• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH MODEL DISCOVERY LEARNING TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DALAM PEMECAHAN MASALAH PADA PEMBELAJARAN IPA SISWA KELAS V SD SEGUGUS III KECAMATAN JATINOM KABUPATEN KLATEN.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGARUH MODEL DISCOVERY LEARNING TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DALAM PEMECAHAN MASALAH PADA PEMBELAJARAN IPA SISWA KELAS V SD SEGUGUS III KECAMATAN JATINOM KABUPATEN KLATEN."

Copied!
209
0
0

Teks penuh

(1)

i

PENGARUH MODEL DISCOVERY LEARNING TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DALAM PEMECAHAN MASALAH PADA PEMBELAJARAN IPA SISWA KELAS V

SD SEGUGUS III KECAMATAN JATINOM KABUPATEN KLATEN

TUGAS AKHIR SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana

Pendidikan

Oleh:

Oktafiana Irma Susanti NIM 13108241021

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

(2)

ii

PENGARUH MODEL DISCOVERY LEARNING TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DALAM PEMECAHAN MASALAH PADA PEMBELAJARAN IPA SISWA KELAS V

SD SEGUGUS III KECAMATAN JATINOM KABUPATEN KLATEN

Penelitian ini bertujuan unuk mengetahui pengaruh model Discovery Learning terhadap kemampuan berpikir kritis dalam pemecahan masalah pada pembelajaran IPA siswa kelas V SD se-Gugus III Kecamatan Jatinom.

Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimen berupa Quasy Experimental Desain Type Nonequivalent Control Group Design. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik purposive cluster random sampling. Sampel penelitian terdiri dari 21 siswa (kelompok eksperimen) dan 20 siswa (kelompok kontrol). Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah soal tes dan lembar observasi. Instrumen pengumpulan data dalam penelitian ini adalah soal uraian tes kemampuan berpikir kritis.

Hasil analisis data menunjukkan bahwa terdapat pengaruh positif dan signifikan dari penggunaan model discovery learning terhadap kemampuan berpikir kritis dalam pemecahan masalah. Hal tersebut ditunjukkan dengan nilai rata-rata post-test kelompok ekesperimen sebesar 86,90 dan rata-rata post-test kelompok kontrol sebesar 78,19. Hasil uji-t menunjukkan bahwa thitung sebesar 4,912 lebih besar dari ttabel yaitu 1,685 (4,192 > 1,685).

(3)

iii

THE EFFECT OF USING DISCOVERY LEARNING MODEL ON CRITICAL THINKING ABILITY IN PROBLEM SOLVING ON SCIENCE LEARNING

OF GRADE V ELEMENTARY SCHOOL GRADE III OF JATINOM SUB-DISTRICT, KLATEN REGENCY

By :

Oktafiana Irma Susanti NIM 13108241021

ABSTRACT

The aim of this research is to determine the effect of Discovery Learning Model on critical thinking ability in problem solving on science learning of grade V students at Cluster III Distric in Jatinom Regency.

This type of research was an experiment research in the form of Quasy Experimental Design Type Nonequivalent Control Group Design. Research sample was purposive cluster random sampling techniques. The study sample consisted of 21 students (experiment group) and 20 students (control group). Data collecting techniques used in this study were test and observation. The data collection instrument in this research was the description of the critical thinking skills test.

The results show that the implementation of discovery learning has a positive and significant influence on critical thinking ability in problem solving on science learning of grade V elementary school students in cluster III Jatinom district, Klaten. This was showed by the mean of post-test experimental group was 86.90 and the mean post-test control group was 78.19. The result of t-test shows that tcount was 4,912 bigger ttable that was 1.685 (4.192> 1.685).

(4)
(5)
(6)
(7)

vii MOTTO

(8)

viii

PERSEMBAHAN

(9)

ix

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas berkat rahmat dan karunia-Nya, Tugas Akhir Skripsi dalam rangka untuk memenuhi sebagian persyaratan untuk mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan dengan judul “Pengaruh Model Discovery Learning Terhadap Kemampuan Berpikir Kritis Dalam Pemecahan Masalah Pada

Pembelajaran IPA Siswa Kelas V SD se-Gugus III Kecamatan Jatinom Kabupaten Klaten” dapat disusun sesuai harapan. Tugas akhir skripsi ini dapat diselesaikan tidak lepas dari bantuan dan kerjasama dengan pihak lain. berkenaan dengan hal tersebut, penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada yang terhormat: 1. Ibu Woro Sri Hastuti, S.Pd., M.Pd., selaku Dosen Pembimbing TAS yang telah

banyak memberikan semangat, dorongan, dan bimbingan selama penyusunan Tugas Akhir Skripsi ini.

2. Bapak Drs. Suparlan, M.Pd.I, Ketua Jurusan Pendidikan Sekolah Dasar beserta dosen dan staf yang telah memberikan bantuan dan fasilitas selama proses penyusunan pra proposal sampai dengan selesainya TAS ini.

3. Bapak Dr. Haryanto, M.Pd., selaku Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan yang telah memberikan koreksi perbaikan secara komprehensif terhadap TAS ini.

4. Bapak Sutriyono, S.IP.MM.Pd, Kepala Sekolah SD Negeri Negeri 2 Glagah yang telah memberi ijin dan bantuan dalam pelaksanaan penelitian Tugas Akhir Skripsi ini.

5. Ibu Sunarsih, S.Pd, Kepala Sekolah SD Negeri Negeri 3 Glagah yang telah memberi ijin dan bantuan dalam pelaksanaan penelitian Tugas Akhir Skripsi ini.

6. Guru kelas V SD N 2 Glagah dan SD N 3 Glagah yang telah membantu penulis melaksanakan penelitian di sekolah tersebut.

(10)

x

8. Semua pihak, secara langsung maupun tidak langsung, yang tidak dapat disebutkan disini atas bantuan dan perhatiannya selama penyusunan Tugas Akhir Skripsi ini.

(11)

xi DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ...i

ABSTRAK (dalam Bahasa Indonesia) ...ii

ABSTRAK (dalam Bahasa Inggris) ...iii

SURAT PERNYATAAN ...iv

LEMBAR PERSETUJUAN ...v

HALAMAN PENGESAHAN ...vi

HALAMAN MOTTO ...vii

HALAMAN PERSEMBAHAN ...viii

KATA PENGANTAR ...ix

DAFTAR ISI ...xi

B. Identifilasi Masalah ... 5

C. Pembatasan Masalah ... 6

D. Rumusan Masalah ... 6

E. Tujuan Penelitian ... 6

F. Manfaat Penelitian ... 7

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Tentang Ilmu Pengetahuan Alam di Sekolah Dasar ... 8

1. Hakikat Ilmu Pengetahuan Alam di SD ... 8

2. Tujuan Pembelajaran IPA di SD ... 11

3. Ruang Lingkup Pembelajaran IPA di SD ... 12

4. Hasil Belajar IPA ... 14

B. Kajian Tentang Karakteristik Siswa SD kelas V ... 16

C. Kajian Tentang Model Discovery Learning ... 20

1. Pengertian Discovery Learning ... 20

2. Tujuan Discovery Learning ... 22

3. Kelebihan Discovery Learning ... 23

4. Sintak Model Discovery Learning ... 25

5. Peran Guru dalam Discovery Learning ... 28

D. Kajian Tentang Kemampuan Berpikir Kritis ... 30

1. Pengertian Kemampuan Berpikir Kritis ... 30

2. Karakteristik Berpikir Kritis ... 32

3. Indikator Kemampuan Berpikir Kritis ... 34

4. Melatih Kemampuan Berpikir Kritis ... 36

E. Pemecahan Masalah ... 37

1. Hakikat dan Pengertian Pemecahan Masalah ... 37

(12)

xii

F. Materi Pelajaran ... 39

1. Sifat-sifat Cahaya ... 39

2. Merancang dan Membuat Suatu Karya atau Model dengan Menerapkan Sifat Cahaya ... 46

G. Penelitian yang Relefan ... 47

H. Kerangka Berpikir ... 49

I. Hipotesis Penelitian ... 50

BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 52

B. Desain Penelitian ... 52

C. Tempat dan Waktu Pelaksanaan ... 53

D. Populasi dan Sampel Penelitian ... 53

1. Popilasi ... 53

2. Sampel ... 54

E. Definisi Operasional Variabel ... 54

F. Variabel Penelitian ... 55

G. Teknik Pengumpulan Data ... 56

H. Instrumen Penelitian ... 56

1. Soal Tes Kemampuan Berpikir Kritis Siswa ... 56

2. Lembar Observasi Kegiatan Pembelajaran ... 59

I. Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen ... 59

1. Uji Validitas ... 59

2. Uji Reliabilitas ... 63

J. Teknik Analisis Data ... 64

1. Uji Prasyarat ... 64

2. Uji Hipotesis ... 65

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 68

1. Deskripsi Subjek Penelitian ... 68

2. Deskripsi Data Hasil Penelitian ... 69

a. Deskripsi data tes awal (pre-test) ... 69

1) Data pre-test kelompok eksperimen ... 69

2) Data pre-test kelompok kontrol ... 70

3) Perbandingan pre-test kelompok kontrol dan kelompok eksperimen ... 70

b. Deskripsi hasil observasi kegiatan pembelajaran ... 72

1) Deskrispsi hasil observasi kelompok eksperimen ... 72

2) Deskripsi hasil observasi kelompok kontrol ... 74

c. Deskripsi data tes akhir (post-test) ... 75

1) Data post-test kelompok eksperimen ... 76

2) Data post-test kelompok kontrol ... 76

(13)

xiii

4) Perbandingan pre-test dan post-test kelompok kontrol

dan kelompok eksperimen ... 78

B. Analisis Data ... 80

1. Uji Prasyarat ... 80

a. Uji Normalitas ... 80

b. Uji Homogenitas ... 81

2. Uji Kemampuan Awal ... 82

3. Uji Hipotesis ... 83

C. Pembahasan ... 85

D. Keterbatasan Penelitian ... 89

BAB V SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan ... 90

B. Saran ... 90

DAFTAR PUSTAKA ... 92

(14)

xiv

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. SK-KD IPA kelas V semester 2 ... 13

Tabel 2. Langkah-langkah/Sintaks Model discovery learning dalam penelitian ... 28

Tabel 3. Aspek dan Indikator Kemampuan Berpikir Kritis ... 35

Tabel 4. Aspek dan Indikator Kemampuan Berpikir Kritis dalam Penelitian ... 35

Tabel 5. Desain Experimen Nonequivalen Control Grup Design ... 53

Tabel 6. Kisi-Kisi Soal Tes Kemampuan Berpikir Kritis Siswa ... 57

Tabel 7. Kisi-Kisi Lembar Observasi Kegiatan Pembelajaran Model discovery learning ... 59

Tabel 8. Kisi-Kisi Lembar Observasi Kegiatan Pembelajaran Kelompok Kontrol ... 59

Tabel 9. Kisi-Kisi Soal Tes Kemampuan Berpikir Kritis dalam Penelitian ... 62

Tabel 10. Daftar siswa kelas V SD Negeri 2 Glagah dan SD Negeri 3 Glagah .. 68

Tabel 11. Perhitungan Statistik pre-test kelompok eksperimen ... 70

Tabel 12. Perhitungan Statistik pre-test Kelompok Kontrol ... 70

Tabel 13. Rangkuman hasil pre-test Kelompok Kontrol dan Kelompok Eksperimen ... 71

Tabel 14. Hasil perhitungan statistik post-test Kelompok Eksperimen ... 76

Tabel 15. Hasil perhitungan statistik post-test Kelompok Kontrol ... 76

Tabel 16. Rangkuman hasil post-test Kelompok Kontrol dan Kelompok Eksperimen ... 77

Tabel 17. Hasil post-test dan pre-test Kelompok Kontrol dan Kelompok Eksperimen ... 78

Tabel 18. Hasil Uji Normalitas Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol ... 80

Tabel 19. Hasil Uji Homogenitas kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol ... 81

Tabel 20. Hasil t-test data pre-test ... 82

Tabel 21. Hasil post-test kelompok kontrol kelompok eksperimen ... 83

Tabel 22. Hasil uji-t post-test kelompok kontrol dan kelompok eksperimen ... 84

(15)

xv

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1. Diagram batang perbandingan skor rata-rata pre-test kelompok

kontrol dan kelompok eksperimen ... 71 Gambar 2. Diagram batang perbandingan skor rata-rata post-test kelompok

kontrol dan kelompok eksperimen ... 78 Gambar 3. Diagram batang perbandingan skor rata-rata pre-test dan

(16)

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1. Kisi-Kisi Soal Tes Kemampuan Berpikir Kritis Siswa

Sebelum Uji Instrumen ...96

Lampiran 2. Soal Tes Kemampuan Berpikir Kritis Sebelum Uji Instrumen ...97

Lampiran 3. Kunci Jawaban Soal Kemampuan Berpikir Kritis Sebelum Uji Instrumen ...101

Lampiran 4. Rubrik Penilaian Soal Tes Kemampuan Berpikir Kritis Sebelum Uji Instrumen ...103

Lampiran 5. Data Hasil Uji Coba Instrumen ...106

Lampiran 6. Hasil Uji Validasi Dan Reliabilitas ...107

Lampiran 7. Kisi-Kisi Soal Tes Kemampuan Berpikir Kritis Sesudah Uji Instrumen ...108

Lampiran 8. Soal Tes Kemampuan Berpikir Kritis Sesudah Uji Instrumen ...109

Lampiran 9. Kunci Jawaban Soal Tes Kemampuan Berpikir Kritis Sesudah Uji Instrumen ...112

Lampiran 10. Rubrik Penilaian Soal Tes Kemampuan Berpikir Kritis Sesudah Uji Instrumen ...113

Lampiran 11. Kisi-Kisi Soal Tes Kemampuan Berpikir Kritis dalam Penelitian ...115

lampiran 12. Soal Tes Kemampuan Berpikir Kritis dalam Penelitian ...116

lampiran 13. Kunci Jawaban Soal Tes Kemampuan Berpikir Kritis dalam Penelitian ...119

Lampiran 14. Rubrik Penilaian Soal Tes Kemampuan Berpikir Kritis dalam Penelitian ...120

lampiran 15. Contoh Hasil Pre-test Kemampuan Berpikir Kritis Kelompok Kontrol ...122

Lampiran 16. Contoh Hasil Post-test Kemampuan Berpikir Kritis Kelompok Kontrol ...124

Lampiran 17. Contoh Hasil Pre-test Kemampuan Berpikir Kritis Kelompok Eksperimen ...126

Lampiran 18. Contoh Hasil Post-test Kemampuan Berpikir Kritis Kelompok Eksperimen ...128

Lampiran 19. RPP Kelompok Eksperimen Pertemuan 1 ...130

Lampiran 20. Contoh Hasil LKS RPP Pertemuan 1 ...136

Lampiran 21. RPP Kelompok Eksperimen Pertemuan 2 ...140

Lampiran 22. Contoh Hasil LKS RPP Pertemuan 2 ...148

Lampiran 23. RPP Kelompok Eksperimen Pertemuan 3 ...151

Lampiran 24. Contoh Hasil LKS RPP Pertemuan 3 ...159

Lampiran 25. Nilai pre-test Kelompok Kontrol ...163

Lampiran 26. Nilai post-test Kelompok Kontrol ...164

Lampiran 27. Nilai pre-test Kelompok Eksperimen ...165

(17)

xvii

Lampiran 29. Pedoman Observasi discovery learning ...167

Lampiran 30. Pedoman Observasi Kelompok Kontrol ...169

Lampiran 31. Hasil dan Persentase Observasi Kegiatan Pembelajaran Kelompok Eksperimen Pertemuan 1 ...170

Lampiran 32. Hasil dan Persentase Observasi Kegiatan Pembelajaran Kelompok Eksperimen Pertemuan 2 ...172

Lampiran 33. Hasil dan Persentase Observasi Kegiatan Pembelajaran Kelompok Eksperimen Pertemuan 3 ...174

Lampiran 34. Hasil dan Presentase Observasi Kegiatan Pembelajaran Kelompok Kontrol Pertemuan 1 ...176

Lampiran 35. Hasil dan Presentase Observasi Kegiatan Pembelajaran Kelompok Kontrol Pertemuan 2 ...177

Lampiran 36. Hasil dan Presentase Observasi Kegiatan Pembelajaran Kelompok Kontrol Pertemuan 3 ...178

Lampiran 37. Hasil Uji Normalitas Kelompok Kontrol dan Kelompok Eksperimen ...179

Lampiran 38. Hasil Uji Homogenitas Kelompok Kontrol dan Kelompok Eksperimen ...180

Lampiran 39. Hasil Uji Hipotesis Data pre-test ...181

Lampiran 40. Hasil Uji Hipotesis Data post-test ...182

Lampiran 41. Jadwal Pelajarab Kelas V SD N 2 Glagah dan SD N 3 Glagah ...183

Lampiran 42. Jadwal Pelaksanaan Penelitian SD N 2 Glagah dan SD N 3 Glagah ...184

Lampiran 43. Dokumentasi Kegiatan Pembelajaran ...185

Lampiran 44. Surat Pernyataan Validator Ahli ...187

Lampiran 45. Surat ijin validasi SD N 2 Krajan ...188

Lampiran 46. Surat Keterangan Setelah Uji Validasi ...189

(18)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan hal yang sangat penting dan mendasar bagi kehidupan setiap manusia karena di dalam pendidikan manusia akan memperoleh berbagai macam pengetahuan, ketrampilan, dan perubahan sikap. Berdasarkan UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Pedidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya secara maksimal. Hal itu dapat dilakukan dengan cara menciptakan pembelajaran yang melibatkan aktifitas siswa secara penuh. Menurut Rohman (2013: 3) pendidikan menuntut kesadaran dari peserta didik untuk terlibat secara penuh dalam memahami realitas dunia, tidak sekedar mengumpulkan pengetahuan dan menghafalkannya saja.

(19)

2

dapat digunakan untuk melatih kemampuan berpikir kritis, antara lain: analisis masalah, pemecahan masalah, atau belajar berbasis masalah yang menekan pada metode sains.

Dalam proses belajar mengajar siswa diharapkan agar dapat menganalisis dan menyimpulkan informasi-informasi dengan kemampuan berpikir kritis yang dimilikinnya. Salah satu cara untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis siwa yaitu melalui pembelajaran IPA. Menurut Samatowa (2011: 2) menyatakan bahwa pembelajaran IPA di Sekolah Dasar (SD) hendaknya membuka kesempatan siswa untuk memupuk rasa ingin tahu secara alamiah. Hal tersebut akan membantu siswa dalam mengembangkan kemampuan bertanya dan mencari berdasarkan bukti serta mengembangkan cara berpikir ilmiah siswa.

IPA sangat penting diajarkan di sekolah dasar, menurut Samatowa (2011: 3) menyebutkan beberapa alasan IPA sangat penting diajarkan di SD yaitu, 1) IPA berfaedah bagi suatu bangsa karena IPA merupakan dasar dari teknologi yang menentukan kemajuan pembangunan suatu bangsa, 2) IPA merupakan suatu mata pelajaran yang memberikan anak kesempatan berpikir kritis dan objektif, 3) IPA tidak hanya hafalan berkala, karena dapat diajarkan dengan cara percobaan-percobaan yang dilakukan siswa sendiri, 4) IPA mempunyai nilai-nilai pendidikan yang dapat membentuk kepribadian anak secara keseluruhan. Untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa diperlukan berbagai cara dalam penyampaian pelajaran yang dapat menarik siswa.

(20)

3

Kemp (Hamruni, 2012: 2) menjelaskan bahwa model pembelajaran adalah suatu kegiatan pembelajaran yang harus di kerjakan guru dan siswa agar tujuan pembelajaran dapat tercapai secara efektif dan efisien. Penyususnan model pembelajaran adalah pencapaian tujuan. Dengan demikian, penyususnan langkah-langkah pembelajaran, pemanfaatan berbagai fasilitas dan sumber belajar semua diarahkan dalam upaya pencapaian tujuan. Selain sebagi cara untuk mencapai tujuan pembelajaran, model belajar-mengajar guru akan mempengaruhi kondisi siswa ketika belajar. Hal ini akan berpengaruh pada kemampuan berpikir kritis siswa selama proses pembelajaran berlangsung.

Salah satu model pembelajaran yang dapat digunakan untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa dalam pemecahan masalah adalah model pembelajaran berbasis masalah dengan menggunakan model Discovery Learning. Menurut Hanafiah & Suhana (2012:77) model discovery learning merupakan suatu rangkaian kegiatan pembelajaran yang melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan siswa untuk mencari dan menyelidiki secara sistematis, kritis, dan logis sehingga mereka dapat menemukan sendiri pengetahuan, sikap, dan keterampilan sebagai wujud adanya perubahan perilaku.

(21)

4

Kelebihan dari model discovery learning dibandingakan dengan model yang lain yaitu dengan model discovery learning siswa dapat dilatih untuk berpikir krits dalam menghadapi dan menyelesaikan permasalahan yang disajikan selama proses pembelajaran. Melalui tahapan tersebut siswa diberi kesempatan untuk mengaplikasikan pengetahuan yang mereka miliki dalam dunia nyata serta membantu siswa untuk mengembangkan pengetahuan barunya.

Berdasarkan hasil observasi yang dilaksanakan Sabtu 3 Desember 2016 di SD se-Gugus III Kecamatan Jatinom Kabupaten Klaten menunjukkan bahwa proses pembelajaran IPA di kelas masih terpusat pada guru (teacher center) dngan metode yang lebih dominan digunakan dalam pembelajaran IPA antara lain metode ceramah, tanya jawab, dan penugasan sehingga siswa tidak terlibat aktif dalam pembelajaran. Kegiatan siswa hanya mendengarkan dan mencatat materi yang disampaikan oleh guru, hal tersebut mengakibatkan kemampuan berpikir kritis siswa rendah. Dalam penelitian ini, peneliti memilih dua SD yang relatif homogen untuk dijadikan sampel dalam penelitian yaitu, SD N 2 Glagah dan SD N 3 Glagah.

(22)

5

memiliki suatu konsep yang mendasar. Hal tersebut dapat menyebabkan peserta didik kurang mengembangkan kemampuan berpikir kritis dalam memecahkan maslah dan menerapkan konsep-konsep yang dipelajari di sekolah kedalam kehidupan sehari-hari.

Penulis dalam penelitian ini memilih model discovery learning sebagai inovasi dalam pembelajaran karena pada dasarnya siswa SD dalam memecahkan masalah-masalah belajar belum mandiri. Oleh karena itu diperlukan bimbingan dari guru untuk mengarahkan dan memfasilitasi peserta didik dalam belajar. Cara belajar dengan model discovery learning dapat membantu siswa dalam memahami materi pelajaran yang diberikan oleh guru karena tidak hanya sekedar kegiatan menghafal saja, dalam model discovery learning siswa didorong untuk belajar sebagian besar melalui keterlibatan aktif mereka sendiri dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip, dan guru mendorong siswa untuk memiliki pengalaman dan melakukan percobaan yang memungkinkan mereka menemukan prinsip-prinsip untuk diri mereka sendiri.

Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti bermaksud ingin mengetahui lebih lanjut dan mengadakan penelitian tentang “Pengaruh Model Discovery

Learning Terhadap Kemampuan Berpikir Kritis Dalam Pemecahan Masalah Pada

Pembelajaran IPA Siswa Kelas V SD se-Gugus III Kecamatan Jatinom Kabupaten Klaten.

B. Identifikasi Masalah

(23)

6

1. Rendahnya kemampuan berpikir kritis siswa dalam pemecahan masalah 2. Proses pembelajaran IPA masih dominan dengan konsep hafalan dan belum

melibatkan aktivitas berpikir kritis siswa dalam pemecahan maslah

3. Kurangnya kesempatan yang diberikan guru kepada siswa untuk melatih kemampuan berpikir kritis dalam pemecahan masalah

4. Guru belum mengoptimalkan fenomena-fenomena yang terjadi dilingkungan sekitar sebagai media konkret dalam proses pembelajaran guna mengembangkan kemampuan berpikir kritis siswa dalam pemecahan masalah. C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah di atas, peneliti memberikan pembatasan

masalah yaitu kemampuan berpikir kritis siswa dalam pemecahan masalah masih

rendah dan belum diketahui pengaruh positif model discovery learning terhadap

kemampuan berpikir kritis siswa dalam pemecahan masalah pada pembelajaran IPA.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang, identifikasi dan pembahasan masalah diatas maka rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu dirumuskan sebagai berikut:

Bagaimana pengaruh model discovery learning terhadap kemampuan berpikir

kritis dalam pemecahan maslah pada pembelajaran IPA siswa kelas V SD se-Gugus III Kecamatan Jatinom Kabupaten Klaten?”

E. Tujuan Penelitian

(24)

7

pada pembelajaran IPA siswa kelas V SD se-Gugus III Kecamatan Jatinom Kabupaten Klaten.

F. Manfaat Penelitian

Secara rinci, manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Manfaat Praktis

a. Bagi siswa

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan pengalaman yang berbeda pada siswa dalam proses pembelajaran sehingga siswa mampu mengembangkan kemampuan berpikir kritis secara optimal.

b. Bagi guru

Penelitian ini diharapkan mampu menjadi pertimbangan bagi guru dan kepala sekolah dalam menentukan kebijakan kurikulum di sekolah baik dari segi metode maupun model pembelajaran yang yang akan diterapkan pada mata pelajaran IPA.

2. Manfaat Teoris

(25)

8 BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Tentang Ilmu Pengetahuan Alam di Sekolah Dasar 1. Hakikat Ilmu Pengetahuan Alam di SD

Samatowa (2011:3) mengemukakan bahwa Ilmu pengetahuan alam merupakan terjemahan kata-kata inggris, yaitu natural science, artinya Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang mempelajari peristiwa-peristiwa yang terjadi di alam ini. IPA membahas tentang gejala-gejala alam yang disusun secara sistematis yang didasarkan pada hasil percobaan dan pengamatan yang dilakukan oleh manusia. Winaputra, 1992 (Samatowa, 2011: 3) mengemukakan bahwa IPA tidak hanya kumpulan pengetahuan tentang benda atau makhluk hidup, tetapi memerlukan kerja, cara

berpikir, dan cara memecahkan masalah.

Adapun Fowler (Ahmadi & Supatmo, 2008: 1) menyatakan bahwa IPA adalah ilmu yang sistematis dan dirumuskan, yang berhubungan dengan gejala-gejala kebendaan dan didasarkan terutama atas pengamatan dan induksi. Fakta-fakta tentang gejala kebendaan/alam diselidiki, dan diuji berulang-ulang melalui percobaan-percobaan (eksperimen), kemudian berdasar (teori). Teori tidak dapat berdiri sendiri, namun teori selalu didasari dengan suatu hasil pengamatan.

(26)

9

bahwa IPA adalah sekumpulan pengetahuan yang diperoleh melalui metode tertentu.

Berdasarkan beberapa pendapat diatas maka dapat disimpulkan bahwa IPA adalah ilmu sistematis yang berhubungan dengan gejala-gejala keberadaan/alam, yang diuji melalui eksperimen, teori, dan pengamatan. Hakikat pembelajaran IPA yang tidak dapat dipisahkan mencakup tiga dimensi yaitu IPA sebagi produk, IPA sebagai proses, dan IPA sebagai sikap ilmiah. Maksud pembelajaran IPA dalam penelitian ini yaitu IPA dipandang dari segi eksperimen. IPA sebagai produk dalam pembelajaran menggunakan model discovery learning ini siswa akan bereksperimen dengan penemuan dan masalah-masalah yang muncul di sekitar lingkungannya, sehingga siswa dapat berpikir kritis dalam menyelesaikan masalah yang relevan di kehidupan sehari-hari.

Menutut Asy’ari (2006: 8-20) hakikat Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) dapat dipandang dalam 3 dimensi, yaitu IPA sebagai produk, IPA sebagai proses dan IPA sebagai sikap ilmiah.

1. IPA sebagai produk diartikan kumpulan pengetahuan yang tersusun dalam bentuk fakta, konsep, prinsip, hukum dan teori.

(27)

10

3. IPA sebagai sikap ilmiah adalah suatu sikap yang mendasari proses IPA dalam menghasilkan produk IPA antara lain yaitu objektif, teliti, terbuka, kritis dan tidak mudah putus asa.

Senada dengan pendapat di atas, menurut Bundu (2006: 9) Sains adalah ilmu pengetahuan tentang alam atau yang mempelajari peristiwa-peristiwa yang terjadi di alam. Secara garis besar Sains memiliki tiga komponen, yaitu proses ilmiah, produk ilmiah, dan sikap ilmiah. Sarkim (Bundu, 2006: 11-13) IPA sebagai produk berisi prinsip-prinsip, hukum-hukum, dan teori-teori yang dapat menjelaskan dan memahami alam dan berbagai fenomena yang terjadi di dalamnya. Proses IPA adalah sejumlah keterampilan untuk mengkaji fenomena alam dengan cara-cara tertentu untuk memperoleh ilmu itu selanjutnya. IPA sebagai sikap ilmiah adalah sikap yang dimiliki para ilmuwan dalam mencari dan mengembangkan pengetahuan baru, misalnya objektif terhadap fakta, hati-hati, bertanggung jawab, berhati terbuka, selalu ingin meneliti dan sebagainya.

Dari beberapa pendapat diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa hakikat IPA mencakup tiga dimensi yaitu IPA sebagai produk, IPA sebagai proses dan IPA sebagai pemupuk sikap ilmiah. Ketiga dimensi tersebut saling berkaitan dan tidak dapat dipisahkan. IPA sebagai produk artinya dalam pembelajaran menggunakan model discovery learning ini, siswa dapat memahami materi pelajaran IPA serta mampu mengaplikasikan pengetahuan yang dimiliki untuk menyelesaikan masalah yang relevan dalam kehidupan sehari-hari. IPA sebagai proses dengan model discovery learning ini siswa dapat mngetahui cara kerja, cara berpikir, dan cara

(28)

11

sebagai pemupukan sikap yaitu melalui model discovery learning ini siswa dapat mengembangkan sikap kerja sama dalam kelompok diskusi demi menyelesaikan masalh yang disajikan.

2. Tujuan Pembelajaran IPA di SD

Menurut Samatowa (2011: 6) menjelaskan bahwa alasan yang menyebabkan pembelajaran IPA dimasukan ke dalam satu kurikulum sekolah yaitu: a) IPA berfaedah bagi suatu bangsa, kesejahteraan material suatu bangsa banyak sekali tergantung pada kemampuan bangsa itu dalam bidang IPA, sebab IPA merupaka dasar teknologi dan sebagai tulang punggung pembangunan, b) bila IPA diajarkan dengan cara yang tepat, maka IPA merupakan suatu mata pelajaran yang melatih atau mengembangkan kemampuan berpikir kritis, c) bila IPA diajarkan melalui percobaan-percobaan yang dilakukan sendiri oleh anak, maka IPA tidaklah mata pelajaran yang bersifat hafalan berkala, d) mata pelajaran IPA mempunyai nilai-nilai pendidikan yang dapat membantuk kepribadian anak secara keseluruhan.

Asy’ari (2006: 23) mengungkapkan tujuan pembelajaran IPA di SD yaitu a)

(29)

12

Menurut pendapat Depdiknas (Trianto, 2010: 143) menyebutkan bahwa tujuan pembelajaran IPA diharapkan dapat memberilan: a) Kesadaran akan keindahan dan keteraturan alam untuk meningkatkan keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. b) Pengetahuan, yaitu pengetahuan tentang dasar dari prinsip dan konsep, fakta yang ada di alam, hubungan saling ketergantungan, dan hubungan antara sains dan teknologi. c) Ketrampilan dan kemampuan untuk memahami peralatan, memecahkan masalah dan melakukan evaluasi. d) Sikap ilmiah, antara lain skeptis, kritis, sensitive, obyektif, jujur terbuka, benar, dan dapat bekerja sama. e) Kebiasaan mengembangkan kemampuan berpikir analitis induktif dan deduktif dengan menggunakan konsep dan prinsip sains untuk menjelaskan berbagai peristiwa alam. f) Apresiatif terhadap sains dengan menikmati dan menyadai keindahan keteraturan perilaku alam serta penerapannya dalam teknologi.

Dalam penelitian ini, tujuan yang ingin dicapai melelui pembelajaran IPA yaitu a) mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA dalam kehidupan sehari-hari, b) menanamkan rasa ingin tahu dan sikap positif terhadap IPA, teknologi dan masyarakat, c) melatih atau mengembangkan kemampuan berpikir kritis, d) mengembangkan keterampilan memecahkan masalah dan membuat keputusan, e) meningkatkan kesadaran dalam memelihara, menjaga dan menjaga lingkungan alam sekitar.

3. Ruang Lingkup Pembelajaran IPA di SD

Asy’ari (2006: 23) menyebutkan ruang lingkup pembelajaran IPA untuk SD dibagi menjadi lima topik yaitu:

a. Makhluk hidup dan proses kehidupan, yaitu meliputi manusia, hewan, tumbuhan dan iteraksi dengan lingkungan serta kesehatan.

(30)

13

c. Energi dan perubahannya meliputi : gaya, bumi, panas, magnet, listrik, cahaya dan pesawat sederhana.

d. Bumi dan alam semesta, meliputi : tanah, bumi, tata surya, dan benda-benda langit lainnya.

Adapun dalam penelitian ini ruang lingkup IPA yang dipelajari yaitu energi dan perubahannya. Berikut ini merupakan standar kompetensi dan kompetensi dasar pembelajaran IPA kelas V semester 2.

Tabel 1. SK-KD IPA kelas V semester 2

Standar Kompetensi Kompetensi Dasar

Energi dan Perubahannya 5. Memahami hubungan antara

gaya, gerak, dan energi, serta fungsinya

5.1Mendeskripsikan hubungan antara gaya, gerak dan energi melalui percobaan (gaya gravitasi, gaya gesek, gaya magnet)

5.2Menjelaskan pesawat sederhana yang dapat membuat pekerjaan lebih mudah dan lebih cepat

6. Menerapkan sifat-sifat cahaya melalui kegiatan membuat suatu karya/ mode

6.1Mendeskripsikan sifat-sifat cahaya

6.2Membuat suatu karya/ model, misalnya periskop atau lensa dari bahan sederhana dengan menerapkan sifat-sifat cahaya Bumi dan Alam Semesta

7. Memahami perubahan yang terjadi di alam dan hubungannya dengan penggunaan sumber daya alam

7.1Mendeskripsikan proses pembentukan tanah

karena pelapukan

7.2Mengidentifikasi jenis-jenis tanah 7.3Mendeskripsikan struktur bumi

7.4Mendeskripsikan proses daur air dan kegiatan

manusia yang dapat mempengaruhinya 7.5Mendeskripsikan perlunya penghematan air 7.6Mengidentifikasi peristiwa alam yang terjadi di Indonesia dan dampaknya bagi makhluk hidup dan lingkungan

7.7Mengidentifikasi beberapa kegiatan manusia yang dapat mengubah permukaan bumi (pertanian, perkotaan, dsb)

(31)

14

karena berkaitan dengan berbagai masalah yang timbul dalam kehidupan sehari-hari di lingkungan sekitar. Hasil dari pembelajaran dapat menjadi bekal ilmu bagi siswa yang dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari di lingkungan tempat tinggalnya.

4. Hasil Belajar IPA

Hasil belajar digunakan sebagai ukuran untuk mengetahui seberapa jauh seseorang dalam menguasai materi yang telah dipelajari. Untuk mengukur hasil belajar biasanya menggunakan evaluasi berupa sola sebagai alat ukur hasil belajar. Bundu (2006: 17) Belajar adalah aktivitas mental yang berlangsung dalam interaksi anak dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan dalam pengetahuan, ketrampilan, sikap dan nilai. Hasil belajar adalah tingkatan penguasaan yang dicapai siswa dalam mengikuti progam belajar mangajar sesuai dengan tujuan pendidikan yang ditetapkan yang meliputi aspek kognitif, afektif, dan psikomotor. Jadi hasil belajar dapat digunakan untuk mengetahui sejauh mana seseorang menguasai materi yang telah diajarkan. Hasil belajar biasanya dinyatakan dengan skor dan dapat diukur dengan melakukan evaluasi pada akhir pembelajaran. Melalui hasil belajar ini dapat diketahui pengaruh yang dapat ditimbulkan dari penerapan model discovery learning dalam peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa. Jika hasil belajar kelompok yang diberikan treatment lebih tinggi dibandingkan kelompok kontrol, maka pengaruh dari pemberian treatment model discovery learning ini adalah berpengaruh positif, dan sebaliknya.

(32)

15

berkaitan dengan pengetahuan, pemahaman, dan ketrampilan intelektual lainnya, sedangkan aspek nonkognitif erat kaitannya dengan sikap, emosi (afektif), serta kemampuan fisik atau kerja otot (psikomotor). Dalam penelitan ini peneliti membahas hasil belajar dalam ranah kognitif.

Hail belajar kognitif dimulai dari yang paling rendah dan sederhana yaitu mengingat sampai tingkat yang paling tinggi dan kompleks yaitu evaluasi. Bloom (Anderson & Krathwohl, 2014: 100-102) membagi hasil belajar kognitif menjadi 6 yaitu sebagai berikut:

1. Mengingat (C1), merupakan kemampuan kognitif yang mengambil memori jangka panjang.

2. Memahami (C2), merupakan kemampuan untuk mengkontruksi makna dari materi pembelajaran, termasuk apa yang diucapkan, ditulis, dan digambar oleh guru.

3. Penerapan atau mengaplikasikan (C3), proses kognitif mengaplikasikan melibatkan penggunaan prosedur-prosedur tertentu untuk mengerjakan soal latihan atau menyelesaikan maslah.

4. Menganalisis (C4), memecah-mecah materi jadi bagian-bagian penyusunan dan menentukan hubungan-hubungan antarbagian itu dan hubungan antara bagian-bagian tersebut dan keseluruhan struktur atau tujuan.

5. Mencipta (C5), memadukan bagian-bagian untuk membentuk sesuatu yang baru dan koheren atau untuk membuat suatu produk yang orisinil.

(33)

16

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan tingkat belajar kognitif sebagai pedoman dalam penelitian. Tahap kognitif tersebut digunakan karena sesuai dengan tingkat perkembangan siswa SD.

B. Kajian Tentang Karakteristik Siswa SD kelas V

Masa kanak-kanak akhir sering disebut sebagai masa usia sekolah atau masa sekolah dasar. Siswa kelas V termasuk kedalam masa kanak-kanak akhir, menurut Izzaty (2013: 103) berpendapat bahwa pada awal masuk sekolah anak mengalai gangguan keseimbangan dalam penyesuaian diri dengan lingkungan sekolahnya seperti:

a. Perkembangan Fisik

Pada masa ini pertumbuhan fisik cenderung lebih stabil sebelum memasuki masa remaja, masa ini dapat digunakan oleh anak untuk belajar berbagai kemampuan akademik. Pada dasarnya anak selalu aktif bergerak untuk menyalurkan energi yang tertumpuk, sehingga kegiatan fisik sangat diperlukan untuk membantu tumbuh kembang anak.

b. Perkembangan Kognitif

(34)

17

mengingat, dan berkomunikasi. Karena proses kognitifnya tidak lagi egosentrisme, dan lebih logis.

c. Perkembangan Bahasa

Pada masa ini kemampuan bahasa anak terus tumbuh, anak dapat memahami dan menginterpretasikan komunukasi lisan dan tulisannya dengan lebih baik. Pada masa ini perkembangan bahasa nampak pada perubahan perbendaharaan kata dan tata bahasa.

d. Perkembangan Moral

Perkembangan moral ditandai dengan kemampuan anak untuk memahami aturan, norma dan etika yang berlaku di masyarakat. Perilaku moral anak banyak dipengaruhi oleh pola asuh orang tua serta perilaku moral dari orang-orang disekitarnya. Perkembangan moral ini tidak terlepas dari perkembangan kognitif dan emosi anak.

e. Perkembangan Emosi

Pergaulan anak yang semakin luas dengan teman sekolah dan teman sebaya dapat mengembangkan emosinya. Menurut Harlock, ungkapan emosi anak yang muncul pada masa ini masaih sama dengan masa sebelumnya, seperti: amarah, takut, cemburu, ingin tahu, iri hati, gembira, sedih, dan kasih sayang. Namun anak mulai belajar bahwa ungkapan emosi yang kurang baik tidak diterima oleh teman-temannya, sehingga anak belajar mengendalikan emosinya.

f. Perkembangan Sosial

(35)

18

hubungan dengan guru sebaya memiliki peran yang penting dalam kehidupan anak. Pemahaman tentang diri dan perubahan dalam perkembangan gender dan moral menandai perkembangan anak selama masa kanak-kanak akhir.

Samatowa (2006: 7) mengklasifikasikan anak usia sekolah dasar menjadi dua fase, yaitu : 1) masa kelas-kelas rendah sekolah dasar, sekitar 6-8 tahun, dalam tingkat kelas di sekolah dasar pada usia tersebut termasuk dalam kelas I sampai dengan kelas III; 2) masa kelas-kelas tinggi sekolah dasar, sekitar 9-12 tahun, dalam tingkat kelas di sekolah dasar pada usia tersebut termasuk dalam kelas IV sampai dengan kelas VI.

Sedangkan ciri-ciri sifat anak pada masa kelas tinggi sekolah dasar menurut Samatowa (2006: 8) antara lain 1) adanya minat terhadap kehidupan praktis sehari-hari yang konkret, 2) amat realistik, ingin tahu dan ingin belajar, 3) menjelang akhir masa ini ada minat terhadap hal-hal atau pelajaran khusus, 4) kira-kira umur 11 tahun anak membutuhkan guru atau orang-orang dewasa lainnya untuk menyelesaikan tugasnya dan memenuhi keinginannya dan setelah kira-kira umur 11 tahun pada umumnya anak menghadapi tugas-tugasnya dengan bebas dan berusaha menyelesaikannya sendiri. Selain itu pada masa ini, 5) anak memandang nilai (angka rapor) sebagai ukuran yang tepat (sebaik-baiknya) mengenai prestasi sekolah, 6) gemar membentuk kelompok sebaya untuk dapat bermain bersama-sama dan biasanya dalam permainan tidak lagi terikat kepada aturan permainan yang tradisional, 7) peran manusia idola sangat penting.

(36)

19

Hal ini sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Jean Piaget. Menurut Piaget tahap perkembangan anak secara hirarkhis terdiri dari empat tahap, yaitu tahap sensori motoris, tahap pra operasional, tahap operasi konkrit, dan tahap operasi formal. Pada tahap sensori motoris (0-2 tahun), anak belum mempunyai konsep tentang objek yang tetap. Selanjutnya pada tahap pra operasional (2-6/7 tahun), anak mulai timbul pertumbuhan kognitifnya, tetapi masih terbatas pada hal-hal yang dapat dijumpai di lingkungannya saja. Pada tahap operasi konkrit (6/7–11/12 tahun), anak mulai berkurang egosentrismenya, dan lebih sosiosentris (mulai membentuk peer group).

Menurut Rusman (2012: 251) berpendapat bahwa tahap operasi konkret pada rentang usia 6 – 12 tahun tingkah laku anak yang tampak yaitu: 1) anak mulai memandang dunia secara objektif, 2) anak mulai berpikir secara operasional, 3) anak mampu mempergunakan cara berpikir operasional untuk mengklasifikasikan benda-benda, 4) anak dapat membentuk dan menggunakan keterhubungan aturan-aturan, prinsip ilmiah sederhana, dan mempergunakan hubungan sebab akibat, dan 5) anak dapat memahami konsep substansii, pamjang, lebar, luas, tinggi, rendah, ringan, dan berat.

(37)

20

kegagalan, e) akan belajar efektif bila ia merasa senang dengan situasi yang ada, f) belajar dengan cara bekerja dan suka mengerjakan apa yang ia bisa pada temannya. Menurut Marsh (Izzaty, 2013: 116-117) menyatakan bahwa strategi guru yang dapat digunakan dalam pembelajaran masa kanak-kanak akhir yaitu a) menggunakan bahan-bahan yang konkrit, b) menggunakan alat visual, c) menggunakan contoh-contoh yang sudah akrab dengan anak dari hal yang bersifat sederhana ke yang bersifat kompleks, d) menjamin penyajian yang singkat dan terorganisasi dengan baik, e) memberi latihan nyata dalam menganalisis masalah.

Sedangkan berdasarkan ciri-ciri perkembangan kognitif, afektif dan bahasa anak Samatowa (2006:11) menyatakan bahwa siswa kelas tinggi mempunyai salah satu ciri-ciri yaitu sudah dapat menunjukkan sikap kritis dan rasional. Maka dari itu berdasarkan beberapa penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya siswa SD khususnya kelas tingi (Kelas V) membutuhkan pembelajaran yang dapat memunculkan kemampuan berpikir kritis dengan adanya bimbingan atau arahan dari guru.

C. Kajian Tentang Model Discovery Learning

1. Pengertian Discovery Learning

(38)

21

Sugiyanto (2010: 132) pembelajaran discovery learning pembelajaran yang menekankan pentingnya membantu siswa dalam memahami ide-ide kunci suatu disiplin ilmu, kebutuhan akan terlibat aktif siswa dalam proses belajar, dan keyakinan bahwa pembelajaran sejati terjadi melalui proses penemuan pribadi (personal discovery).

Menurut Hanafiah & Suhana (2012:77) model discovery learning merupakan suatu rangkaian kegiatan pembelajaran yang melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan siswa untuk mencari dan menyelidiki secara sistematis, kritis, dan logis sehingga mereka dapat menemukan sendiri pengetahuan, sikap, dan keterampilan sebagai wujud adanya perubahan perilaku.

Menurut Trianto (2012: 79) discovery adalah suatu model pengajaran yang menekankan pentingnya pemahaman tentang struktur materi dari suatu ilmu yang menekankan belajar aktif sebagai dasar pemahaman sebenarnya, dan niai dari berfikir induktif dalam belajar (pembelajaran sebenarnya terjadi melalui penemuan pribadi). Dari pendapat tersebut dapat diartikan bahwa discovery merupakan proses pembelajaran siswa aktif, dimana siswa menemukan sendiri konsep yang siswa pelajari.

(39)

22

mencerna, mengerti, menggolong-golongkan, membuat dugaan, menjelaskan, mengukur, membuat simpulan dan sebagainya) melalui situasi masalah yang diatur oleh guru.

Berdasarkan uraian di atas, jadi dapat disimpulkan bahwa pembelajaran penemuan (discovery learning) adalah materi pembelajaran yang tidak disajikan dalam bentuk finalnya, tetapi siswa dihadapakan pada suatu permasalahan yang direkayasa oleh guru. Siswa diminta untuk mengerahkan segala kemampuannya agar permasalahan tersebut dapat terpecahkan melalui kegiatan pengamatan, menggolongkan, membuat dugaan, menjelaskan, menarik kesimpulan. Kegiatan tersebut dapat membimbing siswa untuk menemukan konsep dan prinsip-prinsip melalui proses penemuan sendiri. Dengan belajar penemuan, siswa juga bisa belajar berfikir analisis dan mencoba memecahkan sendiri problem yang dihadapi. Kebiasaan ini akan di transfer dalam kehidupan bermasyarakat.

2. Tujuan Discovery Learning

Menurut Ilahi (2012: 43) tujuan diterapkannya strategi discovery learning dalam proses pembelajaran adalah:

a) Untuk mengembangkan kreativitas siswa.

b) Siswa mendapatkan pengalaman langsung dalam belajar.

c) Mengembangkan kemampuan berpikir rasional dan kritis siswa.

d) Meningkatkan keaktifan siswa dalam proses pembelajaran. e) Siswa belajar memecahkan suatu masalah.

(40)

23

Sedangkan menurut Bell (1981: 242) tujuan spesifik dari model discovery learning yaitu: a) Dalam penemuan siswa memiliki kesempatan untuk terlibat secara aktif dalam pembelajaran. Kenyataan menunjukan bahwa partisipasi siswa dalam pembelajaran meningkat ketika penemuan digunakan. b) Melalui pembelajaran dengan penemuan, siswa belajar menemukan pola dalam situasi konkrit maupun abstrak, juga siswa banyak meramalkan (extrapolate) informasi tambahan yang diberikan c) Siswa juga belajar merumuskan strategi tanya jawab yang tidak rancu dan menggunakan tanya jawab untuk memperoleh informasi yang bermanfaat dalam menemukan. d) Pembelajaran dengan penemuan membantu siswa membentuk cara kerja bersama yang efektif, saling membagi informasi, serta mendengar dan menggunakan ide-ide orang lain. e) Terdapat beberapa fakta yang menunjukan bahwa keterampilan-keterampilan, konsep-konsep dan prinsipprinsip yang dipelajari melalui penemuan lebih bermakna. f) Keterampilan yang dipelajari dalam situasi belajar penemuan dalam beberapa kasus, lebih mudah ditransfer untuk aktifitas baru dan diaplikasikan dalam situasi belajar yang baru.

Dari beberapa pendapat diatas peneliti dapat menyimpulkan bahwa tujuan model discovery learning adalah menciptakan siswa yang aktif dan mandiri dalam menemukan solusi dari masalah pada kegiatan pembelajaran, serta melatih kemampuan berfikir kritis siswa dan keterampilan kepercayaan diri dalam memutuskan sesuatu secara objektif.

3. Kelebihan Discovery Learning

(41)

24

memiliki keunggulan bagi siswa yaitu. a) Membantu peserta didik untuk memperbaiki dan meningkatkan keterampilan-keterampilan dan proses-proses kognitif. Usaha penemuan merupakan kunci dalam usaha ini, seseorang tergantung bagaimana cara belajarnya. b) Dapat meningkatkan kemampuan siswa untuk memecahkan maasalah (problem solving). c) Pengetahuan yang diperoleh melalui strategi ini sangat pribadi dan ampuh karena menguatkan pengertian, ingatan, dan transfer. d) Strategi ini memungkinkan peserta didik berkembang dengan cepat dan sesuai kecepatannya sendiri. e) Menyebabkan peserta didik mengarahkan kegiatan pembelajarannya sendiri dengan melihatkan akalnya dan motivasinya sendiri.

Adapun kelebihan discovery learning menurut Roestiyah (2012:20-21), yaitu: (a) membantu siswa untuk mengembangkan, memperbanyak kesiapan, serta penguasaan keterampilan dalam proses kognitif atau pengenalan siswa; (b) membantu siswa memperoleh pengetahuan yang bersifat sangat pribadi atau individual sehingga dapat kokoh atau mendalam tertinggal dalam jiwa siswa tersebut; (c) membangkitkan kegairahan belajar siswa; (d) memberikan kesempatan kepada siswa untuk berkembang dan maju sesuai dengan kemampuannya masing-masing; (e) mengarahkan cara siswa belajar, sehingga lebih memiliki motivasi yang kuat untuk belajar lebih giat; (f) membantu siswa untuk memperkuat dan menambah kepercayaan pada diri sendiri dengan proses penemuan sendiri; (g) membuat pembelajaran berpusat pada siswa tidak pada guru. Guru hanya sebagai teman belajar saja, membantu bila diperlukan.

(42)

25

a. Siswa aktif dalam kegiatan belajar, sebab ia berpikir dan menggunakan kemampuan untuk menemukan hasil akhir;

b. Siswa memahami benar bahan pelajaran, sebab mengalami sendiri proses menemukannya. Sesuatu yang diperoleh dengan cara ini lebih lama diingat; c. Menemukan sendiri menimbulkan rasa puas. Kepuasan batin ini mendorong

ingin melakukan penemuan lagi sehingga minat belajarnya meningkat;

d. Siswa yang memperoleh pengetahuan dengan metode penemuan akan lebih mampu mentransfer pengetahuannya ke berbagai konteks;

e. Metode ini melatih siswa untuk lebih banyak belajar sendiri.

Dari beberapa pendapat di atas, dapat dinyatakan bahwa model discovery learning memiliki beberapa kelebihan atau keunggulan dibandingkan dengan

model pembelajaran lain diantaranya yaitu model discovery learning dapat mengembangkan konsep yang mendasar pada diri siswa, dapat meningkatkan daya ingat siswa, dan dapat mengembangkan kreativitas siswa dalam kegiatan belajar, serta melatih siswa untuk belajar sendiri. Metode discovery learning ini akan dapat membantu tercapainya tujuan pengajaran yang diinginkan oleh pengajar.

4. Sintak Discovery Learning dalam Proses Pembelajaran

(43)

26

Syah (2014: 243) mengungkapkan tahapan dan prosedur pelaksanaan discovery learning yang digunakan untuk merancang pembelajaran adalah sebagai berikut :

a. Stimulation (Stimulasi). Kegiatan belajar mengajar dimulai dengan mengajukan pertanyaan, anjuran membaca buku/referensi, dan aktivitas belajar lain yang mengarah pada persiapan pemecahan masalah. Tahap ini berfungsi untuk menyediakan kondisi interaksi belajar yang dapat membantu dan mengembangkan siswa dalam mengeksplor bahan. Siswa dihadapkan pada sesuatu yang dapat menimbulkan kebingungan agar siswa mempunyai keinginan untuk menyelidiki sendiri permasalahan yang dihadapi.

b. Problem statement (Pernyataan/identifikasi masalah). Pada tahap ini guru memberi kesempatan kepada siswa untuk mengidentifikasi sebanyak mungkin agenda-agenda masalah yang relevan dengan bahan pelajaran, kemudian salah satunya dipilih dan dirumuskan dalam bentuk hipotesis.

c. Data collection (Pengumpulan data). Siswa diberi kesempatan untuk mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya yang relevan untuk membuktikan hipotesis, apakah benar atau tidak. Hal ini dapat dilakukan dengan membaca literatur, wawancara dengan narasumber, mengamati objek, melakukan eksperimen sendiri, dan lain sebagainya.

(44)

27

e. Verification (Pembuktian). Pada tahapan verifikasi dilakukan pemeriksaan secara teliti untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis yang ditetapkan tadi, dihubungkan dengan hasil pengolahan data.

f. Generalization (Generalisasi/menarik kesimpulan). Pada tahap ini siswa menyimpulkan jawaban atas permasalahan yang telah diselesaikan dengan merumuskan prinsip-prinsip yang mendasari, dan tentunya dengan memperhatikan hasil verifikasi.

Sintaks pembelajaran menggunakan strategi discovery learning menurut Ahmadi & Prasetya (Ilahi 2012: 86-88) yaitu. a) Stimulation Guru mengajukan permasalahan dan meminta siswa untuk membaca atau mendengarkan uraian yang memuat persoalan. b) Problem Statment Siswa mengidentifikasi permasalahan yang diberikan guru. Siswa dibimbing oleh guru dalam penyelesaian masalah tersebut. Kemudian masalah tersebut harus dirumuskan dalam bentuk pertanyaan atau hipotesis. c) Data Collection Siswa mengumpulkan data atau informasi dari berbagai sumber untuk menyelesaikan hipotesis yang telah disusun. d) Data Processing Semua informasi yang didapatkan kemudian digunakan untuk

melakukan olah data. e) Verification Berdasarkan hasil pengolahan data, pertanyaan hipotesis yang dirumuskan sebaiknya dicek terlebih dahulu. Apakah bisa terjawab dan terbukti dengan baik sehingga mendapat hasil yang memuaskan. f) Generalization Siswa belajar menarik kesimpulan dan generalisai tertentu.

(45)

28

2012: 86-88), Langkah-hangkah/ sintaks pembelajaran discovery learning dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

Tabel 2. Langkah-langkah/Sintak Model discovery learning dalam Penelitian Fase Indikator Aktivitas Guru dan Peserta didik

1. Pemberian rangsangan/ Stimulasi

Guru mengajukan permasalahan dan meminta siswa untuk membaca atau mendengarkan uraian yang memuat persoalan

2. Identifikasi masalah Siswa mengidentifikasi permasalahan yang diberikan guru. Siswa dibimbing oleh guru dalam penyelesaian masalah tersebut

3. Pengumpulan data Siswa mengumpulkan data atau informasi dari berbagai sumber untuk menyelesaikan hipotesis yang telah disusun dengan membaca literatur, wawancara dengan narasumber, mengamati objek, melakukan eksperimen sendiri, dan lain sebagainya

4. Pengolahan data Siswa mencermati dan menjawab pertanyaan yang ada pada Lembar Kegiatan Siswa (LKS), kemudian menuliskan hasil analisisnya

5. Pembuktian Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan konsep, teori, atau pemahaman mengenai materi yang ada di dalam lembar kerja siswa (LKS) melalui contoh-contoh yang ada dalam kehidupan sehari-hari

6. Menarik kesimpulan Guru membimbing siswa belajar menarik kesimpulan dan generalisai tertentu

5. Peran Guru dalam Discovery Learning

(46)

29

maupun tujuan yang dicapai terlaksana dengan baik. Bimbingan guru yang dimaksud adalah memberikan bantuan agar siswa dapat memahami tujuan kegiatan yang dilakukan dan berupa arahan tentang prosedur kerja yang perlu dilakukan dalam kegiatan pembelajaran.

Menurut Hamalik (2010: 90-91) penemuan terbimbing adalah proses pembelajaran yang menitikberatkan pada mental intelektual para anak didik alam memecahkan berbagai persoalan yang dihadapi sehingga menemukan suatu konsep atau generalisasi yang dapat diterapkan di tingkat perkembangan intelektualnya kemudian dilatih untuk melakukan penemuan dengan bimbingan guru. Guru bertugas untuk merencanakan pembelajaran secara sistematis dan terpola sedemikian rupa, sehingga hasil penemuan siswa diharapkan sesuai dengan tujuan pembelajaran. Discovery learning sangat tepat untuk anak usia SD sebab siswa melakukan penemuan eksplorasi, observasi dan investigasi atas bimbingan guru.

Model discovery learning merupakan suatu metode pengajaran yang menitikberatkan pada aktivitas siswa dalam belajar. Dalam proses pembelajaran dengan metode ini, guru hanya bertindak sebagai pembimbing dan fasilitator yang mengarahkan siswa untuk menemukan konsep, dalil, prosedur, algoritma dan semacamnya.

(47)

30

bertigas sebagai pembimbing dan guru yang menyediakan berbagai kebutuhan siswa selama proses pembelajaran berlangsung.

D. Kajian Tentang Kemampuan Berpikir Kritis 1. Pengertian Kemampuan Berpikir Kritis

Solso (Sugihartono, 2013: 13) menyatakan bahwa berpikir merupakan proses yang menghasilkan representasi mental yang baru melalui trasformasi informasi yang melibatkan interaksi yang kompleks antara berbagai proses mental seperti peilaian, abstrak, penalaran, imajinasi dan pemecahan masalah. Oleh karena itu kemampuan berpikir memerlukan kemampuan mengingat dan memahami. Menurut Dewey (Kowiyah, 2012: 175) berpikir dimulai apabila seseorang dihadapkan pada suatu masalah dan menghadapi sesuatu yang menghendaki adanya jalan keluar. Situasi yang menghadapi adanya jalan keluar tersebut, mengundang yang bersangkutan untuk memanfaatkan pengetahuan, pemahaman, atau keterampilan yang sudah dimilikinya terjadi suatu proses tertentu di otaknya sehingga ia mampu menemukan sesuatu yang tepat dan sesuai untuk digunakan mencari jalan keluar terhadap masalah yang dihadapinya. Dengan demikian yang bersangkutan melakukan proses yang dinamakan berpikir.

(48)

31 Definisi berpikir kritis menurut para ahli:

a. Ennis (Kuswana, 2012: 196) berpikir kritis adalah berpikir yang wajar dan reflektif yang berfokus pada memusatkan apa yang harus diyakini atau dilakukan.

b. Glaser (Fisher, 2008: 3) mendefinisikan bahwa berpikir kritis adalah suatu sikap mau berpikir secara mendalam tentang masalahmasalah serta hal-hal yang berada dalam jangkauan pengalaman seseorang, pengetahuan seseorang tentang metode-metode pemeriksaan dan penalaran logis dan semacam suatu keterampilan untuk menerapkan metode-metode tersebut. Berpikir kritids juga menuntut upaya-upaya untuk- memeriksa keyakinan berdasarkan bukti pendukung dan menarik suatu kesimpulan.

c. Santrock (Kowiyah, 2012: 177) menyatakan pikiran kritis (critical thinking) adalah memahami makna masalah secara lebih dalam, mempertahankan agar pikiran tetap terbuka terhadap segala pendekatan dan pandangan yang berbeda, dan berpikir secara reflektif dan bukan hanya menerima pernyataan-pernyataan dan melaksanakan prosedur-prosedur tanpa pemahaman dan evaluasi yang signifikan.

d. Peck (Kuswana, 2011: 21) berpikir kritis adalah ketepatan penggunaan skeptic reflektif dalam suatu masalah, yang dipertimbangkan sebagai wilayah permasalahan sesuai disiplin materi.

(49)

32

pemikirannya dengan menangani secara trampil struktur-struktur yang melekat dalam pemikiran kritis yang terlihat berbeda dari definisi-definisi sebelumnya. f. Faiz (2012: 3) berpikir kritis adalah proses mental untuk menganalisis atau mengevaluasi informasi yang didapatkan dari hasil pengamatan, pengalaman, akal sehat atau melalui media-media komunikasi.

Dari beberapa definisi tentang berpikir kritis diatas, dapat disimpulkan bahwa kemampuan berpikir kritis adalah suatu proses kegiatan mental yang terarah dan jelas yang melibatkan aktivitas mental seperti dalam memecahkan masalah, menentukan keputusan, menganalisis dan melakukan penelitian ilmiah yang menghasilkan suatu konsep dari sumber terpercaya sehingga dapat membantu siswa dalam memahami konsep IPA secara mendalam. Khususnya pada Standar Komperensi 6, Kompetensi Dasar 6.1 materi sifat-sifat cahaya.

2. Karakteristik Kemampuan Berpikir Kritis

Perkin (Nurlaela & Ismayati, 2015: 7) mengemukakan bahwa berpikir kritis memiliki empat karakteristik, yaitu: 1) bertujuan untuk mencapai penilaian yang kritis terhadap apa yang akan kita terima atau apa yang akan kita lakukan dengan alasan logis, 2) memakai standar penilaian sebagai hasil dari berpikir kritis dan membuat keputusan, 3) menerapkan berbagai strategi yang tersusun dan memberikan alasan untuk menentukan dan menetapkan standar, 4) mencari dan menghimpun informasi yang dapat dipercaya untuk dipakai sebagai bukti yang dapat mendukung suatu penilaian.

(50)

33

kategori, 3) meneliti bagian-bagian kecil dari keseluruhan, 4) menerangkan sebab, 5) membuat sekuen atau urutan, 6) menentukan sumber yang dipercayai, dan 7) membuat ramalan.

Menurut Beyer (Nurlaela & Ismayati, 2015: 8) ciri-ciri kemampuan berpikir kritis adalah kemampuan: 1) menentukan kredibilitas suatu sumber, 2) membedakan antara yang relevan dari yang tidak relevan, 3) membedakan fakta dari penilaian, 4) mengidentifikasi dan mengevaluasi asumsi yang tidak terucap, 5) mengidentifkasi bias yang ada, 6) mengidentifikasi sudut pandang, dan 7) mengevaluasi bukti yang ditawarkan untuk mendukung pengakuan

Senada dengan pendapat diatas ciri-ciri berpikir kritis menurut Faiz (2012: 4-5) antara lain sebagai berikut: a) Menggunakan fakta-fakta secara tepat dan jujur, b) mengorganisasi pikiran dan mengungkapkannya dengan jelas, logis atau masuk akal, c) Membedakan antara kesimpulan yang didasarkan pada logika yang valid dengan logika yang tidak valid, d) Mengidentivikasi kecukupan data, e) Menyangkal suatu argumen yang tidak relevan dan menyampaikan argumen yang relevan, f) Mempertanyakan suatu pandangan dan mempertanyakan implikasi dari suatu pandangan, g) Menyadari fakta dan pemahaman seseorang selalu terbatas, h) Mengenali kemungkinan keliru dari satu pendapat dan kemungkinan bias dalam pendapat.

(51)

34

bukti yang mendukung suatu penilaan, d) menggunakan fakta-fakta secara tepat dan jujur, e) membedakan antara kesimpulan yang didasarkan pada logika yang valid dan tidak valid, f) menyangkal suatu argumen yang dianggap tidak relevan dan menyimpulkan argumen yang relevan.

3. Indikator Kemampuan Berpikir Kritis

Dalam berpikir kritis terdapat beberapa indikator didalamnya, Faiz (2012: 3-4) berpendapat bahwa indikator kemampuan berpikir kritis dapat dirumuskan dalam aktivitas–aktivitas kritis sebagai berikut: a) Mampu merumuskan pokok-pokok permasalahan; b) Mampu mengungkap fakta yang dibutuhkan dalam menyelesaikan suatu masalah; c) Mampu memilih argumen yang logis, relevan dan akurat; d) Mampu mendeteksi bias berdasarkan sudut pandang yang berbeda; e) Mampu menentukan akibat dari suatu pernyataan yang diambil sebagai suatu keputusan.

(52)

35

Tabel 3. Aspek dan Indikator Kemampuan Berpikir Kritis

No Aspek Indikator

1. Memberikan

penjelasan sederhana

Memfokuskan pertanyaan. Menganalisis pertanyaan.

Bertanya dan menjawab pertanyaan tentang suatu penjelasan atau tantangan.

2. Membangun keterampilan dasar

Mempertimbangkan apakah sumber dapat dipercaya atau tidak.

Mengobservasi dan mempertimbangkan suatu laporan hasil observasi.

3. Menyimpulkan Mendeduksi dan mempertimbangkan hasil deduksi. Menginduksi dan mempertimbangkan induksi. Membuat dan menetukan hasil pertimbangan. 4. Memberikan

penjelasan lanjut

Mendefinisikan istilah dan mempertimbangkan suat definisi dalam tiga dimensi.

Mengidentifikasi asumsi. 5. Mengatur strategi dan

taktik

Menentukan suatu tindakan. Berinteraksi dengan orang lain.

Berpikir kritis pada penelitian ini melibatkan aktivitas mental siawa sekolah dasar dalam mata pelajaran IPA. Indikator kemampuan berpikir kritis dalam penelitian ini diambil dari pendapat Ennis yang sesuai dengan sintaks model discovery learning dan disesuaikan dengan tahap perkembangan berpikir siswa sekolah dasar. Untuk lebih jelasnya lagi dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 4. Aspek dan Indikator Kemampuan Berpikir Kritis dalam Penelitian

No Aspek Indikator

1. Memberikan

penjelasan sederhana

 Mengajukan pertanyaan/ masalah yang relevan.  Menjawab pertanyaan/ masalah secara kontekstual. 2. Mengembangkan

ketrampilan dasar

 Melakukan observasi.  Melaporkan hasil observasi. 3. Menyimpulkan  Menarik kesimpulan. 4. Memberikan

penjelasan lanjut

 Mendefinisikan dan mempertimbangkan suatu istilah.

 Menunjukkan pemahaman siswa terhadap suatu masalah.

 Menjawab pertanyaan dengan menyertakan alasan yang logis.

5. Mengatur strategi dan taktik

(53)

36 4. Melatih Kemampuan Berpikir Kritis

Menurut Glaser (Fisher, 2008: 7) melatih kemampuan berpikir kritis adalah sebagi berikut: a) Mengenal masalah; b) Menemukan cara-cara yang dapat dipakai untuk menangani masalah; c) Mengumpulkan dan menyusun informasi yang diperlukan; d) Mengenal asumsi-asumsi dan nilai-nilai yang tidak dinyatakan; e) Memahami dan menggunakan bahasa yang tepat, jelas dan khas; f) Menganalisa data; g) Menilai fakta dan mengevaluasi pertanyaan-pertanyaan; h) Mengenal adanya hubunganhubungan yang logis antar masalah; i) Menarik kesimpulan; j) Menguji kesimpulan yang diambil; k) Menyusun pola-pola keyakinan berdasarkan pengalaman yang lebih luas; l) Membuat penilaian yang tepat tentang hal-hal dan kualitas-kualitas tertentu dalam kehidupan sehari-hari.

Bonnie dan Potts (Kowiyah, 2012: 179) yang menjelaskan bahwa langkah-langkah untuk mengasah kemampuan berpikir kritis adalah sebagai berikut:

a) Meningkatkan interaksi di antara para siswa sebagai pembelajar, b) Dengan mengajukan pertanyaan open-ended, c) Memberikan waktu kepada siswa untuk memberikan refleksi terhadap pernyataan yang diajukan atau masalah-masalah yang diberikan, d) Mengajar apa yang diperoleh untuk di berikan kepada siswa sesuai dengan kemampuan yang siswa miliki dan yang pernah dialami oleh siswa (teaching for trasfer).

(54)

37

menggunakan kemempuan berpikir kritis dalam belajar dan dapat disesuaikan dengan karakteristik siswa kelas V sekolah dasar yang masih membutuhkan pengarahan dan bimbingan dari guru dalam kegiatan belajar di sekolah.

E. Pemecahan Masalah

1. Hakikat dan Pengertian Pemecahan Masalah

Asy’ari (2006: 28) berpendapat bahwa pada dasarnya dalam kehidupan

sehari-hari manusia selalu berhadapan dengan berbagai masalah yang perlu dipecahkan. Disisi lain pemecahan masalah merupakan salah satu tolok ukur tingkat kecerdasan siswa yang banyak ditentukan oleh kemampuannya dalam memecahkan suatu masalah. Oleh karena itu siswa perlu dilatih untuk memecahkan suatu masalah agar nantinya siswa memiliki bekal untuk menghadapi masalah dalam kehidupan sehari-hari.

Memecahkan masalah merupakan suatu metode yang berupa pemecahan maslah. Nurlaela & Ismayati (2015: 24) mengemukakan bahwa pemecahan masalah merupakan suatu proses mental dan intelektual dalam menemukan suatu masalah dan memecahkannya berdasarkan data dan informasi yang akurat sehingga dapat diambil kesimpulan yang tepat dan cermat. Beliau menjelaskan bahwa metode pemecahan masalah memberikan kesempatan peserta didik berperan aktif dalam mempelajari, mencari, dan menemukan sendiri informasi atau data untuk diolah menjadi konsep, prinsip, teori, atau kesimpulan.

(55)

38

Pemecahan masalah juga dapat menjadi tolok ukur kecerdasan siswa yang ditentukan dalam pemecahan suatu maslah. Siswa diberi kebebasan dalam mencari informasi dan cara penyelesaian masalah yang sedang dihadapi.

2. Berpikir Kritis dalam Pemecahan Masalah

(56)

39

keputusan. Kemampuan berpikir tingkat tinggi, baik itu berpikir kritis, kreatif serta kemampuan pemecahan maslah yang dimiliki oleh seseorang tidak dapat dimiliki secara langsung, melainkan diperoleh dengan melalui latihan. Oleh karena itu kemampuan ini sangat penting dan seharusnya kemampuan ini dilatihkan dalam pembelajaran di kelas.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkkan bahwa kemampuan berpikir kritis dapat digunakan dalam upaya memecahkan masalah. Karena pemecahan masalah menggunakan pengetahuan dan ketrampilan yang sudah ada untuk menjawab pertanyaan yang belum terjawab atau situasi yang sulit, sehingga siswa dapat berpikir lebih kritis dalam memecahkan masalah yang dihadapinya. Beberapa indikator kemampuan memecahkan masalah yang dimiliki oleh seseorang yaitu, mampu mengidentifikasi masalah, memiliki rasa ingin tahu, bekerja secara teliti, dan mampu mengevaluasi keputusan.

F. Materi Pembelajaran 1. Sifat-Sifat Cahaya

(57)

40

lurus, dapat menembus benda bening, dapat dipantulkan, dapat dibiaskan, dan dapat mengalami penguraian warna.

a) Cahaya Merambat Lurus

Cahaya merambat lurus yaitu cahaya yang merambat melalui celah sempit dan menembus ruangan gelap seperti garis-garis putih yang lurus. Cahaya merambat lurus juga dapat dilihat pada cahaya lampu mobil atau senter pada malam hari.

Gambar 1. Cahaya Merambat Lurus b)Cahaya Menembus Benda Bening

(58)

41

membentuk bayangan. Contoh benda tidak tembus cahaya yaitu tripleks, karton, seng, dan tembok.

Gambar 2. Benda Tembus Cahaya dan Benda Tidak Tembus Cahaya c) Cahaya Dapat Dipantulkan

Apabila seberkas cahaya mengenai permukaan benda, sebagian cahaya diserap oleh benda tersebut, sedangkan sebagian lagi dikembalikan atau dipantulkan. Berkas cahaya yang dikembalikan atau dipantulkan disebut dengan cahaya pantul atau sinar pantul. Berdasarkan arah sinar pantulnya, pemantulan cahaya dibedakan menjadi dua, yaitu pemantulan baur (pemantulan difusi) dan pemantulan teratur.

(1) Pemantualn Baur (Difusi)

(59)

debu-42

debu atmosfer bumi. Pada pemantulan ini sinar pantul arahnya tidak beraturan seperti tampak pada gambar dibawah ini.

Gambar 3. Pemantulan Baur (Difusi)

Keterangan 1) Sinar datang 2) Permukaaan benda 3) Sinar pantul

(2) Pemantulan Teratur

Pemantulan teratur terjadi apabila seberkas cahaya mengenai permukaan yang rata, licin, dan mengilap. Permukaan yang mempunyai sifat seperti ini misalnya cermin. Pada pemantulan ini sinar pantul memiliki arah yang teratur seperti tampak pada gambar di bawah ini.

Gambar 4. Pemantulan Teratur

(60)

43

cahaya yang menyatakan sebagai berikut. 1) Sinar datang, garis normal dan sinar pantul tegak pada satu bidang datar. 2) Besar sudut datang sama dengan besar sudut pantul.

Gambar 5. Hukum Pemantulan Cahaya

Cermin merupakan alat yang dapat memantuklan hampir seluruh cahaya yang mengenainya. Berdasarkan permukaannya cermin dikelompokkan menjadi tiga yaitu cermin datar, cermin cekung, dan cermin cembung.

a) Cermin Datar

Cermin datar yaitu cermin yang permukaan bidang pantulnya datar. Cermin datar bisa kita gunakan untuk bercermin. Pada saat bercermin kita melihat bayangan kita di dalam cermin. Sifat bayangan benda yang dibentuk oleh cermin datar sebagai berikut: 1) Bayangan bersifat semu atau maya. Artinya, bayangan dapat dilihat dalam cermin, tapi tidak dapat ditangkap oleh layar. 2) Bayangan tegak seperti bendanya. 3) Ukuran (besar dan tinggi) bayangan sama dengan ukuran benda. 4) Jarak bayangan ke cermin sama dengan jarak benda ke cermin. 5) Kemampuan bayangan berlawanan dengan benda. Bagian kiri pada bayangan merupakan bagian kanan pada benda dan sebaliknya.

Gambar

Tabel 1. SK-KD IPA kelas V semester 2
Tabel 2. Langkah-langkah/Sintak Model discovery learning dalam Penelitian
Tabel 3. Aspek dan Indikator Kemampuan Berpikir Kritis
Gambar 1. Cahaya Merambat Lurus
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kelompok eksperimen merupakan kelompok yang digunakan pada penelitian ini yaitu dengan menggunakan model pembelajaran Problem Solving dan Discovery Learning,

Berdasarkan latar belakang tersebut, rumusan permasalahan dalam penelitian ini adalah apakah kemampuan pemecahan masalah kimia antara siswa yang diberi guided discovery learning

Menurut Sudarmin (2015) menjelaskan Pembelajaran discovery memberikan kesempatan kepada siswa untuk terlibat langsung dalam memecahkan masalah. Tujuan

Terdapat pengaruh yang signifikan dalam penerapan model discovery learning melalui media nyata terhadap kemampuan berpikir kritis siswa pada materi pembelajaran IPA kelas

Penemuan (discovery) merupakan metode yang lebih menekankan pada pengalaman langsung. Dalam metode ini siswa didorong untuk memahami dan menemukan sesuatu, misalnya

Berdasarkan tujuan penelitian dan analisis data yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan: 1) Bahan ajar tematik integratif IPA berbasis discovery learning

Siswa dengan kemampuan sedang dalam pemecahan masalah matematika pada materi perbandingan trigonometri berada pada tingkat 1 atau TKBK 1 (Kurang Kritis).. Sedangkan

HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian tentang pengaruh model discovery learning terhadap kemampuan berpikir kritis siswa kelas V ini dilaksanakan di SDN Pondok Kacang Timur Tangerang