnya yaitu ‗emas‘ yang termasuk ke dalam golongan 14 karat.

Dari penjelasan konfigurasi tersebut dapat dijelaskan kembali bahwa

(47)

2.2. Posisi dan Fungsi Pre-Modifier dalam Kelompok Nomina dalam Bahasa Indonesia

Dalam kelompok nomina struktur deskripsi Bahasa Indonesia dikenal pula konstruksi pre-modifier untuk menggambarkan objek inti kelompok tersebut. Dalam Bahasa Indonesia pre-modifier juga memiliki fungsi deskripsi dan klasifikasi. Pre-modifier yang berfungsi untuk mendeskripsikan sesuatu dapat direalisasikan ke dalam kata sifat yang menerangkan keadaan, warna, ukuran, cara, dan sebagainya. Berikut ini adalah contoh struktur kelompok nomina dalam Bahasa Indonesia dengan pre-modifier yang berfungsi sebagai

describing pre-modifier:

Tas hitam itu adalah milik seorang pria yang sedang berdiri di dekat pintu. Dari contoh tersebut dapat dilihat bahwa describing pre-modifier

direalisasikan ke dalam kata sifat ‗hitam‘. Pre-modifier ‗hitam‘

mendeskripsikan warna dimiliki oleh Thing dalam kelompok nomina tersebut. Karena perbedaan sistem bahasa Inggris dan Bahasa Indonesia maka pre-modifier dalam Bahasa Indonesia terletak setelah Thing.

Dalam Bahasa Indonesia, classifying pre-modifier digunakan sebagai unsure penjelas Thing tentang ke dalam jenis, tipe, atau kelas apakah Thing

tersebut tergolong. Seperti halnya dalam bahasa Inggris, classifying pre-modifier dalam Bahasa Indonesia juga tidak dapat diberi tambahan unsur

(48)

Perahu layar itu sedang mengarungi lautan.

Kata ‗layar‘ merupakan kata benda yang berfungsi sebagai classifying pre-modifier dalam kelompok nomina pada klausa tersebut. Kata ‗layar‘

mengklasifikasikan ‗perahu‘ ke dalam jenis tertentu. Contoh lain classifying pre-modifier dapat dilihat pada contoh berikut ini:

Kapal pesiar megah itu telah dibeli dengan harga tinggi oleh seorang jutawan asal Rusia.

Dalam struktur di atas terdapat classifying pre-modifier dalam bentuk kata benda ‗pesiar‘ yang mengklasifikasikan ‗kapal‘ ke dalam jenis dan fungsinya

dan describing pre-modifier dalam bentuk kata sifat ‗megah‘ yang

menggambarkan bentuk dan kondisi kapal (Thing) tersebut. Konstruksi

classifying modifier dalam Bahasa Indonesia juga berbeda dari struktur Bahasa Inggris, yaitu terletak setelah Thing. Dalam konstruksi tersebut sebenanya terdapat modifier dalam bentuk kata hubung ‗yang‘ yang berfungsi

menghubungkan classifying pre-modifier dengan describing pre-modifier

sehingga konstruksi kalimat di atas dapat dituliskan kembali menjadi Kapal pesiar yang megah itu telah dibeli dengan harga tinggi oleh seorang jutawan

asal Rusia.

(49)

maka dihubungkan dengan penghubung ―dan‖, atau ―yang‖. Sebagai contoh:

Gadis itu memiliki rambut hitam yang panjang, Dia tinggal di apartemen yang mewah dan megah itu.

Jika dibandingkan, beberapa pre-modifier yang dimiliki oleh struktur bahasa Inggris memiliki bentuk yang hampir sama dengan pre-modifier yang disertai perbandingan dalam bahasa Indonesia. Sebagai contoh dalam kata seputih pualam, semanis madu, semerah darah, dan sebagainya. Dalam bahasa Inggris kata-kata dengan struktur tersebut sering kali berfungsi sebagai pre-modifier yang menerangkan kata benda. Contoh: He has an alabaster-white skin. Unsur kata benda biasanya digunakan sebagai pembanding kata sifat yang digunakan untuk mendeskripsikan suatu objek.

Karena perbedaan struktur bahasa Inggris dan Bahasa Indonesia, khususnya dalam hal pre-modifier, maka dalam penerjemahan sering kali muncul modifikasi untuk membuat terjemahan menjadi lebih alami tanpa kehilangan keakuratannya. Penggunaan kata hubung ―yang‖ atau ―dan‖

merupakan solusi yang digunakan oleh penerjemah dalam menerjemahkan

pre-modifier bahasa Inggris jika tidak dapat ditemukan perbandingannya dalam struktur yang serupa.

(50)

adalah perbandingan antara pre-modifier dalam Bahaa Indonesia dengan pre-modifier bahasa Inggris.

Bahasa Inggris Bahasa Indonesia

The green-eyed woman

accompanying him also seemed anxious

Perempuan bermata hijau yang menemaninya juga tampak cemas.

Dalam tata bahasa Inggris yang menganut sistem Menerangkan-Diterangkan,

pre-modifier selalu terletak mengawali kata benda, sedangkan dalam tata Bahasa Indonesia yang menganut sistem Diterangkan-Menerangkan, pre-modifier selalu terletak setelah kata benda. Pada contoh di atas pre-modifier

diealisasikan dalam kata sifat majemuk yang meenggambarkan seorang ―perempuan‖. Pre-modifier green-eyed terletak sebelum kata benda woman,

sedangkan dalam Bahasa Indonesia kata green-eyed berubah menjadi ―bermata biru‖ dan terletak setelah kata ―perempuan‖. Dalam kelompok nomina The green-eyed woman, pre-modifier green-eyed berfungsi menggambarkan salah satu ciri fisik wanita tersebut, dalam hal ini adalah pada bagian mata. Dalam Bahasa Indonesia pre-modifier tersebut memiliki fungsi yang sama yaitu untuk menggambarkan bentuk atau warna mata wanita yang dimaksud dalam kalimat.

Pada contoh selanjutnya ditemukan pola yang sama, dengan disertai modifikasi yang berupa penggunaan kata ―yang‖ sebagai kata penghubung.

Bahasa Inggris Bahasa Indonesia

Although this was the entrance they were looking for, the opening was cordoned off by a swag and an

official-looking sign.

(51)

Kelompok nomina an official-looking sign tersebut mengandung pre-modifier official-looking yang berfungsi untuk menggambarkan kondisi atau keadaan sesuatu (Thing) yang dijelaskan, yaitu kata sign. Dalam Bahasa Indonesia konstruksi tersebut berubah manjadi ―tanda yang tampak resmi‖.

Namun fungsi pre-modifier yang muncul dalam Bahasa Indonesia tetaplah sama, yaitu menggambarkan kondisi kata benda yang diterangkan. Penggunaan kata hubung ―yang‖ dalam kasus ini adalah wajib karena jika kata ―yang‖ dihilangkan maka akan membuat kalimat secara keseluruhan menjadi

janggal dan tidak bermakna. Berbeda dari contoh pertama, ketidakadaan kata ―yang‖ tidak memengaruhi isi kalimat. Kalimat tersebut tetap terbaca dan

bermakna dengan konstruksi ―wanita bermata hijau‖ maupun jika konstruksi tersebut menjadi ―wanita yang bermata hijau‖.

Namun demikian , beberapa intensifier seperti ―sangat‖, ―paling‖,

―lebih‖, ―kurang‖ dan sebagainya memiliki konstruksi yang sama dengan

intensifier the most, more, less, the least, very, dan sebagainya. Jika dalam bahasa Inggris kata sifat strong diberi modifier very, maka strukturnya akan selalu modifier/ intensifier+ adjective. Dalam Bahasa Indonesia pun demikian, jika kata sifat ―kuat‖ diberi modifier ―sangat‖ maka konstruksinya juga

modifier/ intensifier+kata sifat: ―sangat kuat‖. Hal tersebut berlaku pula untuk modifier-modifier dan intensifier-intensifier lain. Ketika kata sifat ataupun

(52)

B. KERANGKA PIKIR PENELITIAN

Alur penelitian ini digambarkan dalam bagan kerangka pikir berikut:

diterjemahkan

Gambar 5. Bagan Kerangka Pikir Penelitian

Dalam bagan tersebut digambarkan langkah-langkah yang dilakukan oleh peneliti dalam mengolah data sampai penarikan simpulan akhir. Peneliti memiliki sumber data dalam bentuk data Bsu (novel versi bahasa Inggris) dan data Bsa (novel versi Bahasa Indonesia). Peneliti mengambil data yang berupa unsur pre-modifier kelompok nomina dalam Bsu dan terjemahannya dalam Bsa. Data tersebut kemudian diklasifikasikan berdasarkan fungsi pre-modifier

dalam kelompok nomina. Kemudian peneliti menganalisis dan mendeskripsikan teknik yang dipakai oleh penerjemah dalam menerjemahkan pre-modifier dalam

Sumber data (novel)

2. Terjemahan pre-modifier

1. Unsur pre-modifier

dalam Bsu

Raters

Kualitas Terjemahan unsur pre-modifier

Tingkat keberterimaan terjemahan

pre-modifier

Tingkat keakuratan terjemahan pre-modifier

peneliti

Teknik penerjema

han

(53)

novel TDVC. Peneliti melibatkan tiga orang raters untuk menilai tingkat keakuratan dan keberterimaan terjemahan pre-modifier tersebut untuk kemudian ditarik simpulan akhir penelitian. Para raters diberi kuesioner kualitatif tentang tingkat keakuratan dan keberterimaan terjemahan pre-modifier

(54)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian kualitatif deskriptif yang menerapkan studi kasus terpancang (single-embeded case study) yaitu penelitian kualitatif yang sudah menentukan fokus penelitiannya berupa variabel utamanya yang akan dikaji berdasarkan pada tujuan dan minat penelitiannya. (Yin dalam Sutopo, 2006). Dalam penelitian kualitatif analisis yang dilakukan bersifat induktif, bukan deduktif. Data yang dikumpulkan bukan dimaksudkan untuk mendukung atau menolak hipotesis yang telah disusun sebelum penelitian dimulai, tetapi abstraksi disusun sebagai kekhususan yang telah terkumpul dan dikelompokkan bersama melalui proses pengumpulan data yang telah dilaksanakan secara teliti.

(55)

B. Data dan Sumber Data

Sutopo, 2006 menjelaskan bahwa dalam penelitian kualitatif dan kuantitatif dikenal dua jenis data yaitu data kuantitatif (berkaitan dengan kuantitas) dan data kualitatif (berkaitan dengan kualitas). Terhadap data kuantitas, penelitian kualitatif tetap menempatkannya dalam kategori kuantitas dan harus diolah dengan pola pikir kuantitatif (dalam hitungan angka), sama sekali tidak dipaksakan untuk dianalisis secara kualitatif. Data kuantitas di sini dihitung tidak dengan arahan pembuktian bagi suatu prediksi, tetapi posisinya hanya sebagai data yang digunakan sebagai fenomena pendukung analisis kualitatif bagi kemantapan makna sebagai simpulan akhir penelitian. Penelitian kualitatif yang lebih mementingkan makna tidak ditentukan oleh kuantitasnya, tetapi lebih ditentukan oleh proses terjadinya jumlah (dalam bentuk angka) dan cara memandangnya atau perspektifnya. Cara pengembangan scoring system

(56)

dalam penelitian ini berupa dokumen yaitu pre-modifier dalam novel TDVC versi bahasa Inggris (data Bsu) dan terjemahannya dalam Bahasa Indonesia (data Bsa). Selain dokumen sebagai data objektif, penelitian ini juga melibatkan informan atau raters sebagai sumber data afektif yang akan menjadi tolok ukur dalam penarikan simpulan. Karena penelitian ini adalah penelitian yang berorientasi pada produk maka peneliti tidak melakukan wawancara sebagai salah satu cara memeroleh data.

C. Teknik Pengumpulan Data dan Cuplikan

Untuk memeroleh data dokumen, peneliti mencatat dan mengkaji dokumen tersebut sesuai dengan tujuannya, yaitu mengelompokkan pre-modifier dalam novel berdeasarkan fungsinya dalam kelompok nomina dan menganalisis teknik penerjemahan pre-modifier dalam novel tersebut. Dalam mengumpulkan data yang berasal dari informan, peneliti menyusun semacam

(57)

pengetahuan yang dalam tentang kajian penelitian lebih memenuhi syarat untuk mendapatkan data yang valid dibandingkan dengan informan dalam jumlah banyak yang tidak memiliki pengetahuan di bidang penelitian yang dikaji. Itulah mengapa dalam penelitian ini teknik cuplikan yang digunakan adalah teknik

purposive sampling.

Dalam penelitian ini peneliti melibatkan tiga raters yang berasal dari kalangan akademisi penerjemahan yang tentu saja memahami struktur kalimat bahasa Inggris dan Bahasa Indonesia. Rater tersebut bertugas memeriksa keakuratan dan keberterimaan terjemahan pre-modifier dalam novel yang oleh peneliti disajikan dalam bentuk kuesioner. Tingkat keakuratan terjemahan tersebut disimbolkan dalam bentuk angka dengan skala 1-3. Berikut adalah kriteria penilaian keakuratan terjemahan menurut Nababan (2004) dengan modifikasi dari peneliti:

Tabel 2. Skala Keakuratan Terjemahan

Skor Keterangan

1 unsur pre-modifier diterjemahkan dengan akurat ke dalam Bsa. Terjemahan tersebut jelas menurut penilai/ rater dan tidak memerlukan revisi.

2 unsur pre-modifier diterjemahkan dengan kurang akurat ke dalam Bsa. Terjemahan tersebut mudah dipahami namun memerlukan sedikit revisi.

(58)

Scoring system tersebut, seperti yang telah diulas sebelumnya adalah cara untuk menentukan keakuratan terjemahan. Jadi data tetap dianalisis secara kualitatif. Raters diminta untuk mengemukakan analisis singkatnya terhadap masing- masing data yang dianalisis untuk memberikan gambaran terhadap peneliti tentang deskripsi keakuratan data tersebut. Setelah memeroleh data dari para peneliti kemudian menganalisis tingkat kesepadanan terjemahan pre-modifier tersebut untuk ditarik simpulan akhir tentang kualitas terjemahan yang dihasilkan.

Dalam mengukur tingkat keberterimaan terjemahan, peneliti mengacu pada konsep tentang keberterimaan itu sendiri. Konsep tersebut berkaitan dengan penggunaan struktur kalimat Bsu dan pemilihan kata- kata serta istilah-istilah dalam Bsu. Apabila terjemahan tersebut dipandang tidak sesuai dengan kaidah-kaidah Bsu, seperti penggunaan kosakata yang tidak tepat, maka terjemahan tersebut kurang beterima. Berikut adalah scoring system dengan skala 1-3 untuk tingkat keberterimaan terjemahan pre-modifier yang akan diteliti dalam tesis:

Tabel 3. Skala Keberterimaan Terjemahan

Skor Keterangan

1 Terjemahan pre-modifier berterima. Terjemahan tersebut alami, dan tidak memerlukan revisi.

2 Terjemahan pre-modifier kurang berterima karena terdapat kejanggalan, atau ketidaksesuaian dalam struktur Bsa. Terdapat penggunaan istilah-istilah yang tidak atau kurang dikenal dalam Bsa.

(59)

dalam teks terjemahan. Terjemahan tersebut sama sekali tidak sesuai dengan struktur Bsa maupun budaya Bsa. Atau terdapat penghilangan atau pelesapan unsur pre-modifier dalam Bsa yang memengaruhi isi kalimat. Pemertahanan teks Bsu dalam Bsa juga membuat terjemahan menjadi tidak berterima.

Untuk skor 2 dan 3, para rater diminta untuk membarikan penjelasan tentang skor tersebut dan bila mungkin memberikan alternatif lain untuk terjemahan yang dirasa kurang berterima tersebut.

D. Teknik Pengembangan Validitas Data

Trianggulasi adalah cara yang paling umum digunakan dalam proses validasi data. Untuk memantapkan data temuan, peneliti perlu untuk meningkatkan validitas data tersebut. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan trianggulasi sumber data dan trianggulasi metode untuk meningkatkan validi tas data penelitian.

Dalam menganalisis teknik penerjemahan yang dalam data penelitian peneliti melakukan trianggulasi sumber data dengan cara melibatkan informan ahli yang dianggap memenuhi kriteria yaitu menguasai teori penerjemahan dan pemahaman yang mendalam dalam hal teknik penerjemahan. Hal tersebut dilakukan agar peneliti dapat memeroleh jawaban rumusan masalah pertama yaitu teknik penerjemahan dengan lebih mantap.

(60)

agar data yang diperoleh dapat dijamin keabsahannya. Para raters tersebut merupakan informan yang selain menguasai Bsu dan Bsa, juga memiliki peng`etahuan di bidang penerjemahan. Raters dilibatkan untuk membantu peneliti dalam menganalisis data yang berhubungan dengan kualitas terjemahan

pre-modifier dalam novel TDVC.

Dalam trianggulasi metode, peneliti mengkonsultasikan data yang akan dikaji melalui studi kepustakaan atau content analysis dan membagikan kuesioner kualitatif kepada para informan atau raters tersebut. Kuesioner tersebut berisi data yang akan dianalisis oleh para raters. Dari komentar-komentar yang diberikan raters kepada data tersebut, peneliti kemudian mendeskripsikannya untuk kemudian ditarik simpulan. Berikut ini adalah contoh kuesioner yang dibagikan kepada para rater dan respon yang diberikan oleh rater tersebut.

No Kode

Data

Bsu Bsa keakuratan keberterimaan

1 2 3 1 2 3

76 076-TDVC/17 0/`221

Beyond them, a well-oiled black man in a G-string turned and flexed his buttocks.

Di belakang mereka, seorang lelaki berkulit hitam yang

berminyak dan

mengenakan

G-string

berpaling dan memamerkan bokongnya.

V V

Komentar: Well-oiled dalam Bsu merupakan istilah slang yang berarti ‗mabuk‘.

(61)

dan keberterimaan dan open-ended questionnaire untuk komentar yang dituliskan oleh rater terkait skor yang diberikan. Pada contoh data di atas, salah seorang

rater memberikan skor 3 untuk tingkat keakuratan dan keberterimaan terjemahan

pre-modifier well-oiled karena terjemahan tersebut tidak akurat sehingga maknanya juga menjadi tidak berterima. Rater 1 berpendapat bahwa kata well-oiled dalam kalimat tersebut merupakan istilah slang yang dalam Bsu berarti ‘mabuk‘.

E. Teknik Analisis Data

Penelitian ini akan mengadaptasi model analisis milik Spradley (1997). Peneliti mengambil model ini karena teori tersebut berasumsi bahwa setiap masyarakat mempunyai suatu sistem yang unik dalam mempersepsikan dan mengorganisasikan fenomena dan bahasa sebagai satu-satunya alat untuk memahaminya dan mengungkapkan pemahaman tersebut. Seperti telah diketahui, penelitian ini terfokus pada suatu fenomena yang terdapat dalam suatu penelitian sehingga pengalihan pesan antara dua bahasa yaitu bahasa Inggris sebagai BSu dan bahasa Indonesia sebagai BSa dianggap fokus dari penelitian ini. Empat langkah analisis dijabarkan sebagai berikut:

1. Analisis Domain

(62)

penelitian yaitu pre-modifier dalam kelompok nomina dalam novel TDVC.

2. Analisis Taksonomi

Selanjutnya, data tersebut diklasifikasikan berdasarkan fungsi pre-modifier dalam kelompok nomina, yaitu fungsi deskripsi (describing) dan klasifikasi (classifying).

3. Analisis Komponen

Analisis komponen meliputi analisis terhadap teknik penerjemahan yang muncul dalam data. Kemudian dilanjutkan dengan analisis kualitas terjemahan tersebut yang meliputi analisis keakuratan dan keberterimaan terjemahan.

4. Menemukan tema-tema budaya (cultural value)

Cultural value didapat setelah dilakukan analisis berulang terhadap domain. Setelah semua rumusan masalah terjawab dengan dilakukannya analisis maka dapat didapat simpulan akhir mengenai kulitas terjemahan

pre-modifier dalam novel TDVC. Simpulan akhir tersebut merupakan nilai yang diperoleh dari penelitian yang dilakukan.

(63)

Gambar 6 : Model Analisis Etnografi

F. Prosedur Penelitian

Penelitian ini dikembangkan melalui beberapa prosedur, yaitu:

1. Sebagai langkah awal, peneliti mengumpulkan data yang berupa pre-modifier dalam kelompok nomina dalam novel sumber dan terjemahannya dalam novel terjemahan.

2. Peneliti mengecek kembali data- data tersebut, memastikan bahwa data- data itu adalah bentuk-bentuk pre-modifier dengan cara mencocokkannya dengan buku-buku referensi.

3. Peneliti mengklasifikasikan data tersebut berdasarkan fungsinya dalam kelompok nomina.

4. Setelah data terkumpul, peneliti membuat kode untuk masing-masing data. Sebagai contoh:

005-TDVC/18/29 dengan keterangan: Analisis Domain

Analisis Taksonomi

Analisis Komponen

Menemukan tema-tema budaya (cultural

(64)

- Angka 005 menunjukkan nomor urut data.

- TDVC adalah singkatan untuk judul novel dalam Bsu dan Bsanya yaitu TDVC.

- Angka 18 dan 29 adalah untuk nomor halaman data; angka 18 adalah halaman data sumber, sedangkan angka 29 adalah halaman data sasaran.

5. Peneliti menyebarkan kuesioner data kapada raters untuk dianalisis keakuratan dan keberterimaannya.

6. Setelah dianalisis oleh raters, peneliti mendeskripsikan keakuratan dan keberterimaan terjemahan pre-modifier tersebut berdasarkan nilai rata-rata yang diperoleh dari raters dan mendeskripsikan tingkat keakuratan dan keberterimaan yang dihasilkan dalam bab pembahasan.

(65)

BAB IV

ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

A. PENDAHULUAN

Dalam bab ini peneliti akan mendeskripsikan hasil penelitian yang merupakan jawaban dari rumusan masalah penelitian tersebut. Bab ini terdiri atas tiga bagian. Bagian pertama adalah klasifikasi data pre-modifier berdasarkan fungsinya dalam kelompok nomina, yaitu describing pre-modifier dan classifying pre-modifier. Bagian kedua adalah deskripsi tentang teknik-teknik penerjemahan

pre-modifier dalam novel TDVC. Teknik-teknik tersebut adalah teknik penerjemahan yang dirumuskan oleh Molina dan Albir (2002). Molina dan Albir merumuskan delapan belas teknik, yang dapat dilihat pada Bab II tesis ini. Tidak semua teknik ditemukan dalam penelitian ini, melainkan hanya delapan teknik yang ditemukan, yaitu a) Padanan Tetap (Established Equivalent), b)Transposisi (Transposition), c) Pengurangan/Penghilangan (Reduction/ omission ), d) Amplifikasi (Amplification), e) Modulasi (Modulation), f) Calque, g) Literal, h) Peminjaman (Borrowing)/Naturalisasi (naturalization). Sedangkan bagian ketiga dan keempat adalah deskripsi tingkat keakuratan dan keberterimaan terjemahan

(66)

B. ANALISIS DATA

1. Klasifikasi Fungsi Pre-Modifier dalam Novel TDVC

Dalam analisis ini fungsi pre-modifier dalam kelompok nomina didasarkan pada klasifikasi yang dikemukakan oleh Santosa (2003) yaitu pre-modifier yang berfungsi mendeskripsikan Thing (describing pre-modifier)dan pre-modifier yang berfungsi mengklasifikasikan Thing (classifying pre-modifier) yang merupakan inti dari kelompok nomina. Berikut ini adalah klasifikasi data tersebut:

Tabel 4. Klasifikasi Data

No Fungsi Data Jumlah

1 Describing 001 002a 002b 003 004 005b 006 007 008 009 010 011 012 013 014 015a 015b 016 018 019 020 021023 024 025 026a 027a 027b 028a 028b 029 030 031 032 034a 034b 036 037 039 040 042 043 044 045 046 047 048 049 051 054 055 056 057 058 059 060 061 062 063 064 066 067 068 069 070 071 072 073 074 075a 075b 076 077 078 079 080a 080b 084 085 086 087 088 090 091 092 093 094 095 096 097a 097b 098 099 100 101 102 103 104 105 106 107 108 109 110 111 113 114 115 116a 116b 116c 117 118 119 120 121 123 124 125 126 127 129a 129b 130 131a 133 137 138 139 140 141 142 143 144 145 147 148 149 150 151 152

129

2 Classifying 005a 017 022 033a 033b 035 038 041 050 052 053 065 081 082 083 089 112 122 128 132 134 135 136

23

(67)

2. Teknik-teknik Penerjemahan Pre-modifier dalam TDVC

Teknik- teknik penerjemahan yang muncul pada data tesis mengacu pada teknik penerjemahan yang disebutkan oleh Molina dan Albir (2002). Berikut adalah teknik-teknik penerjemahan yang muncul pada data:

1.1. Teknik Established Equivalent (Teknik Padanan Tetap)

Dalam teknik padanan tetap, penerjemah menggunakan istilah atau ekspresi yang sudah dikenal oleh kamus, atau sudah lazim dalam Bsa. Teknik ini muncul pada data-data berikut:

Contoh 1 001-TDVC/3/9

Grabbing the gilded frame, the seventy-six-year-old man heaved the masterpiece toward himself until it tore from the wall and Sauniere collapsed backward in a heap beneath the canvas.

Dengan mencengkeram bingkai bersepuh emas itu, lelaki berusia 76 itu merenggutkan mahakarya itu ke arah dirinya. Lukisan itu terlepas dari dinding, dan Sauniere terjengkang di bawah kanvasnya.

Gambar

Gambar tersebut menjelaskan proses penerjemahan yang berlangsung
Tabel 1. Teknik Penerjemahan Molina dan Albir (2002)
Gambar 4. Konfigurasi Kelompok Nomina Bahasa Inggris
Tabel 2. Skala Keakuratan Terjemahan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk (1) mendeskripsikan teknik penerjemahan yang diterapkan oleh penerjemah dalam menerjemahkan teks pada buku bilingual ICT ke dalam bahasa

Penelitian ini bertujuan 1) untuk mengetahui jenis padanan yang dipilih oleh masing- masing penerjemah untuk kata kerja say yang terdapat pada tuturan langsung dalam novel The Old

The Lord of the Rings: The Two Towers , (2) menganalisis teknik penerjemahan yang digunakan penerjemah dalam menerjemahkan majas hiperbola, (3) menganalisis

Penelitian difokuskan pada bentuk- bentuk pemarkah kohesi substitusi dan elipsis dalam novel dan pergeseran terjemahannya, teknik-teknik penerjemahan yang diterapkan

Penerjemahan bukan sekadar mengalihkan pesan dari teks sumber (TSu) ke dalam teks sasaran (TSa), tetapi juga mencipta-ulang dan mengungkapkan kembali pesan yang

Tujuan Penelitian ini adalah untuk teknik penerjemahan yang diterapkan dalam menerjemahkan frasa, klausa, dan kalimat yang terdapat dalam teks novel Warrior of the Light

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah: pertama untuk mengetahui teknik penerjemahan yang digunakan penerjemah dalam menerjemahkan Laowömaru Manömanö Nono Niha dalam

Penelitian difokuskan pada bentuk- bentuk pemarkah kohesi substitusi dan elipsis dalam novel dan pergeseran terjemahannya, teknik-teknik penerjemahan yang diterapkan