MAKALAH
KAJIAN KOSAKATA BANDINGAN
IDIOM BAGIAN TUBUH
BAHASA INDONESIA DAN BAHASA JEPANG
Kontribusinya terhadap Pendidikan Bahasa Jepang”Comparison between the Japanese and Indonesian languages regarding the
Use of Idioms concerning Parts of the Body”
-
A Contribution towards the Teaching of Japanese
DISAMPAIKAN PADA
SIMPOSIUM KEBUDAYAAN INDONESIA - MALAYSIA X (SKIM X) BANGI, SELANGOR, MALAYSIA, 29 - 31 MEI 2007
✠✑✖✮✜✳✗✏✓✒✪☛✑✜✧✴✝✪☛✵✦✴✝✗✛✓✱✶✝✑✛✚✱✶✝✗✒✚✝✗✖ ✠✑✖✮✜✳✗✏✓✒✪☛✑✜✧✴✝✪☛✵✦✴✝✗✛✓✱✶✝✑✛✚✱✶✝✗✒✚✝✗✖ ✠✑✖✮✜✳✗✏✓✒✪☛✑✜✧✴✝✪☛✵✦✴✝✗✛✓✱✶✝✑✛✚✱✶✝✗✒✚✝✗✖ ✠✑✖✮✜✳✗✏✓✒✪☛✑✜✧✴✝✪☛✵✦✴✝✗✛✓✱✶✝✑✛✚✱✶✝✗✒✚✝✗✖
✷✰✸ ✷✰✸ ✷✰✸
✷✰✸✆✹✹✹✹✻✺✽✼✾✔✣✏✪✜ ✺✽✼✾✔✣✏✪✜✺✽✼✾✔✣✏✪✜ ✺✽✼✾✔✣✏✪✜✿✷✆❀✲❀
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT karena berkat limpahan karunia-Nyalah laporan hasil penelitian ini dapat diselesaikan. Laporan hasil penelitian ini dapat terwujud berkat sumbangan pikiran dan materi dari berbagai pihak.Oleh karena itu,dengan segala kerendahan hati,penulis menyampaikan terima kasih yang sedalam-dalamnya dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada :
1. Ramdan Panigoro,MD,M.Sc.,Ph.D, yang telah mendorong penulis untuk mengikuti simposium bertaraf internasional ini.
2. Prof.Dr.Tajima Ikudo (Aichi Gakuin University) dan Dr.Hirose Eishi,M.Litt (Shizuoka University of Art and Culture)yang telah yang bersedia menjadi nara sumber dalam melakukan kaji silang terhadap data penelitian ini.
Laporan penelitian ini selanjutnya penulis sampaikan dalam Simposium Kebudayaan Indonesia – Malaysia X (SKIM X) di Universitas Kebangsaan Malaysia Kuala Lumpur pada tanggal 29 – 31 Mei 2007.
Penulis menyadari,bahwa hasil penelitian ini masih jauh dari sempurna dan perlu pengembangan lebih lanjut terutama dalam menunjang terciptanya metode pendidikan Bahasa Jepang di Indonesia yang lebih baik. Akan tetapi penulis yakin,bahwa sebagai langkah awal ke arah penelitian yang berbobot dengan analisis yang akurat, laporan penelitian ini sangat bermanfaat bagi penulis sendiri dan para peminat serta pemerhati pendidikan bahasa Jepang di Indonesia.
”Comparison between the Japanese and Indonesian languages regarding the
Use of Idioms concerning Parts of the Body”
- A Contribution towards the Teaching of Japanese
ABSTRACT
Idioms are easily found in various languages in the world. The language user’s thinking pattern influences the existence of idioms in a language. In Indonesian language there is an idiom : “mencoreng arang di muka (put a dirt from a coal on his/her own face), which mean bring shame to his/herself.
Meanwhile, Japanese language uses the word “mud” for the exact same meaning, that is :”kao ni doro wo nuru” (put a mud on his/her own face). In English, we can find find a phrase :” cannnot keep ones mouth shut”, in Chinese there is “tsuichien” (in Japanese : “kuchi ga karui”), in Thai there is “paa’kbao”, and in French there is :”avoir langue bien longue”. This idioms have the exact same idiomatical meaning, which is cannot keep a secret, but they use different words to represent the meaning, those are : “mouth” and “tongue”. In Indonesian we can also find an idioms “bocor mulut” (leacky mouth)(Badudu,1978: 54) which has the same meaning with those idioms mentioned above. Meanwhile, the idiom “ringan mulut” (light mouth) in Indonesian has a different meaning with those in Japanese.
This research is aimed to discuss the characteristic of idioms using parts of human body both in Japanese and Indonesian Languages, compare the similarities and also identify factors influencing the differences..
KAJIAN KOSAKATA BANDINGAN
IDIOM BAGIAN TUBUH
BAHASA INDONESIA DAN BAHASA JEPANG
Kontribusinya terhadap Pendidikan Bahasa JepangAbstraksi
Idiom atau ungkapan sering kita jumpai dalam pelbagai bahasa di dunia. Dan kehadiran idiom dalam suatu bahasa sangat dipengaruhi oleh pola pikir penutur bahasa itu sendiri. Dalam bahasa Indonesia terdapat ungkapan mencoreng arang di muka (membuat aib), sementara dalam bahasa Jepang untuk arti tersebut digunakan lumpur yaitu kao ni doro wo nuru (mengoleskan lumpur pada muka). Kedua frase ini memiliki lexical meaning dan Idiomatical meaning. Dalam bahasa Inggris, dikenal frase cannnot keep ones mouth shut, dalam bahasa China terdapat kata/frase tsuichien (bahasa Jepang : kuchi ga karui), bahasa Thailand menggunakan paa’kbao, dan bahasa Prancis dikenal dengan frase avoir langue bien longue. Ungkapan di atas memiliki makna idiomatikal yang sama (tidak bisa menyimpan rahasia) tetapi dibentuk oleh kosa kata yang berbeda (mulut dan lidah).
Dalam bahasa Indonesia sendiri kita dapati ungkapan bocor mulur
(Badudu, 1978 : 54). Sementara itu ringan mulut dalam bahasa Indonesia memiliki makna idiomatikal yang berbeda dengan bahasa Jepang.
Makalah ini mencoba membahas karakteristik idiom organ tubuh bahasa Jepang dan bahasa Indonesia, di samping persamaan-persamaan yang muncul serta menelusuri faktor-faktor yang mempengaruhi adanya perbedaan tersebut
DAFTAR ISI
Kata Pengantar
Daftar Isi
Abstract i
Abstraksi ii
1 Pendahuluan 1
2 Latar Belakang 1
3 Tujuan 2
4 Definisi Idiom 2
5 Penelitian Terdahulu 4
6 Metode 5
7 Hasil Pengamatan dan Analisi 6
1 Idiom Sekata Semakna 6
2 Idiom Sekata Beda Makna 7
3 Idiom Semakna Beda Kata 9
8 Kontribusinya terhadap Pendidikan Bahasa Jepang 11
9 Simpulan 11
1
KAJIAN KOSAKATA BANDINGAN
IDIOM BAGIAN TUBUH
BAHASA INDONESIA DAN BAHASA JEPANG
Kontribusinya terhadap Pendidikan Bahasa Jepang1
Agus Suherman Suryadimulya2
1. PENDAHULUAN
Bahasa merupakan alat komunikasi untuk menyampaikan ide, gagasan, pendapat
serta perasaan kepada orang lain. Seringkali penyampaian sesuatu maksud tertentu
secara taklangsung dan bersifat simbolik. Banyak pertimbangan yang menyebabkan
penyampaian maksud secara taklangsung, di antaranya menghindari ketersinggungan
seseorang dengan adanya ujaran tertentu, ada pula yang berpendapat bahwa ungkapan
tersebut lebih tepat dan terarah. Secara pokok, dapat dikatakan bahwa hal ini sangat
terkait dengan cara masyarakat penutur bahasa tersebut mengungkapkan sesuatu.
Bangsa Jepang terkenal dengan sopan santun serta kecenderungan berbasa-basi.
Bahasa Jepang pun mengikuti pula pola tingkah orang Jepang yang cenderung
menggunakan ungkapan yang taklangsung dan bermakna mendalam. Idiom sering
menjadi alternatif yang sering dipakai sebagai alat menyampaikan maksud secara
taklangsung dalam bahasa Jepang.
Sapir & Whorf (1964) mengatakan, bahwa perbedaan pola pikir disebabkan oleh
adanya perbedaan bahasa akan menyebabkan orang Indonesia menggunakan kata
arang untuk makna keaiban, sementara orang Jepang memakai kata lumpur. Hal ini
karena adanya latar belakang filosofis yang sangat mendasar.
Latar belakang sosiologis tidak terbatas pada struktur internal bahasa, tetapi juga
berdasarkan faktor sejarahnya, kaitannya dengan sistem linguistik lain, dan pewarisan
dari satu generasi ke generasi berikutnya. Dalam bahasa Jepang terdapat idiom
katatataki ni au dengan makna di-PHK (sinkronik), sementara dalam bahasa Indonesia
kita jumpai idiom penyambung lidah rakyat (diakronik).
2. LATAR BELAKANG
Idiom atau ungkapan sering kita jumpai dalam pelbagai bahasa di dunia. Dan
kehadiran idiom dalam suatu bahasa sangat dipengaruhi oleh pola pikir penutur bahasa
itu sendiri. Dalam bahasa Indonesia terdapat ungkapan mencoreng arang di muka
(membuat aib), sementara dalam bahasa Jepang untuk arti tersebut digunakan lumpur
1 Disampaikan pada Simposium Kebudayaan Indonesia – Malaysia (SKIM X), Bangi,Selangor,
Malaysia, 29 – 31 Mei 2007
2
2
yaitu kao ni doro wo nuru (mengoleskan lumpur pada muka). Kedua frase ini memiliki
lexical meaning dan Idiomatical meaning. Dalam bahasa Inggris, dikenal frase
cannnot keep ones mouth shut, dalam bahasa China terdapat kata/frase tsuichien
(bahasa Jepang : kuchi ga karui), bahasa Thailand menggunakan paa’kbao, dan bahasa
Prancis dikenal dengan frase avoir langue bien longue. Ungkapan di atas memiliki
makna idiomatikal yang sama (tidak bisa menyimpan rahasia) tetapi dibentuk oleh
kosa kata yang berbeda (mulut dan lidah).
Dalam bahasa Indonesia sendiri kita dapati ungkapan bocor mulur (Badudu,
1978 : 54). Sementara itu ringan mulut dalam bahasa Indonesia memiliki makna
idiomatikal yang berbeda dengan bahasa Jepang.
3. TUJUAN
Seringkali pembelajar bahasa Jepang yang sudah menguasai bahasa Jepang dengan
baik, mendapat kesulitan untuk berbicara dengan nuansa yang alami atau ingin
mengungkapkan sesuatu dengan tepat. Hal ini dikarenakan penguasaan idiom yang
dirasakan sangat terbatas, sehingga apa yang ingin diungkapkan tidak tepat pada
sasaran yang dimaksud. Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sbb:
1. Mencari karakteristik idiom bahasa Jepang dan padanannya dalam bahasa
Indonesia
2. Dalam proses pembelajaran, idiom apa yang mudah dicerna serta dihafalkan dan
idiom apa yang sulit dipahami maupun diingat.
3. Mengamati idiom satu persatu dengan melihatnya dalam wacana sehingga dapat
diketahui cara penggunaannya.
4. Menemukan metode/teori dalam mengajarkan idiom bahasa Jepang kepada orang
Indonesia.
4. DEFINISI IDIOM
Dalam bab ini dikupas beberapa teori tentang makna idiom sekaligus
merangkumnya dan penulis mencoba mengemukakan pendapat tentang peranan idiom
dalam kehidupan berbahasa.
Idiom merupakan bentuk ungkapan yang sudah tidak mengikuti aturan tata bahasa
yang berlaku pada bahasa yang bersangkutan. Kunihiro.T,(1985:4) menyebutkan
keterangan tentang idiom secara lengkap seperti berikut ini.
“…
3
❈
✙✮✲✮❅☎❉✱✸☛✡✥❊☎❋✷✲✘●☎✲✮❃☎❍✷✻✌❅✝■✱✰✮❏
Penjelasan tersebut memberikan batasan mengenai karakteristik idiom dalam
bahasa Jepang. Idiom merupakan bentuk ungkapan yang dipermasalahkan terkait
dengan karakteristik idiom tersebut yang tidak bisa diduga seperti makna kata pada
umumnya dengan aturan tata bahasa dan teori semantik bahasa yang bersangkutan.
Bentuk ungkapan ini memiliki makna yang sudah ditetapkan secara konvensional oleh
masyarakat penutur bahasa yang bersangkutan dan biasanya tidak bisa ditelusuri
makna idiom yang dihasilkan berdasarkan pada makna gabungan kata pembentuk
idiom tersebut menurut aturan tata bahasa.
Seperti apa yang sering kita ketahui bahwa makna idiom adalah makna dari
gabungan dua kata atau lebih yang sudah ditetapkan, dan makna idiom yang dihasilkan
tidak bisa dicerna dari makna leksikal maupun makna gramatikal gabungan kata
pembentuk idiom (Momiyama.Y,1996:29). Walaupun dikatakan makna idiom tidak
bisa ‘ditarik’ menurut kaidah umum gramatikal yang berlaku atau tidak dapat
diramalkan dari makna unsur-unsurnya, namun untuk idiom jenis tertentu masih bisa
diprediksikan makna idiom yang ditimbulkan secara historis komparatif dan etimologis
serta asosiasi terhadap lambang yang dipakai, karena masih terlihat adanya
“hubungan” antara makna keseluruhan (makna idiomatik) dengan makna leksikal
unsur kata pembentuk idiom. Pernyataan tersebut selaras dengan pendapat Kunihiro
(1996:26) yang menyebutkan ihwal pemerian makna idiom dalam bahasa Jepang, pada
salah satu poinnya menunjukkan bahwa makna idiomatik terjadi dari makna kata unsur
pembentuknya menunjukkan makna perbandingan dan makna kata masih terlihat.
Pernyataan tersebut juga diperkuat dengan penelitian Momiyama (1997) yang
membuat pemerian idiom bahasa Jepang terbaru ditinjau dari sudut ada tidaknya
hubungan antara makna leksikal gabungan kata pembentuk idiom dengan makna idiom
yang dihasilkan. Selain itu, Miyaji (1988:242) mengemukakan pernyataan tentang
salah satu dimensi idiom bahasa Jepang yakni:
“…
sangatlah terkait dengan ihwal manusia menciptakan kata tertentu pasti disertai pula
4
kayu maupun besi berbentuk persegi empat atau bulat, memiliki kaki yang selanjutnya
disebut dengan kaki meja, fungsinya bisa dipakai untuk menaruh sesuatu, tempat
makan, tempat belajar dlsb. Mengapa barang tersebut dinamakan meja, mengapa tidak
dinamakan kursi atau yang lainnya. Karakteristik bahasa seperti ini, disebut dengan ciri
bahasa yang bersifat arbitrer (manasuka). Artinya tidak ada hubungan yang mengikat
dan wajib antara lambang dengan konsep atau pengertian yang dimaksud oleh lambang
tersebut. Namun, sebuah konsep yang dilukiskan oleh suatu lambang tertentu telah
disepakati oleh penutur bahasa tersebut sehingga bersifat tetap dan konstan. Artinya,
sesuatu benda yang memiliki ciri-ciri tertentu dinamakan meja, dan jika ada benda
yang sama atau hampir sama bentuk maupun fungsinya akan tetap disebut dengan meja.
Terkait dengan fungsi bahasa seperti ini, Chaer.A (1994:47) menyebutnya dengan
istilah bahasa itu konvensional. Maksudnya bahwa masyarakat bahasa mematuhi
konvensi bahwa lambang tertentu digunakan untuk mewakili konsep yang diwakilinya
(keajegan makna). Pemikiran ini peneliti pergunakan dalam menjelaskan makna idiom
jenis metafora dalam hubungannya dengan konsep dari unsur kata pembentuk idiom
tersebut. Penelitian ini berusaha menguak keterkaitan hubungan antara makna idiom
jenis metafora melalui penjelasan dari makna gabungan unsur pembentuk idiom
tersebut yang menghasilkan makna kiasan atau makna tambahan.
5. PENELITIAN TERDAHULU
Penelitian ini merupakan penelitian lanjutan dari penelitian sebelumnya yang
penulis lakukan semasa menyelesaikan tesis master. Sehingga ditemukan beberapa
karakter dan cara pemakaiannya dalam wacana.
Makna idiom sudah diakui dan digunakan masyarakat penutur bahasa tersebut
untuk berkomunikasi dengan lawan bicara untuk menyampaikan suatu pendapat atau
gagasan-gagasan tertentu. Karena makna idiom ini merupakan makna yang sudah di
tetapkan, maka tidak ada cara lain selain menghafal semua makna-makna idiom
tersebut tanpa kecuali. Sehingga bagi pembelajar bahasa merasa kesulitan dalam
menghafal beribu-ribu idiom yang ada, apalagi jika sebagai pembelajar bahasa asing,
Hal ini merupakan suatu kendala yang sangat penting. Faktor ini mendorong peneliti
untuk meneliti idiom dalam bahasa Jepang. Fenomena ini sesuai dengan hasil kajian
Suryadimulya,A (1998) melakukan penelitian tentang kemampuan pemahaman idiom
bahasa Jepang terhadap dua sampel penelitian yang berbeda, yakni penutur asli bahasa
Jepang, dan pembelajar bahasa Jepang dari Indonesia. Simpulan yang dihasilkan dari
penelitian tersebut secara pokok ada dua hal, yakni:
1. Derajat pemahaman makna idiom pembelajar bahasa Jepang dari Indonesia
terutama yang tidak/belum pernah belajar di Jepang, masih rendah.
5
diciptakan guna pemahaman makna idiom.
Penelitian-penelitian yang membahas mengenai idiom dan majas perbandingan
dalam bahasa Jepang tidaklah sedikit jumlahnya. Namun, peneliti merasakan adanya
sesuatu yang kurang jelas dari hasil penelitian yang ada. Penelitian Momiyama (1997)
membuat deskripsi tentang klasifikasi idiom yang menghasilkan makna kiasan (Miyaji
menyebut idiom jenis ini sebagai Hiyutekikanyouku) dengan cara mendeteksi ada
tidaknya hubungan antara makna leksikal gabungan kata pembentuk idiom dengan
makna idiomatiknya. Dari hasil penelitian tersebut, peneliti memperoleh pemikiran
bahwa idiom jenis majas metafora antara makna leksikal gabungan kata pembentuknya
dengan makna idiomatik yang dihasilkan memiliki hubungan dalam hal persamaan
‘ruijisei’. Persamaan yang dimaksud Momiyama dalam penelitiannya tidak disertai
dengan penjelasan yang memadai sehingga mendorong peneliti untuk menyambung
konsep yang dikemukakan beliau. Dalam ungkapan lain, persamaan yang dihasilkan
dari hubungan kedua makna tersebut menunjukkan kesamaan dalam hal apa, atau
dengan apa hal tersebut dipersamakan, masih belum dibahas. Penelitian yang berusaha
menjelaskan permasalahan tersebut terkait dengan idiom jenis majas metafora belum
banyak jumlahnya. Hal ini menjadi faktor pendorong peneliti untuk meneliti
permasalahan tersebut.
Pemahaman mendalam terhadap bagaimana orang Jepang mengungkapkan
sesuatu maksud dengan ungkapan-ungkapan taklangsung dan bersifat simbolik,
tidaklah sedikit yang berkaitan dengan perilaku, pemikiran, kondisi sosial dan budaya
masyarakat yang bersangkutan. Oleh karena itu, melalui pemahaman idiom akan
sedikit banyak berkontribusi dalam pemahaman budaya bangsa Jepang.
6. METODE PENELITIAN
1. Objek penelitian
Data yang diambil dari berbagai kamus sebagai objek penelitian ini adalah seluruh
idiom kedua bahasa yang memakai anggota badan bagian luar dan dianggap masih
banyak dipergunakan dalam kehidupan sehari-hari. Data tersebut terhimpun sebagai
6
2. Menentukan standar pemilihan data
Kamus Bahasa Jepang yang dipakai sebagai objek pemilihan data adalah sbb:
✉
Nihonkokugo Daijiten (Kamus Besar Bahasa Nasional Jepang)
✈
Kojien (CD-ROM) (Kamus Besar Bahasa Jepang)
✇
Kokugo Kanyoku Jiten (Kamus Idiom bahasa Nasional Jepang)
①
Kotowaza② Kanyoku Jiten (Kamus Idiom dan Peribahasa)
Sementara itu idiom bahasa Indonesia, diambil dari kamus sebagai berikut :
✉
Kamus Idiom Bahasa Indonesia
✈
Kamus Ungkapan Bahasa Indonesia
✇
Kamus Besar Bahasa Indonesia
①
Kamus Ungkapan dan Peribahasa Indonesia
Idiom yang terkumpul diamati penggunaannya dengan disertai pemakaiannya dalam
kalimat. Selanjutnya diperiksa, diseminarkan beberapa kali di hadapan para ahli bahasa
Indonesia dan bahasa Jepang untuk menentukan layak tidaknya dipakai sebagai data
objek penelitian. Didapati beberapa idiom pada kedua bahasa itu yang kini sudah
dianggap idiom mati (shigo). 3. Permasalahan
Beberapa permasalah yang muncul saat pengumpulan data adalah sulitnya menemukan
ahli linguistik bahasa Indonesia di Jepang yang berbahasa ibu Bahasa Indonesia
sehingga penulis mendiskusikannya di Indonesia.
7. HASIL PENGAMATAN DAN ANALISIS
Pada bagian ini penulis mencoba membuat 3 klasifikasi idiom-idiom sebagai berikut :
1. Idiom sekata semakna
7
2. Idiom sekata beda makna
9
3. Idiom semakna beda kata
11
Selanjutnya dianalisis untuk menemukan karakteristiknya hingga muncul
perbedaan dan kesamaan makna. Di sini pula penulis mencoba membahas hal-hal yang
harus diperhatikan dalam melakukan pengajaran idiom yang maknanya hampir mirip
untuk menghindari kesalahpahaman dalam penggunaannya.
8. KONTRIBUSINYA TERHADAP PENDIDIKAN BAHASA JEPANG
Dari pengamatan terhadap setiap idiom ini, bisa beberapa hipotesis tentang
adanya budaya yang melatarbelakangi lahirnya idiom-idiom tersebut. Sehingga para
pengajar dapat sekaligus mengetahui dan memaparkan budaya Jepang melalui
pengajaran idiom.
9. SIMPULAN
Pada bagian ini penulis memaparkan karakteristik setiap idiom terutama pada
idiom-idiom yang maknanya mirip, seperti misalnya : te wo kumu, te wo musubu, te wo
tsunagu. Dalam bahasa Indonesia didapati padanan katanya, yaitu “bergandengan
tangan”, tetapi setelah mengamati setiap kalimat yang menggunakan idiom itu, bahasa
Jepang tersebut di atas, ternyata nuansa maknanya berbeda. Walaupun idiom tersebut
bermakna “bekerja sama”, namun untuk “te wo kumu” mengandung nuansa yang
negatif dan hanya dipakai oleh sekelompok tertentu (dunia mafia) yang melakukan
kegiatan negatif.
Selanjutnya, diambil simpulan, bahwa “te wo nigiru” (menggenggam tangan)
yang dalam bahwa Jepang bermakna “memberikan bantuan”, dalam bahasa Indonesia
bermakna “pelit”. Simpulan yang dapat diambil adalah bahwa imajinasi “te” (tangan)
12
dalam bahasa Indonesia adalah tangan sendiri.
DAFTAR PUSTAKA
✔✖✕✘✗
✍☎✙✛✚✢✜✤✣✦✥✧✥✩★✫✪✭✬✧✮✖✯✱✰✢✲✘✳
✔✖✴✶✵✸✷✶✹
✲✻✺✽✼✝✁✖✾❀✿✳✞✂✠✷❄✌✰✮✤✝✦☎✧✷✲✬✄✝✆❂❁➠✍❄❃❆❅❂❇
✺✝✼✝✁
✾❀✿✖❈✖❉❋❊✽●✳✍✸✣■❍❏✣▲❑▼✣✦◆✩❍ ✍☎❅❀❇☎❖
✵
❖
✵◗P❙❘❯❚
✁✘✄☎✆✖❱
❲✖❳✸❨◗❩ ❬❏❭✧❪✧❪✧❪❴❫
❃▲❵✘❛
❈
✙✾❪✸❜❀❝➄✤☎✦☎✧✶❞✶❡✘❈è✍✖❢☎❣◗❤
✐✸❥☞❦♠❧ ❬ ✣♥✥✧✥✫★ ❫ ❃▲♦✸❞✘♣q❝✍❉✘r☎s◗❈❄✜✉t✇✈①❑③②⑤④✽⑥✡s✖✪ø✍☎⑦✖⑧◗⑨❄⑩
❶✸❷❄❸❺❹
❝❼❻❼❽✘❾ ❨❀❿ ✜✤✣♥✥✧✥❆❍➀✪➁❃ ❇✘➂✘✞❼➃❂➄✱✰❄➅✖➆➇✺✽✼☎✁❂✳➉➈✑➊❄➋➇➌➍❝➄✠✖➎✸➄✘☞❺➏◗➐✝✸✜✤
✦✝✧
❬➒➑ ❝ ❷❼➓
❫
❈Ò✍☎➔✡→✍✾❯✿
❦
s
➣✖↔✡↕➛➙
❬ ✣✦✥✫✥✧◆ ❫ ❃Ò❍☛✻✌❃✮✁✸❞✶❡✘❈Ò✍☎➜ ✴✖➝
➞✶➟➡➠ ❬ ✣✦✥✫✥✧★ ❫ ❃➓✔✳✖✘❍✷✻✶➢✝❄✬✰✜✤✝✦☎✧✖❞✶❡◗❈Ò✍➤✺✝✼✸➅✶➥ ❦ s
14
✁◗❖❄❞✶❡ è ã➀ß▲ã➀ÿ✤✠ã
✂
ãêñãêà✓✑✒✝✩í✓✠ãåß■ã