Pikiran
Rakyat
o
Senin0
Selasa1 2 3
~
5 617
18
19
20
21
C
Jan OPeb
o
Mar OApr
o
Rabu
7
22
OMei
8
Kamis
0
Jumat
8 9 10 11
23 24 25 26
8Jun OJul 0 Ags
o
Sabtu
12
13
707
28
o
Sep
0
Okt
o
Minggu
14
15
16
29
30
31
ONov
o
Des/::
~~m~mpin
don Kesodoron Ekologis
- -
--
--=---BAIHAQI
Mahasiswa Jurusan
Jurnalistik
Fakultas IImu
Komunikasi Universitas
Padjadjaran
-- "-- -.-.
Krisis lingkungan hidup sesunguhnya adalah krisis peradaban secara keselu~
ruhan-Roger S. Gottlieb
P
EMILU legislatif telah berakhir, dan apapun hasil-nya adalah refleksi dari kul-tur demokratis masyarakat Indo-nesia. Namun yang tampak dari proses demokrasi tersebut-teruta-mapadasaat kampanye--adalahisu lingkungan hidup belum men-dapat tempat dalam timbunan janji para caleg.
Menelisik kembali masalah bangsa ini beberapa waktu sebe-lum pesta demokrasi lima tahunan ini berlangsung adalah bahwa
bangsayangdikenal indah ini
te-lah terluka oleh banyaknya keru-sakan--pengrusakan--lingkungan yangberimbas bukan hanya pada estetika geografis, tapi menyentuh
..,- ~-~
pada pennasal~an kemanusiaan. Begitu banyak bencana yang bukan berasal dari siklus nonnal
.
alam, tetapi sebagai satu mata ran-tai tak terpisahkan dengankeja-hatan lingkunganyangdiaktori
oleh manusia. Mulai dari banjir, longsor, pencemaran limbah, hingga jebolnya tanggul karena
penataan ruang yang sembarang-an.
Mungkin ini karena isu ling-kungan kurang populis dan tidak menjual umuk meraup suara rak-vat. Atau karena rakyat sengaja diarahkan untuk berpikir pragma-tis dan dibuat tidak sadar bahwa pennasalahan ekologis bisa beraki-bat langsung pada menurunnya kualitas hidup. Padahal keberlan-jutan lingkungan hidup adalah sa-lah satu target Tujuan Pemba-ngunan Milenium (MiUenium De-velopment Goals).
Sebuah survey yang dipublikasi-kan Newsweekpada pertengahan
---
----cahun lalu memperlihatkan kega-galan Indonesia dalam menangani masalah lingkungan terkait de-ngan emisi gas rumah kaca, defo-restasi,over fishing,koalitas air,dan konservasi alam. Indonesia ber-ada di urutan ke-102 dari 149 ne-gara berwawasan lingkungan. Jauh tertinggal dari Malaysia yang
me-,!l~~ti u~26._
Namun temu belum terlambat bagi kita umuk menemukan arah pembangunan bangsa ini. Karena masih ada babak pemilihan kepala
negarayang
ditangannyanami
akan tergambar peta arah bangsa; menuju keberlanjutan ekologis atau kehancuran.
Membicarakan masalah ekolo-gis bukan berarti kita terjebak da-lam kotak pemikiran bahwa ling-kungan dengan segala pennasalah-annya tidak berkait dengan aspek pembangunan lainnya. Malah bila kita cennati masalah lingkungan sangat menemukan ranah lain ba- ,
~ = =.JI ik itu ekonomi, sosial, budaya, po-litik, dan sebagainya.
Secara luas Fritjof Capra dalam HiddenConnection(2003) menya-takan bahwa kita adalah anggota oikos, 'rumah tangga bumi', yang merupakan akar kata Yunani dari 'ekologi', oleh karena itu sudah se-layaknya kita berperilaku seperti anggota rumah tangga lainnya yai-tu yai-tumbuhan, hewan, dan mikro-organisme yang membemuk ja-ringan hubungan besar, yang dise-but jaring-jaring kehidupan.
Seorang pemimpin yang baik tentunya harus bisa menempatkan
dirinya dan segala yang
dipimpin-'
nya dalam sebuah jejaring kehi-dupan global, dan memiliki etika
yangberdasarpada rasa memiliki
(sense of belonging).Layaknya ke-pemimpinan dalam sebuah rumah tangga.
Etika ini disebut Capra sebagai etika keberlanjutan ekologis, de-ngan kesadaran bahwa keberlan-jutan dalam ekosistem dan masya-rakat manusia bukanlah milik in-dividu, tetapi adalah milik suatu jaringan kehidupan secara keselu-ruhan.
Sejarah telah mengajari kita bahwa untuk menghadapi benca-na alami dengan datangnya tsubenca-na- tsuna-mi, gempa, atau letusan gunung saja bumi sudah 'kesakitan', apala-gi bila harus ditambah dengan perubahan tak alami dari manusia.
Terlihat jelas pula bagaimana sebuah bencana menimbulkan ke-macetan pada perputaran roda ekonomi, efek kemanusiaan yang begitu besar, menurunnya kualitas hidup, juga pennasalahan kesehat-+- an 1an kekurIDgilf! gizi...
Kliping
Humos
Unpod
2009-
---Melihat lukayangdialami mo-saik zamrud katulistiwa ini, sudah selayaknyalah momen Hari Bumi sekarang dan pemilihan presiden nami menjadi titik tolak umuk memilih pemimpin yang memiliki
visi lingkungan,yang
berdasarpa-da etika keberlanjutan ekologis. Visi yang menjadi perancah bagi pembuatan kebijakan pemba-ngunan. Bukan hanya kamuflase berupa propaganda media berlabel "hijau".***